Anda di halaman 1dari 7

1. Mengapa virus HIV dapat menurunkan imunitas tubuh?

2. Siapa saja kelompok yang berisiko tinggi terinfeksi hiv?


Waria, penasun, gay/lsl, odha, pelanggan, wanita pekerja seks
3. Bagaimana pelaksanaan program getting to zero?
Dalam menangani epidemi HIV/AIDS Getting to Zero ini menyediakan pengobatan
antiretroviral, pendistribusian kondom, kampanye, edukasi dan dukungan yang
komperhensif dalam membantu mengatasi HIV/AIDS. Pendidikan yang dilakukan
dalam upaya mengatasi HIV/AIDS adalah mengajarkan tentang HIV/AIDS disekolah-
sekolah. Diluar sekolah, upaya untuk mendidik atau menginformasikan kepada
masyarakat tentang HIV dan AIDS dapat berupa selebaran, televisi dan radio. Edukasi
yang diberikan berupa pendidikan mengenai bahaya HIV/AIDS, cara mencegah bagi
yang belum terinfeksi, mengatasi dan mengobatinya Sehingga hal-hal tersebut mampu
membuat anak-anak memiliki pengetahuan untuk mengatasi penyebaran atau epidemi
HIV/AIDS sejak dini. Karena yang kita ketahui bahwa epidemi HIV/AIDS sendiri
tergolong epidemi yang sangat cepat menyebar. Getting to Zero juga melakukan
pencegahan yang dilakukan dari ibu yang HIV positif kepada anak yang
dikandungnya, agar anak tersebut tidak terinfeksi virus HIV. Pencegahan dari ibu ke
anak ini dilakukan secara bertahap selama masa kehamilan.. Cara kerja pencegahan
dari ibu hamil ke anak ini adalah menyediakan obat antiretroviral gratis kepada ibu
hamil. Tujuan dari pencegahan dari ibu hamil ke anak adalah untuk mengurangi
infeksi HIV dari ibu hamil ke calon bayi sehingga menyebabkan pengurangan angka
meratanya penyakit dan kematian pada bayi. Langkah-langkah dari hal adalah:
a. Pencegahan primer dari perempuan usia subur yang mengidap HIV/AIDS kepada
pasangan mereka. Pertama yang harus dilakukan untuk mencegah penularan ini
adalah pencegahan wanita di kalangan usia produktif
b. Pencegahan penularan HIV kepada bayi selama masa kehamilan dan menyusui
c. Pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan pada perempuan yang terinfeksi
HIV
d. Perawatan dan dukungan psikososial untuk perempuan dan keluarga yang
terinfeksi HIV
4. bagaimana penggunaan vct pada deteksi hiv aids?

HIV/AIDS memiliki dampak besar pada penderita, keluarganya, dan masyarakat.


Pencegahan penyebaran infeksi dapat diupayakan melalui peningkatan akses
perawatan dan dukungan pada penderita dan keluarganya. Voluntary Conseling and
Testing (VCT) adalah salah satu bentuk upaya tersebut. VCT adalah proses konseling
pra testing, konseling post testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat
confidental dan secara lebih dini membantu orang mengetahui status HIV.

Dalam tahapan VCT, konseling dilakukan dua kali yaitu sebelum dan sesudah tes
HIV. Pada tahap pre konseling dilakukan pemberian informasi tentang HIV dan AIDS,
cara penularan, cara pencegahan dan periode jendela. Kemudian konselor melakukan
penilaian klinis. Pada saat ini klien harus jujur menceritakan kegiatan yang beresiko
HIV/AIDS seperti aktivitas seksual terakhir, menggunakan narkoba suntik, pernah
menerima produk darah atau organ, dan sebagainya. Konseling pra testing
memberikan pengetahuan tentang manfaat testing, pengambilan keputusan untuk
testing, dan perencanaan atas issue HIV yang dihadapi.

Setelah tahap pre konseling, klien akan melakukan tes HIV. Pada saat melakukan tes,
darah akan diambil secukupnya dan pemeriksaan darah ini bisa memakan waktu
antara setengah jam sampai satu minggu tergantung metode tes darahnya. Dalam tes
HIV, diagnosis didasarkan pada antibodi HIV yang ditemukan dalam darah. Tes
antibodi HIV dapat dilakukan dengan tes ELISA, Westren Blot ataupun Rapid.

