Anda di halaman 1dari 20

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tebu (bahasa Inggris: sugar cane) adalah tanaman yang ditanam untuk
bahan baku gula dan vetsin. Untuk pembuatan gula, batang tebu yang sudah dipanen
diperas dengan mesin pemeras (mesin press) di pabrik gula. Sesudah itu, nira atau
air perasan tebu tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga menjadi gula
pasir yang kita kenal. Dari proses pembuatan tebu tersebut akan dihasilkan gula 5%,
ampas tebu 90% dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air (Hayani, 2008).
Salah satu produk hilir dari tebu adalah candy atau permen. Candy atau
permen adalah makanan yang rasanya manis terbuat dari gula yang direbus
sehingga mecapai titik didih tertentu, dibuat dengan semenarik mungkin dengan
rasa dan isi, ditutup sebagian atau seluruhnya dengan coklat, kembang gula atau
bahan lain, dibuat dengan berbagai macam bentuk dan ukuran, terbuat dari bahan
makanan yang diawetkan dengan gula atau dibungkus dengan gula yang
mengkristal, berdasarkan campuran dan cara pengolahanya dapat dihasilkan tekstur
yang padat tetapi lembut, rapuh dan garing bila dirasakan akan memiliki rasa yang
unik saat meleleh di lidah (Nikmawati, 2008). Permen pada umumnya dibagi
menjadi dua kelas, yaitu permen kristalin (krim) dan permen non kristalin
(amorphous). Permen kristalin biasanya mempunyai rasa yang khas dan apabila
dimakan terdapat rasa krim yang mencolok.
Candy memiliki berbagai jenis dan sifat tergantung dari suhu pemanasan
dan bahan yang digunakan. Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting
dalam pembuatan candy karena setiap jenis candy memiliki suhu yang berbeda beda
saat pembuatannya. Berdasarkan suhu pembuatannya candy dibagi menjadi
beberapa jenis, yaitu soft ball, firm ball, hard ball, soft crack, dan hard crack.
Perbedaan tingkan pemanasan dapat menentukan struktur gula yang
dihasilkan dan berpengaruh terhadap tekstur permen. Apabila suhu yang digunakan
tinggi maka akan menghasilkan permen keras, suhu sedang akan menghasilkan
permen yang lunak, dan suhu yang rendah akan menghasilkan permen kenyal.
Maka dari itu pada praktikum kali ini dilakukan pemanasan larutan gula dan air
dengan berbagai variasi suhu untuk mengetahui jenis candy berdasarkan struktur
gula dari suhu pemanasannya.

