Anda di halaman 1dari 12

JURNAL BELAJAR

Mata Kuliah : Pengantar Pendidikan


Dosen Pembimbing : Prof. Dra. Herawati Susilo, M.Sc., PhD.
Nama : Dhio Putra Mahendra
Offering : C 2017
Jurusan/Prodi : Biologi/Pendidikan Biologi

A. Pengalaman Belajar
Senin, 3 September kami mempelajari sesuai topik yang telah ditentukan di rps dengan
mendengarkan presentasi dari teman-teman. Pengalaman yang saya dapat pada hari itu salah
satunya adalah bagaimana menjadi seorang pendidik yang baik, dari cara berpakaian,
menyampaikan materi dan lain sebagainya. Sebagai seorang pendidik kita harus menggunakan
pakaian yang sopan karena kita merupakan panutan bagi siswa kita. Selain itu, sebagai pendidik
juga kita harus dapat menyampaikan materi dengan semenarik mungkin agar siswa dapat dengan
mudah memahami materi dan materi juga dapat disampaikan secara keseluruhan.
B. Hal yang dipelajari
KEHARUSAN PENDIDIKAN: MENGAPA MANUSIA HARUS DIDIDIK/MENDIDIK
MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK YANG PERLU DIDIDIK
Dalam eksistensinya manusia mengemban tugas untuk menjadi manusia ideal. Sosok
manusia ideal merupakan gambaran manusia yang dicita-citakan. Sebab itu, sosok
manusia ideal tersebut belum terwujudkan melainkan harus diupayakan untuk
diwujudkan (prinsip idealitas).
Manusia memang tetah dibekali berbagai potensi untuk mampu menjadi manusia,
misalnya: potensi uniuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, potensi untuk
dapat berbuat baik, potensi cipta, rasa, karsa, Namun demikian setelah kelahirannya,
bahwa potensi itu mungkin terwujudkan, kurang terwujudkan atau tidak
terwujudkan. Manusia mungkin berkembang sesuai kodrat dan martabat
kemanusiaannya (menjadi manusia), sebaliknya mungkin pula ia berkembang ke
arah yang kurang atau tidak sesuai dengan kodrat dan martabat kemanusiaannya
(kurang dan atau tidak menjadi manusia). Dengan demikian perkembangan
kehidupan manusia tersebut merupakan sifat yangterbuka atau serba mungkin. Inilah
prinsip posibilitas/ prinsip aktualitas.
Manusia belum biasa selesai menjadi manusia, ia dibebani keharusan untuk menjadi
manusia, tetapi ia tidak dengan sendirinya menjadi manusia, untuk menjadi manusia
ia perlu dididik dan mendidik diri.
Menurut Kant dalam teori pendidikannya(Henderson, 1959). "Manusia dapat
menjadi manusia hanya melalui pendidikan", Pernyataan tersebut sejalan dengan
hasil studi M.J. Langeveldyang memberikan identitas kepada manusia dengan
sebutan Animal Educandum (M.J.Langeveld, 1980).
• . MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK YANG DAPAT DI DIDIK
1. Prinsip Potensialitas.
Pendidikan bertujuan agar seseorang menjadi manusia ideal.
2. Prinsip Dinamika.
Ditinjau dari sudut pendidik, pendidikan diupayakan dalam rangka membantu
manusia (peserta didik) agar menjadi manusia ideal. Dipihak lain, manusia itu sendiri
(peserta didik) memiliki dinamika untuk menjadi manusia ideal. Manusia selalu aktif
baik dalam aspek fisiologik maupun spiritualnya. la selalu menginginkan dan
mengajar segala hal yang lebih dari apa yang telah ada atau yang telah dicapainya. la
berupaya untuk meng-aktualisasi-kan diri agar menjadi manusia ideal, baik dalam
rangka interaksi/ komunikasinya secara horizontal maupun vertikal. Karena itu
dinamika manusia mengimplementasikan bahwa ia akan dapat di didik.
3. Prinsip Individualitas
Praktek pendidikan merupakan upaya membantumanusia (peserta didik) yang antara
lain diarahkan agar ia mampu menjadi dirinya sendiri. Disisi lain, manusia (peserta
didik) adalah individu yang memiliki dirinya sendiri (subyektivitas). bebas dan aktif
berupaya untuk menjadi dirinya sendiri.
4. Prinsip Sosialitas
Pendidikan berlangsung dalam pergaulan (interaksi/komunikasi) antar sesama
manusia (pendidik dan peserta didik). Melalui pergaulan tersebut pengaruh
pendidikan disampaikan pendidik dan diterima peserta dididik. Dengan demikian
Hakikat manusia adalah makhluk sosial, ia hidup bersama dengan sesamanya. Dalam
kehidupan bersama dengan sesamanya ini akan terjadi huhungan pengaruh imbal
balik dimana setiap individu akan menerima pengaruh dari individu yang lainnya.
Sebab itu, sosialitas mengimplementasikan bahwa manusia akan dapat dididik.
5. Prinsip Moralitas
Pendidikan bersifat normatif, artinya dilaksanakan berdasarkan sistem norma dan
nilai tertentu. Di samping itu, pendidikan bertujuan agar manusia berakhlak mulia,
agar manusia berperilaku sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang bersumber
dari agama, masyarakat dan budayanya. Dipihak lain, manusia berdimensi moralitas,
manusia mampu membedakan mana yang baik dan yang jahat. Sebab itu, dimensi
moralitas mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik.
M.J. Langeveld (1980) Menyimpulkan bahwa manusia akan dapat dididik, ini
memberikan identitas kepada manusia sebagai "Animal Educabile".

