BAB I
PENDAHULUAN
Pelepah sawit adalah limbah perkebunan yang sangat mudah ditemui dan
belum banyak dimanfaatkan, melihat potensi itu maka perlu adanya penelitian
pemanfaaatan pelepah sawit agar nantinya bisa dijadikan pakan ternak alternatif.
Kandungan gizi pelepah kelapa sawit terdiri dari bahan kering (BK) 55%, Abu
4.81%, protein kasar (PK) 5,74%, serat kasar (SK) 36,98%, lemak kasar (LK)
2,16%, NDF 56,41%, ADF 41,16%, hemiselulosa 15,25%, selulosa 29,99%, dan
Lignin 10,27%. (Nurhaita, et al., 2018). Limbah pelepah ini sangat potensial
untuk jadi pakan ternak ruminansia karena ketersediannya banyak dan hanya
menjadi limbah dari perkebunan, pelepah sawit yang digunakan untuk pakan
pakan asal limbah karena keterlibatan mikroba dalam mendegradasi serat kasar,
mengurangi kadar lignin dan senyawa anti nutrisi, sehingga pakan asal limbah
mikroba dalam hal ini biasanya digunakan kapang dan bakteri, salah satu sumber
mikroba yang dapat digunakan pada proses fermentasi adalah MOL. Mikro
Organisme Lokal (MOL) adalah larutan berisi bakteri yang dapat digunakan
dalam proses fermentasi, MOL terbuat dari bahan – bahan alami sebagai media
penelitian, Ramdani, (2018). Hasil fermentasi pelepah sawit dengan MOL isi
meningkatnya kandungan Protein Kasar (PK), turunnya Serat Kasar (SK), Bahan
saluran pencernaan ternak ruminansia pada pakan yang berserat tinggi akan
menurunkan bakteri dan mengurangi daya cerna bahan pakan. Upaya untuk
saponin. Karena tanin dan saponin merupakan senyawa alami yang diteliti
sebagai agen manipulasi rumen. Senyawa ini dapat bermanfaat bagi ternak
ruminansia sesuai dengan struktur dan kosentrasinya (Suharti et al., 2010). Salah
satu tanaman yang mengandung tanin dan saponin adalah Teh. Daun teh memiliki
kandungan tanin 6,62 dan saponin 21,72. (Lab Balai Ternak Ciawi, 2019).
Bengkulu merupakan salah satu dari provinsi di indonesia yang memiliki tanaman
perkebunan teh yang cukup luas, luas lahan perkebunan teh tersebut mencapai
kab. Kepahiang. Daun teh yang memiliki kandungan tanin yang tinggi yaitu daun
teh yang sudah tuadan ciri – ciri tanaman yang mengandung tanin rasanya pahit
dan kelat. Beberapa tanaman mengandung tanin. Daun kembang sepatu, Teh,
Kandungan senyawa aktif daun teh berupa saponin dan tanin yang
bakteri aman dari gangguan protozoa dan meningkatkan proses fermentasi dalam
rumen. Saponin dan tanin mampu membentuk ikatan sterol dalam dinding sel
protozoa dan menyebabkan tegangan pada permukaan membran sel protozoa serta
menyebabakan lisis pada sel, sedangkan membran sel bakteri lebih tahan terhadap
saponin dan tanin karena dinding selnya berupa peptidoglikan. Penambahan agen
protozoa berkurang dan bakteri dalam rumen dapat mendegradasi pakan dengan
suplemntasi tepung daun teh pada pelepah sawit fermentasi pengaruhnya terhadap
teh.
1.4 Hipotesis
Secara IN VITRO.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dijadikan sebagai bahan baku pakan. Pohon kelapa sawit dapat menghasilkan 22
buah pelepah sawit/tahun. Angka ini menunjukkan potensi yang besar dan pelepah
kecernaan karena kadar lignin yang tinggi (Sharma dan arora,2010). Tingginya
kadar lignin dalam pelepah sawit membuat banyak penelitian yang dilakukan
untuk dapat menurunkan kadar lignin, seperti perlakuan fisik, kimia maupun
sehingga serat kasar yang berupa selulosa dan hemiselulosa yang terikat pada
sumber energi
Pelepah sawit adalah Limbah perkebunan yang sangat mudah ditemui dan
Belum banyak dimanfaatkan, melihat potensi itu maka perlu adanya penelitian
pemanfaaatan pelepah sawit agar nantinya bisa dijadikan pakan ternak altematif.