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah
1. Untuk mengetahui proses pembuatan permen (candy).
2. Untuk mengetahui perbedaan struktur gula yang dipanaskan pada berbagai
suhu.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Candy
Menurut SNI (Standar Nasional Indonesia), kembang gula atau permen
adalah jenis makanan selingan yang berbentuk padat dibuat dari gula atau pemanis
lainnya atau campuran gula dengan pemanis lain, dengan atau tanpa penambahan
bahan makanan lain yang lazim.
Candy atau permen adalah makanan yang rasanya manis terbuat dari gula
yang direbus sehingga mecapai titik didih tertentu, dibuat dengan semenarik
mungkin dengan rasa dan isi, ditutup sebagian atau seluruhnya dengan coklat,
kembang gula atau bahan lain, dibuat dengan berbagai macam bentuk dan ukuran,
terbuat dari bahan makanan yang diawetkan dengan gula atau dibungkus dengan
gula yang mengkristal, berdasarkan campuran dan cara pengolahanya dapat
dihasilkan tekstur yang padat tetapi lembut, rapuh dan garing bila dirasakan akan
memiliki rasa yang unik saat meleleh di lidah (Nikmawati, 2008).
Permen adalah sejenis gula-gula (confectionary) yang dibuat dengan
mencairkan gula di dalam air. Perbedaan tingkat pemanasan menentukan jenis
permen yang dihasilkan, yaitu suhu panas akan menghasilkan permen keras, suhu
menengah akan menghasilkan permen lunak, dan suhu dingin akan menghasilkan
permen yang kenyal. Permen dinikmati karena rasa yang manis. Permen keras
ditandai dengan teksturnya yang keras, rasanya lebih manis dan mengandung kalori
yang tinggi sehingga banyak dikonsumsi ketika sedang beraktivitas tinggi, seperti
bekerja, belajar, berolah raga, dalam perjalanan, dan sebagainya. Permen ini dapat
memberikan efek menyegarkan karena ditambahkan berbagai rasa dan aroma serta
dapat menghilangkan rasa haus. Permen keras dikonsumsi dengan cara menghisap-
hisap sampai pemen tersebut habis (Nuraini, 2007).
Parameter mutu yang penting dalam permen adalah tekstur yang merupakan
jumlah beberapa sifat fisik termasuk densitas, kekerasan, plastisitas atau elestisitas
dan konsistensi. Sifat-sifat tersebut bervariasi dalam jenis permen yang berbeda,
antara lain lunak (soft), tekstur empuk pada marshmallow atau “chocolate cream
centers” sampai keras seperti gelas pada permen keras (hard candy). Sifat atau
sifatsifat tertentu yang diinginkan bervariasi tergantung dari tekstur yang
diinginkan pada suatu jenis pemen. Pengukuran kuantitatif sifat-sifat fisik tidak
banyak dilakukan dan sebagian besar masih menggunakan istilah-istilah pembuatan
permen (candy maker), yaitu “short”, “tender”, “firm”, “chewy” dan lain-lain.
Tetapi apapun sifat tekstur tersebut, keseragaman dan kehalusan pada umumnya
diinginkan, sehingga permen yang “grainy” atau “gritty” pada umumnya kurang
popular (Koswara, 2009).
Menurut Koswara (2009), sifat-sifat fisik permen sangat penting, yaitu
a. Densitas
Densitas atau berat jenis dari produk-produk permen tidak bervariasi secara
nyata. Densitas apparent dapat diukur dengan cepat dan lebih peting dalam
hubungannya dengan tekstur banyak jenis permen. Variasi yang besar terjadi pada
permen yang diaerasi (aerated candy). Tekstur nougat dapat bervariasi dari “light”,
“short” seperti hampir semua fudge, sampai “dense”. “Chewy” merupakan
pendekatan bagi densitas dan kualitas karamel. Marshmallow gelatin
bervariasi dalam densitas apparennya dengan adanya perbedaan struktur gel dan
kadar air.
b. Kekerasan
Sifat ini, yang dihubungkan dengan elastisitas dan kerapuhan (brittleness),
jelas sangat penting dalam hubungannya dengan tekstur semua permen yang
