Anda di halaman 1dari 21

3.

SISTEM PERSAMAAN LINEAR


Dalam bab ini akan ditinjau beberapa dari metode numeris yang terpenting untuk
menyelesaikan sistem persamaan linear dan masalah lainnya yang berhubungan dengan matriks.
Sebagai contoh pokok bahasan pertama dibicarakan tentang matriks.
A. TINJAUAN ULANG TENTANG MATRIKS
Defenisi :
Sebuah matriks adalah susunan empat persegi panjang dari bilangan-bilangan.
Bilangan-bilangan tersebut dinamakan unsur (elemen, unsur) dalam matriks, seperti contoh
berikut ini :
Contoh 1 :
a11 a 12 a 13 a1 n

( )

a21 a 22 a 23 ⋯ a2 n
A = a31 a 32 a 33 ⋯ a3 n
⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮
am 1 am 2 a m 3 ⋯ a mn

Deretan horisontal unsur-unsur disebut baris, sedangkan deretan vertikal unsur-unsur disebut
kolom. Indeks ij pada aij menunjukkan bahwa unsur-unsur tesebut berada pada baris ke-I dan
kolom ke-j, jadi a32 berarti unsur tersebut berada pada baris ke-3 kolom ke-2.
Matriks A pada contoh 3.1 terdiri atas m baris dan n kolom, maka dikatakan A
berukuran (orde) m x n disingkat Amxn. Matriks tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :
A = (aij), dengan i = 1, 2, 3, …., m dan j = 1, 2, 3, …, n.
Matriks baris adalah suatu matriks yang terdiri dari satu baris saja, matriks yang
demikian ini disebut juga vektor baris, misalnya :
B = (b11 b12 b13 … b1n)
Karena hanya terdiri dari satu baris saja, maka penulisannya dapat disingkat dengan cara
menghapuskan subskrip pertama menjadi
B = (b1 b2 b3 … bn)
Matriks kolom adalah suatu matriks yang hanya terdiri dari satu kolom saja, matriks
yang demikian ini disebut vektor kolom, misalnya :

k1

⋮()
k2
K= k 3

kn

Dalam hal banyak baris sama dengan banyaknya kolom (m=n), matriks tersebut
dinamakan matriks bujur sangkar, misalnya :

a11 a12 a 13 a 1n

( )

a 21 a22 a 23 ⋯ a 2n
A = a 31 a32 a 33 ⋯ a 3n
⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮
an 1 a n2 an 3 ⋯ ann

Unsur-unsur a11, a22, a33, …, ann disebut diagonal utama.

Awal Van Basten


( )
1 6 7
B= 2 5 8
3 4 9
Unsur-unsur 1, 5, dan 9 disebut diagonal utama dari B.

a. Beberapa Jenis Matriks Bujur Sangkar


Adapun beberapa jenis matriks bujur sangkar adalah sebagai berikut :
1. Matriks Simetris adalah matriks bujur sangkar dimana unsur-unsur
aij = aji, misalnya :

( )
1 3 4
S= 3 0 5
4 5 6
2. Matriks diagonal adalah matriks bujur sangkar dimana semua unsur yang tidak terletak
pada diagonal utama sama dengan nol, misalnya :
dan

( )
1 0 0

( )
1 0 0 0
D3 = 0 4 0 0 3 0 0
D4 =
0 0 6 0 0 0 0
0 0 0 2
3. Matriks Identitas adalah matriks diagonal dimana semua unsur pada diagonal utamanya
sama dengan 1.
; ;

( )
I2= 1 0
( )
1 0 0

( )
1 0 0 0
0 1 I3= 0 1 0 0 1 0 0
I 4=
0 0 1 0 0 1 0
0 0 0 1
4. Matriks Segitiga Atas adalah matriks dimana semua unsur di bawah diagonal utamanya
sama dengan nol.
;
U 2= ( 10 53 ) ( )
1 0 2
U 3= 0 2 5
0 0 4
5. Matriks Segitiga Bawah bilamana semua unsur di atas diagonal utamanya sama dengan
nol.
;
L2= ( )
1 0
6 3
( )
1 0 0
L3 = 6 2 0
7 1 0
6. Matriks Pita adalah matriks yang mempunyai unsur sama dengan nol kecuali pada suatu
jalur yang berpusat pada diagonal utama. Contoh :

2
;

( )
1 2 0 0 1 3 0 0 0
P=
3
0
0

Defenisi :
4
3
0
2
5
2
0
2
3 ( )
2
P= 0
0
0
4
5
0
0
6
7
8
0
0
9
0
1
0
0
2
3

Bila A = (aij), maka yang dimaksud dengan A transpose yang tuliskan At adalah matriks
yang dibentuk dari A dengan cara merubah setiap unsure pada baris ke-i pada matriks A
menjadi kolom ke-i pada matriks At. Dengan demikian jika Amxn maka Atnxm
Contoh 2 :
maka

( )
1 4
A= 2 3
A t= (14 2 3
3 0 )
3 0
; ; dan

( ) ( ) ( )
1 4 4 1 2 3 1 4 4
B= 2 3 5 Bt= 4 3 0 ( Bt )t = 2 3 5
3 0 1 4 5 1 3 0 1
b. Operasi Pada Matriks
1. Penjumlahan Pada matriks
Dua matriks A = (aij) dan B = (bij) dapat dijumlahkan jika kedua matriks tersebut
berukuran sama. Hasil penjumlahan tersebut adalah suatu matriks yang unsur-unsurnya
merupakan jumlahan unsur-unsur yang seletak dari A dan B.
A = (aij) dan B = (bij) A + B = (aij + bij)
∀ i, j
2. Perkalian Skalar Dengan Matriks
Berdasarkan pengertian A + A + A = 3A maka perkalian bilangan k dengan matriks A
adalah kA yang diperoleh dengan cara mengalikan setiap unsur-unsur matriks A dengan k.
perlu diingat bahwa yang dimaksud dengan skalar dalam hal ini adalah Bilangan Real.
A = (aij) dan k R kA = (kaij),
∀ i, j
Sedangkan yang dimaksud dengan –B = (-1)(B), sehingga :
A – B = A + (-1)(B)
Contoh 3 :
Diketahui matriks-matriks
dan