Kandungan gizi pelepah kelapa sawit terdiri dan bahan kering (BK) 55,00%,
bahan organik 90,03%, protein kasar (PK) 5,74%, serat kasar (SK) 36,98%, emak
kasar (LK) 2,16%, NDF 56,41%, ADF 41,16%, hemiselulosa 15,25%, selulosa
Pelepah Sawit
No Nutrient Pelepah Sawit
Fermentasi
1 Bahan Kering 55,00 39,93
2 Bahan Organ 1k 90,03 89,25
3 Protein Kasar 5,74 8,97
4 Serat Kasar 36,98 24,81
5 Leak Kasar 2,16 2,45
6 NDF 56,41 45,99
7 ADF 41,16 42,57
8 Selulosa 29,99 28,40
9 Hemiselulosa 15,25 11,08
10 Lignin 10,27 8,12
11 KcBK 37,42 57,71
12 KcBO 32,61 55,37
Sumber Nurhaita et,.al., (2018)
pakan ternak yang merupakan salah satu upaya pemanpaatan bahan baku pakan
(Kompiang et at., 2010). Fermentasi berasal dan kata frefere yang artinya
menjadi sederhana yang melibatkan ketersedian zat-zat makan seperti protein dan
2016).
7
pakan asal Limbah karena keterlibatan mikroba dalam mendegradasi serat kasar,
mengurangi kadar lignin dan senyawa anti nutrisi, sehingga pakan asal limbah
mikroba dalam hal ini biasanya digunakan kapang dan bakteri, salah satu sumber
mikroba yang dapat digunakan pada proses fermentasi adalah MOL. Mikro
Organisme Lokal (MOL) adalah larutan berisi bakteri yang dapat digunakan
dalam proses fermentasi, MOL terbuat dan bahan - bahan alami sebagai media
penelitian, Ramdani, (2018). Hasil fermentasi pelepah sawit dengan MOL isi
meningkatnya kandungan Protein Kasar (PK), turunnya Serat Kasar (SK), Bahan
serta anaerobik yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang dapat dipecah
dapat difermentasi oleh beberapa jenis bakteri tertentu. Fermentasi sebagai salah
pengawetan bahan pakan dan merupakan suatu cara untuk menghilangkan zat anti
nutrisi atau racun yang terkandung dalam suatu bahan pakan (Fardiaz, 2012).
8
at 2001). Produk fermentasi berupa hiomas sel, enzim. metaholit primer maupun
menggunakan Aspergillus niger (3%) dan bahan kening bungkil inti sawit secara
pelepah sawit secara nyata meningkatkan kandungan energi bruto pada pelepah
sawit yaitu dan 1.661 kkaL/kg (pelepah sebelumnya fermentasi) menjadi 1.837 ,
al., (2011) menunjukkan bahwa waktu fermentasi terhaik di peroleh pada 8 hari
9
NDF 58,73% dan ADF sebesar 37,36%. Silase pelepah kelapa sawit ini dapat
digunakan sampai 60% sebagai pakan basal ternak kambing dan merupakan pakan
25,08%, menurunkan lemak kasar dan 1,25% menjadi 1,01% dan menurunkan
kandungan serat kasar dan 17,18% menjadi 13,64%. dalam penelitian Ramdani,
(2018). Fermentasi dengan dosis mol dan waktu yang berbeda pada pelepah sawit,
mempengaruhi pada bahan kering (BK), Bahan Organik (BO)., Serat Kasar (SK)
pelepah kelapa sawit 18 kg. Pemotongan dilakukan setiap 15 hari, jumlah pelepah
yang dipotong setiap pemangkasan adalah 1-2 pelepah, dengan dimikian areal
seluas 1 hektar yang ditanam dengan 140 pohon kelapa sawit dapat menampung
Menurut Hasan dan Ishida (1991), dalam Nurhidayah (2005) daun kelapa
sawit cukup besar potensinya untuk dimanfaatkan sebagai pakan ruminansia. Satu
hektar lahan terdapat 148 pohon dan diperkirakan dapat menghasilkan 3.500-
10
10.600 pelepah pertahun. Satu pelepah daun kelapah sawit dapat menghasilkan
3,33 kg daun kelapa sawit segar dengan kandungan bahan kering mencapai 32%.
fermentasi yang berbahan dasar dari berbagai sumber daya yang tersedia. Larutan
MOL ini mengandung bakteri dan jamur yang berpotensi sebagai perombak bahan
organik. Astuti et al., (2014). Salah satu organisme yang dapat digunakan dalam
fermentasi adalah dengan menggunakan MOL. Larutan MOL terbuat dari bahan –
berguna untuk mempercepat bahan organik. MOL dapat juga di sebut sebagai
memanfaatkan potensi sumber daya alam setempat. MOL dapat berfungsi sebagai
perombak bahan organik dan sebagai pupuk cair melalui proses fermentasi
macam bahan lokal, antara lain urin sapi, batang pisang, daun gamal, buah –
buahan, nasi basi, sampah rumah tangga, rebung bambu, serta rumput gajah dan
dapat berperan dalam proses pengolahan limbah ternak, baik limbah padat untuk
dijadikan kompas, serta limbah cair ternak untuk dijadikan bio-urine (Sutari,
2010).
glukosa dan sumber mikroorganisme. Bahan dasar untuk fermentasi larutan MOL
dapat dari hasil pertanian, perkebunan, maupun limbah organik rumah tangga.
11
limbah organik seperti cucian air beras, singkong, gandum, rumput gajah, dan
daun gamal. Sumber glukosa berasal dari gula merah, gula pasir, dan air kelapa,
serta sumber mikroorganisme berasal dari kulit buah yang sulit busuk, terasi,
Budiyanto, (2002) air kelapa merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
mg L-1 magnesium, 0,1 mg L-1 besi; 37 mg L-1 fospor, 24 mg L-1 belerang, dan
terjadi selama fermentasi dan kualitas gizi yang dihasilkan. Parameter yang bisa
diamati selama proses fermentasi yang merupakan salah satu indikator apakah
fermentasi berjalan dengan baik atau tidak ada suhu dan pH pelakuan fermentasi
menandakan tingkat dimana banyak proses biologis terjadi dan memainkan yang
al., (2010). Pengukuran suhu dan matrik fermentasi selama fase aktif
memberikan indikasi yang bersifat real – time yang menandai dari pembentukan
Waktu fermentasi oleh MOL berbeda - beda antara jenis bahan MOL
makan yang di gunakan sebagai sumber energi dan metabolisme dan mikrobia di
dalamnya. Waktu fermentasi pelepah sawit oleh MOL yang paling optimal pada
setelah fermentasi hari ke 7 dan ke 14. Mikrobia pada MOL cenderung menurun
setelah ke -7. Hal ini berhubungan dengan ketersedian makanan MOL. Semakin
(Suhastyo, 2011).
merupakan jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai antioksidan pada manusia
dan memberi manfaat bagi kesehatan tubuh. Berdasarkan hasil dan pengolahan
dan proses pengolahannya, teh di kelompokkan dalam tiga jenis, yaitu teh hijau
(tidak di fermentasi) , teh oolong (semi fermentasi), dan teh hitam ( fermentasi
tanaman perkebunan teh yang cukup luas, luas lahan perkebunan teh tersebut
Kabawetan kab. Kepahiang. Daun teh yang memiliki kandungan tanin yang tinggi
yaitu daun teh yang sudah tua dan ciri – ciri tanaman yang mengandung tanin
rasanya pahit dan kelat. Beberapa tanaman mengandung tanin. Daun kembang
Komposisi bahan aktif dalam daun teh lainnya adalah kafein, tanin,
Plumbum, Nikel, Zink, dan Phosphor. Kandungan tanin pada daun teh akan
protein. Senyawa kompleks antara tanin dengan protein tidak larut di dalam
rumen, akan tetapi pada suasana asam di dalam abomasum, kompleks tersebut
golongan yaitu tanin yang dapat terhidholisis dan tanin terkondensi. Tanin dapat
berinteraksi dengan protein dan ada tiga bentuk ikatan yaitu: (1) ikatan hidrogen,
(2) ikatan ion, (3) ikatan kovalen. Tanin terhidrolisis dan terkondensasi berikatan
dengan protein dengan membentuk ikatan hidrogen antara kelompok fenol dari
tanin dan kelompok karboksil (aromatik danalifatik) dari protein. Ikatan kuat
antara tanin dan protein akan berpengaruh terhadap kecernaan protein (Mueller,
2006).
