Anda di halaman 1dari 17

KEPANITERAAN KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA


SMF ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN
RUMAH SAKIT IMANUEL
Periode 10 July 2017 – 12 Agustus 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat
LAPORAN KASUS
Morbus Hansen/Lepra/Kusta
Dokter Pembimbing : dr.Desidera, Sp.KK Tanda Tangan :

Nama Co-Ass : Sulaiman Bin Zaini


NIM : 11.2015.195

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. W
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 44th
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 12 July 2017, pukul 11.30 WIB
A. Keluhan Utama
Pada wajah dan telinga terdapat bercak putih yang meninggi sejak ± 3 bulan smrs
B. Riwayat Penyakit Sekarang

1
Seorang ibu usia 44 tahun datang dengan keluhan terdapat bercak putih yang meninggi
pada wajah dan telinga sejak ± 3 bulan smrs. Pada daerah bercak, pasien mengeluh mati
rasa, kebas dan terkadang nyeri. Keluhan mati rasa bertambah apabila pasien dalam cuaca
panas. Pasien mengatakan sudah datang ke rumah sakit 4 kali untuk control pengobatannya.
Kurang lebih 6 bulan smrs, pasien pernah kontrol dengan bercak berwarna merah. Pasien
mengaku bercak pertama kali muncul pada siku kiri, lutut kiri dan tapak kaki kiri sejak ± 1
tahun smrs (Agustus 2016). Pengobatan yang telah dilakukan pasien hanyalah berdasarkan
rekomendasi dokter. Pasien menyangkal menggunakan obat tradisional.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak memiliki riwayat alergi maupun riwayat penyakit kulit sebelumnya.

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Dikeluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Dermatologis
Lokasi : Regio fasialis, Regio Anti tragus
Eflorosensi : Tampak makula infiltrasi dengan ukuran 1x2cm di regio nasalis dan
1x1cm di regio anti tragus

Gambar1. Regio Fasialis

2
Gambar 2 : Regio Anti Tragus

RESUME
Seorang ibu usia 44 tahun datang dengan keluhan terdapat bercak putih yang meninggi pada
wajah dan telinga sejak ± 3 bulan smrs. Pada daerah bercak, pasien mengeluh mati rasa, kebas
dan terkadang nyeri. Keluhan mati rasa bertambah apabila pasien dalam cuaca panas. Pasien
mengatakan sudah datang ke rumah sakit 4 kali untuk control pengobatannya. Kurang lebih 6
bulan smrs, pasien pernah kontrol dengan bercak berwarna merah. Pasien mengaku bercak
pertama kali muncul pada siku kiri, lutut kiri dan tapak kaki kiri sejak ± 1 tahun smrs (Agustus
2016). Pada status dermatologis ditemukan pada regio regio fasialis dan regio anti tragus.
Eflorosensi tampak makula infiltrasi dengan ukuran 1x2cm di regio nasalis dan 1x1cm di
regio anti tragus.

DIAGNOSIS KERJA
 Morbus Hansen tipe Border Line
DIAGNOSIS BANDING
 Selulitis, erisipelas ataupun psoriasis.

3
TATALAKSANA
Regimen ROM ,(kombinasi dalam satu tablet), sekali dosis tunggal/bulan selama 24 bulan
berturut-turut.
 Rifampisin 600 mg
 Ofloksasin 400 mg
 Minosiklin 100 mg
Vitamin B kompleks 2x/hari
Kontrol per 3 bulan

EDUKASI

 Pasien secara rutin perlu menjaga diri kebersihan diri,terutama pada regio yang
mengalami penurunan fungsi neurologis. Tangan atau kaki yang anestetik dapat direndam
setiap hari selama 10-15 menit
 Istirehatkan regio yang terlihat kemerahan atau melepuh. Hindari tekanan yang
berlebihan pada regio lesi, misalnya dengan elevasi tungkai saat istirehat atau mencegah
berjalan kaki dalam jangka waktu yang lama

PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : malam

4
LEPRA

PENDAHULUAN
Lepra merupakan penyakit tertua yang sampai sekarang masih ada. Lepra berasal dari
bahasa India kustha, dikenal sejak 1400 tahun sebelum masehi. Lepra merupakan penyakit yang
sangat ditakuti oleh masyarakat karena dapat menyebabkan ulserasi, mutilasi dan deformitas.
Penderita lepra tidak hanya menderita akibat penyakitnya saja tetapi juga karena dikucilkan
masyarakat sekitarnya. Oleh sebab itu, penulis akan membahas penyakit lepra lebih mendalam
dalam makalah ini. 1
Lepra merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah Mycobacterium
leprae yang bersifat intrasellular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan
mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf
pusat. 1
Jumlah kasus kusta baru di dunia pada tahun 2011 adalah 219.075. Dari jumlah tersebut
paling banyak terdapat di regional Asia Tenggara (160.132) diikuti regional Amerika (36.832),
regional Afrika (12.673) dan sisanya berada di regional lain di dunia.2

DEFINISI
Istilah kusta berasal dar bahasa sansekerata, yakni kustha berarti kumpulan gejala-gejala
kulit secara umum. Penyakit kusta atau lepra disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama
yang menemukan kuman. Kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae.
Kusta menyerang berbagai bagian tubuh diantaranya syaraf dan kulit. Penyakit ini adalah
tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernafasan atas dan lesi
pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat
progresif menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak dan mata. Tidak seperti
mitos yang beredar di masyarakat, kusta tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang
begitu mudah seperti penyakit tzaraaath yang digambarkan dan sering disamakan dengan kusta. 3

5
PATOGENESIS
Penyakit Kusta adalah infeksi kronis oleh Mycobacterium leprae, yang secara primer
menyerang saraf tepi dan sekunder menyerang kulit dan berbagai organ lain. Berarti yang
diserang oleh kuman secara awal adalah saraf tepi lebih dahulu, baru selanjutnya ke kulit dan
organ lain. Dari definisi tersebut dapat dimaklumi bahwa sebelum munculnya lesi kusta di kulit,
telah terjadi serangkaian proses patologis mulai saat sel Schwann di perineurium dimasuki oleh
basil kusta dan akhirnya mereka bersarang di sel tersebut.
Setelah kuman memperbanyak diri di dalamnya, sel tersebut akhirnya pecah dan kuman
tersebar keluar yang selanjutnya akan dikenali oleh sistim imunitas tubuh. Imunitas humoral
akan memberikan respon dengan timbulnya antibodi spesifik terhadap basil kusta, yaitu antibodi
anti Phenolic Glycolipid-1 (PGL-1). Meskipun timbul antibodi yang spesifik, tetapi tidak efektif
untuk membunuh kuman intra seluler seperti M. leprae ini. Namun adanya antibodi spesifik ini
dapat digunakan sebagai petanda (“marker”) adanya basil kusta dalam tubuh. Telah diketahui
bahwa tingginya titer anti PGL-1 sebanding dengan banyaknya kuman di dalam tubuh
penderita.4
Predileksi Mycobacterium leprae di daerah yang relatif dingin. Patogenitas dan daya
invasifnya rendah, sebab penderita yang mengandung kuman jauh lebih banyak belum tentu
memberikan gejala yang lebih berat, bahkan dapat sebaliknya.
Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat penyakit disebabkan oleh
respons imun yang berbeda yang menggugah timbulnya reaksi granuloma setempat atau
menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif sehingga disebut sebagai penyakit
imunologik. Gejala klinisnya lebih sebanding dengan tingkat reaksi selulernya daripada
intensitas infeksinya. Badan pathogenesis kusta :

6
Gambar 1 : Badan pathogenesis kusta

Penderita yang terkena kontak dengan Mycobacterium leprae akan timbul infeksi
subklinik dan sembuh secara alamiah tanpa menunjukkan gejala atau tanda klinik. Hal ini dapat
ditunjukkan dengan tes imunologik yang merupakan respons normal terhadap kontak seseorang
dengan M. leprae sebagai tanda timbulnya imunitas.
Setelah M.leprae masuk tubuh, bergantung pada kerentanan orang tersebut, kalau tidak
rentan tidak akan sakit dan jika rentan setelah masa tunasnya dilampaui akan timbul gejala
penyakit. Tipe yang terjadi bergantung pada derajat CMI (Cell Mediated Immunity) penderita
terhadap M.leprae. Kalau CMI tinggi, ke arah tuberkuloid dan kalau rendah kearah lepromatosa.
Perjalanan alamiah penyakit kusta yang tidak diobati dapat dilihat pada diagram berikut