mempunyai kadar air rendah. Pada jenis-jenis permen tersebut, kesulitan utama
dalam pemasaran adalah kecenderungannya untuk menjadi lengket, yang
disebabkan oleh sifatnya yang higroskopis. Sifat higroskopis ini disebabkan hasil-
hasil reaksi gula pada suhu tinggi. Sifat higroskopis ini mungkin berhubungan
dengan kekerasan atau sifat lain, bukan dengan kadar air produk awal yang kecil
yang mudah diperoleh dengan pemanasan atau pemasakan vacuum.
c. Plastisitas
Tekstur banyak jenis permen ditentukan oleh sifat ini. Parameter mutu yang
oleh para pembuat permen disebut sebagai “tenderness” (keempukan) sangat
bergantung pada sifat plastisitas. Tingkat keempukan maksimum yang dianjurkan
merupakan parameter mutu yang penting bagi pengkelasan krim, karamel, nougats,
fudge dan marshmallow. Jelly pektin dan pati digunakan dalam jumlah yang besar
untuk mempertahankan sifat ini. Kedua jenis permen tersebut dapat dibuat dengan
kelas yang lebih tinggi jika akan dilapisi coklat, tetapi keempukan
harus sedikit dikorbankan pada kelas mutu yang lebih murah yang harus cukup
tahan selama pengapalan dan penjualan dalam bentuk “bulk”. Kehilangan atau
penguapan air akan menurunkan plastisitas yang menghasilkan sifat lebih keras
pada nougar, jelly dan marshmallow. Fudge, krim dan karamel lebih mudah
menjadi berpasir dan keras karena pengeringan.
d. Viskositas
Proses “tempering” yang efisien dan pelapisan coklat, terutama
menggunakan cara “enrobing” yang kontinyu sangat tergantung pada viskositas.
Tekstur produk hasil pelapisan coklat dan permen tergantung pada plastisitas dan
pemadatan coklat, tetapi sifat viskositas juga menentukan. Spesifikasi berbagai
kelas mutu coklat diantaranya tergantung pada viskositasnya, yang diukur sedikit
di atas titik lelehnya.
e. Konsistensi
Kehalusan tekstur merupakan hal yang penting bagi tercapainya tingkat
mutu yang tinggi pada hampir semua jenis permen. Kehalusan ini ditentukan oleh
sifat fisik yaitu konsistensi. Sifat beberapa jenis permen terletak antara plastis dan
fluid. Sebagai contoh fudge krim dimana pembentukan kristal sangat kecil dan
seragam, yang terbentuk dari penggunaan fondant krim dan “soft cream centers”
yang dihasilkan karena kerja enzim invertase meningkat rasio sirup terhadap phase
kristal setelah produk-produk tersebut diberi pelapis.
f. Warna
Warna yang menarik merupakan hal yang penting karena warna merupakan
daya tarik penjualan yang langsung dan mempengaruhi respon organoleptik
terhadap flavor, yang pada akhirnya sangat menentukan penerimaan konsumen.
Pewarna yang digunakan dalam pembuatan permen dapat berupa pewarna alami
(misalnya pigmen tanaman) maupun pewarna sintetik yang lebih tahan terhadap
perlakukan dan proses pengolahan. Baik pewarna alami maupun sintetik yang
digunakan harus berupa senyawa yang tergolong “food grade”.
g. Flavor atau Citarasa
Seperti halnya warna, flavor sangat berpengaruh terhadap penilaian
organoleptik dan penerimaan konsumen terhadap produk. Pada saat sekarang
dimungkinkan untuk memberi flavor yang diinginkan pada permen, baik flavor
alami maupun sintetis. Standarisasi lebih sulit dilakukan terhadap produk secara
individual, misalnya karamel; coklat dan fudge yang flavornya tergantung dari
viariasi bahan-bahan yang digunakan dan reaksinya dengan gula. Bahan-bahan
yang digunakan dalam pembuatan permen dapat berupa flavoring alami (vanilla,
citrus oils, minyak atsiri), flavor buah-buahan (diekstrak dari buah-buahan) atau
flavor sintetik (yang merupakan campuran bermacam macam bahan kimia
aromatis).