yang memiliki gugus fenol dan bersipat koloid, tanin yang masuk kedalam rumen
14
hemiselulosa dan pektin), mineral, vitamin, dan enzim mikroba rumen. Komplek
ikatan tanin dengan protein dapat terlepas pada pH renda pada abomasum
sehingga protein dapat di degradasi oleh enzim pepsin dan asam-asam amino yang
pada konsentrasi serta sumber tanamannya. Tanin dapat bersifat racun dan dapat
berasal dari ekstraknya atau langsung dari tananamannya (tanpa diekstrak), dari
15
tanin yang terkondensasi atau terhidrolisis, secara in vitro atau in vivo. Penelitian
tersebut melihat pengaruh penambahan tanin pada pakan terhadap emisi metan,
propionat, butirat dan valerat) dan produksi gas. Perbedaan hasil penelitian
terhadap efek penambahan tanin terhadap produksi metan, produksi VFA total
dan parsial, produksi gas, populasi protozoa, populasi bakteri metanogen ini dapat
disebabkan oleh berbedanya dosis tanin, jenis tanin, substrat dasar sebagai pakan,
metan dengan penambahan tanin disebutkan oleh Tavendale et al. (2005) ada dua
aktivitas metanogen, dan (2) secara tidak langsung melalui penghambatan pada
tanaman tinggi dan dapat menimbulkan buih bila dikocok. Glikosida adalah suatu
senyawa yang bila dihidrolisis akan terurai menjadi gula (glikon) dan senyawa
lain (aglikonatau genin). Saponin memiliki rasa pahit atau getir dan dapat
netral (larut dalam air), beberapa ada yang bereaksi asam (sukar larut dalam air),
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu saponin sterol (steroid) dan saponin
16
protozoa rumen (Suparjo, 2008). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya
yang menyatakan bahwa senyawa saponin asal tanaman yaitu teh (Hu et al., 2005)
dan lerak (Suharti et al., 2010) dapat menekan pertumbuhan protozoa sehingga
Sumber: Sirait(2007)
ekstrak Lerak (Sapidus rarak) yang mengandung 81,5% saponin pada level 0,6
dan 0,8 mg/ml cairan rumen secara signifikan (P<0,05) menurunkan populasi
17
protozoa. Pada level 0,8 mg/ml secara signifikan meningkatkan (P<0,05) populasi
asetat dan propionat. Respon yang berbeda dilaporkan oleh Hu et al. (2005)
bahwa penambahan ekstrak saponin dari biji teh dengan level 0,4 mg/ml tidak
kandungan saponin dan level saponin yang diberikan lebih rendah dibandingkan
ternak. Prinsip dan kondisinya sama dengan proses yang terjadi di dalam tubuh
ternak yang meliputi proses metabolisme dalam rumen dan abomasum. Kisaran
pH rumert dan retikulurn. yaitu antara 6,5-7,f) dan bervariasi sesuai dengan rasio
secara akurat dengan menggunakan metode two stage in vitro dengan cara
dalam tabung dalam. kadaan kondisi anaerob, kemudian bakteri dimatikan dengan
penambahan asam hidrokiorit (HCI) pada pH 2, lalu diberi larutan pepsin HCI dan
diinkubasi selama 48 jam. Periode kedua ini terjadi dalam organ pasca rumen
(abomasum). Residu bahan yang tidak larut disaring, kemudian dikeringkan dan
Teknik in-vitro atau sering disebut dengan teknik rumen buatan yaitu suatu
percobaan fermentasi bahan pakan secara anaerob dalam tabung fermentor dan
kering (KcBK), kecernaan bahan organik (KcBO), dari Metode in-vitro memiliki
mengurangi pengaruh yang disebabkan hewan induk semang derigan Hasil yang
memuaskan sampel yang dihutuhkan hanya sedikit, sampel dalam jumlah besar
dengan cara menghitung bagian zat makanan yang tidak dikeluarkan melalui feses
dengan asumsi zat makanan tersebut telah diserap oleh ternak. Kecernaan pakan
kecernaan bahan pakan memberi arti seberapa besar bahan pakan itu mengandung
zat-zat makanan dalam bentuk yang dapat dicerna dalam saluran pencemaan
(Ismail, 2011).
