PENDAHULUAN
1
Seiring dengan perkembangan teknologi medis dan bahan di biomedis dalam
beberapa tahun terakhir, lem medis sintetis semakin menggantikan metode jahitan
tradisional yang digunakan oleh ahli bedah. (Leonello Tacconi, 2018). Dalam
beberapa tahun terakhir, penggunaan lem jaringan telah terbukti memberikan lebih
cepat dan tanpa rasa sakit penutupan untuk laserasi di banyak bagian anatomi tubuh
dan digunakan oleh spesialisasi yang berbeda (Maartense S, 2002; SF, 2003; Petratos
PB, 2002; Sebesta MJ, 2003). Penggunaannya juga telah dilaporkan untuk mereposisi
dan memfiksasi tulang atau bahkan untuk pengobatan patah tulang tengkorak yang
menumbuk (Sultan A, 2017; Thacoor A, 2018).
Pada tahun 1959 cyanoacrylate (CA), pertama kali digunakan oleh Coover et al.
untuk penutupan luka. N-butil-2-cyanoacrylate (CNA) adala polimer yang diperoleh
dari sianoasetat dan formaldehida, yang telah digantikan oleh molekul baru, 2-oktil-
cyanoacrylate (Dermabond C [Ethicon, Dülmen, Jerman]), yang telah disterilkan,
nonpigmented, tidak beracun, nonallergic, dan perekat jaringan biostatic dengan
fleksibilitas dan kekuatan yang tinggi dari sebelumnya.
Mekanisme kerja lem ini bertindak dengan mengkonversi menjadi polimer dari
sianoasetat dan formaldehida melalui reaksi eksotermik pada kontak dengan cairan
atau dasar menengah, dengan kecepatan memperkuat dalam waktu 2-5 detik
(Leonello Tacconi, 2018). Polimer ini, yang berasal dari campuran antara sianoasetat
dan formaldehida, telah berkorelasi dengan efek positif dalam proses penyembuhan
luka berkat sifat-sifatnya seperti neovaskularisasi, re-epitelisasi dan aktivitas bahkan
antimikroba (Leonello Tacconi, 2018).
Adapun beberapa peneitian yang telah dilakukan oleh (Leonello Tacconi, 2018;
Sultan A, 2017; Thacoor A, 2018) dengan metode yang sama mendapatkan hasil yang
memuaskan dengan penyenbuhan dan bekas luka yang baik dan respon kepuasan
yang tinggi terhadap responden yang di berikan metode penutupan luka dengan lem
cyanoacrylate.
RSUP M.Djamil Padang belum menerapkan upaya penutupan luka dengan lem
cyanoacrylate pada kasus cedera kepala. Kondisi tersebut terjadi karena belum
terpaparnya tenaga kesehatan maupun perawat dalam metode tersebut, selain itu di
2
ruang bedah sendiri dalam 1 minggu pengobservasian terdapat 5 kasus cedera kepala.
Melihat dari fenomena tersebut maka penulis tertarik utuk membahas dan
mendiskusikan lebih lanjut mengenai topik tersebut. Dengan demikian, diharapkan
pihak RSUP M.Djamil Padang dapat menerapkan metode baru tersebut.
1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui efektifitas penggunaan metode lem cyanoacrylate dalam
penerapan penutupan luka post operasi
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Menelaah penulisan “efektifitas penggunaan metode lem cyanoacrylate
dalam penerapan penutupan luka post operasi”
b. Menelaah konten jurnal “efektifitas penggunaan metode lem
cyanoacrylate dalam penerapan penutupan luka post operasi”
1.4. Manfaat
Manfaat telaah jurnal ini diharapakan dapat menjadi :
a) Bagi Kelompok
Sebagai bahan pembelajaran mahasiswa dalam mentelaah jurnal,
mengetahui tata cara penulisan jurnal yang benar, dan mendapatkan
pengetahuan baru mengenai manajemen perawatan luka.
b) Bagi Pasien
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan dapat
diterapkan oleh pasien mengenai efektifitas penggunaan metode lem
cyanoacrylate dalam penerapan penutupan luka post operasi.
