Anda di halaman 1dari 32

Laporan Kasus

PSIKOTIK EPILEPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian/SMF Jiwa RSUDZA/FK Unsyiah
Banda Aceh

Oleh:

Alvenia 130611010
S. Ranny Yulia Effendi 130611012
Elsi Fitri Dewi 130611014

Pembimbing:
dr. Zulfa Zuhra, Sp. Kj

BAGIAN/ SMF JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat,
rahmat dan hidayah-Nya, tugas presentasi kasus ruangan telah dapat diselesaikan.
Selanjutnya shalawat beserta salam penulis haturkan kepangkuan Nabi
Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke
alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Adapun judul tugas ini adalah “Psikotik Epilepsi” Tugas ini diajukan
sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Jiwa Fakultas Kedokteran Unsyiah/RSUD dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing yaitu dr. Zulfa
Zahra, Sp. KJ yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan
bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh
dari kesempurnaan. Penulis tetap terbuka terhadap kritik dan saran yang
membangun agar tercapai hasil yang lebih baik kelak.

Banda Aceh, November 2018


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i


DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi ................................................................................. 2
2.2 Epidemiologi ........................................................................ 3
2.3 Klasifikasi ............................................................................. 3
2.4 Patofisiologi ............................................................................. 6
2.5 Faktor Predisposisi ................................................................... 7
2.6 Gambaran Klinis ...................................................................... 8
2.7 Tatalaksana ............................................................................... 10
2.8 Prognosis .................................................................................. 11

BAB III LAPORAN KASUS


3.1 Identitas Pasien ..................................................................... 11
3.2 Riwayat Psikiatri ................................................................. 11
3.3 Pemeriksaan fisik ................................................................. 13
3.4 Status Mental ....................................................................... 14
3.5 Resume ................................................................................. 17
3.6 Diagnosis Banding ............................................................... 17
3.7 Diagnosis Kerja .................................................................... 17
3.8 Diagnosis Multiaksial .......................................................... 17
3.9 Tatalaksana........................................................................... 18
3.10 Prognosis ............................................................................ 18
3.11 Follow Up .......................................................................... 17

BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................ 27

BAB V KESIMPULAN .............................................................................. 28

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 29


BAB 1
PENDAHULUAN

Psikosis merupakan komplikasi berat dari epilepsi meskipun jarang


ditemukan. Keadaan ini disebut dengan psychoses of epilepsy (POE). Psikosis
pada pasien epilepsi digolongkan berdasarkan hubungan temporal gejala itu
dengan kejang. Beberapa penelitian lain memperlihatkan bahwa gejala psikosis
pada pasien epilepsi umum cenderung singkat dan pasien cenderung bingung.
Tidak ada kesepakatan yang ada diterima secara internasional dalam hal
pengklasifikasian sindrom psikosis pada epilepsi1.
Penelitian memperlihatkan bahwa terdapat peningkatan prevalensi
problem psikiatrik diantara pasien-pasien epilepsi dibandingkan pasien tanpa
epilepsi. Diperkirakan terdapat 20-30% penderita epilepsi mengalami
psikopatologi dalam satu waktu, terutama ansietas dan depresi. Prevalensi
psikotik episode psikotik berkisar 4-10 % dan meningkat pada 10–20 % pada
temporal lobe epilepsy, terutama pada lokus sisi kiri atau bilateral2.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Psikosis merupakan komplikasi berat dari epilepsi meskipun jarang
ditemukan. Keadaan ini disebut dengan psychoses of epilepsy (POE). Gambaran
psikosis yang sering ditemukan pada pasien epilepsi adalah gambaran paranoid
dan schizophrenia-like. Pada forced normalization yaitu penderita mengalami
gejala psikotik pada saat kejang terkontrol dan justru gejala psikotik menghilang
bila terjadi kejang.2
Epilepsi merupakan kelianan serebral yang di tandai dengan faktor
predisposisi menetap untuk mengalami kejang selanjutnya dan terdapat
konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis dan sosial dari kondisi ini.
Epilepsi merupakan manisfestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai etiologi,
namun dengan gejala tunggal khas yaitu serangan berkala yang disebabkan oleh
lepasnya muatan listrik neuron-neuron di otak secara berlebihan dan paroksismal.1
Epilepsi adalah salah satu gangguan susunan saraf pusat yang terjadi
karena pelepasan neuron pada korteks serebri yang mengakibatkan penuruan
kesadaran, perubahan fungsi motorik atau sensorik, perilaku emosional yang
intermiten dan stereotipik. Keadaan ini yang mempengaruhi timbulnya perubahan
perilaku pada penderita epilepsi. Pada perubahan perilaku selama dan sesudah
kejang, gangguan epileptogenik yang melibatkan fungsi sering berlanjut sampai
pada periode postictal dan interictal. Kerusakan fungsi kognitif secara umum
mempengaruhi perhatian, memori, kecepatan berpikir, dan bahasa sama seperti
pada fungsi sosial dan perilaku. Perubahan perilaku meliputi gangguan mood,
depresi, ansietas, dan psikosis.2
Pada pasien epilepsi terjadi kehilangan kesadaran, hal ini disebabkan
karena instabilitas dari neuron-neuron pada korteks. Sebelum terjadinya serangan
epilepsi, terdapat gejala aura, yaitu penderita merasa pusing, merasa tidak enak
pada perut dan punggungnya dalam beberapa detik. Penderita menjadi bingung
dan merasakan getaran-getaran dingin, sehingga dia tidak dapat mempersiapkan
diri terhadap serangan kejang. Lalu penderita mengalami aura-stupor, yaitu rasa
seperti terbius dan tidak berdaya, serta merasakan kelumpuhan atau kekakuan
pada sebagian anggota badannya. 2