nilai kecernaan pakan dapat diukur dengan teknik in- vitro. Teknik in-vitro
berbagai banyak produk akhir, salah satunya adalah VFA. McDonald dkk.(2002),
menghasilkan produk utama berupa VFA, serta gas metan (CH4) dan gas
fermentasi karbohidrat dan sumber energi utama bagi ternak ruminansia. Arora
(1995) juga mengatakan, bahwa peroses fermentasi karbohidrat dalam rumen akan
menghasilkan asam lemak atsiri (asam lemak terbang atau VPA) terutama
70-85% energi pakan dapat diserap dalam bentuk VFA yang merupakan produk
akhir utama peroses fermentasi oleh mikroba rumen. Berdasarkan dari penjelasan
di atas. VFA dapat dikatgorikan sebagai salah satu indikator seberapa efisien
hidrolisis, kemudian dari hasil tersebut akan mengalami peroses yang dinamakan
perivat itulah yang diubah menjadi VFA. Seperti yang dikemukakan oleh Arora
(1995), bahwa ada tiga tahap dalam peroses terbentuknya VFA yang pertama
dan pentosa. Tahap kedua dengan melakukan peroses glikolisis, yaitu hasil dari
piruvat. Piruvat selanjutnya akan diubah menjadi VFA yang umumnya terdiri dari
asetat, butirat dan propionat. Peroses pembentukan VFA berawal dari peroses
Produksi kosentrasi VFA rumen tidak terlepas dari berbagai macam factor
yang mempengaruhinya antara lain seperti pakan (jumlah konsumsi dan jenis
pakan), kondisi cairan rumen, aktivitas mikroba dalam rumen serta ferkunsi
kosentrasi VFA pada ternak umumnya sebanyak 2-15% g/liter. Seperti yang di
jelaskan oleh Kamal (1994) bahwa jumlah VFA variatif 2-15% g/l tergantung
macam makan dan waktu pengambilan cuplikan. Arora (1989) menyatakan bahwa
jenis pakan seperti pakan kasar bisa mempengaruhi fermentasi karbohidrat sampai
menjadi selulosa atau dengan jenis pakan yang kasar akan mempengaruhi pola
serat kasar yang mencerna selulosa dan hemiselulosa. Pencernaan pakan dengan
lebih tinggi (Van soest, (1994). Frekunsi pemberian pakan biasa mempengaruhi
besar kecilnya produksi konentrasi VFA pada rumen. Hasil dari penelitian
rumen terjadi setelah 3-4 jam setelah pemberian pakan. Dengan dimikian bahwa
produksi kosentrasi VFA tidak terlepas dari berbagai macam faktor yang
mempegaruhinya.
Asam lemak terbang (VFA) terdiri dari asam asetat, propionat dan butirat.
asetat tinggi apabila kandungan selulosa tinggi dari hasil fermentasi karbohidrat
pada rumen (Kamal, 1994) sementara arora 1989) berpendapat bahwa pakan
dengan jumlah pati dan kosentrat tinggi menstimulir propionat lebih banyak.
penting untuk menentukan laju mikroba dalam rumen. Menurut penjelasan Arora
(1995) , bahwa amonia adalah sumber nitrogen yang utama dan sangat penting
suatu besaran yang sangat penting untuk dikendalikan karena sangat menentukan
22
dalam rumen, seperti kadar protien dalam pakan yang dikonsumsi, lama pakan
dalam rumen, derajat degradibilitas, pH rumen dan ketersedian gula terlarut dalam
rumem. Seperti pendapat yang dikemukakan oleh Moante dkk. (2004), bahwa
kosentrasi amonia ditentukan oleh tingkat protien pakan yang dikosumsi, derajat
degradibilitas, lama pakan didalam rumen dan tingkat keasaman (pH) rumen.
Selain itu, menurut Arora (1995) bahwa tingkat hidrolosis protien bergantung
kepada daya larutan yang akan mempengaruhi kadar NH3 di mana gula terlarut
amonia di dalam rumen. Hal tersebut sesuai dengan penelitian dari Aswandi dkk.