2.2 Fungsi Bahan


2.2.1 Gula Kristal Putih (Sukrosa)
Sukrosa (gula pasir) merupakan senyawa kimia yang termasuk golongan
karbohidrat, memiliki rasa manis, berwarna putih, bersifat anhidrous, dan larut
dalam air. Sukrosa adalah komponen utama permen yang berguna selain sebagai
pemanis, juga sebagai sumber padatan. Konsentrasi sukrosa dalam formula harus
diatur secara tepat. Konsentrasi yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya
kristalisasi, dan jika terlalu rendah (Ramadhan, 2012).
Sukrosa merupakan senyawa kimia yang termasuk golongan karbohidrat,
memiliki rasa manis, berwarna putih, bersifat anhydrous, dan larut dalam air.
Sukrosa adalah oligosakarida yang sering digunakan sebagai salah satu pemanis
alami pada produk pangan terutama dalam pembuatan permen. Sukrosa berperan
selain sebagai pemanis, juga sebagai sumber padatan karena mudah mengalami
kristalisasi. Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan sukrosa sebagai bahan
utama pembuatan permen adalah kelarutannya. Bila larutan sukrosa 80% dimasak
hingga 109,6°C dan kemudian didinginkan hingga 20°C, maka 66,7% sukrosa akan
terlarut dan 13,3% terdispersi. Bagian sukrosa yang terdispersi ini akan
menyebabkan proses kristalisasi. Dengan demikian, dalam penggunaannya sukrosa
harus diatur secara tepat. Jika dipanaskan sukrosa akan membentuk cairan jernih
yang segera akan berubah warna menjadi coklat membentuk karamel (Koswara,
2009).
Fungsi gula yang ditambahkan dalam produk bukanlah sebagai pemberi rasa
manis saja meskipun begitu gula sangat dibutuhkan atau bertindak penting bagi
suatu produk. Jadi dapat disimpulkan bahwa gula bersifat menyempurnakan rasa
asam dan cita rasa lainnya pada sebuah produk. Daya larut yang tinggi dari gula
dan kemampuan mengurangi keseimbangan kelembaban relatif serta mengikat air
adalah sifat-sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam pengawetan pangan
(Buckle, dkk., 2009).
2.2.2 Air
Fungsi utama air adalah melarutkan gula, sehingga yang terpenting
dipastikan gula larut secara sempurna. Oleh karena itu banyak yang menggunakan
gula yang telah dihaluskan guna mempercepat kelarutan gula. Bahan lain yang
biasa digunakan adalah emulsifier. Air yang dipergunakan harus memenuhi syarat
sebagai air minum. Nilai pH air juga harus diperhatikan. Jika pH asam dapat
menyebabkan inversi sukrosa dan warna gelap, sedangkan jika pH alkali (basa)
dapat menyebabkan berkerak. (Anni, 2008).
Penggunaan air dalam jumlah/ yang tepat juga mempengaruhi efisiensi
proses pemasakan dan penggunaan energi. Proses pemasakan sendiri bisa dilakukan
dalam kondisi tekanan atmosfer atau dengan aplikasi tekanan vakum, sehingga
proses pemasakan bisa dilakukan dengan suhu lebih rendah dan waktu lebih
singkat. Hal ini baik untuk mengontrol proses inversi yang tidak diinginkan.
Intinya, kondisi yang ideal adalah penggunaan sesedikit mungkin air, serta
pemasakan yang cepat pada suhu serendah mungkin. Air sering diabaikan sebagai
bahan (Buckle dkk, 1987).
2.2.3 Pewarna
Pewarna makanan merupakan salah satu jenis BTP yang dapat memperbaiki
penampakan makanan. Penambahan BTP mempunyai beberapa tujuan, di
antaranya adalah memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan dan
menstabilkan warna, serta menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan
penyimpanan (Cahanar dan Suhanda, 2006). Jenis pewarna yang digunakan dalam
pembuatan hard candy adalah pewarna alami dan sintetis atau dapat juga berupa
agen pengikat dari kelompok alginat, seperti selulosa, gum sayur dan sejenisnya.
Pewarna alami seperti carmin, annato, beta-caroten, turmeric, gula bit, ekstrak kulit
anggur, caramel dan campuran diantaranya dapat digunakan sebagai pewarna.
Penggunaan konsentrasi khusus untuk agen warna sintetik berkisar dari 0,01 –
0,03% dan level 0,1 – 1% untuk warna alami.

2.3 Jenis dan Sifat Permen


Permen terbuat dari bahan utama berupa gula dan air dan bahan pembantu
antara lain pewarna, bahan cita rasa dan bahan tambahan lainnya. Permen dapat
dibagi menjadi dua kelas atau golongan yaitu permen yang berkristal atau non
kristal atau bening. Tabel 2.1 menunjukkan jenis-jenis permen yang utama dan
Tabel 2.2 memperlihatkan tahaptahap perubahan bentuk gula (sukrosa) selama
pemasakan.
Tabel 2.1 Jenis - Jenis Permen yang Utama
Sifat Tekstur Contoh
Permen berkristal :
- Kristal besar Rock candy
- Kristal kecil Fondant, fudge
Permen non kristal :
(amorphous, bening)
- Hard condies
sour ball, butterscotch
- Brittles
peanut brittles
- Chewy
candies caramel, taffy
- Gummy candies marshmallow, jellies, gum drops
(Koswara, 2009)
Tabel 2.2 Tahap-tahap perubahan bentuk gula (sukrosa) selama pemasakan.
Tahap Suhu (oC) Produk
Thread 110 – 113 Syrup
Soft ball 113 – 116 Fondant, Fudge
Firm ball 119 – 121 Caramels
Hard ball 121 – 129 Divinity, Marshmallows,
Soft crack 132 – 143 Butterscotch, Taffy
Hard crack 149 – 154 Brittles, Glace
(Koswara, 2009)
Jenis candy berdasarkan bahan dasar dan teksturnya dibedakan menjadi
empat, yaitu soft candy, hard candy, kristalin candy dan candy amorf.
1. Soft Candy
Soft candy adalah jenis permen yang memiliki bentuk padat dengan tekstur
lunak atau dapat menjadi lunak jika dikunyah. Soft candy sebagai campuran
kristal-kristal sukrosa, sirup glukosa, air dan penambahan bahan pembentuk
gel (gelling agent) yang dapat membentuk gel lunak dan meleleh pada saat
dikunyah di mulut, serta terdapat bahan tambahan seperti flavour dan zat
pewarna.
2. Hard Candy
Hard Candy adalah jenis permen yang mempunyai tekstur keras dan tampak
bening serta mengkilap (glossy). Contoh hard candy adalah lolipop dan rock
candy (Ramadhan, 2012).
3. Kristalin Candy
Pada candy kristalin, sukrosa merupakan bahan baku utama dalam
pembuatan semua jenis permen berkristal. Permen kristalin biasanya
mempunyai rasa yang khas dan apabila dimakan terdapat rasa krim yang
mencolok (Faridah, 2008).
4. Candy Amorf
Candy amorf merupakan permen tanpa pola kristal. Permen ini meliputi
beberapa tipe seperti Chewy amorphous candies (karamel dan Taffies),
Candy amorf keras (Brittle) dan Gummy amorphous (Marshmallows dan
gumdrops) (Winarno, 2007).

2.4 SNI Kembang Gula


2.4.1 SNI Kembang Gula Lunak
Syarat mutu kembang gula lunak sesuai dengan tabel 2.3 di bawah ini
Tabel 2.3 Syarat Mutu Kembang Gula Lunak
Persyaratan
No. Kriteria Uji Satuan
Bukan Jelly Jelly
1 Keadaan - Normal Normal
1.1 Bau - Normal Normal
1.2 Rasa - (sesuai label) (sesuai label)
% fraksi
2 Kadar air Maks. 7,5 Maks. 20,0
massa
% fraksi
3 Kadar abu Maks. 2,0 Maks. 3,0
massa
Gula reduksi
% fraksi
4 (dihitung sebagai gula Maks. 20,0 Maks. 25,0
massa
inversi)
% fraksi
5 Sakarosa Min. 35,0 Min 27,0
massa
6 Cemaran logam
6.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks.2,0 Maks. 2,0
6.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks.2,0 Maks. 2,0
6.3 Timah (Sn) mg/kg Maks.40,0 Maks. 40,0
6.4 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03 Maks. 0,03
7 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0 Maks. 1,0
8 Cemaran mikroba
8.1 Angka lempeng total koloni/g Maks. 5 x 102 Maks. 5 x 104
8.2 Bakteri coliform APM/g Maks.20 Maks.20
8.3 E.coli APM/g <3 <3
8.4 Staphylococcus koloni/g Maks. 1x102 Maks.1x102
aureus
8.5 Salmonella - Negatif/ 25 g Negatif/ 25 g
8.6 Kapang/khamir koloni/g Maks. 1x102 Maks.1x102
Sumber : SNI 3547.2-2008
2.4.2 SNI Kembang Gula Keras
Syarat mutu kembang gula keras sesuai dengan tabel 2.4 di bawah ini
Tabel 2.4 Syarat Mutu Kembang Gula Keras
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan - Normal
1.1 Bau - Normal
1.2 Rasa - (sesuai label)
2 Kadar air % fraksi massa Maks. 3,5
3 Kadar abu % fraksi massa Maks. 2,0
4 Gula reduksi % fraksi massa Maks. 24
5 Sakarosa % fraksi massa Min. 35
6 Cemaran logam
6.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0
6.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 2,0
6.3 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40
6.4 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03
7 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0
8 Cemaran mikroba
8.1 Angka lempeng total koloni/g Maks. 5 x 102
8.2 Bakteri coliform APM/g Maks.20
8.3 E.coli APM/g <3
8.4 Staphylococcus aureus koloni/g Maks. 1x102
8.5 Salmonella - Negatif/25 g
8.6 Kapang/khamir koloni/g Maks. 1x102
Sumber : SNI 01-3547-2008
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang dibutuhkan dalam praktikum adalah :
1. Pemanas/kompor
2. Panci
3. Pengaduk
4. Thermometer
5. Kamera
6. Sendok

3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah :
1. Gula kristal putih
2. Air
3. Pewarna

3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan

Gula Kristal Putih + air

+ 2 tetes
Pemanasan pewarna
makanan

Pengambilan 1 sendok sampel pada suhu


102,110,115,120,125,135 dan 140 °C

Pencelupan dalam air, 5 dtk

Pengamatan

Gambar 1. Skema Pembuatan Candy dengan Berbagai Suhu


Bahan yang digunakan untuk membuat candy, yaitu gula kristal putih, air,
dan pewarna makanan. Gula kristal putih yang digunakan sebanyak 200 gram dan
air yang yang digunakan sebanyak 200 ml. Gula Kristal putih berfungsi sebagai
bahan dasar pembuatan candy dan memberikan rasa manis dan air digunakan untuk
melarutkan kristal gula. Selanjutnya gula Kristal putih dan air dipanaskan hingga
larut. Sebelum larutan mendidih ditambahkan 2 tetes pewarna makanan agar
tampilan candy lebih menarik. Lalu larutan dipanaskan hingga suhu pada suhu
102,110,115,120,125,135 dan 140 °C dan diambil sampel sebanyak 1 sendok dari
masing-masing suhu. Perbedaan suhu pengambilan sampel bertujuan untuk
mengetahui bentuk candy yang dihasilkan pada suhu tersebut. Sampel yang telah
diambil dengan sendok langsung dicelupkan kedalam air selama 5 detik.
Pencelupan dilakukan untuk tempering atau pengkondisian suhu setelah
pemanasan. Terakhir dilakukan pengamatan bentuk candy dari masing masing
perlakuan suhu dan penentusn jenis struktur gula.
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan


Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Struktur Gula yang Dipanasakan dengan berbagai Suhu
Suhu
(°C) Bentuk Produk Deskripsi Gambar

102 Cair - Cair seperti larutan gula

Dalam sendok, dapat


Sedikit
110 - ditarik namun tidak
mengental
membentuk serat
Dalam sendok, apabila
ditarik sirup akan
Permen
115 Thread membentuk serat yang
Buah
takkan putus dan jatuh
ke bawah

Saat dibulatkan, apabila


ditekan akan berubah
Fudge dan
120 Soft Ball bentuk dengan mudah
Fondant
dan dapat dibulatkan
kembali

Saat dibulatkan, apabila


ditekan akan berubah
Permen bentuk namun sedikit
125 Firm Ball
Karamel keras dan tidak dapat
dikembalikan ke bentuk
bulat kembali
Nougat Apabila ditarik terdapat
135 Soft Crack
dan Taffy serat yang tidak putus

Lolipop,
Hard Candy Apabila ditarik mudah
140
Crack Cane dan patah
Brittles

4.2 Hasil Perhitungan


Tidak dilakukan perhitungan pada praktikum kali ini.
BAB 5. PEMBAHASAN

Pembuatan candy pada praktikum ini dilakukan untuk mengetahui


perubahan struktur gula dengan memberi tujuh perlakuan suhu yang berbeda.
Perlakuan suhu yang diberikan, yaitu 102, 110, 115, 120, 125,135 dan 140°C.
Prinsip pembuatan candy adalah dengan melakukan pemanasan untuk menguapkan
kelebihan air yang ditambahkan. Candy pada praktikum ini dibuat dari gula kristal
putih (sukrosa), air, dan pewarna. Menurut Nikmawati (2008), campuran air dan
gula pada suhu tertentu menghasilkan produk berbeda serta bentuk yang berbeda.
Berdasarkan hasil pengamatan, pada pemanasan suhu 102°C candy yang
didapat berbentuk cair seperti larutan gula, sedangkan pada suhu 110°C teksturnya
sedikit mengental. Pada suhu 110°C larutan gula yang sudah agak mengental dapat
ditarik namun tidak membentuk serat. Candy pada suhu 102 dan 110°C masih
belum terbentuk dikarenakan air yang menguap masih sedikit. Menurut Koswara
(2009), pada suhu 110°C merupakan suhu minimal candy mengalami tahap thread
yang memiliki salah satu ciri membentuk guratan-guratan gula ketika diaduk dalam
air.
Pemanasan pada suhu 115, 120, 125, 135 dan 140 °C larutan air dan gula
sudah berubah menjadi beberapa bentuk candy, yaitu pada suhu 115 oC berbentuk
thread, suhu 120 oC soft ball, suhu 125 oC firm ball, suhu 135 oC soft crack, dan
suhu 140 oC hard crack. Candy pada suhu 115 oC ketika ditarik sirup akan
membentuk serat yang takkan terputus dan jatuh ke bawah, sedangkan pada suhu
120 oC candy sudah dapat dibulatkan dan jika ditekan akan berubah bentuk dengan
mudah dan dapat dinulatkan kembali. Bentuk candy suhu 115 dan 120 oC pada
praktikum kali ini kurang sesuai dengan literature, karena pada suhu 115 oC
berbentuk thread dan pada suhu 120 oC berbentuk soft ball. Menurut Koswara
(2009), thread terbentuk pada suhu 110 – 113 oC dan soft ball terbentuk pada suhu
113 – 116 oC. Kimmerle (2003) menyatakan, pada suhu 113 – 116 oC sirup gula
akan mengendap dalam air dingin akan membentuk bolabola lembut dan fleksibel.
Jika ditekan bola-bola tersebut dengan menggunakan tangan maka akan rata seperti
panekuk setelah beberapa saat ditangan. Contohnya adalah fudge, praline, dan
fondant. Sealanjutnya, pada suhu 125 oC berbentuk firm ball dengan ciri dapat
dibulatkan, ketika ditekan aka berbubah bentuk namun sedikit keras, dan tidak
dapat dikembalikan kebentuk bulat, pada suhu 135 oC berbentuk soft crak dan bila
ditarik terdapat serat yang tidak putus, dan pada suhu 140 oC berbentuk hard crack
dan bila ditarik mudah patah. Bentuk candy tersebut memiliki produk masing
masing, produk yang cocok dengan bentuk firm ball yaitu permen caramel, produk
yang sesuai dengan bentuk soft crack yaitu nougat dan taffy, dan produk yang
cocok dengan bentuk hard crak yaitu lollipop, candy cane, dan brittles.
Terdapat penyimpangan pada praktikum kali ini, yaitu bentuk dari candy
yang didapat tidak sesuai dengan bentuk candy dari literature berdasarkan
perlakuan suhu yang telah diberikan. Penyimpangan terjadi pada suhu 125 oC dan
145 oC. Pada suhu 125 oC berbentuk firm ball, seharusnya firm ball terbentuk pada
suhu 118-120°C dan pada suhu 140 oC berbentuk hard crack, seharusnya hard
crack terbentuk pada suhu 146-154°C. Menurut Kimmerle (2003), pada suhu 146-
154°C hampir tidak ada air yang tersisa di sirup. Hasil gambar pengamatan pada
praktikum ini juga tidak sesuai dengan keterangan deskripsi, karena terjadi
penyimpangan tersebut. Penyimpangan selama praktikum dapat terjadi karena
kurang teliti saat mengamati suhu, salah dalam proses pendinginan candy, dan
kesalahan pendeskripsisan karena kurang peka terhadap ciri-ciri dan bentuk candy.
BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat berdasarkan praktikum kali ini, yaitu
1. Salah satu proses pembuatan candy yaitu dengan mencampurkan gula
kristal putih (sukrosa), air, dan pewarna lalu dipanaskan hingga suhu
tertentu sesuai dengan jenis candy yang ingin dibuat. Pada praktikum ini
digunakan beberapa variasi suhu, yaitu 102, 110, 115, 120, 125,135 dan
140°C untuk mendapatkan beberapa jenis candy berdasarkan perubahan
bentuk gula.
2. Karakteristik perubahan struktur sirup gula pada suhu 102 oC masih cair,
mulai sedikit mengental pada suhu 110 oC, pada suhu 115 oC sudah
termasuk thread, suhu 120 oC soft ball, suhu 125 oC firm ball, suhu 135 oC
soft crack, dan suhu 140 oC hard crack.

