Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHUUAN

A. Latar Belakang
Osteoporosis atau keropos tulang, Menurut Menkes adalah kondisi tulang menjadi tipis,
rapuh,keropos dan mudah patah sebagai akibat berkurangnya masa tulang akibat bertambahnya
usia. Keberadaan penyakit ini sering tidak disadari karena itu, Osteoporosis sering disebut sebagai
silent killer disease. Osteoporosis bukanlah hal yang baru bagi kita, namun masih banyak orang
yang belum paham penyebab dan pencegahannya.Pada kenyataan yang terjadi saat ini,
Osteoporosis bukan lagi milik lansia tapi juga mereka yang berusia muda (Johnson, 2002).
Penyakit Osteoporosis di dunia, menurut WHO, dapat dikatakan sangat menghawatirkan.
Data menunjukkan bahwa, jumlah patah tulang panggul akibat Osteoporosis diperkirakan akan
meningkat tiga kali lipat, dari 1,7 juta ditahun 1990 menjadi 6,3 juta kasus ditahun 2050 kelak. IOF
juga menyebutkan bahwa diseluruh dunia, satu dari tiga wanita dan satu dari delapan pria yang
berusian diatas 50 tahun memilik resiko mengalami patah tulang akibat Osteoporosis dalam hidup
mereka (Hartono, 2001).
Berdasarkan studi di Indonesia, fakta-faktanya Prevalensi Osteoporosis untuk umur kurang
dari 70 tahun untuk wanita sebanyak 18-36%, sedangkan pria 20-27 %, untuk umur di atas 70
tahun untuk wanita 53.6%, pria 38%. Lebih dari 50% keretakan Osteoporosis pinggang diseluruh
dunia kemungkinan terjadi di Asia pada 2050 (Yayasan Osteoporosis Internasional).Mereka yang
terserang rata-rata berusia diatas 50 tahun (Yayasan Osteoporosis Internasional). Dua dari lima
orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit Osteoporosis (DEPKES, 2006).
Lima provinsi dengan risiko Osteoporosis lebih tinggi adalah Sumatera Selatan (27,7%), Jawa
Tengah (24,02%), DI Yogyakarta (23,5%), Sumatera Utara ( 22,82%), Jawa Timur (21,42%) dan
Kalimantan Timur (10,5%). Karena pada daerah tersebut masyarakat masih banyak yang kurang
memperhatikan kondisi kesehatannya sehingga pengetahuan tentang penyakit pun kurang, dan
tidak di imbangi dengan olahraga dan asupan gizi seimbang yang dapat mencegah terjadinya
Osteoporosis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi osteoporosis ?
2. Apa saja penyebab terjadinya osteoporosis ?
3. Apa saja manifestasi osteoporosis ?
4. Apa saja pencegahan osteoporosis ?
5. Apa saja asupan gizi yang diperlukan ?
C. Tujuan
1. Memahami apa itu osteoporosis
2. Memahami penyebab osteoporosis
3. Mengetahui tanda gejala osteoporosis
4. Mengatahui cara mencegah osteoporosis
5. Mengetahui asupan yang diperlukan pada osteopororis
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Osteoporosis
Osteoporosis secara harfiah didefinisikan sebagai “tulang berpori”, merupakan gangguan
metabolic tulang yang dtandai dengan kehilangan massa tulang, peningkatan kerentanan tulang,
dan peningkatan risiko fraktur. Penurunan massa tulang disebabkan oleh ketidakseimbangan
proses yang memengaruhi pertumbuhan dan pemeliharaan tulang. Meskipun osteoporosis dapat
terjadi dari gangguan endokrin atau malignansi, paling sering penuaan.
National Osteoporosis Foundation (2008) menentukan bahwa osteoporosis merupakan
ancaman kesehatan bagi sekitar 44 juta orang amerika; 10 juta orang mengalami osteoporosis dan
34 juta memiliki massa tulang yang rendah, ,meningkatkan risiko mereka terhadap penyakit.