( ) ( )
1 4 4 1 2 3
A= 2 3 5 B= 4 3 0
3 0 1 3 0 1
Hitunglah :
a. 3A b. 4B c. A + B
d. 5A – 2A e. 2A + 2B

3
Penyelesaian :
a. 3A =

( )( )
1 4 4 3 12 12
3 2 3 5 = 6 9 15
3 0 1 9 0 3
b. 4B =

( )( )
1 2 3 4 8 12
4 4 3 0 = 16 12 0
3 0 1 12 0 4
c. A+B=

( )( )( )
1 4 4 1 2 3 2 3 7
2 3 5 + 4 3 0=6 6 5
3 0 1 3 0 1 6 0 2
d. 5A – 2A =

( ) ( )
1 4 4 1 4 4
5 2 3 5 −2 2 3 5
3 0 1 3 0 1

( )( )( )
5 20 20 2 8 8 3 12 12
= 10 15 25 − 4 6 10 = 6 9 15
15 0 5 6 0 2 9 0 3
Bila dibandingkan dengan jawaban a, apa komentar anda?
e. 2A + 2B =

( )( )
1 4 4 1 2 3
2 2 3 5 +2 4 3 0
3 0 1 3 0 1
=

( )( ) ( )
2 8 8 2 4 6 4 12 14
4 6 10 + 8 6 0 = 12 12 10
6 0 2 6 0 2 12 0 4
Bila dibandingkan dengan jawaban c, apa komentar anda?
3. Pekalian Antara Matriks Dengan Matriks
Pekalian antara matriks A dan B yaitu AB, terdefenisi bila banyaknya kolom matriks
A sama dengan banyaknya baris matriks B. Misalkan matriks Amxk dan Bkxn maka AB = Cmxn.
Unsur cij dari C diperoleh dengan cara menjumlahkan perkalian antara baris ke-i di
A dengan kolom ke-j di B.
Amxk = (aij) dan Bkxn = (bij) AB = Cmxn = (cij)
Dengan ,
c ij=ai1 b 1 j +ai 2 b2 j +ai3 b3 j +⋯+aik b kj ∀ i, j
Contoh 4 :
Diketahui matriks-matriks
A= dan B =

( )
1 4
2 3 (13 20 )
3 0
Bila mungkin hitunglah
a. AB b. BA c. AtA
d. AAt e. I – B2
4
Penyelesaian :
a. AB =

( )( ) ( )( )
1 4 1.1+4 . 3 1 .2+4. 0 13 2
1 2
2 3 = 2 .1+3 . 3 2. 2+3.0 = 11 4
3 0
3 0 3 .1+0 . 3 3 . 2+0. 0 3 6
b. BA tidak terdefinisi karena banyaknya kolom B tidak sama dengan banyaknya
baris A
c. AtA =

)( )(
1 4
( 1 2 3
4 3 0
2 3 =
3 0
1 .1+2 . 2+3. 3 1.4 +2 .3+3 . 0 14 10
=
4 . 1+3 .2+0 . 3 4 . 4+3 . 3+0. 0 10 25 )( )
d. AAt =

( )( )( ) ( )
1 4 1.1+4 . 4 1 .2+4 .3 1. 3+4 .0 17 14 3
1 2 3
2 3 = 2 .1+3 . 4 2 .2+3. 3 2 .3+3 . 0 = 14 13 6
4 3 0
3 0 3 .1+0 . 4 3 .2+0 .3 3 .3+0. 0 3 6 9
e. I – B2 =

(10 01 )−{( 13 20 )(13 20 )}=(10 01 )−(31.. 1+2. 3


1+0 .3
1. 2+2. 0
3 . 2+0 . 0 )
=

(10 01 )−(73 62 )=(−6


−3 −5 )
−2

Perhatikan bahwa, jika A dan B matriks bujur sangkar berorde sama maka dapat diperoleh
hasil perkalian AB dan BA. Tetapi pada umumnya AB ≠ BA karena itu pada perkalian antara
dua matriks tidak berlaku sifat komutatif. Dalam keadaan istimewa, apabila AB = BA, maka
dikatakan A dan B disebut Commute dan jika AB = -BA maka A dan B disebut Anti
Commute.
c. Determinan
Nilai dari suatu matriks bujur sangkar A disebut Determinan yang ditulisakan sebagai

atau det (D). misalnya untuk matriks berukuran 2 x 2, determinan didefenisikan sebagai :
|D|
D= maka determinan dari D didefenisikan sebagai = a.d – b.c
|D|
(ac bd )
Contoh 5 :
a. A= maka
|A|= det ( A )= 1. (−7 ) −(−2 ) .6=−7−(−12 )=5
(16 −7−2 )
b. B =

(61 −7−2 ) maka |B|= det (B )=6 .(−2)−(−7 ). 1=−12−(−7)=−5


c. C=

(−21 −24 ) maka |C|=det (C )=1 . 4−(−2) . (−2)=4−4=0


5
Perhatikan bahwa, contoh b adalah juga contoh a, hanya saja baris pertama ditukar dengan baris
kedua, sedangkan contoh c kedua barisnya sebanding.
d. Ekspansi Laplace
Nilai determinan dari suatu matriks Anxn dapat ditentukan dengan menggunakan
kofaktornya, dengan menggunakan salah satu baris, misalnya ekspansi baris ke-i, yaitu :
Det(A) = untuk suatu i
n
|A|=∑ aij K ij
j=1

=
ai 1 K i1 +ai2 K i 2 +ai 3 K i3 +⋯+ ain K in
Dimana Kij dinamakan Kofaktor dari unsur aij yang didefenisikan sebagai :
Kij = (-1)i+j Mij
Dimana Mij menyatakan determinan dari sub matriks A setelah baris ke-i dan kolom ke-j
dihapuskan, Mij disebut Minor dari unsur aij.
Untuk menjelaskan pengertian di atas perhatikan determinan matriks A yang berukuran
3 x 3 berikut ini :
a11 a12 a13

