Anda di halaman 1dari 15

I Judul : Perbandingan Kadar Ni dan Fe Hasil Eksplorasi Dan Realisasi

Penambangan Studi Kasus Pt. Sinar Jaya Sultra Utama

II Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki potensi sumber daya
mineral yang cukup banyak, dengan perkembangan dinamika pembangunan dan
pertumbuhan penduduk membuat semakin meningkat pula kebutuhan akan sumber
daya mineral tersebut. Hal ini membuat sektor pertambangan menjadi sebagai salah
satu sector utama dalam pengolahan sumber daya alam tersebut.
Bijih nikel merupakan salah satu barang tambang penting di dunia. Manfaatnya
yang begitu besar bagi kehidupan sehari-hari, seperti pembuatan logam anti karat,
campuran dalam pembuatan stainless steel, baterai nickel-metal hybride, dan berbagai
jenis barang lainnya. Keserbagunaan ini pula yang menjadikan nikel sangat berharga
dan memiliki nilai jual tinggi di pasaran dunia. Setidaknya sejak 1950 permintaan
akan nikel rata-rata mengalami kenaikan 4% tiap tahun, dan diperkirakan sepuluh
tahun mendatang terus mengalami peningkatan (Waheed, 2002).
Seiring dengan meningkatnya permintaan pasar global akan kebutuhan logam
nikel, maka saat ini banyak perusaahan yang tersebar diseluruh dunia terutama di
Indonesia melakukan kegiatan eksplorasi pemboran yang tujuannya mendapatkan
nilai kadar suatu bahan galian. Namun pada saat kegiatan penambangan banyak
terjadi permasalahan yang salah satunya adalah ketidaksamaan antara nilai kadar
nikel dari hasil database pengeboran eksplorasi dengan nilai kadar nikel pada saat
mengeksploitasinya yaitu yang berada di Front Penambangan di setiap Pit.
(Musnajam, 2012)
Penambangan adalah penggalian, pengolahan, pemanfaatan dan penjualan
bahan galian. Salah satu masalah dalam operasi penambangan nikel laterit adalah
adanya perubahan kadar nikel (Ni) dan kadar besi (Fe) dari data blockmodel dengan
realisasi penambangan.

1
Hal tersebutlah yang melatar belakangi penulis mengangkat judul “Perbandingan
Kadar Ni Dan Fe Hasil Eksplorasi Dan Realisasi Penambangan Studi Kasus PT. Sinar
Jaya Sultra Utama”

III Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai
berikut :
1. Berapa besar perubahan kadar bijih nikel saprolit dari hasil kegiatan
eksplorasi sampai dengan kegiatan penambangan
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan kadar nikel saprolit
tersebut.

IV Batasan Masalah
Penelitian ini hanya dibatasi pada perubahan kadar nikel saprolit dari hasil
kegiatan eksplorasi sampai kegiatan penambangan serta factor-faktor yang
mempengaruhi perubahan kadar tersebut.

V Tujuan Penelitian
Adapun penelitian ini di lakukan dengan tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui berapa besar perubahan kadar bijih nikel saprolit dari
data blokmodel pit A3 dengan hasil penambangan
2. Untuk mengetahui kemungkinan yang menjadi faktor-faktor penyebab
terjadinya perubahan kadar bijih nikel saprolit.

VI Hipotesis
A. Hipotesis nol (H0) dari penelitian ini adalah : Tidak ada perubahan kadar
dan kemungkinan factor-faktor penyebab terjadinya perubahan kadar bijih
nikel saprolit dari data blokmodel pit A3 dengan hasil penambangan.

2
B. Hipotesis alternative (H1) dari penelitian ini adalah : Ada perubahan kadar
dan kemungkinan factor-faktor penyebab terjadinya perubahan kadar bijih
nikel saprolit dari data blokmodel pit A3 dengan hasil penambangan.

VII Dasar Teori


7.1 Nikel Laterit
Nikel laterit merupakan suatu endapan yang merupakan hasil pelapukan
lanjutan dari ultramafik pembawa Ni-Silika. Umumnya terdapat pada daerah dengan
iklim tropis sampai subtropis. Pengaruh iklim tropis di indonesia mengakibatkan
proses pelapukan secara intensif, sehingga beberapa daerah di Indonesia memiliki
profil laterit (produk pelapukan) yang tebal dan menjadikan indonesia sebagai salah
satu negara penghasil nikel laterit yang utama. Batuan induk nikel laterit adalah
peridotit.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentuk bijih nikel laterit ini adalah:


1. Batuan Asal
2. Iklim
3. Reagen-reagen kimia dan vegetasi
4. Struktur
5. Topografi
6. Waktu
7.2 Genesa Endapan Bijih Nikel Laterit
Proses terbentuknya endapan bijih nikel sekunder atau laterit dimulai
dengan proses pelapukan pada batuan peridotit, dimana batuan ini banyak
mengandung olivin, magnesium silikat, dan besi silikat yang pada umumnya
mengandung 0,3 % nikel. Batuan peridotit sangat mudah terpengaruh oleh proses
pelapukan dimana air tanah yang kaya CO2 yang berasal dari udara luar dan tumbuh-
tumbuhan akan menghancurkan olivin. Proses laterisasi menyebabkan terbentuknya
endapan laterit yaitu endapan residu dari hasil pelapukan batuan yang terjadi di

3
daerah yang mempunyai iklim tropis hingga sub tropis dengan curah hujan yang
relatif tinggi.
Penguraian olivin, magnesium, besi, nikel, dan silikat kedalam larutan,
cenderung untuk membentuk suspensi koloid dari partikel-partikel yang
submikroskopik. Didalam larutan, besi akan bersenyawa dengan oksida dan
mengendap sebagai feri hidroksida. Akhirnya endapan ini akan menghilangkan air
dengan membentuk mineral-mineral seperti Geotit (FeO(OH)), Hematit (Fe2O3), dan
cobalt (Co) dalam jumlah kecil. Jadi besi oksida mengendap dekat dengan permukaan
tanah, sedangkan magnesium, nikel dan silika tertinggal dalam larutan selama air
masih asam. Tetapi jika dinetralisasi karena adanya reaksi dengan batuan dan tanah,
maka zat-zat tersebut akan cenderung mengendap sebagai hydrosilikat.
Mineralisasi terjadi melalui rekahan pada strata ini, sebagai akibat pencucian
dan penggumpalan pada lapisan saprolit yang disebut pengkayaan maka tertahan pada
batuan induk (batuan dasar). Nikel mempunyai sifat kurang kelarutannya
dibandingkan dengan magnesium. Perbandingan antara nikel dan magnesium didalam
endapan lebih besar dari pada larutan, karena adanya larutan silikat magnesium yang
terbawa oleh air tanah. Kadang-kadang olivin didalam batuan diubah menjadi
serpentin sebelum tersingkap dipermukaan, dimana serpentin terurai kedalam
komponen-komponen bersama-sama dengan terurainya olivin. Batuan-batuan yang
mengandung banyak mineral olivin akan lebih mudah lapuk dibandingkan dengan
batuan yang banyak mengandung kuarsa. Hal ini berhubungan dengan sifat
ketahanannya terhadap pelapukan.

4
Peridotit Serpentinit

Proses Pelapukan Dan


Laterisasi

Serpentinit Peridotit Lapuk

Bahan-bahan terbawa Bahan-bahan tertinggal


bersama larutan Fe, Al, Cr, Mn, Co

Konsentrasi residu
Terlarut sebagai Terbawa sebagai
Larutan Ca-Mg partikel koloidal
Karbonat Fe-Oksida
Al-Hidroksida
Ni-Co
Konsentrasi celah

dari senyawa- Konsentrasi Konsentrasi


residu Celah
ZONE ATAS (I)
senyawa karbonat

Urat-urat Fe, Ni, Co Ni, SiO2, Mg

Saprolite

Fe-Oksida c SOFT BROWN ORE– URAT-URAT GARNIERIT


Al-Hidroksida d HARD BROWN ORE– URAT-URAT KRISOPRAS
Ni-Co
ZONE TENGAH (II)

SEBAGAI “ROOT OF WATHERING”


ZONE BAWAH (III)
Tabel 7.1 Genesa Endapan Bijih Nikel Laterit

Adanya erosi air tanah asam dan erosi dipermukaan bumi akan menyerang
mineral-mineral yang telah diendapkan. Zat-zat tersebut dibawa ketempat yang lebih

5
dalam, selanjutnya diendapkan sehingga terjadi pengkayaan pada bijih nikel.
Kandungan nikel pada saat terendapkan akan semakin bertambah banyak, dan selama
itu magnesium tersebar pada aliran tanah. Dalam hal ini proses pengkayaan bersifat
kumulaif, dimana proses dimulai dari suatu batuan yang mengandung 0,25 % nikel,
sehingga akan dihasilkan 1,50 % bijih nikel. Keadaan ini merupakan kadar nikel yang
sudah dapat ditambang, dimana waktu yang diperlukan untuk proses pengkayaan
tersebut mungkin dalam beberapa jenis pelapukan yang melarutkan unsur-unsur
logam dari batuan induk akan menghasilkan bijih nikel limonit, bijih nikel silikat
kebanyakan terjadi pada daerah beriklim tropis. Dimana pada daerah tersebut banyak
turun hujan dan banyak tumbuh-tumbuhan yang teruraikan sehingga menimbulkan
asam organik dan CO2 pada air tanah.
7.2.1 Penyebaran Endapan Bijih Nikel
Batuan Peridotit yang mengalami serpentinisasi akan memberikan zona
saprolit dengan inti batuan biasanya agak keras tetapi rapuh. Hal ini diakibatkan
adanya hujan dan panas sehingga terjadi pelapukan dan rekahan-rekahan yang
memudahkan air masuk melalui celah-celah (rongga-rongga) batuan oleh suatu
mineral kuarsa, garnierit, sedangkan serpentinit akan menghasilkan zona saprolit
yang relatif homogen dengan kuarsa dan garnierit. Air permukaan yang mengandung
CO2 dari atmosfir dan terkayakan kembali oleh material organik di permukaan dan
meresap kebawah sampai zona pelindihan dimana fluktuasi air berlangsung. Sebagai
akibat fluktuasi ini air yang kaya CO2 akan kontak dengan zona saprolit dan batuan
yang mengandung batuan asal dan mineral-mineral tidak stabil seperti olivin,
serpentin dan piroksin. Pada zona saprolit dijumpai rekahan-rekahan antara lain
garnierit, kuarsa dan chrysopras sebagai hasil pengendapan Hydrosilikat dari Mg, Si,
dan Ni. Unsur-unsur mineral lainnya yang tertinggal adalah besi, aluminium, mangan,
cobal, krom serta nikel di zone limonit yang terikat sebagai mineral oksida atau
hidroksida seperti hematit, magnesium dan mineral lainnya. Hasil analisa kimia
menunjukkan bahwa zona tengah yang paling banyak mengandung nikel, sedangkan
unsur Ca, Mg dan C akan terus mengalir kebawah, pada tempat yang tidak dapat

6
mengalir lagi dan terendapkan sebagai urat-urat dolomit dan magnesit yang mengisi
rekahan pada batuan asal.
Sebagai gambaran umum penampang endapan bijih nikel di Pagimana adalah
sebagai berikut:
1. Lapisan Overburden
Lapisan ini merupakan lapisan paling atas, terdiri dari tanah laterit yang berwarna
coklat kemerahan. Biasanya terdapat sisa tumbuh-tumbuhan serta konkresi oksida
besi, dan kandungan nikelnya relatif rendah. Tebal lapisan ini bervariasi
umumnya berkisar antara 0 sampai 2 meter.
2. Lapisan Limonit
Lapisan berwarna coklat muda dengan kandungan nikelnya lebih tinggi dari
lapisan pertama yaitu  1 sampai 2 %. Lapisan ini kadang-kadang dapat dianggap
sebagai lapisan bijih yang ekonomis. Dikategorikan dalam “low grade ore ” atas
yang tebalnya bervariasi antara 2 sampai 5 meter.
3. Lapisan Saprolit
Lapisan yang sama sekali merupakan batuan yang telah lapuk, berwarna coklat
kekuningan sampai kehijauan. Kadar nikel lapisan ini relatif paling tinggi dari
keseluruhan lapisan dengan kadar Ni berkisar 2-3 % yang merupakan lapisan bijih
yang mengandung urat-urat Garnierit dan Krisopras.
4. Lapisan Bed Rock
Lapisan ini terdiri dari dua yaitu :
a. Lapisan yang terdiri dari batuan yang kurang lapuk, berwarna hijau terang
sampai tua. Pada lapisan ini kadar nikelnya sudah mulai turun. Sering didapat
sebagai bongkahan yang dilapisi urat garnierit. Lapisan ini dikategorikan
sebagai low grade ore bawah yang kadang-kadang cukup ekonomis untuk
ditambang.
b. Lapisan ini berupa batuan yang sedikit lapuk dan berwarna hitam kehijauan.
Pelapukan baru berjalan pada bidang rekahan yang sering terdapat urat
Dolomit dan Magnesit.

7
7.2.2 Pembentukan Zona Limonit Dan Saprolit
Proses pelapukan laterit pada batuan ultrabasa dari suatu laterit fosil,
mempunyai arti sebagai suatu proses pelapukan laterit yang berlangsung tidak
dimulai dari batuan segar yang kemudian menghasilkan profil laterit baru, tetapi
bertolak dari suatu profil laterit yang sudah terbentuk, dimana saprolit silikat yang
selalu berada dibawah permukaan air tanah sudah ada dan terletak dibawah zona
limonit. Fluktuasi muka air tanah yang berlangsung secara kontinue akan melarutkan
unsur-unsur magnesium dan silisium yang terdapat pada bongkah-bongkah batuan
asal di zona saprolit, sehingga memungkinkan penetrasi air tanah yang lebih dalam.
Sehingga sedikit demi sedikit zona saprolit akan berubah porositasnya dan akhirnya
menjadi zona limonit.

Dengan penambahan porositas, maka air tanah akan lebih leluasa bergerak
sehingga permukaan air tanah akan turun, menyebabkan air permukaan laterit juga
akan turun akibat proses kompaksi dan erosi pada permukaan. Penurunan muka air
tanah ini akan berbeda-beda dan sangat tergantung dari struktur batuan asal,
morfologi yang mempengaruhi, intensitas curah hujan, iklim dan waktu.
Pembentuk zona laterit akibat berlanjut proses laterisasi ini akan berlangsung
dengan berbedanya penurunan permukaan air tanah, walaupun sifat batuan asalnya
serupa. Pada penurunan muka air tanah yang dalam, zona limonit akan terbentuk
lebih tebal, sementara itu ketebalan zona saprolit tidak berubah.
Demikian pula pada penurunan permukaan air tanah yang sama akan
memberikan profil laterit yang berbeda jika struktur batuan asalnya berbeda. Dalam
hal ini struktur batuan asal (masif atau bercelah) sangat berperan dalam pembentukan
zona saprolit.
Di daerah cekungan aktif ini intensitas air tanah membesar akibat arah aliran
yang konvergen dan akan memberikan proses pelindian yang lebih intensif dari
proses pengendapan kembali, sehingga memungkinkan pembentukan zona limonit
yang tebal karna zona ini didominasi oleh mineral geotit, disamping juga terdapat
magnetit, hematite, talk, serta kuarsa sekunder.

8
7.3 Penentuan Kadar
Setelah pekerjaan preparasi selesai conto kemudian dikirim ke laboratorium
untuk dianalisa. Kadar bijih nikel akan diketahui setelah diadakan analisis kadar di
laboratorium dengan menggunakan analisa sinar X dan analisa kimia.

7.3.1 Analisa Sinar X (X-Ray)

Analisa sinar X adalah suatu cara yang dilakukan untuk mendeteksi unsur-
unsur yang dikandung oleh conto tersebut dengan suatu alat pendeteksi yaitu Sinar X
berupa sinar elektromagnetik yang mempunyai daerah panjang gelombang antara 0,1
– 100 Ao, dimana 1 Ao = 10-8 cm = 0,1 mm.

7.3.2 Analisa Kimia


Analisa kimia adalah analisa yang dilakukan dengan cara analisa
volumetric atau gravimetric dimana contoh dilarutkan dengan aquaregia (3HCL
Pekat + 1HNO3 Pekat) dan filtratnya dititrasi dengan larutan KCN dalam kondisi basa
(Ph-nya ± 8) dengan indikator AGJ. Prinsip dasar cara volumetric adalah ion-ion Ni+2
diendapkan dalam larutan Dymethil Glioxime dalam suasana basa lemah membentuk
endapan nikel Dymethil Glioxime yang berwarna merah, kemudian dilarutkan
kembali dan dititrasi dengan larutan standar EDTA lalu dipijarkan.
Hasil dari analisa kimia ini hanya digunakan sebagai pembanding hasil
analisasinar X jika terjadi perbedaan yang cukup signifikan sehingga kesalahan
kesalahan penentuan kadar dapat diatasi. Penentuan kadar cadangan suatu daerah
yaitu dari hasil pemboran pada kegiatan eksplorasi yang dianalisa di laboratorium
kimia. Kemudian hasil analisa kadar tersebut dirata-ratakan mulai dari kadar dibawah
sampai diatas COG.
7.4 Persentase Perbedaan Kadar
Untuk mengetahui Persentase perbedaan kadar dengan cara
membandingkan kadar bijih nikel selektive mining dengan kadar bijih nikel recheking
pada titik bor yang sama dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

9
q1  q 2
Q = x 100 % ..................................................................... 1
q1
Dimana:
Q = Persentase Perbedaan kadar
q1 = Kadar eksplorasi
q2 = Kadar produksi
VIII. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur
yang digunakan oleh pelaku suatu disiplin ilmu. Metodologi juga merupakan analisis
teoritis mengenai suatu cara atau metode. Penelitian merupakan suatu penyelidikan
yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan usaha
yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang
memerlukan jawaban.
8.1 Rancangan Penelitian ini di lakukan dalam tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Studi literatur
Studi literatur di jadikan sebagai pedoman dasar pada kegiatan
penelitian dan penentuan langkah-langkah yang bersumber pada referensi-
referensi dan juga sejumlah informasi yang terdapat di lokasi penelitian yang
sesuai dengan pokok permasalahan.
2. Pengamatan lapangan
Pada tahap ini di lakukan untuk mengamati secara langsung lokasi
kegiatan penambangan yang terjaadi perubahan kadar nikel saprolit
3. Metode pengumpulan data
Data yang di perlukan yaitu: data blokmodel pit A3, serta data kadar
realisasi penambangan pit A3.
8.2 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di PT. Sinar Jaya Sultra Utama Kota Kendari
Provinsi Sulawesi Tenggara dan waktu penelitian dapat dijabarkan dalam tabel 8.1
sebagai berikut :

10
Tabel 8.1 waktu penelitian
Bulan
Bulan April Bulan Mei
No Kegiatan Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1
1 Studi Literatur
Pengamatan
2 Lapangan
3 Wawancara
4 Pengambilan data
5 Pembuatan laporan

8.3 Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam pengolahan data adalah perangkat keras
berupa :
a. Laptop
b. Mouse
c. Perangkat lunak berupa Microsoft word, Microsoft excel, Software
Autocad, software google eart.
Bahan yang digunakan dalam pengolahan data yaitu berupa :
a. Data-data titik bor yang didapat dari perusahaan
b. Data hasil survey di lapangan
8.4 Prosedur Penelitian
Setelah melakukan kajian teknik analisis data deskriptif, penulis membuat
desain penelitian sebagai berikut :

11
Studi Literatur

Pengamatan Lapangan

Pengambilan Data

Data Primer Data Sekunder

1. Hasil kadar realisasi 1. Profil perusahaan


penambangan 2. Blockmodel Pit A3

Pengolahan dan Analisis


Data

Pembuatan Laporan

Kesimpulan

8.5 Variabel Pengamatan


Variable dalam penelitian ini, yaitu:
a. Variabel Bebas (X) yang meliputi analisa sinar X dan analisa kimia.
b. Variabel Terikat (Y), yaitu perbandingan kadar Ni dan Fe.

12
8.6 Pengolahan dan Analisa Data
Kegiatan pengambilan ore di lapangan akan di simpan dalam bentuk

tumpukan guna untuk pengecekan kadar. Ore tersebut akan dianalisis sampelnya

dengan melakukan beberapa tahapan, sampling tumpukan, preparasi hingga dianalisis

dilaboratorium dengan mengunakan x-ray nitton. Ore yang diambil sampelnya

dengan jumlah 2 tumpukan. Tumpukan pertama dengan kode SC 03 dan SC 04. Hasil

analisis sampel kode SC 03 kandungan Ni 1.70% dengan tonase 1000 ton dan

kandungan Fe 22.72 %, sampel kode SC 04 kadar Ni 1.70, kandungan Fe 23.80%.

dengan tonase 940 ton.

Table 8.6 Tabel hasil perbandingan kadar data blokmodel dengan realisasi
penambangan
REALISASI PENAMBANGAN Blokmodel
Kode tonase Kadar (%) Kadar %
sample (ton) Ni Fe Ni Fe
Tonase
(ton)
SC 03 1000 1.70 22.72
1.72 12,62 1.980

SC 04 940
1.70 21.80

Jumlah 1.70 22,26 1.72


kadar 1940 12.62 1980
rata-rata
(%)

Dari semua kegiatan penambangan tidak semua data hasil eksplorasi akan

sama dengan hasil realisasi penambangan. Dari data di atas dapat di hitung seberapa

presentase perubahan kadar yang terjadi dengan menggunakan persamaan :

Q = q1 – q2

13
8.7 Outline Penelitian
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
I LATAR BELAKANG
1.1 Rumusan Masalah
1.2 Batasan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Hipotesis
II DASAR TEORI
2.1 Nikel Laterit
2.2 Penyebaran Endapan Bijih Nikel
2.3 Penentuan Kadar
2.4 Persentase Perbedaan Kadar
III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
3.2 Waktu dan Tempat
3.3 Alat dan Bahan
3.4 Prosedur Penelitian
3.5 Variabel Pengamatan
3.6 Pengolahan dan Analisis Data
3.7 Outline Penelitian
DAFTAR PUSTAKA

14
DAFTAR PUSTAKA

Hardiansyah, 2013, Jurnal Analisis kadar Nikel Laterit,, UPN ‘Veteran, Yogyakarta.

Musnajam, 2012, Jurnal Optimalisasi Pemanfaatan Bijih Nikel Kadar Rendah


Dengan Metode Blending, USN ,Kolaka.

Nurliah Jafar, 2016, Analisis Kandungan Unsur Nikel (Ni) dan Besi (Fe), Universitas
Muslim Indonesia, Makassar.

Puguh Prasetyo, Peningkatan Kadar Nikel (Ni) dan Besi (Fe) dari Bijih Nikel Kadar
Rendah, Pusat Penelitian Metalurgi

15

Anda mungkin juga menyukai