Meskipun osteoporosis dapat terjadi pada semua usia dan pada peria dan wanita, 80% penderita
osteoporosis adalah wanita. Satu dari dua wanita dan satu dari empat peria berusia lebih dari 50
tahun akan mengalami fraktur terkait osteoporosis pada sisa waktu mereka
B. Konsep Medik Osteoporosis
1. Etiologi dan Faktor Resiko
a. Etiologi
Penyebab primer dari osteoporosis adalah defsiensi estrogen dan perubahan yang
berhubungan dengan penuaan
b. Factor Risiko
Risiko terjadinya osteoporosis bergantung pada seberapa banyak massa tulang yang
dicapai antara usia 25 dan 35 tahun dan seberapa banyak yang hilang kemudian. Penyakit
tertentu, kebiasaan gaya hidup, dan latar belakang etnik meningkatkan risiko terjadinya
osteoporosis. Osteoporosis beberapa dapat dimodifikasi dan lainnya tidak dapat.
1) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Wanita memiliki resiko yang lebih besar untuk manifestasi dan komplikasi
osteoporosis karena massa tulang puncak mereka adalah 10% hingga 15% kurang dari
pria, selain itu, kehilangan tulang terkait usia mulai lebih awal dan berlangsung lebih
cepat pada wanita, dimulai pada usia 30-an dan mengalami percepatan sebelum
menopause. Estrogen pada wanita dan testosterone pada pria tampak membantu
mencegah kehilangan tulang; menurunnya tingkat hormone ini terkait dengan
penuaan yang berkontribusi pada kehilangan tulang. Kehilangan tulang terkait usia
pada pria terjadi 15 hingga 20 tahun kemudian daripada wanita dan pada kecepatan
yang lebih lambat.
Pasien yang menderita gangguan endokrin, seperti hipertiroidisme,
hiperparatiroidisme, sindrom cushing, atau diabetes militus beresiko lebih tinggi
terhadap osteoporosis. Gangguan ini memengaruhi metabolism, pada akhirnya
memengaruhi suatu nutrisi dan mineralisasi tulang. Gangguan malabsorpsi seperti
penyakit seliak, gangguan pangkreas dan penyakit usus inflamsi memengaruhi
absorbs kalsium dan meningkatkan risiko osteoporosis.
2) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
Antara lain perilaku yang menempatkan seseorang pada risiko terjadinya
osteoporosis dan juga perubahan fisik seperti monopouse yang berkontribusi
terjadanya osteoporosis dapat dimodifikasi dengan cara prefentif. Defisiensi kalsium
meupakan factor risiko pnting yang dapat dimodifikasi yang berkontribusi terhadap
osteoporosis. Kalsium merupakan mineral esensial dalam proses pembentukan tulang
dan fungsi tubuh penting lainya. Ketika asupan kalsium dalam diet tidak cukup, tubuh
mengkompensasinya dengan mengeluarkan kalsium dari skeleton, melemahkan
jaringan tulang. Asidosis yang dapat terjadi dari diet tinggi protein, berkontribusi
terhadap osteoporosis dalam dua cara. Kalsium diambil dari tulang karena ginjal
berusaha membufer kelebihan asam. Asidosis juga dapat menstimulasi fungsi
osteoklas secara langsung. Asupan tinggi diet soda yang mengandung tinggi fosfat
juga dapat mengurangi simpanan kalsium.
Pada wanita, kadar estrogen mengaruhi factor osteoporosis. Estrogen
meningkatkan aktivitas osteoblast, meningkatkan pembentukan tulang abru. Selain
itu, estrogen meningkatkan absorpsi kalsium dan menstimulasi kelenjar tiroid untuk
menyeresi kalsitonin, hormone yang menekan aktivitas osteoklas dan meningkatkan
aktifitas osteoblast. Dengan menopause dan penurunan kadar estrogen. Kehilangan
tulang terjadi secara cepat pada wanita. Osteoporosis premature meningkat pada atlet
wanita, yang memiliki insiden gangguan makan dan aminore lebih besar. Nutrisi yang
buruk dan aktifitas yang insten dapat menyebabkan kekurangan produksi estrogen.