3
c) Bagi RSUP Dr. Djamil Padang
Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat dijadikan sebagai
informasi bagi rumah sakit dan dapat dipertimbangkan sebagai salah satu
intervensi untuk pasien post operasi.
d) Bagi Fakultas Keperawatan Universitas Andalas
Hasil penelitian ini diharapkan meningkatkan wawasan mahasiswa
profesi ners tentang informasi terbaru mengenai efektifitas penggunaan
metode lem cyanoacrylate dalam penerapan penutupan luka post operasi.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Klasifikasi Luka
Jenis luka berdasarkan anatomi kulit atau kedalamannya menurut National
Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) diklasifikasikan menjadi:
a. Stadium 1 : Luka dikatakan stadium 1 jika warna dasar luka merah dan
hanya melibatkan lapisan epidermis, epidermis masih utuh atau tanpa
merusak epidermis. Epidermis hanya mengalami perubahan warna
kemerahan, hangat atau dingin (tergantung pada penyebab), kulit
melunak dan ada rasa nyeri atau gatal. Contohnya adalah kulit yang
terpapar matahari atau sunburn atau ketika kita duduk pada satu posisi
selama lebih dari dua jam, kemudian ada kemerahan di gluteus
(bokong).
5
b. Stadium 2 : Luka dikatakan stadium 2 jika warna dasar luka merah dan
melibatkan lapisan epidermis-dermis. Luka menyebabkan epidermis
terpisah dari dermis dan/atau mengenai sebagian dermis (partial-
tickness). Umumnya kedalaman luka hingga 0,4 mm, namun bergantung
pada lokasi luka. Contoh luka pada stadium ini adalah bula atau blister
karena epidermis sudah terpisah dengan dermis.
c. Stadium 3 : Luka dikatakan stadium 3 jika warna dasar luka merah dan
lapisan kulit mengalami kerusakan dan kehilangan lapisan epidermis,
dermis, hingga sebagian hipodermis (full-thickness). Umumnya
kedalaman luka hingga 1 cm (sesuai dengan lokasi luka pada tubuh
bagian mana). Pada proses penyembuhan luka, kulit akan membutuhkan
lapisan-lapisan yang hilang (granulasi) sebelum menutup (epitalisasi).
d. Stadium 4 : Luka dikatakan stadium 3 jika warna dasar luka merah dan
lapisan kulit mengalami kerusakan dan kehilangan lapisan epidermis,
dermis, hingga seluruh hipodermis, dan mencapai otot dan tulang (deep
full-thickness). Undermining (gua) dan sinus masuk ke dalam stadium 4.
e. Unstageable : Luka dikatakan tidak dapat ditentukan stadiumnya
(unstagable) jika dasar luka kuning atau hitam dan merupakan jaringan
mati (nekrosis), terutama jika jaringan nekrosis ≥ 50% berada di dasar
luka. Dasar luka yang nekrosis dapat dinilai stadiumnya setelah
ditemukan dasar luka merah (granulasi) dengan pembuluh darah yang
baik.
6
b. Kronik : Luka kronik adalah luka yang berlansung lama atau sering
timbul kembali (rekuren), terjadi karena gangguan pada proses
penyembuhan yang biasanya disebabkan oleh masalah multifaktor dari
penderita. Luka kronik terjadi pada luka gagal sembuh pada waktu yang
diperkirakan, tidak direspon baik terhadap terapi dan punya tendensi
untuk timbul kembali. Contohnya adalah ulkus dekubitus, ulkus
diabetik, ulkus vena dan luka bakar
7
Berdasarkan warna dasar luka atau penampilan klinis luka, luka dapat
diklasifikasikan menjadi :
a. Hitam : Warna dasar luka hitam artinya jaringan nekrosis (mati) dengan
kecenderungan keras dan kering. Jaringan tidak mendapatkan
vaskularisasi yang baik dari tubuh sehingga mati. Luka dengan warna
dasar hitam berisiko mengalami deep tissue injury dengan lapisan
epidermis masih terlihat utuh. Luka terlihat kering namun sebetulnya itu
bukan jaringan sehat dan harus diangkat.
b. Kuning : Warna dasar luka kuning artinya jaringan nekrosis (mati) yang
lunak berbentuk seperti nanah beku pada permukaan kulit yang sering
disebut dengan slough. Jaringan ini juga mengalami kegagalan
vaskularisasi dalam tubuh dan memiliki eksudat yang banyak hingga
sangat banyak. Perlu dipahami bahwa jaringan nekrosis manapun (hitam
atau kuning) belum tentu mengalami infeksi sehingga penting sekali
bagi klinisi luka untuk melakukan pengkajian dengan tepat. Pada
beberapa kasus, kita akan menemukan beberapa slough yang keras yang
disebabkan oleh balutan yang tidak lembap.
