Anda di halaman 1dari 26

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi4,5
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TB Anak adalah penyakit
TB yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun.

3.2 Etiologi4,5

Gambar 3.1 Bakteri Mikobakterium tuberkulosa

Agen tuberkulosis, Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis, dan


Mycobacterium africanum, merupakan anggota ordo Actinomisetaies dan family
Mikobakteriasiae. Basili tuberkel adalah batang lengkung, gram positif lemah,
pleiomorfik, tidak bergerak, tidak membentuk spora, panjang sekitar 2,4 µm.
Mereka dapat tampak sendiri-sendiri atau dalam kelompok pada specimen klinis
yang diwarnai atau media biakan. Mereka merupakan aerob wajib (obligat) yang
tumbuh pada media sintetis yang mengandung gliseol sebagai sumber karbon dan
garam ammonium sebagai sumber nitrogen. Mikobakteria ini tumbuh paling baik
pada suhu 37 – 410C, menghasilkan niasin dan tidak ada pigmentasi. Dinding sel
kaya lipid menimbulkan resistensi terhadap daya bakterisid antibodi dan
komplemen. Tanda semua mikobakteria adalah ketahanan asamnya kapasitas
membentuk kompleks mikolat stabil dengan pewarnaan arilmetan seperti Kristal

13
14

violet, karbolfukhsin, auramin, dan rodamin. Bila diwarnai, mereka melawan


perubahan warna dengan etanol dan hidrokhlorida atau asam lain.
Mikobakterium tumbuh lambat, waktu pembentukannya adalah 12 – 24 jam.
Isolasi dari specimen klinis pada media sintetik padat biasanya memerlukan waktu
3 – 6 minggu, dan uji kerentanan obat memerlukan 4 minggu tambahan. Namun
pertumbuhan dapat dideteksi dalam pada medium cairan selektif dengan
menggunakan nutrient radiolabel (sistem radiometric BACTEC), dan kerentanan
obat dapat ditentukan dalam 3 – 5 hari tambahan. M. tuberculosis mempunyai
morfologi koloni khas, menghasilkan niasin tetapi bukan pigmen, mampu
mereduksi nitrat, dan menghasilkan katalase. Beberapa strain resisten isoniazid
kehilangan kemampuan untuk membiat katalase. Adanya M. tuberculosis dalam
spesiem klinik dapat dideteksi dalam beberapa jam dengan menggunakan reaksi
rantai polymerase (RRP) yang menggunakan probe DNA yang merupakan
pelengkap terhadap DNA atau RNA mikobakteria. Data dari anak terbatas, tetapi
sensitivitas beberapa tehnik RRP serupa dengan sensitivitas untuk biakan.6

3.3 Patogenesis3
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB
dalam percik renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil (<5 μm), akan
terhirup dan dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat
dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak
terjadi respons imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya,
tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat
menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB
yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang
tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan
akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di
tempat tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon.
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke
lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran
15

limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus
primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat
adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer terletak di
apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus
primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer (primary
complex).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda
dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang
diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa
inkubasi TB bervariasi selama 2−12 minggu, biasanya berlangsung selama 4−8
minggu. Selama masa inkubasi tersebut, kuman berkembang biak hingga
mencapai jumlah 103–104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas selular
Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah
terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB
terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin
masih negatif. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi
baik, pada saat sistem imun selular berkembang, proliferasi kuman TB terhenti.
Akan tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila
imunitas selular telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli
akan segera dimusnahkan oleh imunitas selular spesifik (cellular mediated
immunity, CMI).
Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya
akan mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi
setelah terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga
akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan
menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan
gejala sakit TB.
16

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di paru


atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan
menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).
Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada
awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga
bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal
menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanisme ventil (ball-
valve mechanism). Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang
mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan
erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk
fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga
menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai
lesi segmental kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut
menyebar secara limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen
langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh
tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut
sebagai penyakit sistemik.
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini,
kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ
di seluruh tubuh, bersarang di organ yang mempunyai vaskularisasi baik, paling
sering di apeks paru, limpa, dan kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga
bersarang di organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada
umumnya, kuman di sarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif (tenang),
demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang di apeks paru disebut dengan
17

fokus Simon, yang di kemudian hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB
apeks paru saat dewasa.
Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini,
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh
tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB
secara akut, yang disebut TB diseminata. Tuberkulosis diseminata ini timbul
dalam waktu 2−6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung
pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya
penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun
pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada anak bawah lima tahun
(balita) terutama di bawah dua tahun.
Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic
spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan di dinding
vaskuler pecah dan menyebar ke seluruh tubuh, sehingga sejumlah besar kuman
TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat
penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic
spread.1

Gambar 3.2 Patogenesis Infeksi Tuberkulosis


Sumber: Petunjuk teknis tatalaksana TB anak
18

*Catatan:
1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult
hematogenic spread). Kuman TB kemudian membuat fokus koloni di
berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik. Fokus ini berpotensi
mengalami reaktivasi di kemudian hari.
2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2), dan
limfadenitis regional (3).
3. TB primer adalah kompleks primer dan komplikasinya.
4. TB pasca primer terjadi dengan mekanisme reaktivasi fokus lama TB
(endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder) oleh kuman TB dari luar
(eksogen), ini disebut TB tipe dewasa (adult type TB)

3.4 Diagnosis TB pada Anak1,3


1. Penemuan Pasien TB Anak
Pasien TB anak dapat ditemukan dengan cara melakukan pemeriksaan pada :
1) Anak yang kontak erat dengan pasien TB menular.
Yang dimaksud dengan kontak erat adalah anak yang tinggal serumah atau
sering bertemu dengan pasien TB menular. Pasien TB menular adalah terutama
pasien TB yang hasil pemeriksaan sputumnya BTA positif dan umumnya terjadi
pada pasien TB dewasa. Pemeriksaan kontak erat ini akan diuraikan secara lebih
rinci dalam pembahasan pada bab profilaksis TB pada anak.
2) Anak yang mempunyai tanda dan gejala klinis yang sesuai dengan TB anak.
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi sistemik dan organ yang paling
sering terkena adalah paru. Gejala klinis penyakit ini dapat berupa gejala
sistemik/umum atau sesuai organ terkait. Perlu ditekankan bahwa gejala klinis TB
pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit selain TB.
Gejala sistemik/umum TB anak adalah sebagai berikut:
1) Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan
adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi
yang baik.
19

2) Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan
demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam
umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik
TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain.
3) Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau
intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat
disingkirkan.
4) Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh
(failure to thrive).
5) Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
6) Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan
baku diare.
Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang konstan,
sehingga dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu kalender
terjadinya TB di berbagai organ seberi pada gambar d bawah ini.

Gambar 3.3 Kalender perjalanan penyakit tuberkulosis primer


Sumber: Miller FJW. Tuberculosis in children, evolution, epidemiology, treatment,
prevention. New York. Churchill Livingstonne, 1982, dengan modifikasi
20

Proses infeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Uji tuberkulin


biasanya positif dalam 4-8 minggu setelah kontak awal dengan kuman TB. Paa
awal terjadinya infeksi TB, dapat dijumpai demam yang tidak tinggi dan eritema
nodosum, tetapi kelainan kulit ini berlangsung singkat sehingga jarang terdeteksi.
Sakit TB primer dapat terjadi kapan saja pada tahap ini.
Tuberkulosis milier dapat terjadi setiap saat, tetapi biasanya berlangsung
dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi Tb, begitu juga dengan meningitis TB.
Tuberkulosis pleura terjadi dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi TB.
Tuberkuloma sistem skeletal terjadi pada tahun pertama, walaupun dapat terjadi
pada tahun kedua dan ketiga. Tuberkulosis ginjal biasanya terjadi lebih lama,
yaitu 5-25 tahun setelah infeksi primer. Sebagian besar manifestasi klinis sakit Tb
terjadi pada 5 tahun pertama, terutama 1 tahun pertama, dan 90% kematian karena
TB terjadi pada tahn pertama setelah diagnosis TB.
Secara Singkat resiko sakit TB pada anak yang terinfeksi TB dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
Tabel 3.1 Resiko sakit tuberkulosis pada anak yang terinfeksi Tuberkulosis
Resiko Sakit
Umur saat infeksi
Primer (tahun) TB Diseminata
Tidak Sakit TB Paru
(milier, meningitis)
<1 50% 30 – 40% 10 – 20%
1–2 75 – 80% 10 – 20% 2 – 5%
2–5 95% 5% 0,5%
5 – 10 98% 2% <0,5%
>10 80 – 90% 10 – 20% <0,5%

Tabel 3.2 Tahapan Tuberkulosis pada anak

Tahapan
Pajanan Infeksi Penyakit
Uji tuberkulin Negatif Positif Positif (90%)
Pemeriksaan fisik Normal Normal Biasanya tidak
Foto polos dada Normal Biasanya normal1 normal*
Profilaksis/terapi Selalu Pada Biasanya tidak norma2
TB Satu imunokompremais Selalu
Jumlah obat Satu Tiga atau empat
21

* pada 50% anak dengan tuberkosis paru didapatkan pemeriksaan fisik yang
normal
1
kalsifikasi atau granuloma kecil diartikan infeksi, bukan penyakit
2
pada beberapa anak dengan tuberkulosis paru tidak didapatkan kelainan pada
foto polos dada

2. Pemeriksaan Penunjang untuk Diagnosis TB anak


a. Radiologi

Bakteri spesifik indentik dengan Mikrobacterium


tuberkolosis. Dapat menyerang pada anak-anak dan
dewasa, karena itu gambaran penderita TB pada anak-anak
dan dewasa berbeda. Pada anak-anak disebut sebagai
proses primer. Gambaran rontgen dari proses primer ini sendiri adalah:
1. Kelaianan dapat mengenai seluruh jaringan paru
2. Juga dapat mengenai kelenjar limphe hilus. Yang biasanya gambaran hampir
sama dengan Pneumonia.
Pada Dewasa disebut sebagai proses reinfeksi. Gambaran spesifek pada dewasa
adalah:
1. Proses spesifik mempunyai predileksi diapex lobus superior
2. Di apical lobus inferior (segmen 10 dextra)
3. Berupa infiltrat bercak konsolidasi/ kesuraman, diregio tersebut
b. Laboratorium
- Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kurang sensitive
dan spesifik. Pada tuberkulosis baru mulai aktif akan ditemukan leukosit
meningkat dangan hitung pegeseran kekiri. Lanju endap darah juga meninggi dan
jumlah limfosit masih normal. Bila keaadaan sembuh maka leukosit akan kembali
normal dan laju endap darah turun dan kembali normal.
Hasil pemeriksaan juga di dapat:
22

1. Anemia ringan dengan gambaran nomokrom dan normositer


2. Gama globulin meningkat
3. Kadar natrium darah menurun
Pemeriksaan serologi yang pernah dipakai adalah reaksi Takahasi.
Pemeriksaan ini dapat menunjukan proses tuberculosis aktif atau tidak namun
tidak dipakai lagi karena banyak memberikan positif palsu dan negative palsu.
Pemeriksaan serologi lainnya yang banyak dipakai Peroksidase Anti Peroksida
(PAP-TB) yang memiliki nilai sensitive dan spesifik yang cukup tinggi. Prinsip
dasar uji ini ialah dengan menentukan adanya antibody IgG yang spesifik pada
antigen M. tuberculosis. Tetapi tes serologi ini kurang bermanfaat bila digunakan
sebagai sarana tunggal untuk diagnosis TB.
Uji serologi lain adalah uji Mycodot. Yang menggunakan antigen LAM
(lipoarabinomannan) yang dilekatkan pada suatu alat berbentuk sisir plastik. Sisir
dicelupkan ke dalam serum pasien. Antibody spesifik anti LAM dalam serum
akan terdektesi sebagai peruban warna pada sisir yang intesitasnya sesuai dengan
jumlah antibody.
- Sputum
Pemeriksaan sputum sangat penting karena akan ditemukan kuman BTA,
diagnosis sudah pasti dan dapat sebagai evaluasi pengobatan. Cara kerjanya
diharuskan pada pasien setu hari sebelum pemeriksaan minum sebanyak 2 liter
dan dianjurkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan
tambahan obat-obatan mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam
hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit dapat dilakukan dengan cara
bronkoscopi diambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (broncho
alveolar lavage). BTA dari sputum dapat juga dengan menggunakan bilasan
lambung yang biasanya dilakukan pada anak-anak karena anak-anak sangat sulit
untuk mengeluarkan dahak.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3
batang kuman BTA pada sediaan atau 5000 kuman dalam 1 ml sputum. Untuk
pewarnaan memakai Tan Thiam Hok yang merupakan modifikasi gabungan cara
pulasan Kinyoun dan Gabbet. Cara pemeriksaan sputum yang dilakukan adalah :
23

 Pemeriksaan langsung dengan mikroskop biasa


 Pemeriksaan langsung dengan mikroskop flurosensi (pewarnaan khusus)
 Pemeriksaan dengan biakan (kultur)
 Pemeriksaan terhadap resisten obat1
- Uji Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering
digunakan dalam "Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC
dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara
mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada
½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam
kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan
diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.

1. Pembengkakan :
(Indurasi) 0–4mm,uji mantoux negatif.
Arti klinis : tidak ada infeksi
Mikobakterium tuberkulosa.

2. Pembengkakan : 3–9mm,uji mantoux meragukan.


(Indurasi) Hal ini bisa karena kesalahan teknik,
reaksi silang dengan Mikobakterium
atipik atau setelah vaksinasi BCG.

3. Pembengkakan :
(Indurasi) ≥ 10mm,uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah
terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa.

Anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin
positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–
12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia
anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.
24

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri

Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan

pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa.

Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang

biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah),

dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh

sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti:

paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan

lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-

paru.

3. Diagnosis TB pada anak dengan Sistem Skoring1


Dalam menegakkan diagnosis TB anak, semua prosedur diagnostik dapat
dikerjakan, namun apabila dijumpai keterbatasan sarana diagnostik yang tersedia,
dapat menggunakan suatu pendekatan lain yang dikenal sebagai sistem skoring.
Penilaian/pembobotan pada sistem skoring dengan ketentuan sebagai berikut:
• Parameter uji tuberkulin dan kontak erat dengan pasien TB menular
mempunyai nilai tertinggi yaitu 3.
• Uji tuberkulin bukan merupakan uji penentu utama untuk menegakkan
diagnosis TB pada anak dengan menggunakan sistem skoring.
• Pasien dengan jumlah skor ≥6 harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan
mendapat OAT.
25

Parameter 0 1 2 3 Skor
Laporan
keluarga, BTA (-)
Kontak TB Tidak jelas - BTA (+)
/ BTA tidak jelas/
tidak tahu
Positif ≥10 mm
Uji tuberkulin
Negatif - - atau ≥5 mm pada
(Mantoux)
imunokompromais
Klinis gizi
BB/TB<90%
Berat Badan/ buruk atau
- atau -
Keadaan Gizi BB/TB<70%
BB/U<80%
atau BB/U<60%
Demam yang
tidak
- ≥2 minggu - -
diketahui
penyebabnya
Batuk kronik - ≥3 minggu - -
Pembesaran
≥1 cm, lebih
kelenjar limfe
- dari 1 KGB, - -
kolli, aksila,
tidak nyeri
inguinal
Pembengkaka
n tulang/sendi Ada
- - -
panggul, lutut, pembengkakan
falang
Gambaran
Normal/
sugestif
Foto toraks kelainan - -
(mendukung)
tidak jelas
TB
Skor Total

Tabel 2.3 Sistem Skoring (Scoring System) Gejala dan Pemeriksaan


Penunjang TB

Catatan  Parameter Sistem Skoring:


o Kontak dengan pasien pasien TB BTA positif diberi skor 3 bila ada bukti
tertulis hasil laboratorium BTA dari sumber penularan yang bisa diperoleh
dari TB 01 atau dari hasil laboratorium.
o Penentuan status gizi:
 Berat badan dan panjang/ tinggi badan dinilai saat pasien datang (moment
opname).
 Dilakukan dengan parameter BB/TB atau BB/U. Penentuan status gizi
untuk anak usia <5 tahun merujuk pada buku KIA Kemenkes, sedangkan
untuk anak usia >5 tahun merujuk pada kurva CDC 2000.
26

 Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1


bulan.
o Demam (≥2 minggu) dan batuk (≥3 minggu) yang tidak membaik setelah
diberikan pengobatan sesuai baku terapi di puskesmas.
o Gambaran foto toraks menunjukkan gambaran mendukung TB berupa:
pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, atelektasis,
konsolidasi segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat, tuberkuloma.

Gambar 1.4 Algoritma Diagnosis dan Tatalaksana TB pada Anak


27

3.5 Diagnosis Banding8


1. Pertusis
a. Etiologi
Penyebab pertusis adalah Bordetella pertusis atau Hemopilus pertusis.
b. Manifestasi Klinik
Gejala timbul dalam waktu 7-10 hari setelah terinfeksi. Infeksi berlangsung
selama 6 minggu, dan berkembang melalui 3 tahapan:
- Stadium katalaris 1-2 minggu
 Gejala infeksi saluran nafas atas
 Demam ringan atau tidak demam
 Sangat infeksius
- Stadium paroksimal 1-6 minggu
 Batuk keras terus menerus
 Diawali batuk 5-10 kali selama ekspirasi diikuti inspirasi mendadak dan
panjang (whoop)muntah
 Selama serangan muka tampak merah. Sianosis, lakrimasi, petechie
terutama konjuntiva, Bayi: apnoe, sianosis, kejang
- Stadium konvalensens (1-2 minggu)
 Batuk berkurang secara bertahap
 Serangan paroksimal bias berulang oleh karena infeksi sekunder
2. Bronkopneumonia
a. Etiologi
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :
Faktor Infeksi
- Pada anak-anak :
Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.
Faktor Non Infeksi
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus
28

b. Manifestasi Klinik
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan
mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah,
dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan
sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal
penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada
awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
3. Bronkiolitis
a. Etiologi
Bronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory Syncitial Virus (RSV), 60–
90% dari kasus, dan sisanya disebabkan oleh virus Parainfluenzae tipe 1,2, dan
3, Influenzae B, Adenovirus tipe 1,2, dan 5, atau Mycoplasma.
b. Manifestasi Klinik
Mula-mula bayi menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang encer dan
bersin. Gejala ini berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai demam
dan nafsu makan berkurang. Kemudian timbul distres nafas yang ditandai oleh
batuk paroksismal, wheezing, sesak napas. Bayi-bayi akan menjadi rewel,
muntah serta sulit makan dan minum. Bronkiolitis biasanya terjadi setelah
kontak dengan orang dewasa atau anak besar yang menderita infeksi saluran
nafas atas yang ringan. Bayi mengalami demam ringan atau tidak demam sama
sekali dan bahkan ada yang mengalami hipotermi. Karakteristiknya: gambaran
klinis & radiologis hilang timbul dalam beberapa minggu atau bulan dengan
episode atelektasis, pneumonia dan wheezing yang berulang.
4. Asma
a. Etiologi
Pencetusnya termasuk iritasi dalam ruangan, seperti bau yang menyengat dan
iritasi asap (minyak wangi, asap rokok); polusi dari luar: udara dingin,
olahraga, gangguan emosi ; infeksi pernafasan karena virus; dan berbagai
macam zat yang mana si anak menjadi alergi, seperti bulu binatang, debu atau
ruangan yang agak berdebu, jamur, dan serbuk diudara terbuka
29

b. Manifestasi Klinik
Sewaktu saluran udara menyempit pada saat serangan asma, si anak menjadi
kesulitan bernafas, ciri khasnya disertai bunyi mengik. Kulit berkeringat dan
pucat atau membiru. Anak dengan serangan akut yang sering kadangkala
memiliki perkembangan yang lambat, namun pertumbuhan mereka biasanya
mengejar anak yang lain pada waktu dewasa. Seorang dokter mencurigai asma
pada anak yang memiliki peristiwa mengik berulang-ulang, terutama sekali
ketika anggota keluarga diketahui memiliki asma atau alergi. Bentuk serangan
akut asma mulai dari batuk yang terus-menerus, kesulitan menarik nafas atau
mengeluarkan nafas sehingga perasaan dada seperti tertekan, serta nafas yang
berbunyi. Umumnya serangan asma terjadi pada malam menjelang pagi hari.5

3.6 Pengobatan TB Anak1,2,3


Tatalaksana medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan
profilaksis (pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB,
sedangkan profilaksis TB diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis
primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis sekunder).
Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB Anak adalah:
o Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai
monoterapi.
o Pemberian gizi yang adekuat.
o Mencari penyakit penyerta, jika ada ditatalaksana secara bersamaan.
1. Prinsip pengobatan TB anak:
o OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat untuk
mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman
intraseluler dan ekstraseluler
o Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. pemberian obat jangka
panjang selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya kekambuhan
o Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap:
30

• Tahap intensif, selama 2 bulan pertama. Pada tahap intensif, diberikan


minimal 3 macam obat, tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis dan
berat ringannya penyakit.
• Tahap Lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya, tergantung hasil
pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya penyakit.
Selama tahap intensif dan lanjutan, OAT pada anak diberikan setiap hari
untuk mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika obat
tidak diminum setiap hari.
o Pada TB anak dengan gejala klinis yang berat, baik pulmonal maupun
ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lain-lain
dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan.
o Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB
endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid
(prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Dosis
maksimal prednisone adalah 60mg/hari. Lama pemberian kortikosteroid
adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off dalam
jangka waktu yang sama. Tujuan pemberian steroid ini untuk mengurangi
proses inflamasi dan mencegah terjadi perlekatan jaringan.
o Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional
Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah:
• Kategori Anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR
• Kategori Anak dengan 4 macam obat: 2HRZE(S)/4-10HR
o Paduan OAT Kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat
Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 atau 3 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan
berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
o OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT kombipak untuk
digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT
KDT.
31

Gambar 3.5 Skema Panduan OAT Anak

Tabel 3.3 Obat antituberkulosis (OAT) yang biasa dipakai dan dosisnya

Dosis harian Dosis


Nama Obat (mg/kgBB/ maksimal Efek samping
hari) (mg /hari)
Isoniazid (H) 10 (7-15) 300 Hepatitis, neuritis perifer,
hipersensitivitis

Rifampisin (R) 15 (10-20) 600 Gangguan gastrointestinal,


reaksi kulit, hepatitis,
trombositopenia, peningkatan
enzim hati, cairan tubuh
berwarna oranye kemerahan
Pirazinamid 35 (30-40) - Toksisitas hepar, artralgia,
(Z) gangguan gastrointestinal

Etambutol (E) 20 (15–25) - Neuritis optik, ketajaman mata


berkurang, buta warna merah
hijau, hipersensitivitas,
gastrointestinal
Streptomisin 15 – 40 1000 Ototoksik, nefrotoksik
(S)
32

Tabel 3.4 Panduan OAT Kategori Anak

Fase Fase
Jenis Prednison Lama
intensif lanjutan

TB Ringan 2HRZ 4HR - 6 bulan


Efusi pleura 2 mgg dosis penuh-
TB kemudian tappering off
TB BTA -
2HRZE 4HR
positif
TB paru 2HRZ+E 7-10HR 4 mgg dosis penuh- 9-12
dengan tanda- atau S kemudian tappering off bulan
tanda
kerusakan luas:
TB milier
TB +
destroyed lung
10HR 4 mgg dosis penuh- 12
Meningitis TB
kemudian tappering off bulan
2 mgg dosis penuh-
Peritonitis TB
kemudian tappering off
2 mgg dosis penuh-
Perikarditis TB
kemudian tappering off
Skeletal TB -

2. Kombinasi dosis tetap OAT KDT (FDC=Fixed Dose Combination)


Untuk mempermudah pemberian OAT sehingga meningkatkan keteraturan
minum obat, paduan OAT disediakan dalam bentuk paket KDT/ FDC. Satu paket
dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket KDT untuk anak
berisi obat fase intensif, yaitu rifampisin (R) 75mg, INH (H) 50 mg, dan
pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg
dalam satu paket. Dosis yang dianjurkan dapat dilihat pada tabel berikut.
33

Tabel 3.5 Dosis kombinasi pada TB anak

Berat badan 2 bulan 4 bulan


(kg) RHZ (75/50/150) (RH (75/50)

5-7 1 tablet 1 tablet

8-11 2 tablet 2 tablet

12-16 3 tablet 3 tablet

17-22 4 tablet 4 tablet

23-30 5 tablet 5 tablet

BB > 30 kg diberikan 6 tablet atau menggunakan KDT dewasa


Keterangan:
R: Rifampisin; H: Isoniasid; Z: Pirazinamid
o Bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam bentuk
kombinasi dosis tetap, dan sebaiknya dirujuk ke RS rujukan
o Apabila ada kenaikan BB maka dosis/jumlah tablet yang diberikan,
menyesuaikan berat badan saat itu
o Untuk anak obesitas, dosis KDT menggunakan Berat Badan ideal (sesuai
umur). Tabel Berat Badan berdasarkan umur dapat dilihat di lampiran
o OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak boleh
digerus)
o Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum (chewable),
atau dimasukkan air dalam sendok (dispersable).
o Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan
o Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak
boleh digerus bersama dan dicampur dalam satu puyer
3. Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB Anak
1) Pemantauan pengobatan pasien TB Anak
Pada fase intensif pasien TB anak kontrol tiap minggu, untuk melihat
kepatuhan, toleransi dan kemungkinan adanya efek samping obat. Pada fase
lanjutan pasien kontrol tiap bulan. Setelah diberi OAT selama 2 bulan, respon
34

pengobatan pasien harus dievaluasi. Respon pengobatan dikatakan baik apabila


gejala klinis berkurang, nafsu makan meningkat, berat badan meningkat, demam
menghilang, dan batuk berkurang. Apabila respon pengobatan baik maka
pemberian OAT dilanjutkan sampai dengan 6 bulan. Sedangkan apabila respon
pengobatan kurang atau tidak baik maka pengobatan TB tetap dilanjutkan tetapi
pasien harus dirujuk ke sarana yang lebih lengkap. Sistem skoring hanya
digunakan untuk diagnosis, bukan untuk menilai hasil pengobatan.
Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dapat dihentikan dengan
melakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain seperti foto
toraks. Pemeriksaan tuberkulin tidak dapat digunakan sebagai pemeriksaan untuk
pemantauan pengobatan, karena uji tuberkulin yang positif masih akan
memberikan hasil yang positif. Meskipun gambaran radiologis tidak menunjukkan
perubahan yang berarti, tetapi apabila dijumpai perbaikan klinis yang nyata, maka
pengobatan dapat dihentikan dan pasien dinyatakan selesai.
Pada pasien TB anak yang pada awal pengobatan hasil pemeriksaan dahaknya
BTA positif, pemantauan pengobatan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
dahak ulang sesuai dengan alur pemantauan pengobatan pasien TB BTA pos.
2) Efek Samping pengobatan TB Anak
Pasien dengan keluhan neuritis perifer (misalnya: kesemutan) dan asupan
piridoksin (vitamin B6) dari bahan makanan tidak tercukupi, maka dapat
diberikan vitamin B6 10 mg tiap 100 mg INH.
Untuk pencegahan neuritis perifer, apabila tersedia piridoksin 10 mg/ hari
direkomendasikan diberikan pada
o Bayi yang mendapat ASI eksklusif,
o Pasien gizi buruk,
o Anak dengan HIV positif.
Penanganan efek samping lain dari OAT pada anak mengacu pada buku
Pedoman Nasional Pengendalian TB.
3) Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur
Ketidakpatuhan minum OAT pada pasien TB merupakan penyebab kegagalan
terapi.
35

o Jika anak tidak minum obat >2 minggu di fase intensif atau > 2 bulan di fase
lanjutan DAN menunjukkan gejala TB, beri pengobatan kembali mulai dari
awal.
o Jika anak tidak minum obat <2 minggu di fase intensif atau <2 bulan di fase
lanjutan DAN menunjukkan gejala TB, lanjutkan sisa pengobatan sampai
selesai.
Pada pasien dengan pengobatan yang tidak teratur akan meningkatkan risiko
terjadinya TB kebal obat.
4) Pengobatan ulang TB anak
Anak yang pernah mendapat pengobatan TB, apabila datang kembali dengan
keluhan gejala TB, perlu dievaluasi apakah anak tersebut benar-benar menderita
TB. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan dahak atau sistem skoring.
Evaluasi dengan sistem skoring harus lebih cermat dan dilakukan di fasilitas
rujukan. Apabila hasil pemeriksaan dahak menunjukkan hasil positif, maka anak
diklasifikasikan sebagai kasus Kambuh. Pada pasien TB anak yang pernah
mendapat pengobatan TB, tidak dianjurkan untuk dilakukan uji tuberkulin ulang.
4. Kemoprofilaksis
Seorang anak dapat terinfeksi kuman TB tetapi belum tentu bermanifestasi
menjadi sakit TB. Apabila daya tahan tubuh anak menurun atau virulensi kuman
TB yang menginfeksi ganas maka anak yang semula ‘hanya’ terinfeksi menjadi
sakit TB.
Ada 2 macam kemoprofilaksis TB pada anak. [Tabel 2] Kemoprofilaksis
primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi tuberkulosis pada anak,
dengan memberikan isoniazid 5-10 mg/kgBB/hari, dosis tunggal. Kemoprofilaksis
primer dihentikan bila sumber kontak tidak menular lagi dan anak ternyata tetap
tidak infeksi – dibuktikan dengan uji tuberkulin ulang. Kalau ternyata hasil uji
tuberkulin positif maka harus dievaluasi lebih lanjut.
Kemoprofilaksis sekunder bertujuan mencegah aktifnya infeksi sehingga anak
tidak sakit – yang ditandai dengan uji tuberkulin positif tetapi gejala klinis dan
radiologis normal. Yang diberikan adalah isoniazid 10 mg/kgBB/hari selama 6-12
bulan. Kelompok anak terinfeksi TB yang berisiko tinggi menderita TB adalah:
36

1. usia <5 tahun


2. menderita penyakit infeksi (morbili, varisela)
3. mendapat obat imunosupresif jangka panjang (sitostatik, steroid)
4. usia pubertas
5. infeksi paru TB, konversi uji tuberkulin dalam kurang dari 12 bulan.
Tabel 2. Klasifikasi Kelas TB pada Anak
Kelas Kontak Infeksi Sakit Tatalaksana
0 - - - -
1 + - - Profilaksis 1
2 + + - Profilaksis 2
3 + + + Terapi TB

3.7 Komplikasi dan prognosis1,2


3.7.1 Komplikasi
Pada orang dewasa, penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan
benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan
komplikasi lanjut.
 Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus,
Poncet’s arthropathy
 Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas  SOFT (Sindrom Obstruksi
Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat  SOPT (Fibrosis
Paru), cor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal
napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.1
Sedangkan pada anak dipakai komplikasi berdasarkan Walgren. 3 bentuk
dasar TB paru pada anak:
1. Penyebaran limfohematogen  0,5-3% menjadi TB milier atau meningitis
TB (setelah 3-6 bulan)
2. TB endobronkial  lesi segmental karena pembesaran kelenjar regional
3. TB paru kronik
3.7.2 Prognosis
Pada pasien dengan sistem imun yang prima, terapi menggunakan OAT
terkini memberikan hasil yang potensial untuk mencapai kesembuhan. Jika kuman
sensitif dan pengobatan lengkap, kebanyakan anak sembuh dengan gejala sisa
37

yang minimal. Terapi ulangan lebih sulit dan kurang memuaskan hasilnya.
Perhatian lebih harus diberikan pada pasien dengan imunodefisiensi, yang resisten
terhadap berbagai rejimen obat, yang berespon buruk terhadap terapi atau dengan
komplikasi lanjut. Pasien dengan resistensi multiple terhadap OAT jumlahnya
meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi karena para dokter meresepkan
rejimen terapi yang tidak adekuat ataupun ketidakpatuhan pasien dalam
menjalanin pengobatan.
Ketika terjadi resistensi atau intoleransi terhadap Isoniazid dan Rifampin,
angka kesembuhan menjadi hanya 50%, bahkan lebih rendah lagi. Dengan OAT
(terutama isoniazid) terjadi perbaikan mendekati 100% pada pasien dengan TB
milier. Tanpa terapi OAT pada TB milier maka angka kematian hampir mencapai
100%.
38

Anda mungkin juga menyukai