Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi yang

tersebar di berbagai tipe habitat. Di hutan tropis Indonesia terdapat sekitar 30

ribu tumbuhan jauh melebihi daerah tropis lainnya seperti Amerika Selatan

dan Afrika barat. Diketahui, sekitar 96j00 spesies berkhasiat obat dan sekitar

200 spesies diantaranya merupakan tumbuhan obat penting bagi industri obat

tradisional (Azmy, 2015). Menurut Badan Pusat Statistik Pada tahun 2017

penduduk Indonesia yang menggunakan obat tradisional termasuk diantaranya

obat herbal mencapai 22.26% (BPS, 2017). Menurut Menteri kesehatan dalam

laporannya menyebutkan bahwa menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

80% penduduk dunia bergantung pada pengobatan tradisional, termasuk obat

herbal. Departemen Kesehatan (Depkes, 2017).

Perubahan pola pikir masyarakat menuju gerakan hidup kembali ke

alam (back to nature) yang dalam pelaksanaannya membiasakan hidup dengan

menghindari bahan-bahan kimia sintesis dan lebih mengutamakan bahan-

bahan alami, semua yang serba natural semakin digemari dan dicari orang

(Lynch, 2007). Kecenderungan untuk kembali ke alam sudah menjadi gaya

hidup dan kebutuhan pada berbagai kalangan masyarakat, tidak hanya di

pedesaan, masyarakat di perkotaan dan kalangan menengah ke atas juga mulai

banyak mengkonsumsi jamu untuk menjaga kebugaran dan kesehatan

tubuhnya.

1
Meniran (Phyllanthus sp. L.) teridentifikasi sebagai gulma tanaman

padi (Soerjani dkk. 2014) yang keberadaannya tidak dikehendaki. Meskipun

demikian, sebagian masyarakat sudah mengenal dan menggunakan meniran

sebagai salah satu tanaman berkhasiat obat. Hasil penelitian farmakologi

menunjukkan bahwa meniran mempunyai aktivitas antihepatotoksik

(Syamasundar dkk. 2011), hipoglikemik, antibakteri, diuretika (Narayana dkk.

2001), aktivitas antimicrobial (Chitravadivu et al. 2009; Akin-Osanaiye et al.

2011) dan aktivitas antiplasmodial Njomnang Soh et al. (2009). Uji toksiksitas

akut terhadap Phyllanthus niruri L. termasuk dalam kelas toksik ringan

berdasarkan kriteria Gleason dengan LD50 1588.781 mg kg BB-1 dan tidak

ditemukan gejala klinis ketoksikan yang nyata pada mencit sebagai hewan

percobaan. Dengan demikian herba meniran aman untuk digunakan bagi

manusia (Halim, 2010).

Seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap komoditas

tanaman obat maka usaha pembudidayaan tanaman obat menjadi penting

untuk dilakukan agar ketersediaannya berlangsung secara terus menerus.

Sejauh ini belum banyak ditemukan teknik agronomi yang tepat dalam

pembudidayaan tanaman meniran.

Ghulamahdi (2003) menyatakan bahwa untuk berproduksi tinggi

maka budidaya tanaman obat harus dilakukan di tempat yang lingkungannya

cocok untuk kebutuhan spesies tersebut. Adapun kondisi lingkungan yang

diperlukan untuk masing-masing spesies dapat dilihat dari tempat asal spesies

tersebut ditemukan. Pengetahuan mengenai taksonomi berupa pengelompokan

2
jenis spesies dalam famili akan sangat membantu cara perbaikan dan budidaya

spesies tersebut. Hal ini yang mendasari penyusunan perbaikan cara budidaya,

peningkatan produksi per satuan luas dan peningkatan kandungan bioaktif

tanaman.

Salah satu faktor lingkungan yang perlu mendapat perhatian dalam

menghasilkan tanaman yang baik yaitu memperhatikan tingkat kesuburan

tanahnya. Tingkat kesuburan tanah yang optimum dapat dilakukan dengan

pemberian pupuk untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Menurut Agustin

(2014), fosfor berperan dalam transfer energi di dalam sel tanaman, misalnya

ADP dan ATP. Selain itu, unsur fosfor berperan sebagai bahan penyusun asam

nukleat (DNA dan RNA), lemak dan protein.

Penelitian pada tanaman meniran menunjukkan bahwa untuk

menghasilkan pertumbuhan dan produksi biomassa yang tinggi, aksesi

meniran hijau (A6 dan A7) membutuhkan pemberian pupuk berupa kombinasi

pemberian pupuk kandang + NPK. Meniran hijau (A7) membutuhkan

pemberian pupuk kandang untuk menghasilkan kandungan total filantin

tertinggi (0,17 % bobot kering) dan hipofilantin tertinggi (0,26% bobot

kering). Meniran merah (Phyllanthus urinaria L.) membutuhkan pemberian

pupuk kandang + NPK menghasilkan antosianin tertinggi (5.00 mg g-1 ).

Oktavidati (2012).

Usaha perbaikan pertumbuhan tanaman perlu diimbangi dengan

ketersedian hara yang cukup untuk meningkatkan produksi. Menurut

Hardjowigeno (2003) fosfor (P) merupakan unsur hara yang berperan dalam

3
pembelahan sel, proses asimilasi, respirasi, pertumbuhan akar serta sumber

energi dalam bentuk adenosin trifosfat (ATP) dan adenosin difosfat (ADP).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dosis 36 kg ha-1 P2O5 memberikan

pertumbuhan yang baik, yaitu meningkatkan tinggi tanaman, jumlah cabang,

berat kering tajuk, berat akar, serapan P, dan menurunkan nisbah tajuk/akar

(Suhardi, 2005).

Pada beberapa tanaman semusim, waktu panen yang tepat adalah pada

saat pertumbuhan vegetatif tanaman sudah maksimal dan akan memasuki fase

generatif atau dengan kata lain pemanenan dilakukan sebelum tanaman

berbunga. Pemanenan yang dilakukan terlalu awal mengakibatkan produksi

tanaman yang kita dapatkan rendah dan kandungan bahan aktifnya juga

rendah. Sedangkan jika pemanenan terlambat akan menghasilkan mutu rendah

karena jumlah daun berkurang, dan batang tanaman sudah berkayu.

Contohnya tanaman sambiloto sebaiknya di panen pada umur 3 - 4 bulan,

pegagan pada umur 2 - 3 bulan setelah tanam, meniran pada umur kurang

lebih 3,5 bulan atau sebelum berbunga dan tanaman ceplukan dipanen setelah

umur 1 - 1,5 bulan atau segera setelah timbul kuncup bunga, terbentuk.

(Anggi, 2010)

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat dijadikan sebagai

landasan pemikiran bagi pelaksanaan penelitian ini sehingga dapat diketahui

tingkat kebutuhan pupuk fosfor dan pengaruh pemberian pupuk P untuk

menghasilkan umur panen tanaman meniran hijau lebih efektif. Maka dari itu

penulis ingin meneliti dengan judul “Pengaruh Pemberian Pupuk P Dan

4
Perbedaan Umur Panen Terhadap Pertumbuhan Tanaman Meniran

Hijau (Phyllatus Niruri L),”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan tersebut dapat dirumuskan sebagai yaitu:

Ada pengaruh pemberian pupuk P terhadap perbedaan umur panene tanaman

meniran hijau.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian pupuk

P terhadap perbedaan umur panenen tanaman meniran hijau.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang

pemberian pupuk P pada tanaman meniran hijau Selain itu dapat memberikan

informasi tentang umur masa panen tanaman meniran dan juga memberikan

informasi penunjang bagi penelitian selanjutnya.

E. Hipotesis

Dari setiap tahapan penelitian dapat ditarik hipotesis yaitu mengetahui

pengaruh pemberian pupuk P dan perbedaan umur panen terhadap

pertumbuhan tanaman meniran hijau

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi, Botani, Tanaman Meniran

Meniran (Phyllanthus sp. L.) tergolong dalam divisi Spermatophyta,

subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Geraniles, famili

Euphorbiaceae, genus Phyllanthus De Padua et al. (2015). Penyebarannya di

seluruh Asia termasuk Indonesia Soerjani et al. (2015), Malaysia, India, Peru,

Afrika, Amerika dan Australia Taylor (2014). Penyebarannya di seluruh

Indonesia teridentifikasi dengan adanya nama daerah yang berbeda untuk

menyebutkan tanaman meniran. Di Sumatera dikenal dengan nama sidukung

anak, dudukung anak, ba’me tano. Di Sulawesi dikenal dengan nama

bolobungo. Di Maluku dikenal dengan nama gosau ma dungi, gosau ma dongi

roriha, belalang babiji. (Kardinan, 2014).

Meniran tumbuh di daerah dataran rendah hingga dataran tinggi

dengan ketinggian ± 1000 m di atas permukaan laut Heyne (2013). Tumbuh

secara liar di tempat yang berbatu dan lembab seperti di tepi sungai, pantai,

semak, lahan bekas sawah atau tumbuh di sekitar pekarangan rumah, baik di

pedesaan maupun di perkotaan De Padua et al. (2015).

Meniran hijau memiliki batang berwarna hijau muda atau hijau tua.

Setiap cabang atau ranting terdiri dari 8-25 helai daun. Daun berwarna hijau.

Ukurannya 0.5-2 x 0.25-0.5 cm. Buah bertekstur licin, bulat pipih dengan

6
diameter 2-2.5 mm. Kepala sari meniran hijau yang sudah matang akan pecah

secara membujur. Soedibyo. M (2004).

Gambar 1. Penampilan Meniran Hijau

Meniran yang banyak ditemukan di Indonesia adalah Phyllanthus

niruri dan Phyllanthus urinaria. Perbedaan keduanya terdapat pada warna

batangnya. Phyllanthus niruri berwarna hijau pucat, sedangkan Phyllanthus

urinaria berwarna hijau kemerahan. Keduanya memiliki daun yang kecil dan

lonjong (Sulaksana, 2004).

Dalam dunia botani, meniran hijau kemerahan mempunyai nama

ilmiah Phyllanthus urinaria Linn. Tanaman ini juga dikenal dengan nama

ilmiah lainnya, yaitu Phyllanthus alatus BI, Phyllanthus cantonensis Hornem,

Phyllanthus echinatus Wall, Phyllanthus lepidocarpus Sieb. et Zucc, dan

Phyllanthus leprocarcus Wight. Meniran termasuk dalam famili

Euphorbiaceae. Klasifikasi meniran sebagai berikut:

7
Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Superdivisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Rosidae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Phyllanthus

Spesies : Phyllanthus niruri L.

1. Morfologi Tanaman

Semua bagian tanaman meniran dapat digunakan sebagai obat

dengan karakteristik sebagai berikut.

a. Batang tanaman tidak bergetah, basah, berbentuk bulat, tinggi kurang dari

50 cm, bercabang, dan berwarna hijau muda.

b. Daun bersirip genap dan setiap satu tangkai terdiri dari daun majemuk

yang mempunyai ukuran kecil berbentuk bulat telur. Panjang 5 mm dan

lebar 3 mm. Pada bagian bawah daun terdapat bintik berwarna kemerahan.

c. Bunga melekat pada ketiak daun dan menghadap ke arah bawah. Warna

bunga putih kehijauan. Bunga ini tumbuh subur sekitar bulan April-Juni.

d. Buah berbentuk bulat pipih berdiameter 2-2,5 mm, licin, berbiji seperti

bentuk ginjal, keras, dan berwarna cokelat. Buah tumbuh sekitar bulan

JuliNovember.

8
e. Akar meniran berbentuk tunggang (tap root), yaitu akar utama yang pada

umunya merupakan pengembangan radikula lembaga, tumbuh tegak ke

bawah, dan bercabang. Pada tanaman meniran dewasa, panjang akar dapat

mencamai 6 cm. Warna akar putih kekuningan. Akar meniran berfungsi

untuk memperkuat berdirinya tanaman serta menyerap air dan unsur hara.

2. Syarat Tumbuh

Iklim tropis merupakan syarat tumbuh tanaman meniran.

Meniran tumbuh subur di tempat yang lembab pada dataran rendah sampai

ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut. Lokasi tempat meniran

tumbuh secara liar di hutan, ladang, kebun, atau halaman pakarangan

rumah. Pada umumnya meniran tidak dipelihara secara intensif karena

dianggap rumput biasa.

Tanaman meniran berakar tunggang, batang tegak, tinggi

mencapai 40-100 cm, batang bulat berkayu, permukaan kasar dan

bercabang. Daun tersusun majemuk, duduk melingkar pada batang, anakan

daun mengkilap, bentuk bulat telur dengan panjang 1.5-3 cm, lebar 1– 1.5

cm, ujung daun runcing, pangkal tumpul dan tepi yang rata. Daun

berwarna hijau Dalimartha (2013). Bakal buah beruang enam, mahkota

berbentuk tabung, ujung membulat berwarna kuning. Buahnya bulat,

mempunyai 5-6 ruang, diameter 5-10 mm. Apabila masih muda buah

berwarna hijau setelah tua menjadi coklat. Biji buah berbentuk ginjal,

pipih berwarna coklat (De Padua et al. 2015).

9
B. Peranana Fosfor terhadap Tanaman

Fosfor merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam

jumlah yang banyak. Unsur posfor diserap tanaman dalam bentuk ion fosfat.

Unsur P berperan dalam pembelahan sel, proses asimilasi dan respirasi,

pertumbuhn akar serta sumber energi dalam bentuk Adenosina trifosfat (ATP)

dan adenosin difosfat (ADP) (Hardjowigeno, 2014).

Peranan fosfor yang paling utama bagi tanaman adalah membantu

proses fotosintesis, perubahan karbohidrat, glikolisis, metabolisme protein dan

lemak, dan proses energi (Leiwakabessy dan Sutandi, 2014). Fosfor di dalam

tanah dapat digolongkan manjadi P organik dan P anorganik. Tanaman

menyerap fosfor dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4-1) dan ion

ortofosfat sekunder (HPO4-2) (Rosmarkam dan Yuwono, 2015). Bentuk yang

tersedia bagi tanaman dalam jumlah yang dapat diambil oleh tanaman hanya

merupakan sebagian kecil dari jumlah yang ada dalam tanah (Leiwakabessy

dan Sutandi, 2014). Fosfor dalam tanah tidak mobil karena tingkat

ketersediaannya dalam tanah dipengaruhi oleh: reaksi tanah (pH), kadar Al

dan Fe hidrous oksida, kadar Ca, kadar bahan organik, tekstur dan pengelolaan

lahan (Hartono et al., 2015).

Pemberian pupuk P yang dicampur pada lapisan olah tanah lebih

tersedia dan dapat dicapai dengan mudah oleh akar tanaman. P yang diserap

oleh akar kemudian disebarkan ke daun, batang, tangkai dan biji. Fungsi unsur

P yaitu merangsang perkembangan akar sehinga tanaman akan lebih tahan

terhadap kekeringan, mempercepat masa panen dan menambah nilai gizi

10
(Supriono, 2014). Unsur fosfor pada tanaman legum berfungsi untuk

merangsang pertumbuhan akar, merangsang pertumbuhan tunas (Rover,

2015). Fungsi P dalam tanaman yaitu dapat mempercepat pertumbuhan akar

semai, dapat memepercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda

menjadi tanaman dewasa pada umumnya, dapat mempercepat pembungaan

dan pemasakan buah dan biji dan dapat meningkatkan produksi biji-bijian

(Sutejo, 2002). Pada awal pertumbuhan tanaman, pupuk fosfat sangat berperan

sebagai komponen beberapa enzim dan ketersediaan asam nukleat. Sedangkan

pada akhir pertumbuhan sangat berperan dalam pembentukan biji dan buah

(Hanafiah, 2015).

Meningkatnya kandungan TSP pada awal pertumbuhan akan memacu

kecepatan tumbuh tanaman karena P berperan dalam pembentukan sel baru

bagi pertumbuhan tanaman yaitu melalui pembentukan asam nukleat, phytin,

fosfolipid dan protein. Hal ini menyebabkan pertumbuhan daun tanaman yang

baik, sehingga meningkatkan bobot bahan hijauan pada saat panen. Kurangnya

unsur P juga dapat menyebabkan tepi daun, cabang dan batang tanaman

terdapat warna merah ungu yang lambat laun berubah menjadi kuning. Jika

tanaman tersebut berbuah maka akan menunjukkan buah yang kecil, tampak

jelek, dan lebih cepat matang sehingga perlu diberi penambahan unsur hara

yang mengandung P dengan melakukan pemupukan (Lingga dan Marsono,

2014).

11
C. Umur Panen dan Pasca panen Tanaman Herbal Daun

Tahapan pemanenan merupakan salah satu faktor yang sangat penting

diperhatikan pada budidaya tanaman obat. Penanganan panen harus dilakukan

secara benar karena akan berpengaruh terhadap mutu dan fitokimia yang

terkandung di dalam tanaman obat. Periode panen merupakan waktu yang

diperlukan untuk memanen hasil tanaman terhitung mulai dari tanaman

tersebut ditanam. Waktu panen tanaman obat tidak seluruhnya tergantung

pada umur tanaman, tetapi didasarkan pada pemanfaatannya (Syukur dan

Hernani 2002).

Pascapanen merupakan salah satu tahapan pengolahan dari bahan-

bahan yang telah dipanen, dan harus dilakukan secara baik dan benar, karena

akan berpengaruh terhadap kuantitas, kualitas dan zat berkhasiat yang

terkandung didalamnya. Tahap-tahap pengolahan yang dilakukan, tergantung

pada jenis bahan yang akan diolah, seperti akar, daun, bunga, biji, buah,

rimpang dan kulit kayu. Secara umum, tahap pengolahan meliputi sortasi

basah, pencucian, pengecilan ukuran, pengeringan, sortasi kering, pengemasan

dan penyimpanan. Masalah pascapanen tanaman obat tidak terlepas dari masa

sebelum panen khususnya beberapa saat sebelum panen, hal ini akan sangat

menentukan kualitas akhir dari simplisia. Untuk mendapatkan simplisia

dengan kualitas yang tinggi, diperlukan suatu tindakan pengamanan dimulai

dari pra panen, pada saat panen dan pascapanen. Selain itu, pengolahan

bertujuan juga untuk menjaga tingkat kebersihan bahan baku dalam upaya

memperoleh simplisia yang berkualitas serta menjaga agar proses produksi

12
selanjutnya tetap terjaga stabilitas dan homogenitas komposisinya. Rudy

(2017).

Tanaman obat yang berasal dari daun bisa digunakan langsung dalam

keadaan segar atau yang telah dikeringkan. Bila akan digunakan secara segar,

harus melalui proses pencucian terlebih dahulu baru diproses lebih lanjut

menjadi bentuk sediaan. Pemanenan daun dilakukan pada saat fotosintesis

berlangsung maksimal, yaitu ditandai dengan saat-saat tanaman mulai

berbunga atau buah mulai masak. Sebagai contoh daun sambiloto, pemanenan

dilakukan ketika tanaman sudah berbunga hampir 50 %. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa tiga bahan aktif yang terdapat dalam daun

(andrografolid, neo andrografolid dan mencapai maksimum dibandingkan

ditangkai pada saat sebelum berbunga. Daun yang dipanen muda biasanya

dikeringkan secara perlahan mengingat kandungan airnya cukup tinggi,

sehingga memungkinkan terjadinya reaksi enzimatis masih dapat berlangsung

dengan cepat. Selain itu, jaringan yang dimiliki oleh daun muda masih sangat

lunak sehingga daun sangat mudah hancur atau rusak. Sementara daun-daun

yang dipanen pada umur tua diberi perlakuan khusus berupa proses pelayuan

yang dilanjutkan dengan proses pengeringan secara perlahan agar diperoleh

warna yang menarik. (Rudy, 2017).

Untuk proses pengeringan, dalam kapasitas besar, daun langsung

dikeringkan tanpa melalui proses pencucian. Hal ini tentunya akan

mempengaruhi kualitas simplisia yang dihasilkan. Proses pengeringan daun,

bila dikeringkan dimatahari langsung sebaiknya tidak langsung terkena cahaya

13
matahari, karena akan merubah senyawa khlorofilnya, sehingga produk yang

dihasilkan akan berwarna agak kecoklatan. Bila menggunakan pengering

mekanik, suhu diatur agar tidak melebihi 40°C, karena pada suhu tersebut

senyawa khlorofilnya tidak akan rusak. Setelah dihasilkan simplisia kering,

bahan bisa diolah lebih lanjut sesuai kebutuhan kedalam menjadi bentuk

serbuk, ekstrak dan produk obat lainnya. (Rudy, 2017).

Setelah panen, sebaiknya daun dilayukan terlebih dahulu meskipun

beberapa senyawa volatil akan menguap. Biasanya proses pelayuan

membutuhkan waktu antara 24-72 jam. Setelah bahan kering, bahan dijaga

agar tetap kering dan dingin untuk mencegah terjadinya proses fermentasi atau

timbulnya jamur. Pengeringan daun harus tidak merubah warna, aroma

tanaman aslinya, zat berkhasiat dan senyawa kimianya. diperlakukan secara

hati-hati karena senyawa tersebut mudah mengalami kerusakan bila proses

pengolahan tidak benar. Telah diketahui bahwa daun mudah mengalami

kerusakan selama pengolahan, bila penanganannya salah, akan terjadi

perubahan warna atau tercemar mikroba. (Rudy, 2017).

Secara visual, daun yang telah dikeringkan menggunakan matahari

ataupun alat pengering tidak berbeda warnanya, akan tetapi setelah digiling

menjadi serbuk akan terlihat bahwa pengeringan secara oven akan

menghasilkan warna yang lebih baik, yaitu hijau sedangkan dengan matahari

akan berwarna kecoklatan. Hal ini disebabkan suhu penjemuran matahari

berfluktuasi dengan kisaran 25-50o C, sehingga penguapan air tidak merata,

hal ini menyebabkan bahan menjadi kering tidak merata dan sempurna. Untuk

14
oven, suhu yang konstan dan stabil menyebabkan penguapan air juga konstan.

Kisaran suhu untuk mengeringkan daun-daun adalah 20oC - 40oC. Bila

pengeringan dilakukan di tempat teduh, keuntungannya dapat melindungi

aroma, warna asli bahan, dan senyawa kimia di dalamnya. (Rudy, 2017).

15
BAB III

BAHAN DAN METODE

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2018 sampai dengan

Januari 2018 di lokasi Propinsi Bengkulu yaitu Kampus UMB 5 Padang

Kemiling Pada setiap lahan tipe lahan yang berbeda.

B. Bahan dan Alat

Tanah dikeringanginkan dan diayak. Sebagian tanah dipisah,

sedangkan sebagian yang lain dicampur dengan pupuk Posfor di tambah

pupuk kandang ayam sebanyak. Pupuk Posfor diberikan seluruhnya pada

waktu tanam sedangkan pupuk kandang diberikan dua kali yaitu pertama pada

saat tanaman umur 1 bulan setelah tanam dan kedua pada saat umur tanaman

1,5 dan 3 bulan setelah tanam. Masing-masing perlakuan dimasukkan ke

dalam polibag ukuran (25 x 30) cm. Dilakukan inkubasi selama 7 hari.

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bibit meniran

hijau, pupuk Fosfor P. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

cangkul, timbangan, parang, mistar, ember, kamera dan alat tulis

C. Metodologi penelitian

Penelitian ini dilakukan secara eksperimen dengan menggunakan

Rancangan Acak Kelompok 2 faktor dengan 3 taraf pemupukan Posfor yang

di ulang 3 kali sehingga 9 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri

16
dari 3 tempat tanaman dan 5 tanaman dijadikan sampel, sehingga diperoleh

jumlah keseluruhan 15 satuan percobaan.

1. Tidak di beri pupuk fosfor P 0 gram Sebagai Control pengamatan

2. Pemberian pupuk fosfor P 100 gram Pada umur 1,5 bulan

3. Pemberian pupuk fosfor P 200 gram Pada umur 2,5 Bulan

4. Pemberian pupuk fosfor P 300 gram Pada umur 3 Bulan

Model Linear rancangan acak kelompok yang di gunakan :

Yijk = μ + άi + βj + (άβ)ij + έijk

Dimana:

Yijk = nilai pengamatan karena adanya pengaruh pemupukan ke-i atau

jenis meniran ke-j pada kelompok ke-k

μ = nilai rata-rata hasil pengamatan untuk setiap satuan percobaan

άi = nilai pengamatan karena pengaruh perlakuan pemupukan ke-i

βj = nilai pengamatan karena pengaruh perlakuan jenis meniran ke-j

(άβ)ij = nilai pengamatan karena pengaruh interaksi pemupukan ke-i dan

jenis meniran ke-j

έijk = pengaruh galat pada perlakuan pemupukan ke-i, jenis meniran

ke-j dan kelompok ke-k

i = 1,2,3,4 untuk perlakuan pemupukan

j = 1,2,3 untuk perlakuan jenis meniran

k = pengaruh ulangan/kelompok

17
Tabel 1. Analisis Ragam

SK DB JK KT Fhit F. 0,05 F. 0,01


Perlakuan
(t) t-1 JK (t) KT (t) KT(t)/KT (g)
Galat (g) t(r-1) JK (g) KT (g)
Total t.r-1) JK tot
Keterangan :

SK : Sumber Keragaman
DB : Derajad Bebas
JK : Jumlah Kuadrat
KT : Kuadrat Tengah
JKB : Jumlah Kuadrat Blok
JKP : Jumlah Kuadarat Perlakuan
JKG : Jumlah Kuadrat Galat
KTB : Kuadrat Tengah Blok
KTP : Kuadrat Tengah Perlakuan
KTG : Kuadrat Tengah Galat
t : Perlakuan
r : Ulangan
Data pengamatan di uji keragaman menggunakan analisis ragam (Anova), jika
berpengaaruh nyata dilanjutkan dengan Uji Lanjut DMRT
(ducan’s Multiple range test) pada taraf 5%

D. Cara Kerja

1. Persiapan pelaksnaan penelitian

Lahan yang akan digunakan diolah atau digemburkan terlebih

dahulu. Dalam hal ini peneliti mengolah untuk skala kecil yaitu secara

manual menggunakan cangkul. Lahan penanaman dibentuk bedengan

dengan ukuran 1,5 x 2,5 m. Lahan diberi pupuk P sebanyak 100 gram, 200

gram dan 300 gram. Tambahan pula kapur atau dolomit sebanyak 0,25-0,5

kg/m2 dengan cara ditebar merata di atas permukaan tanah. Setiawan

(2014) Pemberian kapur juga bisa dicampurkan dengan pupuk kandang.

Fungsi pemberian kapur pada tanah antara lain :

18
a. Meningkatkan resido nitrogen organik dalam tanah dan mengubahnya

menjadi ion amoniak dan nitrat yang sangat bermanfaat bagi tanah,

b. Menjadikan pertumbuhan tanaman lebih baik dan meningkatkan

produktivitas,

c. Membantu mengubah struktur tanah menjadi lebih gembur, serta

d. Memperkuat lapisan dinding jaringan atau sel sehingga tanaman

menjadi tahan terhadap serangan penyakit.

2. Persiapan Media Tanam

Lahan tanah yang diberi ukuran 2 x 2 m berbentuk kotak dan

dicampukan pupuk P dan pupuk kandang di setiap lahan plot

3. Persiapan Bibit

Biji sebagai bibit dikeringkan dengan sinar matahari selama 12-24

jam, kemudian disemai. Media semai berupa tanah dicampur pupuk fosfor

P dan di tambah pupuk kandang atau kompos dengan perbandingan 2:1.

Biji di semaikan di tutup dengan kompos agar tidak mudah di terbangkan

angina selanjutnya di siram air. Untuk menjaga kelembaban, persemaian di

tutup dengan plastic bening tembus cahaya. Wadah diletakkan di tempat

yang terjaga, setelah tumbuh kecambah, tutup plastic dibuka. Dilakukan

pemeliharaan sampai bibit siap untuk dipindahkan ke polybag. Bibit yang

di pindahkan minimal sudah memiliki 4 daun majemuk. Sulaksana (2015)

4. Pemupukan

Pemupukan perlu diberikan agar tanaman tumbuh sehat dan kuat

sehingga dapat memberikan hasil yang optimal. Untuk tujuan penelitian

19
yang akan di berikan pupuk fosfor P dan di tambah berupa pupuk

kandang. Dosisnya sebanyak 0,3 - 0,5 kg per tanaman. Untuk tanaman

meniran yang akan dipanen daunnya, tambahan pupuk kandang yang

paling tepat diberikan adalah pupuk kandang ayam karena mengandung

nitrogen tinggi. Sulaksana (2015)

5. Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi atau sore hari

tergantung kondisi lingkungan sekitar.

6. Penyulaman

Pada umumnya tidak semua bibit yang ditanam dapat tumbuh

dengan baik. Hal ini disebabkan oleh bibit yang sakit, pertumbuhan tidak

normal (kerdil), bahkan mati. Dalam kegiatan ini dilakukan dengan cara

mengganti tanaman tersebut dengan tanaman yang berumur sama serta

memiliki perlakuan yang sama yang telah di persiapkan sebelumnya.

Waktu penyulaman adalah minggu pertama setelah pindah tanam dan

dilakukan pada sore hari agar bibit tidak mengalami stress akibat suhu

yang tinggi.

7. Penyiangan

Setelah umur satu bulan, lahan sudah mulai dipenuhi rerumputan.

Secepatnya perlu dilakukan penyiangan supaya tidak terjadi persaingan

memperebutkan makanan dan unsur hara dari dalam tanah antara meniran

dan rerumputan. Penyiangan bisa dilakukan dengan alat sederhana berupa

kored (cangkul kecil) atau bisa juga menggunakan tangan untuk tanah

20
yang gembur. Dua bulan setelah penanaman, tanah di sekitar tanaman

perlu digemburkan dengan cangkul atau garpu. Hal ini perlu dilakukan

untuk membuat struktur tanah menjadi gembur sehingga akar dapat

berkembang dengan baik. Ngatiman (2014).

8. Pengendalian hama dan penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan membuang

hama atau menyemprotkan insektisida nabati, berupa daun mimba atau

tembakau. Ngatiman (2014).

9. Panen

Pemanenan dilakukan setelah tanaman berumur kurang lebih 3,5

bulan dengan tinggi 40-50 cm dari tanah. Pada umur tersebut, meniran

cukup baik digunakan sebagai obat. Disamping itu bibit disekitar tanaman

yang akan dipanen juga sudah mulai tumbuh. Cara pemanenan dilakukan

dengan mencabut seluruh tanaman (akar, batang, dan daun) karena setiap

bagiannya berguna untuk obat. Pemanenan dilakukan dengan hati hati agar

tidak ada bagian tanaman yang rusak. Pemanenan juga dapat dilakukan

dengan mendongkel bagian pinggirtanaman terlebih dahulu dengan

cangkul kecil atau kored agar mempermudah pencabutan tanaman. Setelah

dicabut hasil panen dikumpulkan di lokasi tertentu dengan rapi. Setelah

itu, hasil panen siap diamgkut atau digunakan. Pengumpulan hasil panen

dapat menggunakan bakul besar. Ngatiman (2014).

21
E. Peubah yang di amati

Pengamatan dilakukan terhadap umur panen meniran hijau terhadap

pemberian pupuk fosfor P sebagai berikut:

a. Tinggi tanaman (cm) diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh atau

titik apical, diamati setiap 2 minggu

b. Jumlah daun majemuk, dihitung bila daun telah membuka sempurna,

diamati setiap 2 minggu

c. Jumlah cabang, di hitung setiap 2 minggu

d. Diameter Batang (mm), diameter batang di ukur 5 cm diatas permukaan

tanah

e. Produksi biomassa basah (g), diamati pada akhir percobaan dengan cara

menimbang dengan timbangan neraca analitik bobot basah akar, daun dan

batang

f. Produksi biomassa kering (g), diamati pada akhir percobaan dengan cara

menimbang dengan timbangan neraca analitik bagian akar, daun dan

batang yang telah dioven pada suhu 105oC selama 24 jam

22
23
Dena Pengacakan Penelitian

Ulangan
Perlakuan
15 2,5 3

P1 (0) P2U2 P1U3 P1U2

P2(100) P1U1 P2U4 P4U4

P3 (200) P3U3 P3U4 P2U3

P4 (300) P4U3 P4U1 P2U1

Keterangan

P 1 = Tidak di Berikan Pupuk P


P 2 = Pemberian Pupuk P 100 gram
P 3 = Pemberian Pupuk P 200 gram
P 4 = Pemberian Pupuk P 300 gram
U1 = Ulangan ke-1
U2 = Ulangan ke-2
U3 = Ulangan ke-3

24

Anda mungkin juga menyukai