6.2 Saran
Saran untuk praktikum kali ini, yaitu praktikan lebih hati hati dalam
melakukan praktikum dan pengamatan sehingga hasil praktikum dan data yang
didapat tidak terjadi kesalahan. Selain itu, pada peangamatan sebaiknya semua
praktikan mengikuti proses pengamatan sehingga seluruh praktikan tahu hasil dan
bentuk dan candy yang dipraktikumkan.
DAFTAR PUSTAKA

Anni. 2008. Patiseri. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.

Buckle, K. A. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wotton. 2009. Ilmu Pangan.
Jakarta : UI-Press.

Cahanar, P. & Suhanda, I., 2006. Makan Sehat Hidup Sehat. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas.

Faridah, A.2008. Patiseri Jilid 3. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Hayani. 2008. Proses Pembuatan Gula. Jakarta : Media Globab Edukasi.

Kimmerle,B. 2003. Candy : The Sweet History. Oregon : Collectors Press.

Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pembuatan Permen. Bandung : Universitas


Pendidikan Indonesia.

Nikmawati, Ellis Endang. 2008. Modul Patiseri IV (Candy). Bandung : Universitas


Pendidikan Indonesia.

Nuraini, H. 2007. Memilih & Membuat Jajanan Anak yang Sehat & Halal. Jakarta
: Qultum Media.

Ramadhan. 2012. Pembuatan Permen Hard Candy Yang Mengandung Propolis


Sebagai Permen Kesehatan Gigi. Depok: Fakultas Teknik Universitas
Indonesia.

SNI. 2008. Kembang Gula Bagian 1 Keras. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional
Indonesia.

SNI. 2008. Kembang Gula Bagian 2 Lunak. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional
Indonesia.

Winarno, F.G. 2007. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai