Anda di halaman 1dari 18

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS


1.1 Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar adalah segenap rangkaian atau aktivitas secara sadar yang
dilakukan seseorang yang mengakibatkan perubahan didalam dirinya., berupa
pertubahan pengetahuan atau kemahiran yang sifatnya tergantung pada sedikit
banyak perubahanya. Sudirman (1992) mengatakan aktivitas belajar merupakan
factor yang sangan menetukan keberhasilan belajar siswa. Karena pada prinsip
belajar ini adalah berbuat “ Learning By Doing”.
Sardiman, (2011) mengatakan aktivitas belajar adalah aktivitas yang
bersifat fisik maupun mental. Dalam proses belajar kedua aktivitas itu harus
saling berkaitan. Lebih lanjut lagi piaget menerangkan dalam buku Sardiman
bahwa jika seorang anak berfikir tanpa berbuat sesuatu, berarti anak itu tidak
berfikir.
Aktivitas siswa dapat berupa aktivitas visual seperti membaca, melihat
gambar, mengamati eksperimen, demontrasi, melihat orang bekerja; aktivitas oral
seperti mengemukakan pendapat, menghubungkan kejadian, bertanya dan
berdiskusi; aktivitas mendengar seperti mendengarkan dalam diskusi,
mendengarkan pecakapan; aktivitas menulis seperti menulis laporan, menulis
cerita dan menulis kejadian; aktivitas mental seperti merenung, mengingat
memecahkan masalah dan analisis; serta aktivitas emosional seperti minat, berani
dan tenang. Keaktifan siswa merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
hasil belajar siswa (Darsono 2000).
Sedangkan Nanang, (2010) mengatakan belajar sangat membutuhkan
adanya aktivitas, dikarenakan tanpa adanya aktivitas proses belajar tidak mungkin
berlangsung dengan baik. Pada proses aktivitas pembelajaran harus melibatkan
seluruh aspek peserta didik, baik jasmani maupun rohani sehingga perubahan
perilakunya dapat berubah dengan cepat, tepat, mudah dan benar, baik berkaitan
dengan aspek kognitif afektif maupun psikomotor.
Aktivitas belajar itu sendiri dibagi ke dalam delapan kelompok, yaitu
sebagai berikut:
1. Kegiatan-kegiatan visual (visual activities), yaitu membaca, melihat gambar-
gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran dan mengamati orang
lain bekerja atau bermain.
2. Kegiatan-kegiatan lisan (oral activities), yaitu mengemukakan suatu fakta atau
prinsip, menghubungkan suatu kejadian mengajukan pertanyaan, memberi
saran, mengemukakan pendapat, berwawancara diskusi dan interupsi
3. Kegiatan-kegiatan mendengarkan (listening activities), yaitu mendengarkan
penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, atau
mendengarkan radio.
4. Kegiatan-kegiatan menulis (writing activities), yaitu menulis cerita, menulis
laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan copy, membuat outline atau
rangkuman, dan mengerjakan tes serta mengisi angket.
5. Kegiatan-kegiatan menggambar (drawing activities), yaitu menggambar,
membuat grafik, diagram, peta dan pola.
6. Kegiatan-kegiatan motorik (motor activities), yaitu melakukan percobaan,
memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model,
menyelenggarakan permainan, serta menari dan berkebun.
7. Kegiatan-kegiatan mental (mental activities), yaitu merenungkan mengingat,
memecahkan masalah, menganalisa faktor-faktor, melihat hubungan-
hubungan, dan membuat keputusan.
8. Kegiatan-kegiatan emosional (emotional activities), yaitu minat,
membedakan, berani, tenang, merasa bosan dan gugup.
Adapun 5 indikator dari aktivitas belajar adalah sebagai berikut.:
1. Aktivitas bertanya
2. Mampu menjawab pertanyaan
3. Aktif dalam diskusi
4. Dapat bekerjasama dengan baik
5. Mampu mengembangakan konsep
Berdasarkan pengertian-pengertian aktivitas belajar yang dikemukakan
para ahli, maka penulis menyimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah suatu
rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam proses pembelajaran
dengan cara memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat belajar sendiri atau
melakukan aktivitas sendiri dengan tujuan mendapatkan pengetahuan,
pemahaman, dan aspek-aspek tingkah laku.

1.2 Hasil Belajar


Menurut Sudjana (2005) hakikat hasil belajar adalah perubahan tingkah
laku individu yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil
belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari
dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor
lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang
dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil
belajar yang dicapai. Disamping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada
faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan
belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis.
Arikunto, (2008). Hasil belajar merupakan segala upaya yang menyangkut
aktivitas otak (proses berfikir) terutama dalam ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Dumiyati dan Mulyono (2002) menyatakan bahwa hasil belajar
merupakan hasil dari suatu interaksi dalam pembelajaran. Dari sisi guru
pembelajaran diakhiri dengan evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar
adalah punjak dari proses pembelajaran. Sedangkan pada umumnya setelah
belajar seseorang akan memiliki kertrampilan , pengetahuan, sikap dan nilai.
Hasil belajar berhubungan dengan penguasaan kompetensi dan diartikan
sangat beragam oleh banyak ahli. Keragaman tersebut terjadi akibat dari
perbedaan sudut pandang. Menurut Bejamin S.bloom ada 3 dasar kopetensi dalam
menilai hasil belajar yaitu :
a. Ranah Kognitif
Ranah ini meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip
yang telah dipelajari, yang berkenaan dengan kemampuan berpikir,
kompetensi memperoleh pengetahuan, pengenalan, pemahaman,
konseptualisasi, penentuan dan penalaran. Tujuan pembelajaran dalam ranah
kognitif (intelektual) atau yang menurut Bloom merupakan segala aktivitas
yang menyangkut otak dibagi menjadi 6 tingkatan sesuai dengan jenjang
terendah sampai tertinggi yang dilambangkan dengan C (Cognitive) yaitu :
- C1 (Pengetahuan/Knowledge)
- C2 (Pemahaman/Comprehension)
- C3 (Penerapan/Application)
- C4 (Analisis/Analysis)
- C5 (Sintesis/Synthesis)
- C6 (Evaluasi/Evaluation)
b. Ranah Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berhubungan dengan sikap, nilai,
perasaan, emosi serta derajat penerimaan atau penolakan suatu obyek dalam
kegiatan belajar mengajar. Ranah Afektif dibagi kedalam 5 kategori yaitu :
- Receiving/Attending/Penerimaan
- Responding/Menanggapi
- Valuing/Penilaian
- Organization/Organisasi/Mengelola
- Characterization/Karakteristik
c. Ranah Pisikomotor
Ranah anah ini meliputi kompetensi melakukan pekerjaan dengan
melibatkan anggota badan serta kompetensi yang berkaitan dengan gerak fisik
(motorik) yang terdiri dari gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar,
kemampuan perseptual, ketepatan, keterampilan kompleks, serta ekspresif dan
interperatif. Kategori yang termasuk dalam ranah ini adalah:
- Meniru
- Memanipulasi
- Pengalamiahan
- Artikulasi
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah kemampuan dan perubahan perilaku siswa atau seseorang yang
relative menetap baik ranah kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), maupun
psikomotoris (keterampilan), setelah ia melakukan proses belajar. Hasil belajar
tersebut merupakan perubahan tingkah laku secara keseluruhan bukan hanya salah
satu aspek saja. Siswa yang hasil belajarnya tinggi dapat dikatakan dia berhasil
dalam kegiatan belajar, dan juga sebaliknya jika siswa yang hasil belajarnya
rendah maka kegiatan belajarnya kurang efektif.

1.3 Problem Based Learning (PBL)


1.3.1 Pengertian Problem Based Learning
Model problem based learning merupakan model pembelajaran yang
menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk
belajar. Dalam kelas yang menerapkan problem based learning, peserta didik
bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah nyata (real world) (Sudarmin,
2015). Model problem based learning mendorong siswa untuk lebih aktif berpikir,
berani mengemukakan pendapat serta dituntut untuk mampu memecahkan
masalah berdasarkan informasi dan pengetahuan yang mereka dapatkan. Problem
based learning juga melatih keterampilan siswa dalam mengaitkan konsep dasar
yang sudah ada dengan konsep baru berdasarkan pemahamannya sendiri,
sehingga siswa memiliki pemahaman yang lebih terhadap konsep yang dipelajari.
Menurut Arends, 2008 dalam Yamin (2013), suatu masalah yang dapat
diajukan dalam model problem based learning harus memenuhi lima kriteria
penting. Pertama, masalah itu mestinya autentik. Masalah harus dikaitkan dengan
pengalaman riil siswa dan bukan dengan prinsip-prinsip akademis tertentu.
Contoh : bagaimana mengatasi kebakaran di hutan gambut setiap musim kemarau,
terutama di pulau Sumatera. Ini merupakan contoh nyata. Kedua, masalah itu
mestinya tidak jelas sehingga menciptakan teka-teki. Masalah yang tidak jelas dan
tidak dapat diselesaikan dengan jawaban sederhana memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berdiskusi mencari pemecahan masalah tersebut. Ketiga,
masalah tersebut harus bermakna bagi siswa. Keempat, masalah itu harus cukup
luas sehingga memberikan kesempatan kepada guru untuk memenuhi tujuan
instruksionalnya. Kelima, masalah yang baik harus mendapatkan manfaat dan
usaha kelompok, bukan justru dihalangi.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa PBL adalah
merupakan sebuah model pembelajaran yang menyajikan berbagai permasalahan
nyata dalam kehidupan sehari-hari siswa (bersifat kontekstual) sehingga
merangsang siswa untuk belajar.

1.3.2 Tujuan Model Problem Based Learning


Proses pembelajaran di dalam kelas tentunya memiliki tujuan yang akan
dicapai sehingga dalam proses pembelajaran siswa memperoleh sesuatu dari apa
yang mereka pelajari. Yamin (2013) menyatakan bahwa tujuan model PBL adalah
untuk membantu siswa mengembangkan pengetahuan fleksibel yang dapat
diterapkan dalam situasi yang berlawanan dengan inter knowledge
Sanjaya, (2013) mengatakan tujuan dari model pembelajaran PBL adalah
kemampuan untuk berpikir kritis, analitis, sistematis, dan logis untuk menemukan
alternative pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara empiris dalam
rangka menumbuhkan sikap ilmiah.
Sedangkan Ibrahim dan Nur (dalam Rusman, 2014) mengemukakan tujuan
model PBL secara lebih rinci yaitu: (a) membantu siswa mengembangkan
kemampuan berpikir dan memecahkan masalah; (b) belajar berbagai peran orang
dewasa melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman nyata, dan (c) menjadi
para siswa yang otonom atau mandiri.
Berdasarkan penjelasan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan
tujuan PBL adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir dan
memecahkan masalah, belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan
mereka dalam pengalaman nyata, dan menjadi siswa yang otonom atau mandiri
.
1.3.3 Karakteristik Problem Based Learning
Model problem based learning memiliki ciri khusus. Ciri-ciri problem
based learning menurut Arends (2012) adalah sebagai berikut:
1. Mengajukan pertanyaan atau masalah
Problem based learning mengorganisasikan pertanyaan dan masalah yang
penting secara sosial dan secara pribadi bermakna bagi siswa. Pertanyaan
dan masalah tersebut hendaknya terkait dengan situasi kehidupan nyata,
diupayakan menghindari jawaban sederhana, dan menungkinkan adanya
berbagai macam solusi untuk pertanyaan dan masalah tersebut.
2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin
Masalah terkini hendaknya dipilih untuk dikaji pemecahannya yang dapat
ditinjau dari berbagai segi, meskipun problem based learning berpusat pada
mata pelajaran tertentu.
3. Penyelidikan autentik
Problem based learning menghendaki siswa untuk melakukan penyelidikan
autentik untuk mencari penyelesaian masalah yang nyata. Siswa hendaknya
menganalisis dan menentukan masalah, mengembangkan hipotesis dan
membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan
eksperimen (jika diperlukan) dan merumuskan kesimpulan.
4. Menghasilkan dan menyajikan produk atau hasil karya
Problem based learning menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu
dalam berbagai alternatif bentuk seperti presentasi, laporan, model fisik,
video, atau yang lain. Produk tersebut bertujuan untuk menunjukkan apa
yang telah dilakukan siswa kepada siswa yang lain.
5. Kerjasama
Problem based learning juga dicirikan oleh adanya kerjasama antar siswa
dalam bentuk berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama antar
siswa dapat memberikan motivasi untuk bekerjasama dalam tugas-tugas
yang lebih kompleks dan berdialog untuk mengembangkan keterampilan
sosial.