(2012) yang menyatkan bahwa kandungan protien kasar (PK) yang terkandung
dalam bahan pakan sebesar 10,56% akan menghasilkan kosentrasi amonia sebesar
protien pakan yang tinggi dan protiennya mudah didegradasi akan menghasilkam
bahwa besaran optimun kosentrasi NH3 dalam rumen berkisar antara 85-300 mg/I
atau 6-21 mM. Waktu pasca pemberian pakan di duga berpengaruh terhadap
kosentrasi amonia didalam rumen seperti dijelaskan oleh Wohlt dkk. (1976)
bahwa produksi amonia dipengaruhi oleh waktu setelah makan dan umumnya
produksi maksimum dicapai pada saat 2-4 jam setelah pemberian pakan, sehingga
23
besaran kosentrasi amonia dalam rumen bisa menjadi ukuran seberapa efesien
(2002) bahwa umumnya proposi protien yang didegrasi dalam rumen sekitar 70-
80%. Satter dan Slyter (1974) juga berpendapat bahwa pakan mengandung protien
yang telah lolos dari degradasi, maka kosentrasi NH3 rumen akan rendah (lebih
rendah dari 50 mg/I atau 3,57 mM) dan pertubuhan organisme rumen akan
melambat. Proses degradasi protien juga bisa menjadi salah satu faktor yang
sinergis dan intraksi dari komplek mikroorganisme, terutama selulase dan xilanase
(Trinci eat al., 1994). Ruminansia mempumyai kemampuan yang terbatas dalam
Cairan rumen juga terdapat saliva yang berfungsi sebagai buffer dan
asam-asam, hasil fermentasi mikroba rumen. Siliva merupakan zat pelumas dan
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Juni 2020 di
3.2.1 Alat
3.2.2.Bahan
5. Kapur dolomit
6. Garam
25
7. Mol
8. Molases
adalah ransum:
R1T : Konsentrat (40%) + PSF (15%) + Rumput alam (45%) ± TDT (4%)
R2T : Konsentrat (40%) + PSF ( 30%) + Rumput alam (30%) + TDT (4%)
Yij = + i+ j+ ij
I = 1,2……….. t
J = 1,2………. n
i : Pengaruh perlakuan ke i
j : pengaruh kelompok ke j
Sumber F tabel
Db JK Db Jk Kt F hit
F 0.05 F 0.01
keragaman
Perlakuan t -1 JKP JKP/dbP KTP/KTG
Kelompok r -1 JKK JKK/dbK KTK/KG
Galat (t-1) x (r-1) JKS JKG/dbG
Total (t x r) -1 JKT
Data yang diperoleh dalam penelitian dianalis dengan analisi ragam atau
digunakan adalah daun yang sudah tua. Kemudian daun teh tadi di
Pelepah sawit yang sudah dicoper sebanyak 3 kali setelah itu di tambah
MOL (10 %), kemudian tambah dengan molases sebanyak 50 gr, aduk
sampai rata kemudian masukkan kedalam plastik tutup rata tunggu selama
sampel.
Dedak, ampas tahu, solid, psf, rumput alam, garam, mol, molases dan
kapur
Ransum penelitian ini terdiri dan bahan hijuan 60% dan konsentrat 40%.
Bahan hijauan terdiri dan pelepah sawit fermentasi dan rumput alam,
sedangkan bahan konsentrat berupa dedak padi. ampas tahu, solid, kapur
dan garam.