Penurunan estrogen, disertai dengan kekurangan kalsium dan vitamin D,
menyebabkan kehilangan kepadatan tulang (Porth & Marfin, 2009)
Baik merokok dan asupan alcohol berlebihan merupakan factor risiko untuk
osteoporosis. Merokok menurunkan suplai darah ke tulang. Nikotin memperlambat
produksi osteoblast dan mengganggu absorpsi kalsium, berkontribusi terhadap
penurunan kepadatan tulang. Alcohol memiliki efek toksik langsung pada aktifitas
osteoblast, menekan pembentukan tulang selama periode intoksikasi alcohol. Selain
itu, konsumsi alcohol yang parah dapat berkaitan dengan defisiensi nutrisi yang
berkontribusi terhadap osteoporosis. Menariknya konsumsi alcohol dalam jumlah
sedang pada wanita pascamenopause sebenarnya meningkatkan kandungan mineral
tulang, kemungkinan dengan meningkatkan kadar estrogen dan kalsitonin
Penggunaan medikasi yang lama yang meningkatkan ekskresi kalsium, seperti
antasida yang mengandung alumunium dan antikonvulsa, eningkatkan risiko
terjadinya osteoporosis. Peneltian terbaru menunjukkan hubungan positif antara
penggunaan jangka panjang inhibitor pompa proton (seperti omeprazole [Prilosec])
dan fraktur akibat osteoporosis (Targowink et al., 2008). Terapi heparin mengingkatkan
resopsi tulang dan penggunaan yang lama berkaitan dengan osteoporosis. Terapi
antiretrovirus untuk orang yang menderita AIDS atau infeksi HIV dapat menurunkan
kepadatan tulang dan osteoporosis ( Porth & Marfin,. 2009)

Tidak dapat dimodifikasi Dapat dimodifikasi

1. Usia tua 1. Kadar estrogen rendah pada wanita


2. Riwayat osteoporosis pada (amenore dan menopause)
keluarga 2. Kadar tetosteron pada pria rendah
3. Wanita, khususnya orang kaukasia 3. Diet: asupan kalsiumrendah seumur
atau asia hidup, defisiensi vitamin D
4. Kurus atau memiliki kerangka kecil 4. Penggunaan medikasi : kortikosteroid,
beberapa antikonvulsan
5. Gaya hidup: tidak beraktifitas,
merokok, konsumsi alcohol berlebihan

2. Patofisologi
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang paling umum pada osteoporosis adalah kehilangan tinggi badan,
kurvatura spina yang progresif, nyeri punggung bawah, dan fraktur lengan bawah, spina atau
pinggul. Osteoporosis sering kali disebut “penyakit diam”, karena kehilangan tulang terjadi
tanpa gejala.
Kehilangan tinggi badan terjadi karena kolaps badan vertebra. Episode akut biasanya
nyeri, dengan perjalaran nyeri sekitar panggul ke abdomen. Kolaps vertebra dapat terjadi
dengan sekitar atau tanpa stress; gerakan minimal seperti membebat, mengangkat atau
melompat dapat mempresipitasi nyeri. Pada beberapa pasien, kolaps vertebra dapat terjadi
secara lambat disertai dengan sedikit ketidaknyamanan. Bersama dengan hilangnya tinggi
badan, kareakteristik kifosis dorsal dan lordosis servikal terjadi, mewakili “dowager”s bump”
sering kali berkaitan dengan penuaan. Abdomen cenderung menonjol keluar dan lutut serta
pinggul fleksi karena tubuh berusaha mempertahankan pusat grafitasi.
4. Pemeriksaan Diagnostik
5. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Secara teoritis osteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat kerja osteoklas
dan atau meningkatkan kerja osteoblas. Akan tetapi saat ini obat-obat yang beredar pada
umumnya bersifat anti resorpsi. Yang termasuk obat anti resorpsi misalnya: estrogen,
kalsitonin, bisfosfonat. Sedangkan Kalsium dan Vitamin D tidak mempunyai efek anti
resorpsi maupun stimulator tulang, tetapi diperlukan untuk optimalisasi meneralisasi
osteoid setelah proses pembentukan tulang oleh sel osteoblas.
1) Bisfosfonat
Bisfosfonat merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis.
Bisfosfonat merupakan analog pirofosfat yang terdiri dari 2 asam fosfonat yang diikat
satu sama lain oleh atom karbon. Bisfosfonat dapat mengurangi resorpsi tulang oleh
sel osteoklas dengan cara berikatan dengan permukaan tulang dan menghambat kerja
osteoklas dengan cara mengurangi produksi proton dan enzim lisosomal di bawah
osteoklas.
Pemberian bisfosfonat secara oral akan diabsorpsi di usus halus dan absorpsinya
sangat buruk (kurang dari 55 dari dosis yang diminum). Absorpsi juga akan terhambat
bila diberikan bersama-sama dengan kalsium, kation divalen lainnya, dan berbagai
minuman lain kecuali air. Idealnya diminum pada pagi hari dalam keadaan perut
kosong. Setelah itu penderita tidak diperkenankan makan apapun minimal selama 30
menit, dan selama itu penderita harus dalam posisi tegak, tidak boleh berbaring.
Sekitar 20-50% bisfosfonat yang diabsorpsi, akan melekat pada permukaan tulang
setelah 12-24 jam. Setelah berikatan dengan tulang dan beraksi terhadap osteoklas,
bisfosfonat akan tetap berada di dalam tulang selama berbulanbulan bahkan
bertahun-tahun, tetapi tidak aktif lagi. Bisfosfonat yang tidak melekat pada tulang,
tidak akan mengalami metabolism di dalam tubuh dan akan diekresikan dalam bentuk
utuh melalui ginjal, sehingga harus hati-hati pemberiannya pada penderita gagal
ginjal. Efek samping bisfosfonat adalah refluks esofagitis, osteonekrosis jaw,
hipokalsemia dan atrial fibrilasi. Oleh sebab itu, penderita yang memperoleh
bisfosfonat harus diperhatikan asupan kalsiumnya.
2) Raloksifen
Raloksifen golongan preparat anti estrogen yang mempunyai efek seperti
estrogen di tulang dan lipid, tetapi tidak menyebabkan perangsangan terhadap
endometrium daN payudara. Golongan Raloksifen yang disebut juga selective
estrogen receptor modulators (SERM). Golongan ini bekerja pada reseptor estrogen
sehingga tidak menyebabkan perdarahan dan kejadian keganasan payudara.
Mekanisme kerja Raloksifen terhadap tulang diduga melibatkan TGF 3 yang
dihasilkan oleh osteoblas yang berfungsi menghambat diferensiasi sel osteoklas.
Dosis yang direkomendasikan untuk pengobatan osteoporosis adalah 60 mg/hari.
Pemberian raloksifen peroral akan diabsorpsi dengan baik dan akan di metabolisme
di hati. Raloksifen dapat menyebabkan kecacatan janin, sehingga tidak boleh diberikan
pada wanita hamil atau berencana untuk hamil. Efek samping raloksifen dapat
meningkatkan kejadian deep venous thrombosis (DVT), rasa panas dan kram pada
kaki.
3) Estrogen
Mekanisme estrogen sebagai anti resorpsi, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas
maupun sel osteoklas, telah dibicarakan diatas. Pemberian terapi estrogen dalam
pencegahan dan pengobatan osteoporosis dikenal sebagai Terapi Sulih Hormon
(TSH). Estrogen sangat baik diabsorbsi melalui kulit, mukosa vagina, dan saluran cerna.
Efek samping estrogen meliputi nyeri payudara (mastalgia), retensi cairan, peningkatan
berat badan, tromboemboli, dan pada pemakaian jangka panjang dapat
meningkatkan risiko kanker payudara. Kontraindikasi absolut penggunaan estrogen
adalah : kanker payudara, kanker endometrium, hiperplasi endometrium, perdarahan
uterus disfungsional, hipertensi, penyakit tromboemboli, karsinoma ovarium, dan
penyakit hati yang berat. Di beberapa negara, saat ini TSH hanya direkomendasikan
untuk gejala klimakterium dengan dosis sekecilnya dan waktu sesingkatnya. TSH tidak
direkomendasikan lagi sebagai terapi pilihan pertama untuk osteoporosis.
Beberapa preparat estrogen yang dapat dipakai dengan dosis untuk anti resorpsi,
adalah estrogen terkonyugasi 0,625 mg/hari, 17 -estradiol oral 1-2 mg/hari, 17 -
estradiol perkutan 1,5 mg/hari, dan 17-estradiol subkutan 25-50 mg setiap 6 bulan.
Kombinasi estrogen dengan progesteron akan menurunkan risiko kanker
endometrium dan harus diberikan pada setiap wanita yang mendapatkan TSH, kecuali
yang telah menjalani histerektomi.
Pada wanita pasca menopause, dosis estrogen terkonyugasi 0,3125 – 1,25
mg/hari, dikombinasi dengan medroksiprogesteron asetat 2,5 – 10 mg/hari, setiap hari
secara kontinyu. Pada wanita pra menopause, estrogen terkonyugasi diberikan pada
hari 1 s/d 25 siklus haid sedangkan medroksiprogesteron asetat diberikan hari 15 – 25
siklus haid, kemudian kedua obat tersebut dihentikan pada hari 26 s/d 28 siklus haid,
sehingga penderita mengalami haid. Hari 29 dianggap sebagai 1 siklus berikutnya dan
pemberian obat dapat diulang pemberiannya seperti semula.
4) Kalsitonin
Kalsitonin obat yang telah direkomendasikan oleh FDA untuk pengobatan
penyakit-penyakit yang meningkatkan resorpsi tulang. Dosis yang dianjurkan untuk
pemberian intra nasal adalah 200 IU pre hari. Kadar puncak dalam plasma akan
tercapai dalam waktu 20-30 menit dan akan dimetabolisme dengan cepat di ginjal.
Efek samping kalsitonin berupa kemerahan dan nyeri pada tempat injeksi serta
rhinorrhea (dengan kalsitonin nasal spray).
5) Strontium ranelat
Strontium ranelat merupakan obat osteoporosis kerja ganda, yaitu meningkatkan
kerja osteoblas dan menghambat kerja osteoklas. Dosis strontium ranelat adalah 2
mg/hari yang dilarutkan dalam air dan diberikan pada malam hari sebelum tidur atau
2 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Efek samping strontium ranelat
adalah dispepsia dan diare. Strontium ranelate harus diberikan secara hati-hati pada
pasien dengan riwayat tromboemboli vena.
6) Vitamin D
Vitamin D berperan untuk meningkatkan absorpsi kalsium di usus. Lebih dari 90%
vitamin D disintesis dalam tubuh, prekursornya ada di bawah kulit oleh paparan sinar
ultraviolet. Vitamin D dapat berupa alfacalcidol (25 OH vitamin D3) dan calcitriol (1,25
(OH)2 Vitamin D3), kedua dapat digunakan untuk pengobatan osteoporosis.8 Kadar
vitamin D dalam darah diukur dengan cara mengukur kadar 25 OH vitamin D3. Pada
penelitian didapatkan suplementasi 500 IU kalsiferol dan 500 mg kalsium peroral
selama 18 bulan ternyata mampu menurunkan fraktur non spinal sampai 50%
(Dawson-Hughes, 1997). Pada pemberian vitamin D dosis tinggi (50.000 IU) dapat
berkembang menjadi hiperkalsiuria dan hiperkalsemia.
7) Kalsitriol
Saat ini kalsitriol tidak diindikasikan sebagai pilihan pertama pengobatan
osteoporosis pasca menopause. Kalsitriol diindikasikan bila terdapat hipokalsemia
yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pemberian kalsium peroral. Kalsitriol juga
diindikasikan untuk mencegah hiperparatiroidisme sekunder, baik akibat hipokalsemia
maupun gagal ginjal terminal. Dosis kalsitriol untuk pengobatan osteoporosis adalah
0,25mg, 1-2 kali per hari.
8) Kalsium
Kalsium sebagai mono terapi ternyata tidak cukup untuk mencegah fraktur pada
penderita osteoporosis. Preparat kalsium terbaik adalah kalsium karbonat, karena
mengandung kalsium elemental 400 mg/gram, disusul kalsium fosfat yang
mengandung kalsium elemental 230 mg/gram, kalsium sitrat yang mengandung
kalsium elemental 211 mg/gram, kalsium laktat yang mengandung kalsium elemental
130 mg/gram dan kalsium glukonat yang mengandung kalsium elemental 90
mg/gram. Pemberian kalsium dapat meningkatkan risiko hiperkalsiuria dan batu ginjal.
9) Hormon paratiroid
Pemberian hormon paratiroid (PTH) secara intermitten dapat menyebabkan
peningkatan jumlah dan aktivitas osteoblas, sehingga terjadi peningkatan massa
tulang dan perbaikan mikroarsitektur tulang. Teriparatide terbukti menurunkan risiko
fraktur vertebra dan non vertebra. Dosis yang direkomendasikan adalah 20 g/hari
subkutan selama 18-24 bulan. Kontra indikasi teriparatide adalah hiperkalsemia,
penyakit tulang metabolik selain osteoporosis primer, misalnya hiperparatiroid dan
penyakit paget, peningkatan alkali fosfatase yang tidak diketahui penyebabnya atau
pasien yang mendapat terapi radiasi.
