Definisi
Penyakit jantung reumatik (Reumatic Heart Disease) merupakan penyakit
jantung didapat yang sering ditemukan pada anak. Penyakit jantung reumatik
merupakan kelainan katup jantung yang menetap akibat demam reumatik akut
sebelumnya, terutama mengenai katup mitral (75%), aorta (25%), jarang mengenai
katup trikuspid, dan tidak pernah menyerang katup pulmonal. Penyakit jantung
reumatik dapat menimbulkan stenosis atau insufisiensi atau keduanya.
II. Etiologi
Etiologi terpenting dari penyakit jantung reumatik adalah demam reumatik.
Demam reumatik merupakan penyakit vaskular kolagen multisistem yang terjadi
setelah infeksi Streptococcus grup A pada individu yang mempunyai factor.
III. Diagnosis
Rheumatic fever merupakan penyakit sistemik, pasien rheumatic fever
menunjukan keluhan yang bervariasi. Gambaran klinis pada rheumatic fever
bergantung pada sistem organ yang terlibat dan manifestasi yang muncul dapat
tunggal atau merupakan gabungan beberapa sistem organ yang terlibat.
a. Anamnesis
Sebanyak 70% remaja dan dewasa muda pernah mengalami sakit tenggorok
1-5 minggu sebelum muncul rheumatic fever dan sekitar 20% anak-anak menyatakan
pernah mengalami sakit tenggorokan. Keluhan mungkin tidak spesifik, seperti
demam, tidak enak badan, sakit kepala, penurunan berat badan, epistaksis, kelelahan,
malaise, diaforesis dan pucat. Terkadang pasien juga mengeluhkan nyeri dada,
ortopnea atau sakit perut dan muntah.
1
Gejala spesifik yang kemudian muncul adalah nyeri sendi, nodul di bawah
kulit, peningkatan iritabilitas dan gangguan atensi, perubahan kepribadian seperti
gangguan neuropsikiatri autoimun terkait dengan infeksi Streptococcus, difungsi
motorik, dan riwayat rheumatic fever sebelumnya.
b. Manifestasi Klinis
Untuk diagnosis rheumatic fever digunakan kriteria Jones yang pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1944, dan kemudian dimodifikasi beberapa kali. Kriteria
ini membagi gambaran klinis menjadi dua, yaitu manifestasi mayor dan minor.
Karditis Klinis :
Poliartritis migrans - artralgia: nyeri sendi tanpa merah dan bengkak
- demam tinggi (>390 C)
Chorea sydenham Laboratorium:
Eritema marginatum - peningkatan penanda peradangan yaitu erythrocyte
Nodul subkutan sedimentation rate (ESR) atau C Reactive Protein (CRP)
- pemanjangan interval PR pada EKG
Ditambah
Bukti infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A sebelumnya (45 hari terakhir)
- Kultur hapusan tenggorok atau rapid test antigen streptococcus beta
hemolyticus grup A hasilnya positif
- Peningkatan titer serologi antibodi streptococcus beta hemolyticus grup A.
- Kriteria Mayor
Karditis
Karditis adalah komplikasi yang paling serius dan paling sering terjadi setelah
poli artritis. Pankarditis meliputi endokarditis, miokarditis dan perikarditis. Pada
2
stadium lanjut, pasien mungkin mengalami dipsnea ringan-sedang, rasa tak nyaman
di dada atau nyeri pada dada pleuritik, edema, batuk dan ortopnea. Pada pemeriksaan
fisik, karditis paling sering ditandai dengan murmur dan takikardia yang tidak sesuai
dengan tingginya demam. Gambaran klinis yang dapat ditemukan dari gangguan
katup jantung dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Manifestasi Klinis Sesuai Gangguan Katup Jantung yang Timbul
Gangguan Manifestasi
- Aktivitas ventrikel kiri meningkat
Regurgitasi Mitral
- Bising pansistolik di apeks, menyebar ke aksila
bahkan ke punggung
Poliartritis Migrans
3
Merupakan manifestasi yang paling sering dari rheumatic fever, terjadi pada
sekitar 70% pasien rheumatic fever. Gejala ini muncul 30 hari setelah infeksi
Streptococcus yakni saat antibodi mencapai puncak. Radang sendi aktif ditandai
dengan nyeri hebat, bengkak, eritema pada beberapa sendi. Nyeri saat istirahat yang
semakin hebat pada gerakan aktif dan pasif merupakan tanda khas. Sendi yang paling
sering terkena adalah sendi-sendi besar seperti sendi lutut, pergelangan kaki, siku,
dan pergelangan tangan. Gejala ini bersifat asimetris dan berpindah-pindah
(poliartritis migrans). Peradangan sendi ini dapat sembuh spontan beberapa jam
sesudah serangan namun muncul pada sendi yang lain. Pada sebagian besar pasien
dapat sembuh dalam satu minggu dan biasanya tidak menetap lebih dari dua atau tiga
minggu.
Eritema Marginatum
Eritema marginatum merupakan ruam khas pada rheumatic fever yang terjadi
kurang dari 10% kasus. Ruam berbentuk anular berwarna kemerahan yang kemudian
ditengahnya memudar pucat, dan tepinya berwarna merah berkelok-kelok seperti
ular. Umumnya ditemukan di tubuh (dada atau punggung) dan ekstremitas. Nodulus
Subkutan
Nodulus subkutan ini jarang dijumpai, kurang dari 5% kasus. Nodulus terletak
pada permukaan ekstensor sendi, terutama pada siku, ruas jari, lutut, dan persendian
4
kaki. Kadang juga ditemukan di kulit kepala bagian oksipital dan di atas kolumna
vertebralis. Nodul berupa benjolan berwarna terang keras, tidak nyeri, tidak gatal,
mobile, dengan diameter 0,2-2 cm. Nodul subkutan biasanya terjadi beberapa minggu
setelah rheumatic fever muncul dan menghilang dalam waktu sebulan. Nodul ini
selalu menyertai karditis rematik yang berat.
- Kriteria Minor
Demam biasanya tinggi sekitar 39oC dan biasa kembali normal dalam waktu
2-3 minggu, walau tanpa pengobatan. Artralgia, yakni nyeri sendi tanpa disertai
tanda-tanda objektif (misalnya bengkak, merah, hangat) juga sering dijumpai.
Artralgia biasa melibatkan sendi-sendi yang besar. Penanda peradangan akut pada
5
pemeriksaan darah umumnya tidak spesifik, yaitu LED dan CRP umumnya
meningkat pada rheumatic fever. Pemeriksaan dapat digunakan untuk menilai
perkembangan penyakit.
c. Pemeriksaan Penunjang
Adapun beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan
untuk mendukung diagnosis dari rheumatic fever dan rheumatic heart
disease adalah :
a. Pemeriksaan Laboratorium
- Reaktan Fase Akut
Merupakan uji yang menggambarkan radang jantung ringan. Pada
pemeriksaan darah lengkap, dapat ditemukan leukosistosis terutama pada fase
akut/aktif, namun sifatnya tidak spesifik. Marker inflamasi akut berupa C-
reactive protein (CRP) dan laju endap darah (LED). Peningkatan laju endap
darah merupakan bukti non spesifik untuk penyakit yang aktif. Pada
rheumatic fever terjadi peningkatan LED, namun normal pada pasien dengan
congestive failure atau meningkat pada anemia. CRP merupakan indikator
dalam menetukan adanya jaringan radang dan tingkat aktivitas penyakit. CRP
yang abnormal digunakan dalam diagnosis rheumatic fever aktif.
- Rapid Test Antigen Streptococcus
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi antigen bakteri Streptococcus grup A
secara tepat dengan spesifisitas 95 % dan sensitivitas 60-90 %.
- Pemeriksaan Antibodi Antistreptokokus
Kadar titer antibodi antistreptokokus mencapai puncak ketika gejala klinis
rheumatic fever muncul. Tes antibodi antistreptokokus yang biasa digunakan
adalah antistreptolisin O/ASTO dan antideoxyribonuklease B/anti DNase B.
Pemeriksaan ASTO dilakukan terlebih dahulu, jika tidak terjadi peningkatan
akan dilakukan pemeriksaan anti DNase B. Titer ASTO biasanya mulai
meningkat pada minggu 1, dan mencapai puncak minggu ke 3-6 setelah
infeksi. Titer ASO naik > 333 unit pada anak-anak, dan > 250 unit pada
dewasa. Sedangkan anti-DNase B mulai meningkat minggu 1-2 dan mencapai
6
puncak minggu ke 6-8. Nilai normal titer anti-DNase B= 1: 60 unit pada anak
prasekolah dan 1 : 480 unit anak usia sekolah.
- Kultur tenggorok
Pemeriksaan kultur tenggorokan untuk mengetahui ada tidaknya
streptococcus beta hemolitikus grup A. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan
sebelum pemberian antibiotik. Kultur ini umumnya negatif bila gejala
rheumatic fever atau rheumatic heart disease mulai muncul.
d. Dasar Diagnosis
Tabel 3. Kriteria WHO 2002-2003 dalam Mendiagnosis Rheumatic Fever dan RHD
7
- Dua mayor
Rheumatic Fever serangan
- Atau satu mayor dan dua minor
ulang tanpa RHD
- Ditambah bukti infeksi SBHGA sebelumnya
- Dua minor
Rheumatic Fever serangan
- ditambah dengan bukti infeksi SBHGA
ulang dengan RHD
sebelumnya
Chorea reumatik - Tidak diperlukan kriteria mayor lainnya atau
Karditis reumatik bukti infeksi SBHGA
insidious
- Tidak diperlukan kriteria lainnya untuk
RHD
mendiagnosis sebagai RHD
IV. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan rheumatic heart disease secara garis besar
bertujuan untuk mengeradikasi bakteri Streptococcus beta hemolyticus grup A,
menekan inflamasi dari respon autoimun, dan memberikan terapi suportif untuk gagal
jantung kongestif. Setelah lewat fase akut, terapi bertujuan untuk mencegah
rheumatic heart disease berulang pada anak-anak dan memantau komplikasi serta
gejala sisa dari rheumatic heart disease kronis pada saat dewasa. Selain terapi
medikamentosa, aspek diet dan juga aktivitas pasien harus dikontrol. Selain itu, ada
juga pilihan terapi operatif sebagai penanganan kasus-kasus parah.
a. Terapi Antibiotik
Profilaksis Primer
Eradikasi infeksi Streptococcus pada faring adalah suatu hal yang sangat
penting untuk mengindari paparan berulang kronis terhadap antigen Streptococcus
beta hemolyticus grup A. Eradikasi dari bakteri Streptococcus beta hemolyticus grup
A pada faring seharusnya diikuti dengan profilaksis sekunder jangka panjang sebagai
perlindungan terhadap infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A faring yang
berulang.
8
Pemilihan regimen terapi sebaiknya mempertimbangkan aspek bakteriologi
dan efektifitas antibiotik, kemudahan pasien untuk mematuhi regimen yang
ditentukan (frekuensi, durasi, dan kemampuan pasien meminum obat), harga, dan
juga efek samping.
Penisilin G Benzathine IM, penisilin V pottasium oral, dan amoxicilin oral
adalah obat pilihan untuk terapi Streptococcus beta hemolyticus grup A faring pada
pasien tanpa riwayat alergi terhadap penisilin. Setelah terapi antibiotik selama 24
jam, pasien tidak lagi dianggap dapat menularkan bakteri Streptococcus beta
hemolyticus group A. Penisilin V pottasium lebih dipilih dibanding dengan penisilin
G benzathine karena lebih resisten terhadap asam lambung. Namun terapi dengan
penisilin G benzathine lebih dipilih pada pasien yang tidak dapat menyelesaikan
terapi oral 10 hari, pasien dengan riwayat rheumatic fever atau gagal jantung rematik,
dan pada mereka yang tinggal di lingkungan dengan faktor risiko terkena rheumatic
fever (lingkungan padat penduduk, status sosio-ekonomi rendah).
Agen Dosis
Penisilin
Amoxicillin 50 mg/kgBB (maksimal, 1 g) oral
satu kali sehari selama 10 hari
Penicillin G benzathine Pasien berat < 27 kg (60 lb):
600,000 unit IM sekali
Pasien dengan BB > 27 kg:
1,200,000 unit IM sekali
Penicillin V potassium Pasien dengan BB < 27 kg
diberikan 250 mg oral 2-3x sehari
selama 10 hari
Pasien dengan BB > 27 kg: 500
9
mg oral 2-3x sehari selama 10 hari
Untuk pasien alergi penisilin
Narrow-spectrum cephalosporin Bervariasi
(cephalexin [Keflex], cefadroxil
[formerly Duricef])
Azithromycin (Zithromax) 12 mg/kgBB/hari (maksimal, 500
mg) oral 1x sehari selama 5 hari
Clarithromycin (Biaxin) 15 mg/kgBB/hari, dibagi menjadi
2 dosis (maksimal, 250 mg 2x
sehari), selama 10 hari
Clindamycin (Cleocin) 20 mg/kgBB/hari oral (maksimal,
1.8 g/hari), dibagi menjadi 3 dosis,
untuk 10 hari
Profilaksis Sekunder
Agen Dosis
11
60-70 mg/kg/hari untuk 3-6 minggu. Pada pasien yang alergi terhadap aspirin bisa
digunakan naproxen 10-20 mg/kg/hari.
Obat kortikosteroid yang menjadi pilihan utama adalah prednisone dengan
dosis 2 mg/kg/hari, maksimal 80 mg/hari selama 2 minggu, diberikan 1 kali sehari.
Setelah terapi 2-3 minggu dosis diturunkan 20-25% setiap minggu. Pada kondisi yang
mengancam nyawa, terapi IV methylprednisolone dengan dosis 30 mg/kg/hari.
Durasi terapi dari anti inflamasi berdasarkan respon klinis terhadap terapi.
Obat Dosis
Digoxin 30 mcg/kg dosis total digitalisasi, 7,5 mcg/kg/hari dosis
pemeliharaan
Diuretik:
Furosemide 0,5 – 2 mg/kg/hari,
Metolazone 0,2 – 0,4 mg/kg/hari
Vasodilator:
Captopril Dimulai 0,25 mg/kg dosis percobaan, dinaikkan 1,5 – 3
mg/kg/hari dibagi dalam 3 dosis.
Sodium 0,5 – 10 mcg/kg/min infus, digunakan bila gagal jantung sulit
nitroprusside dikontrol. Monitor kadar sianida.
Inotropik:
Dobutamine 2 – 20 mcg/kg/menit per-infus
Dopamine 2 – 20 mcg/kg/menit per-infus
12
Milrinone 0,5 – 1 mcg/kg/menit per-infus
e. Terapi Operatif
Pada pasien dengan gagal jantung yang persisten atau terus mengalami
perburukan meskipun telah mendapat terapi medis yang agresif untuk penanganan
rheumatic heart disease, operasi untuk mengurangi defisiensi katup mungkin bisa
menjadi pilihan untuk menyelamatkan nyawa pasien.
V. Prognosis
Pasien dengan riwayat rheumatic fever berisiko tinggi mengalami
kekambuhan. Resiko kekambuhan tertinggi dalam kurun waktu 5 tahun sejak episode
awal. Semakin muda rheumatic fever terjadi, kecenderungan kambuh semakin besar.
Kekambuhan rheumatic fever secara umum mirip dengan serangan awal, namun
13
risiko karditis dan kerusakan katup lebih besar.