TINJAUAN PUSTAKA
3
4
dan 8 di Jepang. Di beberapa negara lain, seperti Republik Rakyat Cina, India,
Taiwan, Sri Lanka, Kanada, Australia, Amerika Latin, dan Afrika, tempe yang
sudah mulai dikenal, namun pada suatu kalangan terbatas saja (Sukardi, 2008).
Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram
per 100 gram tempe kering. Jumlah ini telah dapat mencukupi kebutuhan vitamin
B12 seseorang per hari. Dengan adanya vitamin B12 pada tempe, para vegetarian
tidak perlu merasa khawatir akan kekurangan vitamin B12, sepanjang mereka
melibatkan tempe dalam menu hariannya. Tempe biasa diolah dengan beberapa
cara seperti perebusan, pembusukkan (tempe busuk), pengeringan (tempe kering),
dan bisa juga direbus dengan penambahan gula merah yaitu tempe bacem. Selain
itu tempe juga dapat di olah dengan cara di panggang (Asngad, 2011).
Pemanggangan terlalu lama dapat menyebabkan bahan pangan menjadi
keras. Tujuan dari proses pemanggangan yaitu untuk meningkatkan sifat sensori
dan memperbaiki atau meningkatkan cita rasa dari bahan pangan. Pemanggangan
dapat menghancurkan mikroorganisme serta menurunkan aktivitas air sehingga
dapat mengawetkan makanan. Tempe sendiri mengandung sejumlah mineral makro
maupun mikro dalam jumlah yang cukup. Jumlah mineral besi, tembaga, dan zink
pada tempe berturut-turut adalah 9,39, 2,87 dan 8,05 mg setiap 100 g tempe.
Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan
asam fitat yang mengikat beberapa mineral menjadi fosfor dan inositol. Dengan
terurainya asam fitat, mineral-mineral tertentu seperti besi, kalsium, magnesium,
dan zink menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh. Di dalam tempe juga
ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C,
E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan
pada tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas.
Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan
genistein. Pada tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga ada terdapat
antioksidan faktor II (6,7,4-Trihidroksi isoflavon) yang dimana mempunyai sifat
antioksidan yang paling kuat dibandingkan dengan isoflavon yang ada dalam
kedelai. Antioksidan ini disintesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai
menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus luteus dan Coreyne bacterium.
Penuaan (aging) dapat dihambat bila dalam makanan yang dikonsumsi
sehari-hari mengandung antioksidan yang cukup untuk kebutuhan nutrisi. Karena
tempe merupakan sumber antioksidan yang baik, konsumsinya dalam jumlah cukup
10
secara teratur dapat mencegah terjadinya proses penuaan dini. Penelitian yang
dilakukan di Universitas North Carolina, Amerika Serikat, menemukan bahwa
genestein dan fitoestrogen yang terdapat pada tempe ternyata dapat mencegah
kanker prostat dan payudara. Protein yang terdapat dalam tempe sangat tinggi,
mudah dicerna sehingga baik untuk mengatasi diare. Mengandung zat besi, flafoid
yang bersifat antioksidan sehingga mampu menurunkan tekanan darah.
Mengandung superoksida desmutase yang dapat mengendalikan radikal
bebas, baik bagi penderita jantung. Penanggulangan anemia. Anemia ditandai
dengan rendahnya kadar hemoglobin karena kurang tersedianya zat besi (Fe),
tembaga (Cu), Seng (Zn), protein, asam folat dan vitamin B12, di mana unsur-unsur
tersebut terkandung dalam makanan tempe. Hasil survey menunjukkan bahwa
tempe mengandung senyawa anti bakteri yang diproduksi oleh karang tempe (R.
oligosporus) merupakan antibiotika yang bermanfaat meminimalkan kejadian
infeksi. Kandungan asam lemak jenuh ganda pada tempe bersifat dapat menurunkan
kadar kolesterol, memiliki sifat anti oksidan, menolak kanker. Mencegah masalah
gizi ganda akibat kekurangan dan kelebihan gizi beserta berbagai penyakit yang
menyertainya, infeksi maupun degeneratif, serta mencegah timbulnya hipertensi.
Kandungan kalsiumnya yang tinggi, tempe dapat mencegah osteoporosis.
kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur. Secara umum jamur juga membutuhkan
air untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air jamur lebih sedikit dibandingkan
dengan bakteri. Selain pH dan kadar air yang kurang sesuai untuk pertumbuhan
jamur, jumlah nutrient dalam bahan, juga dibutuhkan oleh jamur.
Pada dasarnya proses pembuatan tempe merupakan proses penanaman
mikroba jenis jamur Rhizopus sp pada media kedelai, sehingga terjadi proses
fermentasi kedelai oleh ragi tersebut. Hasil fermentasi menyebabkan tekstur kedelai
kacang kedelai menjadi lebih lunak, karena protein yang terkandung dalam kedelai
telah terurai, sehingga mempunyai daya cerna yang lebih baik. Kandungan kedelai
lebih bergizi jika dibandingkan dengan kandungan kacang tanah. Setelah dilakukan
pengamatan mikroskopis dapat dilihat bahwa jamur Rhizopus ini merupakan jamur
yang berkembang biak dengan spora aseksual sporangisospora, juga memiliki
sporangium, sporangiospora, kolumela, sporangiofora dan memiliki rhizoid.
Kualitas tempe amat dipengaruhi oleh kualitas starter yang digunakan untuk
inokulasinya. Inokulum tempe disebut juga sebagai starter tempe, dan banyak pula
yang menyebutkan dengan nama ragi tempe. Starter tempe adalah bahan yang
mengandung biakan jamur tempe, digunakan sebagai agensia pengubah kedelai
rebus menjadi tempe tumbuhnya jamur tempe pada kedelai dan melakukan kegiatan
fermentasi yang menyebabkan kedelai berubah karakteristiknya menjadi tempe.
Pertumbuhan mikroorganisme lainnya tersebut baru akan terlihat dengan mata
ketika Rhizopus sp telah tumbuh optimum dan mengalami penurunan aktivitasnya
yang ditandai dengan munculnya spora-spora baru berwarna putih kehitaman.
Fase pertumbuhan cepat (0-30 jam fermentasi) terjadi penaikan jumlah
asam lemak bebas, penaikan suhu, pertumbuhan jamur cepat, terlihat dengan
terbentuknya miselia pada permukaan biji makin lama makin lebat, sehingga
menunjukkan masa yang lebih kompak. Fase transisi (30-50 jam fermentasi)
merupakan fase optimal fermentasi tempe dan siap untuk dipasarkan. Pada fase ini
terjadi penurunan suhu, jumlah asam lemak yang dibebaskan dan pertumbuhan
jamur hampir tetap atau bertambah sedikit, flavor spesifik tempe optimal, dan
tekstur lebih kompak. Fase pembusukan atau fermentasi lanjut (50-90 jam
fermentasi) terjadi penaikan jumlah bakteri dan jumlah asam lemak bebas.