Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kacang Kedelai


Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi
Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-
hari. Pada umumnya penderita KEP berasal dari keluarga yang berpenghasilan
rendah. Kurangnya energi protein dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan
dan gangguan perkembangan mental anak. Anak balita dengan KEP tingkat berat
akan menunjukkan tanda klinis kwashiorkor atau marasmus. Kacang kedelai adalah
salah satu tanaman polong-polongan. Kacang kedelai banyak dijadikan makanan
olahan seperti kecap, tahu, dan tempe. Berdasarkan peninggalan arkeologi, tanaman
ini telah dibudidayakan sejak 3500 tahun yang lalu di Asia Timur.
Kacang kedelai adalah sumber utama protein nabati dan minyak nabati
dunia. Penghasil kedelai utama di dunia adalah Amerika Serikat dan baru
dibudidayakan masyarakat di luar Asia setelah tahun 1910. Nama ilmiah kacang
kedelai atau nama latin kacang kedelai adalah Glycine max merr. Jenis kedelai yang
dibudidayakan adalah Glycine max yang merupakan keturunan domestikasi dari
spesies moyang, Glycine soja. Dengan versi ini, Glycine max juga dapat disebut
sebagai Glycine soja subsp max. Kedelai merupakan tanaman budidaya daerah Asia
subtropik seperti Cina dan Jepang. Sebaran Glycine soja sendiri lebih luas, hingga
ke kawasan Asia tropik. Kedelai sangat peka terhadap pencahayaan sehingga dalam
pencahayaan agak rendahpun batangnya akan mengalami pertumbuhan memanjang
sehingga berwujud seperti tanaman yang merambat (Santoso, 1993).
Edamame adalah kultivar kedelai berbiji besar berwarna hijau yang belum
lama dikenal di Indonesia dan berasal dari Jepang. Pada awalnya, kacang kedelai
yang merupakan tanaman asli dari Cina ini telah dikenal dan dibudidayakan oleh
peradaban manusia sejak dahulu kala, sejak sekitar tahun 2500 SM. Seiring dengan
berkembangnya peradaban dan perdagangan multi negara pada abad ke-19,tanaman
kedelai mulai menyebar ke beberapa negara tujuan perdagangan.

3
4

Meskipun tanaman kedelai termasuk tanaman budidaya, namun ada sekitar


40 jenis kedelai yang tumbuh secara sangat liar di wilayah daratan Asia Tenggara.
Setidaknya ada paling tidak dua spesies tanaman kedelai yang dibudidayakan yaitu,
Glycine max (keledai putih, biji berwarna kuning agak putih), dan juga Glycine soja
(kedelai dan biji berwarna hitam). Kedelai putih merupakan tanaman yang sangat
asli dari Asia seperti Cina dan Jepang, sementara kedelai hitam sendiri adalah
tanaman asli daerah asia tropis contohnya seperti Asia Tenggara.

2.2 Sejarah Tempe


Zaman semakin berkembang dengan pesat, teknologi semakin berkembang
begitu juga dengan ilmu pengetahuan. Ilmu biokimia saat ini sedang mengalami
perkembangan khususnya di negara Indonesia. Peranan ilmu biokimia bagi
kehidupan manusia sangat luar biasa bahkan hampir mencangkup berbagai aspek
kehidupan. Contohnya dalam produk pangan. Tempe merupakan bahan makanan
dari hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya
menggunakan jamur Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae sebagai starter.
Tempe umumnya dibuat secara tradisional dan merupakan sumber protein
nabati. Di Indonesia pembuatan tempe sudah menjadi industri rakyat. Tempe
mengandung berbagai nutrisi yang diperlukan oleh tubuh seperti protein, lemak,
karbohidrat, dan mineral. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe
lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh. Hal ini dikarenakan kapang
yang tumbuh pada kedelai akan menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks pada
kedelai menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia.
Tidak seperti makanan kedelai tradisional lain yang biasanya berasal dari
Cina atau Jepang, tempe asli berasal dari Indonesia. Tidak jelas kapan pembuatan
tempe dimulai, namun demikian makanan tradisonal ini sudah dikenal sejak
berabad-abad tahun lalu, terutama dalam tatanan budaya makan masyarakat Jawa,
khususnya di Yogyakarta dan Surakarta. Hal ini dan catatan sejarah yang tersedia
lainnya menunjukkan bahwa mungkin pada mulanya tempe diproduksi dari kedelai
hitam yang berasal dari masyarakat pedesaan tradisional Jawa. Produksi tempe juga
berasal dari kedelai hitam yang dikembangkan di sekitar daerah Mataram, Jawa
Tengah, dan berkembang sebelum abad ke-16 (Sarwono, 2010).
5

Menurut naturalis Jerman, Rumphius, tanaman kedelai (de cadelie plant)


dalam bahasa latin disebut phaseolus niger, kadele (Jawa), zwartee boontjes
(Belanda), dan authau (Tiongkok). Hasil amatan Rumphius, orang Tionghoa tidak
mengolah kedelai menjadi tempe. Tapi, mengolah biji kedelai hitam tersebut
menjadi tepung, sebagai bahan untuk pembuatan tahu, dan laxa atau tautsjian, mie
berbentuk pipih. Karena kacang dalam bahasa tiongkok disebut duo (tao), dan
produk olahan dari kacang dinamai dalam bahasa tiongkok dengan awalan tau:
tauchu (taoco), tauhu (tahu), touya (toge), touzi (tauci) dan lain-lain.
Kata tempe diduga berasal dari bahasa jawa kuno. Pada zaman jawa kuno
terdapat makanan berwarna putih terbuat dari tepung sagu yang disebut tumpi.
Tempe segar yang juga berwarna putih terlihat memiliki kesamaan dengan
makanan tumpi tersebut. Selain itu terdapat rujukan mengenai tempe dari tahun
1875 dalam sebuah kamus bahasa Jawa-Belanda. Sumber lain juga mengatakan
bahwa pembuatan tempe diawali semasa era tanam paksa di Jawa.
Pada saat itu, masyarakat jawa terpaksa menggunakan hasil pekarangan,
seperti singkong, ubi dan kedelai, sebagai sumber pangan. Selain itu, ada pula
pendapat yang mengatakan bahwa tempe mungkin diperkenalkan oleh orang-orang
Tionghoa yang memproduksi makanan sejenis tempe, yaitu koji kedelai yang
difermentasikan menggunakan kapang Aspergillus. Teknik dalam pembuatan
tempe menyebar ke seluruh Indonesia, sejalan dengan penyebaran masyarakat Jawa
yang bermigrasi ke seluruh penjuru tanah air. Indonesia merupakan negara
produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia.
Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe,
40% tahu, dan 10% dalam bentuk produk lain, seperti tauco, kecap, dan lain-lain.
Konsumsi tempe rata-rata per tahun di Indonesia saat ini diduga sekitar 6,45
kg tiap orangnya. Pada zaman pendudukan Jepang di Indonesia, para tawanan
perang yang diberi makan tempe terhindar dari disentri dan busung lapar. Sejumlah
penelitian yang diterbitkan pada tahun 1940-an sampai dengan 1960-an juga
menyimpulkan bahwa banyak tahanan Perang Dunia II berhasil selamat karena
tempe. Menurut Onghokham, tempe yang kaya protein telah menyelamatkan
kesehatan penduduk Indonesia yang padat dan berpenghasilan relatif rendah.
6

Namun, nama tempe pernah digunakan di daerah perkotaan Jawa, terutama


Jawa tengah, untuk mengacu pada sesuatu yang bermutu rendah. Istilah seperti
mental tempe atau kelas tempe digunakan untuk merendahkan dengan arti bahwa
hal yang dibicarakan bermutu rendah karena murah seperti tempe. Soekarno,
Presiden Indonesia pertama, sering memperingatkan rakyat Indonesia dengan
mengatakan jangan menjadi bangsa tempe. Baru semenjak pertengahan tahun 1960-
an pandangan mengenai tempe ini sudah mulai berubah pada masyarakat.
Pada akhir tahun 1960 dan awal tahun 1970 terjadi sejumlah perubahan
dalam pembuatan tempe di Indonesia. Plastik (polietilena) mulai menggantikan
daun pisang untuk membungkus tempe, ragi berbasis tepung diproduksi mulai 1976
oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Gagasan ini banyak digunakan
oleh Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Kopti) mulai menggantikan ragi
tradisional, dan kedelai impor mulai menggantikan kedelai lokal. Produksi tempe
meningkat dan industrinya mulai dimodernisasi pada tahun 1980, sebagian berkat
peran serta Kopti yang berdiri pada 11 Maret 1979 di Jakarta dan pada tahun 1983
telah beranggotakan lebih dari 28.000 produsen tempe dan tahu di Indonesia.
Standar teknis untuk pembuatan tempe telah ditetapkan dalam Standar
Nasional Indonesia (SNI) dan yang berlaku sejak 9 Oktober 2009 ialah SNI
3144:2009. Dalam standar tersebut, tempe kedelai didefinisikan sebagai produk
yang diperoleh dari fermentasi biji kedelai dengan menggunakan kapang Rhizopus
sp., berbentuk padatan kompak, berwarna putih sedikit keabu-abuan dan berbau
khas tempe. Tempe dikenal oleh masyarakat Eropa melalui orang-orang Belanda.
Pada tahun 1895, ahli kimia dan mikrobiologi dari Belanda telah melakukan usaha
yang pertama kali untuk mengidentifikasi karakteristik kapang tempe.
Perusahaan-perusahaan tempe yang pertama di Eropa dimulai di Belanda
oleh para imigran dari Indonesia. Melalui Belanda, tempe telah populer di Eropa
sejak tahun 1946. Sementara itu, tempe populer di Amerika Serikat setelah pertama
kali dibuat di sana pada tahun 1958 oleh Yap Bwee Hwa, ia adalah orang Indonesia
yang pertama kali melakukan penelitian ilmiah mengenai tempe. Di Jepang, tempe
diteliti sejak tahun 1926 tetapi baru mulai diproduksi secara komersial sekitar tahun
1983. Pada tahun 1984 sudah tercatat 18 perusahaan tempe di Eropa, 53 di Amerika,
7

dan 8 di Jepang. Di beberapa negara lain, seperti Republik Rakyat Cina, India,
Taiwan, Sri Lanka, Kanada, Australia, Amerika Latin, dan Afrika, tempe yang
sudah mulai dikenal, namun pada suatu kalangan terbatas saja (Sukardi, 2008).

2.3 Khasiat dan Kandungan Gizi Tempe


Makanan bermanfaat yang terbuat dari kedelai. Tidak ada kontraindikasi
untuk penggunaan kedelai dan turunannya mereka memiliki dalam bentuk yang
beraneka macam. Para ahli gizi berpendapat bahwa setelah penyapihan bayi, bisa
melakukan tanpa ASI atau susu formula dan bisa menggantikannya dengan susu
kedelai, yang dimana memiliki sifat dan manfaat sangat baik untuk kesehatan bayi.
Bahkan, dibandingkan dengan susu sapi, minuman susu kedelai tidak
mengandung kasein, protein yang menyebabkan alergi, tidak memiliki gula susu
yang banyak, penyebab orang alergi, kaya serat dan bebas kolesterol, begitu besar
untuk segala usia. Kacang, susu kedelai, tahu, tempe adalah kaya genistein, zat
pelindung yang menghalangi gejala yang merangsang pertumbuhan sel tumor
ganas. Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga dapat
menghambat proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis, jantung koroner, diabetes melitus, kanker, dan lain-lain.
Selain itu tempe juga mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun
kolesterol darah, pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain. Komposisi
gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah
dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang
dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe
menjadi lebih mudah dicerna oleh tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai.
Tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur, dari bayi hingga
lansia, sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur. Dibandingkan dengan
kedelai, ada beberapa hal yang menguntungkan pada tempe (Made, 2013).
Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan terlarut,
nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi
protein, serta skor proteinnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi
tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan
yang ada pada kedelai. Ini dibuktikan pada bayi dan balita penderita gizi buruk.
8

Pengolahan kedelai menjadi tempe akan menurunkan kadar raffinosa dan


stakiosa, yaitu suatu senyawa penyebab timbulnya gejala flatulensi (kembung
perut). Mutu gizi tempe yang tinggi memungkinkan penambahan tempe untuk
meningkatkan mutu serealia dan umbi-umbian. Hidangan makanan sehari-hari
yang terdiri dari nasi, jagung, atau tiwul akan meningkat mutu gizinya bila
ditambah dengan tempe. Sepotong tempe goreng (50 gram) sudah cukup untuk
meningkatkan mutu gizi pada 200 gram nasi. Bahan makanan campuran dari beras-
tempe, jagung-tempe, gaplek-tempe, yang dimana dalam perbandingan 7:3, sudah
baik untuk diberikan kepada anak yang masih balita sebagai asupan gizi.
Selama proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan
derajat ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh
majemuk (polyunsaturated fatty acids, PUFA) meningkat jumlahnya. Dalam proses
itu asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan
kenaikan terjadi pada asam oleat dan linolenat (asam linolenat tidak terdapat pada
kedelai). Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek penurunan terhadap kandungan
kolesterol serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh.
Dua kelompok vitamin yang terdapat pada tempe, yaitu antara lain larut air
(vitamin B kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan
sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam
tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam
nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin). Lesitin
diubah menjadi lipid, dan juga memiliki sifat pengemulsi lemak, sehingga tempe
dapat digunakan untuk meningkatkan aktivitas otak dan aktivitas neurotransmitter.
Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani dan tidak
dijumpai pada makanan nabati, seperti sayur-sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian,
namun tempe mengandung vitamin B12 sehingga tempe menjadi satu-satunya
sumber vitamin yang potensial dari bahan pangan nabati. Kenaikan kadar vitamin
B12 paling mencolok pada pembuatan tempe, vitamin B12 aktivitasnya meningkat
sampai 33 kali selama fermentasi dari kedelai, riboflavin naik sekitar 8-47 kali,
piridoksin 4-14 kali, niasin 2-5 kali, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam
pantotenat 2 kali lipat. Vitamin ini tidak diproduksi oleh kapang tempe, tetapi oleh
bakteri kontaminan seperti Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter freundii.
9

Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram
per 100 gram tempe kering. Jumlah ini telah dapat mencukupi kebutuhan vitamin
B12 seseorang per hari. Dengan adanya vitamin B12 pada tempe, para vegetarian
tidak perlu merasa khawatir akan kekurangan vitamin B12, sepanjang mereka
melibatkan tempe dalam menu hariannya. Tempe biasa diolah dengan beberapa
cara seperti perebusan, pembusukkan (tempe busuk), pengeringan (tempe kering),
dan bisa juga direbus dengan penambahan gula merah yaitu tempe bacem. Selain
itu tempe juga dapat di olah dengan cara di panggang (Asngad, 2011).
Pemanggangan terlalu lama dapat menyebabkan bahan pangan menjadi
keras. Tujuan dari proses pemanggangan yaitu untuk meningkatkan sifat sensori
dan memperbaiki atau meningkatkan cita rasa dari bahan pangan. Pemanggangan
dapat menghancurkan mikroorganisme serta menurunkan aktivitas air sehingga
dapat mengawetkan makanan. Tempe sendiri mengandung sejumlah mineral makro
maupun mikro dalam jumlah yang cukup. Jumlah mineral besi, tembaga, dan zink
pada tempe berturut-turut adalah 9,39, 2,87 dan 8,05 mg setiap 100 g tempe.
Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan
asam fitat yang mengikat beberapa mineral menjadi fosfor dan inositol. Dengan
terurainya asam fitat, mineral-mineral tertentu seperti besi, kalsium, magnesium,
dan zink menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh. Di dalam tempe juga
ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C,
E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan
pada tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas.
Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan
genistein. Pada tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga ada terdapat
antioksidan faktor II (6,7,4-Trihidroksi isoflavon) yang dimana mempunyai sifat
antioksidan yang paling kuat dibandingkan dengan isoflavon yang ada dalam
kedelai. Antioksidan ini disintesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai
menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus luteus dan Coreyne bacterium.
Penuaan (aging) dapat dihambat bila dalam makanan yang dikonsumsi
sehari-hari mengandung antioksidan yang cukup untuk kebutuhan nutrisi. Karena
tempe merupakan sumber antioksidan yang baik, konsumsinya dalam jumlah cukup
10

secara teratur dapat mencegah terjadinya proses penuaan dini. Penelitian yang
dilakukan di Universitas North Carolina, Amerika Serikat, menemukan bahwa
genestein dan fitoestrogen yang terdapat pada tempe ternyata dapat mencegah
kanker prostat dan payudara. Protein yang terdapat dalam tempe sangat tinggi,
mudah dicerna sehingga baik untuk mengatasi diare. Mengandung zat besi, flafoid
yang bersifat antioksidan sehingga mampu menurunkan tekanan darah.
Mengandung superoksida desmutase yang dapat mengendalikan radikal
bebas, baik bagi penderita jantung. Penanggulangan anemia. Anemia ditandai
dengan rendahnya kadar hemoglobin karena kurang tersedianya zat besi (Fe),
tembaga (Cu), Seng (Zn), protein, asam folat dan vitamin B12, di mana unsur-unsur
tersebut terkandung dalam makanan tempe. Hasil survey menunjukkan bahwa
tempe mengandung senyawa anti bakteri yang diproduksi oleh karang tempe (R.
oligosporus) merupakan antibiotika yang bermanfaat meminimalkan kejadian
infeksi. Kandungan asam lemak jenuh ganda pada tempe bersifat dapat menurunkan
kadar kolesterol, memiliki sifat anti oksidan, menolak kanker. Mencegah masalah
gizi ganda akibat kekurangan dan kelebihan gizi beserta berbagai penyakit yang
menyertainya, infeksi maupun degeneratif, serta mencegah timbulnya hipertensi.
Kandungan kalsiumnya yang tinggi, tempe dapat mencegah osteoporosis.

2.4 Mekanisme Pembentukan Tempe


Fermentasi tempe merupakan fermentasi dua tahap yaitu fermentasi oleh
aktivitas bakteri yang berlangsung selama proses perendaman kedelai, dan
fermentasi oleh kapang yang berlangsung setelah diinokulasi dengan kapang.
Komposisi dan pertumbuhan mikroflora tempe selama fermentasi sangat menarik
untuk dicermati karena ternyata tidak hanya R. oligosporus yang berperan. Yeast
(ragi) sudah lama diduga ikut serta dalam fermentasi tempe. Tetapi peranan yeast
dalam pembuatan tempe belum mendapatkan perhatian yang serius. Beberapa jenis
yeast telah ditemukan dalam tempe yang dipasarkan dan selama perendaman
kedelai untuk pembuatan tempe tetapi yeast yang dalam perendaman kedelai tidak
ditemukan dalam produk tempenya. Petumbuhan bakteri tidak dipengaruhi oleh
yeast. Yeast merupakan bagian dari mikroflora fermentasi pangan yang peranannya
bervariasi tergantung jenisnya. Umumnya yeast berkontribusi pada interaksi antara
mikroorganisme, perubahan tekstur dan bioseintesa komponen flavor.
11

Pertumbuhan atau perkecambahan Rhizopus oligosporus berlangsung


melalui dua tahapan, yaitu pembengkakan dan penonjolan keluar tabung kecambah.
Kondisi optimal perkecambahan adalah suhu 42oC dan pH 4,0. Beberapa senyawa
karbohidrat tertentu diperlukan agar awal pembengkakan spora ini dapat terjadi.
Pembengkakan tersebut yang dimana akan diikuti dengan penonjolan keluar tabung
kecambahnya, bila tersedia sumber-sumber karbon dan nitrogen dari luar.
Senyawa-senyawa yang dapat menjadi pendorong terbaik agar terjadi proses
perkecambahan adalah asam amino prolin dan alanin, serta senyawa gula glukosa.
Warna putih pada tempe disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh
pada permukaan biji kedelai. Tekstur kompak juga disebabkan oleh mise1ia jamur
yang menghubungkan biji-biji kedelai tersebut. Banyak sekali jamur yang aktif
selama fermentasi, tetapi umumnya para peneliti menganggap bahwa Rhizopus sp
merupakan jamur yang paling dominan. Jamur yang tumbuh pada kedelai tersebut
menghasilkan sejumlah enzim-enzim yang mampu untuk merombak senyawa
organik kompleks pada kedelai menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga
senyawa tersebut dengan cepat dapat dipergunakan oleh tubuh.
Miselia menembus jaringan biji kedelai. Proses fermentasi hifa jamur tempe
dengan menembus biji kedelai yang keras dan tumbuh dengan mengambil makanan
dari biji kedelai. Karena penetrasi dinding sel biji tidak rusak meskipun isi selnya
dirombak dan diambil. Rentang kedalaman penetrasi miselia ke dalam biji melalui
sisi luar keeping biji yang cembung, dan hanya pada permukaannya saja dengan
sedikit penetrasi miselia, menerobos ke dalam lapisan sel melalui sela-sela di
bawahnya. Pertumbuhan mikroflora yang ada pada tempe ternyata tidak hanya
didominasi oleh kapang. Karena bakteri juga tumbuh secara signifikan dan yeast
tertentu juga mampu tumbuh didalam proses fermentasi pada tempe.
Nilai pH pada awal fermentasi dan akhir fermentasi tidak menunjukkan
perbedaan atau tidak terpengaruh oleh inokulasi dengan penambahan yeast kecuali
A. pullulans. Karena dalam fermentasi tempe tidak terdapat perombakan senyawa
yang menghasilkan asam sehingga nilai pH tidak berubah. Tetapi nilai pH ini lebih
rendah dari nilai ph kedelai tanpa inokulan. Rhizopus sp tumbuh baik pada kisaran
pH 3,4-6. Pada penelitian semakin lama waktu fermentasi, pH tempe semakin
meningkat sampai pH 8,4, sehingga jamur semakin menurun karena pH tinggi
12

kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur. Secara umum jamur juga membutuhkan
air untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air jamur lebih sedikit dibandingkan
dengan bakteri. Selain pH dan kadar air yang kurang sesuai untuk pertumbuhan
jamur, jumlah nutrient dalam bahan, juga dibutuhkan oleh jamur.
Pada dasarnya proses pembuatan tempe merupakan proses penanaman
mikroba jenis jamur Rhizopus sp pada media kedelai, sehingga terjadi proses
fermentasi kedelai oleh ragi tersebut. Hasil fermentasi menyebabkan tekstur kedelai
kacang kedelai menjadi lebih lunak, karena protein yang terkandung dalam kedelai
telah terurai, sehingga mempunyai daya cerna yang lebih baik. Kandungan kedelai
lebih bergizi jika dibandingkan dengan kandungan kacang tanah. Setelah dilakukan
pengamatan mikroskopis dapat dilihat bahwa jamur Rhizopus ini merupakan jamur
yang berkembang biak dengan spora aseksual sporangisospora, juga memiliki
sporangium, sporangiospora, kolumela, sporangiofora dan memiliki rhizoid.
Kualitas tempe amat dipengaruhi oleh kualitas starter yang digunakan untuk
inokulasinya. Inokulum tempe disebut juga sebagai starter tempe, dan banyak pula
yang menyebutkan dengan nama ragi tempe. Starter tempe adalah bahan yang
mengandung biakan jamur tempe, digunakan sebagai agensia pengubah kedelai
rebus menjadi tempe tumbuhnya jamur tempe pada kedelai dan melakukan kegiatan
fermentasi yang menyebabkan kedelai berubah karakteristiknya menjadi tempe.
Pertumbuhan mikroorganisme lainnya tersebut baru akan terlihat dengan mata
ketika Rhizopus sp telah tumbuh optimum dan mengalami penurunan aktivitasnya
yang ditandai dengan munculnya spora-spora baru berwarna putih kehitaman.
Fase pertumbuhan cepat (0-30 jam fermentasi) terjadi penaikan jumlah
asam lemak bebas, penaikan suhu, pertumbuhan jamur cepat, terlihat dengan
terbentuknya miselia pada permukaan biji makin lama makin lebat, sehingga
menunjukkan masa yang lebih kompak. Fase transisi (30-50 jam fermentasi)
merupakan fase optimal fermentasi tempe dan siap untuk dipasarkan. Pada fase ini
terjadi penurunan suhu, jumlah asam lemak yang dibebaskan dan pertumbuhan
jamur hampir tetap atau bertambah sedikit, flavor spesifik tempe optimal, dan
tekstur lebih kompak. Fase pembusukan atau fermentasi lanjut (50-90 jam
fermentasi) terjadi penaikan jumlah bakteri dan jumlah asam lemak bebas.

Anda mungkin juga menyukai