Anda di halaman 1dari 65

Wrap Up

Skenario 2
Blok Medikolegal
“Mayat Perempuan di Kamar Kos”

Kelompok A.2

Ketua : Akbar Fitrianto (1102015013)


Sekretaris : Nurul Astrid Rumbia (1102013219)
Anggota : Putri Handalasakti Ayogo (1102012216)
Sendri Segadi (1102014242)
Bagas Anindito (1102015044)
Sandi Rizki Ardianto (1102012260)
Yogi Saputra Annas (1102013310)
Iqbal Musyaffa (1102015100)

Fakultas Kedokteran
Universitas YARSI Jakarta
2019/2020
Skenario 2
Mayat Perempuan di Kamar Kos

Mayat seorang perempuan diduga berusia 23 tahun ditemukan meninggal di kamar kos-
kosannya di daerah Salemba. Korban ditemukan setengah telanjang dengan tangan diikat
dan mulut di sumpal. Mayat dalam keadaan mulai membusuk, berbau, ditemukan belatung
pda bagian lubang hidungnya, kulit mulai mengelupas dan tampak pembuluh darah mulai
melebar pada bagian dada dan leher. Diperkirakan kejadian sekitar 3 hari yang lalu.

Polisi menduga korban diperkosa sebelum dibunuh. Tim identifikasi mengambil sidik jari
korban dan mengambil swab vagina untuk memastikan adanya sperma pelaku.

2
Pertanyaan:

1. Berapa lama sperma bisa bertahan dan diidentifikasi?


2. Bagaimana cara menentukan waktu kematian?
3. Bagaimana cara menentukan korban diperkosa dahulu sebelum dibunuh?
4. Selain swab vagina, apa saja cara untuk mengidentifikasi kasus perkosaan?
5. Mengapa terdapat belatung pada lubang hidung mayat?
6. Sebutkan faktor- faktor yang mempengaruhi pembusukan mayat dan
prosesnya
7. Mengapa terjadi pengelupasan kulit dan pelebaran pembuluh darah pada dada
dan leher?
8. Apakah penyebab korban meninggal?
9. Hukum islam mengenai kasus ini?
Jawaban:

1. Orang hidup bisa 2-3 hari pd orang meninggal bs 1 minggu


2. Hitung usia dari belatung terbesar, bekas luka, kaku mayat
3. Terlihat tanda- tanda perlawanan
4. Visum, anal swab, periksa TKP
5. Mayat 3 hari yang lalu dikerubungi lalat yang bertelur sehingga ada belatung
6. Internal : umur, jenis kelamin, kondisi tubuh, adanya perlukaan
Eksternal : suhu, lingkungan,invasi serangga
Proses : autolisis bakteri akan menghasilkan gas pembusukan lalu terjadi ikatan
antara hemoglobin dan gas H2S yang menghasilkan HbS yang menyebabkan
pembusukan dari perut bagian dalam lalu melebar ke dada dan bagian lain
7. Pengelupasan kulit: terdapat gas- gas diantara epidermis dan dermis pecah
daerah berminyaktekanan pembusukan dari dalam
Pelebaran pembuluh darah: karna terjadinya asfiksia
8. Disumpal mulutnya lalu terjadi obstruksi jalan nafas dan terjadi henti jantung
9. Haram dan hukuman berat jika disengaja

3
Hipotesis

Ditemukan mayat berbau busuk di kamar kos, lalu dilakukan identifikasi. Pada
identifikasi ditemukan pengelupasan kulit, pelebaran pembuluh darah dan ditemukan juga
belatung pada lubang hidungnya, adapun dari belatung- belatung tersebut dapat diketahui
perkiraan waktu kematian. Untuk mengidentifikasi penyebab kematian dilakukan
pemeriksaan TKP dan pemeriksaan swab vagina, diduga bahwa korban diperkosa
sebelum dibunuh. Menurut islam hukum haram dan hukumannya berat jika disengaja.

4
Sasaran Belajar

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Investigasi Kasus Pemerkosaan


LI 2. Memahami dan Menjelaskan Perubahan Pasca Kematian
LI 3. Memahami dan Menjelaskan Visum Et Repertum

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Hukum dan Sanksi Perkosaan dan Pembunuhan dalam
Islam

5
LI 1. Memahami dan Menjelaskan Investigasi Kasus Pemerkosaan

Definisi
Perkosaan ialah tindakan menyetubuhi wanita yang bukan istrinya dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan. Persetubuhan sendiri didefinisikan sebagai penetrasi penis ke dalam
kemaluan wanita (mulai dari labia minor). Pada kasus akut/dini (dalam 7 hari setelah
kejadian) masih dapat dicari adanya sperma sebagai bukti. Sedangkan bila korban
diperiksa lebih dari 7 hari setelah kejadian, kemungkinan ditemukannya sperma lebih
sulit dan pemeriksaan lebih ditujukan untuk mengetahui terjadinya kehamilan.

Cara dan Prosedur Pemeriksaan


SERAH TERIMA KORBAN
1. Korban datang diantar petugas
2. Surat permintaan VER ditanda tangani penyidik
3. Dokter pemeriksa mencocokkan nama tersebut dalam surat dengan korban, bila
tidak sesuai harap dilembalikan kepada penyidik
4. Buku ekspedisi milik penyidik ditanda tangan oleh petugas RS atau dokter
5. Petugas pengantar menulis nama, pangkat dan jabatan serta tanda tangan

IJIN UNTUK DIPERIKSA


1. Pernyataan tertulis bahwa korban bersedia diperiksa dokter
2. Bila korban anak-anak pernyataan dibuat oleh orang tua atau wali
3. Bila korban tidak sadar, ijin keluarga atau pembuatan V e R dapat ditunda sampai
perawatan selesai
4. Selama pemeriksaan korban harus didampingi perawat

PEMERIKSAAN KORBAN
1. Dicatat nama dokter pemeriksa dan perawat pembantu
2. Dicatat tanggal dan jam pemeriksaan

Anamnesa
UMUM
1. Identitas korban : nama , umur , pekerjaan
2. Status perkawinan : gadis, sudah menikah, janda
3. Haid terakhir, pola haid
4. Riwayat penyakit, penyakit kelamin, penyakit kandungan
5. Apakah memakai kontrasepsi

KHUSUS
1. Siapa yang melaporkan ke polisi :
 Korban

6
 Keluarga
 Masyarakat
2. Saat kejadian : tanggal dan jam
3. Tempat kejadian
4. Apakah korban melawan
5. Apakah korban pingsan
6. Apakah korban kenal dengan pelaku
7. Apakah terjadi penetrasi penis dan terjadi ejakulasi
8. Apakah ada deviasi sexual
9. Jumlah pelaku
10. Apakah setelah kejadian korban :
 Mencuci kemaluan
 Mandi
 Ganti pakaian

PEMERIKSAAN BAJU KORBAN


1. Dicatat helai demi helai pakaian luar dan dalam korban
2. Diperiksa apakah ada bercak
 Darah
 Air mani
 Lumpur, kancing putus, robekan, dll
 Bila ada digunting dan dikirim ke Labkrim

Pemeriksaan umum ( badan )


1. Tingkah laku :
 Gelisah
 Depresi
2. Penampilan :
 Rapi
 Kusut/ acak-acakan
3. Tanda-tanda bekas hilang kesadaran atau dibawah pengaruh alkohol, obat tidur/
bius, needle mark
4. Tanda-tanda bekas kekerasan dari daerah kepala sampai kaki :
 Macam luka : lecet, memar, robek, atau patah tulang
 Love bite atau cupang
5. Ada tidaknya Trace Evidence yang menempel pada tubuh : tanah, rumput, darah
dll

Pemeriksaan khusus ( alat genital )


1. Adakah rambut kemaluan yang melekat, bila ada digunting dan kirim ke Labkrim

7
2. Adakah rambut asing ( dengan cara menyisir rambut pubis ) , bila ada tempel
pada selotipe dikirim ke Labkrim
3. Adakah bercak air mani di sekitar alat kelamin, bila ada dikerok dengan skalpel/
dihapus dengan kapas basah kirim ke Labkrim
4. Pemeriksaan himen
 Bentuk himen
 Ukuran lubang himen
 Ada robekan baru atau lama
 Lokasi robekan
5. Pemeriksaan vagina dan cervix dengan speculum :
Adakah tanda-tanda penyakit kelamin :
 Dinding vagina luka / tidak
 Fornix posterior luka / tidak
 Ostium uteri keluar darah / tidak
6. Pemeriksaan dalam / colok dubur : rahim membesar atau tidak
7. Pengambilan bahan pemeriksaan laboratorium :
 Spermatozoa
 Semen
 Penyakit kelamin

Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan spermatozoa
 Bahan diambil dari cairan vagina atau canalis cervicalis
 Dengan pipet atau ose
 Dengan pewarnaan :
- Dibuat preparat hapus
- Difiksasi dengan api
- Pewarnaan HE atau Gram
 Tanpa pewarnaan :
- Diletakkan diatas obyekglas
- Pembesaran 500 kali
- Spermatozoa bergerak / mati / tidak ada
2. Pemeriksaan bercak sperma pada pakaian :
 Visual :
- Bercak berbatas jelas
- Lebih gelap dari sekitarnya
 Sinar Ultra Violet menunjukkan fluoresensi putih
 Taktil :
- Kaku
- Permukaan bercak teraba kasar

8
3. Pemeriksaan kehamilan

SERAH TERIMA KORBAN KEMBALI

Dokter menyerahkan kembali korban kepada pengantar

Tugas dokter dalam kasus delik kesusilaan ini adalah membuktikan:


- Adanya persetubuhan
- Adanya tanda kekerasan
- Adanya tanda kedewasaan

ADANYA PERSETUBUHAN
Tanda penetrasi Ejakulat
--------- dan/ atau ------

Fenomena: (usap vagina)

1.Deflorasihimen pada perawan: robekan baru


sampai kedasar, biasanya di posterior

2.Mungkin ada tanda kekerasan di vulva/ vagina -memang tidak ada


Ada Tidak ada -dibersihkan
3.Epitel vagina di penis pelaku
-diluar (coitus
interuptus)

Sperma Semen

Florosensi
Ada Tidak ada test, dll.

-azospermi
Memang False
ada positif -lisis

 Umur sperma ± 3 hari


 Masih tampak bergerak/ motil (tanpa pewarnaan) selama 5 jam.
 Lisis setelah 5 hari, namun pada suasana basa (ovulasi) dapat sampai 2 minggu,
bahkan pada orang mati dapat sampai 20 hari.
 Dari semen seseorang yang tipe secretor dapat ditentukan golongan darah ABO-
nya.
 Bila hymen intak sedangkan semen/ sperma positif, kemungkinannya:
- Ejakulasi prekoks, hymen yang elastis atau penis yang terlalu kecil.

9
II. TANDA-TANDA KEKERASAN
Tergantung pada kasusnya:
- Luka tangkisan, cekikan, usaha perlawanan, dsb.
- Tanda bekas pingsan/ tidak berdaya/ pengaruh obat tertentu.
- Benda bukti biologis pelaku, seperti serpihan kulit dari ujung kuku korban,
rambut kepala maupun pubis, darah, dll yang sering dapat ditentukan jenis
kelaminnya, golongan darah ABO-nya yang berguna bagi identifikasi.

VISUM PERKOSAAN DAN PERSETUBUHAN KRIMINAL LAINNYA


Pemeriksaan dimulai bila telah ada :
- Permintaan tertulis dari polisi yang berwenang
- Korban diantar polisi sebagai pemastian identitas
- Ijin tertulis dari korban/ keluarganya
- Saksi (perawat) wanita seperti pendamping dokter
a. Catat semua data yang didapatkan
b. Catat nama polisi, nama pendamping (saksi), nama korban, dsb.
c. Catat pula tempat kejadian yang sebaiknya diperiksa juga untuk mendapatkan
benda bukti biologis di tempat tersebut.
d. Periksa keadaan umum, pakaian, kesadaran, tanda kekerasan, dsb.
e. Catat hasil pemeriksaan local.
f. Bila korban tidak berdaya, periksalah tokiskologis.

KESIMPULAN VISUM ET REPERTUM:


Pada wanita ini : nama; umur (bila umur tidak diketahui, sebutkan pantas dikawin/
tidak), didapatkan:
- Tanda kekerasan…..
- Selaput dara (deskripsi bentuk luka dan lokasi/ jam)…
- Bila tidak ada kerusakan : tidak ada tanda kekerasan
- Bila rusak : mengalami robek yang (bisa) diakibatkan oleh alat kemaluan pria
dalam keadaan ereksi.
- Bila ragu : mengalami robek sehingga alat kemaluan pria dalam keadaan tegang
tidak dapat masuk tanpa mengakibatkan kerusakan seperti ini.
- Bila robek lama : terdapat robekan lama.
(Contoh deskripsinya : terdapat robekan yang tepinya masih/ tidak berdarah, rata/
tidak, sampai kedasar/ tidak dan terdapat di tempat yang sesuai dengan arah jarum
jam pada jam…)
- Didapatkan sperma pada pemeriksaan usap vagina…

10
CATATAN
Robekan hymen akibat olahraga (bukan persetubuhan) biasanya tidak sampai dasar
dan lokasinya disembarang tempat, sedangkan akibat persetubuhan biasanya sampai
ke dasar dan pada arah jam 5 – 7.

Definisi
Pemerkosaan berasal dari bahasa latin yaitu rapere yang artinya menangkap atau
mengambil dengan paksa. Pemerkosaan adalah suatu tindakan kriminal dimana si korban
dipaksa untuk melakukan aktivitas seksual, khususnya penetrasi dengan alat kelamin
diluar kemauannya sendiri (Philip, 2007)
Dalam hukum tertulis, kasus tindak kriminal pemerkosaan helas terjadi apabila
terdapat persetubuhan (atau terjadi penyerangan)tanpa adanya persetujuan yang nyata
dari salah satu pihak yang terlibat. Persetubuhan ini sering diartikan sebagai penetrasi
penis ke dalam anus, vagina, atau oral seks. (Philip 2007)

Dampak – dampak dari pemerkosaan bagi korbannya antaranya (Philip, 2007) :


1. Hilangnya keperawanan korban
2. Pengucilan baik dalam keluarga ataupun masyarakat
3. Hilangnya rasa percaya diri korban dikarenakan kesuciannya telah
hilang
4. Hilangnya hak dalam mengeyam pendidikan
5. Dampak psikologis depresi sampai bunuh diri

Terdapat berbagai jenis pemerkosaan diantaranya :

 Perkosaan saat berkencan (date rape)


 Perkosaan yang dilakukan oleh gang/kelompok (gang rape)
 Perkosaan dalam perkawinan (marital rape)
 Pemerkosaan dibawah umur (statutory rape)

Segi Pemeriksaan Kasus Pemerkosaan Dalam Bidang Forensik


Berdasarkan KUHP Pasal 285, "Barangsiapa yang dengan kekerasan atau dengan
ancaman memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, karena
perkosaan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun."
Berdasarkan KUHP Pasal 286, "Barangsiapa bersetubuh dengan perempuan yang
bukan istrinya, padahal diketahuinya bahwa perempuan itu dalam keadaan pingsan atau
tidak berdaya, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun." Dan...
Berdasarkan KUHP Pasal 287, "Barangsiapa bersetubuh dengan perempuan yang
bukan istrinya, padahal diketahuinya atau patut dapat disangkanya, bahwa umur
perempuan itu belum cukup lima belas tahun atau, kalau tidak terang umurnya, bahwa

11
perempuan itu belum pantas untuk dikawini, dipidana dengan pidana penjara selama-
lamanya sembilan tahun.
Dari kalimat di atas terdapat unsur-unsur yang dapat mendefinisikan apa yang
dimaksud dengan pemerkosaan. Unsur-unsur tersebut ialah :
 Bersetubuh
 Kekerasan/paksaan secara fisik, psikis, ataupun obat-obatan yang dapat membuat
tidak berdaya
 Menyetubuhi bukan istri
 Menyetubuhi gadis di bawah umur (usia < 15 tahun dan belum datang haid
pertama).
Jadi yang dimaksud dengan pemerkosaan ialah pelanggaran hukum dalam hal
menyetubuhi perempuan bukan istri ataupun perempuan di bawah umur dengan memaksa
secara fisik, psikis, ataupun bantuan obat-obatan.
Dalam bidang kedokteran forensik, yang dimaksud dengan pemerkosaan ialah identik
dengan persetubuhan yang kriminal. Persetubuhan adalah masuknya alat kelamin laki-
laki (penis) ke dalam liang vagina dengan atau tanpa mengeluarkan ejakulat.
Bukti bahwa telah terjadi persetubuhan antara lain robekan hymen/selaput dara (bagi
korban yang sebelumnya perawan) dan ejakulat pria pada liang vagina.
Pada hymen dilihat apakah robekan masih baru atau sudah lama, yang berarti korban
sudah beberapa hari datang setelah dugaan perkosaan. Ciri-ciri robekan baru ialah merah
(hiperemis) di luar vagina, sedangkan robekan lama tidak merah seperti robekan baru.
Dalam keadaan ini, pemeriksaan direkomendasikan kepada spesialis ginekologi.
Pemeriksaan ejakulat pria di liang vagina korban dinilai untuk mengetahui apakah
memang betul terdapat sperma dan semen ada pada liang vagina. Pemeriksaan dilakukan
dengan berbagai tes, seperti tes Berberio yang berfungsi untuk mendeteksi cairan semen
dan sperma. Dengan cara ini, bahkan semen yang telah lama pun masih bisa dideteksi.
Selain tes Berberio, ada sejumlah tes lain untuk mengidentifikasi ejakulat, seperti tes
enzim fosfatase, tes florence, dan tes golongan darah.
Setelah mengidentifikasi adanya bukti persetubuhan, yang penting untuk dinilai ialah
bukti pemaksaan/kekerasan.
Bukti kekerasan dapat berupa kerusakan fisik seperti kerusakan (lesi/lecet) pada vulva
vagina. Selanjutnya cari tahu dengan anamnesis, adakah bukti psikis yang didapat dari
korban seperti ancaman pistol/senjata tajam, serta lihat ekpresi yang depresif dari korban
dugaan perkosaan. Selain itu, keadaan korban saat ia menduga dirinya dipekosa juga
harus diketahui dengan anamnesis, apabila korban pingsan, ketahui apa yang
mengakibatkan pingsan seperti akibat hiptotis, narkotika, bius, dan sebagainya.
Pemeriksaan area vagina, yang dilakukan oleh dokter ginekologi harus
didampingi oleh saksi/perawat atau keluarga pasien. Pemeriksaan dilakukan sedini
mungkin untuk menghindari hilangnya barang bukti (barang bukti berupa ejakulat dan
temuan fisik, misalnya). Hal ini berfungsi agar menjamin validitas pemeriksaan.

12
Kesimpulannya, setiap dugaan perkosaan, harus ditemukan bukti persetubuhan, paksaan,
dan atau korban yang bukan istri atau berusia di bawah umur.

Aspek medis dan hukum dari delik perkosaan dan delik susila lainnya khususnya
dari aspek pembuktiannya.

KENDALA PEMBUKTIAN
Dalam sistim peradilan yang dianut negara kita, seorang hakim tidak dapat
menjatuhkan hukuman kepada seseorang terdakwa kecuali dengan sekurangnya dua alat
bukti yang sah ia merasa yakin bahwa tindak pidana itu memang telah terjadi (pasal 183
KUHAP) .
Sedang yang dimaksud dengan alat bukti yang sah adalah keterangan saksi,
keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa (pasal 184 KUHAP).
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka pada suatu kasus perkosaan dan delik susila
lainnya perlu diperjelas keterkaitan antara bukti bukti yang ditemukan :
1. Tempat kejadian perkara,
2. Tubuh atau pakaian korban,
3. Tubuh atau pakaian pelaku dan
4. Pada alat yang digunakan pada kejahatan ini ( penis ).

Keterkaitan antara 4 faktor inilah yang seringkali dijabarkan dalam prisma (segiempat)
bukti dan merupakan salah satu hal yang dapat menimbulkan keyakinan hakim.
Pada banyak kasus perkosaan keterkaitan empat faktor ini tidak jelas atau tidak dapat
ditemukan sehingga mengakibatkan tidak timbul keyakinan pada hakim yang
bermanifestasi dalam bentuk hukuman yang ringan dan sekadarnya.

Beberapa hal yang dapat mengakibatkan terjadinya hal ini adalah hal-hal sbb:

a. Masalah keutuhan barang bukti


Seorang korban perkosaan setelah kejadian yang memalukan tersebut umumnya akan
merasa jijik dan segera mandi atau mencuci dirinya bersih-bersih. Seprei yang
mengandung bercak mani atau darah seringkali telah dicuci dan diganti dengan seprei
yang baru sebelum penyidik tiba di TKP.
Lantai yang mungkin mengandung benda bukti telah disapu dan dipel terlebih dahulu
agar "rapi " kelihatannya bila polisi datang. Ketika korban akan dibawa ke dokter untuk
diperiksa dan berobat seringkali ia mandi dan / atau mengganti pakaiannya terlebih
dahulu dengan yang baru dan bersih.
Hal-hal semacam ini tanpa disadari akan menyebabkan hilangnya banyak benda bukti
seperti cairan/bercak mani, rambut pelaku, darah pelaku dsb yang diperlukan untuk
pembuktian di pengadilan.
Adanya kelambatan korban untuk melapor ke polisi karena perasaan malu dan ragu-ragu
juga menyebabkan hilangnya benda bukti karena berlalunya waktu.

13
b. Masalah teknis pengumpulan benda bukti
Pengolahan TKP dan tehnik pengambilan barang bukti merupakan hal yang amat
mempengaruhi pengambilan kesimpulan. Pada suatu kejadian perkosaan dan delik susila
lainnya penyidik mencari sebanyak mungkin benda bukti yang mungkin ditinggalkan di
TKP seperti adanya sidikjari, rambut, bercak mani pada lantai, seprei atau kertas tissue di
tempat sampah dsb.
Tidak dilakukannya pencarian benda bukti, baik akibat kurangnya pengetahuan,
kurang pengalaman atau kecerobohan, dapat mengakibatkan hilangnya banyak data yang
penting untuk pengungkanan kasus. Pada pemeriksaan terhadap tubuh korban cara
pengambilan sampel usapan vagina yang salah juga dapat menyebabkan hasil negatif
palsu. Pada persetubuhan dengan melalui anus (sodomi) pengambilan bahan usapan
dengan kapas lidi bukan dilakukan dengan mencolokkan lidi ke dalam liang anus saja
tetapi harus dilakukan juga pada sela-sela lipatan anus, karena pada pengambilan yang
pertama yang akan didapatkan umumnya adalah tinja dan bukan sperma.

Adanya bercak mani pada kulit, bulu kemaluan korban yang menggumpal atau
pakaian korban, adanya rambut pada sekitar bulu kemaluan korban, adanya bercak darah
atau epitel kulit pada kuku jari (jika korban sempat mencakar pelaku) adalah hal-hal yang
tak boleh dilewatkan pada pemeriksaan.

c. Masalah teknis pemeriksaan forensik dan laboratorium


Kemampuan pemeriksaan pusat pelayanan perkosaan berbeda-beda dari satu tempat
ke tempat lainnya. Suatu klinik yang tidak melakukan pemeriksaan sperma sama sekali
tentu tak dapat membedakan antara robekan selaput dara atau robekan akibat benda
tumpul pada masturbasi. Klinik yang hanya melakukan pemeriksaan sperma langsung
saja tentu tak dapat membedakan tidak adanya persetubuhan dengan persetubuhan
dengan ejakulasi dari orang yang tak memiliki sel sperma (pasca vasektomi atau mandul
tanpa sel sperma).
Suatu klinik yang hanya melakukan pemeriksaan sperma dengan uji fosfatase asam
saja misalnya tentu hanya dapat menghasilkan kesimpulan terbatas: ini pasti bukan
sperma atau ini mungkin sperma
Tetapi jika klinik tersebut juga melakukan pemeriksaan lain seperti uji PAN,
Berberio, Florence, pewarnaan Baechi atau Malachite green maka kesimpulan yang dapat
ditariknya adalah: pasti sperma, cairan mani tanpa sperma (pelakunya mandul tanpa sel
sperma atau sudah disterilisasi) atau pasti bukan sperma. Lihat tabel.
Pemeriksaan pada kasus perkosaan untuk pencarian pelaku dilakukan dengan
melakukan pemeriksaan pada bahan rambut atau bercak cairan mani, bercak/cairan darah
atau kerokan kuku. Pemeriksaan yang dilakukan diantaranya adalah pemeriksaan pola
permukaaan luar (kutikula) rambut, peme .riksaan golongan darah dan pemeriksaan sidik
DNA.

14
Pemeriksaan sidik DNA yang dilakukan pada bahan yang berasal dari usapan vagina
korban bukan saja dapat mengungkapkan pelaku perkosaan secara pasti, tetapi juga dapat
mendeteksi jumlah pelaku pada kasus perkosaan dengan banyak pelaku (salome).
Pemeriksaan golongan darah dan sidik DNA atas bahan kerokan kuku (jika korban
sempat mencakar) juga dapat digunakan untuk mencari pelakunya.
Jika hanya pemeriksaan golongan darah yang akan dilakukan pada bahan usapan
vagina, maka bahan liur dari korban dan tersangka pelaku perlu juga diperiksa golongan
darahnya untuk menentukan golongan sekretor atau non sekretor.
Orang yang termasuk golongan sekretor (sekitar 85 -06 dari populasi) pada cairan
tubuhnya terdapat substansi golongan darah. Kelompok orang ini jika melakukan
perkosaan akan meninggalkan cairan mani dan golongan darahnya sekaligus pada tubuh
korban.
Sebaliknya orang yang termasuk golongan non-sekretor (15 % dari populasi)jika
memperkosa hanya akan meninggalkan cairan mani saja tanpa golongan darah. Dengan
demikian jika pada tubuh korban ditemukan adanya substansi golongan darah apapun,
maka yang bersangkutan tetap harus dicurigai sebagai tersangkanya.
Adanya pemeriksaan sidik DNA telah mempermudah penyimpulan karena tidak
dikenal adanya istilah sekretor dan non~sekretor pada pemeriksaan DNA. Dalam hal
tersangka pelaku tertangkap basah dan belum sempat mencuci penisnya, maka secara
konvensional leher kepala penisnya dapat diusapkan ke gelas obyek dan diberi uap lugol.
Adanya sel epitel vagina yang berwarna coklat dianggap merupakan bukti bahwa penis
itu baru ‘bersentuhan' dengan vagina alias baru bersetubuh. Laporan terakhir pada tahun
1995, menunjukkan bahwa gambaran epitel ini tak dapat diterima lagi sebagai bukti
adanya epitel vagina, karena epitel pria baik yang normal maupun yang sedang
mengalami infeksi kencing juga mempunyai epitel dengan gambaran yang sama.
Pada saat ini jika seorang pria diduga baru saja bersetubuh, maka kepala dan leher
penisnya perlu dibilas dengan larutan NaCl. Air cucian ini selanjunya diperiksa ada
tidaknya sel epitel secara mikroskopik dan jika ada maka pemeriksaan dapat dilanjutkan
dengan pemeriksaan DNA dengan metode PCR (polymerase chain reaction)

d. Masalah pengetahuan dokter pemeriksa


Pada saat ini akibat kelangkaan dokter forensik, maka kasus perkosaan dan delik
susila lainnya ditangani oleh dokter kebidanan atau bahkan dokter umum. Sebagai dokter
klinik yang tugasnya terutama mengobati orang sakit, maka biasanya yang menjadi
prioritas utama adalah mengobati korban. Ketidaktahuan mengenai prinsip-prinsip
pengumpulan benda bukti dan cara pemeriksaannya membuat banyak bukti penting
terlewatkan dan tak terdeteksi selama pemeriksaan.
Umumnya dokter kebidanan hanya memeriksa ada tidaknya luka di sekitar kemaluan,
karena merasa hanya daerah inilah bidang keahliannya. Akibatnya tanda kekerasan
didaerah lainnya tidak terdeteksi. Pemeriksaan toksikologi atas bahan darah atau urin

15
untuk mendeteksi kekerasan berupa membuat korban pingsan atau tidak berdaya dengan
obat-obatan umumnya tak pernah dilakukan.
Pemeriksaan ada tidaknya cairan mani biasanya hanya dilakukan dengan pemeriksaan
langsung saja, sehingga adanya cairan mani tanpa sperma tak mungkin dideteksi.
Pemeriksaan kearah pembuktian pelaku seiauh ini boleh dikatakan tak pernah dilakukan
karena masih dianggap bukan kewajiban dokter. Dengan demikian selama ini dasar dari
tuduhan terhadap pelaku perkosaan umumnya adal,ah hanya dari kesaksian korban dan
pengakuan tersangka saja, padahal kedua alat bukti ini seringkali sulit dipercaya karena
sifatnya yang subyektif.

e. Masalah pengetahuan aparat penegak hukum


Pada kasus-kasus semacam ini arah penyidikan harus jelas arahnya agar pengumpulan
bukti menjadi terarah dan tajam pula. Kesalahan dalam membuat tuduhan, misalnya akan
dapat membuat tersangka menjadi bebas sama sekali. Jika penyidik, jaksa serta hakim
hanya menganggap perlu mencari alat bukti berupa pengakuan terdakwa dan
mengabaikan pembuktian secara ilmiah lewat pemeriksaan medis dan kesaksian ahli
maka tentunya pembuktian dilakukan seadanya.

PENENTUAN JENIS DELIK


Suatu laporan tentang seorang yang disetubuhi atau dilecehkan secara seksual oleh
seseorang lainnya tidak selalu berarti kasusnya adalah perkosaan. Untuk kasus-kasus
semacam ini kita harus memilah termasuk kategori delik yang manakah kasus tersebut,
yang masing masing mempunyai kriteria dan hukuman yang berbeda satu sama lain.

Perkosaan
Menurut KUHP pasal 285 perkosaan adalah dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
menyetubuhi seorang wanita di luar perkawinan. Termasuk dalam kategori kekerasan
disini adalah dengan sengaja membuat orang pingsan atau tidak berdaya (pasal 89
KUHP).
Hukuman maksimal untuk delik perkosaan ini adalah 12 tahun penjara.

Persetubuhan diluar perkawinan


Persetubuhan diluar perkawinan antara pria dan wanita yang berusia diatas 15
tahun tidak dapat dihukum kecuali jika perbuatan tersebut dilakukan terhadap wanita
yang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya. Untuk perbuatan yang terakhir ini
pelakunya dapat dihukum maksimal 9 tahun penjara (pasal 286 KUHP) jika persetubuhan
dilakukan terhadap wanita yang diketahui atau sepatutnya dapat diduga berusia dibawah
15 tahun atau belum pantas dikawin maka pelakunya dapat diancam hukuman penjara
maksimal 9 tahun.

16
Untuk penuntutan ini harus ada pengaduan dari korban atau keluarganya (pasal
287 KUHP) . Khusus untuk yang usianya dibawah 12 tahun maka untuk penuntutan tidak
diperlukan adanya pengaduan.

Perzinahan
Perzinahan adalah persetubuhan antara pria dan wanita diluar perkawinan, dimana
salah satu diantaranya telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya. Khusus untuk delik
ini penuntutan dilakukan oleh pasangan dari yang telah kawin tadi yang diajukan dalam 3
bulan disertai gugatan cerai/pisah kamar/pisah ranjang. Perzinahan ini diancam dengan
hukuman pen]ara selama maksimal 9 bulan.

Perbuatan cabul
Seseorang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang
untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, maka ia diancam dengan
hukuman penjara maksimal 9 tahun (pasal 289 KUHP).
Hukuman perbuatan cabul lebih ringan, yaitu 7 tahun saja jika perbuatan cabul ini
dilakukan terhadap orang yang sedang pingsan, tidak berdaya. berumur dibawah 15 tahun
atau belum pantas dikawin dengan atau tanpa bujukan (pasal 290 KUHP). Perbuatan
cabul yang dilakukan terhadap orang yang belum dewasa oleh sesama jenis diancam
hukuman penjara maksimal 5 tahun (pasal 291 KUHP).
Perbuatan cabul yang dilakukan dengan cara pemberian, menjanjikan uang atau
barang, menyalahgunakan wibawa atau penyesatan terhadap orang yang belum dewasa
diancam dengan hukuman penjara maksimal 5 tahun (pasal 293 KUHP). Perbuatan cabul
yang dilakukan terhadap anak, anak tiri, anak angkat, anak yang belum dewasa yang
pengawasan, pemeliharaan, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya, dengan
bujang atau bawahan yang belum dewasa diancam dengan hukuman penjara maksimal 7
tahun.
Hukuman yang sama juga diberikan pada pegawai negeri yang melakukan
perbuatan cabul dengan bawahan atau orang yang penjagaannya dipercayakan
kepadanya, pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara,
tempat peker]aan negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa
atau lembaga sosial yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke
dalamnya (pasal 294 KUHP).
Orang yang dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan, menjadi
penghubung bagi perbuatan cabul terhadap korban yang belum cukup umur diancam
dengan hukuman penjara maksimal 5 tahun (pasal 295 KUHP).
Jika perbuatan ini dilakukan sebagai pencarian atau kebiasaan maka ancaman
hukumannya satu tahun 4 bulan atau denda paling banyak Rp. 15.000,-

17
PEMERIKSAAN KORBAN
korban dibawa ke dokter untuk mendapatkan pertolongan medis, maka dokter
punya kewajiban untuk melaporkan kasus tersebut ke polisi atau menyuruh keluarga
korban untuk melapor ke polisi.
Korban yang melapor terlebih dahulu ke polisi pada akhirnya juga akan dibawa ke
dokter untuk mendapatkan pertolongan medis sekaligus pemeriksaan forensik untuk
dibuatkan visum et repertumnya.
Sebagai dokter klinis, pemeriksa bertugas menegakkan diagnosis dan melakukan
pengobatan. Adanya kemungkinan terjadinya kehamilan atau penyakit akibat hubungan
seksual (PHS) harus diantisipasi dan dicegah dengan pemberian obat-obatan. Pengobatan
terhadap luka dan keracunan harus dilakukan seperti biasanya. Pengobatan secara
psikiatris untuk penanggulangan trauma pasca perkosaan juga sangat diperlukan untuk
mengurangi penderitaan korban. Sebagai dokter forensik pemeriksa bertugas
mengumpulkan berbagai. bukti yang berkaitan dengan pemenuhan unsur-unsur delik
seperti yang dinyatakan oleh undang-undang, dan menyusun laporan visum et repertum.
Secara umum dokter bertugas mengumpulkan bukti adanya kekerasan, keracunan,
tanda persetubuhan, penentuan usia korban dan pelacakan benda bukti yang berasal dari
pelaku. Pencarian benda-benda bukti yang berasal dari pelaku pada tubuh atau pakaian
korban dan tempat kejadian perkara merupakan hal penting yang paling sering dilupakan
oleh dokter.
Pada kasus perkosaan dan delik susila lainnya perlu dikumpulkan informasi sebagai
berikut :

Umur korban
Umur korban amat perlu ditentukan pada pemeriksaan medis, karena hal itu
menentukan jenis delik (delik aduan atau bukan), jenis pasal yang dilanggar dan jumlah
hukuman yang dapat dijatuhkan.
Dalam hal korban mengetahui secara pasti tanggal lahirnya/umurnya, apalagi jika
dikuatkan oleh bukti diri (KTP,SIM dsb) , maka umur dapat langsung disimpulkan dari
hal tersebut.
Akan tetapi jika korban tak mengetahui umurnya secara pasti maka perlu
diperiksa erupsi gigi molar II dan molar III. Gigi molar II mengalami erupsi pada usia
kurang lebih 12 tahun, sedang gigi molar III pada usia 17 sampai 21 tahun. Untuk wanita
yang telah tumbuh molar IInya, perlu dilakukan foto ronsen gigi. Jika setengah sampai
seluruh mahkota molar III sudah mengalami mineralisasi (terbentuk) , tapi akarnya belum
maka usianya kurang dari 15 tahun. Kriteria sudah tidaknya wanita mengalami haid
pertama atau menarche tak dapat dipakai untuk menentukan umur karena usia menarch
saat ini tidak lagi pada usia 15 tahun tetapi seringkali jauh lebih muda dari itu.

18
Tanda kekerasan
Yang dimaksud dengan kekerasan pada delik susila adalah kekerasan yang
menunjukkan adanya unsur pemaksaan, seperti jejas bekapan pada hidung, mulut dan
bibir, jejas cekik pada leher, kekerasan pada kepala, luka lecet pada punggung atau
bokong akibat penekanan, memar pada lengan atas dan paha akibat pembukaan secara
paksa, luka lecet pada pergelangan tangan akibat pencekalan dsb.
Adanya luka-luka ini harus dibedakan dengan luka-luka akibat "foreplay" pada
persetubuhan yang "biasa" seperti luka isap (cupang) pada leher, daerah payudara atau
sekitar kemaluan, cakaran pada punggung (yang sering terjadi saat orgasme) dsb.
Luka-luka yang terakhir ini memang merupakan kekerasan tetapi bukan
kekerasan yang dimaksud pada delik perkosaan. Adanya luka-luka jenis ini harus
dinyatakan secara jelas dalam kesimpulan visum et repertum untuk menghindari
kesalahan interpretasi oleh aparat penegak hukum.
Tanpa adanya kejelasan ini suatu kasus persetubuhan biasa bisa disalahtafsirkan
sebagai perkosaan yang berakibat hukumannya menjadi lebih berat.
Pemeriksaan toksikologi untuk beberapa jenis obat-obatan yang umum digunakan
untuk membuat orang mabuk atau pingsan perlu pula dilakukan, karena tindakan
membuat orang mabuk atau pingsan secara sengaja dikategorikan juga sebagai kekerasan.
Obat-obatan yang perlu diperiksa adalah obat penenang, alkohol, obat tidur, obat
perangsang (termasuk ecstasy) dsb.

Tanda persetubuhan
Tanda persetubuhan secara garis besar dapat dibagi dalam tanda penetrasi dan
tanda ejakulasi. Tanda penetrasi biasanya hanya jelas ditemukan pada korban yang masih
kecil atau belum pernah melahirkan atau nullipara. Pada korban-korban ini penetrasi
dapat menyebabkan terjadinya robekan selaput dara sampai ke dasar pada lokasi pukul 5
sampai 7, luka lecet, memar sampai luka robek baik di daerah liang vagina, bibir
kemaluan maupun daerah perineum. Adanya penyakit keputihan akibat jamur Candida
misalnya dapat menunjukkan adanya erosi yang dapat disalah artikan sebagai luka lecet
oleh pemeriksa yang kurang berpengalaman. Tidak ditemukannya luka-luka tersebut pada
korban yang bukan nulipara tidak menyingkirkan kemungkinan adanya penetrasi.
Tanda ejakulasi bukanlah tanda yang harus ditemukan pada persetubuhan,
meskipun adanya ejakulasi memudahkan kita secara pasti menyatakan bahwa telah terjadi
persetubuhan. Ejakulasi dibuktikan dengan pemeriksaan ada tidaknya sperma dan
komponen cairan mani. Untuk uji penyaring cairan mani dilakukan pemeriksaan fosfatase
asam. Jika uji ini negatif, kemungkinan adanya ejakulasi dapat disingkirkan. Sebaliknya
jika uji ini positif, maka perlu dilakukan uji pemastian ada tidak sel sperma dan cairan
mani.
Usapan lidi kapas diambil dari daerah labia minora, liang vagina dan kulit yang
menunjukkan adanya kerak. Adanya rambut kemaluan yang menggumpal harus diambil

19
dengan cara digunting, karena umumnya merupakan akibat ejakulasi di daerah luar
vagina.
Untuk mendeteksi ada tidaknya sel mani dari bahan swab dapat dilakukan
pemeriksaan mikroskopik secara langsung terhadap ekstrak atau dengan Pembuatan
preparat tipis yang diwarnai dengan pewarnaan malachite green atau christmas tree.
Jika yang akan diperiksa sampel berupa bercak peda pakaian dapat dilakukan
pemeriksaan Baechi, dimana adanya sperma akan tampak berupa sel sperma yang
terjebak diantara serat pakaian. Sel sperma positip merupakan tanda pasti adanya
ejakulasi. Kendala utama pada pemeriksaan ini adalah jika sel sperma telah hancur
bagian ekor dan lehernya sehingga hanya tampak kepalanya saja. Untuk mendeteksi
kepala sperma semacam ini harus diyakini bahwa memang kepala tersebut masih
memiliki topi (akrosom).
Adanya cairan mani dicari dengan pemeriksaan terhadap beberapa komponen
sekret kelenjar kelamin pria (khususnya kelenjar prostat) yaitu spermin (dengan uji
Florence), cholin (dengan uji Berberio) dan zink (dengan uji PAN) . Suatu temuan berupa
sel sperma negatif tapi komponen cairan mani positip menunjukkan kemungkinan
ejakulasi oleh pria yang tak memiliki sel sperma (azoospermi) atau telah menjalani
sterilisasi atau vasektomi.

Dampak perkosaan
Dampak perkosaan berupa terjadinya gangguan jiwa, kehamilan atau timbulnya
penyakit kelamin harus dapat dideteksi secara dini. Khusus untuk dua hal terakhir,
pencegahan dengan memberikan pil kontrasepsi serta antibiotic lebih bijaksana dilakukan
ketimbang menunggu sampai komplikasi tersebut muncul.

Pelaku perkosaan
Aspek pelaku perkosaan merupakan merupakan aspek yang paling sering
dilupakan oleh dokter. Padahal tanpa adanya pemeriksaan kearah ini, walaupun telah
terbukti adanya kemungkinan perkosaan. amatlah sulit menuduh seseorang sebagai
pelaku pemerkosaan. Untuk mendapatkan informasi ini dapat dilakukan pemeriksaan
kutikula rambut dan pemeriksaan golongan darah dan pemeriksaan DNA dari sampel
yang positip sperma/maninya.

PEMERIKSAAN DNA DALAM BIDANG KEDOKTERAN FORENSIK


Pertama kali diperkenalkan oleh Jeffrey pada tahun 1985. Beliau menemukan
bahwa pita DNA dari setiap individu dapat dilacak secara simultan pada banyak lokus
sekaligus dengan pelacak DNA (DNA probe) yang diciptakannya.
Pola DNA ini dapat divisualisasikan berupa urutan pita-pita yang berbaris
membentuk susunan yang mirip dengan gambaran barcode pada barang di supermarket.
Uniknya ternyata pita-pita DNA ini bersifat spesifik individu, sehingga tak ada orang
yang memiliki pita yang sama persis dengan orang lain.

20
Pada kasus perkosaan ditemukannya pita-pita DNA dari benda bukti atau karban
yang ternyata identik dengan pita-pita DNA tersangka menunjukkan bahwa tersangkalah
yang menjadi donor sperma tadi. Adanya kemungkinan percampuran antara sperma
pelaku dan cairan vagina tidak menjadi masalah, karena pada proses kedua jenis DNA ini
dapat dipisahkan satu sama lain. Satu-satunya kesalahan yang mungkin terjadi adalah
kalau pelakunya ternyata adalah saudara kembar identik dari si tersangka, karena
keduanya memiliki pita DNA yang sama persis.
Perkembangan lebih lanjut pada bidang forensik adalah ditemukannya pelacak
DNA yang hanya melacak satu lokus saja (single locus probe) . Berbeda dengan tehnik
Jeffreys yang menghasilkan banyak pita, disini pita yang muncul hanya 2 buah saja.
Penggunaan metode ini pada kasus perkosaan sangat menguntungkan karena ia dapat
digunakan untuk membuat perkiraan jumlah pelaku pada kasus perkosaan dengan pelaku
lebih dari satu. Sebagai contoh, jika pita DNA pada bahan usapan vagina ada 6 buah,
maka sedikitnya ada (6 : 2) yaitu 3 orang pelaku. Untuk mempertinggi derajat keakuratan
pemeriksaan ini, umumnya dilakukan pemeriksaan beberapa lokus sekaligus. Adanya pita
yang sama dengan tersangka menunjukkan bahwa tersangka itu adalah pelakunya, sedang
pita yang tidak sama menyingkirkan tersangka sebagai pelaku.
Ditemukannya metode penggandaan DNA secara enzimatik (metode Polymerase
Chain Reaction atau PCR) oleh kelompok Cetus, membuka lebih banyak kemungkinan
pemeriksaan DNA. Dengan metode ini bahan sampel yang amat minim jumlahnya tidak
lagi menjadi masalah karena DNAnya dapat diperbanyak jutaan sampai milyaran kali
lipat di dalam mesin yang dinamakan mesin PCR atau thermocycler. Dengan metode ini
waktu pemeriksaan juga banyak dipersingkat, lebih sensitif serta lebih spesifik pula. Pada
metode ini analisis DNA dapat dilakukan dengan sistim dotblot yang berbentuk bulatan
berwarna biru, sistim elektroforesis yang berbentuk pita DNA atau dengan pelacakan
urutan basa dengan metode sekuensing.

Pemeriksaan laboratoriun pada kasus kejahatan seksual


Pemeriksaan cairan mani

Semen merupakan cairan agak kental, berwarna putih kekuningan, keruh dan berbau
khas. Dapat mengandung/ tidak mengandung spermatozoa (pada azospermia).
Mengandung spermatozoa, sel-sel epitel, dan sel-sel lain yang tersuspensi dalam cairan
yang disebut plasma seminal yang mengandung spermin dan beberapa enzim seperti
fosfatase asam. Karena kekhasan kandungan zat ini, zat ini dapat digunakan untuk
menentukan apakah suatu cairan atau bercak adalah sperma atua bukan.
Bahan yang diambil dari tubuh korban:

21
Cairan mani dalam vagina untuk membuktikan adanya persetubuhan. Swab dilakukan
dengan bantuan spekulum. Dengan cotton but dilakukan swab pada forniks posterior
vagina dan permukaan mulut rahim.

Penentuan ada/ tidaknya spermatozoa


Tanpa pewarnaan

 Untuk melihat apakah ada spermatozoa yang masih bergerak


 Umumnya, dalam 2-3 jam setelah persetubuhan masih dapat ditemukan
spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang sampai 3-4
jam
 Cara pemeriksaan: satu tetes lendir vagina diletakan pada kaca obyek, dilihat
dengan pembesaran 500 x serta kondensor diturunkan. Perhatikan gerakan
sperma.
Dengan pewarnaan

 Dibuat sediaan apus dan difiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut
pada nyala api. Pulas dengan HE, methy lene blue atau malachite green
 Malachite green adalalh cara yang mudah dan baik digunakan.
o Warnai dengan larutan malachite green 1% selama 10-15 menit, lalu cuci
dengan air mengalir dan setelah itu lakukakn counterstain dengan Eosin
Yellowish 1% selama 1 menit, terakir cuci lagi dengan air
o Terlihat gambaran sperma: kepala (merah), leher( merah muda), ekor
(hijau)
Penentuan cairan mani (kimiawi)

Reaksi fosfatase asam

 Mendeteksi adanya enzim Fosfatase asam dalam bercak/ cairan


 Merupakan reaksi penyaring ada/ tidaknya mani, sehingga kharus dikonfirmasi
ulang lagi dengan menggunakan tes penentu
 Cara pemeriksaan : Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saringang telah
terlebih dahulu dibasahi dengan akuades selama beberapa menit. Kemudian kertas
saring diangkat dan disemprotkan dengan reagens.
(+) timbul warna ungu dalam waktu ± 30 detik

(+) palsu dapat ditemukan pada feses, air teh, kontraseptik, sari buah dan tumbuh-
tumbuhan.

Reaksi Berberio

 Dasar reaksi: menentukan adanya spermin dalam semen

22
 Merupakan reaksi penentu ada/ tidaknya mani
 Reagen yang digunakan larutan asam pikrat jenuh
(+) kristal spermin pikrat yang kekuning-kuningan berbentuk jarum dengan ujung
tumpul, kadang-kadang terdapat garis refraksi yang terletak longitudinal

Reaksi florence

 Dasar reaksi adalah untuk menentukan ada/ tidaknya kholin.


 Cara pemeriksaan: Ekstrak diletakan pada kaca obyek, biarkan mengering, tutup
dengan kaca penutup. Reagen dialirkan dengan pipet dibawah kaca penutup.

(+) kristal kholin-periodida berwarna cokelat, berbentuk jarum dengan ujung sering
terbelah.
(+) palsu ekstrak jaringan berbagai organ (putih telur, ekstrak seranggga) akan
memberikan warna serupa.
Pemeriksa bercak mani pada pakaian

Visual
Bercak manu berbatas tegas, dan lebih gelap dari sekitarnya, bercak yang sudah agak tua
berwarna agak kekuning-kuningan. Pada bahan tekstil yang tidak menyerap, bercak yang
segar akan menunjukkan permukaan mengkilap dan translusen, kemudian akan
mengering.
Dengan bantuan sinar Ultraviolet bercak semen akan menunjukkan warna putih

 Dengan bantuan lampu wood: dapat ditemukan bercak putih pada kulit/ tubuh
 Taktil
 Bercak mani terasa memberi kesan kaku seperti kanji
Pewarnaan baecchi

 Untuk mengetahui adanya spermatozoa pada bercak kain


 Dengan jarum diambil 1-2 helai benang, leyakkan pada gelas obyek dan diuraikan
sampai serabut-serabut saling terpisah. Tutup dengan gelas tutup dan balsem
kanada, periksa dengan mikroskop pembesaran 400 kali. Serabut pakaian tidak
mengambil warna, spermatozoa dengan kepala berwarna merah dan ekor merah
muda terlihat banyak menempel pada selaput benang.
Pemeriksaan pria tersangka
Cara lugol

23
 Kaca obyek ditempelkan dan ditekankan pada glans penis, terutama pada bagian
kolom, korona serta frenulum
 Kemudian letakkan dengan spesimen menghadap ke bawah dengan specimen
menghadap ke bawah dia atas tempat yang berisi larutan lugol dengan tujuan agar
uap iodium akan mewarnai sediaan tersebut. Hasik + menunjukan sel-sel epitel
vagina dengan sitoplasma berwarna cokelat karena mengandung banyak glikogen.
 Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari seorang wanita, perlu ditentukan
adanya kromatin seks (barr body).

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Perubahan Pasca Kematian


DEFINISI TANATOLOGI
Tanatologi merupakan ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan
kematian yaitu: definisi atau batasan mati, perubahan yang terjadi pada tubuh setelah
terjadi kematian dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.

Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi sirkulai dan
respirasi secara permanen (mati klinis). Dengan adanya perkembangan teknologi ada alat
yang bisa menggantikan fungsi sirkulasi dan respirasi secara buatan. Oleh karena itu
definisi kematian berkembang menjadi kematian batang otak. Brain death is death. Mati
adalah kematian batang otak.

DEFINISI MATI
Secara tradisional mati dapat didefinisikan secara sederhana yaitu berhentinya ketiga
sistem penunjang kehidupan sistem syaraf pusat, jantung dan paru secara permanent
(permanent cessation of life) ini yang disebut sebagai mati klinis atau mati somatis.
Tetapi dengan ditemukannya respirator maka disusunlah kriteria diagnostik baru yang
berdasarkan pada konsep “brain death is death”. Kemudian konsep inipun diperbaharui
menjadi “brain steem death is death” perbaikan ini berangkat dari pemikiran bahwa :
 Tidak dapat mendiagnosis brain death dengan memeriksa seluruh fungsi otak
dalam keadaan koma, mengingat fungsi-fungsi tertentu dari otak seperti melihat,
mencium, mendengar, fungsi serebeler dan beberapa fungsi korteks hanya dapat
diperiksa dalam keadaan kompos mentis.
 Proses brain death tidak terjadi secara serentak, tetapi bertahap mengingat
resistensi yang berbeda-beda dari berbagai bagian otak terhadap tidak adanya
oksigen. Dalam hal ini brain stem merupakan bagian yang paling tahan
dibandingkan dengan korteks dan talamus.
 Brain stem merupakan bagian dari otak yang mengatur fungsi vital, terutama
pernafasan.

ISTILAH MATI DALAM TANATOLOGI

24
1. Mati somatis (mati klinis)
Mati somatis terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan,
yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskuler dan sistem pernafasan secara
menetap (ireversibel).Secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks, EEG
mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerakan
pernafasan dan suara pernafasan tidak terdengar pada auskultasi.

2. Mati suri
Mati suri (suspend animation, apparent death) adalah terhentinya ketiga sistem
penunjang kehidupan yang ditentukan oleh alat kedokteran sederhana.Dengan alat
kedokteran yang canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut
masih berfungsi.Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur,
tersengat aliran listrik dan tenggelam.

3. Mati seluler (mati molekuler)


Mati seluler (mati molekuler) adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang
timbul beberapa saat setelah kematian somatis.Daya tahan hidup masing-masing
organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap
organ atau jaringan tidak bersamaan.Pengertian ini penting dalam transplantasi
organ. Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa susunan saraf pusat
mengalami mati seluler dalam empat menit, otot masih dapat dirangsang (listrik)
sampai kira-kira dua jam paska mati dan mengalami mati seluler setelah empat
jam, dilatasi pupil masih terjadi pada pemberian adrenalin 0,1 persen atau
penyuntikan sulfas atropin 1 persen kedalam kamera okuli anterior, pemberian
pilokarpin 1 persen atau fisostigmin 0,5 persen akan mengakibatkan miosis
hingga 20 jam paska mati. Kulit masih dapat berkeringat sampai lebih dari 8 jam
paska mati dengan cara menyuntikkan subkutan pilokarpin 2 persen atau asetil
kolin 20 persen, spermatozoa masih dapat bertahan hidup beberapa hari dalam
epididimis, kornea masih dapat ditransplantasikan dan darah masih dapat dipakai
untuk transfusi sampai enam jam pasca-mati.

4. Mati serebral
Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel, kecuali
batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem
pernafasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat.

5. Mati otak (batang otak)


Mati otak (batang otak) adalah bila terjadi kerusakan seluruh isi neuronal
intrakranial yang ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum.Dengan
diketahuinya mati otak (mati batang otak), maka dapat dikatakan seseorang secara

25
keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat
dihentikan.
Perubahan pada tubuh tersebut dapat timbul dini pada saat meninggal atau
beberapa menit kemudian.

Ada 2 fase perubahan post mortem yaitu fase cepat (early) dan fase lambat (late).
Perubahan cepat (early) :
- Tidak adanya gerakan.
- Jantung tidak berdenyut (henti jantung).
- Paru-paru tidak bergerak (henti nafas).
- Kulit dingin dan turgornya menurun.
- Mata tidak ada reflek pupil dan tidak bergerak.
- Suhu tubuh sama dengan suhu lingkungan lebam mayat (post mortal lividity).
- Lebam mayat.
Perubahan lambat (late) ;
- Kaku mayat (post mortal rigidity).
- Pembusukan (decomposition).
- Penyabunan (adipocere).
- Mummifikasi.

I. A. KAKU MAYAT (RIGOR MORTIS)


Rigor mortis adalah kekakuan pada tubuh setelah kematian yang disebabkan
karena tidak terdapat adenosine trifosfat (ATP) dalam otot. Pada saat awal
kematian, tubuh menjadi flaccid. Namun dalam 1 hingga 3 jam setelah itu,
kekakuan otot mulai meningkat dan terjadi imobilisasi pada sendi.1,3

Kelenturan otot setelah kematian masih dapat dipertahankan karena


metabolisme tingkat seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen
otot yang menghasilkan energi.Energi ini digunakan untuk mengubah ADP
menjadi ATP.Selama masih terdapat ATP maka serabut aktin dan myosin tetap
lentur. Bila cadangan glikogen dalam otot habis maka energi tidak tebentuk lagi,
aktin dan myosin akan menggumpal dan otot menjadi kaku. 1,4,5

26
Gambar 1: Sumber energi untuk kontraksi otot. Dikutip dari kepustakaan 2.

Otot membutuhkan pasokan energi dari ATP untuk berkontraksi karena


jumlah yang tersedia di otot hanya mampu untuk mempertahankan fungsi
kontraksi otot selama beberapa detik.Terdapat tiga jalur metabolisme yang
mempertahankan agar pasokan ATP dalam otot tetap tersedia yaitu sistem
fosfagen, sistem glikogen-asam laktat dan sistem aerobik. Ketika otot menjadi
anoksia maka suplai oksigen berkurang sehingga ATP tidak diproduksi sehingga
terjadi proses glikolisis aerobik sehingga meningkatkan kadar asam laktat dan
asam piruvat. Kadar glikogen dalam otot berkurang, pH seluler menjadi 6 dan
kadar ATP mulai berkurang. Normalnya, ATP berfungsi untuk menghambat
aktivitas pelekatan antara aktin dan myosin.4,6
Pada keadaan optimal, sistem fosfagen dapat menyediakan energi untuk
digunakan oleh otot untuk berkontraksi selama 10-15 detik, sistem glikogen asam
laktat menyediakan energi selama 30 hingga 40 detik dan sistem aerobik untuk
waktu yang tidak terbatas.4
Kaku mayat akan terjadi pada seluruh otot baik otot lurik maupun otot
polos dan bila terjadi pada otot anggota gerak, maka akan didapatkan suatu
kekakuan yang mirip atau menyerupai papan sehingga dibutuhkan tenaga untuk
melawan kekuatan tersebut.1
Kadar glikogen yang terdapat pada setiap otot berbeda-beda, sehingga
sewaktu terjadinya pemecahan glikogen menjadi asam laktat dan energi pada saat
terjadinya kematian somatik, akan menyebabkan adanya perbedaan kadar ATP
dalam setiap otot. Keadaan ini dapat menerangkan alasan kaku mayat mulai
tampak pada jaringan otot yang jumlah serabut ototnya sedikit.Kaku mayat
biasanya tampak pertama kali pada rahang dilanjutkan siku dan kemudian pada

27
lutut. Pada laki-laki, kaku mayat lebih hebat dibandingkan pada perempuan oleh
karena laki-laki memiliki massa otot yang lebih besar dibandingkan wanita.1,2

Pada rata-rata orang pada suhu ruangan yang biasa, rigor mortis biasanya
terlihat 2-4 jam setelah kematian. Dan biasanya terjadi rigor mortis sempurna
setelah meninggal.Tubuh mengalami rigor mortis sempurna ketika rahang, siku,
dan lutut sudah tidak dapat digerakkan lagi. Hal ini berlangsung 10-12 jam setelah
kematian pada suhu ruangan 70-750 F. Keadaan ini akan menetap 24-36 jam dan
setelah itu, kaku mayat akan mulai menghilang. 1,6
Rigor Mortis pada Otot Involunter 7

 Kontraksi muskulus erektor pilli (otot polos folikel rambut) bermanifestasi


sebagai goose bumps (cutis anserina). Hal ini menunjukkan mayat terpapar
suhu dingin setelah mati.
 Kontraksi vesikel seminalis (otot polos) setelah kematian menyebabkan
keluarnya cairan seminalis (semen). Dapat pula menunjukkan terjadinya
aktivitas seksual setelah kematian.
 Muskulus cilliaris pada iris mengubah ukuran pupil. Diameter pupil
berkisar antara 0,2-0,9 cm. Sisi luar pupil tidak selamanya berbentuk
sirkuler. Kedua pupil dapat berubah secara tersendiri dan memiliki ukuran
yang tidak sama. Namun demikian, ukuran pupil tidak dapat digunakan
untuk menentukan sebab kematian. Ukuran kedua pupil yang tidak sama
tidak menunjukkan terjadinya trauma kepala.
Kontraksi miokard ventrikel kiri menyebabkan dindingnya bertambah
tebal dan berisi sejumlah kecil darah.
Rigor Mortis pada Otot Volunter (Otot Skelet)7q

Rigor mortis pada otot skelet menyebabkan terjadinya kekakuan pada sendi.
Adapun beberapa proses yang terjadi selanjutnya yaitu :

 Initial flaccidity (kecuali instantaneous rigor)


Terdapat sejumlah ATP yang cukup pada awal fase postmortem yang
mengakibatkan otot-otot mengalami relaksasi dan sendi menjadi
lemas.Fase ini berkisar antara 0,5-7 jam (rata-rata sekitar 3 + 2 jam).
 Onset
Rigor terjadi secara bersamaan di semua otot, tetapi terjadi lebih cepat
pada kelompok otot yang lebih kecil.Perubahan rigor mortis tidak terjadi
secara konstan dan simetris.Rigor dimulai dari rahang, selanjutnya ke
ekstremitas superior dan akhirnya ke ekstremitas inferior. Waktu yang
dibutuhkan untuk terjadinya rigor secara keseluruhan di semua sendi
bervariasi mulai dari 2 hingga 20 jam. Seseorang yang mati dalam

28
keadaan supine menunjukkan sedikit fleksi pada siku dan lutut.Rigor
bertahan selama 24-96 jam.
 Resolusi (secondary flaccidity)
Rigor mulai berkurang dan bahkan menghilang saat terjadi denaturasi
hubungan aktin-myosin dan dimulainya dekomposisi.Waktu yang
dibutuhkan sekitar 24-192 jam.

Umumnya rigor mortis awalnya terlihat di otot wajah dan menyebar ke


dada, ekstremitas lalu ke seluruh tubuh.Pola menghilangnya rigor mortis juga
mengikuti urutan munculnya. Awalnya menghilang di wajah lalu kemudian
menyebar ke dada dan ekstremitas.2

Gambar 4 :Rigor Mortis yang ditemukan pada mayat 2 hari setelah kematian.
Dikutip dari kepustakaan 3.

Bentuk - Bentuk dari Kekakuan yang Menyerupai Rigor Mortis

a. Cadaveric Spasm
Cadaveric spasm terjadi pada kematian yang disebabkan jika seseorang
berada ditengah aktifitas fisik atau emosi yang kuat, yang kemudian
menuntun pada kekakuan post – mortem instan yang sedikit kurang dapat
dipahami.Hal ini harus diawali dengan aktifitas saraf motorik, tetapi beberapa
alasan mengatakan terdapat kegagalan relaksasi normal. Fenomena biasanya
terjadi hanya pada 1 daerah otot, contohnya otot fleksor tangan, dibanding
seluruh tubuh. sesungguhnya merupakan kaku mayat yang timbul dengan
intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer. Penyebabnya
adakah akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat
pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum
meninggal.

29
Keuntungannya, kebanyakan penyidik dapat mengetahui saat seseorang
diduga mati dibunuh atau bunuh diri saat melihat tangannya yang
menggenggam senjata. Jika menemukan korban yang tenggelam, atau jatuh
dari ketinggian, hal ini memiliki nilai yang memastikan bahwa orang tersebut
masih hidup saat dia jatuh, dengan demikian hal ini membedakan pada
korban post – mortem yang dibuang.

Rigor Mortis Cadaveric Spasm


Onset Dikarenakan perubahan otot Keadaan lanjut dari kontraksi
sesudah kematian seluler, otot sesudah mati, dimana otot
didahului dengan primary dalam kondisi mati seketika
flaccidity
Otot yang Semua otot dalam tubuh Otot tertentu, sesuai keadaan
terlibat kontraksi saat mati
Intensity Moderate Sangat kuat
Durasi 12 – 24 jam Beberapa jam, sampai
digantikan posisinya oleh rigor
mortis
Faktor - Rangsangan, ketakutan,
predisposisi kelelahan
Mekanisme Penurunan ATP dibawah level Tidak diketahui
pembentukan kritis
Hubungan Mengetahui waktu kematian Mengetahui cara kematian, bisa
medikolegal karena bunuh diri, kecelakaan,
atau pembunuhan
Tabel 3. Perbedaan antara rigor mortis dengan cadaveric spasm

II.B. LEBAM MAYAT (LIVOR MORTIS)


Lebam mayat atau livor mortis adalah salah satu tanda postmortem yang
cukup jelas. Biasanya disebut juga post mortem hypostasis, post mortem
lividity, post mortem staining, sugillations, vibices, dan lain – lain. Kata
hypostasis itu sendiri mengandung arti kongesti pasif dari sebuah organ atau
bagian tubuh.

Lebam terjadi sebagai akibat pengumpulan darah dalam pembuluh –


pembuluh darah kecil, kapiler, dan venula, pada bagian tubuh yang
terendah.Dengan adanya penghentian dari sirkulasi darah saat kematian,
darah mengikuti hukum gravitasi.Kumpulan darah ini bertahan sesuai pada
area terendah pada tubuh, memberi perubahan warna keunguan atau merah

30
keunguan terhadap area tersebut.Darah tetap cair karena adanya aktivitas
fibrinolisin yang berasal endotel pembuluh darah.

Timbulnya livor mortis mulai terlihat dalam 30 menit setelah kematian


somatis atau segera setelah kematian yang timbul sebagai bercak keunguan.
Bercak kecil ini akan semakin bertambah intens dan secara berangsur –
angsur akan bergabung selama beberapa jam kedepan untuk membentuk
area yang lebih besar dengan perubahan warna merah keunguan. Kejadian
ini akan lengkap dalam 6 -12 jam. Sehingga setelah melewati waktu
tersebut, tidak akan memberikan hilangnya lebam mayat pada penekanan.
Sebaliknya, pembentukan livor mortis ini akan menjadi lambat jika terdapat
anemia, kehilangan darah akut, dan lain – lain.

Besarnya lebam mayat bergantung pada jumlah dan keenceran dari darah.
Darah akan mengalami koagulasi spontan pada semua kasus sudden death
dimana otopsi dilakukan antara 1 jam. Koagulasi spontan ini mungkin akan
hilang paling cepat 1,5 jam setelah mati. Tidak adanya fibrinogen pada
darah post mortem akan menyebabkan tidak terjadinya koagulasi spontan.
Fibrinolisin didapatkan dari darah post mortem hanya bertindak pada fibrin,
bukan pada fibrinogen. Fibrinolisin bertindak dengan mengikatkan dirinya
pada bekuan yang baru dibentuk dan kemudian akan lepas menjadi cairan
bersama bekuan yang hancur. Fibrinolisin dibentuk oleh sel endotel dalam
pembuluh darah.

Distribusi lebam mayat bergantung pada posisi mayat setelah kematian.


Dengan posisi berbaring terlentang, maka lebam akan jelas pada bagian
posterior bergantung pada areanya seperti daerah lumbal, posterior
abdomen, bagian belakang leher, permukaan ekstensor dari anggota tubuh
atas, dan permukaan fleksor dari anggota tubuh bawah. Area – area ini
disebut juga areas of contact flattening. Dalam kasus gantung diri, lebam
akan terjadi pada daerah tungkai bawah, genitalia, bagian distal tangan dan
lengan. Jika penggantungan ini lama, akumulasi dari darah akan membentuk
tekanan yang cukup untuk menyebabkan ruptur kapiler subkutan dan
membentuk perdarahan petekiae pada kulit. Dalam kasus tenggelam, lebam
biasa ditemukan pada wajah, bagian atas dada, tangan, lengan bawah, kaki
dan tungkai bawah karena pada saat tubuh mengambang, bagian perut lebih
ringan karena akumulasi gas yang cukup banyak kuat dibanding melawan
kepala atau bahu yang lebih berat. Ekstremitas badan akan menggantung
secara pasif. Jika tubuh mengalami perubahan posisi karena adanya
perubahan aliran air, maka lebam tidak akan terbentuk.

31
Lebam mayat lama kelamaan akan terfiksasi oleh karena adanya kaku
mayat. Pertama – tama karena ketidakmampuan darah untuk mengalir pada
pembuluh darah menyebabkan darah berada dalam posisi tubuh terendah
dalam beberapa jam setelah kematian. Kemudian saat darah sudah mulai
terkumpul pada bagian – bagian tubuh, seiring terjadi kaku mayat.Sehingga
hal ini menghambat darah kembali atau melalui pembuluh darahnya karena
terfiksasi akibat adanya kontraksi otot yang menekan pembuluh darah.Selain
itu dikarenakan bertimbunnya sel – sel darah dalam jumlah cukupbanyak
sehingga sulit berpindah lagi.
Biasanya lebam mayat berwarna merah keunguan.Warna ini bergantung
pada tingkat oksigenisasi sekitar beberapa saat setelah kematian. Perubahan
warna lainnya dapat mencakup:

- Cherry pink atau merah bata (cherry red) terdapat pada keracunan oleh
carbonmonoksida atau hydrocyanic acid.
- Coklat kebiruan atau coklat kehitaman terdapat pada keracunan kalium
chlorate, potassium bichromate atau nitrobenzen, aniline, dan lain – lain.
- Coklat tua terdapat pada keracunan fosfor.
- Tubuh mayat yang sudah didinginkan atau tenggelam maka lebam akan
berada didekat tempat yang bersuhu rendah, akan menunjukkan bercak pink
muda kemungkinan terjadi karena adanya retensi dari oxyhemoglobin pada
jaringan.
- Keracunan sianida akan memberikan warna lebam merah terang, karena
kadar oksi hemoglobin (HbO2) yang tinggi.

Patomekanisme livor mortis :

32
Orang meninggal ------> Jantung berhenti bekerja ------> Sirkulasi darah
terhenti ------> Pengendapan butir darah dalam kapiler dalam letak rendah
------> butir darah terkoagulasi ------> Hemolisis

Lebam Mayat Memar


Lokasi Bagian tubuh terbawah Dimana saja
Permukaan Tidak menimbul Bisa menimbul
Batas Tegas Tidak tegas
Warna Kebiru – biruan atau merah Diawali dengan merah yang lama
keunguan, warna spesifik pada kelamaan berubah seiring
kematian karena kasus bertambahnya waktu
keracunan
Penyebab Distensi kapiler – vena Ekstravasasi darah dari kapiler
Efek Bila ditekan akan memucat Tidak ada efek penekanan
penekanan
Bila dipotong Akan terlihat darah yang Terlihat perdarahan pada jaringan
terjebak antara pembuluh
dengan adanya koagulasi atau darah
darah, tetesan akan perlahan –
cair yang berasal dari pembuluh
lahan yang ruptur
Mikroskopis Unsur darah ditemukan diantara
Unsur darah ditemukan diluar
pembuluh darah dan tidak pembuluh darah dan tampak bukti
terdapat peradangan peradangan
Enzimatik Tidak ada perubahan Perubahan level dari enzim pada
daerah yang terlibat
Kepentingan Memperkirakan waktu kematian Memperkirakan cedera, senjata yang
medicolegal dan posisi saat mati digunakan

II.C.PENURUNAN SUHU TUBUH (ALGOR MORTIS)


Pada saat sel masih hidup ia akan selalu menghasilkan kalor dan energi.
Kalor dan energi ini terbentuk melalui proses pembakaran sumber energi seperti
glukosa, lemak, dan protein. Sumber energi utama yang digunakan adalah
glukosa.Satu molekul glukosa dapat menghasilkan energi sebanyak 36 ATP yang
nantinya digunakan sebagai sumber energi dalam berbagai hal seperti transpor
ion, kontraksi otot dan lain-lain.Energi sebanyak 36 ATP hanya menyusun sekitar
38% dari total energi yang dihasilkan dari satu molekul glukosa. Sisanya sebesar
62% energi yang dihasilkan inilah yang dilepaskan sebagai kalor atau panas.10

33
Gambar 6: Glukogenesis. Dikutip dari kepustakaan 10.

Sesudah mati, metabolisme yang menghasilkan panas akan terhenti


sehingga suhu tubuh akan turun menuju suhu udara atau medium di sekitarnya.
Penurunan ini disebabkan oleh adanya proses radiasi konduksi, dan pancaran
panas. Proses penurunan suhu pada mayat ini biasa disebut algor mortis. Algor
mortis merupakan salah satu perubahan yang dapat kita temukan pada mayat yang
sudah berada pada fase lanjut post mortem.10

Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat dengan bentuk
sigmoid. Hal ini disebabkan ada 2 faktor, yaitu :10
1. Masih adanya sisa metabolisme dalam tubuh mayat, yakni karena masih
adanya proses glikogenolisis dari cadangan glikogen yang disimpan di
otot dan hepar.
2. Perbedaan koefisien hantar sehingga butuh waktu yang mencapai tangga
suhu.

Pada jam-jam pertama penurunannya sangat lambat tetapi sesudah itu


penurunan menjadi lebih cepat dan pada akhirnya menjadi lebih lambat kembali.
Jika dirata-rata maka penurunan suhu tersbut antara 0,9 sampai 1 derajat celcius
atau sekita 1,5 derajat Farenheit setiap jam, dengan catatan penurunan suhu
dimulai dari 37 derajt celcius atau 98,4 derajat Farenheit sehingga dengan dapat
dirumuskan cara untuk memperkirakan berapa jam mayat telah mati dengan
rumus (98,4oF- suhu rektal oF) : 1,5oF. Pengukuran dilakukan per rektal dengan
menggunakan termometer kimia (long chemical termometer). Terdapat dua hal
yang mempengaruhi cepatnya penurunan suhu mayat ini yakni:9

34
Faktor yang mempengaruhi penurunan suhu mayat :

 Temperatur dari tubuh saat mati.


Dalam beberapa kasus, seperti kematian karena asfiksia, emboli lemak dan
air, heat stroke, beberapa infeksi, reaksi obat, perdarahan cerebral, atau
saat tubuh ditinggalkan berada di dekat api atau saat tubuh berada dalam
bak mandi hangat, maka temperatur akan meningkat. Sebaliknya penyakit
degenerasi seperti cholera, gagal jantung kongestif, paparan terhadap suhu
dingin, perdarahan banyak, maka temperatur akan menurun.
 Perbedaan temperatur tubuh dan lingkungan.
Pada daerah dingin, penurunan suhu paling sedikit 1,5 derajat Fahrenheit
per jam dan pada daerah tropis, penurunan suhu paling sedikit 0,75 derajat
Fahrenheit per jam. Selain itu, didalam air, kehilangan suhu melalui
konduksi dan konveksi.Pada kasus udara, kehilangan suhu dapat melalui
konduksi (saat bagian dari badan bersentuhan dengan tanah atau suatu
material), konveksi (evaporasi dari cairan tubuh) dan sebagian
radiasi.Pada kasus yang dikubur, penurunan hanya melalui konduksi.
Disamping itu, penguburan pada tanah berbatu kering akan
mempertahankan panas tubuh lebih lama dibanding terkena udara dan
tubuh yang dilempar ke timbunan sampah atau comberan, suhunya akan
lebih cepat turun sedikit dibanding dibiarkan di udara terbuka. Flora
normal atau belatung dapat meningkatkan temperatur tubuh.
 Keadaan fisik tubuh serta adanya pakaian atau penutup mayat.
Tebalnya jaringan lemak dan jaringan otot serta ketebalan pakaian yang
menutupi tubuh mayat akan mempengaruhi kecepatan penurunan suhu.
Konduksi dan konveksi secara signifikan diturunkan oleh adanya
pakaian.Pakaian yang terbuat dari sutera, wol, atau serat sintetik berperan
dalam menurunkan suhu. Pakaian basah akan mempercepat pendinginan
karena terdapat uptake panas untuk evaporasi.

 Ukuran tubuh.
Anak – anak dan orang dewasa dengan badan kecil akan mengalami
pendinginan yang lebih cepat daripada orang dewasa yang berukuran lebih
besar. Jumlah dari lemak subkutan dan lemak preperitoneal berperan
dalam menentukan cepat lambatnya proses pendinginan. Tubuh seorang
yang kurus akan lebih cepat mendingin karena luas permukaan tubuhnya
yang kecil dan kurangnya lemak.
 Aliran udara dan kelembapan.
Udara disekitar tubuh bertindak sebagai medium pemindah suhu. Dalam
beberapa kondisi, udara hangat biasanya menyelimuti permukaan tubuh
dengan demikian akan memblok perubahan temperatur. Pergerakan udara

35
pada permukaan tubuh membawa udara dingin yang mempunyai kontak
langsung pada tubuh yang mendorong hilangnya panas. Udara yang
lembab akan mengalirkan panas lebih cepat dibanding yang kering.
 Post mortem caloricity.
Adalah kondisi dimana terjadi peningkatan temperatur tubuh sesudah mati
sebagai pengganti akibat pendinginan tubuh tersebut. Walaupun proses
glikogenolisis post mortem yang berlangsung pada kebanyakan tubuh
sesudah mati, dapat memproduksi kira – kira 140 kalori yang akan
meningkatkan suhu tubuh temperatur 2 derajat celcius.

Rumus perkiraan saat kematian berdasarkan penurunan suhu mayat pada suhu
lingkungan sebesar 70 derajat Fahrenheit (21 derajat celcius), adalah sebagai
berikut :

Saat Kematian = 98,6 o F – Suhu Rektal


1,5

Secara umum 1,5 o F / 1 o C per jam, teori lain : 0,8 o F per jam. 1,5 o F / 1 o C per
jam 6 jam pertama, 1 o F jam 6 kedua, 0,6 o F per jam 6 jam ketiga, setelah 12 jam
mencapai suhu sama dengan suhu lingkungan (untuk kulit). Sedangkan untuk
organ – organ dalam : 24 jam baru bias sama dengan suhu lingkungan. Bila
tenggelam / dalam air : 6 jam sudah mencapai suhu lingkungan.

II.D.PEMBUSUKAN

Dalam pembusukan terjadi dua proses yaitu autolysis dan putrefaction.


Pembusukan adalah proses penghancuran dari jaringan tubuh yang terjadi setelah
kematian akibat aktivitas bakteri dan enzim.1

Autolisis
Penghancuran jaringan adalah hasil dari proses enzim endogenous yang
dikenal sebagai proses autolysis. Autolysis adalah pelunakan dan pencairan
jaringan yang terjadi dalam keadaan steril.Autolisis timbul akibat kerja digestif
oleh enzim yang dilepaskan sel pasca mati dan hanya dapat dicegah dengan
pembekuan jaringan.1,2

Pada autolisis terjadi pelepasan enzim yang berasal dari pankreas dan asam
lambung yang berasal dari lambung.Pankreas menghasilkan banyak enzim
pencernaan diantaranya adalah amylase, lipase, dan tripsinogen.Pada kematian,
enzim ini dilepaskan oleh sel eksokrin dari pancreas dan enzim ini mencernakan
dirinya sendiri (terjadi autodigesti).Lambung terdiri dari banyak sel yang
menghasilkan enzim dan asam hidroklorida yang berperan penting dalam

36
pencernaan.Ketika meninggal, pepsinogen dan asam hidroklorida dilepaskan dari
sel lambung dan memberikan autodigesti dari mukosa lambung itu sendiri
(gastromalasia). Jika hal ini berlangsung terus menerus, maka akan menyebabkan
perforasi dari lambung. Proses yang sama juga terjadi pada esophagus akibat dari
relaksasi sphincter esophagus sehingga cairan dari lambung masuk ke esophagus
(esofagomalasia). Akibat gastromalasia dan esofagomalasia, akan menyebabkan
perembesan isi cairan lambung ke cavum abdomen sehingga menyebabkan
penghancuran struktur organ sekitar.7

Ketika sel tubuh mencapai fase akhir dari proses autolisis, suasana lingkungan
sekitar menjadi anaerobik. Pada saat ini, bakteri normal pada tubuh akan mulai
berkembang dan mengancurkan jaringan tubuh dengan memproduksi asam, gas
dan bahan-bahan organic (fase putrefaction).7

Putrefaction
Sedangkan putrefaction adalah pembusukan yang disebabkan oleh aktivitas
bakteri.Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh
segera masuk ke jaringan.Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut
untuk bertumbuh.Sebagian besar bakteri berasal dari usus dan traktus
respiratorius.Bakteri ini merupakan bakteri anaerobik yang memproduksi spora,
bakteri yang berbentuk coliform, mikrokokus, dan golongan proteus. Peningkatan
kadar organism anaerobik disebabkan karena peningkatan kadar ion hidrogen
dalam jaringan yang terjadi bersamaan dengan penurunan kadar oksigen. 1,7

Tanda awal dari proses pembusukan (putrefaction) yang terjadi adalah


munculnya warna kehijauan pada kulit yang sering ditemukan pada kuadran
bawah abdomen, dan biasanya tampak juga pada periumbilikus dan bagian
abdomen kiri bawah. Hal ini dapat terlihat 36 hingga 72 jam setelah kematian
pada suhu sekitar 70oF. Warna kehijauan disebabkan karena penyebaran bakteri
dari caecum yang kemudian menyebar ke kuadran abdomen lainnya, dada,
anggota gerak, lalu wajah. Pada proses pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana,
H2S dan HCN, serta asam amino dan asam lemak.Hasil dari putrefaction adalah
udara, cairan, dan garam. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulf-
met-hemoglobin dimana H2S yang berasal dari pemecahan protein akan bereaksi
dengan Hb, membentuk Hb-S dan Fe-S. Secara bertahap warna kehijauan ini akan
menyebar ke seluruh perut dan dada, dan bau busuk pun mulai tercium. Pembuluh
darah bawah kulit akan tampak seperti melebar dan berwarna hijau kehitaman. 1,8

37
Gambar 7: Terjadi perubahan warna kulit menjadi lebih kehijauan terutama pada
daerah perut. Dikutip dari kepustakaan 3.

Pada keadaan ini, kulit tampak lebih licin dan tampak vesikel dan bulla
yang multipel. Kulit ari kemudian akan dengan mudah terlepas bila tergeser atau
tertekan. Dalam minggu kedua akan terbentuk gelembung-gelembung
pembusukan yang merupakan kelanjutan dari perubahan kulit ari diatas.
Gelembung-gelembung tersebut berisi cairan berwarna merah kehitaman yang
disertai dengan bau pembusukan, yang bila dipecahkan akan tampak kulit pada
dasar gelembung tersebut licin dan berwarna merah jambu. Kulit tampak lebih
mudah terkelupas bagian epidermisnya. Selain itu, rambut pada daerah kulit ini
juga akan lebih mudah mengalami kerontokan. 1,8

Gambar 8: Tampak kulit yang licin disertai dengan vesikel dan bulla yang telah
pecah. Dikutip dari kepustakaan 3.

38
Patomekanisme pembusukan.

Terdapat dua proses yang mempengaruhi terjadinya pembusukan yaitu adiposera


dan mumifikasi :

 Adiposera
Adiposera adalah terbentuknya bahan berwarna keputihan, lunak, atau
berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh
paskamati.1Adiposera terutama terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang
terbentuk dari hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga
terbentuk asam lemak jenuh pasca mati yang tercampur dengan sisa-sisa otot,
jaringan ikat, jaringan saraf yang termumifikasi, dan kristal-kristal sferis
dengan gambaran radial.1
Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan
hingga bertahun-tahun, sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab
kematian masih dapat dimungkinkan. Faktor-faktor yang mempermudah
terbentuknya adiposera adalah kelembapan dan lemak tubuh yang
cukup.1Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera karena derajat
keasaman dan dehidrasi jaringan bertambah. 1

39
Gambar 10 : Kulit tampak sebagai “soap like apperance” (saponifikasi).
Dikutip dari kepustakaan 3.

 Mumifikasi
Mumifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang
cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat
menghentikan pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering,
berwarna gelap, berkeriput, dan tidak membusuk karena kuman tidak dapat
berkembang pada lingkungan yang kering. Mumifikasi terjadi bila suhu
hangat, kelembapan rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi dan
waktu yang lama.1

Grafik di bawah ini menunjukkan perubahan post mortal yang dikaitkan dengan
saat kematian:2

40
II. PENENTUAN WAKTU KEMATIAN YANG TERKINI

 Forensik Entomologi

Aktivitas serangga juga dapat digunakan untuk memperkirakan saat


kematian yaitu dengan menentukan umur serangga yang biasa ditemukan pada
jenazah. Lalat pemakan bangkai (Zoosaprofag) biasanya digunakan dalam
entomologi forensik, untuk penentuan umur suatu mayat karena serangga
tersebut sering ditemukan pada mayat, contoh Famili Calliphoridae,
Sarcopagidae, Staphilinidae, Histeridae dan Silphidae. Serangga yang tertarik
pada mayat, secara umum dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok:
pertama, spesies nekrofagus; yang memakan jaringan tubuh mayat, kedua
kelompok predator dan parasit; yang memakan serangga nekrofagus dan
kelompok terakhir adalah kelompok spesies omnivore yang memakan baik
jaringan tubuh mayat dan juga memakan serangga lain. Dari tiga kelompok ini,
kelompok spesies nekrofagus adalah kelompok spesies yang paling penting
dalam membantu membuat perkiraan saat kematian. Sejalan dengan proses
pembusukan, beberapa generasi serangga dapat menetap pada tubuh mayat.
Berbagai faktor seperti derajat pembusukan, penguburan, terendam dalam air,
proses mumifikasi dan kondisi geografi dapat menentukan kecepatan
kerusakan tubuh mayat, dan berapa tipe serangga dan berapa generasi serangga
yang dapat ditemukan.11
Lalat adalah serangga yang paling umum diasosiasikan dengan
pembusukan.Lalat cenderung menempatkan telurnya dalam orificium tubuh

41
atau pada luka terbuka. Kecenderungan ini kemudian akan mengakibatkan
berubahnya bentuk luka dan bahkan hancurnya daerah sekitar luka. Telur lalat
umumnya terdeposit pada mayat segera setelah kematian pada siang hari.Bila
mayat tidak dipindahkan dan hanya telur yang ditemukan dari mayat, maka
dapat diasumsikan bahwa waktu kematian berkisar antara 1 sampai 2
hari.Angka ini sedikit variatif, tergantung pada temperature, kelembapan dan
spesies lalat.Setelah menetas, larva berkembang lebih besar hingga akhirnya
mencapai tahap pulpa.Tahap ini dapat memakan waktu 6 sampai 10 hari pada
kondisi tropis biasa.Lalat dewasa keluar dari pulpa pada 12 sampai 18 hari.
Harus diingat bahwa banyak variable yang mempengaruhi perkembangan
serangga, karenanya dari opini para penulis, suatu usaha memperkirakan saat
kematian dengan menggunakan metode dari entomologi, harus dibantu oleh
seorang ahli entomologi medik.11

Dalam perkembangannya dari telur menjadi dewasa, serangga ada yang


menjalani metarmorphosis lengkap dan ada yang menjalani metarorphosis
tidak lengkap.Pada metarmorphosis tidak lengkap, versi kecil Dari serangga
dewasa menetas dari telur.Serangga bertahap ini secara bertahap matang
menjadi bentuk dewasa.Pada metarmorphosis lengkap, serangga menetas dari
telur sebagai larva.Larva ini memiliki bentuk yang amat berbeda dengan
bentuk dewasanya.Setelah beberapa waktu larva memasuki fase istirahat, yang
disebut pupa.Dari pupa serangga keluar sebagai serangga telah terbentuk
sesuai anatomi dan histology serangga dewasa.1

Metarmorphosis lengkap lalat.Dikutip dari kepustakaan 12.

42
Gambar 12: Wajah yang ditutupi dengan larva. Dikutip dari kepustakaan

 HUMOR VITREUS
Memperkirakan saat mati secara kimia dalam humor vitreus sudah pernah
dicoba selama 30 tahun belakangan ini, walaupun tidak pernah diterima sebagai
pemeriksaan rutin. Dasar pemikiran dari digunakannya humor vitreus dalam
penentuan saat mati ialah karena cairan ini bebas terkontaminasi dari darah,
bakteri dan produk-produk autolisa postmortem bila dibandingkan dengan LCS.
Sebenarnya banyak yang dapat dinilai untuk penentuan saat mati melalui humor
vitreus, seperti mengukur kadar asam askorbat, konsentrasi asam piruvat,
hypoxanthine,glukosa dan potassium, tetapi yang paling banyak dipakai sebagai
penentuan saat mati adalah kadar potassium dalam humor vitreus.Pengikut
pengikut Jaffe adalah yang pertama kali memperkenalkan peningkatan kadar
potassium dan menghubungkannya dengan saat kematian, dan John Coe adalah
forensik patologis yang berpengalaman dalam hal ini. Sesudah kematian,
potassium interseluler menembus masuk kedalam retina melalui membran sel
yang setelah kematian menjadi membran yang permeable, dan kemudian masuk
kedalam corpus vitreus. Disini terdapat peningkatan yang nyata dan progressif
dari konsentrasi potassium sesudah mati, tetapi masih menjadi perdebatan apakah
peningkatan ini secara linear atau bifasik. Cara pengambilan humor vitreus ini
tidaklah sulit, hanya dibutuhkan 2 ml dari tiap mata dengan jarum lunak syringe
no 20. Sering didapati perbedaan kadar potassium mata kiri dan mata kanan
dalam satu individu. Selain itu bila aspirasinya dilakukan secara paksa atau terlalu
dekat dengan retina dapat mengubah nilai dari hasil pemeriksaan oleh karena
potassium mencapai vitreus dengan jalan menembus retina. Pengaruh suhu juga
masih menjadi perdebatan yang penting.13

Elektrolit lain yang dapat diperiksa dari humor vitreus adalah konsentrasi
sodium dan chlorida, dimana konsentrasi elektolit - elektrolit ini megalami
penurunan sesudah kematian, dan ini dapat digunakan untuk memeriksa
reabilitasnya satu sama lain, misalnya kadar potassium adalah < 15 mmol/l maka
kadar sodium dan chlorida dapat diperkirakan, dimana penurunan chlorida kurang

43
dari 1 mmol/l/jam dan sodium adalah 0.9 mmol/l/jam, sehingga
penurunan sodium disini tidak signifikan pada beberapa jam pertama, berbeda
dengan potassium yang peningkatannya terjadi secara bermakna. Sturner
menemukan cara pengukuran yang paling populer dalam penentuan potassium
vitreus untuk penentuan saat mati dengan menggunakan rumus :13

7,4 x konsentrasi potassium (mEq/L)- 3,91

Teknik analisa yang digunakan untuk menentukan potassium sering


memberi hasil yang berbeda pula, sebagai contoh Coe pada tahun 1985
mengatakan bahwa penggunaan metode flame fotometrik memberikan nilai 5
mmol/l kurang untuk sodium , 7 mmol/l kurang untuk potassium dan 10 mmol/l
kurang untuk chloride bila dibandingkan dengan pemeriksaan dengan
menggunakan methode specifik electrode yang modern. Pada orang yang
mengalami saat mati yang lama seperti pada penyakit-penyakit kronis dengan
retensi nitrogen memberi hasil yang berbeda bila dibandingkan dengan sudden
death, agaknya gangguan elekrolit premotral pada pasien juga mempengaruhi
hasil pemeriksaan. Hasil dari pemeriksaan dengan mengunakan flame fotometri
dalam mmol/l bila sodium >155 ,chloride > 135, dan urea > 40 ini dipercaya
sebagai indiksasi dari dehidrasi antemortem. Bila sodium dan choride adalah
normal tetapi kelebihan urea adalah 150, diagnosis uremia dapat diterima. Angka
ini berbeda dengan dekomposisi postmortem dimana konsentrasi sodium adalah
< 130, chloride < 105 dan potassium >20 mellitus. Problem umum yang sering
ditemukan dalam autopsi adalah mendiagnosa diabetes yang tidak terkontrol dan
hypoglikemia, glukosa pada cairan vitreus biasanya turun setelah kematian dan
akan mencapai angka nol dalam beberapa jam. Coe pada tahun 1973
melakukan 6000 analisa , dan dia mendapatkan glukosa vitreus yang lebih dari
11.1 mmol/l adalah indikator yang tidak variable dari diabetes gula darah rendah
antemortem. Sturner pada tahun 1972 menghubungkan adanya kadar glukosa
vitreus yang kurang dari 1.4 mmol/l marupakan petunjuk adanya gula darah yang
rendah antemortem, tetapi berapapun konsentrasinya interprestasi ini tidak
reliable untuk dapat digunakan sebagai pegangan. Pada hipotermia terdapat juga
peningkatan glukosa vitreus tetapi tidak lebih besar dari 11.1 mmol/l.13

 PENGOSONGAN ISI LAMBUNG

Banyak para pathologis memperdebatkan penggunaan isi lambung sebagai


pengukuran saat mati dan menghubungkannya dengan saat makan terakhir
sebelum terjadi kematian. Dasar dari metode pengosongan lambung sebagai
penentuan saat mati adalah bahwa makanan hampir mempunyai waktu yang

44
sama di lambung sebelum dilepaskan dan masuk kedalam duodenum yang secara
fisik sudah diubah oleh asam lambung , yang diukur pada saat makanan itu
ditelan. Adelson mengatakan secara fisiologis biasanya makanan ringan
meninggalkan lambung dalam 1,5 jam sampai 2 jam sesudah makan, makanan
yang jumlahnya sedang membutuhkan waktu 3 sampai 4 jam untuk meninggalkan
lambung, dan untuk makanan berat memerlukan waktu 4 sampai 6 jam sebelum
seluruhnya dikeluarkan kedalam duodenum. Makanan biasanya mencapai distal
ileum antara 6 sampai 8 jam sesudah makan. Modi memberi batasan 4 sampai 6
jam untuk makan daging dan sayuran dan 6 sampai 7 jam untuk makanan biji-
bijian dan kacang-kacangan. Akan tetapi semua nilai-nilai ini adalah sangat
bervariasi dari tiap individu. Metode terbaru dengan menggunakan teknik
radioisotop dalam penelitian mengenai pengosongan lambung memperlihatkan
hal-hal yang menarik. Bila makanan padat dimakan bersama dengan air maka air
akan meninggalkan lambung lebih cepat terlepas dari sifat atau kandungan kalori
dari bagian yang padat. Akan tetapi cairan yang mengandung kalori ternyata
tinggal lebih lama dalam lambung.13
Pengalaman menunjukan bahwa waktu pengosongan lambung ini tidaklah
konstan, waktu pengosongan lambung yang lama tidak hanya disebabkan oleh
penyakit dalam saluran cerna saja tetapi juga oleh faktor-faktor psikologis atau
trauma fisik terutama yang mengenai kepala.13

 PERTUMBUHAN RAMBUT

Pengetahuan mengenai rata-rata tumbuh rambut mula memberi petunjuk


dalam membuat perkiraan kapan saat cukur terakhir.Sejak rambut berhenti
pertumbuhannya pada saat kematian maka panjang dari jenggot mayat mungkin
dapat menjadi pemikiran tentang lamanya waktu antara kematian dan cukur
terakhir. Gonzales dkk, pada tahun 1954 mengatakan rata-rata pertumbuhan
rambut adalah 0,4 mm/hari, sedangkan Balthazard seperti yang dikutip oleh
Derobert dan Le Breton tahun 1951 mengatakan rata-rata pertumbuhan rambut
adalah 0,5 mm/hari, dan menurut Glaister pada tahun 1973 adalah 1-3
mm/minggu, akan tetapi pada tiap2 individu mempunyai perbedaan dalam rata
pertumbuhan dalam area yang sama, juga variasi rata-rata dari satu tempat ke
tempat lain di muka dan juga berbeda dari satu individu ke individu yang lain.
Selain itu variasi musim atau iklim mempengaruhi metabolisme dari tubuh itu
sendiri. Pada pria rata-rata pertumbuhan rambut pipi adalah 0,25 mm/hari dalam
bulan agustus-oktober di antartica, akan tetapi pada temperatur iklim di Lautan
Pasifik dalm bulan April adalah 0,325 mm.13

45
Pertumbuhan panjang jenggot diukur dengan mencukur mayat, dan
diletakkannya di atntara slide dan gelas objek yang kemudian diukur dibawah
mikroskop 80% dari rambut-rambut ini aka menunjukkan panjang yang sama.13

Observasi terhadap bpertumbuhan rambut jenggot dalam menentukan saat


mati harus dilakukan dalam 24 jam pertama sesudah kematian karena sesuadah ini
kulit akan mengkerut dan ini akan menyebabkan rambut akan lebih menonjol di
atas permukaan dalam 48 jam setelah kematian, fenomena ini yang sering dikira
bahwa rambut masih terus tumbuh setelah kematian.13

 TULANG

Gambaran Fisik
Tulang-tulang yang baru mempunyai sisa jaringan lunak yang melekat
pada tendon dan ligamen, khususnya di sekitar ujung sendi.Periosteum kelihatan
berserat, melekat erat pada permukaan batang tulang. Tulang rawan mungkin
masih ada dijumpai pada permukaan sendi. Melekatnya sisa jaringan lunak pada
tulang adalah berbeda-beda tergantung kondisi lingkungan, dimana tulang
terletak. Mikroba mungkin dengan cepat merubah seluruh jaringan lunak dan
tulang rawan, kadang dalam beberapa hari atau pun beberapa minggu. Jika mayat
dikubur pada tempat atau bangunan yang tertutup, jaringan yang kering dapat
bertahan sampai beberapa tahun. Pada iklim panas mayat yang terletak pada
tempat yang terbuka biasanya menjadi tinggal rangka pada tahun-tahun pertama,
walaupun tendon dan periosteumnya mungkin masih bertahan sampai lima tahun
atau lebih.14
Secara kasar perkiraan lamanya kematian dapat dilihat dari keadaan tulang seperti
:1
1. Dari Bau Tulang
Bila masih dijumpai bau busuk diperkirakan lamanya kematian kurang dari 5
bulan.Bila tidak berbau busuk lagi kematian diperkirkan lebih dari 5 bulan.
2. Warna Tulang
Bila warna tulang masih kekuning-kuningan dapat diperkirakan kematian
kurang dari 7 bulan.Bila warna tulang telah berwarna agak keputihan
diperkirakan kematian lebih dari 7 bulan.
3. Kekompakan Kepadatan Tulang
Setelah semua jaringan lunak lenyap, tulang-tulang yang baru mungkin
masih dapat dibedakan dari tulang yang lama dengan menentukan kepadatan
dan keadaan permukaan tulang.Bila tulang telah tampak mulai berpori-pori,
diperkirakan kematian kurang dari 1 tahun.Bila tulang telah mempunyai
pori-pori yang merata dan rapuh diperkirakan kematian lebih dari 3 tahun.

46
Keadaan diatas berlaku bagi tulang yang tertanam di dalam tanah. Kondisi
penyimpanan akan mempengaruhi keadaan tulang dalam jangka waktu tertentu
misalnya tulang pada jari-jari akan menipis dalam beberapa tahun bahkan sampai
puluhan tahun jika disimpan dalam ruangan.14

Tulang baru akan terasa lebih berat dibanding dengan tulang yang lebih tua.
Tulang-tulang yang baru akan lebih tebal dan keras, khususnya tulang- tulang
panjang seperti femur. Pada tulang yang tua, bintik kolagen yang hilang akan
memudahkan tulang tersebut untuk dipotong. Korteks sebelah luar seperti pada
daerah sekitar rongga sumsum tulang, pertama sekali akan kehilangan stroma,
maka gambaran efek sandwich akan kelihatan pada sentral lapisan kolagen pada
daerah yang lebih rapuh. Hal ini tidak akan terjadi dalam waktu lebih dari sepuluh
tahun, bahkan dalam abad, kecuali jika tulang terpapar cahaya matahari dan
elemen lain. Merapuhnya tulang-tulang yang tua, biasanya kelihatan pertama
sekali pada ujung tulang-tulang panjang, tulang yang berdekatan dengan sendi,
seperti tibia atau trochanter mayor dari tulang paha.Hal ini sering karena lapisan
luar dari tulang pipih lebih tipis pada bagian ujung tulang dibandingkan dengan di
bagian batang, sehingga lebih mudah mendapat paparan dari luar. Kejadian ini
terjadi dalam beberapa puluh tahun jika tulang tidak terlindung, tetapi jika tulang
tersebut terlindungi, kerapuhan tulang akan terjadi setelah satu abad. Korteks
tulang yang sudah berumur, akan terasa kasar dan keropos, yang benar-benar
sudah tua mudah diremukkan ataupun dapat dilobangi dengan kuku jari.14

a. Tes Fisika
Seperti pemeriksaan gambaran fisik dari tulang, fluoresensi cahaya ultra
violet dapat menjadi suatu metode pemeriksaan yang berguna. Jika batang tulang
dipotong melintang, kemudian diamati ditempat gelap, dibawah cahaya ultra
violet, tulang-tulang yang masih baru akan memancarkan warna perak kebiruan
pada tempat pemotongan. Sementara yang sudah tua, lingkaran bagian luar tidak
berfluorosensi sampai ke bagian tengah. Dengan pengamatan yang baik akan
terlihat bahwa daerah tersebut akan membentuk jalan keluar dari rongga sumsum
tulang. Jalan ini kemudian pecah dan bahkan lenyap, maka semua permukaan
pemotongan menjadi tidak berfluoresensi. Waktu untuk terjadinya proses ini
berubah-ubah, tetapi diperkirakan efek fluoresensi ultra violet akan hilang dengan
sempurna kira-kira 100 -150 tahun. Tes fisika yang lain adalah pengukuran
kepadatan dan berat tulang, pemanasan secara ultra sonik dan pengamatan
terhadap sifat-sifat yang timbul akibat pemanasan pada kondisi tertentu. Semua
kriteria ini bergantung pada berkurangnya stroma organik dan pembentukan dari
kalsifikasi tulang seperti pengeroposannya.14

47
Garnba I : a. Tulang berumur 3 -80 tahun. Kelihatan permukaan pemotongan tulang
meman carkan warna perak kebiruan pada seluruh pemotongan.
b. Setelah satu abad atau lebih sisa fluoresensi mengerut ke pusat sumsum
tulang.
c. Sebelum fluoresensi menghilang dengan sempurna pada abad berikutnya.14

b. Tes Serologi
Tes yang positif pada pemeriksaan hemoglobin yang dijumpai pada
pemeriksaan permukaan tulang ataupun pada serbuk tulang, mungkin akan
memberikan pernyataan yang berbeda tentang lamanya kematian tergantung pada
kepekaan dari tehnik yang dilakukan. penggunaan metode cairan peroksida yang
hasilnya positif, diperkirakan lamanya kematian sekitar 100 tahun. Aktifitas
serologi pada tulang akan berakhir dengan cepat pada tulang yang terdapat di
daerah berhawa panas.14

Pemeriksaan dengan memakai reaksi Benzidin dimana dipakai campuran


Benzidin peroksida. Jika reaksi negatif penilaian akan lebih berarti. Jika reaksi
positif menyingkirkan bahwa tulang masih baru.Reaksi positif, diperkirakan umur
tulang saat kematian sampai 150 tahun. Reaksi ini dapat dipakai pada tulang yang
masih utuh ataupun pada tulang yang telah menjadi serbuk.14

Aktifitas Immunologik ditentukan dengan metode gel difusion technique


dengan anti human serum.Serbuk tulang yang diolesi dengan amoniak yang
konsentrasinnya rendah, mungkin akan memberi reaksi yang positif dengan serum
anti human seperti reagen coombs, lama kematian kira-kira 5–10 tahun, dan ini
dipengaruhi kondisi lingkungan.14

48
c. Tes Kimia
Tes Kimia dilakukan dengan metode mikro-Kjeld-hal dengan cara
mengukur pengurangan jumlah protein dan nitrogen tulang. Tulang-tulang yang
baru mengandung kira-kira 4,5 % nitrogen, yang akan berkurang dengan cepat.
Jika pada pemeriksaan tulang mengandung lebih dari 4 % nitrogen, diperkirakan
bahwa lama kematian tidak lebih dari 100 tahun, tetapi jika tulang mengandung
kurang dari 2,4 %, diperkirakan tidak lebih dari 350 tahun. Penulis lain
menyatakan jika nitrogen lebih besar dari 3,5 gram percentimeter berarti umur
tulang saat kematian kurang dari 50 tahun, jika Nitrogen lebih besar dari 2,5 per
centimeter berarti umur tulang atau saat kematian kurang dari 350 tahun.14

Inti protein dapat dianalisa, dengan metode Autoanalisa ataupun dengan


Cromatografi dua dimensi. Tulang segar mengandung kira-kira 15 asam amino,
terutama jika yang diperiksa dari bagian kolagen tulang. Glisin dan Alanin adalah
yang terutama.Tetapi Fralin dan Hidroksiprolin merupakan tanda yang spesifik
jika yang diperiksa kolagen tulang.Jika pada pemeriksaan Fralin dan
Hidroksiprolin tidak dijumpai, diperkirakan lamanya kematian sekitar 50
tahun.Bila hanya didapatkan Fralin dan Hidroksiprolin maka perkiraan umur saat
kematian kurang dari 500 tahun. Asam amino yang lain akan lenyap setelah
beratus tahun, sehingga jika diamati tulang-tulang dari jaman purbakala akan
hanya mengandung 4 atau 5 asam amino saja. Sementara itu ditemukan bahwa
Glisin akan tetap bertahan sampai masa 1000 tahun. Bila umur saat kematian
kurang dari 70 -100 tahun, akan didapatkan 7 jenis asam amino atau lebih.14

Jadi banyak faktor yang mempengaruhi kecepatan membusuknya tulang,


disamping jenis tulang itu sendiri mempengaruhi. Tulang-tulang yang tebal dan
padat seperti tulang paha dan lengan dapat bertahan sampai berabad-abad,
sementara itu tulang-tulang yang kecil dan tipis akan hancur lebih cepat.
Lempengan tulang tengkorak, tulang-tulang kaki dan tulang-tulang tangan, jari-
jari dan tulang tipis dari wajah akan membusuk lebih cepat, seperti juga yang
dialami tulang-tulang kecil dari janin dan bayi.14

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Visum Et Repertum


Visum et repertum disingkat VeR adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas
permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap
manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian tubuh manusia,
berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan peradilan.

49
Visum et repertum adalah laporan tertulis (termasuk kesimpulan mengenai sebab-sebab
perlukaan/kematian) yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah jabatan, mengenai apa
yang dilihat/diperiksa berdasarkan keilmuannya, atas permintaan tertulis dari pihak
berwajib untuk kepentingan peradilan.

dasar hukum Visum et Repertum adalah sebagai berikut 


Pasal 133 KUHAP menyebutkan:
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan
tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan
luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah
sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat
tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap
jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu
sebagaimana bunyi pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP.
Penyidik yang dimaksud di sini adalah penyidik sesuai dengan pasal 6 (1) butir a,
yaitu penyidik yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik ini adalah penyidik tunggal bagi
pidana umum, termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia. Oleh
karena visum et repertum adalah keterangan ahli mengenai pidana yang berkaitan dengan
kesehatan jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang meminta
visum et repertum, karena mereka hanya mempunyai wewenang sesuai dengan undang-
undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing (Pasal 7(2) KUHAP).

Pasal 179 KUHAP

(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan

(2) Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaiknya dan yang sebenarnya menurut
pengetahuan dalam bidang keahliannya

Sanksi hukum bila dokter menolak permintaan penyidik, dapat dikenakan sanki pidana :

50
Pasal 216 KUHP :
Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasar- kan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau mengga-galkan tindakan guna menjalankan ketentuan,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling
banyak sembilan ribu rupiah.
Pasal 222 KUHP

Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan


pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
Pasal 224 KUHP :

Barangsiapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang
dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus
dipenuhinya, diancam : dalam perkara pidana, dengan penjara paling lama sembilan
bulan.

Fungsi dan peranan 


Alat bukti yang sah adalah :

(a) Keterangan saksi, (b) Keterangan ahli, ( c ) Surat, (d) Petunjuk, (e) Keterangan
terdakwa
Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal
184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara
pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana VeR menguraikan segala sesuatu
tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang
karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti.
Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil
pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan. Dengan
demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan
ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas
apa yang telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-
norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia.
Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduk persoalan di sidang
pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru,
seperti yang tercantum dalam KUHAP, yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan

51
atau penelitian ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari
terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai
dengan pasal 180 KUHAP.
Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) visum et repertum berguna untuk
mengungkapkan perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna untuk
menentukan pasal yang akan didakwakan, sedangkan bagi Hakim sebagai alat bukti
formal untuk menjatuhkan pidana atau membebaskan seseorang dari tuntutan hukum.
Untuk itu perlu dibuat suatu Standar Prosedur Operasional Prosedur (SPO) pada suatu
Rumah Sakit tentang tata laksana pengadaan visum et repertum.

Jenis visum et repertum 

Visum et Repertum korban hidup :


 Visum et repertum.
 Visum et Repertum sementara.
 Visum et Repertum lanjutan.

Visum et Repertum mayat


Harus dibuat berdasarkan hasil autopsi lengkap
 Visum et Repertum pemeriksaan TKP.
 Visum et Repertum penggalian mayat.
 Visum et Repertum mengenai umur.
 Visum et Repertum Psikiatrik.
 Visum et Repertum mengenai BB

a. VeR perlukaan (termasuk keracunana)


b. VeR kejahatan susila
c. VeR jenazah
d. VeR psikiatrik
Jenis a,b dan c adalah visum et repertum mengenai tubuh atau raga manusia. Dalam hal
ini berstatus sebagai korban tindak pidana, sedangkan jenis d mengenai jiwa atau mental
tersangka atau terdakwa tindak pidana.

Bagian visum et repertum 


Setiap visum et repertum harus dibuat memenuhi ketentuan umum sebagai berikut:
a. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa
b. Bernomor dan bertanggal
c. Mencantumkan kata ”Pro Justitia” di bagian atas kiri (kiri atau tengah
d. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar

52
e. Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan temuan
pemeriksaan
f. Tidak menggunakan istilah asing
g. Ditandatangani dan diberi nama jelas
h. Berstempel instansi pemeriksa tersebut
i. Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan
j. Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum. Apabila ada lebih
dari satu instansi peminta, misalnya penyidik POLRI dan penyidik POM, dan
keduanya berwenang untuk itu, maka kedua instansi tersebut dapat diberi visum et
repertum masing-masing asli
k. Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya, dan
disimpan sebaiknya hingga 20 tahun

Pada umumnya visum et repertum dibuat mengikuti struktur sebagai berikut :

a. Pro Justitia
Kata ini harus dicantumkan di kiri atas, dengan demikian visum et repertum tidak
perlu bermeterai sesuai dengan pasal 136 KUHAP.

b. Pendahuluan
Bagian ini memuat antara lain :
 Identitas pemohon visum et repertum tanggal dan pukul diterimanya permohonan
visum et repertum
 Identitas dokter yang memeriksa /membuat visum et repertum.
 Tempat dilakukannya pemeriksaan (misalnya rumah sakit X Surabaya).
 Tanggal dan jam dilakukannya
 Identitas korban nama, jenis kelamin, umur, bangsa, alamat, pekerjaan, kapan
dilakukan pemeriksaan, dimana dilakukan pemeriksaan, alasan dimintakannya
visum et repertum
 Keterangan dari penyidik mengenai cara kematian, luka, dimana korban dirawat,
waktu korban meninggal.
 Keteranganmengenai orang yang menyerahkan / mengantar korban pada dokter
dan waktu saat korban diterima dirumah sakit.

c. Pemberitaan (Hasil Pemeriksaan)


 Identitas korban menurut pemeriksaan dokter, (umur, jenis kel,TB/BB), serta
keadaan umum.
 Hasil pemeriksaan berupa kelainan yang ditemukan pada korban.
 Tindakan-tindakan / operasi yang telah dilakukan.
 Hasil pemeriksaan tambahan

53
 Syarat-syarat :
- Memakai bahasa Indonesia yg mudah dimengerti orang awam.
- Angka harus ditulis dengan huruf, (4cm ditulis empat sentimeter).
- Tidak dibenarkan menulis diagnosa luka, (luka bacok, luka tembak dll).
- Luka harus dilukiskan dengan kata-kata
- Memuat hasil pemeriksaan yang objektif (sesuai apa yang dilihat dan
ditemukan).

Memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai dengan apa yang diamati terutama dilihat
dan ditemukan pada korban atau benda yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan
sistematis dari atas ke bawah sehingga tidak ada yang tertinggal. Deskripsinya juga
tertentu yaitu mulai dari letak anatomisnya, koordinatnya (absis adalah jarak antara luka
dengan garis tengah badan, ordinat adalah jarak antara luka dengan titik anatomis
permanen yang terdekat), jenis luka atau cedera, karakteristiknya serta ukurannya.
Rincian ini terutama penting pada pemeriksaan korban mati yang pada saat persidangan
tidak dapat dihadirkan kembali.

d. Kesimpulan
Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dari fakta
yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat visum et repertum, dikaitkan dengan
maksud dan tujuan dimintakannya visum et repertum tersebut. Pada bagian ini harus
memuat minimal 2 unsur yaitu jenis luka dan kekerasan dan derajat kualifikasi luka.

e. Penutup
 Memuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut dibuat dengan
mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan atau dibuat dengan
mengucapkan sumpah atau janji lebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan
 Dibubuhi tanda tangan dan NIP dokter pembuat visum et repertum

Contoh visum et repertum terlampir


Penyidik dibenarkan mencabut SPVR (Instr. Kapolri No.Pol:INS/E/20/IX/75):

“Bila ada keluarga korban/mayat keberatan jika diadakan visum et repertum bedah
mayat, maka adalah kewajiban dari petugas Polri cq. Pemeriksa untuk secara persuasif
memberikan penjelasan perlu dan pentingnya autopsi untuk kepentingan penyidik, kalau
perlu ditegakkannya pasal 222 KUHP”.

Pada dasarnya penarikan/pencabutan kembali visum et repertum tidak dapat dibenarkan.


Bila terpaksa visum et repertum yang sudah diminta harus diadakan
pencabutan/penarikan kembali, maka hal tersebut hanya dapat diberikan oleh Komandan
Kesatuan paling rendah setingkat Komres dan untuk kota besar hanya oleh Dantabes.

54
Pada kesimpulan visum et repertum untuk orang/korban hidup, yaitu pada visum et
repertum lanjutan, harus dilengkapi dengan kualifikasi luka. Kualifikasi luka akan
memudahkan hakim untuk menjatuhkan pidana.

Kualifikasi luka (KUHP) terdiri dari :


 Derajat 1  Luka yang tergolong luka yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian  penganiayaan
ringan (Psl.352)
 Derajat 2  Luka yg tergolong luka yg menimbulkan penyakit atau halangan utk
menjalankan pekerjaan atau pencaharian  penganiayaan (Psl.351 [1]).
 Derajat 3  Luka yang tergolong luka berat  penganiayaan berat (Psl.351 [2]).
 Luka yang menyebabkan mati  Penganiayaan yang  mati (ps. 351(3) KUHP),
pembunuhan (338 jo 340 KUHP)

Yang termasuk luka berat menurut pasal 90 KUHP:


 Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama
sekali atau yang menimbulkan bahaya maut.
 Tidak mampu secara terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencaharian.
 Kehilangan salah satu panca indera.
 Mendapat cacat berat.
 Menderita sakit lumpuh.
 Terganggu daya pikirnya selama 4 minggu lebih.
 Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

Berikut ini adalah contoh format Visum et Repertum yang sudah diisi.

------------------------------------------------------------------------------------------------
INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKO LEGAL
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KEDIRI
------------------------------------------------------------------------------------------------
VISUM ET REPERTUM
( JENAZAH )
Th.2008
No. KF. 05. 333.
PRO JUSTITIA.
Berhubung dengan surat Saudara.-------------------------------------------------------------------
----

55
Nama : AGUK NUGROHO, -Pangkat : AIPTU. Nrp. 030610088.----------------------------
-----
Alamat : Kepolisian Sektor Kota Kediri,Jl.Raya Made No.50 Kediri 64219.-----------------
---Jabatan : An. Kepala.Kepolisian Sektor kota Kediri.------------------------------------------
-------
Tertanggal : 2 Agustus 2008, -No.Pol:224/01/10/2008.------------------------------------------
----

Yang kami terima pada tanggal ; 2 Agustus 2008, maka kami, Dr. Hj. Andati Tyagita
SpF. Dokter Spesialis Forensik, Dokter pemerintah pada Instalasi Kedokteran Forensik
dan Mediko Legal RSUD Kediri, telah melakukan pemeriksaan luar pada tanggal: 2
Agustus 2008, pukul: 16.00 WIB dan pemeriksaan dalam pada tanggal: 2 Agustus 2008,
pukul: 16.30 WIB di rumah sakit tersebut di atas, atas jenazah yang menurut surat
Saudara tersebut,---------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------
-Bernama: Supadno, -Jenis kelamin: Laki-laki, -Umur: 50 Tahun.-----------------------------
----
-Alamat : Jalan Adityawarman 50 Kediri,----------------------------------------------------------
----
-Bangsa : Indonesia -----------------------------------------------------------------------------------
---
Dengan dugaan meninggal karena : Pembunuhan. -----------------------------------------------
----
Korban ditemukan/ meninggal : di Ruang tamu rumahnya dalam keadaan mengeluarkan
busa dari dalam mulutnya-----------------------------------------------------------------------------
--------
- Pada tanggal : 2 Agustus 2008, - Pukul : 07.00 WIB.-------------------------------------------
----
Korban dibawa ke kamar jenazah RSU. Dr.Soedomo Kediri,-----------------------------------
----
-Oleh : AGUK NUGROHO, -Pangkat : AIPTU. Nrp. 030610088 , Dengan kendaraan
No.Pol.: AG 1234 UA --------------------------------------------------------------------------------
----
-Pada tanggal: 2 Agustus 2008,----------------------------Pukul : 11-30--------------------------
----

HASIL PEMERIKSAAN-----------------------------------------------------------------------------
---

PEMERIKSAAN LUAR :----------------------------------------------------------------------------

56
----

1. Korban seorang Laki-laki, Usia Lima puluh tahun , Tinggi badan kurang lebih seratus
enam puluh lima centimeter, Berat badan lima puluh kilogram, keadaan gizi baik, warna
kulit sawo matang. ------------------------------------------------------------------------------------
----------
2. Lebam mayat dan kaku mayat negatif. ------------------------------------------------------
3. Korban berlabel dan tidak bersegel, keadaan gizi baik. ---------------------------------------
4. Pakaian sarung, celana dalam putih dan memakai kaos singlet. ---------------------------
5. Kepala / leher : baik rambut hitam lurus.-----------------------------------------------------
- di samping bibir masih terdapat sedikit busa putih------------------------------------------
- kedua pupil mata melebar --------------------------------------------------------------------
- bibir atas dan bawah membiru ---------------------------------------------------------------
- mulut berisi busa warna putih. ----------------------------------------------------------------
- di bawah leher ada bekas cengkeraman kuku-------------------------------------------------
6. Dada : -tidak ditemukan tanda kekerasan tumpul maupun tajam.----------------------------
7. Perut : -tidak ditemukan tanda kekerasan tumpul maupun tajam.----------------------------
8. Punggung : -tidak ditemukan tanda kekerasan tumpul maupun tajam.----------------------
9. Alat kelamin luar : --------------- ----------------------------------------------------------
- dari lubang alat kelamin keluar cairan putih--------------------------------------------------
10. Anggota gerak atas : --tidak ditemukan tanda kekerasan tumpul maupun tajam--------
11. Anggota gerak bawah : -tidak ditemukan tanda kekerasan tumpul maupun tajam-----

PEMERIKSAAN DALAM :-------------------------------------------------------------------------


-----

1. Kepala / leher : -------------------------------------------------------------------------------------


----
- saluran kerongkongan tampak merah dan berlendir. -------------------------------------------
-----
2. Dada : ------------------------------------------------------------------------------------------------
---
- paru dan jantung tidak ditemukan kelainan. -----------------------------------------------------
-----
- perut : jaringan hati, limpa, kelenjar ludah perut, kandung empedu, usus dan ginjal,
kandung seni, ditemukan kelainan, -----------------------------------------------------------------
-------------

PEMERIKSAAN TAMBAHAN :-------------------------------------------------------------------


----

57
Ditemukan racun pada hati, usus, limpa, jantung korban---------------------------------------

KESIMPULAN :-------------------------------------------------------------------------------

1. Korban seorang Laki-laki, Usia Lima puluh tahun , Tinggi badan kurang lebih seratus
enam puluh lima centimeter, Berat badan lima puluh kilogram, keadaan gizi baik, warna
kulit sawo matang, rambut lurus hitam, panjang kurang lebih lima centimeter. -------------
------------------------------------------------------------------------------------------
2. Pemeriksaan Luar : ---------------------------------------------------------------------------------

tidak ditemukan luka memar, luka lubang, luka robek di sekitar mulut, serta mulut
berbusa---------------------
3. Pemeriksaan Dalam: -------------------------------------------------------------------------------
tidak ditemukan memar di bawah kulit kepala, memar di bawah kulit leher dan memar di
bawah kulit dada serta ditemukan cairan warna merah di rongga dada. -----------------------
-------------------
4. Pada alat kelamin ditemukan keluar cairan warna putih dari lubang kelamin. ------------
5. Jadi korban meninggal dunia oleh karena keracunan. ----------------------------------------

Demikian Visum Et Repertum ini kami buat dengan mengingat sumpah waktu menerima
jabatan.
Tanda tangan,

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Hukum dan Sanksi Perkosaan dan Pembunuhan


dalam Islam
KLASIFIKASI JINAYAT PEMBUNUHAN
Jinayat (tindak pidana) terhadap badan terbagi dalam dua jenis:

1. Jinayat terhadap jiwa (jinayat an-nafsi) = jinayat yang mengakibatkan hilangnya


nyawa (pembunuhan). Pembunuhan jenis ini terbagi tiga:
a. Pembunuhan dengan sengaja (al-‘amd) =

 Perbuatan yang dapat menghilangkan jiwa”,


 Pembunuhan dengan sengaja oleh seorang mukallaf secara sengaja (dan
terencana) terhadap jiwa yang terlindungi darahnya, dengan cara dan alat yang
biasanya dapat membunuh.

58
b. Pembunuhan yang mirip dengan sengaja (syibhu al-’amdi) = Membunuh dengan cara
dan alat yang biasanya tidak membunuh.
Sangsi Hukuman:
Diyat = 100 unta, di antaranya 40 ekor yang sedang hamil

c.Pembunuhan karena keliru (al-khatha’) atau pembunuhan tidak sengaja, kesalahan


semata tanpa direncanakan, dan tidak ada maksud membunuh sama sekali.

Misalnya = memanah binatang buruan atau sejenisnya, namun ternyata anak panahnya
nyasar mengenai orang hingga meninggal dunia.
Sangsi Hukuman:
Diyat berupa 100 ekor unta secara berangsur-angsur selama tiga tahun.

Dan tidaklah layak bagi seorang mukmin untuk membunuh seorang mukmin (yang lain),
kecuali karena tersalah (tidak sengaja). Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin
karena tersalah, (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman
serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika
mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang
memusuhimu, padahal ia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba
sahaya yang mukmin. Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian
(damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diyat
yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya
yang mukmin. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si
pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara tobat kepada Allah. Dan
Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.(Qs. An-Nisa`: 92)

Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannnya

59
ialah Jahannam.Ia kekal di dalamnya. Allah pun murka kepadanya, mengutuknya, serta
menyediakan azab yang besar baginya.” (Qs. An-Nisa`: 93)

2. Jinayat kepada badan selain jiwa = Penganiayaan yang tidak sampai menghilangkan
nyawa:

1. Luka-luka ‫ش َجا ُج َو ْال َج َرا ُح‬


ُ ‫ال‬
2. Lenyapnya fungsi anggota tubuh ِ‫ف ْال َمنَافِع‬ ُ َ‫ِإتْال‬
3. Hilangnya anggota tubuh ‫اء‬ ِ ‫ض‬ َ ُ َ‫ِإتْال‬
َ ‫ف األ ْع‬
CARA MELAKSANAKAN QISAS
Kejahatan terhadap jiwa atau anggota badan yg diancam hukuman serupa
(qishash) atau diyat (ganti rugi dari si pelaku kepada si korban atau
walinya).Pembunuhan dengan sengaja, semi sengaja, menyebabkan kematian karena
kealpaan, penganiayaan dengan sengaja, atau menyebabkan kelukaan tanpa
sengaja.Memberikan hukuman kepada pelaku perbuatan persis seperti apa yg dilakukan
terhadap korban

 Dengan pedang atau senjata


 Dengan alat dan cara yg digunakan oleh pembunuh.

Hukuman-hukuman JARIMAH QISHASH dan DIYAT


1. Pembunuhan sengaja,
2. Pembunuhan menyerupai sengaja,
3. Pembunuhan karena kesalahan, (tidak sengaja).
4. Penganiayaan sengaja,
5. Penganiayaan karena kesalahan (tidak sengaja).

Larangan membunuh
Islam melarang umatnya membunuh seseorang manusia atau seekor binatang
sekalipun, kalau itu tidak berdasarkan kebenaran hukumnya. Dalam Islam orang-orang
yang halal darah atau boleh dibunuh karena perintah hukum dengan prosedurnya adalah
orang-orang murtad, yaitu orang-orang Islam yang berpindah agama dari Islam ke agama
lainnya, sesuai dengan hadis

Rasulullah saw: Man baddala diynuhu faqtuluwhu (barangsiapa yang menukar


agamanya maka bunuhlah dia). Ketentuan ini dilakukan setelah orang murtad itu diajak
kembali ke agama Islam selama batas waktu tiga hari, kalau selama itu dia tidak juga
sadar baru dihadapkan ke pengadilan.

Yang halal darah juga adalah pembunuh, bagi dia berlaku hukum qishash yakni
diberlakukan hukuman balik oleh yang berhak atau negara melalui petugasnya. Penzina
muhshan (yang sudah kawin) adalah satu pihak yang halal darah juga dalam Islam

60
melalui eksekusi rajam, mengingat jelek dan bahayanya perbuatan dia yang sudah kawin
tetapi masih berzina juga. Semua pihak yang halal darah tersebut harus dieksekusi
mengikut prosedur yang telah ada dan tidak boleh dilakukan oleh seseorang yang tidak
punya otaritas baginya.

Selain dari tiga pihak tersebut dengan ketentuan dan prosedurnya masing-masing
tidak boleh dibunuh, sebagaimana firman Allah swt: “...wala taqtulun nafsal latiy
harramallahu illa bilhaq...” (...jangan membunuh nyawa yang diharamkan Allah kecuali
dengan kebenaran...) (QS. al-An’am: 151). Larangan ini berlaku umum untuk semua
nyawa baik manusia maupun hewan, kecuali yang dihalalkan Allah sebagaimana
terhadap tiga model manusia di atas tadi atau hewan nakal yang mengganggu manusia
dan hewan yang disembelih dengan nama Allah.

Allah memberi perumpamaan terhadap seorang pembunuh adalah: “...barangsiapa


yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau
bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh
manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia,
maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya...” (QS. Al-
Maidah: 32).

Hukuman bagi pembunuh


Hukuman duniawi terhadap seorang pembunuh dalam Islam sangatlah berat yaitu
dibunuh balik sebagai hukuman qishash ke atasnya. “Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang
merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka
barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang
memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf)
membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang
demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa
yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.” (QS. al-
Baqarah: 178).

Sementara hukuman ukhrawi-nya adalah dilemparkan dalam neraka oleh Allah


SWT suatu masa nanti, sesuai dengan firman-Nya: “Dan barangsiapa yang membunuh
seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya
dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar
baginya.” (QS. an-Nisa’: 93)

Bagi pembunuh yang sudah dimaafkan oleh keluarga terbunuh sehingga bebas
dari hukuman qishash, wajib baginya membayar diyat kepada keluarga terbunuh
sebanyak 100 ekor unta. Jumhur ulama sepakat dengan jumlahnya dan bagi wilayah yang
tidak mempunyai unta dapat diganti dengan lembu atau kerbau atau yang sejenis

61
dengannya. Dalam Islam, qishash diberlakukan karena di sana ada kelangsungan hidup
umat manusia, sebagaimana firman Allah: “Dan dalam qishash itu ada (jaminan
kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.”
(QS. al-Baqarah: 179).

Qishash ini betul-betul sebuah keadilan dalam sistem hukum pidana Islam, di
mana seseorang yang membunuh orang lain tanpa salah harus dibunuh balik. Ini sama
sekali tidak melanggar hak azasi manusia (HAM) sebagaimana diklaim orang-orang yang
tidak paham hukum Islam. Bagaimana mungkin kalau seseorang membunuh orang lain
tanpa dibenarkan agama dapat diganti dengan hukuman penjara 5-9 tahun, sementara
orang yang dibunuhnya sudah meninggal. Malah yang seperti itulah melanggar HAM,
karena tidak berimbang antara perbuatan jahat yang dilakukannya dengan hukuman
terhadapnya.

Ada tiga macam jenis pembunuhan dalam Islam yang mempunyai hukum qishash
yang berbeda, yaitu pembunuhan sengaja, semi sengaja dan tidak sengaja. Pembunuhan
sengaja adalah seseorang sengaja membunuh orang lain yang darah dan keselamatan
jiwanya dilindungi. Yaitu dengan menggunakan alat untuk membunuh seperti senjata api
dan senjata tajam.

Tindak pidana pembunuhan secara sengaja jika memenuhi unsur-unsur: (1) orang
yang melakukan pembunuhan adalah orang dewasa, berakal, sehat, dan bermaksud
membunuh; (2) terbunuh adalah orang yang terpelihara darahnya (tidak halal untuk
dibunuh); dan (3) alat yang digunakan untuk membunuh dapat mematikan atau
menghilangkan nyawa orang. Jika pembunuh sengaja dimaafkan oleh keluarga terbunuh
maka sipembunuh wajib membayar diyat berat berupa 100 ekor unta, terdiri dari 30 ekor
unta betina berumur 3-4 tahun, 30 ekor unta betina berumur 4-5 tahun, dan 40 ekor unta
betina yang sedang bunting.

Pembunuhan semi sengaja adalah menghilangkan nyawa orang lain dengan alat
yang tidak biasa digunakan untuk membunuh dan tidak dimaksudkan untuk membunuh.
Ia juga harus membayar diyat berat kalau sudah dimaafkan keluarga terbunuh dengan
cara mengangsurnya selama 3 tahun. Sementara pembunuhan tidak sengaja adalah seperti
orang melempar buah mangga di pohon lalu terkena seseorang di bawah pohon mangga
tersebut sehingga mati.

Diyat bagi kasus seperti ini adalah diyat ringan, yaitu 100 ekor unta terdiri atas 20
ekor unta betina berumur 1-2 tahun, 20 ekor unta betina berumur 2-3 tahun, 20 ekor unta
jantan berumur 2-3 tahun, 20 ekor unta betina berumur 3-4 tahun, dan 20 ekor unta betina
berumur 4-5 tahun. Pihak pembunuh wajib membayarnya dengan mengangsur selama 3
tahun, setiap tahun wajib membayar sepertiganya. Kalau tidak dapat dibayar 100 ekor
unta, maka harus dibayar 200 ekor lembu atau 2.000 ekor kambing.

62
HUKUM PERKOSAAN DALAM ISLAM
Perkosaan dalam bahasa Arab disebut al wath`u bi al ikraah (hubungan seksual
dengan paksaan). Jika seorang laki-laki memerkosa seorang perempuan, seluruh fuqaha
sepakat perempuan itu tak dijatuhi hukuman zina (had az zina), baik hukuman cambuk
100 kali maupun hukuman rajam. (Abdul Qadir Audah, At Tasyri’ Al Jina`i Al Islami, Juz
2 hlm. 364; Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, Juz 24 hlm. 31; Wahbah
Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 294; Imam Nawawi, Al Majmu’
Syarah Al Muhadzdzab, Juz 20 hlm.18).
Dalil untuk itu adalah Alquran dan sunnah. Dalil Alquran antara lain firman Allah SWT
(artinya), ”Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkan
dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (QS Al An’aam [6] : 145). Ibnu Qayyim mengisahkan ayat ini
dijadikan hujjah oleh Ali bin Abi Thalib ra di hadapan Khalifah Umar bin Khaththab ra
untuk membebaskan seorang perempuan yang dipaksa berzina oleh seorang
penggembala, demi mendapat air minum karena perempuan itu sangat kehausan. (Abdul
Qadir Audah, At Tasyri’ Al Jina`i Al Islami, Juz 2 hlm. 365; Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al
Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 294).
Adapun dalil sunnah adalah sabda Nabi SAW, ”Telah diangkat dari umatku (dosa/sanksi)
karena ketidaksengajaan, karena lupa, dan karena apa-apa yang dipaksakan atas mereka.”
(HR Thabrani dari Tsauban RA. Imam Nawawi berkata, ”Ini hadits hasan”). (Wahbah
Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 294; Abdul Qadir Audah, At Tasyri’
Al Jina`i Al Islami, Juz 2 hlm. 364).
Pembuktian perkosaan sama dengan pembuktian zina, yaitu dengan salah satu
dari tiga bukti (al bayyinah) terjadinya perzinaan berikut; Pertama, pengakuan (iqrar)
orang yang berbuat zina sebanyak empat kali secara jelas, dan dia tak menarik
pengakuannya itu hingga selesainya eksekusi hukuman zina. Kedua, kesaksian
(syahadah) empat laki-laki Muslim yang adil (bukan fasik) dan merdeka (bukan budak),
yang mempersaksikan satu perzinaan (bukan perzinaan yang berbeda-beda) dalam satu
majelis (pada waktu dan tempat yang sama), dengan kesaksian yang menyifati perzinaan
dengan jelas. Ketiga, kehamilan (al habl), yaitu kehamilan pada perempuan yang tidak
bersuami. (Abdurrahman Al Maliki,Nizhamul Uqubat, hlm. 34-38).
Jika seorang perempuan mengklaim di hadapan hakim (qadhi) bahwa dirinya
telah diperkosa oleh seorang laki-laki, sebenarnya dia telah melakukan qadzaf (tuduhan
zina) kepada laki-laki itu. Kemungkinan hukum syara’ yang diberlakukan oleh hakim
dapat berbeda-beda sesuai fakta (manath) yang ada, antara lain adalah sbb:
Pertama, jika perempuan itu mempunyai bukti (al bayyinah) perkosaan, yaitu
kesaksian empat laki-laki Muslim, atau jika laki-laki pemerkosa mengakuinya, maka laki-
laki itu dijatuhi hukuman zina, yaitu dicambuk 100 kali jika dia bukanmuhshan, dan

63
dirajam hingga mati jika dia muhshan. (Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu,
Juz 7 hlm. 358).
Kedua, jika perempuan itu tak mempunyai bukti (al bayyinah) perkosaan, maka
hukumnya dilihat lebih dahulu; jika laki-laki yang dituduh memerkosa itu orang baik-
baik yang menjaga diri dari zina (al ‘iffah an zina), maka perempuan itu dijatuhi
hukuman menuduh zina (hadd al qadzaf), yakni 80 kali cambukan sesuai QS An Nuur :
4. Adapun jika laki-laki yang dituduh memperkosa itu orang fasik, yakni bukan orang
baik-baik yang menjaga diri dari zina, maka perempuan itu tak dapat dijatuhi hukuman
menuduh zina. (Ibnu Hazm, Al Muhalla, Juz 6 hlm. 453; Imam Nawawi, Al Majmu’
Syarah Al Muhadzdzab, Juz 20 hlm.53; Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa
Adillatuhu, Juz 7 hlm. 346).

64
Daftar Pustaka

Atmadja. DS., Thanatologi;Ilmu Kedokteran Forensik;Edisi Pertama; Bagian Kedokteran


Forensik FKUI;1997:5:37-55.

Coe, John I M.D and Curran William J.LL.M,SMHyg; Definition and Time of
Death;Modern Legal Medicine, Psychiatry, and Forensic Science;F.A. Davis Company;
;1980:7:141-164.

Di Maio Dominick J. and Di Maio Vincent J.M; Time of Death; Forensic Pathology;CRC
Press,Inc;1993:2:21-41.
http://www.mediaumat.com/

Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia.1997. Thanatologi. Halaman 25-

65

Anda mungkin juga menyukai