Anda di halaman 1dari 21

File asli makalah blok 27

Penyakit Berhubungan dengan Stress yang Diperberat Kerja

Gusria Winingsih
C6
102012397
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
gusriawiningsih94@gmail.com

Pendahuluan

Pekerjaan merupakan bagian yang memegang peranan penting bagi kehidupan manusia
yang dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula merupakan gangguan
dan ancaman. Terjadinya gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja fisik yang buruk telah
lama diketahui, juga telah pula dipahami bahwa desain dan organisasi kerja yang tidak
memadai seperti kecepatan dan beban kerja yang berlebihan merupakan faktor-faktor lain
yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan akibat kerja. Tetapi beberapa penelitian
membuktikan bahwa faktor-faktor penyebab gangguan kesehatan tersebut bukan murni
factor fisik tetapi disertai juga unsur psikologis. Hasil penelitian menunjukan adanya
perbedaan angka kejadian penyakit penyumbatan pembuluh darah jantung antara pekerja
kerah biru (blue collar) dan kerah putih (white collar). Hal ini membuktikan bahwa jenis
pekerjaan menimbulkan gangguan kesehatan yang berbeda.

Kasus

Seorang perempuan usia 30 tahun, datang ke klinik anda dengan keluhan utama mual
berulang sejak 1 bulan yang lalu. Dari anamnesis diketahui bahwa keluhan lain yang di alami
pasien adalah pusing dan sulit untuk tidur. Pasien adalah seorang karyawan bagian
administrasi yang baru bekerja sejak 1 bulan yang lalu serta mengaku meniliki masalah
dengan pekerjaannya. Dari pemeriksaan fisik dan penunjang tidak ditemukan kelainan.

Pembahasan
Diagnosis klinis

1. Anamnesis
- Identitas : Wanita, 40 tahun
- RPS : Pusing, Mual
- RPD :-
- RPK :-
- RPKerjaan : Karyawan bagian administrasi, 1 bulan lalu
- Pajanan : Stress
- Pemeriksaan Fisik : TTV normal
- Pemeriksaan penunjang : BAB normal, BAK normal

2. Pajanan yang dialami

Psikologi (stress). Stress adalah suatu keadaan disebabkan oleh adanya tuntutan
internal maupun eksternal (stimulus) sehingga individu akan bereaksi baik secara fisiologis
maupun psikologis (respon) serta melakukan usaha-usaha penyesuaian diri terhadap situasi
tersebut (proses). Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental.
Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat
membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya,
stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stress disebut
dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena stress, disebut strain. Dan apabila
pengertian stress dikaitkan dengan penelitian ini maka stress itu sendiri adalah suatu kondisi
yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan dari dalam
ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka. Adanya
system kognitif, apresiasi stress menyebabkan segala peristiwa yang terjadi disekitar kita
akan dihayati sebagai suatu stress berdasarkan arti atau interprestasi yang kita berikan
terhadap peristiwa tersebut, dan bukan karena peristiwa itu sendiri.Karenanya dikatakan
bahwa stress adalah suatu persepsi dari ancaman atau dari suatu bayangan akan adanya
ketidaksenangan yang menggerakkan, menyiagakan atau mambuat aktif organisme.

3. Hubungan pajanan dengan penyakit


Stress ditempat kerja bukanlah fenomena baru. Akan tetapi, dewasa ini telah menjadi
masalah manajemen yang sangat penting di dunia bisnis. Manajer perusahaan dan penyelia
pabrik mengakui bahwa stress telah mewabah, dua dari tiga pekerja mengalami stress.
Perkiraan terbaru mengindikasikan bahwa stress kerja menyebabkan pemilik sekitar
$200milyarper tahun karena masalah absen, keterlambatan, kejenuhan, produktivitas
rendah,angka keluar masuk yang tinggi, kompensasi pekerja dan peningkatan biaya asuransi
kesehatan. Kini diyakini bahwa sekitar 80%penyakit dan kesakitan dipicu dan diperburuk
oleh stress. Saat ini, para manajer tengah mencari cara untuk mengatasi dan meminimalkan
pengaruh stress akibat kerja.
Alasan yang menyebakan stress kerja sangat banyak,berkisar dari perubahan ekonomi
sampai teknologi yang sangat cepat. Kemajuan di bidang teknologi, yang seharusnya dapat
menambah waktu luang, ternyata malah menambah tekanan untuk berbuat lebih banyak
dalam waktu yang singkat. Pada umumnya rata-rata orang menghabiskan waktu sekitar 8-12
jam per hari di tempat kerja. Ini berarti penambahan jam kerja sebanyak 163 jam setiap tahun
sejak 1970 ( hal ini tidak termasuk waktu yang diperlukan untuk berangkat dan pulang kerja).
Seperti masinis dan sekretaris, manajer merasa bahwa mereka juga terikat dengan kantor.
Apapun uraian tugasnya, mereka akan merasa sulit melepaskan diri dari pekerjaan karena
kini teknologi seperti mesin faksmili, telpon genggam, pager, laptop sudah semakin umum
dipakai. Penyebab penting yang menyebabkan pekerja stress bukan hanya karena waktu yang
dihabiskan di tempat kerja atau disekitarnya. Penyebab lainnya dapat dikelompokan tiga
kategori : penyebab organisasional, individual, dan penyebab lingkungan.

4. Pajanan cukup besar


Hubungan antara masing-masing peubahan patologis seorang individu tidak banyak
diketahui secara detail, tetapi sebagian besar peneliti mengakui bahwa rangsangan
psikologis dalam hal ini termasuk stress akibat pekerjaan, atau stressor penting sebagai
factor penyerta dari timbulnya suatu penyakit tertentu, seperti penyakit jantung
iskemik,hipertensi esensial, gangguan saluran cerna serta beberapa penyakit neuropsikiatri.

Selanjutnya peranan factor psikologis menjadi jelas setelah pada penelitian lain
terbukti secara bermakna adanya beberapa stersor psikologissebagai penyebab terjadinya
penyakit penyumbatan jantung :

1. Perubahan jenis pekerjaan


2. Perubahan besar-besar jadwal pekerjaan
3. Perubahan dalam tanggung jawab
4. Ketidaksesuaian dengan atasan
5. Ketiaksesuaian dengan teman-teman sekerja

Penyebab itu sendiri tidak selalu sebagai sumber penyebab satu-satunya gangguan-
gangguan psikologis, tetapi dapat merupakan status dari kerentanan terhadap kegagalan-
kegagalan tertentu di lingkungan pekerjaan yang penuh dengan stresor-stresor fisik.
Emosianal dan mental. Stresor fisik di tempat kerja misalnya bising, penerangan yang kurang
memadai, temperatur ruangan yang terlalu tinggi serta bahaya-bahaya kerja fisik lainnya, atau
bahaya-bahaya kerja kimiawi, misalnya debu kerja yang berlebihan, bahaya ergonomis,
misalnya meja kerja yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, jangkauan yang terlalu jauh,
bekerja dengan posisi sulit atau yang lain-lain. Stresor emosional atau mental, bisa
merupakan kondisi yang tidak menyenangkan atau bahkan kondisi yang mennyenangkan
misalnya suatu promosi dapat menimbulkan stres akibat kehilangan posisi.

Masalah- masalah dalam pekerjaan lainnya seperti dipindahkan bagian, menganggur


dan pensiun seringkali menimbulkan kerentanan untuk timbulnya gangguan psikologis.
Kondisi-kondisi lainnya sperti terlalu banyak tugas, atau sebaliknya tidak diberi tugas, tidak
punya kekuasaan untuk melaksanakan tugas atau atasan yang tidak mendukung dalam
melaksanakan tugas juga menjadi subjek konflik di tempat kerja. Sifat stresor adalah
bertambah terus dan bertumbu. Respon individu dalam menghadapi stresor tergantung pada
nilai-nilai, pengalaman dan daya penyesuaian dirinya. Suatu stressor tunggal dapat menjadi
majemuk jika terjadi kegagalan elemen-elemen dari sistem pendukung emosi misalnya mobil
mogok di jalan pada saat akan menghadiri rapat yang penting.

Manusia dalam menghadapi stressor akan menampilkan 3 reaksi tubuh :

1. Reaksi alarm (tanda bahaya) Respon yang datangnya dengan cepat untuk menghadapi suatu
tantangan atau ancaman. Pada tahap ini tubuh belum dapat beradaptasi terhadap paparan
ancaman bahaya. Terjadi mobilisasi dari sistem saraf otonom yang mencetuskan respon stress
dalam bentk respon perlawanan (fight) atau respon menghindar (flight). Bermacam-macam
sistem tubuh ikut mengkoordinasi kesip-siagaan untuk bereaksi. Mempengaruhi kejiwaan
(sistem limbik), pengaturan sistem kardiovaskular, pernafasan,ketegangan otot serta aktivitas-
aktivitas motorik yang halus.
2. Tahap kebal (resisten) reaksi alarm tidak dapat di pelihara untuk jangka waktu yang tidak
terbatas. Pemaparan yang berkepanjangan terhadap stressor-stresor menyebabkan individu
menjadi kebal. Pada tahap ini sesungguhnya tubuh sudah dapat beradaptasi, dimana individu
mengembangkan suatu strategi perjuangan untuk bertahan hidup dan membina daya perlawan
justru untuk meredam respon dari stressor yang telah dimulai pada tahap sebelumnya.
Mekanisme penanggulangan ini bisa menguntungkan bagi perkembangan mental individu.
Ternyata individu cenderung untuk lebih baik melaksanakan penanggulangan dengan cara
yang cepat dari pada cara yang lebih lama dalam menangani masalah tersebut dan mencoba
melarikan diri dari kondisi yang kurang menyenangkan. Sayangnya cara penanggulangan
yang cepat walaupun paling ,udah biasanya tidak memadai, karena dengan cara ini biasanya
pada jangka panjang akan timbul masalah-masalah sekunder dalam bentuk menurunya
penampilan diri. Pada tahap ini individu sungguh-sungguh membutuhkan pertolongan untuk
mengidentifikasi cara-cara penanggulangan yang dapat mendorong dirinya memahami
keuntungan-keuntungan dari cara penanggulangan yang lebih lama.
3. Tahap kelelahan. Respon terhadap stress pada dasarnya sehat dan penting untuk
menimbulkan daya motivasi dan adaptasi seseorang. Bila beban mental terlalu berat atau
tidak dapat menemukan solusi yang memadai maka individu tersebut akan menanggung
banyak keuskaran. Stress yang lama dan berkelanjutan aoat menimbulkan masalah-masalah
yang menahun yang pada akhirnya menyebabkan individu akan menderita suatu kelelahan
yang berat seakan-akan semua cadangan energi menghilang. Sehingga timbul ekspresi yang
sungguh-sunguh. Gejala-gejala fisik dari tahap awal kelelahan tampak sebagai perasan lelah
yang berlebihan, lemah dan tidak punya daya. Tanda-tanda non-spesifik lainnya biasanya
dalam bentuk penglihatan yang kabur, rasa pusing, vertigo, tangan tremor, nyeri otot,
palpitasi, napas terasa berat, nyeri dada, sesak napasatau gangguan pernafasanyang lain.
Gejala-gejala gangguan saluran cerna seperti rasa kering di mulut, rasa leher tercekik, mual-
mual muntah, konstipasi yang menahun,diare atau sakit perut yang melilit. Berat badan
bertambah atau menjadi kurus, perubahan corak makan dalam bentuk berkurangnya nafsu
makan menjadi lebih besar atau makan coklat yang belebihan. Individu ini biasanya kalau di
tempat kerja bisa menyembunyikan gejala-gejalanya kecuali kalau terasa sangat berat, pada
keadaan ini cenderung untuk bolos kerja. Tetapi sayangnya gejala-gejala ini tidak hanya
timbul di tempat kerja, bisa juga di rumah atau dimana saja, sehingga individu sangat
menderita. Gejala-gejala emosi dari stres pada tahap kelelahan berhubungan dengan sindrom
depresi dan frustasi, manifstasinya dalam bentuk tangisan yang tdiak terkontrol, perasaan
takut mati, tidak berani bicara di depan public, mudah terkejut, tidak suka berteman, atau
bertemu keluarga atau menyalurkan hobinya, kurang perhatian pada hal-hal personal seperti
olahraga, pakaian dan makan. Pada kasus-kasus yan ekstrem bisa merusk diri atau percobaan
bunuh diri. Mudah marah, dingin dan kaku pada orang lain serta disertai perasaan bersalah
yang berlebihan. Serangan panic dan gelisah dapat mengakibatkan kesulitan melaksanakan
pekerjaan, yang akan menambah stressdi tempat kerja karena gejala-gejala tersebut terlihat
oleh teman-teman kerjanya.

Disfungsi mental pada tahap kelelahan tampak sebagai gangguan tidur seperti sulit bangun
dari tidur, bangun tidur terlal dini yang disertai dengan mimpi-mimpi buruk, hilangnya daya
konsentrasi dan koordinasi. Hal ini mendorong timbulnya gangguan penampilan di tempat
kerja serta daya untuk mempertimbangkan suatu masalah, sehingga tidak jarang timbul
perilaku negative dalam melaksanakan pekerjaan atau timbul keragu-raguan dalam
memutuskan suatu masalah. Di tempat kerja tanda-tanda disfungsi mental biasanya lebih
mudah tampak daripada tanda-tanda gangguan fisik karena gejala-gejala tersebut
berhubungan langsung dengan penampilan kerja dan jelas dapat dirasakan oleh teman
sekerja. Hal ini mengakibatkan hilangnya rasa percaya diri dan gangguan control individu,
sehingga makin mendorong penurunan penampilan dirinya. Penyalahgunaan obat-obatan
penenang serta obat-obatan yang lain, merokok berlebihan seringkali menjadi solusi yang
diambil oleh individu ini.

5. Faktor Individu

Penyebab stress (stressor) itu ada 3 faktor yaitu:

1. Faktor Lingkungan : Perubahan situasi bisnis yang menciptakan ketidakpastian


ekonomi, ketidakpastian politik serta kemajuan teknologi
2. Faktor Organisasi Menurut Cooper & Marshal ada 6 faktor yaitu :
 Faktor intrinsic Lingkungan pekerjaan dalam kondisi kerja yang tanpa variasi dan
tidak nyaman akan menyebabkan gangguan kesehatan, beban kerja berlebihan, beban
kerja yang sulit dikerjakan dikarenakan ketidakcukupan ketrampilan dari pekerja.
 Peran dalam organisasi Kurang penjelasan informasi mengenai tugas, kewajiban serta
hak, pekerja kurang memahami apa yang diharapkan dari pekerjaannya,
ketidaknyamanan melakukan pekerjaan karena tidak sesuai keinginan si pekerja.
 Pengembangan karir Kurangnya rasa keamanan dari pekerjaannya, memasuki awal
pensiun, ketidakjelasan status, merasa frustasi dalam upaya mencapai puncak karir di
perusahaan
 Struktur dan iklim organisasi Struktur organisasi yang memungkinkan pekerja
kehilangan identitas dan kebebasan individu, aturan yang berlebihan dan kurangnya
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada pekerja, aturan
yang berlebihan.
 Hubungan dalam organisasi Hubungan yang tidak baik dengan atasan, bawahan
maupun rekan sekerja serta kurangnya dukungan sosial dari rekan sekerja
 Ketidak seimbangan antar kehidupan internal perusahaan dengan kehidupan diluar
perusahaan.

3. Faktor Individu
Faktor ini mencakup kehidupan pribadi karyawan terutama faktor persoalan keluarga
(perceraian, anak-anak tidak disiplin, kematian pasangan hidup), masalah ekonomi pribadi
karena pola hidup yang lebih besar pasak daripada tiang serta karakteristik kepribadian
pekerja (tipe kepribadian A)

Secara umum, seseorang yang mengalami stres pada pekerjaan akan menampilkan gejala-
gejala yang meliputi 3 aspek, yaitu

1. Fisiologi memiliki indikator yaitu : terdapat perubahan pada metabolisme tubuh,


meningkatnya kecepatan detak jantung dan napas, meningkatnya tekanan darah,
timbulnya sakit kepala
2. Psikologi memiliki indikator yaitu: terdapat ketidakpuasan hubungan kerja, tegang,
gelisah, cemas, mudah marah, kebosanan, sering menunda pekerjaan serta sulit membuat
keputusan yang rutin, sikap tidak mau bekerjasama, tidak dapat relaks
3. Prilaku memiliki indikator yaitu: terdapat perubahan pada produktivitas, ketidakhadiran
dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya konsumsi rokok dan
alkohol, berbicara dengan intonasi cepat, mudah gelisah dan susah tidur.

6.faktor lain diluar pekerjaan


Faktor non pekerjaan yang menimbulkan stress kerja umumnya adalah masalah rumah
tangga (keluarga). Seorang pekerja biasanya punya dua peran yaitu peran selaku pekerja
dalam organisasi dan peran selaku angota rumah tangga. Seorang suami utamanya
disandarkan sebagai pencari nafkah keluarga. Kala kebutuhan rumah tangga meningkat
sementara penghasilan yang diperoleh dari pekerjaannya tetap, ketimpangan ini muncul
menjadi stressor. Wanita (istri) yang bekerja pun punya dua peran yaitu sebagai pekerja dan
sebagai pengurus rumah tangga. Saat si isteri harus bekerja dengan jam yang bertambah,
keluarga yang menanti di rumah, anak yang sakit, atau suami yang marah menjadi stressor
yang memicu munculnya job stress di dalam dirinya.

7.Diagnosis okupasi
Dalam diskursus psikologi, Terry A. Beehr and Thomas Franz menyebut bahwa
“stress” atau tekanan biasanya didefinisikan dengan tiga cara, yaitu “sebagai rangsangan
lingkungan yaitu kekuatan yang ditimpakan atas individu, sebagai respon fisik ataupun
psikologis individu atas kekuatan lingkungan tersebut, dan sebagai interaksi antara kedua
peristiwa tersebut.
Sehubungan dengan ketiga definisi tersebut, Beehr and Franz lalu mengidentifikasi 4
pendekatan yang sering diterapkan dalam menyelidiki masalah job stress. Keempat
pendekatan tersebut adalah:
Pendekatan Job Stress versi Beehr and Franz

Target penangan utama perlakuan mengacu pada elemen proses job stress, yang umumnya
disebut penekan (stressor) atau ketegangan (strain) yang para ahli coba ubah secara cepat.
Dua kategori utama target penanganan adalah individu dan organisasi. Target penanganan
atas individu dilakukan lewat upaya pengubahan karakteristik atau respon individu secara
cepat. Jenis perlakukan ini bertujuan mengubah ketegangan secara langsung. Target
penanganan atas organisasi dilakukan lewat upaya mengubah sejumlah aspek organisasi atau
lingkungan kerja individu – biasanya penekannya – seperti penurunan konflik dalam
lingkungan kerja atau tingkat kebisingan di lingkungan kerja.

Pendekatan Medis menganggap baik penekan maupun ketegangan melulu bersifat fisik.
Target penangannya adalah fisik individu. Pendekatan ini kurang cocok untuk diterapkan
dalam kajian job stress sehubungan yang pasti berhubungan dengan pekerjaan. Namun,
pendekatan ini punya kesamaan dengan Pendekatan Klinis/Psikologi Konseling yang
menekankan bahwa tekanan cenderung bersifat psikologis dengan target penangan individu
pula. Kedua pendekatan ini utamanya tidak tertuju pada konsep job stress, walaupun konsep-
konsepnya banyak dipakai untuk keperluan mencari solusi atas job stress.

Pendekatan Psikologi Rekayasa awalnya fokus pada karakteristik fisik pekerjaan atau
lingkungan kerja selaku penekan yang punya dampak tertentu atas pada hasil pekerjaan.
Pendekatan ini juga menekankan pada pengubahan desain fisik pekerjaan serta lingkungan
kerja sebagai salah satu upaya penyelesaian masalah job stress.

Pendekatan Psikologi Organisasi adalah pendekatan yang paling fokus pada masalah job
stress dalam organisasi. Penekan-penekan yang bersifat psikologis merupakan faktor utama
yang mempengaruhi munculnya ketegangan psikologis, sehingga karakteristik organisasi
serta lingkungan pekerjaan menjadi target penangan perhatian pendekatan ini. Pendekatan
psikologi organisasi berawal sejak tahun 1964 lewat kajian Kahn, et.al. yang berfokus pada
masalah tekanan di lingkungan pekerjaan.

Kajian seputar job stress sebaiknya mengikuti pendekatan yang keempat, yaitu Pendekatan
Psikologi Organisasi. Kajian ini secara khusus berupaya mencari sumber-sumber tekanan
yang berasal dari karakteristik organisasi serta kondisi lingkungan pekerjaan yang berdampak
pada kinerja karyawan.

Definisi job stress lainnya diajukan oleh Anne Spurgeon, yang menyatakannya sebagai “ ...
tekanan (stress) dihasilkan dari ketidakseimbangan antara tuntutan atas individu dengan
kemampuannya guna memenuhi tuntutan tersebut.” Tuntutan (demand) yang melebihi
kemampuan menimbulkan situasi tekanan di dalam diri individu. Terlebih,
ketidakseimbangan tersebut diperparah dengan adanya “control” atau kendali dari atasan di
lokasi kerja. Kendali oleh atasan yang tidak mempertimbangkan aspek kemampuan seorang
akan semakin meningkatkan job stress atas diri seorang karyawan.

Model-model Tekanan Kerja


Model berguna untuk menjelaskan fenomena. Model terdiri ada sejumlah teori yang
menjelaskan fenomena yang sama. Ketika masing-masing teori memiliki kemiripan satu
sama lain, kelompok teori tersebut dianggap sebagai satu model. Model berfungsi
menyederhanakan masalah yang rumit. Dalam hal konsep job stress yang telah berkembang
cukup kompleks, model menemui signifikansinya. Model-model yang umum digunakan
dalam membedah masalah job stress adalah: (1) Model Awam; (2) Model Respon; (3) Model
Stimulus; (4) Model Interaktif. Model Awam – Model awam menyebut job stress sekadar
sebagai “apa yang terjadi pada seseorang.” Persepsi ini muncul dari para pekerja, kolega
kerja, staff, pelanggan, atau klien. Definisi stress versi awam membawa pada kesalahan pikir,
penyalahgunaan, dan mencederai kepercayaan diri seseorang. Ciri dari Model Awam adalah
sebagai berikut:

1. Banyak kata atau kalimat diekspresikan dalam bentuk negatif. Akibatnya, stress selalu
dipandang buruk dan tidak diinginkan. Misalnya kata-kata : ‘depresi’, ‘lepas kontrol’,
‘pusing’, ‘dikejar waktu’, ‘diserang panik’, ‘gelisah’, ‘tidak bisa tidur’, atau ‘menangis’ kerap
muncul dari kalangan awam dalam melukiskan kondisi stress seseorang. Stress dihadirkan
secara pesimistik, yaitu masalah seseorang yang seolah tidak bisa diatasi.
2. Definisi awam lebih mengarah pada simptom atau gejala stress ketimbang core atau inti dari
stress itu sendiri. Model awam menyebut stress sebagai ‘kegelisahan’, ‘depresi,’ atau
‘diserang rasa panik’, yang semuanya merupakan simptom atau gejala stress dan bukan stress
itu sendiri.
3. Model awam jarang menyebut stressor (penekan) atau stress agent (penyebab stress) untuk
menjelaskan sumber stress seperti kerja berlebihan atau dikejar deadline penyelesaian tuga.
Keduanya adalah stressor umum di lokasi pekerjaan.

Kendati banyak kekurangan di sana-sini, model awam mendorong pada terciptanya model
stress yang lebih sistematis yaitu : Response-Based Model of Job Stress dan Stimulus-Based
Model of Job Stress.
Model Respon – Model Respon berupaya mencari situasi yang mampu menyebabkan stress.
Stress adalah hasil, bukan penyebab itu sendiri, sehingga harus dianggap sebagai variabel
terikat. Skema dari model respon adalah sebagai berikut :
Gambar 28 Model Respon versi Sutherland and Cooper
Model Stimulus – Kajian yang dilakukan model ini sudah dimulai sejak era Hippocrates
(abad ke-5 sebelum Masehi). Hippocrates percaya bahwa kondisi lingkungan eksternal
mempengaruhi kesehatan dan penyakit yang diderita manusia. Model ini juga punya akar
dalam studi fisika dan rekayasa, sehingga menganalogikan stress sebagai kekuatan eksternal
yang menghasilkan tuntutan yang mendorong distorsi (penyimpangan) fungsi fisik dan
mental seseorang. Substansi organik atau non organik dalam diri manusia punya batas
toleransi yang jika berlebih, menghasilkan kerusakan temporer atau permanen, seperti
diperlihatkan dalam gambar di bawah ini.

Gambar Model Stimulus


Dalam model di atas, individu “dibombardir” oleh rangkaian stimulus yang berasal dari
lingkungan, tetapi hanya satu atau lebih stimulus yang mampu melemahkan pertahanan
(respon) dari individu. Stressor yang tidak bisa diatasi oleh mekanisme pertahanan mental
individu berhasil masuk dan berubah menjadi “strain” atau ketegangan.
Model Interaktif – Tahun 1970-an dan 1980-an berkembang model lingkungan dalam
mengidentifikasi masalah stress. Model ini berupaya menyelidiki stressor eksternal dan
bagaimana tubuh manusia meresponnya. Model ini juga menekankan pentingnya dimensi
transaksional ataupun interaksionis. Model ini dapat dilihat dalam skema di bawah ini :

Model interaktif bersifat menggabungkan model respon dengan model stimulus, yang
melahirkan konsep cognitive appraisal (penilaian kognitif) yang berperan dalam menilai
bagaimana satu individu menanggapi stress.
Model interaktif juga menganggap sumber stress muncul dari kondisi dan situasi kerja yang
diperantarai persepsi, penilaian, dan pengalaman. Penentu proses penilaian dan reaksi
individu dideskripsikan sebagai pemrograman psikobiologis. Pemrograman ini meliputi
faktor-faktor genetik dan pengaruh lingkungan sebelumnya yang membentuk kepribadian,
sikap, kebiasaan, dan nilai-nilai di diri seseorang. Sebagai tambahan, proses ini juga
dimodifikasi lewat sejumlah variabel seperti dukungan sosial dan strategi penanganan stress
yang dipelajari sebelumnya oleh individu.

Dinamika Tekanan Kerja. Dalam dinamika job stress ini akan disampaikan sejumlah hal
sebagai berikut: Pertama, aneka kondisi yang mampu menyebabkan stress (stressor) atau
disebut juga sumber-sumber stress; Kedua, simptom-simptom (gejala) stress, baik yang
berhubungan dengan perorangan ataupun organisasi; Ketiga, mengidentifikasi penyakit-
penyakit yang diakibatkan oleh job stress. Sebelum masuk pada pembahasan, silakan simak
skema berikut

Faktor Intrinsik Pekerjaan. Faktor intrinsik pekerjaan adalah sumber job stress yang
berasal dari sifat pekerjaan seseorang. Ini mencakup : (1) Kondisi kerja yang buruk; (2) Kerja
shift; (3) Panjang jam kerja; (4) Pekerjaan yang selalu melakukan Perjalanan; (5) Risiko dan
bahaya; (6) Teknologi baru; (7) Kelebihan kerja; dan (8) Perasaan terbebani oleh pekerjaan.

Kondisi kerja yang buruk seperti kebisingan, pencahayaan, atau bau seluruhnya bisa
merupakan stimuli yang memborbardir perasaan seseorang. Ia berakibat pada mood kerja
serta kondisi mental seseorang. Misalnya, pekerjaan seorang kasir butuh pencahayaan yang
cukup untuk menghitung. Namun, akibat cahaya buruk atau listrik “byar-pet” pekerjaannya
akan menjadi sumber stress (habis, salah hitung terus, tidak kelihatan angka-angkanya).

Kerja shift umum dilakukan orang zaman kiwari. Riset menunjukkan kerja shift merupakan
stressor umum karena mempengaruhi temperatur darah, ritus metabolisme (waktu buang air
besar yang berubah-ubah), tingkat gula darah, efisiensi mental, dan motivasi kerja. Kerja shift
juga mempengaruhi pola tidur dan kehidupan sosial dan keluarga seorang pekerja.

Panjang jam kerja juga dapat menjalin hubungan antara perpanjangan shift dengan risiko
tingkat kematian akibat serangan jantung koroner. Dalam penelitiannyaa atas para pekerja
pabrik di Amerika Serikat, Breslow and Buell menemukan faktra bahwa karyawan yang
berusia di bawah 45 tahun dan rata-rata bekerja lebih dari 48 jam seminggu punya resiko 2
kali lipat untuk meninggal akibat serangan jantung koroner.[12] Bahkan, hal ini pun menimpa
mereka yang bekerja 40 jam seminggu. Selain itu, mereka yang bekerja 40 hingga 50 jam
seminggunya, sesungguhnya sudah tidak produktif lagi atas hasil pekerjaannya.

Perjalanan yang dilakukan sehubungan pekerjaan bisa jadi sumber stress. Kemacetan,
penundaan penerbangan, kepadatan manusia dalam transportasi, serta makanan di lokasi
berbeda yang tidak pas di lidah cenderung mampu menjadi stressor. Keluarga dan pernikahan
juga terpengaruh oleh pekerja yang sering bepergian. Selingkuh yang dilakukan pasangan,
anak menjadi broken home (liar) adalah biasa terjadi pada keluarga pekerja yang sering
bepergian.

Teknologi baru juga bisa bertindak selaku stressor. Adaptasi penggunaan teknologi baru di
lingkungan kerja membuat pekerja harus beradaptasi secara terus-menerus dengan
perlengkapan, sistem, dan cara baru dalam bekerja. Jika atasan pekerja tersebut masih
memakai gaya lama , maka gaya si atasan tersebut dapat menjadi beban bagi bawahan yang
telah terlatih dengan gaya baru. Hasil-hasil kerja bawahan yang lebih efektif dan efisien
terpaksa sering tertunda hanya untuk memberi keterangan teknis seputar proses pekerjaan
yang dilakukan dengan gaya baru kepada atasannya.

Beban kerja bisa diacu dalam dua istilah, kualitatif dan kuantitatif. Secara kuantitatif, beban
kerja lebih mengacu kondisi obyektif dan subyektif seputar banyaknya pekerjaan yang harus
diselesaikan. Secara kualitatif, beban kerja lebih mengacu pada sulitnya menyelesaikan suatu
pekerjaan bagi seorang pekerja. Beban kerja yang secara kuantitatif berlebih mendorong pada
panjangnya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan. Beban kerja yang secara kualitatif
berlebih cenderung memicu perilaku kompensasi seperti stagnasi, merokok, atau bahkan
mengkonsumsi alkohol untuk menenangkan diri.

Penatalaksanaan

Dokter perusahaan sering kali sukar mendiagnosis atau menggambarkan dengan jelas
berkembangnya stress seorang individu ditempat kerja, karena gejala-gejala yang timbul
terutama mempengaruhi kondisi fisik, sehingga pada awalnya seringkali dipikirkan penyakit-
penyakit organic sebagai penyebabnya. Misalnya gejala sakit kepala biasanya dipikirkan
sebagai akibat penyakit tekanan darah tinggi. Napsu makan berlebihan akibat riwayat akibat
riwayat obesitas dalam keluarga dan sakit pinggang akibat perkapuran tulang belakang atau
akibat skoliosis. Yang lebih menyulitkan, para pasien itu sendiri menolak untuk
menhubungkan gejala-gejala yang timbul sebagai akibat stress di tempat kerja. Perubahan
perilaku di tempat kerja sehingga seringkali orang-orang di sekitarnya mencemoohkan,
biasanya tidak diceritakan oleh pasien. Biasanya pasien menolak bila dikatakan perubahan
perilakunya adalah kontradiktif. Pasien biasanya menuntut cepat sembuh sehingga mencari
pengobatan yang mudah dari gangguan yang dirasakannya dan mengharapkan dokternya
membuat keajaiban untuk menghilangkan gejala yang didritanya. Selain itu karena stress
dapat juga merupakan bagian dari masalah di luar lingkungan pekerjaan, jadi masalah di
belakang layar dalam keluarga atau lingkungan sosial dapat bermanifestasi sebagai gejala-
gejala stress di tempat kerja, sehingga lebih mempersulit pengungkapan gejala-gejala
penyakit ini. bila pasien menemui dokter pada saat gejala-gejala stress baru timbul, beberapa
pertanyaan langsung pada akar masalah tersebut dapat menolong untuk
mengidetifikasisituasi-situasi pencetus stress. Pada saat ini nasehat medis yang memadai
dapat mengatasi masalah-masalah jangka pendek atau jangka panjan. Untuk selanjutnya
pasien ini membutuhkan perhatian yang lebih besar dan membutuhkan pemeriksan
selanjutny, guna mencegah berkembangnya penyakit ini.

Anxiolitika, antidepresan dan b-blocker dapat mengatasi gejala-gejala stress untuk jangka
pendek, tetapi tidak dapat dipakai untuk jangka panjang karena pasien tidak diobati pada akar
masalahnya, juga bahaya ketergantungan obat-obat tersebut serta depresi miokard akibat b-
bloker perlu mendapat perhatian.
Guna mendorong terjadinya perubahan perilaku kerja dan presepsi terhadap respo-respon
biologis, pasoen dinasehatkan untuk datang diam-diam secara regular biasanya 1 jam dalam
seminggu, untuk bimbingan dan konseling oleh dokter perusahaan. Terutama untuk kasus-
kasus dengan akr masalah psikologis seperti kesulitan-kesulitan interpersonal atau perilaku
ketergantungan alkohol/obat-obatan terlarang.

Istilah konseling harus dibedakan dengan member nasehat. Suatu nasehat terbatas pada suatu
paket solusi yang diberikan pada pasien untuk mengatasi masalah, sedang seorang konselor
membantu pasien dengan memberikan sejumlah pilihan solusi untuk masalahnya. Konsuler
akan membantu menyeleksi solusi-solusi tersebut sampai pasien memperoleh pilihan terbaik
dan selanjutnya melaksanakannya dengan usaha-usaha pasien itu sendiri.

Gaya hidup yang sehat di luar temapt kerja harus dianjurkan seperti: olah raga rutin, makanan
sehat, berhenti merokok dan minum alkohol, penyaluran hobi serta pasien dianjurkan
memperbanyak berkomunikasi dengan keluarga dan teman-temannya.

Penatalaksanaan stress di tempat kerja secara menyeluruh tidak hanya membutuhkan


kooperasi dan partisipasi pasien tapi juga partisipasi aktif organisasi tempat kerja,
melaksanakan perbaikan tempat kerja seoptimal mungkin, menciptakan manajemen yang
terbuka, terlaksananya komunikasi dua arah antara pekerja dan pimpinan, memberikan tugas-
tugas dan otoritas tugas yang jelas memberikan target-target yang menantang tapi mudah
dicapai, jadwal kerja yang fleksibel tapi terncana, memberikan teguran pada pekerja yang
salah secara wajar, adil tanpa kekerasan.

Karena dokter perusahaan yang paling tahu tentang lingkungan tempat kerja, dengan
demikian untuk kasus-kasus ini peranan seorang dokter perusahaan menjadi sangat penting.
Kalau dulu tanggung jawabnya semata-mata terbatas pada gangguan kesehatan
yang dihasilkan akibat proses-proses industri, tetapi sekarang mencakup segala sesuatu yang
berhubungan dengan pekerjaan termasuk juga stres akibat kerja.
Pendekatan Individual. Pekerja dapat berusaha sendiri untuk mengurangi level stresnya.
Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu; selalu berpikir positif, pengelolaan
waktu, latihan fisik dengan melakukan olahraga secara teratur, latihan relaksasi (yoga,
meditasi) dan dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang pekerja
dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa.
Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu
menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi stres yang dihadapi
pekerja perlu dilakukan kegiatan santai (mendengarkan musik). Sebagai strategi terakhir
untuk mengurangi stress adalah dengan mengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang akan
dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya.
Pendekatan Organisasional. Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran
serta struktur organisasi yang semuanya dikendalikan oleh manajemen, sehingga faktor-
faktor tersebut dapat diubah. Strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk
mengurangi stres pekerjanya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan,
redesain pekerjaan, pengambilan keputusan partisipasi, komunikasi organisasi dan program
kesejahteraan. Melalui strategi tersebut akan menyebabkan pekerja memperoleh pekerjaan
yang sesuai dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan
serta adanya hubungan interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi fisik dan
mental.
Pencegahan
Koping merupakan cara-cara yang digunakan oleh indifidu unyuk menghadapi situasi
yang menekan.Oleh karena itu meskipun koping menjadi bagian dari penyesuaian diri,namun
koping merupakan istilah yang khusus digunakan untuk menunjukkan reaksi individu ketika
menghadapi tekanan/stress.

Ada berbagai macam koping.Pendapat berbagai tokoh pun beragam.Ada yang


menyebutkan istilah koping hanya untuk cara-cara mengatasi persoalan yang sifatnya
positif.Namun ada juga yang melihat koping sebagai istilah yang netral.
Koping yang negatif menimbulkan berbagai persoalan baru di kemudian hari,bahkan
sangat mungkin memunculkan berbagai gangguan pada diri individu yang
bersangkutan.Sebaliknya koping yang positif menjadikan individu semakin matang,dewasa
dan bahagia dalam menjalani kehidupannya.
Ada berbagai cara untuk mengatasi stress.kalau akibat stres telah mempengaruhi
fisik,dan bahkan menimbulkan penyakit tertentu,peranan obat/medikasi biasanya
diperlukan.namun obat itu sendiri kurang efektif untuk mengatasi stress dalam jangka
panjang.Ada efek negatif bila menggunakan obat terus menerus.Disamping obat-obat tertentu
membutuhkan biaya yang mahal,obat juga bias mengakibatkan ketergantungan dan bahkan
membuat orang tertentu kebal terhadap obat tertentu.Untuk mencegah dan mengatasi stres
agar tidak sampai ke tahap yang paling berat, maka dapat dilakukan dengan cara :
1. Istirahat dan Tidur
Istirahat dan tidur merupakan obat yang baik dalam mengatasi stres karena dengan
istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keadaan tubuh. Tidur yang cukup
akan memberikan kegairahan dalam hidup dan memperbaiki sel-sel yang rusak.

2. Olah Raga atau Latihan Teratur


Olah raga dan latihan teratur adalah salah satu cara untuk meningkatkan daya tahan
dan kekebalan fisik maupun mental. Olah raga dapat dilakukan dengan cara jalan
pagi, lari pagi minimal dua kali seminggu dan tidak perlu lama-lama yang penting
menghasilkan keringat setelah itu mandi dengan air hangat untuk memulihkan
kebugaran.
3. Berhenti Merokok
Berhenti merokok adalah bagian dari cara menanggulangi stres karena dapat
meningkatkan ststus kesehatan dan mempertahankan ketahanan dan kekebalan tubuh.

4. Tidak Mengkonsumsi Minuman Keras


Minuman keras merupakan faktor pencetus yang dapat mengakibatkan terjadinya
stres. Dengan tidak mengkonsumsi minuman keras, kekebalan dan ketahanan tubuh
akan semakin baik, segala penyakit dapat dihindari karena minuman keras banyak
mengandung alkohol.
5. Pengaturan Berat Badan
Peningkatan berat badan merupakan faktor yang dapat menyebabkan timbulnya stres
karena mudah menurunkan daya tahan tubuh terhadap stres. Keadaan tubuh yang
seimbang akan meningkatkan ketahanan dan kekebalan tubuh terhadap stres.
6. Pengaturan Waktu
Pengaturan waktu merupakan cara yang tepat dalam mengurangi dan
menanggulangi stres. Dengan pengaturan waktu segala pekerjaaan yang dapat
menimbulkan kelelahan fisik dapat dihindari. Pengaturan waktu dapat dilakukan
dengan cara menggunakan waktu secara efektif dan efisien serta melihat aspek
prokdutivitas waktu. Seperti menggunakan waktu untuk menghasilkan sesuatu dan
jangan biarkan waktu berlalu tanpa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
7. Terapi Psikofarmaka
Terapi ini dengan menggunakan obat-obatan dalam mengalami stres yang
dialami dengan cara memutuskan jaringan antara psiko neuro dan imunologi sehingga
stresor psikososial yang dialami tidak mempengaruhi fungsi kognitif afektif atau
psikomotor yang dapat mengganggu organ tubuh yang lain. Obat-obatan yang
digunakan biasanya digunakan adalah anti cemas dan anti depresi.
8. Terapi Somatik
Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat stres yang dialami
sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu sistem tubuh yang lain.
9. Psikoterapi
Terapi ini dengan menggunakan teknik psikologis yang disesuaikan dengan kebutuhan
seseorang. Terapi ini dapat meliputi psikoterapi suportif dan psikoterapi redukatif di
mana psikoterapi suportif memberikan motivasi atau dukungan agar pasien mengalami
percaya diri, sedangkan psikoterapi redukatif dilakukan dengan memberikan pendidikan
secara berulang. Selain itu ada psikoterapi rekonstruktif, psikoterapi kognitif dan lain-
lain.
10. Terapi Psikoreligius
Terapi ini dengan menggunakan pendekatan agama dalam mengatasi permasalahan
psikologis mengingat dalam mengatasi permasalahn psikologis mengingat dalam
mengatasi atau mempertahankan kehidupan seseorang harus sehat secara fisik, psikis,
sosial, dan sehat spiritual sehingga stres yang dialami dapat diatasi.
11. Homeostatis
Merupakan suatu keadaan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dalam
menghadapi kondisi yang dialaminya. Proses homeostatis ini dapat terjadi apabila
tubuh mengalami stres yang ada sehingga tubuh secara alamiah akan melakukan
mekanisme pertahanan diri untuk menjaga kondisi yang seimbang, atau juga dapat
dikatakan bahwa homeostatis adalah suatu proses perubahaan yang terus menerus
untuk memelihara stabilitas dan beradaptasi terhadap kondisi lingkungan sekitarnya.
Homeostatis yang terdapat dalam tubuh manusia dapat dikendalikan oleh suatu
sistemendokrin dan syaraf otonom. Secara alamiah proses homeostatis dapat terjadi
dalam tubuh manusia. Dalam mempelajari cara tubuh melakukan proses homeostatis ini
dapat melalui empat cara di antaranya:
a. Self regulation di mana sistem ini terjadi secara otomatis pada orang yang sehat
sepertidalam pengaturan proses sistem fisiologis tubuh manusia.
b. Berkompensasi yaitu tubuh akan cenderung bereaksi terhadap ketidak normalan
dalam tubuh.
c. Dengan cara sistem umpan balik negatif, proses ini merupakan penyimpangan
dari keadaan normal segera dirasakan dan diperbaiki dalam tubuh dimana apabila tubuh
dalam keadaan tidak normal akan secara sendiri mengadakan mekanisme umpan balik untuk
menyeimbangkan dari keadaan yang ada.
d. Cara umpan balik untuk mengkoreksi suatu ketidakseimbangan fisiologis.

Pencegahan terhadap stres bisa dilakukan dengan mengubah sikap hidup.Orang yang terlibat
lebih aktif dengan pekerjaan dan kehidupan masyarakat,lebih berorientasi pada tantangan dan
perubahan ,dan merasa dapat menguasai kejadian-kejadian dalam hidupnya adalah orang
yang tidak akan mudah terkena efek negatif stress.
DAFTAR PUSTAKA

1. Fingret A. Occupational mental health: a brief history. Occup Med Journal 2000; 50:
289-93
2. Kesehatan Mental Konsep,Cakupan dan Perkembangan. oleh Siswanto,S.Psi.,M.Si..
2007. Yogyakarta.
3. Anne Spurgeon, “Psychological Issues” dalam Kerry Gardiner and J. Malcolm
Harrington, eds., Occupational Hygiene, 3rd Edition (Malden, Massachusetts:
Blackwell Publishing, 2005) p.361.
4. Model-model ini dirangkum dari Valerie J. Sutherland and Cary L. Cooper, op.cit.,
pp.34-58.
5. Carole Spiers, Tolley’s Managing Stress in the Workplace, (Croydon: Reed Elsevier,
2003)
6. Smith A. The scale of perceived occupational stress. Occu
7. p Med J 2000; 50:294-8.

Anda mungkin juga menyukai