Setelah klien mengambil hasil tesnya, maka klien akan menjalani tahapan post
konseling. Apabila hasil tes adalah negatif (tidak reaktif) klien belum tentu tidak
memiliki HIV karena bisa saja klien masih dalam periode jendela, yaitu periode
dimana orang yang bersangkutan sudah tertular HIV tapi antibodinya belum
membentuk sistem kekebalan terhadap HIV. Klien dengan periode jendela ini sudah
bisa menularkan HIV. Kewaspadaan akan periode jendela itu tergantung pada
penilaian resiko pada pre konseling. Apabila klien mempunyai faktor resiko terkena
HIV maka dianjurkan untuk melakukan tes kembali tiga bulan setelahnya. Selain itu,
bersama dengan klien, konselor akan membantu merencanakan program perubahan
perilaku.

Apabila pemeriksaan pertama hasil tesnya positif (reaktif) maka dilakukan


pemeriksaan kedua dan ketiga dengan ketentuan beda sensitifitas dan spesifisitas pada
reagen yang digunakan. Apabila tetap reaktif klien bebas mendiskusikan perasaannya
dengan konselor. Konselor juga akan menginformasikan fasilitas untuk tindak lanjut
dan dukungan. Misalnya, jika klien membutuhkan terapi ARV ataupun dukungan dari
kelompok sebaya. Selain itu, konselor juga akan memberikan informasi tentang cara
hidup sehat dan bagaimana agar tidak menularkannya ke orang lain.

5. Bagaimana penggunaan pict di indonesia?

Provider-Initiated Testing and Counselling (PITC) adalah konseling dan tes HIV yang
disarankan oleh penyelenggara pelayanan kesehatan kepada seseorang yang datang ke
fasilitas pelayanan kesehatan sebagai suatu komponen standard dari pelayanan medis.
Seseorang yang datang ke pelayanan kesehatan dengan tanda dan gejala terinfeksi
HIV, merupakan tanggung jawab penyelenggara pelayanan kesehatan untuk
merekomendasikan kepada orang tersebut untuk melakukan tes dan konseling sebagai
bagian dari standar rutin dari manajemen klinis, termasuk penyaranan konseling dan
tes pada pasien TB dan seseorang yang dicurigai TB atau penyakit penularan seksual.
PITC juga bertujuan untuk mengidentifikasi infeksi HIV terhadap klien yang tidak
dikenali dan tidak dicurigai datang ke pelayanan kesehatan. Tes dan konseling HIV
disarankan oleh penyelenggara pelayanan kesehatan sebagai bagian dari pelayanan
yang diberikan kepada seluruh pasien selama interaksi-interaksi klinis yang dilakukan
di pelayanan kesehatan

Mengapa perlu PITC?, penyebabnya adalah VCT tidak dapat diimplementasikan pada
skala besar dalam komunitas dan negara yang memiliki pendapatan rendah. Salah satu
alasan bahwa VCT mahal dan sulit diimplementasikan dikarenakan VCT memerlukan
infrastruktur substansial, waktu dan staf yang terlatih. Alasan lainnya adalah fakta
ketika seseorang tidak ingin memeriksakan status HIV-nya.

Indonesia harus menerapkan pola provider initiated testing and counseling (PITC)
dalam strategi penemuan kasus orang yang terpapar HIV/AIDS di Indonesia. Pola itu
harus diterapkan lantaran tingkat penemuan kasus orang terkena HIV/AIDS di
Indonesia masih rendah..

Mengapa sulit mempercayai VCT? Alasannya, lewat mekanisme VCT, provider


kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, dan tenaga medis lebih bersifat pasif. Pola
semacam itu hanya mengimbau masyarakat secara sukarela untuk memeriksakan diri
ke rumah sakit, dan bersedia menjalani tes dan konsultasi sehingga sangat sulit untuk
memutus rantai penularan. Sebaliknya dalam mekanisme PITC, peran provider
kesehatan lebih efektif. Dokter berperan aktif untuk melihat pasien bersangkutan
memiliki gejala penyakit HIV, dengan melihat faktor risiko tinggi terpapar HIV. Atas
dasar itu dokter berhak memberi rujukan agar pasien melakukan pemeriksaan lanjutan
di laboratorium atau klinik HIV. Oleh karena itu, penanggulangan HIV,
penatalaksanaan terapi lebih mudah tercapai dengan menggunakan PITC daripada
murni VCT. Bagi petugas kesehatan dengan diberlakukannya PITC secara tidak
langsung juga lebih membuat pelayanan kesehatan lebih efektif membantu memutus
rantai penularan dan mengurangi kejadian infeksius di masyarakat serta.

6. Bagaimana peran dari KPAN?

berdasarkan Keputusan Presiden No. 36 tahun 1994. Baru di tahun 2006


muncul Peraturan Presiden No. 75 tentang KPAN. Salah satu latar belakang
munculnya Peraturan Presiden ini adalah untuk meningkatkan upaya penanggulangan
HIV & AIDS serta menyempurnakan tugas, fungsi, dan keanggotaan KPAN.
KPA adalah lembaga yang bertanggung jawab dalam menetapkan rencana strategis
nasional dalam penanggulangan HIV & AIDS. Salah satu tugas utama KPA yang juga
telah tercantum dalam Perpres adalah mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan
penyuluhan, pencegahan, pelayanan, pemantauan, pengendalian, dan penanggulangan
HIV & AIDS. Kata kunci yang perlu ditekankan adalah mengkoordinasikan. Selain
mengkoordinasikan program, KPA juga diharapkan berperan sebagai jembatan antara
komunitas dengan para pemangku kepentingan agar masing-masing pihak jelas
tanggung jawabnya dalam pelaksanaan program.

7. Ampuhkah pengobatan ARV?


Terapi ARV yang baik pada ODHA akan menurunkan penyebaran HIV hingga 92%.
Obat antiretrovirus dapat dibagi menjadi lima golongan, yaitu: 1. NRTI (Nucleoside
Reverse Transcriptase Inhibitor): NRTI juga bekerja pada tahap awal replikasi virus
HIV sehingga obat ini akan menghambat infeksi akut pada sel yang rentan, tetapi
hanya sedikit berefek pada sel yang telah terinfeksi HIV. 2. NtRTI (Nucleotide reverse
Transcriptase Inhibitor):Reaksi obat ini lebih cepat dan konversinya menjadi bentuk
aktif lebih sempurna 3. NNRTI (Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor):
Golongan obat ini hanya efektif terhadap HIV-1 4. PI (Protease Inhibitor): Golongan
PI bekerja menghambat maturasi virus. Oleh karena itu, sel akan menghasilkan
partikel virus yang imatur dan tidak virulen. 5. Viral Entry Inhibitor: Golongan obat
ini berkerja dengan cara menghambat masuknya HIV ke sel melalui reseptor CXCR4.
8. Bagaimana pencegahan penyakit hiv aids?
Promosi kondom di tempat transaksi seksual dan di tempat layanan IMS perlu terus
dilakukan
Meningkatkan akses dan pemanfaatan layanan tes HIV melalui pendekatan inovatif
berbasis komunitas GWL dalam bentuk, misalnya menyediakan layanan konseling
dan tes HIV (KTH) berbasis komunitas melalui penggunaan media sosial
Memperbanyak layanan perawatan dan pengobatan yang berkualitas, bersahabat dan
sesuai dengan kebutuhan mengacu pada contoh-contoh sukses yang ada
pengurangan dampak buruk yang komprehensif, seperti peralatan suntik steril,
substitusi oral, akses kondom dan media informasi untuk Penasun dan pasangan,
rujukan ke layanan kesehatan untuk tes HIV, terapi ARV, TB, dan terapi adiksi, dan
ko-infeksi Hepatitis
Keterlibatan bermakna orang muda populasi kunci dalam komunikasi multi sektoral
seperti Pokja PMTS, Pokja Harm Reduction, Pokja Jender, Pokja Remaja, Pokja
Tempat Kerja, dan Pokja Teknis HIV lainnya di tingkat nasional, provinsi dan
kabupaten/ kota.
9. Mengapa flu burung bisa terjadi pada manusia?
Ada dua kemungkinan yang dapat menghasilkan subtipe baru dari H5N1 yang dapat
menular antara manusia ke manusia adalah : (i). virus dapat menginfeksi manusia dan
mengalami mutasi sehingga virus tersebut dapat beradaptasi untuk mengenali linkage
RNA pada manusia, atau virus burung tersebut mendapatkan gen dari virus influenza
manusia sehingga dapat bereplikasi secara efektif di dalam sel manusia. Subtipe baru
virus H5N1 ini bermutasi sedemikian rupa untuk membuat protein tertentu yang dapat
mengenali reseptor yang ada pada manusia, untuk jalan masuknya ke dalam sel
manusia, atau (ii). kedua jenis virus, baik virus avian maupun human influenza
tersebut dapat secara bersamaan menginfeksi manusia, sehingga terjadi “mix” atau
rekombinasi genetik, sehingga menghasilkan strain virus baru yang sangat virulen
bagi manusia
10. Apa perbedaan flu burung dengan flu singapure dan flu hongkong dan h7n9 di cina?
Flu burung (h5n1)
Virus flu burung hidup di dalam saluran pencernaan unggas. Virus ini kemudian
dikeluarkan bersama kotoran, dan infeksi akan terjadi bila orang mendekatinya.
Penularan diduga terjadi dari kotoran secara oral atau melalui saluran pernapasan.
Virus itu dapat bertahan hidup di air sampai empat hari pada suhu 22 derajad celcius
dan lebih dari 30 hari pada nol derajad celcius. Virus ini sendiri mempunyai masa
inkubasi selama 1–3 hari.
Orang yang terserang flu burung menunjukkan gejala seperti terkena flu biasa, yaitu
demam, batuk,sesak dan sakit tenggorokan, ber-ingus, nyeri otot, sakit kepala, lemas,
dan dalam waktu singkat dapat menjadi lebih berat dengan terjadinya peradangan di
paru-paru (pneumonia), dan apabila tidak dilakukan tatalaksana dengan baik dapat
menyebabkan kematian.
Penyakit ini dapat juga menyerang manusia, lewat udara yang tercemar virus itu.
Orang yang mempunyai resiko besar untuk terserang flu burung (H5N1) ini adalah
pekerja peternakan unggas, penjual dan penjamah unggas.
Flu burung banyak menyerang anak-anak di bawah usia 12 tahun. Hampir separuh
kasus flu burung pada manusia menimpa anak-anak, karena sistem kekebalan tubuh
anak-anak belum begitu kuat.

Flu singapur
Mula-mula demam tidak tinggi 2-3 hari, diikuti sakit leher (pharingitis), tidak ada
nafsu makan, pilek, gejala seperti flu pada umumnya yang tak mematikan. Timbul
vesikel yang kemudian pecah menjadi ulkus dengan dasar eritem, ukuran 4-8 mm
yang kemudian menjadi krusta, ada 3-10 ulkus di mulut ( lidah, gusi, pipi sebelah
dalam ) seperti sariawan terasa nyeri sehingga sukar untuk menelan.
Bersamaan dengan itu timbul rash/ruam atau vesikel (lepuh kemerahan/ blister yang
kecil dan rata berwarna putih keabu-abuan, berukuran 3-7 mm), papulovesikel yang
tidak gatal ditelapak tangan dan kaki. Kadang-kadang rash/ruam (makulopapel) ada
dibokong. Penyakit ini membaik sendiri dalam 7-10 hari. Lesi dapat berulang
beberapa minggu setelah infeksi, jarang menjadi bula dan biasanya asimptomatik,
Lesi menghilang tanpa bekas.Bila ada muntah, diare atau dehidrasi dan lemah atau
komplikasi lain maka penderita tersebut harus dirawat

Flu hongkong atau h3n2


Sakit tenggorokan, dan batuk, Sakit kepala, Demam, Sakit otot, Kelelahan, Hidung
meler dan bersin. Orang yang terkena harus pulih dari flu biasa dalam seminggu

H7n9 di cina
H7N9 adalah serotipe dari spesies influenza A (virus avian influenza atau virus flu
burung). H7 biasanya beredar di antara populasi burung dengan beberapa varian yang
dikenal untuk sesekali menginfeksi manusia. Sebuah virus H7N9 pertama kali
dilaporkan terjadi pada manusia yang terinfeksi pada tahun 2013 di Cina
Sebagian besar orang yang diidentifikasi dengan flu burung baru memiliki gejala
pneumonia berat seperti sesakdada, sesak napas, demam, dan batuk yang parah.
Gejalanya meliputi demam, batuk dan sesak napas.
11. Bagaimana program pemrintah untuk penanganan penyakit tersebut?

12. Bagaimana peran karantina untuk skrining dan observasi kasus yang dicurigai?
13. Bagaimana pencegahan flu burung tersebut dengan imunisasi aktif?
Vaksin yang digunakan pada penelitian ini adalah vaksin inaktif karena dianggap
lebih aman daripada vaksin hidup. Vaksin ini tidak dapat bereplikasi dalam tubuh
hospes dan bersifat non infeksius. Akan tetapi vaksin inaktif juga memiliki kelemahan
yaitu kurang efektif dalam menginduksi tanggap kebal dibandingkan dengan vaksin
hidup. Oleh karena itu, dalam meningkatkan imunogenitas bagi vaksin inaktif
diperlukan suatu tambahan yaitu adjuvant (Zhailyubay et al., 2010). Vaksinasi yang
digunakan dalam penelitian sudah dalam bentuk suspensi yang telah ditambahkan
adjuvant. Adjuvant diperlukan dalam kegiatan vaksinasi karena dapat meningkatkan
reaksi tangggap kebal.Adjuvant bekerja dengan cara memperlambat pengeluaran
antigen ke dalam tubuh, sehingga menyediakan rangsangan antigenik yang lebih lama
(Sufriyanto dan Indradji, 2007).

Anda mungkin juga menyukai