(
A= a 21
a 31
a22
a32
a23
a33 )
Dengan menggunakan ekspansi baris pertama, maka :
a a
M 11=| 22 23|=a22 . a33−a23 . a 32
a32 a33
a a
M 12=| 21 23|=a21 . a 32−a23 . a31
a31 a 33
a a
M 13=| 21 22|=a21 . a 32−a22 . a 31
a 31 a32
Sehingga dengan menggunakan ekspansi baris pertama diperoleh :
n
|A|=∑ a1 j K 1 j=a11 M 11 +a12 M 12 +a13 M 13
j=1
|A|=a11 ( a22 . a33 −a23 a32 )−a12 ( a21 . a 33−a23 . a31) +a13 ( a 21 a32−a22 . a31 )
|A|=a11 . a22 . a33+a12 . a23 . a31+a13 . a 21 a32−a11 a23 a32−a12 . a21 .a 33−a13 . a22 . a31
Untuk matriks yang berukuran lebih besar, nilai determinannya juga dihitung dengan
menggunakan persamaan [….]. Perhatikan bahwa jika kita akan mencari determinan suatu
matriks yang berukuran 4 x 4 maka minornya diperoleh dari suatu matriks berukuran 3 x 3,
demikian pula untuk matriks yang berukuran n x n, maka minornya aalah suatu matriks yang
berukuran (n -1) x (n-1). Untuk keperluan perhitungan determinan sifat berikut ini dapat
digunakan :
Sifat :
Jika A suatu matriks segitiga, maka nilai determinannya adalah hasil kali unsur-unsur
diagonal utamanya.

6
Contoh 6 :

( )
1 0 2
U 3 = 0 2 5 maka |U 3|= ( 1 )( 2 ) ( 4 )=8
0 0 4
1 0 0
( )
L3 = 6 2 0 maka |L3|= ( 1 )( 2 ) ( 0 )=0
7 1 0
Determinan hanya pada matriks bujur sangkar. Jika determinan suatu matriks tidak nol,
matriks tersebut dinamakan matriks nonsingular, sebaliknya jika determinannya sama dengan
nol, maka matriks itu dikatakan matriks singular.
e. Sifat-Sifat Determinan
Berikut ini diberikan beberapa sifat determinan yang dapat dimanfaatkan untuk mencari
determinan, khususnya untuk matriks yang berukuran lebih besar.
1. Nilai suatu determinan akan berubah tandanya, apabila dua baris (atau kolom)
dipertukarkan letaknya.

a b c d
| |=a.d−bc=−( b.c−a.d )=| |
c d a b
2. Jika suatu determinan mempunyai dua baris (atau kolom) sama atau sebanding, maka
determinannya nol.
3. Jika suatu baris (kolom) dikalikan dengan bilangan k, maka nilai determinan yang baru
menjadi k kali nilai determinan semula.
4. Misalkan matriks A, A’ dan A’’ adalah tiga matriks yang unsur-unsurnya hanya berbeda
pada satu kolom (baris) saja sedangkan unsur yang lain sama, misalnya kolom ke-i dari A
sama jumlah kolom ke-i matriks A’ dan kolom ke-i matriks A’’, maka :
Det (A) = det (A’) + det (A’’)

1 2 3 1 4 3 1 −2 3
|−2 5 6|= |−2 5 6 |+|−2 0 6|
1 0 0 1 2 0 1 −2 0
det ( A )=−3 det ( A' )=−15 det ( A'' )=12
Perhatikan bahwa kolom kedua, dari matriks pada ruas kiri adalah jumlahan kolom kedua
pada matriks di ruas kanan.
5. Suatu determinan tidak berubah nilainya apabila unsur – unsur pada baris (kolom)
ditambah (dikurangi) oleh k kali unsur – unsur pada baris (kolom) yang lain.
6. Jika unsur – unsur pada suatu baris (kolom) dari suatu determinan semuanya nol, maka
determinannya sama dengan nol.
7. det (A) = det (A’)
8. det (AB) = det (A).det (B)
f. Invers Suatu Matriks
Jika A dan B matriks bujur sangkar sedemikian sehingga berlaku :

7
AB = I = BA
Maka B disebut invers dari A dan ditulis B = A-1 (Baca : B sama dengan A invers) demikian
pula sebaliknya A = B-1

Sifat :
Jika A adalah suatu matriks singular = 0, maka A-1 tidak ada.
|A|
Contoh 7 :
dan

( ) B=(−27 −31 )
A= 1 3
2 7

AB=( )( ) =(
0 1 −2 1 )(2 7 )
) =(
1 3 7 −3 1 0 7 −3 1 3
=BA
2 7 −2 1
Dengan demikian, maka B = A-1 dan A = B-1
Sifat :
Jika A dan B matriks bujur sangkar berukuran sama dan masing-masing mempunyai invers
A-1dan B-1 maka berlaku :
(AB-1 =B-1A-1
g. Operasi Baris Elementer (0BE)
Ada tiga jenis operasi baris elementer yaitu :
 Pertukaran : Urutan dua baris dapat ditukar
 Penskalaan : Perkalian sebua baris dengan suatu konstanta tak nol
 Penggantia : Sebuah baris dapat digantikan oleh jumlah baris itu
dengan kelipatan sebarang baris yang lain.
Defenisi :
Dua matriks A dan B disebut ekivalen dituliskan dengan A B (Baca: A ekivalen dengan
B) jika yang satu dapat diperoleh dari yang lain dengan menggunakan operasi baris
elementer.
Contoh 8 :
Dengan operasi baris elementer, rubahlah matriks berikut menjadi matriks identitas :

A= (21 −23 )
Penyelesaian :

( )
A= 2 −2
1 3 (20 −24 ) ( ) 0 1)
(
1 −1
0 1
1 0

b1 −1 2 b 2 1
b
2 1
1
b
4 2 b1 +b 2
Untuk menjawab soal di atas prosedurnya tidak tunggal. Prosedur yang baik tentu bila kita
dapat melakukan sesedikit mungkin transformasi.
Dengan operasi baris elementer, Apakah semua matriks dapat dirubah menjadi
identitas? Pertanyaan ini sama saja dengan mengatakan Apakah semua matriks ekivalen?
Jawabnya tidak! Perhatikan contoh berikut ini
Contoh 9 :