Gambar 2 : Perjalanan alamiah penyakit kusta yang tidak diobati

7
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan tambahan yaitu lesi yang diawali
dengan bercak putih bersisik halus pada bagian tubuh, tidak gatal, kemudian membesar dan
meluas. Bila saraf terkena, penderita mengeluh kesemutan/baal atau sukar menggerakkan
anggota badan, yang berlanjut dengan kekakuan sendi. Rambut alispun rontok.12

GEJALA KLINIS
Bakteri pada penyakit kusta terutama menyerang kulit dan jaringan saraf perifer (saraf di
luar otak dan sumsum tulang belakang). Bakteri lepra juga dapat menyerang mata dan jaringan
tipis yang melapisi bagian dalam hidung. Gejala utama penyakit kusta berupa bercak perubahan
warna (menjadi putih seperti panu) atau lesi pada kulit, berbentuk benjolan, atau benjolan yang
tidak hilang setelah beberapa minggu atau bulan.
Yang menjadi gejala khas dari penyakit kusta, bahwa lesi pada kulit yang disertai dengan
kerusakan saraf akan menimbulkan gejala-gejala sebagai berikut:
 Mati rasa pada bagian kulit yang terkena misalnya lengan dan kaki
 Kelemahan Otot
Biasanya memerlukan waktu sekitar 3 sampai 5 tahun sampai gejala kusta muncul setelah
seseorang kontak dengan bakteri lepra. Walau demikian, ada juga beberapa orang yang tidak
mengalami gejala apapun sampai 20 tahun kemudian. Waktu antara kontak dengan bakteri
sampai munculnya gejala disebut masa inkubasi. Masa inkubasi pada penyakit kusta begitu
panjang sehingga menjadi sangat sulit bagi dokter untuk menentukan kapan dan dari mana
seseorang tertular bakteri lepra.5
Pasien dengan penyakit ini dapat dikelompokkan lagi menjadi 'kusta tuberkuloid (Inggris:
paucibacillary), kusta lepromatosa (penyakit Hansen multibasiler), atau kusta multibasiler
(borderline leprosy).
Penilaian untuk tanda-tanda fisik terdapat pada 3 area umum: lesi kutaneus, neuropathi,
dan mata.
Untuk lesi kutaneus, menilai jumlah dan distribusi lesi pada kulit. Makula hipopigmentasi
dengan tepian yang menonjol sering merupakan lesi kutaneus yang pertama kali muncul. Sering
juga berupa plak. Lesi mungkin atau tidak mungkin menjadi hipoesthetik. Lesi pada pantat
sering sebagai indikasi tipe borderline.

8
Tanda-tanda umum dari neuropathy lepra
1. neuropathy sensoris jauh lebih umum dibandingkan neuropathy motorik, tapi neuropathy
motorik murni dapat juga muncul.
2. mononeuropathy dan multiplex mononeuritis dapat timbul, dengan saraf ulna dan
peroneal yang lebih sering terlibat
3. neuropathy perifer simetris dapat juga timbul
Gejala dari neuropathy lepra biasanya termasuk berikut:
1. anesthesia, tidak nyeri, patch kulit yang tidak gatal,: pasien dengan lesi kulit yang
menutupi cabang saraf perifer mempunyai resiko tinggi untuk berkembangnya kerusakan
motoris dan sensoris.
2. deformitas yang disebabkan kelemahan dan mensia-siakan dari otot-otot yang diinervasi
oleh saraf perifer yang terpengaruh (ct. claw hand atau drop foot menyusul kelemahan
otot)
3. gejala sensoris yang berkurang untuk melengkapi hilangnya sensasi, paresthesia dalam
distribusi saraf-saraf yang terpengaruh, nyeri neuralgia saat saraf memendek atau
diregangkan
4. lepuh yang timbul spontan dan ulcus tropic sebagai konsekuensi dari hilangnya sensoris

