PENDAHULUAN
Banyak ahli membuat pembagian dan klasifikasi otitis media. Secara mudah, otitis
media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing
golongan mempunyai bentuk akut dan kronis. Otitis Media Akut (OMA) merupakan
inflamasi pada sebagian atau seluruh bagian dari mukosa telinga tengah, tuba Eusthacius,
antrum mastoid dan sel-sel mastoid yang timbul mendadak, dan menimbulkan gejala
sesuai dengan stadium penyakit. Prevalensi kejadian OMA banyak diderita oleh anak-
anak maupun bayi dibandingkan pada orang dewasa muda maupun dewasa tua. Pada
bayi terjadinya OMA dipermudah oleh karena bentuk anatomi dari tuba Eustachius yang
lebih pendek, lebar dan letaknya agak horizontal. Pada anak-anak makin sering menderita
infeksi saluran napas atas (ISPA) baik yang disebabkan oleh virus maupun bakteri, maka
makin besar pula kemungkinan terjadinya OMA disamping oleh karena sistem imunitas
anak yang belum berkembang secara sempurna. Pada orang dewasa OMA meskipun
jarang, OMA dapat ditemukan pada pasien yang mengalami infeksi saluran napas
sebelumnya. 1,2,3.
Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada saluran
pernapasan atas. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media berusia 1 tahun
sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83%. Di Amerika Serikat,
diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3
tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih.1,4
Beberapa ahli menggolongkan Mastoiditis ke dalam komplikasi Otitis Media
Supuratif Kronik (OMSK).5Suatu penelitian yang dilakukan oleh Lin YS menemukan
bahwa komplikasi terbanyak dari Otitis Media Supuratif Kronik adalah Mastoiditis (14%-
74%).6
Faringitis terbagi menjadi dua, yaitu akut dan kronis. faringitis kronis biasanya
berhubungan dengan Otitis Media Akut (OMA). Penyakit ini lebih banyak mengenai
anak-anak terutama anak yang berusia <4 tahun.7,8 Otitis media akut biasanya
berhubungan dengan faringitis dikarenakan adanya saluran yang menghubungan telinga
dengan daerah faring yaitu tuba eustachius.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
yang dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen berfungsi menangkap debu dan
mencegah infeksi1.
3
maleus, inkus dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng. Pada pars flaksida terdapat
daerah yang disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang
menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam
telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah1.
Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius (tuba
auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua sisi membrane
timpani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau ketika menelan makanan.
Ketika terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan usaha yang baik untuk
mencegah pecahnya membran timpani. Karena ketika mulut terbuka, tuba auditiva membuka
dan udara akan masuk melalui tuba auditiva ke telinga tengah, sehingga menghasilkan
tekanan yang sama antara permukaan dalam dan permukaan luar membran timpani1.
7
tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri
yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran
mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses
hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani.
Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari.
3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah di
telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selainitu edema pada mukosa telinga tengah
menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial hancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di
kavumtimpani menyebabkan membran timpani menonjol ataubulging ke arahliang telinga
luar. Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa
nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak.Dapat
disertai dengan gangguan pendengaran konduktif.Pada bayi demam tinggi dapat disertai
muntah dan kejang. Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa
membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan
akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat,
lalu menimbulkan nekrosis.Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan
atau yellow spot.
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah
kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah akan
keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan
menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit
menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak menutup kembali.
8
Gambar 2.4 Membran Timpani Supurasi
4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa
nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar.
Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut).Stadium ini sering
disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman.Setelah
nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat
tertidur nyenyak.Jika membran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah
tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif
subakut.Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai
dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik.
5. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan
berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga
perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan
akhirnya kering. Pendengaran kembali normal.Stadium ini berlangsung walaupun
9
tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik dan virulensi
kuman rendah. Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis
media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap,
dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.Otitis media supuratif akut
dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika
sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani1,2.
10
Mengembungnya membran timpani
Gerakan membran timpani yang terbatas
Adanya bayangan cairan di belakang membran timpani
Cairan yang keluar dari membran timpani
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah yang dibuktikan dengan adanya salah
satu diantara tanda berikut:
Kemerahan pada membran timpani
Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal
3. Stadium supurasi
- Diberikan dekongestan, antibiotika, analgetik/antipiretik.
- Pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh
sehingga gejala-gejala kliniscepat hilang dan ruptur (perforasi) dapat dihindari.
11
4. Stadim perforasi
- Diberikan obat cuci telinga perhidrol atau H2O2 3% selama 3-5hari serta antibiotika
yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekretakan hilang dan perforasi akan
menutup sendiri dalam 7-10 hari.
5. Stadium resolusi
- Antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu bila tidak ada perbaikan membran
timpani, sekret dan perforasi.
- Pengobatan pada anak-anak dengan kecenderungan mengalamiotitis media akut dapat
bersifat medis atau pembedahan.Penatalaksanaan medis berupa pemberian antibiotik
dosis rendahdalam jangka waktu hingga 3 bulan. Alternatif lain adalahpemasangan
tuba ventilasi untuk mengeluarkan secret terutama padakasus-kasus yang membandel.
Keputusan untuk melakukanmiringotomi umumnya berdasarkan kegagalan profilaksis
secaramedis atau timbul reaksi alergi terhadap antimikroba yang lazimdipakai, baik
golongan sulfa atau penisilin.
12
OMA rekuren, otitis media efusi (OME), atau komplikasi supuratif seperti mastoiditis dengan
osteitis. Beberapa terapi bedah yang digunakan untuk penatalaksanaan OMA termasuk
timpanosintesis, miringotomi, dan adenoidektomi.
Timpanosintesis adalah pengambilan cairan dari telinga tengah dengan menggunakan
jarum untuk pemeriksaan mikrobiologi.Risiko dari prosedur ini adalah perforasi kronik
membran timpani, dislokasi tulang-tulang pendengaran, dan tuli sensorineural traumatik,
laserasi nervus fasialis atau korda timpani. Oleh karena itu, timpanosintesis harus dibatasi
pada: anak yang menderita toksik atau demam tinggi, neonatus risiko tinggi dengan
kemungkinan OMA, anak di unit perawatan intensif, membran timpani yang menggembung
(bulging) dengan antisipasi ruptur spontan (indikasi relatif), kemungkinan OMA dengan
komplikasi supuratif akut, OMA refrakter yang tidak respon terhadap paket kedua antibiotik.
Timpanosintesis dapat mengidentifikasi patogen pada 70-80% kasus.Walaupun
timpanosintesis dapat memperbaiki kepastian diagnostik untuk OMA, tapi tidak memberikan
keuntungan terapi dibanding antibiotik sendiri.Timpanosintesis merupakan prosedur yang
invasif, dapat menimbulkan nyeri, dan berpotensi menimbulkan bahaya sebagai
penatalaksanaan rutin.
Miringotomi adalah tindakan insisi pada membran timpani untuk drainase cairan dari
telinga tengah.Pada miringotomi dilakukan pembedahan kecil di kuadran posterior-inferior
membran timpani.Untuk tindakan ini diperlukan lampu kepala yang terang, corong telinga
yang sesuai, dan pisau khusus (miringotom) dengan ukuran kecil dan steril.Miringotomi
hanya dilakukan pada kasus-kasus terpilih dan dilakukan oleh ahlinya.Disebabkan insisi
biasanya sembuh dengan cepat (dalam 24-48 jam), prosedur ini sering diikuti dengan
pemasangan tabung timpanostomi untuk ventilasi ruang telinga tengah.Indikasi untuk
miringotomi adalah terdapatnya komplikasi supuratif, otalgia berat, gagal dengan terapi
antibiotik, pasien imunokompromise, neonatus, dan pasien yang dirawat di unit perawatan
intensif.2
13
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama : keluar cairan dari telinga kiri
Riwayat penyakit sekarang :
pasien rujukan dokter BPJS keluarga, datang ke poli THT-KL dok 2 jayapura dengan keluhan
keluar cairan pada telinga sebelah kiri ± 1 minggu yang lalu. Cairan yang keluar awalnya
bening namun setelah 3 hari cairan tersebut berwarna kekuningan serta berbau tanpa disertai
darah. keluhan berawal dari telingan yang terasa gatal dan menggaruknya dengan cotton bud.
Pasien juga mengeluhkan telinga terasa penuh dan pendengaran menurun. Nyeri (-), demam
(-), pusing (-)
keluhan tambahan: pasien mengaku suara parau dan nyeri tenggorokan
Riwayat penyakit dahulu:
- Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
- Riwayat bersin-bersin pagi hari (-), karena debu, bulu binatang atau makanan (-),
riwayat asma bronkial (-)
14
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Frekuensi nadi : 90 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,10C
Pemeriksaan Sistemik
Kepala : tidak ada kelainan
Mata: Konjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikterik (-)
Toraks: Jantung : dalam batas normal
Paru : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : deformitas (-), edema (-)
15
Membran Timpani
Utuh Warna Putih mutiara Sulit dinilai
Refleks Cahaya Positif Sulit dinilai
Bulging Tidak ada Sulit dinilai
Retraksi Tidak ada Sulit dinilai
Atrofi Tidak ada Sulit dinilai
Perforasi Perforasi Tidak ada Ada
Jenis Sulit dinilai
Kuadran Sulit dinilai
Pinggir Sulit dinilai
Mastoid Tanda Radang Tidak ada Tidak ada
Fistel Tidak ada Tidak ada
Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri Ketok Tidak ada Tidak ada
Bengkak Tidak ada Tidak ada
Fluktuasi Negative Negatif
16
Eksudat Tidak ada Tidak ada
Gigi Karier/Radiks Tidak ada Tidak ada
Kesan Higiene mulut baik Higiene mulut baik
Lidah Warna Merah muda Merah muda
Bentuk Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
3.6 DIAGNOSIS
Otitis Media Akut Stadium Perforasi + faringitis kronik
3.7 PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
- Ciprofloksasin 500 mg 2x1
- Ibuprofen 400 mg 2x1
- Metilprednisolon 4 mg 2x1
- Cetirisin 2x1
- Vit c 2x1
Edukasi
jaga higiene telinga
jangan mengorek telinga
menjaga kelembaban telinga
3.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam Ad bonam
Quo ad functionam Ad bonam
Quo ad sanationam Ad bonam
17
BAB IV
DISKUSI KASUS
18
Kemerahan pada membran timpani
Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal
Pasien juga didiagnosis faringitis kronik , dari klinis pasien didapatkan suara parau
dan nyeri tenggorok serta pada pemeriksaan didapatkan faring hiperemis dan bergranul.
Terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien yaitu: ciprofloksasin 500 mg 2x1,
ibuprofen 400 mg 2x1, metilprednisolon 4 mg 2x, cetirisin 2x1 dan vit c 2x1. Selain itu
pasien diberikan edukasi agar menjaga higiene telinga, jangan mengorek liang telinga sendiri
di rumah dan menjaga agar jangan sampai masuk air ke telinga serta jaga pola makan.
19