c. Merah : Warna dasar luka merah artinya granulasi dengan vaskularisasi
yang baik dan memiliki kecenderungan mudah berdarah. Warna dasar
merah menjadi tujuan klinisi dalam perawatan luka hingga luka dapat
menutup. Hati-hati dengan luka dasar merah yang tidak cerah atau
berwarna pucat karena kemungkinan ada lapisan biofilim yang menutupi
jaringan granulasi.
d. Pink : Warna dasar luka pink menunjukkan terjadinya proses epitalisasi
dengan baik menuju maturasi. Artinya luka sudah menutup, namun
biasanya sangat rapuh sehingga perlu untuk tetap dilindungi selama
proses maturasi terjadi. Memberikan kelembapan pada jaringan epitel
dapat membantu agar tidak timbul luka baru.
8
C. Etiologi Luka
Penyebba luka itu sendiri dapat dilihat dari asal mengapa luka itu terjadi bisa
terjadi katena penyakit, kondisi dan lingkungan, yaiut:
a. Luka diabetes karena hiperglikemia
b. Luka tekan/dekubitus karena penekenan/gesekan/lipatan pada satu
area dalam kurun waktu tertentu
c. Luka kanker karena adanya keganasan pada kulit, baik sebagai
keganasan utama maupun metastasis dari keganasan lain.
d. Luka kaki bawah/lower leg ulcer (venous/arterial) karena gangguan
pada pembuluh darah arteri/vena
e. Luka kecelakaan, luka pasca-operasi, luka bakar.
9
E. Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka ada 2 faktor utama,
yaitu:
a. Faktor umum : faktor umum yang mempegaruhi proses penyembuhan
luka dipengaruhi oleh perfusi dan oksigenasi jaringan, status nutrisi,
penyakit, terapi obat, kemoterapi dan radiasi, usia, stress fisik dan
psokologis, immunosupresi, obesitas, dan gangguan sensasi atau
gerakan.
b. Faktor lokal : faktor lokal terdiri atas faktor praktek manajemen luka,
hidrasi luka, temperatur luka, tekanan dan gesekan, adanya benda
asing dan luka infeksi.
10
C. Manfaat Lem Cyanoacrylate
CA perekat jaringan ditemukan sebagai alternatif yang efektif menggantikan
jahitan kulit atau staples yang digunakan dalam manajemen luka. Hal ini telah
terbukti memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan jahitan konvensional,
seperti aplikasi cepat dan tanpa rasa sakit, pengurangan dari total waktu
penutupan luka, dan sifat antibakteri dan tahan air, memungkinkan pasien untuk
mandi dan mencuci rambut mereka sediri 1 hari setelah operasi. Selain itu,
mengurangi jumlah kunjungan rawat jalan dan aplikasi yang tidak perlu jahitan
atau pengangkatan klip. Juga, luka jarum suntik disengaja dicegah karena
mereka tidak memerlukan penggunaan jarum.
Kesimpulannya, penggunaan CA lem mudah dan aman untuk digunakan dan
menghasilkan hasil kosmetik yang baik dengan kepuasan pasien yang tinggi
11
BAB III
TELAAH JURNAL
Jurnal yang baik harus memiliki judul yang jelas. Dengan hanya membaca
judul maka pembaca dapat mengetahui inti jurnal tanpa harus membaca
keseluruhan dari isi jurnal tersebut. Judul jurnal sama sekali tidak boleh
memiliki makna ganda.
Kelebihan Jurnal :
1) Judul jurnal sudah baik, memiliki 11 kata, dimana syarat untuk judul
sebuah jurnal tidak boleh lebih dari 20 kata, singkat dan jelas. Pada
judul jurnal ini adalah “Skin Glue for Wounds Closure in Brain Surgery
: Our Updated Experience “. Dari judul jurnal ini kita sudah dapat
mengetahui jurnal ini membahsa mengenai penelitian tentang
penggunaan lem kulit untuk penutupan luka pada pasien yang
mengalami pembedahan otak.
12
2) Pada judul jurnal sudah di tulis nema penulis dengan benar, yakni tanpa
menggunakan gelar
Kekurangan Jurnal :
1) Pada judul jurnal bagian atas tidak didaparkaan alamat jurnal dan tahun
penulisan dari jurnal. Alamat jurnal dan tahun jurnal ini ditemukan pada
bagian bawah halaman pertama.