Gejala yang terlihat pada suatu reaksi


1. reaksi reversal – onset yang mendadak dari kulit yang kemerahan dan munculnya lesi-lesi
kulit yang baru
2. reaksi ENL – nodul pada kulit yang multiple, demam, nyeri sendi, nyeri otot, dan mata
merah
3. nyeri neuritik yang hebat dan perubahan yang cepat dari kerusakan saraf perifer yang
menghasilkan claw hand atau drop foot6.
Kerusakan mata pada kusta dapat primer dan sekunder. Primer mengakibatkan alopesia
pada alis mata dan bulu mata, juga dapat mendesak jaringan mata lainnya. Sekunder disebabkan
oleh rusaknya N.fasialis yang dapat membuat paralisis N.orbitkularis palpebrarum sebagian atau
seluruhnya, mengakibatkan lagoftalmus yang selanjutnya, menyebabkan kerusakan bagian –
bagian mata lainnya. Secara sendirian atau bersama – sama akan menyebabkan kebutaan7.

9
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pewarnaan Ziehl Neelsen

 Bahan dari 6 lokasi: lesi kulit (2), cuping telinga (2), kulit distal telunjuk/tengah (2)
 Bahan biopsi kulit atau saraf
 Indeks Bakteri (IB) : untuk menentukan klasifikasi penyakit lepra dengan melihat
kepadatan BTA tanpa melihat kuman hidup (solid) atau mati (fragmented/granular)
Indeks Bakteri (IB) ditentukan dengan cara :

0 : Tidak ada BTA dalam 100 lapang pandang


1 +: 1-10 BTA dalam dalam 100 lapang pandang
2 +: 1-10 BTA dalam dalam 10 lapang pandang
3 +: 1-10 BTA dalam dalam 1 lapang pandang
4 +: 11-100 BTA dalam dalam 1 lapang pandang
5 +: 101-1000 BTA dalam dalam 1 lapang pandang
6 +: >1000 BTA dalam dalam 1 lapang pandang

 Indeks Morfologi : Untuk menentukan persentase BTA hidup atau mati


Rumus : Jumlah BTA solid x 100 % = x %

Jumlah BTA solid + non solid

Guna : untuk melihat keberhasilan terapi, melihat resistensi kuman BTA, melihat
infeksisitas penyakit.

Pemeriksaan histopatologik

Untuk membedakan tipe TT & LL

 Pada tipe TT : ditemukan tuberkel (giant cell, limfosit)


 Pada tipe LL : ditemukan sel busa (Virchow cell/sel lepra)

Pemeriksaan tes lepromin

digunakan untuk mlihat daya imunitas penderita terhadap penyakit kusta.

Pemeriksaan serologic

Bertujuan untuk membantu diagnosis kusta yang meragukan

 Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Aglutination)


 Uji ELISA (Enzyme Linked Immuno-Sorbent Assay)
 ML dipstick ( Mycobacterium Leprae dipstick)8

10
DIAGNOSIS-KRITERIA
Diagnosa dari lepra pada umumnya berdasarkan pada gejala klinis dan symptom. Lesi
kulit dapat bersifat tunggal atau multiple yang biasanya dengan pigmentasi lebih sedikit
dibandingkan kulit normal yang mengelilingi. Kadang lesi tampak kemerahan atau berwarna
tembaga. Beberapa variasi lesi kulit mungkin terlihat, tapi umumnya berupa makula (datar),
papula (menonjol), atau nodul. Kehilangan sensasi merupakan tipikal dari lepra. Lesi pada kulit
mungkin menunjukkan kehilangan sensasi pada pinprick atau sentuhan halus. Saraf yang
menebal, terutama cabang saraf perifer merupakan ciri-ciri lepra. Saraf yang menebal biasanya
disertai oleh tanda-tanda lain sebagai hasil dari kerusakan saraf. Ini dapat mengakibatkan
berkurangnya sensasi pada kulit dan kelemahan otot-otot yang dipersarafi oleh saraf yang
terserang.
Pada ketidakhadiran tanda-tanda tadi, hanya penebalan saraf, tanpa berkurangnya sensori
dan atau kelemahan otot menjadi tanda yang kurang reliable bagi lepra. Smear pada kulit dengan
hasil positif: pada proporsi kecil dari kasus-kasus, bentuk batang, basil lepra tercat merah,
dimana merupakan diagnostic dari penyakit, dapat terlihat pada sediaan yang diambil dari kulit
yang terinfeksi saat diperiksa dibawah mikroskop sesudah mengalami pengecatan yang tepat.
Seseorang yang menunjukkan kelainan kulit atau dengan symptom yang mengarah
kepada kerusakan saraf, dimana pada dirinya tanda kardinal tidak didapatkan atau diragukan
sebaiknya disebut ‘’suspek kasus’’. Individu dengan hal tersebut sebaiknya diberitahu tentang
fakta-fakta dasar dari lepra dan disarankan untuk kembali ke pusat kesehatan jika gejala tetap ada
selama lebih dari enam bulan atau jika ditemukan gejala makin memburuk. Suspek kasus dapat
dikirim ke klinik rujukan dengan fasilitas yang lebih baik untuk diagnose9.
Ada 3 tanda kardinal, yang kalau salah satunya ada sudah cukup untuk menetapkan
diagnosis dari penyakit kusta yakni10:
1. Lesi kulit yang anestesi,
2. Penebalan saraf perifer, dan
3. Ditemukannya M. leprae sebagai bakteriologis positif.
Klasifikasi berdasarkan pada system klinis yang bertujuan pada pengobatan terdiri dari
penggunaan jumlah dari lesi pada kulit dan saraf yang terlibat sebagai dasar untuk
mengkelompokkan pasien lepra kedalam multibasiler lepra(MB) dan pausibasiler lepra(PB) 11.

11
Menurut kongres Internasional Madrid (1953), penyakit kusta dapat dibagi atas:
 Tipe Lepromatosa (L)
 Tipe Tuberkuloid (T)
 Tipe Borderline (B)
 Tipe Indeterminan (I)

Klasifikasi tersebut berguna untuk program pemberantasan penyakit kusta. Kepentingan


pokok klasifikasi penderita dalam menentukan strategi pemberantasan kusta adalah untuk :
 Identifikasi kasus-kasus infeksius
 Identifikasi kasus-kasus yang mungkin menjadi infeksius
 Identifikasi penderita yang mungkin akan mengalami deformitas
 Menentukan lamanya pengobatan yang ditentukan oleh tipe penyakitnya
Sedangkan untuk penelitian dan pengobatan dipakai klasifikasi Ridley dan Jopling (1966)
yang dibuat berdasarkan respon imunologis penderita, yaitu: Tipe TT (Tuberkuloid Polar)
merupakan tipe stabil Tipe BT (Borderline Tuberkuloid) Tipe BB (Mid Borderline) Tipe BL
(Borderline Lepromatous) Tipe LL (Lepromatous Polar),
Zona spektrum kusta menurut macam klasifikasi adalah sebagai berikut :12

Tabel 1 : Zona Spektrum Kusta Menurut Macam Klasifikasi

12
Sifat Lepromatosa (LL) Borderline Lepromatosa Mid Borderline (BB)
(BL)
Lesi
-Bentuk Makula Makula Plakat
Infiltrat difus Plakat Dome-shape (kubah)
Papul Papul Punched-out
Nodus
-Jumlah Tidak terhitung, praktis tidak Sukar dihitung, masih ada Dapat dihitung, kulit sehat
ada kulit sehat kulit sehat jelas ada
-Distribusi Simetris Hampir simetris Asimetris
-Permukaan Halus berkilat Halus berkilat Agak kasar, agak berkilat

-Batas Tidak jelas Agak jelas Agak jelas


-Anestesia Biasanya tidak jelas Tak jelas Lebih jelas
BTA
-Lesi kulit Banyak (ada globus) Banyak Agak banyak
-Sekret hidung Banyak (ada globus) Biasanya negatif Negatif

Tes Lepromin Negatif Negatif Negatif


Tabel 2 : Gambaran Klinis, Bakteriologik, dan Imunologik Kusta Multibasilar (MB)13

Karakteristik Tuberkuloid (TT) Borderline Tuberculoid (BT) Indeterminate (I)


Lesi
-Tipe Makula ; makula dibatasi Makula dibatasi infiltrat saja; Hanya Infiltrat
infiltrat infiltrat saja

-Jumlah Satu atau dapat beberapa Beberapa atau satu dengan lesi Satu atau beberapa
satelit
-Distribusi Terlokalisasi & asimetris Asimetris Bervariasi

-Permukaan Kering, skuama Kering, skuama Dapat halus agak berkilat

-Batas Jelas Jelas Dapat jelas atau dapat tidak


jelas

-Anestesia Jelas Jelas Tak ada sampai tidak jelas

BTA
-lesi kulit Hampir selalu negatif Negatif atau hanya 1+ Biasanya negatif

Tes lepromin Positif kuat (3+) Positif lemah Dapat positif lemah atau
negatif
Tabel 3 : Gambaran Klinis, Bakteriologik, dan Imunologik Kusta Pausibasilar (PB)13

13
Sifat PB MB

1. Lesi kulit 1 – 5 lesi Lebih dari 5 lesi


(makula datar, papul yang meninggi, Hipopigmentasi/eritema Distribusi lebih simetris
nodus) Distribusi tidak simetris Hilangnya sensasi kurang jelas
Hilangnya sensasi yang jelas
2. Kerusakan saraf Hanya satu cabang Banyak cabang saraf
(menyebabkan hilangnya
sensasi/kelemahan otot yang dipersarafi
oleh saraf yang terkena)
Tabel 4 : Bagian Diagnosis Klinis Menurut WHO (1995) 13

DIAGNOSIS BANDING
Beberapa hal penting dalam menentukan diagnosis banding kusta:
 Ada makula hipopigmentasi
 Ada daerah anestesi
 Pemeriksaan bakteriologi memperlihatkan basil tahan asam
 Ada pembengkakan/pengerasan saraf tepi atau cabangnya
Penentuan diagnosis banding dari penyakit kusta lebih didasarkan pada efloresensi/ bentuk lesi
kulit tiap tipe penyakit.
 Tipe I (makula hipopigmentasi). Diagnosis banding: Tinea versikolor, vitiligo, pitiriasis
rosea, dermatitis seboroika, liken simpleks kronis.
 Tipe TT (makula erimatosa dengan pinggir meninggi). Diagnosis banding: Tinea
korporis, psoriasis, lupus erimatosus tipe diskoid atau pitiriasis rosea.
 Tipe BT, BB, BL (infiltrat merah tak berbatas tegas). Diagnosis banding: Selulitis,
erisipelas ataupun psoriasis.
 Tipe LL (bentuk nodula). DD: SLE, dermatomiositis atau erupsi obat.12

14
PENATALAKSANAAN
Pengobatan Kusta diberikan mengikuti standar regimen dari WHO

a) Tipe Pausibasiler :

 Rifampisin 600 mg/bulan, diminum di depan petugas rumah sakit / puskesmas


 DDS (diamino difenil sulfat) 100 mg/hari.
 Diberikan secara teratur 6 dosis dalam 6-9 bulan.

b) Tipe Multibasiler :

 Rifampisin 600 mg/bulan, diminum di depan petugas rumah sakit/puskesmas.


 DDS 100 mg/hari.
 Lamprene 300 mg/bulan, diminum di depan petugas dan dilanjutkan dengan dosis 50
mg/hari.
 Diberikan teratur 12 dosis dalam 12-18 bulan.14

Obat alternatif yang lain adalah regimen ROM (kombinasi dari Rifampisin 600 mg,
Ofloksasin 400 mg dan Minosiklin 100 mg dalam satu tablet). Dosis pemberian ROM sesuai
tipe kusta :

a) Tipe Pausibasiler lesi tunggal : ROM satu kali dosis tunggal.


b) Tipe Pausibasiler lesi 2-5 : ROM sekali dosis tunggal/bulan selama 6 bulan berturut-turut.
c) Tipe Multibasiler : ROM sekali dosis tunggal/bulan selama 24 bulan berturut-turut.

Selain obat-obat tersebut, pasien perlu juga diberikan vitamin yang bersifat neurotropik
dan tablet penambah darah. Setelah mengkonsumsi obat dengan teratur, pasien bisa
dinyatakan bebas pengobatan (RFT) tetapi tetap kontrol teratur selama 2 tahun untuk tipe
Pausibasiler dan 5 tahun untuk multibasiler.14

Reaksi kusta adalah Episode akut dari penyakit kusta dengan gejala konstitusi, aktivasi
dan atau timbul efloresensi baru dikulit. Klasifikasi reaksi kusta:

a) Eritema Nodosum Leprosum (ENL)


Umumnya terjadi pada kusta tipe BL atau LL. Yang berperan penting adalah sistem
imunologis humoral. Gejala konstitusional berupa demam, menggigil, mual, nyeri sendi, sakit
pada saraf dan otot. Pada kulit timbul eritema, nodus dan bila nodus pecah menimbulkan
ulkus. Predileksi antara lain lengan tungkai dan dinding perut.
Penatalaksanaan reaksi ENL adalah :
 Antipiretik-analgetik: Parasetamol atau Metampiron 4 x 500 mg

15
 Kortikosteroid: Prednison, dosis awal 20-40 mg/hari dalam 4 dosis
 Klofazimin 300 mg/hari
 Obat antikusta lain diteruskan

b) Reaksi Pembalikan (Reaksi Reversal, Reaksi Upgrading)


Umumnya pada kusta tipe BT, BB dan BL. Yang berperan penting adalah sistem
imunologis seluler. Gejala konstitusi lebih ringan dari ENL. Gejala kulit lesi-lesi kusta
menjadi lebih banyak dan lebih aktif secara mendadak. Tidak timbul nodus dan kadang ada
jejak neuritis.
Tatalaksana reaksi Reversal adalah :
 Bila timbul neuritis, berikan kortikosteroid (Prednison 30-60 mg/hari)
 Analgetik dan antipiretik jika perlu
 Obat kusta yang lain diteruskan12

KOMPLIKASI
 Neuropati mencakup fungsi penurunan sensorik, motoric, atau otonom saraf perifer
 Ulkus atau fisura yang dapat mengakibatkan osteomyelitis hingga amputasi digiti
 Pembentukan kalus, akibat penurunan aktivitas kelenjar keringat
 Kontraktur sendi, akibat paralisis otot. Latihan fisis secara aktif maupun pasif diperlukan
untuk mencegah komplikasi ini
 Kelainan oftalmologis, penurunan sensoris kornea (trigeminal neuropati), lagoftalmos
(neuropati fasialis)
 Pada reaksi ENL dapat ditemukan uveitis, daktilis, limfadenitis, neuritis, miositosis,
maupun orchitis 8

PROGNOSIS
Dengan adanya obat-obat kombinasi, pengobatan menjadi lebih sederhana dan lebih singkat serta
prognosis menjadi lebih baik. Bila sudah ada kontraktur dan ulkus kronik, prognosis menjadi
kurang baik.12

16
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi dkk. Kusta. Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, dan Siti Aisah. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin edisi kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007 ;73- 88.
2. Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta, Kementerian Kesehatan RI
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2012
3. Kusta, Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015
4. Agusni. I Masalah Perawatan Kusta Hari Ini, Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin, Available at : http://perdoski.org/index.php/public/information/mdvi-detail-
editorial/26k
5. Penyakit Kusta/ Lepra. 2015 Available at https://mediskus.com/kusta
6. Sridharan R, Lorenzo NZ. Neuropathy of leprosy. 2007. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/1171421-overview
7. Lewis Felisa S, Conologue T, Harrop E. Leprosy: mycobacterial infection. 2008.
Available at : http://emedicine.medscape.com/article/1104977-overview
8. Oentari W dan Menaldi S.L. Kusta Kapita Selekta Kedokteran 2014
9. World Health Organization. Leprosy elimination. World Health Organization, 2009.
Available at : http://www.who.int/lep/diagnosis/en/index.html
10. Kumar.B and Dogra.S Leprosy: A Disease with diagnostic and management challenge ,
Indian Journal of Dermatology , Venereology and Leprology available
http://www.ijdvl.com/article.asp?issn=03786323;year=2009;volume=75;issue=2;spage=1
11;epage=115;aulast=Kumar
11. World Health Organization. Leprosy elimination. World Health Organization, 2009.
Available at : http://www.who.int/lep/classification/en/index.html
12. Penyakit Kusta (Morbus Hansen), Medicine Stuff 2017 available at
http://www.medicinestuffs.com/2016/04/penyakit-kusta-morbus-hansen.html
13. Djuanda, Adhi dkk. Kusta. Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, dan Siti Aisah. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin edisi kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007 ;75-77
14. Sekilas Penyakit Kusta (Morbus Hansen), Medicine stuff 2017 available at
http://www.medicinestuffs.com/2013/08/sekilas-penyakit-kusta-morbus-hansen.html

17

Anda mungkin juga menyukai