(
B = 2 −2
−1 1 )
8
Matriks B dengan operasi baris elementer apapun tidak akan dapat menghasilkan matriks
Identitas, hal ini disebabkan karena adanya baris yang sebanding.
Contoh 10 :
Rubahlah matriks berikut ini menjadi matriks segitiga atas

( )
1 2 4
C= 2 6 7
3 8 6
Penyelesaian :

( ) ( ) ( ) (
1 2 4

)
1 2 4 1 2 4 1 2 4
C= 2 6 8 0 2 −1 0 2 −1 0 2 −1
3 8 6 3 8 6 0 2 −6 0 0 5
1
b2 − 2 b 1 b3 −(1 3 ) b1 b3 −b2

B. SISTEM PERSAMAAN LINEAR


Suatu system persamaan yang terdiri dari n persamaan dengan n variabel yang tak diketahui
banyak dijumpai dalam masalah teknik, ekonomi, optimisasi dan lain sebagainya.
Bentuk umum sistem persamaan linear (SPL) yang demikian adalah :
[3.1]
a11 x 1 +a12 x2 +a13 x3 +⋯+a1 n x n =b1
a21 x 1 +a22 x 2 +a23 x 3 +⋯+a2 n x n=b2
a31 x 1 +a32 x 2 +a33 x 3 +⋯+a3 n x n=b3
⋯ +⋯ +⋯ +⋯+⋯
an 1 x1 +an 2 x 2 +a n3 x 3 +⋯+ann x n =b n
Dengan aij adalah koefisien konstan dan bi adalah konstan. n menyatakan jumlah persamaan serta
adalah bilangan-bilangan yang tidak diketahui. Nilai-nilai
x 1 , x 2 , x 3 ,⋯, x n
yang memenuhi persamaan di atas disebut penyelesaian dari
x 1=c1 , x 2 =c 2 , x3 =c3 ,⋯, x n=c n
sistem persamaan linear tersebut.
System persamaan linear pada [3.1] dinamakan sistem persamaan linear homogen jika
, bila tidak disebut non homogen. Sistem persamaan linear seperti pada [3.1] dapat
b1 =b 2=⋯=bn
pula dinyatakan dalam matriks sebagai :
AX = B [3.2]
Dengan
; ; dan
a11 a12 a 13 a 1n x1 b1

( ) () ()

a 21 a22 a 23 ⋯ a 2n x2 b2
A = a 31 a32 a 33 ⋯ a 3n X = x3 B= b3
⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ ⋮ ⋮
an 1 a n2 an 3 ⋯ ann xn bn

a. Eliminasi Gauss

9
Penyelesaian persamaan [3.2], dapat diperoleh dengan melakukan operasi baris
elementer (OBE), pada matriks lengkap [A,B]. Metode yang demikian ini disebut eliminasi
Gauss. Prosedur penyelesaian dari metode tersebut adalah mengurangi sistem persamaan ke
dalam bentuk segitiga sedemikian sehinga salah satu dari persamaan-persamaan tersebut hanya
mengandung satu bilangan tak diketahui, dan setiap persamaan berikutnya hanya terdiri dari
satu tambahan bilangan tak diketahui. Untuk memudahkan penjelasan tersebut, berikut ini
diberikan penyelesaian untuk sistem persamaan linear dengan 3 persamaan dengan 3 variabel.
[3.3a]
a11 x 1 +a12 x 2 +a 13 x 3 =b1
[3.3b]
a21 x1 +a22 x 2 + a23 x3 =b 2
[3.3c]
a31 x1 +a32 x 2 +a33 x 3 =b 3
Persamaan [3.3a] dibagi dengan koefisien pertama yaitu a11 sehingga diperoleh :
a12 a13 b3
x 1+ x 2+ x 3=
a11 a11 a11
Persamaan [3.3a] dibagi dengan koefisien pertama yaitu a11 sehingga diperoleh :
a12 a13 b3
x 1+ x 2+ x 3=
a11 a11 a11
tuliskan sebagai :
[3.3d]
' ' '
x 1 +a12 x2 +aa 3 x 3 =b1
Persaman [3.3b] dikurangi dengan persamaan [3.3d] dikali dengan koefisien a21 :
' '
( a 21−a21 ) x 1 + ( a22−a 21 a12 ) x 2 + ( a23−a21 a13 ) x 3=b2 −a21 b '
Misalkan persamaan terakhir dituliskan sebagai :
[3.3e]
' ' '
a22 x2 +a23 x 3=b2
Persamaan [3.3c] dikurangi dengan persamaan [3.3d] dikali dengan koefisien a31 :
' '
( a 31−a31 ) x 1 + ( a32−a31 a12 ) x 2 + ( a33−a31 a 13) x 3 =b 3 −a31 b'
Misalkan persamaan terkahir dituliskan sebagai :
[3.3f]
' '
a32 x2 +a33 x3 =b 3
Jika persaman [3.3f] dikurangi dengan persamaan [3.3e] yang dikali dengan akan
'
a32
a'22
diperoleh :

a'32 a '32 a'32


( a '32−
a '22 ) (
a'22 x 2 + a'33 −
a '22 )
a'31 x 3 =b'3 −a
a'22
b '2

Misalkan persamaan terakhir dituliskan sebagai :


[3.3g]
a''33 x 3=b'3

10
Dengan prosedur perhitungan tersebut dapat disusun kembali sebagai :
[3.3a]
a11 x 1 +a12 x 2 +a 13 x 3 =b1
[3.3e]
' ' '
a22 x2 +a23 x 3=b2
[3.3g]
'' '
a33 x 3=b3
Kemudian dengan subtitusi mundur diperoleh :
b''3
x 3=
a'33
b'2 −a'23 x3
x 2=
a'22
b 1−a12 x 2 −a13 x3
x 1=
a11
Contoh 11 :
Tentukan penyelesaian dari sistem persamaan linear berikut :
x 1 + x 2 + x 3 =2
x 1 +2 x 2 +4 x 3 =−2
x 1 +3 x 2 +9 x 3=2
Penyelesaian :
Kurangkan baris kedua dan baris ketiga dengan baris pertama :
x 1 + x 2 + x 3 =2
x 2 +3 x 3=−4
2 x 2 +8 x3 =0
Selanjutnya kirangkan baris ketiga dengan dua kali baris kedua :
x 1 + x 2 + x 3 =2
x 2 +3 x 3=−4
2 x 3 =8
Matriks persamaan terakhir dapat ditulis sebagai :