2) Pada judul jurnal ini juga tidak di sebutkan dimana lokasi dilakukannya
penelitian sehingga pembaca harus membaca jurnal terliebih dahulu
untuk mengetahui lokasi di mana dilakukannya penelitian
B. Abstrak
13
2) Abstrak dalam jurnal ini juga menjelaskan tentang bagaimana
langkah-langkah dalam melakukan peneilitian, berikut juga dengan
kriteria dalam pemilihan sampel
3) Abstrak dalam jurnal ini sudah baik, karena konten di dalam
abstraknya sudah memuat tentang latar belakang, metode penelitian,
hasil penelitian, kesimpulan dan kata kunci dalam penelitiannya.
Kelemahan Jurnal :
1) Pada konten latar belakang pada jurnal ini tidak begitu menjelaskan
bagaimana fenomena masalah yang terjadi sesuai dengan yang di
lapangan, dimana pada latar belakang abstrak jurnal ini hanya
membahas mengenai sifat dari Cyanocrylate memiliki
neovaskularisasii yang baik dan cepat digunakan untuk penutupan
luka.
C. Pendahuluan
14
Pendahuluan jurnal terdiri dari latar belakang penelitian, tujuan penelitian,
penelitian sejenis yang mendukung penelitian dan manfaat penelitian.
Pendahuluan yang baik terdiri dari 3-5 paragraf, dimana dalam setiap paraqgraf
terdiri dari 4-5 kalimat.
Kelebihan Jurnal :
1) Fenomena yang di bahas dalam pendahuluan jurnal ini mengenai
fenomena lem kulit (Cyanoacrylate) yang terbukti bekerja lebih cepat
dan minim rasa sakit pada penutupan laserasi pada tulang tengkorak.
Pada pendahuluan ini juga di jelaskan bagaimana bahan yang
terkandung di dalam Cyanoacrylate, dimanana cyanoacrylate sendiri
merupakan polimer yang diperoleh dari sianoasetat dan fomaldehida
yang telah di gantikan oleh 2-oktil-cyanoacrylate.
2) Walupun tidak secara menyeluruh, jurnal ini sudah menyajikan
bagaimana perbandingan antara penutupan luka tradisional dengan
cara jahitan dan klip logam dengan menggunakan lem Cyanoacrylate
ini.
3) Pada jurnal ini sudah terdapat penelitian lain yang selaras dengan
penelitian ini dan mendukung penelitian jurnal.
Kelemahan Jurnal :
1) Pendahuluan pada jurnal ini terlalu singkat dimana hanya terdapat 2
paragraf saja dengan jumlah kalimat berkisar sekitar 6-7 kalimat per-
paragrafnya
2) Pendahuluan pada jurnal ini tidak begitu menjelaskan bagaiamana
proses awal di temukannya formula dari lem cyanoacrylate ini, dan apa
saja yng menjadi pencetus digunakannya lem ini.
3) Pada pendahuluan jurnal ini disebutkan bahwa penggunaan lem kulit
ini belum rutin digunakan dalam bedah saraf. Pada pernyataan ini
15
peneliti tidak menyampaikan alasan kenapa teknik lem kulit ini belunm
di gunakan dalam bidang bedah saraf secara menyeluruh.
D. Studi Literatur
Jurnal ini sudah mencantumkan tinjauan kepustakaan sebagai suatu studi
literatur untuk acuan konsep penelitian
F. Metodelogi
16
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Penelitian ini dilakukan
dari tahun 2008 sampai Maret 2017, dan setiap pasien di intervensi selaam 12
bulan, dimana secara retrospektif meninjau semua prosedur tengkorak elektif
dan menggunakan Cyanoacrylate.
a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 1957 pasien yang
mengalami operasi otak dari Januari sampai Maret 2007. Dari 1957
pasien ini dikeluarkan karen agagal memenuhi kriteria inklusi dan
eklusi, meninggalkan 362 pasien untuk berpatisispasi di dalam
penelitian ini di mana mereka yang tersisi diantaranya menjalani
operasi supratentorial sebanyak 250 pasien, yang menjalani operasi
infratentorial sebanyak 112 pasien.
b. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien yang menjalani
operasi kepala untuk panjang lesi kurnag dari 16 cm, dan pasien tanpa
resiko tinggi kerusakan luka.
c. Kriteria Eklusi
Kriteria eklusi pada penelitian ini adalah pasien yang mengalami kasus
operasi yang berulang kali, dasar tengkorak patologi, luka kulit yang
mencurigakan dari proses infeksi.
d. Intervensi
Semua pasien di tindak lanjuti selama 12 bulan dengan intervensi
selama bulan pertama, bulan ke tiga dan bulan ke dua belas.tahap awal
yang dilakukakn kepda pasien yaitu rambut pasien di cuci dahulu
dengan mengggunakan sampo anti septik, rambut di sekitar area
operasi sudah terlebih dahulu di cukur dengan strip 2 cm sepanjang
sayatan kulit, selanjutanya lem kulit di aplikasikan pada permukaan
kulit dan diapstikan tidak merembes pada tepian luka, kemudian ujung-
ujung nya dipegang dirapatkan selama 5 detik menggunakan tang
jaringan, ketika lem terlihat buram maka polimerisasinya telah selesai.
17
Ramut tersebut dicuci dengan air garam hangat, di keringkan, dan luka
ditutup dengan steri-strip. Lem jaringan ini akan bertahan selama 14
hari dan akan dapat dilihat berubahannya dalam 2 minggu dengan
catatan luka psien harus benar-benar kering, oleh karena itu pada
penelitian ini peneliti menggunakan drain unutk melakukan hisap
ringan selama apliksi lem dilakukan.
Selanjutnya pad abagian akhir dari penelitian ini menilai estetika dari
penampilan luka dnegan menggunakan skala Hollander would
evolution scale (HWES) dan untuk menilai kepuasan pasien
menggunkan skala Visual Analog Scale
H. Instrument
Pada jurnal ini, penelitian yang di lakukan dengan mengikuti
perkembangan pasien yang dilihat selama bulan pertama, ke tiga dan bulan
ke 12 dari proses penggunaan lem kulit ini. Selanjutnya akan di nilai
terhadap komplikasi luka, hasil kosmetik dinilai berdasarkan skala
Hollander Wound Evaluation Scale (HWES) dan kepuasan psien diukur
dengan Visual Analog Scale.
18
I. Hasil dan Pembahasan
19
mendapatkan hasil yang lebih baik yaitu askor minimal 7 dan maksimal 10
dengan rata-rata 9,5.
J. Kesimpulan
Bagian ini adalah yang kadang ditampilkan dalam teks dan kadang pula
dicantumkan secara tidak langsung pada bagian akhir dari pembahasan. Patut
diingat, bahwa yang disampaikan dalam bagian ini adalah kesimpulan yang
diputuskan oleh peneliti setelah melihat hasil yang diperoleh dan pembahasan
yang mempertimbangkan semua aspek yang terkait dengan apa yang ada dalam
penelitian tersebut. Kesimpulan harus menjawab pertanyaan penelitian yang
dinyatakan dalam sub-bab pendahuluan. Saran mengikuti kesimpulan yang
umumnya mengemukakan rekomendasi kepada pihak pengambil kebijakan
dalam menanggulangi masalah yang di teliti serta saran untuk penelitian
berikutnya. Kesimpulan dan saran disusun dalam beberapa kalimat dan
umumnya hanya satu paragraph (LIPI, 2013).
Kesimpulan dalam jurnal ini terdiri dari satu paragraph dan sudah
menjawab pertanyaan peneliti mengenai penelitiannya, hal ini sudah sesuai
dengan ketentuan jurnal yang baik.
20
mengurangi jumlah kunjungan rawat jalan dan aplikasi yang tidak perlu jahitan
atau pengangkatan klip serta hasil pentutpan yang baik dalam segi estetika
penutupan luka dan kepuasan pasien yang tinggi.
M. Daftar Pustaka
Sumber yang diambil dari jurnal atau artikel ini sudah memenuhi kaidah
penulisan yang benar yaitu harus dicetak miring ataupun di bold (tebalkan)
jenis jurnalnya.
Daftar Pustaka pada jurnal ini tidak tersusun berdasarkan abjad, sedangkan
daftar pustaka yang baik seharusnya memiliki daftar pustaka yang
berurutan sesuai dengan abjad.
21
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Luka adalah kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ
tubuh lain (Kozier et all, 2004). Luka merupakan suatu keadaan terputusnya kontinuitas
jaringan yang disebabkan oleh trauma, intentional/operasi, ischemia/vaskuler, tekanan
dan keganasan (Ekaputra, 2013).