Nilai gizi dan bahan susunan ranusm dapat di lihat pada tabel 3
Bahan pakan BK BO PK SK LK
Kosentrat 91.21 75.36 14.34 14.94 6.49
Dedak 90.13 86.20 9.14 18,49 6.52
Ampas tahu 10.33 96.35 19.54 13.89 4.25
Rumput 21.04 88.33 14.68 21.67 1.74
Ps 83.82 84.61 9.16 17.08 1.50
Psf 39.93 87.57 10.94 17.03 3.22
Solid 19.24 88.88 14.88 19.65 14.50
Tepung daun teh 91.97 91.93 11.92 3.57 15.34
28
Bahan R0 R1 R2 R3
Rumput alam 60.00 45.00 30.00 15.00
PSF 0.00 15.00 30.00 45.00
Dedak 18.80 18.80 1 8.80 18.80
Ampas tahu 10.00 10.00 10.00 10.00
Solid 10.00 10.00 10.00 10.00
Kapur 0.80 0.80 0.80 0.80
Garam 0.40 0.40 0.40 0.40
Total 100.00 100.00 100.00 100.00
Suplementasi TDT 4.00 4.00 4.00 4.00
Dari perhitungan analisis kandungan nilai gizi setiap perlakuan yang telah
4%
BK BO LK PK SK
R0 34.34 89.66 4.31 13.98 20.37
R1 37.17 89.54 4.53 13.42 19.67
R2 40.01 89.43 4.75 12.86 18.98
R3 42.84 89.31 4.97 12.30 18.28
29
telah diisi air panas dengan suhu 39°C Kemudian ditutup lalu dibawa ke
RPH (Rumah Potong Hewan). Kemudian di RPH air panas dibuang dan
temperatur di dalamnya stabil dan di aliri gas CO2. kemudian saring baru
dapat digunakan
kemudian di beri tutup. Tutup jerigen tadi di lubangi di berikan selang dan
siapkan jerigen I lagi, lubangkan tutupnya, kemudian isi air sebanyak 7-8
liter masukkan selang tadi untuk tempat pembuangan gas. Lalu simpan
Larutan Mc Dougall sebagai buffer dibuat dengan komposisi sebagai berikut : Tabel
MgSO47H2O 0,12
NaC1 0,47
Sumber: Tilley And Tery (1963)
Semua bahan yang dilarutkan menjadi satu liter aquades, larutan buffer
waterbath pada suhu 39°C dan gas CO2di alirkan selama 30— 60 detik untuk
method) (Tilley dan Terry, 1963). Sebanyak 0,5 gram sample sesuai perlakuan
10 ml cairan rumen. Kemudian dikocok dengan gas C02 selama 30 detik untuk
menciptakan suasana anaerob dan di tutup dengan tutup karet berventilasi. Tabung
dimasukan kedalam shaker water bath dengan suhu 39Oc. Peroses fermentasi
dihentikan setelah inkubasi selama 4 jam dan 48 jam. Tutup tabung dibuka
Supernatan yang diperoleh pada tabung inkubasi 4 jam diambil untuk analisis
produksi VFA total dan konsentrasi NH3. Supernatan yang diperoleh pada tabung
erlenmeyer 250 ml yang berisi larutan NaOH sebanyak 5 ml, setelah itu destilasi
dihentikan apabila volume telah mencapai 100 ml. Destilat yan berada di
Titrasi dilakukan menggunakan larutan HCI 0,5 N hingga terjadi perubahan warna
Keterangan :
tutupnya diolesi bagian tepi dengan vaselin. Bagian tengah cawan dimasukkan 1
ml asam borat dan 1 tetes indikator campuran metil merah dan bromkreso
(NaCO3) jenuh dimasukkan pada sisi kanan. Cawan ditutup dan digoyang secara
perlahan agar larutan supernatan dan sodium karbont tercampur secara homogen,
kemudian didiamkan selama 24 jam cawan dibuka dan kemudian dilakukan titrasi
Keterangan :
endapan, diukur dengan alat pH meter digital. Sebelum digunakan dengan alat
DAFTAR PUSTAKA
Arora, S.P. 1995. Pecernaan Mikroba pada Ruminansia. Gadjah Mada University
press, Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh Retno Murwani).
Belitz, H.D. and W.Grosch. 2012. Food Chemistry.Edisi 4.Springer Berlin. Berlin
Cheeke, R P,. 2004 , Saponins: Suprising Benefis Of Desert Plants. Linus Pailing
Institute, USA.
Dewhurst, R.J.F. Webster, F. Waiman and P.J.S. Dewey. 1986. Prediction of the
true metabolisable energy concentration in forages for ruminants. Anim.
Prod. 43 : 183-194.
34
Francis, G., Z. Kerem, H.P.S Makar , & K. Becker. 2002. The bioligical action of
saponins in animal system : areview Br.J. Nurt, 88: 587-605.
Fulder, S. 2004. Khasiat Teh Hijau. Jakarta : Prestasi Pustaka. 130 hal.
Tinggi Tahun Ke 1.
Hutauruk, J.E., 2010, Isolasi Senyawa Flavonoida Dan Kulit Buah Tanaman
Jengkol (PitheceiJobizm Jobahm &nth.)Sb,pci. FMJPA, USU.
Hvelplund, T. 1991. Volatile fatty acids and protien production in thr rumen. In :
J.P. Jouvany (Ed), rumen microbial metabolism and ruminant digestion
inra : PARIS.
35
Jayanegara, A., H.P.S. Makkar & K.Becker. 2008. Mathane reduction potential of
tanins – containing plants using an in vitro rumen fermentation system.
Proc. So. Nutr. Physiol, Goettingen, Germany, 17:159.
lndrayanti, N., Jusadi, D., &Utomo, N.B.P. 2011, Evaluasi Kecernaan Campuran
BIS dan Orgok yang di fermentasi dengan trichoderma harnumuntuk
pakan ikan nila Oreochromissp. Tesis. Program Studi Nutrisi Dan
Makanan Ternak Fakultas Pertanian Unsri, palembang.
Makar, H. P. S., 2003. Effect and fate of tanins in ruminant animals, adaptation to
tanins, and strategies to overcome detrimental effects of feding tanins —
rich feeds .1 Small Ruminant Research, 49: 241-256.
Muhidin NH, juli N, Aryyantha INP. 2001 . Peningkatan Kandungan Protein Kulil
Ubi KayuNlelalui proses Yerrneniasi, jumal Ns. 6(1); 1-12.
Nurhayati. 2010. Evaluasi nutrisi campuaran bungkil inti sawit dan onggok yang
difermentasi menggunkan Asperagillus niger sebagai bahan pakan
altematif. Tesis. Program Pascaserjana Universitas Brawijaya.
Malang, 71 hlm.
Nurhidayah, AS. 2005. Pemanfaatan daun kelapa sawit dalam bentuk wafer
ransum komplit domba. Skripsi fakultas peternakan institut pertanian
bogor. Bogor.
37
Simanihuruk, K., Junjungan, dan Ginting, SP., 2008. Pemanfaatan silase pelepah
kelapa sawit sebagai Pakan Basal Kambing Kacang Fase Pertumbuhan.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hal. 446-455.
Suharti, S., A, Kurniawati, D.A, Astuti, and E, Wina. 2010. Mikrobial population
and Fermentation Characteristic in Respons to saponindus Rarak Mineral
Block Suplementation. Media Peternakan. 33(3) : 150-154.
Suharti S., D. A. Astuti, & E. Wina, T. Toharmat. 2011. Rumen microbial in the
in vitro fermentation of different rations of forage and consentrate
38
Sulaila. 2018. Pengaruh Suplementasi Tepung Kulit Jengkol Pada Rumput Alam
Terhadap pH, Kecernaan Bahan Okering dan Kecernaan Bahan Organik
[Skripsi] Universitas Muhamadiyah Bengkulu.
Suparjo . 2008. Saponin , Peran dan Pengaruhnya bagi ternak dan manusia
laboratorium makan ternak. Fakultas Perternakan. Universitas
Muhamdiyah Jambi. 23 Febuari 2008.
Sutari, N.W.S. 2010. Uji berbagi jenis pupuk cair biourine terhadap pertumbuhan
dan hasil tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.). Agritrop : jurnal ilmu-
ilmu pertanian (Journal On agricultural Sciences).
Sutardi, T. 1997. Ikhtisar ruminologi badan khusus peternakan sapi pera. Kayu
ambon, lembang. Diriktorat jendral peternakan. Lembang.
Tilley, J. M. A & R. A. Terry. 1963. A two stage technique for the in vitro
digestion of forage. J. British Grassland Society. 18: 104-111.
Trinci, A,P,J., D.R. Davies., K. Gull., M.L. Lawrence., B.B. Nielsen., A. Rickers.
And M,K. Theodorou. 1994. Anaerobic fungi in herbivorous animals.
Van Soest, P. J. 1994. Nutrtional Ecology of the ruminant. 2nd. Ed. Comstock
publishing Associates A division of Cornell University Press, Ithaca.
39