Anda di halaman 1dari 15

Analisis Osteoporosis dan Penatalaksanaannya

Rio Yosua Saputra

102014088 / A2

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Email : rio_saputra@live.com

Abstrak

Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai dengan menurunnya massa
atau densitas tulang sehingga membuat tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat membantu diagnosis osteoporosis secara
pasti dan benar. Pada anamnesis biasanya di dapati keluhan utama pasien merupakan nyeri pada
daerah tertentu; pada pemeriksaan fisik banyak ditemukan gambaran klinis osteoporosis antara
lain kifosis dan penurunan tinggi badan, sedangkan pada pemeriksaan x-ray ditemukan
penurunan densitas tulang. Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan penanda tulang seperti
pemeriksaan alkali fosfatase atau osteocalcin. Penanganan dengan terapi farmakologi bisa
dilakukan dengan pemberian kalsium, vitamin D serta bifosfonat sedangkan terapi
nonfarmakologis bisa berupa olahraga yang dapat membantu proses penyembuhan.

Kata kunci : Osteoporosis, penegakan osteoporosis, penanganan osteoporosis

Abstract

Osteoporosis is a systemic skeletal disease characterized by bone mass decreasing that


makes bones become brittle and easily broken. Anamnesis, physical examination and supporting
diagnosis may help the diagnosis of osteoporosis. In anamnesis, usually the main complaint of
patients is a pain in a particular region; on physical examination, common clinical features of
osteoporosis are kyphosis and height decrease, while the x-ray examination will find a decrease

1
in bone density. Behind that, it can also be done by the examination of bone markers such as
alkaline phosphatase examination or osteocalsin examination. Treatment with pharmacological
therapy can be done by giving calcium, vitamin D and bisphosphonates and nonpharmacologic
therapies should also be given like exercise that can also help the healing process.
Keywords : Osteoporosis, enforcement of osteoporosis, osteoporis treatment

Pendahuluan

Dewasa ini, banyak orang yang bekerja atau beraktivitas sehingga punya waktu istirahat
yang sangat sedikit. Kegiatan manusia sehari-hari bisa berjalan karena adanya aktivitas bergerak.
Untuk bisa bergerak, tentu tulang dan otot memiliki peran besar didalamnya. Aktivitas manusia
yang terlalu padat dengan tidak diimbanginya kecukupan dan kelancaran proses metabolisme di
dalam tubuh akan membuat organ-organ pada tubuh akan mengalami gangguan termasuk tulang
dan otot tanpa terkecuali.
Osteoporosis adalah salah satu penyakit yang dapat menghambat aktivitas manusia. Yang
pada umumnya terjadi pada usia lanjut dan memiliki gejala dari yaitu rapuhnya tulang sehingga
mudah patah. Dalam makalah kali ini penulis ingin membahas secara detil penyakit osteoporosis,
mulai dari penyebab, gejala, sampai penatalaksanaannya.

Anamnesis

Anamnesis merupakan wawancara riwayat kesehatan pasien baik secara langsung atau
tidak langsung yang memiliki tiga tujuan utama, yaitu mengumpulkan informasi, membagi
informasi, dan membina hubungan saling percaya untuk mendukung kesejahteraan pasien.
Informasi atau data yang dokter dapatkan dari wawancara merupakan data subjektif berisi hal
yang diutarakan pasien kepada dokter mulai dari keluhan utama hingga riwayat pribadi dan
sosial.1
Riwayat kesehatan yang perlu dikumpulkan secara komprehensif khususnya untuk
individu yang sudah dewasa meliputi (1) Identifikasi data meliputi nama, usia, jenis kelamin,
alamat, agama, suku bangsa, pekerjaan, dan status perkawinan; (2) Keluhan utama, yaitu satu
atau lebih gejala yang menyebabkan pasien pergi ke dokter; (3) Riwayat penyakit sekarang yang
meliputi perincian tentang tujuh karakteristik gejala dari keluhan utama yaitu lokasi, kualitas,
kuantitas, waktu terjadinya gejala, kondisi saat gejala terjadi, faktor yang meredakan atau