Secara fisiologis, tubuh dapat memperbaiki kerusakan jaringan kulit (luka) sendiri
yang dikenal dengan penyembuhan luka. Proses perbaikan sel (penyembuhan luka)
bergantung pada kedalaman luka di kulit. Proses ini terjadi secara sederhana yang diawali
dengan pembersihan (debris) area luka, pertumbuhan jaringan baru hingga permukaan
datar, dan pada akhirnya luka menutup.
Manajemen perawatan luka telah mengalami perkembangan sangat pesat
terutama dalam dua dekade terakhir, ditunjang dengan kemajuan teknologi kesehatan.
Di samping itu, isu terkini manajemen perawatan luka berkaitan dengan perubahan
profil pasien yang makin sering disertai dengan kondisi penyakit degeneratif dan
kelainan metabolik. Kondisi tersebut biasanya memerlukan perawatan yang tepat agar
proses penyembuhan bisa optimal (Casey G, 2000).
Seiring dengan perkembangan teknologi medis dan bahan di biomedis dalam
beberapa tahun terakhir, lem medis sintetis semakin menggantikan metode jahitan
tradisional yang digunakan oleh ahli bedah. (Leonello Tacconi, 2018). Dalam
beberapa tahun terakhir, penggunaan lem jaringan telah terbukti memberikan lebih
cepat dan tanpa rasa sakit penutupan untuk laserasi di banyak bagian anatomi tubuh
dan digunakan oleh spesialisasi yang berbeda (Maartense S, 2002; SF, 2003; Petratos
PB, 2002; Sebesta MJ, 2003).
22
DAFTAR PUSTAKA
Coover HW, Joyner FB, Shearer NH Jr, Wicker TH Jr. Chemistry and performance of
cyanoacrylate adhesive. Special Tech Papers. 1959;5: 413-417.
Demidova-Rice, T., Hambilin, M., & Herman, I. (2012). NIH Public Access. Adv
Skin Wound Care, 25(7), 304–314.
http://doi.org/10.1097/01.ASW.0000416006.55218.d0.Acute
Han, S. (2016). Innovations and Advances in Wound Healing (2nd ed.). New York:
Springer Verlag Berlin Heidelberg.
Korting, H. C., Schöllmann, C., & White, R. J. (2011). Management of minor acute
cutaneous wounds: Importance of wound healing in a moist environment.
Journal of the European Academy of Dermatology and Venereology, 25(2),
130–137.
http://doi.org/10.1111/j.1468-3083.2010.03775.x
Leonello Tacconi, R. S. (2018). Skin Glue for Wounds Closure in Brain Surgery: Our
Updated Experience. WORLD NEUROSURGERY.
Li, J., Chen, J., & Kirsner, R. (2007). Pathophysiology of acute wound healing.
Clinies in Dermatology, 25, 9–18.
http://doi.org/10.1016/j.clindermatol.2006.09.007
Maartense S, B. W. (2002). l. Randomized study of the effectiveness of closing
laparoscopic trocar wounds with octylcyanoacrylate, adhesive papertape or
poliglecaprone. Br J Surg, 89, 1370-1375.
Petratos PB, R. G. (2002). Evaluation of octylcyanoacrylate for wound repair of
clinical circumcision and human skin incisional healing in a nude rat model. J
Urol, 167, 677-679.
RISKESDAS. (2013). Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar. Jakarta.
Sangeetha, K. S. ., Umamaheswari, S., Reddy, C. U. ., & Kalkura, S. . (2016).
Flavonoids : Therapeutic Potential of Natural Pharmacological Agents.
International Journal of Pharmaceutical Science and Research, 7(10), 3924–
3930. http://doi.org/10.13040/IJPSR.0975-8232.7(10).3924-30
23
Sebesta MJ, B. J. (2003). Octylcyanoacrylate skin closure in laparoscopy. J
Endourol, 17, 899-903.
SF, M. (2003). . Prospective randomized trial of skin adhesive versus sutures for
closure of 217 laparoscopic port-site incisions. J Am Coll Surg, 196, 845-853.
Sultan A, M. A. ( 2017). Efficacy and safety of usingn-butyl cyanoacrylate in cranial
fixation following trauma and other pathologies. Turk Neurosurg., 1, 1-5.
Thacoor A, M. S. ( 2018). Method for securing methlymethacrylate bone cement
using histoacryl glue during cranioplasty for contour deformities. J Craniofac
Surg, 29, 202-203.
Yaquelin Ramos Carriles, R. Á.-D. (2014). N-Buty Cyanoacrylate Syathesisi. A New
Qaulity Step Using Microwaves.
24