1.3.4 Keunggulan dan Kelemahan Model Problem Based Learning


Setiap model pembelajaran mempunyai keuunggulan dan kelemahan
dalam pelaksanaannya, begitu juga dengan model pembelajaran Problem Based
Learning, perlu diamati tingkat keberhasilan dalam pelaksanaannya. Menurut
Wina Sanjaya (2007) sebagai suatu strategi pembelajaran Problem Based
Learning memiliki beberapa keunggulan diantaranya :
a. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih
memahami isi pelajaran.
b. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan
kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
c. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajran siswa.
d. Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer
pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
e. Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang
mereka lakukan. Disamping itu, pemecahan masalah itu juga dapat
mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun
proses belajarnya.
Sedangkan kelemahan dari penerapan model Problem Based Learning
adalah sebagai berikut :
a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan maka mereka akan
merasa enggan untuk mencoba.
b. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan
cukup waktu untuk persiapan.
c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan maslaah
yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajarr apa yang mereka
ingin pelajari.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan dari model
Problem Based Learning yaitu, proses pembelajaran berpusat pada siswa,
sehingga siswa lebih didorong untuk mengembangkan pengetahuan barunya,
meningkatkan daya berpikir kritis siswa dalam menghadapi dan memecahkan
suatu masalah, siswa terbiasa untuk bekerja sama dalam kelompok, siswa
makin termotivasi untuk terus belajar, dan siswa lebih aktif dalam proses
pembelajaran
1.3.5 Sintaks Problem Based Learning
Model problem based learning memiliki langkah-langkah pokok atau
sintaks. Arends (2012) menyebutkan sintaks problem based learning pada Tabel
2.1.
Tabel 2.1. Sintaks Model Pembelajaran Problem Based Learning
Langkah-Langkah Pokok Kegiatan Guru
Tahap 1: Menjelaskan tujuan pembelajaran
Memberikan orientasi tentang
dan memotivasi siswa agar terlibat
permasalahan kepada siswa pada kegiatan pemecahan masalah
Tahap 2: Membantu peserta didik
Mengorganisasi siswa untuk meneliti
mendefinisikan dan mengorganisasi
tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah yang sudah
diorientasikan pada tahap
sebelumnya.
Tahap 3: Mendorong siswa untuk
Membimbing penyelidikan siswa mengumpulkan informasi,
secara mandiri maupun kelompok melaksanakan eksperimen untuk
mendapatkan pemecahan masalah
Tahap 4: Membantu siswa dalam
Mengembangkan dan menyajikan merencanakan, menyiapkan karya
hasil karya seperti laporan, video dan
menyampaikan hasil karya kepada
orang lain
Tahap 5: Membantu siswa melakukan
Menganalisis dan mengevaluasi refleksi dan mengadakan evaluasi
proses pemecahan masalah terhadap penyelidikan dan proses-
proses belajar yang mereka lakukan

Sintaks pembelajaran yang dikemukakan Arends sudah jelas dan terinci.


Secara umum langkah problem based learning diawali dengan pengenalan
masalah kepada peserta didik. Selanjutnya peserta didik diorganisasikan dalam
beberapa kelompok untuk melakukan diskusi penyelesaian masalah. Hasil dari
analisis kemudian dipresentasikan kepada kelompok lain. Akhir pembelajaran
guru melakukan klarifikasi mengenai hasil penyelidikan peserta didik.
1.4 Larutan Penyangga
1.4.1 Pengertian larutan penyangga
Larutan penyangga adalah larutan yang memiliki kemampuan untuk
mempertahankan perubahan pH ketika sejumlah tertentu asam/basa ditambahkan
ke dalam larutan penyangga tersebut. Jika 0,01 mol asam klorida ditambahkan ke
dalam 1 liter air murni, pH berubah dari 7,0 menjadi 2,0 (perubahan pH 5 satuan).
Sebaliknya, penambahan asam klorida tersebut ke dalam 1 liter larutan penyanga
perubahan pH nya hanya 1 satuan.

1.4.2 Jenis-jenis larutan penyangga


Larutan penyangga dapat dibentuk melalui beberapa cara, yaitu campuran
asam lemah dan basa konjugasinya serta campuran basa lemah dan asam
konjugasinya.
a. Campuran Asam Lemah dan Basa Konjugasinya (Buffer Asam)
Contoh : Campuran asam lemah CH3COOH dan basa konjugasinya, yaitu ion
CH3COO-
Persamaan reaksi:
CH3COOH(aq) + H2O(l) ↔ CH3COO-(aq) + H3O+(aq)
CH3COONa(aq) → CH3COO-(aq) + Na+(aq)
Ion CH3COO dapat berasal dari garam, di antaranya
CH3COONa,CH3COOK, atau (CH3COO)2Ba
Contoh-contoh larutan penyangga yang terbentuk dari campuran asam lemah dan
basa konjugasinya (garamnya) dapat dilihat dalam table berikut:
Tabel 2.2. Contoh Komponen Pembentuk Larutan Penyangga Dan Garam
Pembentuk Basa Konjugasi

Komponen Pembentuk Larutan Penyangga Garam Pembentuk Basa


Konjugasi
Asam Lemah Basa konjugasi
CH3COOH CH3COO- CH3COONa,
HCOOH HCOO- CH3COOK,
HF F- (CH3COO)2Ba
H3PO4 H2PO4- HCOONa, HCOOK,
NaH2PO4 HPO42- (HCOO)2Ca
Na2HPO4 PO43- NaF
NaH2PO4
Na2HPO4
Na3PO4

b. Campuran Basa Lemah dan Asam Konjugasinya (Buffer Basa)


Perhatikan persamaan reaksi berikut ini:
NH3(aq) + H2O(l)  NH4 + (aq) + Cl- (aq)
Dalam reaksi tersebut:
NH3 atau NH4OH sebagai basa lemah
NH4+ sebagai asam konjugasi dari NH3
Campuran NH3 dan asam konjugasinya, yaitu ion NH4+ membentuk
larutan penyangga. Dalam pembentukan larutan penyangga, ion NH4+ dapat
berasal dari garam, seperti NH4Cl, NH4Br, atau (NH4)2SO4. Seperti pada
campuran asam kuat dengan garamnya, campuran basa kuat dengan garamnya
tidak membentuk larutan penyangga.
Bila suatu larutan mengandung asam dan basa lemah, larutan tersebut
dapat menyerap penambahan sedikit asam/basa kuat. Penambahan asam kuat akan
dinetralkan oleh basa lemah, sedangkan penambahan basa kuat akan dinetralkan
oleh asam lemah. Larutan seperti ini disebut sebagai larutan penyangga atau
larutan buffer.
Pada umumnya, larutan penyangga merupakan pasangan asam-basa
konjugasi yang dibuat dari asam / basa lemah dan garamnya.Contohnya asam
asetat (CH3COOH) dan natrium asetat (CH3COONa). Ion asetat (CH3COO-)
merupakan basa konjugasi dari asam asetat.Untuk larutan penyangga, nilai pH
dan pOH dinyatakan sebagai:
Persamaan reaksi:
CH3COOH(aq) + H2O(l) ↔ CH3COO-(aq) + H3O+(aq)
CH3COONa(aq) → CH3COO-(aq) + Na+(aq)
Dalam larutan Buffer tersebut terdapat CH3COO-(aq) dari asam dan garam
Asetat, namun yang dominan berasal dari konsentrasi Garam karena garamnya
terionisasi sempurna.
Maka:
[𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂 − .[ 𝐻 + ]
Ka = sedangkan jumlahnya [CH3COO-] = [H+]
[𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻]

.[ 𝐻 + ].[ 𝐻 + ]
Ka= [𝐶𝐻
3 𝐶𝑂𝑂𝐻]

Maka diperoleh:
.[ 𝐻 + ]2
Ka = [𝐶𝐻
3 𝐶𝑂𝑂𝐻]

Sehingga;
𝑚𝑜𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚
[H+] = Ka. 𝑚𝑜𝑙 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 maka dapat ditentukan;
[𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚]
pH = pKa + log [𝑎𝑠𝑎𝑚]

c. Larutan Penyangga yang terdiri dari Basa lemah dengan asam konjugasinya
Persamaan reaksi:
NH4OH(aq) + H2O(l) ↔ NH4+(aq) + OH-(aq)
NH4Cl(aq) → NH4+(aq) + Cl-(aq)
Dengan penurunan rumus yang sama diperoleh:
𝑚𝑜𝑙 𝑏𝑎𝑠𝑎
[OH-] = Kb. 𝑚𝑜𝑙 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚

[𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚]
pOH = pKb + log [𝑏𝑎𝑠𝑎]

1.4.3 Sifat-sifat Larutan Penyangga


a. pH larutan tidak berubah jika ditambahkan sedikit asam atau basa
Jika ke dalam larutan penyanga ditambahkan sedikit asam, asam tersebut akan
bereaksi dengan zat yan bersifat basa. Begitu juga sebaliknya, jika ditambahkan sedikit
basa, basa tersebut akan bereaksi dengan zat yang bersifat asam.
Perhatikan larutan penyangga yang terbentuk dari campuran asam lemah
CH3COOH dan basa konjugasinya (ion CH3COO-)
1) Jika ke dalam campuran tersebut ditambahkan sedikit asam misalnya HCl,
akan terjadi reaksi berikut;
CH3COO- (aq) + HCl(aq) → CH3COOH(aq) + Cl-(aq)
Berdasarkan reaksi ini, berarti jumlah basa konjugasi (ion CH3COO-) akan
berkurang dan asam lemah CH3COOH akan bertambah. Penambahan asam ke
dalam larutan penyangga akan menurunkan konsentrasi basa konjugasi dan
meningkatkan konsentrasi asam. Perubahan ini tidak menyebabkan perubahan pH
yang besar.
2) Jika ke dalam campuran tersebut ditambahkan sedikit basa NaOH akan terjadi
reaksi berikut:
CH3COOH(aq) + NaOH(aq) → CH3COO-(aq) + Na+(aq) + H2O (l)
Berdasarkan reaksi tersebut, berarti jumlah asam lemah CH3COOH akan
berkurang dan basa konjugasi (ion CH3COO-) akan bertambah. Seperti pada
penambahan sedikit asam, perubahan ini pun tidak menyebabkan perubahan pH
yang besar.
b. pH larutan tidak berubah jika diencerkan
Derajat keasaman atau pH suatu larutan penyangga ditentukan oleh
komponen komponennya. Dalam perhitungannya, komponen-komponen tersebut
membentuk perbandingan tertentu. Jika suatu campuran tersebut diencerkan maka
harga perbandingan komponen-komponen tersebut tidak berubah sehingga pH
larutan penyangga juga praktis tidak berubah.
Berapa pun tingkat pengenceran larutan penyangga, secara teoritis tidak
akan mengubah harga pH. Akan tetapi, pada praktiknya, jika dilakukan
pengenceran terlalu besar, misalnya 1 liter larutan penyangga diencerkan dengan
1 drum air (kira-kira 200 L air), tentu pH akan berubah.
2.4.4 Prinsip Kerja Larutan Penyangga
Larutan penyangga mengandung komponen asam dan basa, sehingga
dapat mengikat ion H+ maupun ion OH-. Oleh karena itu, penambahan sedikit
asam kuat dan sedikit basa kuat tidak mengubah pH-nya secara signifikan.
1. Larutan Penyangga Asam
Contoh larutan penyangga yang mengandung CH3COOH dan CH3COO-.
Dalam larutan tersebut terdapat kesetimbangan :
CH3COOH (aq → CH3COO-(aq) + H+(aq)
Pada penambahan asam (H+) akan menggeser kesetimbangan ke
kiri, ion H+yang ditambahkan akan bereaksi dengan ion CH3COO- membentuk
molekul CH3COOH.
CH3COO-(aq) + H+(aq) → CH3COOH (aq)
Pada penambahan basa, ion OH- dari basa menggeser
kesetimbangan ke kanan. Basa yang ditambahkan bereaksi dengan CH 3COOH
membentuk CH3COO- dan air.
CH3COOH (aq) + OH-(aq) → CH3COO-(aq) + H2O (l)
2. Larutan Penyangga Basa
Contoh larutan penyangga yang mengandung NH3 dan NH4+. Dalam larutan