1 x1
( )( ) ( )
1 1 2
0 1 3 x 2 = −4
0 0 2 x 8
3

Sehingga dengan substitusi mundur, maka :


diperoleh
2 x 3 =8 x 3=4
diperoleh
x 2 +3 x 3=−4 x 2=−16
diperoleh
x 1 + x 2 + x 3 =2 x 1=14
Pada prinsipnya menyelesaikan suatu SPL dengan Eliminasi Gauss adalah dengan merubah
matriks lengkap [AB] sedemikian sehingga koefisien A menjadi matriks segitiga, kemudian
11
melakukan substitusi mundur (untuk matriks segitiga atas) atau substitusi maju (untuk matriks
segitiga bawah).
b. Metode Iterasi Jacobi
Pandang system persamaan linear :
a11 x 1 +a12 x2 +a13 x3 +⋯+a1 n x n =b1
a21 x 1 +a22 x 2 +a23 x 3 +⋯+a2 n x n=b2
a31 x 1 +a32 x 2 +a33 x 3 +⋯+a3 n x n=b3
⋯ +⋯ +⋯ +⋯+⋯
an 1 x1 +an 2 x 2 +a n3 x 3 +⋯+ann x n =b n
Setiap baris ke-k dalam SPL di atas jika akk ≠ 0, dapat dituliskan dalam bentuk :
1
xk= b −a x −a x −a −x −⋯−a k ( k −1 ) x k −1 −a k (k +1 ) x k +1 −⋯−akn x n )
akk ( k k 1 1 k 2 2 k 3 3
Sebagai ilustrasi lihat contoh
Contoh 12 :
Tentukan penyelesaian dari sistem persamaan linear berikut :
4 x 1 −x 2 +x 3 =7
4 x 1 −8 x 2 +x 3 =−21
−2 x 1 + x 2 +5 x 3 =15
Dari ketiga persamaan di atas, secara berturut-turut dapat dinyatakan sebagai :
1
x 1= 7 + x 2−x 3 )
4(
1
x 2= 21+4 x 1 +x 3 )
8(
1
x 3= 15+2 x 1 −x 2 )
5(
Sehingga bentuk iterasinya adalah :
1
x 1 baru = ( 7+ x 2 −x 3 )
4
1
x 2 baru = ( 21+4 x 1 +x 3 )
8
1
x 3 baru = ( 15+2 x 1 −x2 )
5
Kemudian nilai-nilai yang diperoleh dirubah kembali menjadi :
= ; = ; =
x1 x 1 baru x2 x 2 baru x3 x 3 baru
Untuk digunakan pada iterasi berikutnya.
Subscript (indeks) baru pada iterasi di atas biasanya dituliskan dalam bentuk superscript,
misalnya :

1
x (1k +1 ) =
4
( 7+ x (2k )− x(3k ) )
1
x (2k +1 ) =
8
( 21+ 4 x k1 + x (3k ) )

12
1
x (3k +1 ) =
5
( 15+2 x (1k )−x (2k ) )

Dimana k menyatakan iterasi ke-k yang dikerjakan.Bentuk iterasi yang demikian ini disebut
Iterasi Jacobi.
Dengan memilih nilai awal
x 1=1 ; x 2 =2 ; x 3 =2
Iterasi pertama :

1
x 1 baru = ( 7+2−2 )=1. 75
4
1
x 2 baru = ( 21+4 ( 1 ) +2 )=3 . 375
8
1
x 3= ( 15+2 ( 1 ) −2 )=3
5
Iterasi kedua :
1
x 1 baru = ( 7+3 .375−3 ) =1. 8438
4
1
x 2 baru = ( 21+4 ( 1. 75 ) +3 ) =3 . 875
8
1
x 3= ( 15+2 ( 1 . 75 )−3 . 375 )=3 . 025
5
Iterasi ketiga dan seterusnya, diberikan pada tabel berikut :

Iterasi x1 x2 x3
0 1.0000 2.0000 2.0000
1 1.7500 3.3750 3.0000
2 1.8438 3.8750 3.0250
3 1.9625 3.9250 2.9625
4 1.9906 3.9766 3.0000
5 1.9941 3.9953 3.0009
… … … …
10 2.0000 4.0000 3.0000
Perhatikan bahwa dari tabel di atas, hingga iterasi ke 10 himpunan penyelesaian ternyata
konvergen ke nilai
x 1=2 ; x 2 =4 ; x 3 =3
Kondisi buruk
Kadangkala metode Jacobi tidak dapat bekerja dengan baik, sebagai ilustrasi perhatikan
kembali contoh berikut :
Contoh 13 :
Dengan menukar posisi baris pertama dengan baris ketiga, pada contoh di atas diperoleh :
−2 x 1 + x 2 +5 x 3 =15
4 x 1 −8 x 2 +x 3 =−21