10) Monoklonal antibodi RANK-Ligand
Seperti diketahui terjadinya osteoporosis akibat dari jumlah dan aktivitas sel
osteoklas menyerap tulang. Dalam hal ini secara biomolekuler RANK-L sangat
berperan. RANK-L akan bereaksi dengan reseptor RANK pada osteoklas dan
membentuk RANK-RANKL kompleks, yang lebih lanjut akan mengakibatkan
meningkatnya deferensiasi dan aktivitas osteoklas. Untuk mencegah terjadinya reaksi
tersebut digunakanlah monoklonal antibodi (MAbs) dari RANK-L yang dikenal dengan
: denosumab. Besarnya dosis yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis pada
wanita pascamenopause adalah 60 mg subkutan setiap 6 bulan sekali. Kontra indikasi
denosumab adalah pada wanita dengan hipokalemia atau hipersensitif terhadap
formula denosumab. Obat ini tidak direkomendasikan untuk wanita hamil dan anak
usia 18 tahun. Efek samping, termasuk infeksi kulit, sellulitis dan hipokalsemia.
b. Non Farmakologi
1) Edukasi dan Pencegahan
Osteoporosis dapat menyerang siapa saja, termasuk individu-individu yang yang
sangat hati-hati dengan gaya hidupnya, mereka makan dengan benar, berolahraga
secara teratur, tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol atau hanya dengan jumlah
yang sedikit dan tidak memiliki penyakit, kondisi atau menggunakan obat yang
mungkin merupakan predisposisi osteoporosis. Pasien osteoporosis yang gaya hidup
mereka tidak menentu harus konseling tentang semua kegiatan mereka dalam
kehidupan sehari-hari agar memungkinkan untuk memperlambat perkembangan
keropos tulang.
Pasien dengan patah tulang belakang sangat membutuhkan petunjuk khusus
mengenai perubahan dalam aktivitas hidup sehari-hari, seperti belajar membungkuk,
mengangkat dan sebagainya sehingga tidak menambah stres dan ketegangan pada
tulang belakang. Saran serupa juga harus diberikan kepada mereka dengan massa
tulang yang sangat rendah tetapi belum retak.
2) Latihan dan program rehabilitasi
Latihan dan program rehabilitasi sangat penting bagi penderita osteoporosis
karena dengan latihan teratur penderita akan lebih lincah, tangkas dan kuat
ototototnya sehingga tidak mudah jatuh. Selain itu latihan juga akan mencegah
perburukan osteoporosis karena terdapat rangsangan biofisikoelektrokimikal yang
akan meningkatkan remodelling tulang.
Pada penderita yang belum mengalami osteoporosis, maka sifat latihan adalah
pembebanan terhadap tulang, sedangkan pada penderita yang sudah osteoporosis,
maka latihan dimulai dengan tanpa beban, kemudian ditingkatkan secara bertahap
sehingga mencapai latihan dengan pembebanan yang adekuat.
Latihan (olahraga) merupakan bagian yang sangat penting pada pencegahan
maupun pengobatan osteoporosis. Program olahraga bagi penderita osteoporosis
sangat berbeda dengan olahraga untuk pencegahan osteoporosis. Gerakan-gerakan
tertentu yang dapat meningkatkan risiko patah tulang harus dihindari. Jenis olahraga
yang baik adalah dengan pembebanan dan ditambah latihan kekuatan otot yang
disesuaikan dengan usia dan keadaan individu masing-masing. Dosis olahraga harus
tepat karena terlalu ringan kurang bermanfaat, sedangkan terlalu berat pada wanita
dapat menimbulkan gangguan pola haid yang justru akan menurunkan densitas
tulang. Jadi olahraga sebagai bagian dari pola hidup sehat dapat menghambat
kehilangan mineral tulang, membantu mempertahankan postur tubuh dan
meningkatkan kebugaran secara umum untuk mengurangi risiko jatuh.
c. Keperawatan
1) Pemeriksaan fisik
2) Tindakan Mandiri
a) Aktivitas Fisik
Latihan fisik merupakan cara yang paling aman untuk mencegah dan
menangani kehilangan massa tulang karena murah, tanpa efek samping dan
bahkan mempunyai keuntungan untuk menajga keseimbangan tubuh, mencegah
jatuh, dan mecegah penyakit lainnya. Senam pencegahan osteoporosis
ditunjukkan untuk meningkatkan densitas tulang (kepadatan massa tulang) dan
senam osteoporosis ditujukan kepada pasien osteoporosis un ntuk mencegah
terjadinya patah tulang & meningkatkan densitas tulang (kepadatan massa
tulang).
Bagi mereka yang telah terkena osteoporosis, pola latihanya berbeda dengan
program pencegahan dan harus dilakukan dengan benar, hati-hati, dan perlahan.
