Anda di halaman 1dari 10

BUDIDAYA NILAM ORGANIK

Muhamad Djazuli
Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik
Jln. Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111

I. PENDAHULUAN

Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan tanaman


penghasil minyak atsiri yang penting dalam menghasilkan devisa. Komponen
utama dari minyak nilam adalah Alpha Patchoulene, Beta Patchoulene, Alpha
Guaiene, Alpha Bulnesene, Caryophyllene, Norpatchoulenol, Patchouli
Alcohol, Seychellene dan Pogostol. Minyak nilam mempunyai manfaat
sebagai antara lain: Antidepresi, antiflogistik, antiseptik, afrodisiak,
astringen, antijerawat, regenerasi sel kulit baru, deodoran, menurunkan
berat badan, tekanan darah, kolesterol dan racun dalam darah, penurun
demam, dan sebagai insektisida/penolak serangga seperti nyamuk, semut,
dan lalat (http://www.organicfacts.net/health-benefit-of-essential-oil.html).
Indonesia memasok sekitar 70-90% minyak nilam dunia dengan total
ekspor minyak nilam pada tahun 2008 sebesar 2.496 ton dan luas areal
mencapai 21.716 ha yang tersebar di 11 propinsi (Biro Statistik 2004).
Volume ekspor minyak nilam terus meningkat, dan tahun 2006 mencapai
2.100 ton dengan nilai US $ 27.171 juta (Sukamto et al. 2008). Penambahan
luas areal dan produksi nilam yang tinggi tidak sebanding dengan
kemampuan penyerapan pasar menyebabkan penurunan dan fluktuasi harga
minyak nilam dunia. Di lapang, selain harga yang tidak menentu,
terbatasnya produk pupuk kimia bersubsidi di pasar, menyebabkan petani
sulit mendapatkan pupuk kimia terutama menjelang musim tanam.
Di Indonesia masih ada yang melakukan budidaya nilam secara
berpindah. Sistem ladang berpindah yang masih dilakukan petani nilam serta
penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang berlebihan telah merusak dan
mengganggu kelestarian lingkungan.

Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam 17


Meningkatnya kesadaran masyarakat dunia untuk mendapatkan
lingkungan yang lebih sehat dan berkualitas menyebabkan meningkatnya
permintaan produk pertanian organik. Tingginya permintaan dan
terbatasnya produksi minyak nilam organik menyebabkan harga minyak
nilam organik stabil dan lebih tinggi dibandingkan minyak nilam
konvensional. Dengan beralihnya ke sistem budidaya organik, para petani
organik tidak perlu lagi bergantung pada pupuk kimia yang terkadang langka
dijumpai.
Pemerintah Indonesia juga sudah mencanangkan Go Organik
Indonesia 2010 dan telah mengeluarkan SNI 6729:2010 tentang sistem
pangan organik yang mengacu pada beberapa badan standardisasi organik
yang ada di dunia (BSN 2010).
Semakin meningkatnya permintaan minyak nilam yang berasal dari
sistem pertanian organik yang ramah lingkungan dan harga yang cukup
tinggi, telah mendorong beberapa petani nilam di sentra produksi mencoba
untuk melaksanakan budidaya nilam organik. Salah satunya adalah
kelompok tani di Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Adanya kelompok tani yang
mengembangkan nilam organik diharapkan dapat mendorong petani nilam
lainnya untuk mulai mengembangkan sistem pertanian nilam organik.

II. KENDALA DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN NILAM ORGANIK

Walaupun wacana pertanian organik sudah cukup lama dikenalkan di


Indonesia bahkan aturannyapun sudah lama dibuat, namun sosialisasi
informasi tentang sistem budidaya organik, harga, dan potensi pasar
khususnya bagi petani nilam masih sangat terbatas.
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah telah mencanangkan
“Go Organik Indonesia” tahun 2010 dengan visi menjadikan Indonesia
sebagai salah produsen organik utama dunia termasuk minyak nilam
organik.
Salah satu tantangan bagi pengembangan nilam organik di Indonesia
adalah adanya negara pesaing yang lebih dulu menjadi pemasok minyak

Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam


18
nilam organik dunia. Walaupun volume ekspor minyak nilam organik masih
relatif kecil, namun India telah lebih dulu dikenal sebagai satu-satunya
negara penghasil produk minyak nilam organik dunia, sehingga baik
langsung maupun tidak India akan menjadi pesaing dalam produksi minyak
nilam organik Indonesia. Dalam situsnya salah satu perusahaan produk
minyak atsiri MUDAR di India pada tahun 2008 baru memproduksi 1,5 ton
minyak nilam, namun pada tahun 2009 telah merencanakan akan terus
mengembangkan pertanaman nilam organik di negara bagian Karnataka dan
mentargetkan produksi 10 ton minyak nilam organik yang bersertifikat
organik. Seperti halnya di Indonesia, India juga telah mencanangkan Go
Organik India pada tahun 2010 (http://www.mudarindia.net/organic-
patchouli-oil.htm)

III. BUDIDAYA NILAM ORGANIK HARUS MENGIKUTI


PERSYARATAN POKOK DALAM SNI PANGAN
ORGANIK 6729:2010

3.1. Pemilihan lahan


Tanaman nilam mampu tumbuh pada hampir semua jenis tanah,
namun untuk lahan marginal perlu in put pupuk organik yang cukup tinggi
untuk mendapatkan pertumbuhan optimal. Oleh karena itu, sesuai dengan
SNI Sistem Pangan Organik maka bagi daerah yang tergolong
kesesuaiannya rendah tidak perlu memaksakan untuk ikut mengembangkan
pertanaman nilam organik. Proses pelaksanaan budidaya nilam organik bisa
langsung pada lahan bukaan hutan seperti yang terjadi di sentra
pengembangan nilam di luar Jawa, sedangkan pelaksanaan sistem budidaya
nilam organik pada lahan menetap bekas pertanaman nilam atau tanaman
non organik lainnya wajib melalui program konversi lahan konvensional
minimal 2 tahun (BSN 2010).
Untuk menimalkan penggunaan input, maka lahan yang digunakan
harus memiliki agroekosistem yang sesuai untuk pertumbuhan optimal
tanaman nilam diantaranya adalah lahan yang relatif subur, jumlah curah

Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam 19


hujan yang cukup tinggi, dan mempunyai elevasi rendah sampai sedang
(Rosman et al. 2004).
Tanaman nilam relatif peka terhadap cekaman kekeringan, oleh
karenanya faktor sumber air yang bebas kontaminasi menjadi sangat
penting dalam sistem pertanian organik. Sumber air yang bebas kontaminasi
pupuk kimia maupun pestisida kimia merupakan persyaratan mutlak bagi
budidaya organik. Oleh karenanya itu, pengembangan nilam organik yang
berada di sekitar pertanaman non organik memerlukan persyaratan yang
lebih berat dibandingkan budidaya organik pada lahan yang terisolir dan
elevasinya lebih tinggi dibanding tanaman konvensional yang ada.
Pemanfaatan lahan miring masih diperbolehkan dalam sistem
pertanian organik, namun harus menggunakan prinsip konservasi dan
meminimalisir erosi dengan menggunakan sistem terasiring atau rorak.

3.2. Penggunaan benih

Dalam budidaya organik, petani nilam dilarang mengggunakan benih


yang berasal dari hasil rekayasa genetik (GMO). Saat ini, benih nilam yang
banyak digunakan oleh petani adalah berasal dari setek batang nilam non
GMO dari varietas unggul yang telah dilepas oleh Balai Penelitian Tanaman
Obat dan Aromatik (Balittro). Sampai saat ini Balittro baru melepas tiga
varietas unggul nilam yang berproduktivitas dan bermutu tinggi dengan
kandungan Patchouli Alkohol (PA) di atas 30 % antara lain Sidikalang, Tapak
Tuan dan Lhokseumawe (Nuryani 2005). Diharapkan tidak lama lagi Balittro
juga akan melepas varietas unggul baru yang berdaya hasil tinggi dan
toleran terhadap penyakit utama nilam.

3.3. Pemupukan dan pembenah tanah

Salah satu sumber hara utama pada budidaya nilam organik adalah
pupuk organik baik berupa pupuk kandang maupun kompos. Sesuai SNI 01-
6729-2010 dipersyaratkan bahwa bahan baku pupuk kandang yang berasal
dari sapi, kambing atau ayam tidak mendapatkan asupan hormon atau

Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam


20
antibiotik yang dilarang. Dengan demikian, direkomendasikan untuk
menggunakan pupuk kandang yang berasal dari ternak milik petani sendiri
atau peternak kecil bukan berasal dari factory farming.
Penggunaan kompos yang berasal dari limbah penyulingan minyak
nilam sangat dianjurkan. Selain berwawasan lingkungan, kompos yang
berasal dari limbah hasil sulingan nilam mengandung hara N yang tinggi dan
tidak mengandung senyawa yang bersifat toksik bagi tanaman nilam (Djazuli
2002a). Hasil analisis hara beberapa jenis kompos, terlihat bahwa bahwa
kadar N, K, Ca, dan Mg kompos limbah nilam jauh lebih tinggi dibandingkan
kompos sampah maupun pupuk kandang sapi (Tabel 1). Dalam program
pemupukan organik diperlukan tambahan komponen lain yang dapat
meningkatkan kesuburan dan lingkungan tumbuh nilam yang optimal seperti
penggunaan pupuk hayati seperti mikoriza, pupuk alam seperti fosfat alam,
dan pembenah tanah yang dapat memperbaiki lingkungan fisik dan kimia
tanah. Dalam aplikasi pupuk organik perlu dipertimbangkan aspek
agroekologi dan sosial ekonominya, terutama ketersediaan bahan baku
pupuk organiknya.

Tabel 1. Perbandingan status hara kompos hasil limbah penyulingan nilam


dengan kompos sampah pasar dan pukan
Kompos limbah Kompos sampah Pupuk kandang
Hara
nilam * pasar (PGN1)** sapi**
N (%) 3,59 1,71 1,64
P2O5 (%) 0,28 0,25 0,36
K2O (%) 1,26 0,87 0,77
CaO (%) 1,70 0,61 0,21
MgO (%) 0,95 0,49 0,21
C-organik 35,7 18,9 31,00
C/N 9,94 11,7 19,35
* Djazuli (2002b)
** Tombe et al. (2001)

Selain pemberaan dan penggunaan pola tumpang gilir, aplikasi kapur


dan pupuk organik mampu menekan efek negatif dari senyawa toksik dari
proses alelopati, sehingga tanaman akan lebih sehat dan tahan terhadap
serangan OPT (Djazuli 2002b).

Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam 21


Rusaknya lahan akibat penggunaan pupuk dan pestisida kimia jangka
panjang terhadap fisik (meningkatnya kekerasan tanah) maupun biologi
tanah (menurunnya jumlah dan jenis mikroba tanah yang bermanfaat)
menyebabkan respon pemupukan jadi rendah, sehingga pada awal budidaya
organik yang hanya mengandalkan pupuk organik menjadi penyebab
terjadinya penurunan produktivitas lahan dan tanaman. Dari beberapa hasil
kajian di lapangan menunjukkan bahwa dengan sistem budidaya organik
jangka panjang akan memperbaiki fisik dan mikroba tanah menyebabkan
produktivitas lahan dan tanaman meningkat setara dengan produk
konvensional (Ananto 2008)

3.4. Pengendalian OPT


Tingginya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT)
menyebabkan produktivitas nilam menurun dengan tajam. Bahkan sebagian
petani nilam di beberapa sentra produksi nilam pada tahun 2007 tidak bisa
memanen karena sebagian besar tanaman nilam mati terserang OPT
tersebut.
Salah satu penyakit yang banyak dijumpai dan spesifik pada
pertanaman nilam adalah budok. Walaupun tidak mematikan secara
langsung, namun keberadaan penyakit budok yang disebabkan oleh jamur
Synchytrium pogostemonis akan menurunkan produktivitas dan mutu
minyak secara nyata. Penyakit lain yang juga banyak dijumpai pada sentra
produksi nilam adalah layu bakteri, hawar daun, dan nematoda.
Hama utama yang sering menyerang tanaman nilam adalah ulat
daun, kumbang daun, belalang, penghisap daun, penghisap batang dan akar
serta tungau. Teknologi pengendalian OPT menggunakan bahan baku
organik masih relatif sedikit dibandingkan teknik pengendalian yang
menggunakan pestisida kimia. Selain penggunaan varietas unggul nilam
yang toleran terhadap serangan OPT, beberapa teknologi pengendalian OPT
menggunakan pestisida nabati, agensia hayati, dan bahan alam yang
dibolehkan dalam SN 6729-2010 telah menunjukkan prospek keberhasilan
yang menggembirakan.

Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam


22
Dampak negatif serangan hama pada nilam terlihat jauh ringan
dibandingkan dengan serangan penyakit. Oleh karenanya, upaya
pengendalian OPT dengan pestisida organik yang efektif khususnya untuk
penyakit sangat diharapkan oleh petani nilam.
Salah satu penyebab berfluktuasinya produksi nilam saat ini adalah
munculnya serangan penyakit khususnya penyakit budok, layu bakteri, dan
nematoda. Sampai saat ini ketersediaan informasi pengendalian OPT secara
terpadu untuk sistem pertanian organik masih terbatas.
Pengendalian penyakit budok masih relatif susah. Namun demikian
sesuai dengan kaidah organik, maka metode eradikasi lahan dan rotasi atau
pergiliran tanaman non nilam cukup efektif untuk mengendalikan penyakit
budok. Sukamto dan Djazuli (2011) melaporkan bahwa penggunaan 1%
bubur bourdeux (100 g terusi + 100 g kapur tohor dalam 1 liter air) efektif
mengendalikan penyakit budok yang disebabkan oleh jamur Synchytrium.
Hasil penelitian Balittro menunjukkan bahwa aplikasi pupuk organik
dan mimba serta inokulasi bakteri endofit TT2, NJ16, MSK,NJ57, dan EH11
berpotensi untuk digunakan dalam pengendalian nematoda Pratylenchus
brachyurus (Mustika dan Nazarudin 1998; Harni 2008).
Penyiangan gulma secara mekanis perlu dilakukan secara terus
menerus. Selain untuk mengurangi terjadinya kompetisi dalam penyerapan
hara dan cahaya, beberapa jenis gulma seperti Ageratum dapat menjadi
inang penyakit pada nilam (Sukamto et al. 2008). Untuk pengendalian
OPT secara terpadu juga diperlukan aplikasi pemupukan dan pembenah
tanah yang tepat akan meningkatkan kesehatan dan ketahanan terhadap
serangan OPT.

3.5. Pasca Panen


Untuk pengangkutan terna hasil panen, sarana pengangkutan harus
bebas dari kontaminasi oleh bahan kimia yang dilarang dan tidak
diperkenankan pula menggunakan kemasan atau karung bekas pupuk kimia
atau produk lainnya yang dilarang dalam SNI organik.

Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam 23


Apabila menggunakan alat penyulingan minyak nilam digunakan
bersama dengan produk non organik, maka perlu upaya pembersihan dan
pembilasan alat penyulingan sesuai dengan persyaratan SNI organik. Untuk
proses penyulingan direkomendasikan menggunakan alat suling yang
terbuat dari stainless steel sehingga diperoleh produk minyak nilam yang
memenuhi standar produk minyak nilam SNI 06-2385-2006.

3.6. Sertifikasi
Untuk mendapatkan jaminan bahwa produk minyak nilam organik
yang dihasilkan selama proses produksi terutama untuk ekspor, maka petani
nilam organik harus melakukan sertifikasi organik.
Salah satu kegiatan yang harus ada dalam sistem budidaya organik
adalah pencatatan pembuatan dokumen sistem mutu yang berisi organisasi,
sejarah lahan, SOP budidaya dan rekaman proses produksi mulai dari
penyediaan bahan tanaman, penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan,
pemupukan, pengendalian OPT, panen, penyulingan, hingga pemasaran.
Selanjutnya petani nilam organik harus melaksanakan budidaya sesuai SOP
organik secara konsisten dan berkelanjutan.
Untuk menjamin konsumen minyak nilam organik baik di dalam dan
luar negeri perlu dilakukan sertifikasi organik yang mengacu pada institusi
Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) di dalam negeri dan di luar negeri yang
telah terakreditasi. Produk minyak nilam yang telah tersertifikasi di LSO
dalam negeri berhak diberi logo organik Indonesia sebagai jaminan
keorganik bagi konsumen baik di dalam maupun di luar negeri.

IV. PEMASARAN

Rendahnya biaya produksi dan tingginya nilai jual produk organik


yang tersertifikasi menyebabkan pendapatan petani organik meningkat
dengan nyata. Adanya permintaan dari beberapa eksportir minyak nilam
akan produk minyak nilam organik yang bermutu tinggi dan bersertifikat

Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam


24
untuk memenuhi permintaan konsumen di negara maju perlu ditindak lanjuti
secara nyata.
Dengan dicanangkannya program Indonesia Go Organik pada tahun
2010, maka sudah saatnya petani nilam Indonesia mengembangkan nilam
organik sekaligus sebagai eksportir utama minyak nilam organik dunia.

DAFTAR PUSTAKA

Ananto. E. 2008. Fasilitasi dan Bimbingan Inspektor Organik. 2-5 Juni 2008.
Bogor. Direktorat Mutu dan Standarisasi, Departemen Pertanian.
(unpublished)

Biro Statistik. 2004. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Ekspor.


Biro Statistik, Jakarta.

BSN. 2010. Sistem Pangan Organik. SNI 6729:2010. Badan Standarisasi


Nasioanl Jakarta. 32 hal.

Djazuli, M. 2002a. Pengaruh aplikasi kompos limbah penyulingan minyak


nilam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman nilam
(Pogostemon cablin Benth). Prosiding Seminar Nasional dan Pameran
Pertanian Organik. Jakarta, 2-3 Juli 2002. hal. 323-332.

Djazuli, M. 2002b. Alelopati pada tanaman nilam (Pogostemon cablin


Benth.). Jurnal Ilmiah Pertanian. Gakuryoku. 8: 163-172.

Harni, R. 2008. Pengaruh beberapa isolat bakteri endopit untuk


mengendalikan nematoda peluka akar (Pratylenchus brachyurus) pada
tanaman nilam. Prosiding Seminar Nasional Pengendalian Terpadu
Organisme Pengganggu Tanaman Jahe dan Nilam. Balittro, Bogor Hal.
137-146.

http://www.organicfacts.net/health-benefit-of-essential-oil. html

http://www.mudarindia.net/organic-patchouli-oil.htm

Mustika, I. dan S.B. Nazarudin 1998. Gangguan nematoda dan cara


pengendaliannya. Monograf Nilam. Balai Penelitian Tanaman Rempah
dan Obat. Hal 89-95

Nuryani, Y. 2005. Pelepasan varietas unggul nilam. Warta Penelitian dan


Pengembangan Tanaman Industri. No. 11 : 1-3.

Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam 25


Rosman, R., Emmyzar dan P. Wahid. 1998. Karakteristik lahan dan iklim
untuk perwilayahan pengembangan. Monograf Nilam. Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat. Hal 47-55.

Sukamto. M. Djazuli dan D. Wahyuno. 2008. Teknik pengelolaan budidaya


pada tanaman nilam. Laporan Teknis TA 2008. Balai Penelitian
Tanaman Obat dan Aromatik. (unpublish).

Sukamto dan M. Djazuli. 2011. Pengendalian penyakit budok pada tanaman


nilam (Pogostemon cablin Benth). Warta Badan Litbang Pertanian.
33: 6-7

Tombe, M., K. Mulya, R. Zaubin. E.R, Pribadi, C. Indrawanto, O. Trisilawati


dan A. Ruhnayat. 2001. Uji coba pemanfaatan dan peningkatan mutu
kompos produksi pilot plant klender, berikut pemasarannya. Final
Report. PT Gas Negara dan Balittro. (unpublish).

Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam


26

Anda mungkin juga menyukai