A. Pengalaman Belajar
Senin, 3 September kami mempelajari sesuai topik yang telah ditentukan di rps dengan
mendengarkan presentasi dari teman-teman. Pengalaman yang saya dapat pada hari itu salah
satunya adalah bagaimana menjadi seorang pendidik yang baik, dari cara berpakaian,
menyampaikan materi dan lain sebagainya. Sebagai seorang pendidik kita harus menggunakan
pakaian yang sopan karena kita merupakan panutan bagi siswa kita. Selain itu, sebagai pendidik
juga kita harus dapat menyampaikan materi dengan semenarik mungkin agar siswa dapat dengan
mudah memahami materi dan materi juga dapat disampaikan secara keseluruhan.
B. Hal yang dipelajari
KEHARUSAN PENDIDIKAN: MENGAPA MANUSIA HARUS DIDIDIK/MENDIDIK
MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK YANG PERLU DIDIDIK
Dalam eksistensinya manusia mengemban tugas untuk menjadi manusia ideal. Sosok
manusia ideal merupakan gambaran manusia yang dicita-citakan. Sebab itu, sosok
manusia ideal tersebut belum terwujudkan melainkan harus diupayakan untuk
diwujudkan (prinsip idealitas).
Manusia memang tetah dibekali berbagai potensi untuk mampu menjadi manusia,
misalnya: potensi uniuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, potensi untuk
dapat berbuat baik, potensi cipta, rasa, karsa, Namun demikian setelah kelahirannya,
bahwa potensi itu mungkin terwujudkan, kurang terwujudkan atau tidak
terwujudkan. Manusia mungkin berkembang sesuai kodrat dan martabat
kemanusiaannya (menjadi manusia), sebaliknya mungkin pula ia berkembang ke
arah yang kurang atau tidak sesuai dengan kodrat dan martabat kemanusiaannya
(kurang dan atau tidak menjadi manusia). Dengan demikian perkembangan
kehidupan manusia tersebut merupakan sifat yangterbuka atau serba mungkin. Inilah
prinsip posibilitas/ prinsip aktualitas.
Manusia belum biasa selesai menjadi manusia, ia dibebani keharusan untuk menjadi
manusia, tetapi ia tidak dengan sendirinya menjadi manusia, untuk menjadi manusia
ia perlu dididik dan mendidik diri.
Menurut Kant dalam teori pendidikannya(Henderson, 1959). "Manusia dapat
menjadi manusia hanya melalui pendidikan", Pernyataan tersebut sejalan dengan
hasil studi M.J. Langeveldyang memberikan identitas kepada manusia dengan
sebutan Animal Educandum (M.J.Langeveld, 1980).
• . MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK YANG DAPAT DI DIDIK
1. Prinsip Potensialitas.
Pendidikan bertujuan agar seseorang menjadi manusia ideal.
2. Prinsip Dinamika.
Ditinjau dari sudut pendidik, pendidikan diupayakan dalam rangka membantu
manusia (peserta didik) agar menjadi manusia ideal. Dipihak lain, manusia itu sendiri
(peserta didik) memiliki dinamika untuk menjadi manusia ideal. Manusia selalu aktif
baik dalam aspek fisiologik maupun spiritualnya. la selalu menginginkan dan
mengajar segala hal yang lebih dari apa yang telah ada atau yang telah dicapainya. la
berupaya untuk meng-aktualisasi-kan diri agar menjadi manusia ideal, baik dalam
rangka interaksi/ komunikasinya secara horizontal maupun vertikal. Karena itu
dinamika manusia mengimplementasikan bahwa ia akan dapat di didik.
3. Prinsip Individualitas
Praktek pendidikan merupakan upaya membantumanusia (peserta didik) yang antara
lain diarahkan agar ia mampu menjadi dirinya sendiri. Disisi lain, manusia (peserta
didik) adalah individu yang memiliki dirinya sendiri (subyektivitas). bebas dan aktif
berupaya untuk menjadi dirinya sendiri.
4. Prinsip Sosialitas
Pendidikan berlangsung dalam pergaulan (interaksi/komunikasi) antar sesama
manusia (pendidik dan peserta didik). Melalui pergaulan tersebut pengaruh
pendidikan disampaikan pendidik dan diterima peserta dididik. Dengan demikian
Hakikat manusia adalah makhluk sosial, ia hidup bersama dengan sesamanya. Dalam
kehidupan bersama dengan sesamanya ini akan terjadi huhungan pengaruh imbal
balik dimana setiap individu akan menerima pengaruh dari individu yang lainnya.
Sebab itu, sosialitas mengimplementasikan bahwa manusia akan dapat dididik.
5. Prinsip Moralitas
Pendidikan bersifat normatif, artinya dilaksanakan berdasarkan sistem norma dan
nilai tertentu. Di samping itu, pendidikan bertujuan agar manusia berakhlak mulia,
agar manusia berperilaku sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang bersumber
dari agama, masyarakat dan budayanya. Dipihak lain, manusia berdimensi moralitas,
manusia mampu membedakan mana yang baik dan yang jahat. Sebab itu, dimensi
moralitas mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik.
M.J. Langeveld (1980) Menyimpulkan bahwa manusia akan dapat dididik, ini
memberikan identitas kepada manusia sebagai "Animal Educabile".
1. Dasar biologis
2. Implikasi
a. Anak manusia yang tidak menerima bantuan dari manusia lainnya yang telah
dewasa akan tidak menjadi manusia yang berbudaya atau bahkan mati
b. Anak memerlukan perlindungan dan perawatan, sebagai masa persiapan
pendidikan.
c. Kemampuan pendidikan terbatas
d. Orang dewasa yang tidak behasil dididik perlu pendidikan kebali
3. Dasar sosio-antropologis
Peradaban tidak terjadi dengan sendirinya dimiliki oleh setiap anggota masyarakat.
a. Setiap anggota masyarakat perlu menguasai budaya kelompoknya yang berupa
warisan sosial/budaya.
4. Implikasi
a. Diperlukan transformasi dari organisme biologis ke organisme yang berbudaya
b. Diperlukan transmisi budaya
c. Diperlukan internalisasi budaya, dll.
1. Dasar biologis
Anak dilahirkan tak berdaya tapi mempunyai potensi untuk berubah.
a. Anak bersifat lentur
b. Anak mempunyai otak
c. Mempunyai pusat syaraf.
2. Implikasi
a. Anak dapat menerima bantuan yang tertuju pada dapat belajar
b. Pendidikan = penyesuaian yang sempurna dari organisme biologis terhadap
lingkungannya.
3. Dasar psiko-sosio-antropologis
Keragaman dan kelebihan individu
a. Individu adalah unik, berbeda-beda, ada kelebihan dan kekurangannya
b. Ada perbedaan penguasaan budaya
c. Animal sociale, sehingga ada usaha saling tolong menolong.
4. Implikasi
a. Terjadi saling pengaruh mempengaruhi, yang mempunyai kelebihan dapat
memberi bantuan kepada orang lain yang memerlukan.
b. Orang dapat menjadi pendidik karena panggilan jiwa (pendidik alami),
perjanjian (pendidik profesional).
• Naturalisme
Para ahli yang mengikuti aliran nativisme berpendapat bahwa perkembangan
individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor- faktor yang dibawa sejak lahir
(natus artinya lahir), jadi perkembangan individu itu semata-mata tergantung kepada
dasar . tokoh utama aliran ini adalah achopenhauer, dalam artinya yang terbatas dapat
kita masukkan dalam golongan ini plato,Descartes, Lombroso, dan pengikut-
pengikut lainnya. Para ahli yang mengikuti pendirian ini biasanya mempertahankan
kebenaran konsepsi ini dengan manunjukkan berbagai kesamaan atau kemiripan
antara orang tua dengan anaknya. Misalnya kalau ayahnya ahli musik maka
kemungkinan besar adalah bahwa anaknya juga akan menjadi ahli musik.
Pendidikan yang tidak sesuai bakat dan pembawaan anak didik tidak akan berguna
untuk perkembangan anak itu sendiri. Singkatnya, aaliran nativisme menekankan
kemampuan dalam diri anak, sehingga factor lingkungan, termasuk factor pendidikan
kurang berpengaruh dalam pendidikan anak. Karena yang berpengaruh menurut
aliran ini adalah pembawaan
Apa yang telah dikemukakan diatas itu jika dipandang dari segi ilmu pendidikan
tidak dapat dibenarkan. Sebab jika benar segala sesuatu itu tergantung pada dasar,
jika pengaruh lingkungan dan pendidikan dianggap tidak ada, maka konsekuensinya
kita tutup aja semua sekolah, sebab sekolah tidak mampu mengubah anak yang
membutuhkan pertolongan. Akan tetapi hal demikian itu justru berrentangan dengan
kenyataan yang kita hadap, karena sudah ternyata sejak zaman dahulu hingga
sekarang orang mendidik generasi muda, karena pendidikan itu adalah hal yang
dapat, perlu, bahkan harus dilakukan.
Jadi jelaslah bahwa menurut teori ini anak tumbuh dan berkembang tidak
dipengaruhi oleh lingkungan pendidikan sekitar, baik lingkungan sekitar yang ada
sehari-hari maupun lingkungan yang direkayasa oleh orang dewasa yang disebut
pendidikan karena setiap anak akan bearkembang sesuai pembawaannya.
• . Konvergensi
Konvergensi artinya titik pertemuan. Pelopor aliran konvergensi adalah William
stern (1871-1939), seorang ahli jiwa berkembangsaan jerman, ia mengatakan bahwa
seseorang terlahir dengan pembawaan baik dan juga dengan pembawaan buruk, ia
mengakui bahwa proses perkembangan anak baik factor pembawaan maupun factor
lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting.
Aliran ini menyampaikan bahwa bakat yang di bawa waktu lahir tidak akan
berkembang dengan baik tanpa adanya lingkungan yang sesuai dengan
perkembangan bakat itu. Sebaliknya lingkungan yang baikpun sulit mengembangan
potensi anak secara optimal apabila tidak terdapat bakat yang diperlukan bagi
perkembangan yang diharapkan anak tersebut, dengan demikian paham ini
mengabungkan antara pembawaan sejak lahir dan lingkungan yang menyebabkan
anak mendapatkan pengalaman. William stern menjelaskan pemahamannya tentang
pentingnya pembawaan dan lingkungannya itu dengan perumpamaan dua garis yang
menuju kesatu titik temuan. Oleh karena itu, Teorinya dikenal dengan sebutan
konvergensi (konvergen berarti memusat kesatu titik).[7][12]