4 x 1 −x 2 +x 3 =7
Dari ketiga persamaan di atas, secara berturut-turut dapat dinyatakan sebagai
1
x 1=− ( 15−x2 −5 x 3 )
2
13
1
x 2= 21+4 x 1 +x 3 )
8(
x 3=( 7−4 x 1 + x 2 )
Sehingga bentuk iterasinya adalah :
1
x 1 baru =− ( 15−x 2 −5 x3 )
2
1
x 2 baru = ( 21+4 x 1 +x 3 )
8
x 3 baru =( 7−4 x1 + x 2 )
Dengan memilih nilai awal :
x 1=1 ; x 2 =2 ; x 3 =2
Iterasi pertama yaitu :
1
x 1 baru =− ( 15−2−5 ( 2 ) ) =−1. 5
2
1
x 2 baru = ( 21+4+2 )=3. 375
8
x 3 baru =( 7−4 +2 )=5
Iterasi kedua yaitu :
1
x 1 baru =− ( 15−3 . 375−5 ( 5 ) ) =6 .6875
2
1
x 2 baru = ( 21−6+5 )=2. 5
8
x 3 baru =( 7+6 +3 .375 ) =16 .375
Iterasi ketiga dan seterusnya dapat dilihat pada table berikut :
Iterasi x1 x2 x3
0 1.0000 2.0000 2.0000
1 -1.5000 3.3750 5.0000
2 6.6875 2.5000 16.3750
3 34.6875 8.0156 -17.2500
4 -46.6172 17.8125 -123.7344
5 -307.9297 -36.1504 211.2813
Hingga iterasi kelima, ternyata hasil yang diperoleh divergen. Bila terjadi hal seperti di atas
(divergen), digunakan suatu straregi dengan memilih baris yang dominan secara diagonal.
Suatu baris ke-k dikatakan dominan secara diagonal bila :
|a kk|>|a1k|+|a2 k|+|a3 k|+⋯+|a( k−1 ) k|+|a( k +1 ) k|+⋯+|ank|
Jadi dengan memilih baris yang dominan secara diagonal, barisan iterasi akan konvergen.
Perhatikan bahwa contoh 12 , baris-barisnya sudah dominant secara diagonal, karena :
a11 =4 >1+1=a12+ a13
a22=8>4 +1=a21+ a23
a33=5>2+1=a 31+ a32
Oleh karena iterasinya konvergen berbeda dengan contoh 13 dimana baris-barisnya tidak lagi
dominant secara diagonal.
Dalam beberapa masalah, kemungkinan tidak ditemukan baris yang dominant secara
diagonal. Untuk itu persyaratan dominant diagonal tidak harus dipenuhi secara ketat (mutlak).
Syarat yang lebih ringan dapat digunakan metode tumpuan.
c. Metode Tumpuan

14
Bilangan tak nol yang digunakan untuk mengeliminasi xk dalam baris-baris
dinamakan tumpuan ke-k dan baris ke-k disebut baris tumpuan.
k+1, k+2, k+3, ⋯ n
1
xk= b −a x −a x −a −x −⋯−a k ( k −1 ) x k −1 −a k (k +1 ) x k +1 −⋯−akn x n )
akk ( k k 1 1 k 2 2 k 3 3
Untuk menghindari iterasi yang divergen pada metode iterasi Jacobi dianjurkan untuk
menggunakan Strategi Tumpuan sebagai berikut :
Gunakan baris ke-t untuk mengeliminasi nilai xt dimana baris ke-t mempunyai elemen dengan
nilai mutlak terbesar dalam kolomnya (tanpa memperhatikan unsur di atasnya) yaitu :
|a kk|>maks {|akk|,|a( k+1 ) k|,|a( k+2 ) k|,⋯,|ank|}
Jadi dengan menggunakan strategi tumpuan, berarti baris-baris suatu SPL disusun kembali
sedemikian sehingga diperoleh criteria yang memenuhi strategi tumpuan.
Contoh 14 :
Dengan menggunakan strategi tumpuan selesaikan SPL berikut ini :
x1 + x 2 +2 x 3 +6 x 4 =22
8 x 1 + x 2 +2 x3 + x 4 =33
x1 + x2 +4 x 3 + x 4 =20
x1 + 4 x 2 + x 3 + 3 x 4 =9
Matriks lengkap [A,B] dari SPL di atas adalah :

( )
1 1 2 6 22
8 1 2 1 33
1 1 4 1 20
1 4 1 3 9
Karena 8 nilai maksimum pada kolom pertama, maka baris tersebut dipilih sebagai baris
tumpuan untuk mencari nilai x1.

( )
8 1 2 1 33
1 1 2 6 22
1 1 4 1 20
1 4 1 3 9
Karena 4 nilai yang maksimum pada kolom kedua (baris pertama tidak diperhitungkan), maka
baris ke-4 menjadi tumpuan untuk menghitung x2

( )
8 1 2 1 33
1 4 1 3 9
1 1 2 6 22
1 1 4 1 20
Untuk mencari baris tumpuan ke-3, baris ke-2 dan baris ke-4 mempunyai nilai mutlak yang
sama pada kolom ke-3, jadi bisa saja baris ke-3 dijadikan tumpuan untuk menghitung x3, akan
tetapi dengan memperhatikan baris tumpuan untuk baris ke-4, dipilih urutan baris tumpuan
sebagai berikut :

15
( )
8 1 2 1 33
1 4 1 3 9
1 1 4 1 20
1 1 2 6 22
Dengan demikian diperoleh bentuk iterasi Jacobi sebagai berikut :
1
x 1 baru = ( 33−x 2−2 x 3 −x 4 )
8
1
x 2 baru = ( 9−x 1−x 3 −3 x 4 )
4
1
x 3 baru = 20−x 1−x 2 −x 4 )
4(
1
x 4 baru = ( 22−x 1 −x 2−2 x 3 )
6
Sebelum melakukan iterasi berikutnya, nilai-nilai yang baru dirubah menjadi :
= ; = ; = ; x4 = x4 baru
x1 x 1 baru x2 x 2 baru x3 x 3 baru
Dengan iterasi Jacobi di atas dan dengan memilih nilai awal
x 1=0 ; x 2 =1 ; x 3=2 ; x 4 =3
Iterasi pertama yaitu :
1
x 1 baru = ( 33−1−2 ( 2 )−3 ) =3 .125
8
1
x 2 baru = ( 9−0−2−3 ( 3 ) )=−0 . 5
4
1
x 3 baru = ( 20−0−1−3 )=4
4
1
x 4 baru = ( 22−0−1−2 ( 2 ) ) =2. 8333
6
Iterasi kedua dan selanjutnya dapat dilihat pada table berikut :
Iterasi x1 x2 x3 x4
0 0.0000 1.0000 2.0000 3.0000
1 3.1250 -0.5000 4.0000 2.8333
2 3.8333 -1.6563 3.6354 1.8958
3 3.1862 -1.2985 4.2318 2.2587
4 2.8834 -1.2985 3.8360 1.8566
5 3.0962 -0.8223 4.1396 2.1238
… … … … …
35 3.0000 -0.9999 4.0000 2.0000
36 3.0000 -1.0000 4.0000 2.0000
Untuk mempersingkat penulisan iterasi ke-6 hingga ke-34 tidak dituliskan, tampak iterasi
konvergen ke nilai
x 1=3 ; x2 =−1 ; x 3 =4 ; x 4 =2
d. Iterasi Gauss – Seidel
Perbedaan dasar antara iterasi jacobi dengan Iterasi Gauss – Seidel terletak pada
pemakaian koordinat (hasil iterasi) yang pada iterasi Jacobidigunakan koordinat-koordinat
lama, sedangkan iterasi Gauss – Seidel digunakan koordinar baru segera setelah koordinat-
koordinat tersebut tersedia.
Contoh 15 :

16
Dengan menggunakan iterasi Gauss – Seidel, selesaikan kembali soal berikut :
8 x 1 + x 2 + 2 x 3 + x 4 =33
x1 + x2 +2 x 3 + 3 x 4 =9
x1 + x2 +4 x 3 + x 4 =20
x1 + 4 x 2 + 2 x 3 +6 x 4 =22
Dengan iterasi Jacobi, digunakan iterasi :
1
x 1 baru = ( 33−x 2−2 x 3 −x 4 )
8
1
x 2 baru = ( 9−x 1baru −x 3−3 x 4 )
4
1
x 3 baru = ( 20−x 1baru −x 2baru −x 4 )
4
1
x 4 baru = ( 22−x 1 baru−x 2 baru−2 x 3 baru )
6
Sebelum melakukan iterasi berikutnya, nilai-nilai yang baru dirubah menjadi
= ; = ; x4 = x4 baru
x2 x 2 baru x3 x 3 baru
Dengan iterasi di atas dan dengan memilih nilai awal diperoleh hasil
x 2 =1 ; x3 =2 ; x 4 =3
iterasi sebagai berikut :
Iterasi pertama :
1
x 1 baru = ( 33−1−2 ( 2 )−3 ) =3 .125
8
1
x 2 baru = ( 9−3 .125−2−3 ( 3 ) ) =−1 . 2813
4
1
x 3 baru = ( 20−3. 125+1 .2813−3 )=3 . 7891
4
1
x 4 baru = ( 22−3 . 125+1. 2813−2 ( 3 . 7891 ) )=2 . 0964
6
Iterasi kedua :
1
x 1 baru = ( 33+1 . 2813−2 ( 3 .7891 )−2 . 0964 ) =3 .0758
8
1
x 2 baru = ( 9−3 .0758−3 .7891−3 (2 . 0964 ) ) =−1. 0385
4
1
x 3 baru = ( 20−3. 0758+1 . 0385−2 .0964 )=3 . 9666
4
1
x 4 baru = ( 22−3 . 0758+1 .0385−2 ( 3. 9666 ) )=2 .0049
6
Iterasi ketiga dan seterusnya diberikan pada table berikut :
Iterasi x1 x2 x3 x4
0 - 1.0000 2.0000 3.0000
1 3.1250 -1.2813 3.7891 2.0964
2 3.0758 -1.0385 3.9666 2.0049
3 3.0126 -0.9985 3.9952 1.9992
4 3.0011 -0.9985 3.9995 1.9997
5 3.0000 -0.9997 4.0000 2.0000
6 3.0000 -1.0000 4.0000 2.0000
Tampak penyelesaian konvergen hanya pada iterasi ke-6

17
e. Sistem Linear
Tridiagonal
Banyak masalah terapan melibatkan matriks dengan kebanyakan elemennya nol. Salah
satu bentuk matriks yang elemen nolnya berpola matriks pita. Lebar pita maksimum banyaknya
elemen tak nol pada baris-baris suatu matriks pita. Matriks pita yang terkecil adalah yang lebar
pitanya tiga atau dikenal dengan nama matriks tridiagonal. Akan ditinjau sistem persamaan
linear yang mempunyai matriks koefisien berupa matriks triadiagonal.

d 1 x 1 +a1 x 2 ¿ c1

( )
b 2 x 1 +d 2 x 2 +a2 x 3 ¿ c2
b 3 x 2 + d3 x 3 +a 3 x 4 ¿ c3
b4 x 3 +a 4 x 4 a4 x5 ¿ c4
⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯
bn−1 xn−2 +d n−1 x n−1 +a n−1 x n ¿ c ln−1
bn x n−1 +d n x n ¿ cn

Dengan menggunakan eliminasi Gauss lansung diterapkan pada sistem persamaan linear
tridiagonal di atas, maka banyak operasi yang sebenarnya tidak perlu dilakukan. Agar metode
menjadi lebih efisien diperlukan suatu modifikasi. Pivoting (tumpuan) tidak diperlukan karena
pada umumnya sistem persamaan linear tridiagonal yang dijumpai dalam praktek bersifat
dominan secara diagonal.
Dengan melakukan modifikasi pada metode Gauss – Seidel diperoleh skema iteratif
yang dapat dituliskan dalam tiga rumus :
o
(k)
(k +1 ) c 1 −a1 x 2
x1 =
d1

o Untuk i = 2, 3, 4, …, n-1

berlaku
( k +1 ) (k)
(k +1 ) c 1 −b1 x i−1 −ai x i+1
x1 =
di

o
( k +1 )
(k +1 ) c n −b n x n−1
xn =
dn

Superscript k, pada menyatakan iterasi ke-k


x (ik )
Contoh 16 :
Selesaikan SPL tridiagonal berikut ini :
5 x1 −4 x 2 ¿6
2 x 1 +3 x 2 +x 3 ¿7
x2 +4 x 3 +3 x 4 ¿7
2 x 3 +5 x 4 x5 ¿9
4 x 4 +6 x 5 ¿2
Untuk mempermudah perhitungan gunakan tebakan awal :
x (10 ) ; x (20 ) ; x (30 ) ; x(40 ) ; dan x (50 )
Penyelesaian :
Iterasi Pertama :
18
( 0)
(1 ) 6+ 4 x 2 6+4 ( 0 )
x1 = = =1 .2
5 5
( 1) ( 0)
7−2 x1 −x 3 7−2 ( 1 .2 ) −0
x (21 ) = = =1 .5333
3 3