2
memperburuk penyakit, dan manifestasi terkait (hal-hal lain yang menyertai gejala); (4) Riwayat
kesehatan masa lalu yaitu seperti pemeliharaan kesehatan (imunisasi dan tes skrining), riwayat
penyakit yang diderita pada masa kanak-kanak, penyakit yang dialami saat dewasa lengkap
dengan waktunya yang mencakup empat kategori, yaitu medis (contohnya penyakit asma,
diabetes, dan hipertensi), pembedahan (tanggal pembedahan, indikasi, dan jenisnya), obstetrik
(riwayat haid, keluarga berencana, dan fungsi seksual), dan psikiatrik (meliputi tanggal,
diagnosis, perawatan di rumah sakit dan pengobatannya); (5) Riwayat keluarga, yang meliputi
usia dan status kesehatan, atau usia dan penyebab kematian dari setiap hubungan keluarga yang
paling dekat mencakup kakek-nenek, orang tua, saudara kandung, anak, cucu dan (6) Riwayat
pribadi dan sosial yang mencakup aktivitas dan gaya hidup sehari-hari, situasi rumah dan orang
terdekat, sumber stres jangka pendek dan panjang, pekerjaan dan pendidikan.2
Pada kasus, diketahui pahwa pasien tidak suka minum susu dan olahraga, yang
berarti pasien mengalami kurangnya asupan kalsium dalam tubuhnya.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan-
temuan dalam anamnesis, karena data yang diperoleh dari anamnesis adalah data subjektif,
sehingga harus diperkuat dengan data objektif, yang bisa didapatkan dari pemeriksaan fisik.3
Pemeriksaan fisik merupakan pemeriksaan dengan memeriksa tanda-tanda vital.
Pemeriksaan tanda-tanda vital mencakup pemeriksaan nadi, pernapasan, suhu, dan tekanan
darah, serta pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi pada bagian-bagian tubuh
tertentu. Semua komponen harus diukur dalam setiap pemeriksaan yang lengkap. Pemeriksaan-
pemeriksaan tersebut vital karena mengandung ukuran-ukuran klinis kuantitatif. 3 Yang pertama
adalah (1) Intensitas nadi, yaitu berhubungan dengan karakteristik pembuluh darah dan tekanan
nadi dimana kecepatan denyut nadi normal pada dewasa yang sehat berkisar dari 50-100
denyut/menit; (2) Kecepatan pernapasan, dimana pada orang normal, peningkatan konsentrasi
karbondioksida dan ion hidrogen dalam darah merangsang peningkatan ventilasi dan juga
pemeriksa harus waspada bahwa, peningkatan kecepatan pernapasan involunter sering terjadi
bila subjek menyadari bahwa pernapasannya sedang diamati sehingga penghitungan kecepatan
pernapasan dilakukan secara diam-diam. Kecepatan pernapasan normal adalah 12-18x/menit
pada orang dewasa; (3) Suhu tubuh, dimana suhu tubuh manusia konstan pada keadaan sehat,

3
suhu fisiologis manusia rata-rata yaitu 37oC; dan (4) Tekanan darah, dimana tekanan darah
normal pada kebanyakan orang dewasa sehat yaitu 120/80.3
Pemeriksaan fisik selanjutnya adalah dengan melakukan inspeksi, yaitu melakukan
observasi pada bagian-bagian tubuh pasien, contohnya observasi pada kelopak mata dan sklera
serta konjungtiva tiap-tiap mata. Selain inspeksi, ada pemeriksaan palpasi, yaitu pemeriksaan
dengan cara menyentuh secara lembut dan dalam, contohnya palpasi abdomen, selanjutnya
pemeriksaan perkusi, yaitu pemeriksaan dengan mengetuk menggunakan jari tengah terhadap
jari tengah tangan lainnya sebagai tumpuan, dapat digunakan contohnya untuk pemeriksaan
hepar dan lien. Pemeriksaan berikutnya adalah dengan auskultasi yaitu pemeriksaan
menggunakan stetoskop untuk mendengar suara-suara, contohnya suara jantung.2,3
Pemeriksaan fisik untuk osteoporosis dapat dilakukan ketika pasien memasuki ruangan
periksa. Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap pasien osteoporosis. Demikian
juga melihat gaya berjalan, deformitas tulang, nyeri spinal, dan jaringan parut pada leher (apakah
bekas tersebut merupakan bekas operasi tiroid). Lalu, melihat apakah ada tanda pembengkakan
bila terjadi fraktur dan rasa nyeri pada sekitar lokasi fraktur. Selanjutnya, melakukan palpasi di
bagian-bagian tubuh terutama daerah fraktur terjadi ataupun daerah yang sering mengalami
osteoporosis apakah terdapat rasa nyeri, maupun pembengkakan.4
Pada kasus ini pasien mengalami penurunan tinggi badan selama 7 cm selama 7 tahun
terakhir setelah menopause, dan punggung yang bungkuk serta diketahui tinggi badan pasien 158
cm dan berat badan pasien sekarang 45 kg. Umumnya, pada pemeriksaan fisik osteoporosis
sering ditemukan kifosis dorsal atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan selain
itu didapati juga protuberantia abdomen, spasme otot pravetebral dan kulit yang tipis.4