1. Dasar biologis

Pendidikan adalah perlu karena anak manusia dilahirkan tidak berdaya.


a. Anak manusia lahir tidak dilengkapi insting yang sempurna
b. Anak manusia perlu masa belajar yang panjang
c. Awal pendidikan terjadi setelah anak manusia mencapai penyesuaian jasmani
atau mencapai kebebasan fisik dan jasmani.

2. Implikasi
a. Anak manusia yang tidak menerima bantuan dari manusia lainnya yang telah
dewasa akan tidak menjadi manusia yang berbudaya atau bahkan mati
b. Anak memerlukan perlindungan dan perawatan, sebagai masa persiapan
pendidikan.
c. Kemampuan pendidikan terbatas
d. Orang dewasa yang tidak behasil dididik perlu pendidikan kebali

3. Dasar sosio-antropologis
Peradaban tidak terjadi dengan sendirinya dimiliki oleh setiap anggota masyarakat.
a. Setiap anggota masyarakat perlu menguasai budaya kelompoknya yang berupa
warisan sosial/budaya.
4. Implikasi
a. Diperlukan transformasi dari organisme biologis ke organisme yang berbudaya
b. Diperlukan transmisi budaya
c. Diperlukan internalisasi budaya, dll.

B. KEMUNGKINAN PENDIDIKAN: MENGAPA MANUSIA DAPAT


DIDIK/MENDIDIK

1. Dasar biologis
Anak dilahirkan tak berdaya tapi mempunyai potensi untuk berubah.
a. Anak bersifat lentur
b. Anak mempunyai otak
c. Mempunyai pusat syaraf.

2. Implikasi
a. Anak dapat menerima bantuan yang tertuju pada dapat belajar
b. Pendidikan = penyesuaian yang sempurna dari organisme biologis terhadap
lingkungannya.

3. Dasar psiko-sosio-antropologis
Keragaman dan kelebihan individu
a. Individu adalah unik, berbeda-beda, ada kelebihan dan kekurangannya
b. Ada perbedaan penguasaan budaya
c. Animal sociale, sehingga ada usaha saling tolong menolong.

4. Implikasi
a. Terjadi saling pengaruh mempengaruhi, yang mempunyai kelebihan dapat
memberi bantuan kepada orang lain yang memerlukan.
b. Orang dapat menjadi pendidik karena panggilan jiwa (pendidik alami),
perjanjian (pendidik profesional).

C. BATAS-BATAS KEMUNGKINAN PENDIDIKAN


A. Batas-Batas Pendidikan

1. Pengertian Batas-Batas Pendidikan


batas-batas pendidikan yang dimaksud disini adalah hal-hal yang menyangkut
masalah kapan pendidikan dimulai dan bilamana pendidikan berakhir. Langeveld
menyatakan bahwa saat kapan pendidikan dimulai disebut batas bawah dari
pendidikan dan kapan pendidikan itu berakhir disebut batas akhir dari pendidikan,
yaitu saat mana anak telah sadar mengenal kewibawaan.[1][1]
“Carilah ilmu dari buaian sampai lliang lahat”
Dan juga pernah kita temukan satu istilah dalam bahasa Inggris yang menyatakan :
“long live education” yang artinya pendidikan seumur hidup.
Dari pernyataan-pernyataan tersebut tergambarkan jelas bahwa pendidikan akan
dimulai segera setelah anak lahir dan akan terus berlangsung sampai meninggal
dunia. Sepanjang ia mampu menerima pengaruh. Oleh karena itu pendidikan akan
berlangsung seumur hidup.
Namun dalam mengalami proses pendidikan, manusia akan mendapat pendidikan,
dimana akan terdapat pembatasan nyata dari proses pendidikan dalam jangka waktu
tertentu.[2][2]

2. Bagaimana pendidikan itu di mulai?


Pendidikan dimulai dengan pemeliharaan yang merupakan persiapan kearah
pendidikan nyata, yaitu pada minggu dan bulan pertama seorang anak di lahirkan,
sedangkan pendidikan yang sesungguhnya baru terjadi kemudian. Pendidikan dalam
bentuk pemeliharaan adalah bersifat “drestur” belum bersifat murni. Sebab pada
pendidikan murni di perlukan adanya kesadaran mental dari si terdidik.
Pada pendidikan yang sesungguhnya dari anak di tuntut pengertian bahwa ia harus
memahami apa yang di kehendak oleh pemegang kewibawaan dan menyadari bahwa
hal yang diajarkan adalah perlu baginya. Dengan singkat dapat di katakan bahwa ciri
utama dari pendidikan yang sesungguhnya ialah adanya kesiapan interaksi edukatif
antara pendidik dan terdidik. [3][3]
Menurut Al-Abdori menyatakan bahwa anak mulai di didik dalam arti yang
sesungguhnyasetelah berusia 7 tahun. Oeh karena itu beliau mengkritik orang tua
yang menyekolahkan anaknya pada usia yang masih terlalu muda, waktu sebelum 7
tahun.[4][4]
Dari segi psikologi, usia 3 - 4 tahun dikenal sebagai “masa perkembangan” atau
masa krisis”. Dari segi pendidikan justru pada masa itu terbuka peluang
ketidakpatuhan yang sekaligus merupakan landasan untuk menegakkan kepatuhan
yang sesungguhnya. Artinya, disaat itulah terbuka peluang kearah kesediaan
menerima yang sesungguhnya. Setelah itu anak mulai memiliki “kesadaran batin”
atau motivasi dalam prilakunya. Di sini pula di mulai terbuka penyelenggaraan
pendidikan, artinya sentuhan-sentuhan pendidikan untuk menumbuhkembangkan
motivasi anak dalam perilakunya kea rah tujuan-tujuan pendidikan.
3. Bila Pendidikan itu Berakhir?
Sebagaimana sulitnya menetapkan kapan sesungguhnya pendidikan akan
berlangsung untuk terakhir kalinya. Kesulitan tersebut berkitan erat dengan
kesukaran menentukan masa kematangan. Seorang anak dalam hal-hal tertentu telah
mencapai kematangannya, tetapi dalam hal-hal lain kadang-kadang masih tetap
menunjukkan sikap kekanak-kanakan. Misalnya, dalam bidang keterampilan tertentu
seseorang anak telah memiliki pandangan-pandangan yang mandiri, tetapi dalam
bidang sikap kedewasaannya sama sekali tidak tampak.
Sehubungan dengan itu, perulah suatu kehati-hatian kalau juga ingin mengatakan
bahwa sepanjang tatanan yang berlaku proses pendidkan itu mempunyai titik akhir
yang bersifat alamiah. Titik akhir bersifat principal dan tercapai bila seorang manusia
muda itu dapat berdiri sendiri dan secara mantap mengembangkan serta melaksanak
rencana sesuai dengan pandangan hidupnya. Ia telah memiliki kepahaman terhadap
segala pengaruh yang menerpa kehidupan batiniahnya dengan berpegang dan
mengembalikanya kepada dasar-dasar pedoman dan pegangan hidup yang kokoh.
Dan ia tampak telah memiliki watak yang relative tetap dalam bangunan
kepribadiannya. Kenyataan kedewasaan terutama menunjuk kepada kemampuannya
untuk menguasai diri, senantiasa menjadi “tuan” bagi dirinya sendiri, memimpin dan
memperbaiki diri sendiri atau dengan kata lain, mampu mendidik diri sendiri.[5][5]

B. Aliran-Aliran dalam Pendidikan


• . Empirisme
Para ahli yang megikuti pendirian empirisme mempunyai pendapat yang langsung
bertentangan dengan aliran nativisme. Kalau pengikut aliran nativisme berpendapat
bahwa perkembangan itu semata-mata tergantung pada factor dasar, maka pengikut-
pengikut aliran empirisme berpendapat bahwa perkembangan itu semata-mata
tergantung pada factor lingkungan sedangkan dasar tidak memainkan peranan sama
sekali. Tokoh utama dari aliran ini adalah john locke, yang pendapatnya telah
diuraikan dimuka. Selanjutnya liran ini sangat besar pengaruhnya di amerika serikat,
dimana banyak para ahli yang walaupun secara eksplisit menolak peranan dasar itu,
namun karena dasar itu sukar untuk ditentukan, maka praktis yang dibicarakan
hanyalah lingkungan, dan sebagai konsekuensinya juga hanya lingkunganlah yang
masuk percaturan.[6][8]
Aliran empirisme ini juga dipandang sebagai aliran yang sangat optimis terhadap
pendidikan, sebab aliran ini hanya mementingkan peranan pengalaman yang
diperoleh darri lingkungan. Adapun kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir
dianggap tidak menentukan keberhasilan seseorang. Aliran ini masih menganggap
manusia sebagai makhluk yang pasif, mudah dibentuka atau direkayasa, sehingga
dunia pendidikan dapat menentukan segalanya. Apakah kiranya aliran empirisme ini
memang tahan uji? Jika sekiranya konsepsi ini memang betul-betul benar, maka kita
akan dapat menciptakan manusia ideal sebagaimana kita cita-citakan asal kita dapat
menyediakan kondisi-kondisi yang diperlukan untuk itu. Tetapi kenyataan yang kita
jumpai menunjukkan hal yang berbeda dari apa yang kita gambarkan itu. Banyak
anak-anak orang kaya atau orang yang pandai mengecewakan orang tuanya karena
kurang berhasil di dalam belajar, walaupun fasilitas-fasilitas bagi mereka itu sangat
luas. Sebaliknya banyak juga kita jumpai anak orang-orang yang kurang mampu
sangat berhasil didalam belajar, walaupun fasilitas-fasilitas yang mereka perlukan
sangat jauh dari mencukupi.jadi, aliran empirisme ini juga tidak tahan uji dan tidak
dapat kita pertahankan.

1. Empirisme (realisme, behaviorisme, eksperimentasisme)


a. Pendidikan adalah berkuasa
b. Tidak ada pembawaan
2. Implikasi
a. Pendidikan berpusat pada pendidik
b. Pendidikan = pembentukan
c. Pendidikan = rekayasa pola tingkah laku
.

• Naturalisme
Para ahli yang mengikuti aliran nativisme berpendapat bahwa perkembangan
individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor- faktor yang dibawa sejak lahir
(natus artinya lahir), jadi perkembangan individu itu semata-mata tergantung kepada
dasar . tokoh utama aliran ini adalah achopenhauer, dalam artinya yang terbatas dapat
kita masukkan dalam golongan ini plato,Descartes, Lombroso, dan pengikut-
pengikut lainnya. Para ahli yang mengikuti pendirian ini biasanya mempertahankan
kebenaran konsepsi ini dengan manunjukkan berbagai kesamaan atau kemiripan
antara orang tua dengan anaknya. Misalnya kalau ayahnya ahli musik maka
kemungkinan besar adalah bahwa anaknya juga akan menjadi ahli musik.
Pendidikan yang tidak sesuai bakat dan pembawaan anak didik tidak akan berguna
untuk perkembangan anak itu sendiri. Singkatnya, aaliran nativisme menekankan
kemampuan dalam diri anak, sehingga factor lingkungan, termasuk factor pendidikan
kurang berpengaruh dalam pendidikan anak. Karena yang berpengaruh menurut
aliran ini adalah pembawaan
Apa yang telah dikemukakan diatas itu jika dipandang dari segi ilmu pendidikan
tidak dapat dibenarkan. Sebab jika benar segala sesuatu itu tergantung pada dasar,
jika pengaruh lingkungan dan pendidikan dianggap tidak ada, maka konsekuensinya
kita tutup aja semua sekolah, sebab sekolah tidak mampu mengubah anak yang
membutuhkan pertolongan. Akan tetapi hal demikian itu justru berrentangan dengan
kenyataan yang kita hadap, karena sudah ternyata sejak zaman dahulu hingga
sekarang orang mendidik generasi muda, karena pendidikan itu adalah hal yang
dapat, perlu, bahkan harus dilakukan.
Jadi jelaslah bahwa menurut teori ini anak tumbuh dan berkembang tidak
dipengaruhi oleh lingkungan pendidikan sekitar, baik lingkungan sekitar yang ada
sehari-hari maupun lingkungan yang direkayasa oleh orang dewasa yang disebut
pendidikan karena setiap anak akan bearkembang sesuai pembawaannya.

1. Naturalisme (idealisme, thomisme, humanisme)


a. Pendidikan tidak atau kurang berkuasa
b. Anak lahir dengan membawa bakat yang baik
2. Implikasi
a. Pendidikan berpusat pada anak (terdidik)
b. Pendidikan = pemekaran potensi
c. Pendidikan = belajar

• . Konvergensi
Konvergensi artinya titik pertemuan. Pelopor aliran konvergensi adalah William
stern (1871-1939), seorang ahli jiwa berkembangsaan jerman, ia mengatakan bahwa
seseorang terlahir dengan pembawaan baik dan juga dengan pembawaan buruk, ia
mengakui bahwa proses perkembangan anak baik factor pembawaan maupun factor
lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting.
Aliran ini menyampaikan bahwa bakat yang di bawa waktu lahir tidak akan
berkembang dengan baik tanpa adanya lingkungan yang sesuai dengan
perkembangan bakat itu. Sebaliknya lingkungan yang baikpun sulit mengembangan
potensi anak secara optimal apabila tidak terdapat bakat yang diperlukan bagi
perkembangan yang diharapkan anak tersebut, dengan demikian paham ini
mengabungkan antara pembawaan sejak lahir dan lingkungan yang menyebabkan
anak mendapatkan pengalaman. William stern menjelaskan pemahamannya tentang
pentingnya pembawaan dan lingkungannya itu dengan perumpamaan dua garis yang
menuju kesatu titik temuan. Oleh karena itu, Teorinya dikenal dengan sebutan
konvergensi (konvergen berarti memusat kesatu titik).[7][12]

5. Developmentalisme, teori konvergensi, realism kritis


a. Pendidikan berpengaruh tapi terbatas
b. Anak lahir dengan membawa bakat yang perlu dirangsang agar berkembang
lebih canggih
6. Implikasi
a. Pendidikan berpusat pada relasi antara pendidik dengan si terdidik atau situasi
pendidikan
b. Pendidikan = kegiatan belajar-mengajar yang berlangsung dalam situasi khusus.
D. KEKELIRUAN-KEKELIRUAN PENDIDIKAN
1. Batasan
a. Mendidik yang baik adalah yang berhasil membantu individu dapat
mempertahankan dan meningkatkan mutu hidup.
b. Kekeliruan-kekeliruan mendidik adalah bentuk-bentuk kegiatan pendidikan
yang tujuannya tidak benar dan/atau cara pencapaiannya tidak tepat. Kekeliruan
mendidik dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu kekeliruan idiil mendidik dan
kekeliruan teknik mendidik.
2. Kekeliruan idiil mendidik
a. Bentuk
Bentuknya berupa kegiatan pendidikan patologis atau demagogis, yaitu kegiatan ”
pendidikan” yang salah tujuannya .
b. Akibat dan penanggulangannya
Pendidikan patologis atau demagogis apabila berhasil, akan melahirkan orang-orang
yang cacat moral atau amoral, yang mempunyai watak ingin merusak kehidupan
manusia atau berbuat kemungkaran. Menghadapi orang yang demikian harus
dilakukan reedukasi atau mendidik kembali.
3. Kekeliruan teknis mendidik
a. Bentuk
Bentuknya berupa kegiatan pendidikan yang salah teknis pelaksanaannya, yaitu
kesalahan dalam cara memilih dan menggunakan alat pendidikan (kegiatan mendidik
dan penciptaan situasi/lingkungan pendidikan).kekeliruan teknis mendidik
mencakup:
(1) kekeliruan cara mendidik misalnya mendidik dengan cara memanjakan atau
murah ganjaran.
(2) kekeliruan ekologis atau menciptakan lingkungan hidup yang kurang mendukung
pencapaian kedewasaan misalnya penyiaran TV dengan penuh kekerasan atau
pornografi.
b. Akibat dan penanggulangannya
Pendidikan salah teknis berakibat pendidikan tidak menjadi efektif, efisien, dan
relevan. Kekeliruan teknis dapat berakibat penguasaan pengetahuan/keterampilan
yang keliru dan gangguan emosional seperti rendah diri, sombong, keras kepala.
Penanggulangan terhadap akibat-akibat kekeliruan-kekeliruan teknis dapat
dilakukan dengan jalan memperbaiki cara-cara mendidik dan lingkungan hidup, serta
memberikan bimbingan dan penyuluhan yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai