Anda di halaman 1dari 4

BUDIDAYA NILAM MENGGUNAKAN VARIETAS UNGGUL

DI PROVINSI ACEH

Oleh : Idawanni dan Fenty Ferayanti (Peneliti BPTP Aceh)

PENDAHULUAN
Provinsi Aceh merupakan salah satu daerah sentra produksi minyak nilam di Indonesia yang
hingga kini memberikan kontribusi yang cukup besar ± 70% untuk memenuhi ekspor minyak
nilam Indonesia. Potensi penanaman nilam di Provinsi Aceh pada tahun 2006 mencapai 2.486
ha dengan produksi minyak ± 88 kg/ha yang merupakan perkebunan rakyat dan diusahakan di
10 kabupaten/kota. Salah satu kabupaten yang merupakan daerah sentra produksi nilam di
Provinsi Aceh adalah Kabupaten Aceh Jaya.

Rata-rata produksi nilam di tingkat petani saat ini juga masih rendah berkisar ± 10 ton /ha
daun basah atau ± 2 ton/ha daun kering dengan kadar minyak 2 – 3%. Kisaran produksi ini
sebenarnya masih jauh di bawah potensi hasil tanaman nilam yang mampu menghasilkan
daun nilam segar sebesar 52 ton/ha.

Rendahnya produktivitas dan mutu minyak nilam antara lain disebabkan oleh mutu genetik yang
rendah, teknik budidaya yang sederhana, serangan berbagai penyakit serta panen dan pasca
panen yang belum tepat. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu genetik nilam adalah
dengan mengumpulkan plasma nutfah nilam dari berbagai daerah, baik daerah sentra produksi
maupun daerah lainnya (Balitro, 2004).

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) pada tahun 1997 melakukan esplorasi
tanaman nilam sebanyak 28 nomor yang kadar minyaknya bervariasi antara 1.60 – 3.59 %. Dari
hasil uji multi lokasi diperoleh 3 varietas unggul nilam, yaitu Tapaktuan, Lhokseumawe, dan
Sidikalang. Ketiga varietas nilam ini telah dilepas oleh Menteri Pertanian sebagai varietas
unggul pada tanggal 1 Agustus 2005. Penamaan ketiga varietas unggul Tapaktuan,

1
Lhokseumawe, dan Sidikalang adalah didasarkan pada nama daerah asalnya. Ketiga varietas
unggul ini mempunyai keunggulannya masing-masing.
Varietas Tapaktuan unggul dalam produksi dan kadar Patchouli alkohol, Lhokseumawe kadar
minyaknya tinggi dan Sidikalang toleran terhadap penyakit layu bakteri dan nematoda. Di
samping karakter kuantitatif, karakter kualitatif yang dapat membedakan ketiga varietas tersebut
adalah warna pangkal batang. Varietas Tapaktuan warna pangkal batangnya hijau dengan
sedikit ungu, varietas Lhokseumawe lebih ungu kemerahan, dan varietas Sidikalang paling
ungu.

Deskripsi Varietas Unggul


1. SIDIKALANG
- produksi terna segar (ton/ha) : 13,66 s/d 108,10
- produksi minyak (kg/ha) : 78.90 s/d 624,89
- kadar minyak (%) : 2,23 s/d 4,23
- kadar patchouli alcohol (%) : 30,21 s/d 35,20

2. LHOKSEUMAWE
- produksi terna segar (ton/ha) : 19,58 s/d 59,20
- produksi minyak (kg/ha) : 125.83 s/d 380,06
- kadar minyak (%) : 2,00 s/d 4,14
- kadar patchouli alcohol (%) : 29,11 s/d 34,46

2
3. TAPAKTUAN
- produksi terna segar (ton/ha) : 19,70 s/d 110,00
- produksi minyak (kg/ha) : 111.50 s/d 622,26
- kadar minyak (%) : 2,07 s/d 3,87
- kadar patchouli alcohol (%) : 28,69 s/d 35,90

Kegiatan Pengkajian BPTP Aceh

BPTP Aceh bekerjasama dengan BALITTRO dan Pemkab dalam hal ini Kabupaten Pidie
dan Aceh Jaya, telah melakukan beberapa kegiatan pengkajian untuk melakukan uji
adaptasi varietas unggul dengan cara budidaya menetap. Dari pengkajian yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa varietas Sidikalang mempunyai tingkat adaptasi dan
potensi hasil yang lebih baik dibandingkan 2 (dua) varietas unggul lainnya, dengan potensi
hasil di Kabupaten Pidie 15,2 ton/ha terna segar dan dan 5 ton/ha terna kering. Sedangkan
potensi hasil di Kabupaten Aceh Jaya 15,5 ton/ha terna segar dan 5 ton/ha terna kering.

3
Permasalahan Pengembangan Nilam di Propinsi Aceh

Banyak kendala dan masalah yang dihadapi petani nilam, baik kendala administratif,
teknis operasional, maupun kendala pemasaran. Diakui bahwa selama terjadinya konflik
dan tsunami di Aceh terjadi penurunan luas penanaman nilam yang sangat signifikan.
Sampai saat ini Pemerintah Aceh belum mempunyai kebijakan tentang kawasan agribisnis
nilam, sehingga tidak terdatanya lagi sentra produksi nilam sehingga produksi tidak
kontinyu dan menurunnya kualitas minyak nilam.
Selain itu lemahnya kelembagaan dan permodalan petani yang di pengaruhi oleh
tidak stabilnya harga minyak nilam dan rendahnya harga minyak nilam di tingkat petani
mengakibatkan rendahnya minat petani menanam nilam. Untuk itu perlu dilakukan
pemetaan kawasan pengembangan agribisnis nilam serta penguatan dan pemberdayaan
kelembagaan petani.
Editor : Basri A. Bakar

Anda mungkin juga menyukai