(1 ) 7−x (21 ) −3 x(40 ) 7−1. 5333−3 ( 0 )


x3 = = =1 . 3667
4 4
(1 ) ( 0)
(1 ) 9−2 x3 −x 5 9−2 ( 1 .3667 )
x4 = = =1. 2533
5 5
( 1)
2−4 x 4 2−4 (1 . 2533 )
x (51 ) = = =−0. 5022
6 6
Iterasi kedua
( 1)
6 +4 x 2 6 +4 (1 . 5333 )
x (12 ) = = =1. 4267
5 5
(2 ) ( 1)
7−2 x1 −x3 7−2 ( 1 . 4267 )−1 .3667
x (22 ) = = =0 .2600
3 3
( 2) (1 )
7−x 2 −3 x 4 7−0. 2300−3 ( 1. 2533 )
x (32 ) = = =0 .7450
4 4

(2 ) 9−2 x (32 ) −x5(1 ) 9−2 ( 0 . 7450 ) +0 .5022


x4 = = =1 .6024
5 5
( 2)
(2 ) 2−4 x 4 2−4 ( 1. 6024 )
x5 = = =−0 . 7350
6 6
Iterasi ketiga dan seterusnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Iterasi x1 x2 x3 x4 x5
0 0 0 0 0 0
1 1.2000 1.5333 1.3667 1.2533 -0.5022
2 2.4267 0.2600 0.7450 1.6024 -0.7350
3 1.4080 1.1463 0.2616 1.8454 -0.8949
4 2.1171 0.8348 0.1595 1.9125 -0.9434
5 1.8678 1.0349 0.0549 1.9667 -0.9778
6 2.0280 0.9631 0.0342 1.9819 -0.9879
… … … … … …
14 2.0001 0.9999 0.0001 2.0000 -1.0000
15 1.9999 1.0000 0.0000 2.0000 -1.0000
16 2.0000 1.0000 0.0000 2.0000 -1.0000
Jawaban eksak ternyata diperoleh pada iterasi ke-16

19
SOAL-SOAL LATIHAN 3
1. Tentukan matriks A dan B bila diketahui :

( )
A +B= 2 1
2 4
A−B= 4 3
6 0 ( )
2. Tentukan matriks A dan matriks B bila diketahui :

4 A +B= ( 12 1 −2
−1 4 ) 3 A−2 B= (−34 3 2
0 2 )
3. Bila diketahui dan

( )
A= 1 2
3 4 (
A= −2 1
3 0 )
Tunjukkan bahwa pernyataan-pernyataan berikut ini benar, dengan menghitung kesamaan di ruas
kiri dan di ruas kanan tanda sama dengan

a.  A  B   A  B
t t t
b.  3 A  3 A
t
 
t

c.  AB   B A d.  A  B   A  2 AB  B
t t t t 2 2

4. Diketahui dan

(
A= 1 2 3
3 4 0 ) (
B= 1 2 1
−1 1 0 )
Bila memungkinkan hitunglah, bila tidak jelaskan mengapa!

a.  A  B 
t t
b. AA
c. AA  B B d. B B  2 A A
t t t t

Untuk soal 5 – 7, selesaikanlah sistem segitiga atas dan hitung nilai determinan matriks
koefisiennya.
5. 3x1  2 x2  x3 8 x4 6. 5 x1  3x2  7 x3  x4   14
4 x2  x3  2 x4
 3 11 x2  9 x3  5 x4  22
2 x3  3x4
 15 3 x3  13 x 4   11
 15 5x4 7 x4  14
7. 4 x1  x 2  2 x3  2 x 4
 x5  4
 2 x2  6 x3  2 x 4
 7 x5  0
x3  x4
 2 x5  3
 2 x5  10
2 x4
3x5  6
Selesaikan sistem segitiga bawah AX = C dan hitunglah det(A)
8. 2 x1  6 9.2 x1   10
 x1  4 x 2  5 x1  3x 2  4
3x1  2 x 2  x3  4 3x1  4 x2  2 x3  2
3x1  2 x 2  x3  x4  8  x1  3x 2  6 x3  x4  8
10. Carilah parabola yang melalui tiga titik
2
y= A+Bx+Cx ( 1,4 ) , ( 2,7 ) , dan ( 3,14 )
Menggunakan Eliminasi Gauss dengan Pivoting parsial, selesaikan sistem persamaan nlinier
berikut :

20
11. 2 x1  4 x2  6 x3  4 12. x1  4 x2  7 x3  2 x4  10
x1  5x2  3x3  10 4 x1  8x2  4 x3  8
x1  3x 2  2 x3  5 x1  5x2  4 x3  3x4  4
x1  3x2  2 x4  10
Untuk soal 13 – 15
a. Cari balikan dari matriks yang diberikan
b. Periksa jawaban anda dengan menghitung hasil kali AA-1
1 1 1  1  3 3  3 9 27  81 
     
1 2 4   2 4 5   4 16  64 256 
2 4 7  1  5 3  5  25 125  625 
13.   14.    
  6 36  216 1296 
15.  

Selesaikan soal-soal berikut ini, dengan menggunakan :


a. Iterasi Jacobi, dengan nilai awal untuk semua xk = 0 untuk k = 1, 2, 3
Apakah iterasi tersebut konvergen ke selesaian?
b. Iterasi Gauss-Seidel, dengan nilai awal untuk semua xk = 0 untuk k = 1, 2, 3
16. 4 x1  x2  15 17. 8 x1  3x 2  10
x1  5 x 2  9  x1  3x 2  1
18. 4 x1  10 x 2  8 x3  22 19. 4 x1  6 x 2  8 x3  0
10 x1  26 x 2  26 x3  64 6 x1  34 x 2  52 x3   160
8 x1  26 x 2  61x3  107 8 x1  52 x 2  129 x3   452
20. 5 x1  x 2  x3  10 21. 2 x1  8 x 2  x3  11
2 x1  8 x 2  x3  11 5 x1  x 2  x3  10
 x1  x 2  4 x3  3  x1  x 2  4 x3  3

21

Anda mungkin juga menyukai