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendukung diagnosis


yang ingin didapatkan. Pemeriksaan penunjang untuk kasus yang berhubungan dengan
muskuloskeletal antara lain bisa berupa: film polos, isotop, CT scan, maupun MRI.
Film polos merupakan pemeriksaan penunjang radiologis yang utama pada sistem
skeletal dimana penatalaksanaannya harus dilakukan dengan dua proyeksi. Untuk daerah
vertebra sebaiknya digunakan proyeksi yaitu pada posisi anteroposterior dan lateral.5

4
Isotop adalah pemeriksaan dimana kandungan senyawa technetium-99m fosfonat
terakumulasi pada tulang beberapa jam setelah penyuntikan isotop secara intravena; pada
prinsipnya pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi proses peradangan pada jaringan lunak
muskuloskeletal, lesi-lesi metastatik pada tulang, dan kelainan fungsional tulang.5
Computed Tomography Scan atau CT-Scan adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk
mengevaluasi fraktur tertentu yang terjadi pada seseorang.5
Magnetic Resonance Imaging atau MRI adalah pemeriksaan yang membantu untuk
melihat adanya massa jaringan lunak, tumor tulang, maupun sendi. MRI sangat sensitif pada
trauma kartilago, otot, ligamen, dan tendon.5
Dalam osteoporosis, pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan biokimiawi tulang,
pemeriksaan radiologis, dan pemeriksaan densitas massa tulang.4

1. Pemeriksaan Biokimiawi Tulang

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan pembentukan formasi tulang (kerja osteoblas) dan
resorpsi tulang (kerja osteoklas). Petanda biokimiawi tulang untuk pembentukan formasi tulang
adalah Bone-specific alkaline phosphatase (BSAP), osteocalsin, Carboxy-terminal propeptide of
type I collagen (PICP), dan amino-terminal propeptide of type I collagen (P1NP). Petanda
biokimiawi untuk proses resorpsi tulang adalah hidroksilipin urin, β cross-lap, dan kalsium urin.
Manfaat pemeriksaaan petanda biokimawi tulang adalah prediksi kehilangan massa tulang,
prediksi resiko fraktur, seleksi pasien yang membutuhkan anti resorptif, dan evaluasi hasil terapi
pasien osteoporosis.

2. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan densitas sering kali tidak sensitif, oleh karena itu pemeriksaan radiologis
dibuthkan untuk mendapat gambaran osteopororsis yang spesifik. Gambaran radiologis yang
khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekular yang lebih lusen.

3. Pemeriksaan Densitometri

Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur. Berbagai
penelitian menunjukkan peningkatan resiko fraktur pada densitas massa tulang yang menurun
secara progresif dan terus menerus. Densitometri merupakan pemeriksaan yang akurat deran

5
presis untuk menilai densitas suatu tulang. Berbagai metode yang dapat dipakai adalah single-
photon absorptiometry (SPA), dual-photon absorptiometry (DPA), X-Ray absorptiometry
(DXA), dan quantitative computed tomography (QCT). Akan tetapi DXA yang paling sering
digunakan dalam pemeriksaan densitas tulang.

DXA memiliki tingkat akurasi dan presisi yang sangat tinggi. Hasil pengukuran dengan
DXA berupa, densitas mineral tulang pada area yang dinilai satuan bentuk gram per CM2,
kandungan mineral tulang dalam satuan gram, perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan
nilai normal rata-rata densitas tulang pada orang seusia dan dewasa yang dinyatakan dalam
presentase, dan perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal rata-rata densitas
tulang pada orang seusia dan dewasa muda yang dinyatakan dalam skore standar deviasi ( z-
score atau t-score). Densitas mineral tulang yang rendah merupakan faktor resiko utama yang
dapat dicegah dan prediktor utama terjadinya fraktur. Secara umum setiap terjadi penurunan
densitas tulang sebesar 1 standar deviasi di bawah rata-rata densitas mineral orang dewasa akan
meningkatkan resiko fraktur sebanyak 2-3 kali.
Pemeriksaan densitometri untuk mengetahui densitas tulang pada osteoporosis dipakai
standar WHO sebagai berikut.

Kategori Diagnostik T-Score


- Normal >-1
- Osteopenia <-1
- Osteoporosis <-2,5 (tanpa fraktur)
- Osteoporosis Berat <-2,5 (dengan fraktur)

Tabel 1. T-score Menurut WHO4

Pada kasus, pasien sudah melakukan pemeriksaan rontgen pada tulang punggung dan
panggul, dan hasilnya tidak didapatkan fraktur ataupun kelainan lainnya. Pasien juga sudah
memeriksa kepadatan tulang, dimana skor yang didapat dari pemeriksaan adalah -2,5.

Diagnosis Kerja
Diagnosis kerja adalah kesimpulan yang dibuat setelah dievaluasi adanya penemuan
positif dan negatif yang bermakna dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Berdasarkan diagnosis

6
kerja ini, maka pengobatan serta tindakan yang perlu dapat segera dilaksanakan.6
Diagnosis kerja kasus ini adalah osteoporosis primer tipe I et causa menopause,
dimana osteoporosis itu sendiri merupakan penyakit tulang sistemik yang ditandai dengan
penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi
rapuh dan mudah patah. Pada tahun 2001, National Institute of Health (NIH), mengajukan
definisi baru osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised
bone strength sehingga tulang mudah patah.4

Tipe Osteoporosis
Osteoporosis dibagi menjadi 2 jenis, yaitu osteoporosis tipe primer dan sekunder.
Osteoporosis primer tidak diketahui penyebabnya, sedangkan osteoporosis sekunder diketahui
penyebabnya. Osteoporosis primer sendiri pun dibagi lagi menjadi 2 jenis, yakni osteoporosis
primer tipe I dan II. Tipe yang pertama disebut juga osteoporosis pasca menopause, sedangkan
yang kedua disebut osteoporosis senilis karena terjadi gangguan absorbsi kalsium di usus
sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang mengakibatkan osteoporosis.
Penelitian menunjukan bahwa baik pada tipe pertama dan kedua, keduanya terkait erat dengan
kadar estrogen dalam tubuh. Selain itu, diketahui pula bahwa pemberian kalsium dan vitamin D
tidak memberikan hasil yang adekuat pada tipe II.4

Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada kasus ini adalah osteoporosis primer tipe II dan juga osteoporosis
sekunder.

Osteoporosis Primer Tipe II


Selama hidupnya, wanita akan kehilangan 42% tulang spinalnya, dan 58% tulang
femurnya. Pada umur 80-90an, terjadi ketidakseimbangan remodelling tulang, dimana resorpsi
tulang meningkat sedangakan formasi tulang tetap atau menurun. Hal ini menyebabkan
penurunan masa tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur.
Sampai saat ini tidak diketahui penyebab menurunnya osteoblas pada orang tua, diduga karena
penurunan estrogen dan IGF-1. Defisiensi vit D dan kalsium juga sering dialami orang tua
karena berbagai faktor, seperti asupan yang kurang, malabsorbsi, anorexia dan kurangnya

7
paparan sinar matahari. Hal ini semakin meningkatkan resorpsi tulang dan menurunkan massa
tulang, terutama pada orang-orang yang tinggal di daerah dengan 4 musim. Defisiensi protein,
aspek lingkungan dan genetik juga berpengaruh.4
Beda halnya dengan pria yang tidak mengalami menopause sehingga tidak terjadi
penurunan kadar estrogen secara mendadak, maka kehilangan massa tulang dalam jumlah besar
seperti pada wanita tidak terjadi. Kehilangan massa tulang terjadi secara linier, dan menipis
secara sedikit demi sedikit.4
Dengan bertambahnya umur, remodelling endokortikal dan intrakortikal akan meningkat
sehingga kehilangan tulang terutama terjadi pada tulang kortikal dan meningkatkan resiko
fraktur tulang kortikal, misal pada femur proksimal. Total permukaan tulang untuk remodelling
tidak berubah dengan bertambahnya umur. Pada laki-laki tua, peningkatkan resorpsi endokortikal
tulang panjang akan diikuti peningkatakan formasi periosteal, sehingga diameter tulang panjang
akan meningkat dan menurunkan resiko fraktur pada laki-laki tua.4
Resiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada
orang tua. Hal ini berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan
stabilitas postural, gangguan penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata dsb. Pada umumnya
resiko terjatuh pada orang tua tidak disebabkan oleh penyebab tunggal.4

Osteoporosis Sekunder

Osteoporosis sekunder mengacu pada osteoporosis di mana penyebab diketahui selain dari
yang disebabkan keadaan pascamenopause atau penuaan. Osteoporosis sekunder tidak hanya
terjadi pada wanita pasca menopause, tetapi juga pada pria dan wanita premenopause.
Dilaporkan bahwa sebanyak 30% dari wanita premenopause dan 50-80% pria menderita
osteoporosis sekunder, meskipun frekuensi osteoporosis sekunder masih jauh lebih rendah
daripada osteoporosis primer.7 Dalam memeriksa pasien dengan osteoporosis, sangatlah penting
untuk mencari penyebab sekunder dan faktor yang memperberat. Ada beberapa penyebab dari
osteoporosis sekunder, khususnya pada laki-laki, yakni antara lain :4,7

1. Genetic
Laki-laki yang orang tuanya menderita osteoporosis, ternyata memiliki densitas massa tulang
yang lebih rendah dibandingkan laki-laki pada umumnya. Selain itu laki-laki yang ibunya

8
menderita fraktur panggul, ternyata memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita fraktur
vertebra. Sampai saat ini, tidak di dapatkan gen spesifik yang megatur massa tulang dan
risiko fraktur pada laki-laki.
2. Hipogonadisme
Hipogonadisme merupakan salah satu penyebab osteoporosis dan gagalnya pencapaian
massa tulang pada laki-laki. Dalam hal ini, terapi pengganti testosterone memiliki efek yang
baik untuk meningkatkan massa tulang pada laki-laki dengan hipogonadisme. Sering kali
pemeriksaan hipogonadisme pada laki-laki tidak mudah di deteksi, karena ukuran testis tetap
normal, libido yang tetap normal, kadar testosterone yang tetap normal walaupun kadar
luteinizing hormone meningkat.
3. Involusi
Dengan bertambahnya umur, terjadi penurunan massa tulang pada laki-laki, kira-kira 3%-4%
per-dekade setelah umur 40 tahun. Setelah umur 50 tahun, kehilangan massa tulang lebih
besar lagi, walaupun demikian tetap lebih rendah dibandingkan wanita. Resopsi endosteal
pada laki-laki, tampaknya di kompensasi dengan formasi periosteal, sehingga risiko fraktur
dan penurunan densitas tulang tidak sehebat pada wanita.
4. Penyakit dan obat-obatan
Berbagai penyakit, obat-obatan, dan gaya hidup dapat menyebabkan osteoporosis sekunder
pada laki-laki, misalnya glukokortikoid, merokok, alcohol, insufisiensi, ginjal, kelainan
gastrointestinal dan hati, hiperparatiroidisme, hiperkalsiuria, antikonvulsan tirotoksikosis,
imobilisasi lama, arthritis rheumatoid dsb.
5. Idiopati
Sekitar 30% osteoporosis pada laki-laki ternyata tidak diketahui jelas penyebabnya.
Diagnosis osteoporosis idiopatik ditegakan setelah semua penyebab lain dapat disingkirkan.
Saat ini diduga terdapat hubungan antara osteoporosis idiopatik dengan rendahnya kadar
IGF-I atau IGF-I binding protein 3.

Manifestasi Klinis

Pada umumnya pasien dengan osteoporosis datang ke dokter dengan keluhan nyeri pada
tulangnya. Nyeri ini bisa dikarenakan penurunan densitas tulang, sehingga tulang tidak mampu
menumpu berat badat lagi atau dapat juga nyeri dikarenakan fraktur pada tulang yang terjadi

9
osteoporosis. Fraktur vertebra (baji) paling sering terjadi pada pertengahan dorsal tulang
belakang dan sambungan torakolumbalis. Kejadiannya bisa asimtomatik, atau menyebabkan
nyeri punggung berat mendadak. Nyeri akan berkurang pada saat istirahat di tempat tidur. Nyeri
ringan akan muncul pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan aktivitas atau
karena suatu pergerakan yang salah. Sedangkan fraktur multipel menyebabkan penurunan tinggi
badan dan deformitas tulang belakang.4,5

Patofisiologi

Resorpsi tulang meningkat setelah menopause, terutama 10 tahun setelah menopause.


Oleh karena itu maka insidens fraktur, terutama fraktur vertebrae dan radius distal meningkat.
Penurunan densitas tulang terutama pada tulang trabekular yang memiliki permukaan yang luas.
Hal ini dapat dicegah dengan terapi estrogen. Pertanda terjadinya resorpsi tulang dan formasi
tulang, keduanya mengalami peningkatan bone turnover. Estrogen, dalam hal ini menurunkan
produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel mononuklear seperti IL-1,
IL-6 dan TNF-a yang berperan meningkatkan kerja osteoklas. Karena itulah, ketika seseorang
mengalami menopause dan mengalami penurunan kadar estrogen, maka terjadi peningkatan
berbagai macam sitokin yang berujung pada peningkatan produksi osteoklas.4
Selain meningkatkan produksi osteoklas, menopause juga menurunkan absorbsi kalsium
di usus dan meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal. Menpause juga menurunkan sintesis
berbagai macam protein yang membawa 1,25(OH)2D sehingga pemberian estrogen akan
meningkatkan konsentrasi 1,25(OH)2D pada plasma. Tapi pemberian estrogen transdermal tidak
berpengaruh karena tidak dibawa ke hati. Meskpiun estrogen transdermal bisa meningkatkan
absorbsi Ca2+ di usus secara langsung tanpa dipengaruhi vitamin D.4
Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka kadar PTH
akan meningkat pada wanita menopause sehingga akan memperberat osteoporosis.4

Komplikasi

Pada penyakit osteoporosis yang terjadi adalah penurunan densitas tulang sehingga
pasien-pasien yang menderita osteoporosis mempunyai kemungkinan besar untuk terjadi
komplikasi yaitu fraktur osteoporotik. Sebesar 39% dari seluruh insiden patah tulang terkait

10
osteoporosis di seluruh dunia setiap tahunnya adalah laki-laki, dimana 30% merupakan patah
tulang panggul, 20% pada lengan bawah, 42% pada tulang belakang, dan 2,5% pada humerus.4

Etiologi

Penyebab daripada osteoporosis primer tipe I, adalah defisiensi hormon estrogen pada
wanita diakibatkan terjadinya menopause.4

Epidemiologi

Osteoporosis dapat menyerang pria maupun wanita. Kondisi ini berkaitan dengan usia
dan khusus pada wanita umumnya karena menopause. 1 dari 3 wanita dan 1 dari 12 pria berusia
di atas 50 tahun akan menderita retak osteoporosis. hal ini dikarenakan penurunan densitas
tulang sehingga pada pasien yang menderita osteoporosis, sangat memungkinkan untuk terjadi
fraktur.4
Selain itu dari penelitian yang luas tampak jelas bahwa fraktur yang berkaitan dengan
osteoporosis sering ditemukan pada laki-laki maupun perempuan. Analisis catatan pasien
memperlihatkan 150.000 kasus fraktur yang berkaitan dengan osteoporosis setiap tahunnya di
Inggris dan diantara jumlah tersebut 60.000nya adalah fraktur pada pinggul. Sedangkan di AS
dilaporkan lebih dari 1,2 juta kasus fraktur yang berkaitan dengan osteoporosis setiap tahunnya.8

Penatalaksanaan

Dalam menangani suatu penyakit dibutuhkan terapi obat-obatan dan edukasi pencegahan
penyakit tersebut. Berikut merupakan terapi farmakologis dan edukasi terhadap osteoporosis:4
1. Farmakologis
a. Kalsium
Asupan kalsium pada penduduk asia pada umumnya lebih rendah dari kebutuhan kalsium
yang direkomendasikan Institute of Medicine, National Academy of Science (1997), yaitu
sebesar 1200mg. Kalsium sebagai monoterapi ternyata tidak dapat mencegah fraktur pada
pasien osteoporosis. Preparat kalsium terbaik adalah calcium karbonat, karena
mengandung kalsium element 400 B g /gram, disusul oleh kalsium fosfat, kalsium sitrat,
kalsium laktat dan kalsium glukonat.4,9

11
b. Vitamin D
Vitamin D digunakan untuk penyerepan kalsium diusus. Lebih dari 90% vitamin D
disintesis dibawah kulit oleh paparan sinar ultraviolet. Pada orang tua kemampuan untuk
aktifasi vitamin D dibawah kulit menjadi sangat berkurang, sehingga pada orang tua
sering terjadi defisiensi vitamin D. kadar vitamin D dalam darah dapat diukur dengan
mengukur kadar 25-OH vitamin D.4
Pada penelitian didapatkan suplementasi 500 IU kalsiferol dan 500mg kalsium peroral
selama 18 bulan ternyata dapat menurunkan risiko fraktur non spina sampai 50%.
Vitamin D diindikasikan untuk paraorang tua yang jarang terkena paparan sinar matahari
tetapi tidak diindikasikan kepada populasi anak-anak asia yang banyak terpapar sinar
matahari.4,9
c. Estrogen
Pencegahan fraktur pada wanita usia lanjut dengan osetoporosis menggunakan estrogen
masih kontroversial. Beberapa studi membuktikan perempuan dengan terapi esterogen
mengalami kemungkinan terkena penyakit kantung empedu 34% lebih tinggi dan risiko
untuk menjalani operasi biller adalah 38% lebih tinggi, risiko kematian akibat kanker
ovarium pun lebih tinggi hingga 51%. Selain itu ada pula studi yang merupakan uji klinik
randomisasi terkontrol pada wanita 50-79 tahun mendapatkan penurunan panggul dan
vertebra sebesar 24%, tetapi efek samping pemakainan jangka panjang adalah kanker
payudara dan kanker endometrium.4,9
d. Kalsitonin
Kalsitonin intranasal (200 IU perhari selama 5 tahun) dapat menurunkan risiko fraktur
vertebra sampai 21%. Sedangkan bukti klinis terhadap pencegahan fraktur non vertebra
belum banyak di teliti.9
e. Bifosfonat
Bifosfonat adalah analog pirofosfat dimana atom oksigennya digantikan oleh carbon.obat
ini mempunyai efek menghambat resorpsi tulang, efek ini ditemukan secara empiris pada
saat melakukan studi tentang mineralisasi tulang. Obat bifosfonat bekerja menghambat
enzyme farnesyl difosfonat sintase sehingga kadar geranilgeranyl difosfonat menurun.
Geranilgeranyl difosfonat diperlukan untuk reaksi prenilasi guanosine-trifosfat binding
protein yang sangat essensial untuk aktivitas osteoklas. Penghambatan osteoklas akan

12
mengakibatkan apoptosis osteoklas sehingga proses resopsi tulang menjadi tidak terjadi,
menurunkan turn over tulang sehingga keseimbangan tulang menjadi positif. Pyrimidinyl
bifosfonat 5mg selama 12 bulan mampu meningkatkan densitas mineral tulang sampai
0,8%-3,8% di vertebra dan 1,1%-11% ditulang femur.
Pemakaian bifosfonat memerlukan perhatian khusus untuk usia lanjut karena iritasi
esophagus yang dapat ditimbulkannya. Untuk mencegahnya maka pasien harus minum
obat dengan air yang cukup pada posisi duduk tegak dan tetap tegak selama 30 menit.9
2. Non-Farmakologis
Secara teoritis, osteoporosis dapatdiobati dengan cara menghambat kerja
osteoklas dan/atau meningkatkan kerja osteoblas. Walaupun demikian saat ini obat yang
beredar umumnya menekan kerja osteoklas, contohnya esterogen, bifosfonat dan
kalsitonin. Sedangkan kalsium dan vitamin D tidak member dampak pada osteoklas
maupun osteoblas, tetapi diperlukan untuk optimalisasi mineralisasi tulang. Kekurangan
kalsium darah akan meningkatkan PTH sehingga pengobatan menjadi tidak efektif. Maka
dari itu harus dilakukan edukasi terhadap pasien-pasien osteoporosis antara lain :
1. Dianjurkan untuk melakukan aktifitas fisik secara teratur untuk memelihara kekuatan,
kelenturan dan koordinasi system neuro muscular serta kebugaran.
2. Hindari rokok, alcohol, mengangkat barang-barang yang berat dan berbagai hal yang
menyebabkan pasien terjatuh serta berbagai obat-obatan atau penyakit yang
menyebabkan osteoporosis.
3. Diagnosis dini dan terapi yang tepat terhadap defisiensi testosterone dan menopause awal
pada wanita dan perbanyaklah vitamin D didalam tubuh dengan memberikan
suplementasi 400 IU/ hari atau 800 IU/hari pada orang tua.
4. Hindari pengeksresian berlebihan kalsium di ginjal dengan memberikan natrium sampai
3gr/hari untuk meningkatkan resopsi kalsium urin>300mg/hari, berikan diuretic tiazid
dosis rendah (HCT 25mg/hari).

Terdapat pula latihan yang sangat penting bagi penderita osteoporosis karena
dengan latihan pasien osteoporosis akan lebih tangkas dan lebih kuat ototnya sehingga
tidak mudah terjatuh, selain itu latihan juga akan mencegah perburukan osteoporosis
karena tulang akan mendapatkan rangsangan biofisikoelektrokemikal yang akan

13
meningkatkan remodeling tulang. Pada pasien osteoporosis latihan pertama-tama
dilakukan tanpa beban lalu akan ditingkatkan perlahan-lahan dengan beban hingga
mencapai beban yang adekuat. Selain latihan dapat dipakaikan alat bantu pada pasien
osteoporosis misalkan korset lumbal, korset ini akan mencegah pasien mengalami fraktur
korpus vertebra, dapat juga dibantu dengan tongkat atau alat bantu lainnya, terutama pada
orang tua yang terganggu keseimbanganya.4

Prognosis

Densitas tulang dapat dijadikan tolak ukur terapi berhasil atau tidak. Bila dalam waktu 1
tahun tidak terjadi penurunan densitas tulang artinya terapi yang dijalankan berhasil karena
aktivitas osteoklas sudah dapat ditekan. Selain pemeriksaan densitas tulang pemeriksaan
labolatorium seperti alkali fosfatase dan osteocalcin dapat juga menilai hasil terapi.
Prognosis pada osteoporosis sebenarnya baik jika ditangani dengan baik dan diketahui
sejak dini. Dengan pemberian obat-obatan dan latihan fisik yang cukup akan memperlambat
kerja ostekclas sehingga tidak akan terjadi penurunan densitas tulang lagi. Namun penurunan
densitas tulang yang terjadi sebelum terapi harus diperbaiki juga dengan pemberian kalsium serta
vitamin D. Dengan penanganan yang tepat dan jika diketahui sejak dini osteoporosis dapat
dihindari dari komplikasi-komplikasinya.4

Kesimpulan
Osteoporosis merupakan kelainan skeletal sistemik yang ditandai dengan penurunan
densitas tulang sehingga mudah terjadi fraktur yang terutama pada umumnya terjadi pada orang
berusia kurang lebih 50 tahun keatas dengan gejala utama nyeri.

14
Daftar Pustaka

1. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2006.h.286-7.


2. Bickley LS, Szilagyi PG. Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates: buku saku. Edisi
ke-5. Jakarta: EGC; 2008.h.1-6,11-2.
3. Willms JL, Schneiderman H, Algranati PS. Diagnosis fisik: evaluasi diagnosis dan fungsi
di bangsal. Jakarta: EGC; 2005.h.30-1.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2014.h.3443-73.
5. Patel PR. Radiologi. Ed 2. Jakarta: Erlangga; 2007.h.192-4.
6. Santoso M. Pemeriksaan fisik diagnosis. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan Diabetes
Indonesia; 2005.h.13-5.
7. Taxel A, Kenny P. Differential diagnosis and secondary causes of osteoporosis. Diunduh
dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10938988, Diakses 25 Maret 2016.
8. Michael JG, Barri MM, John MK, Lonere A. Gizi kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC;
2005.h.458-60.
9. Perhimpunan Osteoporosis Indonesia. Osteoporosis. Jakarta: Perosi; 2006.h.24-7.

15

Anda mungkin juga menyukai