Pada tahap awal latihan diutamakan pada kelenturan sendin dan anggota badan.
Bila kekuatan dan daya tahan telah meningkat, waktu dan latihan harus ditambah.
Agar aman bagi yang sudah terkena osteoporosis, jangan berolahraga yang
memberikan benturan dan pembebanan pada tulang punggung. Berikut adalah
latihan fisik yang aman bagi penderita osteoporosis :
I. Latihan yang aman adalah olahraga jalan kaki. Berjalanlah 4,5 kilometer per
jam selama 50 menit, 5 hari dalam seminggu. Tentunya ini dilakukan secara
bertahap. Pada kebanyakan orang yang osteoporosis, jalan sangatlah ideal
untuk meningkatkan daya tahan, kelincahan, mengurangi kemungkinan jatuh,
dengan resiko cedera yang kecil.
II. Mengangkat beban, baik perempuan maupun laki-laki,dari beban (dumbel
kecil) hingga mesin beban, terutama ditekankan pada latihan-latihan pada
pinggu, paha, pinggang, lengan, dan bahu.
III. Latihan untuk meningkatkan perimbangan dan kelincahan.
IV. Latihan untuk melengkungkan punggung kebelakang, dapat dilakukan
dengan duduk dikursi, dengan atau tanpa penahan. Hal ini dapat menguatkan
otot-otot yang menahan punggung agar tetap tegak, mengurangi
kemungkinan bengkok, sekaligus memperkuat punggung.
3) Manajemen Gizi
Menurut Meropi Kontogani dari Harokopio University Athena, beberapa
pengaturan makanan untuk mengatasi osteoporosis adalah:
a) Mengonsumsi kalsium dan vitamin D yang cukup
Seperti yang kita ketahui, kalsium dan vitamin D merupakan zat gizi yang
dibutuhkan tulang. Pemenuhan kebutuan kedua zat gizi ini harus selalu dipenuhi
pada setiap tahapan usia agar kebutuhannya selalu tercukupi.
b) Konsumsi makanan berprotein sesuai kebutuhan tubuh
Beberapa studi menyebutkan protein dapat menyebabkan beban asam pada
tulang. Maka jika asupannya berlebihan, fungsi tulang akan terganggu atau
bebannya asam tulang menjadi lebih berat.
c) Menghindari asupan natrium berlebihan
Konsumsi natrium yang berlebihan dapat menganggu fungsi dan penyerapan
zat gizi untuk tulang. Maka batasi asupan natrium 2400 mg dalam sehari, hindari
makanan tinggi natrium seperti makanan kemasan atau makanan kaleng.
d) Batasi minuman kafein dan alcohol
Konsumsi minuman berkafein dapat menganggu metabolisme tulang,
sedangkan minuman alkohol akan memengaruhi massa tulang puncak (peak
bone mass). Minuman berkafein, misalnya kopi, minuman berenergi dan cokelat
tidak boleh dikonsumsi lebih dari 3 cangkir dan alkohol tidak dianjurkan untuk
dikonsumsi.
e) Konsumsi buah dan sayur sesuai kebutuhan
Konsumsi buah dan sayur tidak hanya mendukung kesehatan tulang namun
dapat memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral tubuh sehingga kesehatan
tubuh lebih optimal.
6. Karakteristik osteoporosis
Osteoporosis : Nilai T <-2,5 (standar deviasi >2,5 dibawah rata-rata untuk wanita kulit
putih dewasa muda )
Refrensi

Wulandari yuniar safitri, mudayati sri & susnini. 2017. Hubungan pengetahuan tentang
osteoporosis pada wanita menopause dengan konsumsi kalsium dalam tubu di lowokwaru
malang. Nursing news volume 2, nomor 1. Universitas tribhuwana tunggadewi malang
Ni made sri dewi lestari.2017.latihan fisik osteoporosis dan osteoporosis pada wanita post
menopause.bali:universitas pendidikan ganesha
Bauldoff gerene, karen m. Burke dkk.2016. Buku ajar keperawatan medikal bedah : gangguan
respirasi dan gangguan muskuloskeletal
Bistok sihombing dan guntur ginting. Manajemen osteoporosis pada lansia. Fakultas kedokteran
sumatera utara – rsup h. Adam malik
Bickley. Lynn s.2017. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Edisi 7.

Anda mungkin juga menyukai