terdapat kesetimbangan:
NH3(aq)+ H2O (l) → NH4+(aq) + OH-(aq)
Pada penambahan asam, maka ion H+ dari asam akan mengikat ion
OH- yang menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kanan. Penambahan asam
menyebabkan berkurangnya komponen basa NH3. asam yang ditambahkan
bereaksi dengan NH3 membentuk NH4+.
NH3(aq)+ H+(aq) → NH4+(aq)
Pada penambahan basa, maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri.
Basa yang ditambakan bereaksi dengan komponen asam NH4+,
membentukkomponen basa NH3 dan air.
NH4+(aq) + OH-(aq) → NH3(aq)+ H2O (l)
1.5 Kajian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan Lili Suryani, dkk (2017) yang berjudul
“Pengaruh model Problem Based Learning terhadap aktivitas dan hasil belajar
siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan Kelas XI IPA MAN 2
Pontianak” Hasil penelitian 1) Terdapat pengaruh pembelajaran Model PBL
terhadap aktivitas siswa pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Kelas XI
IPA MAN 2 Pontianak, 2) Terdapat pengaruh pembelajaran Model PBL terhadap
hasil belajar siswa pada materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Kelas XI IPA
MAN 2 Pontianak, 3) Besarnya pengaruh model PBL terhadap aktivitas siswa
pada materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Kelas XI IPA MAN 2 Pontianak
adalah sebesar 95% dan 4) Besar pengaruh model PBL terhadap hasil belajar
siswa pada materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Kelas XI IPA MAN 2
Pontianak adalah sebesar 95%. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa model PBL sangat berpengaruh pada aktivitas dan hasil belajar siswa
Kelas XI IPA MAN 2 Pontianak.
Pada penelitian oleh Sofiani (2013) dengan judul” Pengaruh Penggunaan
Model Problem Based Learning (PBL) Pada Materi Sistem Koloid Terhadap
Hasil Belajar Siswa”, Berdasarkan hasil penelitian terlihat perbedaan hasil
belajar siswa yang menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning
(PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah dengan rata-rata 84,1 lebih tinggi
dibandingkan hasil belajar siswa tanpa menerapkan model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL) dengan rata-rata 77,45. Dari hasil uji-t menunjukkan pada
taraf nyata 0,05 harga t hitung = 5.3863 dan harga ttabel = 1,67. thitung >
ttabel berarti hipotesis penelitian dinyatakan diterima, jadi dapat disimpulkan
penerapan model Problem Based Learning dapat meningkatkan secara
signifikan hasilbelajar kimia siswa pada materi pembelajaran Sistem Koloid di
SMA Negeri 5 Padang.
Penelitian selanjutnya oleh Andriani, dkk (2019) yang berjudul “Pengaruh
Problem Based Learning Terhadap Keterampilan Metakognisi dan Hasil Belajar
Siswa”. Data keterampilan metakognisi diperoleh menggunakan angket yang
dianalisis secara deskriptif sedangkan data hasil belajar menggunakan nilai pretest
dan posttest yang dianalisis dengan uji Independent Sampel t-test pada tarap
kepercayaan 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan metakognisi
tahap perencanaan, pemantauan maupun evaluasi pada kelas eksperimen lebih
tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Hasil belajar kognitif kelas eksperimen
berbeda signifikan dengan kelas kontrol. Rata-rata N-gain pada kelas eksperimen
sebesar 0,64 sedangkan pada kelas kontrol sebesar 0,31. Jadi dapat disimpulkan
bahwa Problem Based Learning berpengaruh terhadap peningkatan keterampilan
metakognisi dan hasil belajar siswa.
Selanjutnya penelitian oleh Hidayatun Nisa (2016) dengan judul
penelitian yaitu “Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Hasil
Belajar Siswa Dan Sikap Siswa Pada Mata Pelajaran Kimia”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh dan peningkatan yang signifikan
penerapan model PBM terhadap hasil belajar kognitif dan sikap siswa masing-
masing sebesar 11,29% dan 10,24%. Peningkatan secara signifikan hasil belajar
kognitif dan sikap siswa ditunjukkan dengan harga thitung berturut-turut 2,31 dan
4,46 yang lebih besar dari ttabel 1,99. Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan metode Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) pada materi Ikatan
kimia memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajar kognitif dan sikap
siswa pada pembelajaran kimia.
1.6 Kerangka Berpikir
Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah
yang penting.
Konsep-konsep dalam ilmu kimia maupun materi kimia secara
keseluruhan merupakan konsep atau materi yang bersifat abstrak dan kompleks,
sehingga siswa dituntut memahami konsep tersebut secara benar dan mendalam.
Konsep dasar yang dimiliki siswa mempengaruhi hasil belajar siswa
tersebut. Konsep baru atau pengetahuan baru harus dikaitkan dengan konsep yang
telah diketahui siswa agar terjadi belajar yang bermakna. Jika konsep baru tidak
dikaitkan dengan konsep yang telah diketahui siswa maka akan terjadi belajar
hafalan. Mempelajari kimia lebih membutuhkan pemahaman daripada
penghafalan. Siswa tidak akan berhasil mempelajari kimia jika belajar dengan
cara menghafal. Banyak faktor yang mempengaruhi pemahaman siswa terhadap
pelajaran kimia, salah satunya adalah model pembelajaran yang digunakan oleh
guru dalam proses pembelajaran. Untuk itu, diperkenalkan suatu model
pembelajaran yaitu model pembelajaran berbasis masalah atau model
pembelajaran Problem Based learnig.
Siswa dituntut untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan
kehidupan berpikir dan mengkaitkan pengetahuan yang dimilikinya dengan
pengetahuan baru yang disampaikan oleh guru. Proses pembelajaran berbasis
masalah mengharuskan siswa ikut aktif dalam pembelajaran dan berkreativitas
dalam mempresentasikan langkah-langkah pemecahan masalah yang didapatkan.
Sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa selain itu juga dapat
menambah pemahaman siswa terhadap materinya. Adapun kerangka berpikir ini
dapat digambarkan sebagai berikut:
Aktivitas dan Hasil belajar
perlu ditingkatkan

Kelas eksperimen Kelas kontrol

Penerapan pembelajaran Penerapan Pembelajaran


Konvensional (Metode
Problem Based Learning
ceramah)

Kelebihan pembelajaran problem Kelebihan pembelajaran dengan


based learning adalah pembelajaran metode ceramah adalah guru bisa
berpusat pada siswa dan mampu mengontrol urutan dan keluasan
mengembangkan keterampilan siswa materi pembelajaran serta waktu
dalam pemecahan masalah dan pembelajaran
mendorong siswa untuk belajar
konsep baru dalam memecahkan
masalah

Pengujian Hipotesis

Terdapat pengaruh model Problem


Based Learning terhadap aktivitas dan
hsil belajar

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir


1.7 Hipotesis
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, tinjauan pustaka, dan
hasil penelitian yang relevan maka hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat
pengaruh model pembelajaran Problem Based Learnig terhadap aktivitas dan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran kimia khususnya pada materi larutan
penyangga.

Anda mungkin juga menyukai