2.2 Epidemiologi
Proporsi seumur hidup terkena berbagai gangguan psikotik pada pasien
epilepsi adalah 7%-12%. Menurut studi di komunitas, klinik-klinik epilepsi, dan
rumah sakit jiwa menunjukkan peningkatan proporsi masalah psikiatri pada
orang-orang dengan epilepsi bila dibandingkan dengan orang yang tidak
menderita epilepsi berkisar pada 4,7% dari seluruh pasien epilepsi di Inggris dan
9,7% dari seluruh pasien epilepsi di Amerika. Kira-kira 30% pasien epilepsi yang
mengunjungi klinik rawat jalan di Amerika mempunyai riwayat dirawat inap
minimal satu kali karena masalah psikiatri. Dan 18% pasien epilepsi sedang
menggunakan paling tidak satu jenis obat psikotropika. Kira-kira 60% pasien
kejang parsial mengalami fenomena aura, 15% pasien mengalami disforia. Rasa
takut yang meningkat menjadi panik juga sering terjadi, kira-kira 20% dari pasien
epilepsi fokal mengalami gangguan afek iktal berupa rasa takut, cemas, dan
depresi. Gejala psikosis paling sering dihubungkan dengan epilepsi lobus
temporal kanan.
Pada penelitian temporal lobektomi dimana dilakukan operasi
pengangkatan fokus epileptikum, psikosis terjadi pada 7%-8% pasien bahkan jauh
setelah gejala kejangnya sendiri berhenti. Hal ini mengindikasikan proporsi 2-3
kali lipat munculnya gangguan psikotik pada pasien epilepsi dibandingkan dengan
populasi umum, khususnya pada pasien epilepsi dengan fokus
temporomediobasal.2

2.3 Klasifikasi
Gangguan perilaku pada pasien epilepsi :
1. Iktal
Perilaku singkat, kacau, dan tanpa hambatan menandai kejadian iktal.

Gejala kognitif meliputi amnesia untuk waktu selama kejang dan periode
penyelesaian delirium setelah kejang. Fokus kejang dapat ditemukan di

EEG dalam 25 sampai 50% dari semua pasien dengan epilepsi parsial

kompleks. Penggunaan elektroda sementara sphenoidal atau anterior dan

kurang tidur EEG dapat meningkatkan kemungkinan menemukan suatu

kelainan EEG. EEG yang normal Multiple sering diperoleh untuk pasien

dengan epilepsi parsial kompleks, sehingga pada EEG normal tidak dapat

digunakan untuk mengecualikan diagnosis epilepsi parsial kompleks. 4

a. Iktal dengan gejala psikis


b. Status non konvulsif kehang parsial simpleks (tipe sensorik, psikis,
motorik, dan autonomi). Kejang parsial kompleks, dan serangan
epileptiform lateralisasi periodik.
2. Preiktal (termasuk prodormal pasca iktal dan iktal campuran)
Pada preiktal aura pada epilepsi parsial kompleks adalah termasuk
sensasi otonomik seperti rasa penuh di perut, kemerahan, dan perubahan
pada pernafasan, dan sensai kognitif seprti deja vu, jamais vu, pikiran
dipaksakan, dan keadaan seperti mimpi. Keadaan afektif dirasakan rasa
takut, panik, depresi, dan elasi.4
a. Gejala prodormal : iritabilitas, depresi, dan sakit kepala.
b. Delirium pasca ictal
c. Gejala psikosis preictal
Gejala-gejala psikotik preiktal sering kali memburuk dengan peningkatan
aktivitas kejang.

3. Interiktal
a. Psikosis skizofreniform
b. Gangguan kepribadian
Kelainan psikiatri yang paling sering dilaporkan pada pasien
dengan epilepsi adalah gangguan kepribadian, dan ini sangat
mungkin terjadi pada pasien dengan epilepsi lobus temporal.
Gambaran yang paling umum adalah perubahan perilaku seksual.
Sindrom dalam bentuk lengkap relatif jarang terjadi, bahkan pada
mereka dengan kejang parsial kompleks asal lobus temporal.
Banyak pasien tidak terpengaruh oleh gangguan kepribadian, yang
lainnya menderita berbagai gangguan yang berbeda mencolok dari
sindrom klasik. 4
Gejala viskositas kepribadian biasanya paling nyata dalam
percakapan pasien, yang kemungkinan akan menjadi lambat, serius,
membosankan, bertele-tele, terlalu penuh dengan rincian yang tidak
penting, dan sering mendalam. Pendengar dapat tumbuh bosan tapi
tidak dapat menemukan cara sopan dan sukses untuk melepaskan
diri dari percakapan. Kecenderungan berbicara, sering tercermin
dalam tulisan pasien, menghasilkan gejala yang dikenal sebagai
hypergraphia, yang beberapa dokter mempertimbangkan hampir
patognomonik untuk epilepsi parsial kompleks. 4
Perubahan perilaku seksual dapat dimanifestasikan oleh
hypersexuality; penyimpangan dalam minat seksual, seperti
fetisisme dan transvestisme, dan, paling sering, hyposexuality.
Hyposexuality ini ditandai baik oleh kurangnya minat dalam hal-
hal seksual dan dengan gairah seksual berkurang. Beberapa pasien
dengan onset epilepsi parsial kompleks sebelum pubertas mungkin
gagal untuk mencapai tingkat normal minat seksual setelah
pubertas, meskipun karakteristik ini mungkin tidak mengganggu
pasien. Untuk pasien dengan onset epilepsi parsial kompleks
setelah pubertas, perubahan minat seksual mungkin mengganggu
dan mengkhawatirkan. 4
c. Sindrom Gestaut - Geschwind
Psikotik interiktal sangat mirip dengan gangguan skizofrenia yang dengan
mudah dapat dikenal yaitu adanya gejala waham dan halusinasi.
a. Hiperreligiosity
b. Hiper/hiposeksual
c. Hipergrafia
d. Iritabilitas
e. Viscocity / bradyphrenia

4. Berhubungan dengan iktal bervariasi 2


a. Gangguan mood (depresi dan mania)
b. Keadaan dissosiatif
c. Agresi
d. Hiposeksualitas
e. Bunuh diri
f. Gejala psikosis
g. Gangguan tingkah laku lainnya

2.4 Patofisiologi
Beberapa penelitian neurogenetik membuktikan adanya beberapa faktor
yang bertanggungjawab atas bangkitan epilepsi antara lain kelainan pada ligand-
gate merupakan sub unit dari reseptor nikotinik begitu juga halnya dengan
voltage-gate berupa kanal natrium dan kalium.6 Peran natrium, kalium dan
kalsium merupakan ion-ion yang berperan dalam sistem komunikasi neuron lewat
reseptor. Masuk dan keluarnya ion-ion ini menghasilkan bangkitan listrik yang
dibutuhkan dalam komunikasi sesama neuron.5
Jika terjadi kerusakan atau kelainan pada kanal ion-ion tersebut maka
bangkitan listrik akan juga terganggu sebagaimana pada penderita epilepsi. Kanal
ion ini berperan dalam kerja reseptor neurotransmiter tertentu. Dalam hal epilepsi
dikenal beberapa neurotransmiter seperti GABA yang dikenal sebagai inhibitorik,
glutamat (eksitatorik), serotonin, asetilkholin yang di hipokampus dikenal sebagai
yang bertanggung jawab terhadap memori dan proses belajar. Timbulnya serangan
kejang adalah kemugkinan adanya ketidakseimbangan antara asetilkolin yanng
merupakan neurotransmitter sel-sel otak.5 Asetilkolin menyebabkan depolarisasi,
yang dalam jumlah berlebihan menimbulkan kejang. Sedang GABA
menimbulkan hiperpolarissasi, yang sebaliknya akan merendahkan eksitabilitas
dan menekan timbulnya kejang. Berbagai kondisi yang mengganggu metabolisme
otak seperti penyakit metabolik, racun, beberapa obat dan putus obat, dapat
menimbulkan pengaruh yang sama. 6

2.5 Faktor Predisposisi


Faktor predisposisi terjadinya psikosis pada pasien epilepsi (Kusumawardhani,
2010)7 :
1. Awitan usia muda (pubertas)
2. Kejang berlanjut menahun
3. Perempuan
4. Tipe kejang parsial kompleks, automatisme
5. Frekuensi kejang
6. Lokus fokus epilepsi (temporal)
7. Abnormalitas neurologik
8. Gangliogliomas, hamartomas

Beberapa faktor predisposisi lain adalah lingkungan tempat pasien tumbuh


besar mungkin mengjalangi perkembangan sosial dan fungsi intelektualnya.
Penyebab atau elemen dari lingkungan ini dapat berupa proteksi berlebihan dari
orangtua, regimen pengobatan yang ketat sehingga menghalangi pasien untuk
beraktivitas (bergaul dan berolahraga).7
Kejadian kejang berulang yang dapat memunculkan stigma sosial,
pembatasan, dan pandangan bias dapat secara bermakna menekan rasa percaya
diri dan membatasi pasien dalam bidang akademik, pekerjaan, dan kegiatan sosial.
Gangguan emosional seperti keadaan frustasi, tegang, cemas, takut, eksitasi yang
hebat dapat mencetuskan serangan epilepsi dan memperbanyak jumlah serangan
epilepsi. Keadaan ini sering dijumpai pada pasien epilepsi remaja atau dewasa
muda. 7

2.6 Gambaran klinis


1. Psikosis iktal
Terjadi selama bangkitan epileptik atau status epileptikus, dan
pemeriksaan EEG merupakan pilihan untuk diagnosis. Gejala yang
nampak 7:
 Iritabilitas
 Keagresifan
 Otomatisme
 Mutisme

Kecuali pada kasus status parsial sederhana, keadaan perasaan umum


menjadi buruk. Kebanyakan dari psikosis iktal mempunyai fokus
epileptiknya pada lobus temporal, hanya 30% focus epileptiknya berada
selain di lobus temporal (korteks frontalis). Adakalanya psikosis menetap
meskipun masa iktal telah selesai. (Israr, 2009).
2. Psikosis inter iktal
Merupakan keadaan psikosis yang persisten, dikarakteristikkan oleh
paranoid, tidak berhubungan dengan kejadian masa iktal dan tidak dengan
penurunan kesadaran. Kejadiannya diperkirakan 9% dari semua populasi
penderita epilepsi dan mulai dari usia 30 tahun. Gejala yang timbul :
 Waham kejar dan keagamaan (onset yang tersembunyi)
 Halusinasi audiotorik
 Gangguan moral dan etika
 Kurang inisiatif
 Pemikiran yang tidak terorganisasi dengan baik
 Perilaku agresif
 Ide bunuh diri

Durasinya selama beberapa minggu dan dapat berakhir setelah lebih dari 3
bulan (kronik psikosis intraiktal). Dibandingkan dengan skizofrenia, pada
psikosis intraiktal menunjukkan :
 Perburukan intelektual yang lebih sedikit
 Fungsi premorbid yang lebih baik
 Kemunculan gejala negatif lebih sedikit
 Fungsi perawatan diri lebih baik.

(Israr, 2009).
3. Psikosis post iktal
Hampir 25% dari kasus psikosis pada penderita epilepsi post-iktal,
keadaan ini muncul setelah terjadinya bangkitan epilepsi. Biasanya
terdapat interval keadaan tenang selama 12-72 jam antara berakhirnya
bangkitan dengan awal dari psikosis (durasi rata-rata adalah 70 jam).
Gejala yang nampak :
 Halusinasi (auditorik, visual, taktil)
 Perubahan perilaku seksual
 Waham (keagamaan, kebesaran, kejar)

Psikosis post iktal berhubungan dengan :


 Fokus epilepsi pada sistem limbik regio temporal
 IQ verbal yang rendah
 Hilang konvulso febril
 Hilangnya sklerosis mesial-temporal
(Israr, 2009).
2.7 Tatalaksana
Obat-obat antiepilepsi lebih dikenal sebagai obat antikonvuksan. Walupun
memiliki efek anti kejang juga diduga memiliki aktivitas sebagai psikotropik.
Carabamazepin dan valproat memiliki kemampuan antimanik dan mood
stabilizer. Mekanisme kerja obat antikonvulsan terbagi menjadi 2 mekanisme
penting, yaitu mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron
epilepton di dalam fokus epilepsi dan mencegah terjadinya letupan depolarisasi
pada neuron yang normal akibat pegaruh fokus epilepsi. Mekanisme kerja lain
sampai saat ini belum banyak diketauhi secara jelasnya hanya dikatakan bahwa
berbagai obat antikonvulsan diketahui mempengaruhi berbagai fungsi
neurofisiologi otak terutama mempengarui inhibisi yang melibatkan GABA dalam
mekanisme kerja sebagai antikonvulsan.8
Dalam pengobatan pasien epilepsi dengan gangguan psikiatri hal pertama
yang perlu dilakukan adalah mengatasi epilepsinya dengan obat antikonvulsan
sepeti carbamazepin, asam valporoat, gabapentin dan lamotigine. Hal kedua yang
perlu diperhatikan adalah obat antipsikotik yang menurunkan ambang kejang. Hal
ketiga perlu disadari adanay potensi terjadinya interaksi anatara antikonvulsan dan
antipsikotik. Biasanya antikonvulsan meningkatkan metabolisme antipsikotik
dengan akibat penurunan efek terapinya. Sebaliknya penghentian antikonvulsan
dapat mencetuskan peningkatan pada konnsentrasi antipsikotik. 5
Carbamazepin dan Asam valproik mungkin membantu dalam
mengendalikan gejala iritabilitas dan meledaknya agresi, karena mereka adalah
obat antipsikotik tipikal. Carbamazepin efektif untuk epilepsi parsial terutama
epilepsi parsial kompleks, epilepsi umum tonik-klonik, maupun kombinasi kedua
jenis epilepsi ini. Mekanisme kerja carbamazepin ini adalah inhibisi kanal Na dan
inhibisi Ca. Untuk enghindari efek samping, pemberian perlu di titrasi untuk
mencapai kadar terapeutik. Pada pasien dewasa dimulai dengan dosis 100-200 mg
atau 2dd 100 mg kemudian 3-7 hari di tingkatkan menjadi 2dd 200 mg. Asam
valproat sangat efektif untuk abses, dan epilepsi umum primer. Efek toksis sedian
ini adalah gangguan saluran pencernaan dan efek sedasi.8
Dalam pengobatan epilepsi dengan gangguan psikiatri, yang harus
diperhatikan adalah8
1. Atasi epilepsinya dengan antikonvulsan (karbamazepin, asam valproat,
gabapentin, dan lamotigine).
2. Berikan obat antipsikosis
3. Potensi terjadinya interaksi obat

Terapi lainnya :
1. Operasi
Tidak disarankan, dikarenakan tidak bermanfaat bagi pasien.

(Kusumawardhani, 2010).

2.8 Prognosis
Kebanyakan pasien dengan epilepsi memiliki prognosis baik bila kejang
dapat dikontrol dengan antikonvulsan. Sebagian besar pasien tidak mengalami
gangguan psikiatri dan hanya terjadi bila megalami kejang yang tidak terkontrol
dalan jangka panjang. Untuk masalah perilaku, obat anti konvulsan atau operasi
mungkin dapat mengatasi beberapa gejala seperti agresi, tetapi nungkin tidak
dapat mencegah munculnya gejala lain seperti psikosis dan perilaku suicidal. 2
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 1 Juli 1967
Umur : 51 Tahun
Alamat : Rantau Selamat, Aceh Timur
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Buruh kerja
Pendidikan Terakhir : SD
Agama : Islam
Suku : Aceh
TMRS : 1/08/2018
Tanggal Pemeriksaan : 19/11/2018

II RIWAYAT PSIKIATRI
Data diperoleh dari:
1. Rekam medis : 016456
2. Autoanamnesis : Pasien
3. Alloanamnesis : Abang kandung pasien

A. Keluhan Utama
Pasien dibawa karena mengamuk

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Autoanamnesis:
Pasien dibawa ke IGD RSJ Aceh dengan keluhan mengamuk. Keluarga
pasien juga mengatakan pasien mudah marah-marah. Keluhan ini memberat
dalam 5 hari belakang ini. Pasien juga dikeluhkan sering keluyuran dan meminta
uang pada masyarakat sekitar, jika tidak diberikan pasien akan memukul. Pasien
juga merasa malas dan tidak mau bekerja karena pasien mengatakan bahwa teman
kerja nya ingin memukulinya. Riwayat memakai ganja, sabu, ataupun alkohol
disangkal. Pasien merupakan seorang perokok aktif (4 batang/hari). Pasien juga
dikeluhkan malas mandi dan sulit merawat dirinya sendiri, serta BAB dan BAK
semabarangan. Riwayat kejang dari kecil dan dengan gangguan jiwa ± 10 tahun
belakangan.
Alloanamnesis:
Pasien dibawa oleh keluarga dengan keluhan meresahkan warga karena
mengamuk. Menurut informasi dari keluarga, pasien mulai terlihat memberat dan
tidak terkontrol sejak 5 hari belakang ini. Pasien tidak bisa mengurus diri sendiri,
tidak mau mandi dan BAB serta BAK sembarangan.

C. Riwayat Penyakit Sebelumnya


1. Riwayat psikiatrik: Pasien pernah dirawat di RSJ Aceh pada tahun
2008 dan Agustus 2018
2. Riwayat penyakit medis umum: Epilepsi
3. Riwayat merokok : Ada
4. Penggunaan napza: Disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat kejang (+) pada ibu kandung pasien

E. Riwayat Pengobatan
Pasien mengkonsumsi obat-obatan psikiatri tetapi setelah keluar dari
rumah sakit tidak rutin meminum obat.

F. Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang pria dewasa, sudah pernah menikah dua kali,
mempunyai satu orang anak. Pasien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara
dan saat ini tinggal berdua dengan ibunya di rumah. Ayah pasien sudah lama
meninggal. Pekerjaan pasien sebelum masuk rumah sakit ialah karyawan di PT.
Wirlana.

G. Riwayat Pendidikan
Pasien mengaku pendidikan terakhir SD kelas satu, tidak melanjutkan
pendidikan karena sering jatuh dan kejang.

H. Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Riwayat perinatal : Tidak yakin
2. Riwayat masa bayi : Sering kejang demam sejak kecil (tidak
diketahui pasti sejak usia berapa)
3. Riwayat masa anak : Pasien mengatakan sering pernah kejang
(4-5x dalam sehari) sehingga tidak melanjutkan sekolah.
4. Riwayat masa remaja : Tidak diketahui dengan pasti
5. Riwayat masa dewasa : Pasien pernah menikah dua kali dan
berencana ingin bekerja setelah keluar dari RSJ.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Internus
1. Kesadaran : Compos Mentis
2. Tekanan Darah : 120/80 mmHg
3. Frekuensi Nadi : 88 x/ menit
4. Frekuensi Napas : 20 x/ menit
5. Temperatur : Afebris

B. Status Generalisata
1. Kepala : Normocephali (+)
2. Leher : Distensi vena jugular (-), pembesaran KGB (-)
3. Paru : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
4. Jantung : BJ I >BJII , bising (-), iktus cordis di ICSV Linea
midclavicular sinistra
5. Abdomen : Asites (-), hepatomegali (-), nyeri tekan (-)
6. Ekstremitas
Superior : Sianosis (-/-), ikterik (-/-) tremor (-/-)
Inferior : Sianosis (-/-), ikterik (-/-) tremor (-/-)
7. Genetalia : Tidak diperiksa

C. Status Neurologi
1. GCS : E4V5M6
2. Tanda rangsangan meningeal : (-)
3. Peningatan TIK : (-)
4. Mata : Pupil isokor (+/+), Ø3mm/3mm,
RCL (+/+), RCTL (+/+)
5. Motorik : Dalam batas normal
6. Sensibilitas : Dalam batas normal
7. Fungsi luhur : Dalam batas normal
8. Gangguan khusus : Tidak ditemukan

IV. STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan : Rapi, sesuai usia
2. Kebersihan : Pasien cukup bersih
3. Kesadaran : Compos mentis
4. Perilaku & Psikomotor : Normoaktif
5. Sikap terhadap Pemeriksa : Kooperatif
B. Mood dan Afek
1. Mood : Eutimik
2. Afek : Luas
3. Keserasian Afek : Serasi
C. Pembicaraan
Spontan
D. Pikiran
1. Arus pikir
 Koheren : (+)
 Inkoheren : (-)
 Neologisme : (-)
 Sirkumstansial : (-)
 Tangensial : (-)
 Asosiasi longgar : (-)
 Clang association : (+)
 Flight of idea : (-)
 Blocking : (-)

2. Isi pikir
 Banyak Ide
 Waham
1. Waham Bizzare : (-)
2. Waham Somatik : (-)
3. Waham Erotomania : (-)
4. Waham Paranoid
 Waham Persekutor : (+)
 Waham Kebesaran : (-)
 Waham Referensi : (-)
 Waham Dikendalikan : (-)
 Thought
1. Thought Echo : (-)
2. Thought Withdrawal : (-)
3. Thought Insertion : (-)
4. Thought Broadcasting : (-)
E. Persepsi
1. Halusinasi
 Auditorik : (-)
 Visual : (-)
 Olfaktorius : (-)
 Taktil : (-)
2. Ilusi : (-)

F. Intelektual
1. Intelektual : Terganggu
2. Daya konsentrasi : Terganggu
3. Orientasi
 Diri : Baik
 Tempat : Baik
 Waktu : Baik
4 Daya ingat
 Seketika : Baik
 Jangka Pendek : Baik
 Jangka Panjang : Baik
5 Pikiran Abstrak : kurang baik

H. Daya nilai
 Normo sosial : Baik
 Uji Daya Nilai : Baik

I. Pengendalian Impuls: Baik


J. Tilikan : T4
K. Taraf Kepercayaan : Kurang Dapat dipercaya
V. RESUME
Pasien merupakan seorang pria berusia 51 tahun yang sudah menikah.
Pasien merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara dan saat ini tinggal berdua
dengan ibunya. Ayah pasien sudah lama meninggal. Pasien tidak tamat SD dan
pekerjaan pasien sebelum masuk rumah sakit ialah karyawan di PT. Wirlana.
Pasien sering mengalami epilepsi semenjak pasien kecil sehingga tidak mampu
melanjutkan sekolah.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tekanan
darah 120/70 mmHg, frekuensi nadi 88 x/menit, frekuensi napas 20 x/menit,
temperatur afebris. Hasil pemeriksaan umum didapatkan dalam batas normal.
Pada pemeriksaan status mental, tampak seorang pria, berpenampilan rapi,
sesuai usia, aktivitas psikomotor: normoaktif, sikap terhadap pemeriksa:
kooperatif, mood: eutimik, afek: terbatas, keserasian afek: serasi, pembicaraan:
spontan, arus pikir: koheren, clang asosiasion (+), isi pikir: banyak ide, waham
persekutor (+). Pasien mengalami tilikan T4 dengan taraf kepercayaan dapat
dipercaya.

VI. DIAGNOSIS BANDING


1. Epilepsi dan psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan
2. F07.0 gangguan kepribadian organik

VII. DIAGNOSIS KERJA


F06.8 Gangguan mental lain YDT akibat kerusakan dan disfungsi otak dan
penyakit fisik

VIII. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


Axis I : Psikosis epileptik
Axis II : Tidak ada diagnosis
Axis III : Epilepsi
Axis IV : Tidak ada diagnosis
Axis V : GAF 50-41
IX. TATALAKSANA
A. Farmakoterapi
Inj. Diazepam 5 mg/hari/IM (k/p)
Carbamazepine 200 mg 3x1
Phenobarbital 30 mg 3x1
Asabium 10 mg 1x1
Trihexyphenidil 2 mg 1x1
Diazepam 2 mg 1x1
B. Terapi Psikososial
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya dan
menjelaskan mengenai penggunaan obat yang tidak boleh putus.
2. Meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri
sendiri, dan komunikasi interpersonal.
3. Menjelaskan kepada keluarga & orang disekitar pasien mengenai
kondisi pasien dan meyakinkan mereka untuk selalu memberi
dukungan kepada pasien agar proses penyembuhannya lebih baik.

X. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad malam

XI. FOLLOW UP
Tanggal Evaluasi Terapi
1 Agus 2018 S/ Mengamuk, mendengar suara Inj. Diazepam 5 mg/hari/IM
(IGD) bisikan, riwayat kejang (K/P)
O/Penampilan: Pria, sesuai usia, Risperidon 2x2 mg
tidak rapi Trihexyphenidil 2x2 mg
Kesadaran : compos mentis Diazepam 1x2 mg
Sikap : kurang kooperatif
Psikomotor : Hipoaktif
Mood : Hipotimik
Afek: Luas
Pembicaraan : spontan
Isi pikir : waham persekutorik
Persepsi :Halusinasi auditorik (+)
Halusinasi visual (-), Ilusi (-)
Tilikan : T1
A/ Psikotik epilepsi
2 Agus 2018 S/ pasien gelisah, bingung, kooperatif Depakote 250 mg 2x1
Tidur kurang, banyak bicara kalimat Phenobarbital 30 mg 2x2
berima Asabium 30 mg 2x1
O/Penampilan: Pria, sesuai usia, rapi Stelosi 5 mg 1x1
dan bersih Trihexyphenidil 2 mg 1x1
Kesadaran : compos mentis
Sikap :kooperatif
Psikomotor :Normoakitf
Mood : hipotimik
Afek: Luas
Keserasian: Serasi
Pembicaraan : spontan
Arus pikir : koheren
Isi pikir : Banyak Ide
Persepsi :Halusinasi auditorik (-),
Halusinasi visual (-), Ilusi (-)
Tilikan : T2
A/ Psikotik Epilepsi
9 Agus 2018 S/ pasien tenang, kooperatif bicara Depakote 250 mg 2x1
tidak jelas Phenobarbital 30 mg 2x2
O/Penampilan: Pria, sesuai usia, rapi Asabium 30 mg 2x1
dan bersih Stelosi 5 mg 1x1
Kesadaran : compos mentis Trihexyphenidil 2 mg 1x1
Sikap :kooperatif
Psikomotor :Normoakitf
Mood : hipotimik
Afek: Luas
Keserasian: Serasi
Pembicaraan : spontan
Arus pikir : koheren
Isi pikir : Banyak Ide
Persepsi :Halusinasi auditorik (-),
Halusinasi visual (-), Ilusi (-)
Tilikan : T2
A/ Psikotik Epilepsi
1 Sep 2018 S/ pasien kejang selama 1 menit Inj diazepam 10 mg/IV jika
setelah kejang pasien tertidur, lemas, kejang
bicara tidak jelas Depakote 250 mg 2x1
O/Penampilan: Pria, sesuai usia, rapi Phenobarbital 30 mg 2x2
dan bersih Asabium 30 mg 2x1
Kesadaran : compos mentis Stelosi 5 mg 1x1
Sikap :kooperatif Trihexyphenidil 2 mg 1x1
Psikomotor :Normoakitf
Mood : hipotimik
Afek: Luas
Keserasian: Serasi
Pembicaraan : spontan
Arus pikir : koheren
Isi pikir : Banyak Ide
Persepsi :Halusinasi auditorik (-),
Halusinasi visual (-), Ilusi (-)
Tilikan : T2
A/ Psikotik Epilepsi
5 Sep 2018 S/ kejang (-), lemas, kooperatif, bicara Inf ringer lactate 20 gtt/i
tidak jelas Depakote 250 mg 2x1
O/Penampilan: Pria, sesuai usia, rapi Phenobarbital 30 mg 2x2
dan bersih Asabium 30 mg 2x1
Kesadaran : compos mentis Stelosi 5 mg 1x1
Sikap :kooperatif Trihexyphenidil 2 mg 1x1
Psikomotor :Normoakitf Konsul neurologi
Mood : hipotimik
Afek: Luas
Keserasian: Serasi
Pembicaraan : spontan
Arus pikir : koheren
Isi pikir : Banyak Ide
Persepsi :Halusinasi auditorik (-),
Halusinasi visual (-), Ilusi (-)
Tilikan : T2
A/ Psikotik Epilepsi
10 Sep 2018 S/ kejang (-), tenang, kooperatif, Depakote 250 mg 2x1
bicara mulai nyambung, banyak bicara Phenobarbital 30 mg 2x2
O/Penampilan: Pria, sesuai usia, rapi Asabium 30 mg 2x1
dan bersih Stelosi 5 mg 1x1
Kesadaran : compos mentis Trihexyphenidil 2 mg 1x1
Sikap :kooperatif
Psikomotor :Normoakitf
Mood : hipotimik
Afek: Luas
Keserasian: Serasi
Pembicaraan : spontan
Arus pikir : koheren
Isi pikir : Banyak Ide
Persepsi :Halusinasi auditorik (-),
Halusinasi visual (-), Ilusi (-)
Tilikan : T2
A/ Psikotik Epilepsi
21 Sep 2018 S/ kejang (-), tenang, kooperatif, Carbamazepine 200 mg 2x1
bicara mulai nyambung, bicara Phenobarbital 30 mg 3x1
berlebihan dengan kalimat berima Asabium 10 mg 1x1
O/Penampilan: Pria, sesuai usia, rapi Stelosi 5 mg 1x1
dan bersih Trihexyphenidil 2 mg 1x1
Kesadaran : compos mentis
Sikap :kooperatif
Psikomotor :Normoakitf
Mood : hipotimik
Afek: Luas
Keserasian: Serasi
Pembicaraan : spontan
Arus pikir : koheren
Isi pikir : Banyak Ide
Persepsi :Halusinasi auditorik (-),
Halusinasi visual (-), Ilusi (-)
Tilikan : T2
A/ Psikotik Epilepsi
29 Sep 2018 S/ kejang (-), tenang, kooperatif, Carbamazepine 200 mg 2x1
bicara mulai nyambung, bicara Phenobarbital 30 mg 3x1
berlebihan dengan kalimat berima Asabium 10 mg 1x1
O/Penampilan: Pria, sesuai usia, rapi Stelosi 5 mg 1x1
dan bersih Trihexyphenidil 2 mg 1x1
Kesadaran : compos mentis
Sikap :kooperatif
Psikomotor :Normoakitf
Mood : hipotimik
Afek: Luas
Keserasian: Serasi
Pembicaraan : spontan
Arus pikir : koheren
Isi pikir : Banyak Ide
Persepsi :Halusinasi auditorik (-),
Halusinasi visual (-), Ilusi (-)
Tilikan : T2
A/ Psikotik Epilepsi
8 Okt 2018 S/ kejang (-), lemas, mual, kooperatif, Carbamazepine 200 mg 2x1
bicara nyambung, bicara berlebihan Phenobarbital 30 mg 3x1
dengan kalimat berima Asabium 10 mg 1x1
O/Penampilan: Pria, sesuai usia, rapi Stelosi 5 mg 1x1
dan bersih Trihexyphenidil 2 mg 1x1
Kesadaran : compos mentis Omeprazole 2x1
Sikap :kooperatif
Psikomotor :Normoakitf
Mood : hipotimik
Afek: Luas
Keserasian: Serasi
Pembicaraan : spontan
Arus pikir : koheren
Isi pikir : Banyak Ide
Persepsi :Halusinasi auditorik (-),
Halusinasi visual (-), Ilusi (-)
Tilikan : T2
A/ Psikotik Epilepsi
10 Okt 2018 S/ kejang (+), lemas, kooperatif, bicara Carbamazepine 200 mg 2x1
nyambung, bicara berlebihan dengan Phenobarbital 30 mg 3x1
kalimat berima Asabium 10 mg 1x1
O/Penampilan: Pria, sesuai usia, rapi Stelosi 5 mg 1x1
dan bersih Trihexyphenidil 2 mg 1x1
Kesadaran : compos mentis Omeprazole 2x1
Sikap :kooperatif Loratadine 2x1
Psikomotor :Normoakitf
Mood : hipotimik
Afek: Luas
Keserasian: Serasi
Pembicaraan : spontan
Arus pikir : koheren
Isi pikir : Banyak Ide
Persepsi :Halusinasi auditorik (-),
Halusinasi visual (-), Ilusi (-)
Tilikan : T2
A/ Psikotik Epilepsi
16 Okt 2018 S/ kejang (-), gaduh gelisah (-), bicara Carbamazepine 200 mg 2x1
nyambung, bicara berlebihan dengan Phenobarbital 30 mg 3x1
kalimat berima Asabium 10 mg 1x1
O/Penampilan: Pria, sesuai usia, rapi Stelosi 5 mg 1x1
dan bersih Trihexyphenidil 2 mg 1x1
Kesadaran : compos mentis Omeprazole 2x1
Sikap :kooperatif Loratadine 2x1
Psikomotor :Normoakitf Diazepam 2 mg 1x1
Mood : hipotimik
Afek: Luas
Keserasian: Serasi
Pembicaraan : spontan
Arus pikir : koheren
Isi pikir : Banyak Ide
Persepsi :Halusinasi auditorik (-),
Halusinasi visual (-), Ilusi (-)
Tilikan : T2
A/ Psikotik Epilepsi
17 Okt 2018 S/ kejang (-), lemas, mual, kooperatif, Carbamazepine 200 mg 2x1
bicara nyambung, bicara berlebihan Phenobarbital 30 mg 3x1
dengan kalimat berima Asabium 10 mg 1x1
O/Penampilan: Pria, sesuai usia, rapi Stelosi 5 mg 1x1
dan bersih Trihexyphenidil 2 mg 1x1
Kesadaran : compos mentis Diazepam 2 mg 1x1
Sikap :kooperatif Konsul saraf
Psikomotor :Normoakitf
Mood : hipotimik
Afek: Luas
Keserasian: Serasi
Pembicaraan : spontan
Arus pikir : koheren
Isi pikir : Banyak Ide
Persepsi :Halusinasi auditorik (-),
Halusinasi visual (-), Ilusi (-)
Tilikan : T2
A/ Psikotik Epilepsi
20 Okt 2018 S/ kejang (-), pasien tenang, Carbamazepine 200 mg 2x1
kooperatif, bicara nyambung, bicara Phenobarbital 30 mg 3x1
berlebihan dengan kalimat berima Asabium 10 mg 1x1
O/Penampilan: Pria, sesuai usia, rapi Stelosi 5 mg 1x1
dan bersih Trihexyphenidil 2 mg 1x1
Kesadaran : compos mentis Diazepam 2 mg 1x1
Sikap :kooperatif Konsul saraf
Psikomotor :Normoakitf
Mood : hipotimik
Afek: Luas
Keserasian: Serasi
Pembicaraan : spontan
Arus pikir : koheren
Isi pikir : Banyak Ide
Persepsi :Halusinasi auditorik (-),
Halusinasi visual (-), Ilusi (-)
Tilikan : T2
A/ Psikotik Epilepsi
23 Okt 2018 S/ kejang (-), tenang, kooperatif, Carbamazepine 200 mg 2x1
bicara nyambung, bicara berlebihan Phenobarbital 30 mg 3x1
dengan kalimat berima Asabium 10 mg 1x1
O/Penampilan: Pria, sesuai usia, rapi Stelosi 5 mg 1x1
dan bersih Trihexyphenidil 2 mg 1x1
Kesadaran : compos mentis Diazepam 2 mg 1x1
Sikap :kooperatif
Psikomotor :Normoakitf
Mood : hipotimik
Afek: Luas
Keserasian: Serasi
Pembicaraan : spontan
Arus pikir : koheren
Isi pikir : Banyak Ide
Persepsi :Halusinasi auditorik (-),
Halusinasi visual (-), Ilusi (-)
Tilikan : T3
A/ Psikotik Epilepsi
27 Okt 2018 S/ kejang (-), tenang, kooperatif, Carbamazepine 200 mg 2x1
bicara nyambung, bicara berlebihan Phenobarbital 30 mg 3x1
dengan kalimat berima Asabium 10 mg 1x1
O/Penampilan: Pria, sesuai usia, rapi Stelosi 5 mg 1x1
dan bersih Trihexyphenidil 2 mg 1x1
Kesadaran : compos mentis Diazepam 2 mg 1x1
Sikap :kooperatif
Psikomotor :Normoakitf
Mood : hipotimik
Afek: Luas
Keserasian: Serasi
Pembicaraan : spontan
Arus pikir : koheren
Isi pikir : Banyak Ide
Persepsi :Halusinasi auditorik (-),
Halusinasi visual (-), Ilusi (-)
Tilikan : T3
A/ Psikotik Epilepsi
31 Okt 2018 S/ kejang (-), tenang, kooperatif, Carbamazepine 200 mg 2x1
bicara nyambung, bicara berlebihan Phenobarbital 30 mg 3x1
dengan kalimat berima Asabium 10 mg 1x1
O/Penampilan: Pria, sesuai usia, rapi Stelosi 5 mg 1x1
dan bersih Trihexyphenidil 2 mg 1x1
Kesadaran : compos mentis Diazepam 2 mg 1x1
Sikap :kooperatif
Psikomotor :Normoakitf
Mood : hipotimik
Afek: Luas
Keserasian: Serasi
Pembicaraan : spontan
Arus pikir : koheren
Isi pikir : Banyak Ide
Persepsi :Halusinasi auditorik (-),
Halusinasi visual (-), Ilusi (-)
Tilikan : T3
A/ Psikotik Epilepsi
6 Nov 2018 S/ kejang (-), tenang, kooperatif, Carbamazepine 200 mg 2x1
bicara nyambung, bicara berlebihan Phenobarbital 30 mg 3x1
dengan kalimat berima Asabium 10 mg 1x1
O/Penampilan: Pria, sesuai usia, rapi Stelosi 5 mg 1x1
dan bersih Trihexyphenidil 2 mg 1x1
Kesadaran : compos mentis Diazepam 2 mg 1x1
Sikap :kooperatif
Psikomotor :Normoakitf
Mood : hipotimik
Afek: Luas
Keserasian: Serasi
Pembicaraan : spontan
Arus pikir : koheren
Isi pikir : Banyak Ide
Persepsi :Halusinasi auditorik (-),
Halusinasi visual (-), Ilusi (-)
Tilikan : T3
A/ Psikotik Epilepsi
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan autoanamnesis dan alloanamnesis pasien didapatkan keluhan


mengamuk. Keluarga pasien juga mengatakan pasien mudah marah-marah,
memberat dalam 5 hari belakang ini. Pasien juga dikeluhkan sering keluyuran dan
meminta uang pada masyarakat sekitar, jika tidak diberikan pasien akan memukul.
Pasien juga dikeluhkan malas mandi dan sulit merawat dirinya sendiri, serta BAB
dan BAK semabarangan. Riwayat kejang dari kecil dan dengan gangguan jiwa ±
10 tahun belakangan.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan mood
eutimik, perilaku normoaktif, pembicaraan spontan, arus pikiran koheren, clang
association (+), banyak ide, waham persekutor (+). Daya intelektual dan
konsentrasi terganggu. Oleh karena itu pasien ini didiagnosis psikotik epilepsi
karena memenuhi kriteria diagnostik berdasarkan PPDGJ III.
Pasien mendapatkan terapi Diazepam 5 mg/hari/IM (k/p), Carbamazepine
200 mg 3x1, Phenobarbital 30 mg 3x1, Asabium 10 mg 1x1, Trihexyphenidil 2
mg 1x1, Diazepam 2 mg 1x1. Carbamazepin efektif untuk epilepsi parsial
terutama epilepsi parsial kompleks, epilepsi umum tonik-klonik, maupun
kombinasi kedua jenis epilepsi ini. Mekanisme kerja carbamazepin ini adalah
inhibisi kanal Na dan inhibisi Ca. Untuk enghindari efek samping, pemberian
perlu di titrasi untuk mencapai kadar terapeutik.
BAB V
KESIMPULAN

Psikosis merupakan komplikasi berat dari epilepsi meskipun jarang


ditemukan. Keadaan ini disebut dengan psychoses of epilepsy (POE). Psikosis
pada pasien epilepsi digolongkan berdasarkan hubungan temporal gejala itu
dengan kejang. Beberapa penelitian lain memperlihatkan bahwa gejala psikosis
pada pasien epilepsi umum cenderung singkat dan pasien cenderung bingung.
Tidak ada kesepakatan yang ada diterima secara internasional dalam hal
pengklasifikasian sindrom psikosis pada epilepsi1.
Proporsi seumur hidup terkena berbagai gangguan psikotik pada pasien
epilepsi adalah 7%-12%. Menurut studi di komunitas, klinik-klinik epilepsi, dan
rumah sakit jiwa menunjukkan peningkatan proporsi masalah psikiatri pada
orang-orang dengan epilepsi bila dibandingkan dengan orang yang tidak
menderita epilepsi berkisar pada 4,7%.
Obat-obat antiepilepsi lebih dikenal sebagai obat antikonvuksan.
Walupun memiliki efek anti kejang juga diduga memiliki aktivitas sebagai
psikotropik. Carabamazepin dan valproat memiliki kemampuan antimanik dan
mood stabilizer.
DAFTAR PUSTAKA

1. Israr, Yayan Akhyar. (2009). Psikosis pada Penderita Epilepsi, hal 8-9.
FKUNRI.
2. Kusumarawdhani AAAA. Gangguan mental organik lainnya. Dalam:
Elvira SD, Hadisukanti G. Buku ajar psikiatri. Edisi 2. Jakarta: FKUI;
2013.h. 110-115.
3. Ginsberg L. Lecture notes neurology.Edisi 8. Jakarta: Erlangga; 2007.h.
79.
4. Ropper Allan H.,MD, Brown Robert H., MD. Epilepsy and Other Seizure
Disorders: Adam’s and Victor’s Prinsiples of Neurology. 8th edition . New
York: The McGraw-Hill Companies; 2005.h. 271-313.
5. Kaplan & sadock. Buku ajar psikiatri klinis. Edisi 2. Jakarta : EGC;
2010.h. 75.
6. Weisholtz DS, Dworetzky BA .2014. Epilepsy and Psychosis. J Neurol
Disord Stroke 2(3): 1069
7. Dewanto G, Riyanto B. Panduan praktis diagnosis dan tatalaksana
penyakit saraf. Jakarta: EGC; 2009.h. 74-5.
8. Tugendraft et al. 2005. Guideline for recognation ang treatment of the
psychosis associated with epilepsy at:
www.actaneurologica.be/acta/download/200 5-1/02-Tugendhaft.pdf

Anda mungkin juga menyukai