Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN strok

Di Susun Oleh
KELOMPOK : III
1. Ni Komang Sari
2. Ni Kadek Ariyanti
3. Sri Indriningsih
4. Nurfatima
5. Dyah Yuni Anisa
6. Ester Pakiding
7. Hermansyah
8. Jeary Yakob

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU

TAHUN 2018 /2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas
anugrahnya sehingga kami dapat menyelesaikan “Tugas Askep Strok’’
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan askep ini selain untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Dosen pengajar, juga untuk lebih
memperluas pengetahuan para mahasiswa khususnya bagi penulis, penulis telah
berkuasa untuk dapat menyusun makalah ini dengan baik, namun penulis pun
menyadari bahwa kami memiliki keterbatasan dalam menyusun askep ini .
Oleh karena itu jika didapati adanya kesalahan-kesalahan baik dari segi
tekhnik penulisan, maupun dari isi maka kami mohon maaf dan kritik serta saran
dari Dosen pengajar bahkan semua pembaca sangat diharapkan oleh kami untuk
sdapat menyempurnakan makalah ini terlebih juga dalam pengetahuan kita
bersama. Harap ini dapat bermanfaat bagi kita sekalian .

Palu, 13 maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman judul ................................................................................................. i


Daftar isi ........................................................................................................... ii
Kata Pengantar ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar belakan ........................................................................................ 1
B.Tujuan ................................................................................................... 2
C. Rumusan masalah ................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3
A. Defenisi HIV AIDS .............................................................................. 3
B. Etiologi HIV AIDS .............................................................................. 4
C. Manifestasi klinis HIV AIDS ............................................................... 7
D. Klasifikasi HIV AIDS .......................................................................... 8
E. Patofisiologi HIV AIDS ...................................................................... 10
F. Komplikasi HIV AIDS ......................................................................... 12
G. Pemeriksaan penunjang HIV AIDS ................................................... 13
H. Penatalaksanaan HIV AIDS ................................................................. 14

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS ......................................... 16


A. pengkajian ............................................................................................ 16
B. Diagnosa .............................................................................................. 20
C. Intervensi .............................................................................................. 20
D. Implementasi ........................................................................................ 26
E. Evaluasi ................................................................................................ 26
BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 27
A. Kesimpulan ......................................................................................... 27
B. Saran .................................................................................................... 27
Daftar pustaka .................................................................................................. 28

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut WHO (World Health Organization), stroke didefinisikan suatu
gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan
gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam,
atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak. Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan
menimbulkan gejala dan tanda yangsesuai dengan daerah otak yang terganggu.
Kejadian serangan penyakit ini bervariasi antar tempat, waktu dan keadaan
penduduk. (Chris W. Green dan Hertin Setyowati 2004)
Chandra B. mengatakan stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang
disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara
mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam)
timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal daerah otak yang
terganggu.
Stroke merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian
khusus dan dapat menyerang siapa saja dan kapan saja, tanpa memandang ras,
jenis kelamin, atau usia . Spesialis Saraf Rumah Sakit Premier Jatinegara,
Sukono Djojoatmodjo menyatakan masalah stroke semakin penting dan
mendesak karena kini jumlah penderita Stroke di Indonesia terbanyak dan
menduduki urutan pertama di Asia dan keempat di dunia, setelah India, Cina,
dan Amerika. Berdasarkan data terbaru dan hasil Riset Kesehatan Dasar 2013
(Riskesdas 2013),
stroke merupakan penyebab kematian utama di Indonesia. Prevalensi
stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 per mil
dan yang berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per
mil. Jadi, sebanyak 57,9 persen penyakit stroke telah terdiagnosis oleh nakes.
Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda

1
klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global),
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat
.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang defenisi HIV AIDS
2. Untuk mengetahui tentang etiologi HIV AIDS
3. Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis HIV AIDS
4. Untuk mengetahui tentang klasifikasi HIV AIDS
5. Untuk mengetahui tentang patofisiologi HIV AIDS
6. Untuk mengetahui tentang komplikasi HIV AIDS
7. Untuk mengetahui tentang pemeriksaan penunjang HIV AIDS
8. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan HIV AIDS
9. Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan HIV AIDS
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tentang defenisi HIV AIDS
2. Bagaimana tentang etiologi HIV AIDS
3. Bagaimana tentang manifestasi klinis HIV AIDS
4. Bagaimana tentang klasifikasi HIV AIDS
5. Bagaimana tentang patofisiologi HIV AIDS
6. Bagaimana tentang komplikasi HIV AIDS
7. Bagaimana tentang pemeriksaan penunjang HIV AIDS
8. Bagaimana tentang penatalaksanaan HIV AIDS
9. Bagaimana tentang asuhan keperawatan HIV AIDS

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Stroke
Stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi
otak secara akut dan dapat menimbulkan kematian (World Health
Organization [WHO], 2014). Stroke adalah suatu keadaan yang
mengakibatkan seseorang mengalami kelumpuhan atau kematian karena
terjadinya gangguan perdarahan di otak yang menyebabkan kematian jaringan
otak (Batticaca, 2009). Stroke terjadi akibat pembuluh darah yang membawa
darah dan oksigen ke otak mengalami penyumbatan dan ruptur, kekurangan
oksigen menyebabkan fungsi control gerakan tubuh yang dikendalikan oleh
otak tidak berfungsi (American Heart Association [AHA], 2015)
Stroke di bagi menjadi 2 berdasarkan penyebabnya, yaitu :
1) Stroke hemoragik
Merupakan stroke yang disebabkan oleh perdarahan intra serebral atau
perdarahan subarakhniod karena pecahnya pembuluh darah otak pada area
tertentu sehingga darah memenuhi jaringan otak (AHA, 2015).
Perdarahan yang terjadi dapat menimbulkan gejala neurologik dengan
cepat karena tekanan pada saraf di dalam tengkorang yang ditandai
dengan penurunan kesadaran, nadi cepat, pernapasan cepat, pupil
mengecil, kaku kuduk, dan hemiplegia (Sylvia, 2005 ; Yeyen, 2013).
2) Stroke Iskemik / nonhemoragik
Merupakan stroke yang disebabkan oleh suatu gangguan peredaran darah
otak berupa obstruksi atau sumbatan yang menyebabkan hipoksia pada
otak dan tidak terjadi perdarahan (AHA, 2015). Sumbatan tersebut dapat
disebabkan oleh trombus (bekuan) yang terbentuk di dalam pembuluh
otak atau pembuluh organ selain otak (Sylvia, 2005). Stroke ini ditandai
dengan kelemahan atau hemiparesis, nyeri kepala, mual muntah,
pendangan kabur, dan disfagia (Wanhari, 2008 dalam Yeyen, 2013).

3
B. Etiologi
Sroke biasanya disebabkan oleh:
a. Trombosis Serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan
edema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang
tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemia serebri. Tanda dan gejala neurologis sering kali
memburuk dalam 48 jam setelah terjadinya thrombosis. Beberapa
keadaaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
 Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis aterosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat
terjadi melalui mekanisme berikut; lumen arteri menyempit dan
mengakibatkan berkurangnya aliran darah, oklusi mendadak
pembuluh darah karena terjadi thrombosis, merupakan tempat
terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus
(embolus) dan dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma
kemudian robek dan terjadi perdarahan.
 Hiperkoagulasi pada Polisitema. Darah bertambah kental,
peningkatan viskositas/hematokrit meningkat dapat melambatkan
aliran darah serebri.
 Arteritis (radang pada arteri) maupun Vaskulitis : arteritis
temporalis, poliarteritis nodosa.
 Robeknya arteri : karotis, vertebralis (spontan atau traumatik).
 Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit).
b. Emboli serebri
Merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,
lemak, dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung
yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Emboli tersebut

4
berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa
keadaan di bawah ini dapat menimbulkan emboli, yaitu:
 Katup-katup jantung yang rusak akibat penyakit jantung reumatik,
infark miokardium, fibrilasi, dan keadaan aritmia menyebabkan
berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah membentuk
gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali
mengeluarkan embolus-embolus kecil. Endokarditis oleh bakteri
dan nonbakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan
pada endokardium. Sumber di jantung fibrilasi atrium (tersering),
infark miokardium, penyakit jantung reumatik, penyakit katup
jantung, katup prostetik, kardiomiopati iskemik.
 Sumber tromboemboli aterosklerosis di arteri : bifurkasio karotis
komunis, arteri vertrebralis distal.
 Keadaan hiperkoagulasi : kontrasepsi oral, karsinoma.
c. Hemoragik. Perdarahan intracranial dan intraserebri meliputi perdarahan
di dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi.
Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam
parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran, dan
pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan sehingga terjadi infark otak, edema,
dan mungkin herniasi otak. Penyebab otak yang paling umum terjadi:
- Aneurisma berry, biasanya defek congenital
- Aneurisma fusiformis dari arterosklerosis
- Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis
- Malformasi asteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh
darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena
- Rupture arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalam dan degenerasi pembuluh darah.
d. Hipoksia umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:

5
- Hipertensi yang parah
- Henti jantung paru
- Curah jantung turun akibat aritmia.
e. Hipoksia lokal
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
- Spasme arteri serebri yang disertai perdarahan subarachnoid
- Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren.(Muttaqin, 2011)
C. Tanda dan gejala
Adapun tanda dan gejala dilihat dari jenis stroke, yaitu:
a. Gejala klinis pada stroke hemoragik berupa:
o Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodormal yang terjadi
pada saat istirahat atau bangun pagi.
o Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran
o Terjadi trauma pada usia > 50 tahun
o Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya.
b. Gejala klinis pada stroke akut berupa:
o Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak.
o Ganguan sensibilitas pada suatu anggota badan (gangguan hemisensorik)
o Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor/koma)
o Afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara)
o Disartria (bicara pelo atau cade)
o Afaksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran)
o Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala).
a. Stroke Hemoragik
Pada stroke non hemoragik (iskemik), gejala utamanya adalah tmbulnya
defisit neurologis secara mendadak/subakut, didahului gejala prodromal,
terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dengan kesadaran biasanya
tidak menurun, kecuali bila embolus cukup besar. Biasanya terjadi pada
usia > 50 tahun.

6
Menurut WHO, dalam International Statistical Classificationof Disease
and Related Health Problem 10th Revision, Stroke hemoragik di bagi atas:
 Perdarahan Intraserebral (PIS)
 Perdarahan Subaraknoid (PSA)
a) Stroke akibat perdarahan intra serebral (PIS) mempunyai gejala
prodromal yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi.
Serangan seringkali siang hari, saat aktivitas, atau emosi/marah. Sifat
nyeri kepalanya hebat sekali. Mual dan muntah sering terjadi ketika
pada permulaan serangan. Hemiparesis/hemiplegi biasa terjadi sejak
permulaan serangan. Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk
koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% anatar ½ sampai 2
jam, dan 12% terjadi setelah 2 jam, sampai 19 hari).
b) Pada pasien dengan stroke akibat perdarahan subaraknoid (PSA)
didapatkan gejala prodromal yang berupa nyeri kepala hebat dan akut.
Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi. Ada gejala/tanda
rangsanga menigeal. Edema pupil dapat terjadi apabila ada perdarahan
subhialoid karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans
anterior atau arteri karotis interna.
b. Gejala Stroke Non Hemoragik :
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah
dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala
tersebut adalah :
1. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.
 Buta mendadak (amaurosis fugaks).
 Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan
(disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan
 Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi
sumbatan.
2. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.

7
 Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih
menonjol.
 Gangguan mental.
 Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
 Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
 Bisa terjadi kejang-kejang.
3. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
 Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih
ringan. Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.
 Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
 Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
4. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
 Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
 Meningkatnya refleks tendon.
 Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
 Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor),
kepala berputar (vertigo).
 Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).
 Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara
sehingga pasien sulit bicara (disatria).
 Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran
secara lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat,
kehilangan daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi)
 Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia),
gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus),
penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata,
kebutaan setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri
kedua mata (hemianopia homonim).
 Gangguan pendengaran.
 Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.

8
 Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
 Koma
 Hemiparesis kontra lateral.
 Ketidakmampuan membaca (aleksia).
 Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.
5. Gejala akibat gangguan fungsi luhur
 Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia
dibagi dua yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan
untuk berbicara, mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya
sendiri, sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang
lain tetap baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk
mengerti pembicaraan orang lain, namun masih mampu
mengeluarkan perkataan dengan lancar, walau sebagian
diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya
kerusakan otak.
 Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena
kerusakan otak. Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada
secara kongenital), yaitu Verbal alexia adalah ketidakmampuan
membaca kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia
adalah ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat
membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya disebut
Global alexia.
 Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya
kerusakan otak.
 Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal
angka setelah terjadinya kerusakan otak.
 Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah
sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti
penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau
menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering
bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh

9
menyebutkan nama jari yang disentuh sementara penderita tidak
boleh melihat jarinya).
 Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya
kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang
berhubungan dengan ruang.
 Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku
akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari
hemisphere dominan yang menyebabkan terjadinya gangguan
bicara.
 Amnesia, adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada
trauma capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi
pengangkatan massa di otak.
 Dementia, adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup
sejumlah kemampuan.
(Arief mansyur, 2000)
D. Patofisiologi
Menurut Sylvia A. Price (2005) dan Smeltzer C. Suzanne (2001), stroke
infark disebabkan oleh trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah
otak) dan embolisme serebral (bekuan darah atau material lain). Stroke infark
yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan disuatu atau lebih arteri besar pada
sirkulasi serebrum dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk
didalam suatu pembuluh otak atau pembuluh organ distal. Pada trombus
vaskular distal, bekuan dapat terlepas atau mungkin terbentuk dalam suatu
organ seperti jantung dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak
sebagai suatu embolus. Sumbatan di arteri karotis interna sering mengalami
pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi
penyempitan atau stenosis. Apabila stenosis mencapai suatu tingkat kritis
tertentu, maka meningkatnya turbulensi disekitar penyumbatan akan
menyebabkan penurunan tajam kecepatan aliran darah ke otak akibatnya
perfusi otak akan menurun dan terjadi nekrosis jaringan otak.

10
Faktor risiko utama pada stroke antara lain hipertensi, penyakit
kardiovaskuler, diabetes mellitus, TIA (Transient Ischemic attack), kadar
lemak dalam darah yang tinggi, dan lain-lain. Adapun manifestasi klinis pada
klien dengan stroke yaitu kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya
hemiparesis) yang timbul mendadak, perubahan status mental (delirium,
stupor, atau koma), afasia (bicara tidak lancar, kurang ucapan atau kesulitan
memahami ucapan), disartia (bicara pelo atau cadel), gangguan penglihatan
diplopia, mual, muntah dan nyeri kepala.
E. Faktor-Faktor Resiko
Faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan
kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable, modifiable,
atau potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented atau less
well documented) (Goldstein,2006).
1. Non modifiable risk factors :
a. Usia
Insidensi stroke sebanding dengan meningkatnya usia di atas
umur 55 th, insidensinya meningkat 2 kali lipat. Hal ini berkaitan
dengan adanya proses penuaan (degenerasi) yang terjadi secara
alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut usia pembuluh
darahnya lebih kaku karena adanya plak (atheroscelorsis).
b. Jenis kelamin
Insidensi pada pria 19% lebih tinggi daripada wanita. Hal ini
mungkin terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Dan, rokok
ternyata dapat nerusak lapisan dari pembuluh darah tubuh.
c. Berat badan lahir rendah
Risiko stroke meningkat dua kali pada orang dgn berat badan yg
rendah (< 2500 g) ketika lahir
d. Ras/etnis
Dari beberapa penelitian dikemukakan bahwa ras kulit putih
memiliki peluang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan ras
kulit hitam. Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya

11
hidup. Pada tahun 2004 di Amerika terdapat penderita stroke pada
laki-laki yang berkulit putih sebesar 37,1% dan yang berkulit hitam
sebesar 62,9% sedangkan pada wanita yang berkulit putih sebesar
41,3% dan yang berkulit hitam sebesar 58,7%.
e. Genetik / Hereditas
Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan
riwayat stroke pada keluarga, memiliki resiko yang lebih besar untuk
terkena stroke dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke pada
keluarganya. Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke,
misalnya hipertensi, jantung, diabetes dan kelainan pembuluh darah.
Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota
keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun,
meningkatkan risiko stroke.
2. Modifiable risk factors
Well-documented and modifiable risk factors
 Hipertensi
Hipertensi adalah faktor resiko yang paling penting untuk
stroke, terutama Stroke sumbatan. Tidak ada bukti bahwa
wanita lebih tahan terhadap hipertensi daripada laki-laki.
Insiden stroke sebagian besar diakibatkan oleh hipertensi,
sehingga kejadian stroke dalam populasi dapat dihilangkan jika
hipertensi diterapi secara efektif. Peningkatan tekanan darah
yang ringan atau sedang (borderline) sering dikaitkan dengan
kelainan kardiovaskuler, sedangkan pada peningkatan tekanan
darah yang tinggi, stroke lebih sering terjadi. Hipertensi
menyebabkan aterosklerosis darah serebral sehingga pembuluh
darah mengalami penebalan dan degenerasi yang kemudian
pecah dan menimbulkan perdarahan. Stroke yang terjadi paling
banyak oleh karena hipertensi adalah hemoragik.
 Paparan asap rokok

12
Merokok merupakan faktor resiko tinggi terjadinya serangan
jantung dan kematian mendadak, baik akibat stroke sumbatan
maupun perdarahan. Pada meta analisis dari 32 studi terpisah,
termasuk studi-studi lainnya, perokok memegang peranan terjadi
insiden stroke, untuk kedua jenis kelamin dan semua golongan
usia dan berhubungan dengan peningkatan resiko 50% secara
keseluruhan, bila dibandingkan dengan bukan perokok. Resiko
terjadinya stroke, dan infark otak pada khususnya, meningkat
seiring dengan peningkatan jumlah rokok yang dikonsumsi, baik
pada laki-laki ataupun wanita.
 Diabetes
Diabetes meningkatkan kemungkinan aterosklerosis pada arteri
koronaria, femoralis dan serebral, sehingga meningkatkan pula
kemungkinan stroke sampai dua kali lipat bila dibandingkan
dengan pasien tanpa diabetes. Dari arterosklerosis dapat
menyebabkan emboli yang kemudian menyumbat pembuluh
darah sehingga mengakibatkan iskemia. Iskemia menyebabkan
perfusi otak menurun dan akhirnya terjadi stroke. Pada DM,
akan mengalami penyakit vaskuler sehingga juga terjadi
penurunan makrovaskulerisasi. Makrovaskulerisasi
menyebabkan peningkatan suplai darah ke otak. Dengan adanya
peningkatan suplai tersebut, maka TIK meningkat, sehingga
terjadi edema otak dan menyebabkan iskemia. Pada DM juga
terjadi penurunan penggunaan insulin dan peningkatan
glukogenesis, sehingga terjadi hiperosmolar sehingga aliran
darah lambat, maka perfusi otak menurun sehingga stroke bisa
terjadi.
 Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu
Kelainan jantung merupakan kelainan atau disfungsi organ
yang mempredisposisikan timbulnya stroke. Meskipun
hipertensi merupakan faktor resiko untuk semua jenis stroke,

13
namun pada tekanan darah berapapun, gangguan fungsi jantung
akan meningkatkan resiko stroke secara signifikan. Peranan
gangguan jantung terhadap kejadian stroke meningkat seiring
pertambahan usia .Selain itu, total serum kolesterol , LDL
maupun trigliserida yang tinggi akan meningkatkan resiko
stroke iskemik ( terutama bila disertai dengan hipertensi ),
karena terjadinya aterosklerosis pada arteri karotis.
 Dislipidemia
Dislipidemia adalah kelainan yang ditandai oleh kelainan baik
peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma.
Kolesterol LDL yang tinggi (normal : < 100 mg/dl), kolesterol
HDL (normal : 35-59 mg/dl) yang rendah, dan rasio kolesterol
LDL dan HDL yang tinggi dihubungkan dengan peningkatan
risiko terkena stroke. Hal ini akan diperkuat bila ada faktor
risiko stroke yang lain (misalnya:hipertensi, merokok, obesitas).
Berbagai penelitian epidemiologi secara konsisten
menghubungkan peningkatan risiko stroke pada penyandang
dislipidemia. Peningkatan 1 mmol/ L (38,7 mg/dL) kadar
kolesterol darah total akan meningkatkan risiko stroke sebesar
25%. Di lain sisi peningkatan 1 mmol/ L kadar kolesterol HDL
(kolesterol baik) akan menurunkan risiko stroke sebesar
 Stenosis arteri karotis
Stenosis arteri karotis adalah penyempitan atau penyempitan
permukaan dalam (lumen) dari arteri karotis, biasanya
disebabkan oleh aterosklerosis.
 Sickle cell disease
Bentuk eritrosit yang seperti bulan sabit dapat menyumbat
suplay darah ke otak
 Obesitas
Pasien obesitas/ kegemukan memiliki tekanan darah, kadar
glukosa darah dan serum lipid yang lebih tinggi, bila

14
dibandingkan dengan pasien tidak gemuk. Hal ini meningkatkan
resiko terjadinya stroke, terutama pada kelompok usia 35-64
tahun pada pria dan usia 65-94 tahun pada wanita. Namun, pada
kelompok yang lain pun, obesitas mempengaruhi keadaan
kesehatan, melalui peningkatan tekanan darah, gangguan
toleransi glukosa dan lain-lain. Pola obesitas juga memegang
peranan penting, dimana obesitas sentral dan penimbunan lemak
pada daerah abdominal, sangat berkaitan dengan kelainan
aterosklerosis. Meskipun riwayat stroke dalam keluarga penting
pada peningkatan resiko stroke, namun pembuktian dengan studi
epidemiologi masih kurang.
F. Klasifikasi Stroke
Klasifikasi stroke debedakan menurut ptologi dari serangan stroke meliputi:
1. Stroke Hemoragik
Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan
subaraknoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah
otak tertentu. Biasanya kejadiaannya saat melakukan aktivitas atau saat
aktif, namun bisa juga terjadi saat istorahat. Kesadaran klien umumnya
menurun. Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut
dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara
spontan bukan oleh trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya
pembuluh darah arteri, vena, dan kapiler. Perdarahan otak dibagi menjadi
dua, yaitu
a. Perdarahan intraserebri (PSI)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan
edema otak. Peningktan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan
kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebri yang
disebabkan hipertensi sering dijumpai didaerah putamen, talamus,
pons dan serebellum

15
b. Perdarahan subaraknoid (PSA)
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau
AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal adari pembuluh darah
sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar perenkim
otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subaraknoid
menyebabkan TIK meningkat mendadak , meregangnya struktur peka
nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat
disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun
fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lainnya).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subaraknoid
mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri sehingga nyeri kepala hebat. Sering
juga dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak
lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan
perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesdaran. Perdarahan
subaraknoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah
serebri. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya
perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5 sampai dengan ke-9, dan
dapat menghilang setelah minggu ke-2 sampai dengan ke-5.
Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan
yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinal
dengan pembuluh arteri di ruang subaraknoid. Vasospasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global maupun fokal.
2. Stroke non hemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari.
Tidak terjadi perdarahan namum terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran
umumnya baik
Klasifikasi stroke dibedakan menurut perjalanan penyakit atau
stadiumnya:

16
1. TIA. Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit
sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan
dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam
2. Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat
berjalan 24 jam atau beberapa hari
3. Stroke komlet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau
permanen. Sesuai dengan istilah komplet dapat diawali oleh serangan TIA
berulang. ( Arif muttqin, 2008)
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostic yang diperlukan dalam membantu menegakkan
diagnosis klien stroke meliputi:
1. Angiografi Serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya rupture dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
2. Lumbal Pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragik pada subarachnoid atau perdarahan pada
intracranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang massif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
3. CT Scan
Pemeriksaan diagnostik obyektif didapatkan dari Computerized
Tomography scanning (CT-scan). Menurut penelitian Marks, CT-scan
digunakan untuk mengetahui adanya lesi infark di otak dan merupakan
baku emas untuk diagnosis stroke iskemik karena memiliki sensitivitas
dan spesifisitas yang tinggi. Pemeriksaan ini mempunyai keterbatasan,
yaitu tidak dapat memberikan gambaran yang jelas pada onset kurang dari
6 jam, tidak semua rumah sakit memiliki, mahal, ketergantungan pada

17
operator dan ahli radiologi, memiliki efek radiasi dan tidak untuk
pemeriksaan rutin skirining stroke iskemik.( Widjaja, Andreas., dkk. 2010)
yaitu Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti.
Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang
masuk ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
4. Magenetic Imaging Resonance (MRI).
menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta
besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan area yang mengalami lesi infark akibat dar hemoragik.
5. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis)
6. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls liistrik
dalam jaringan otak.
7. Pemeriksaan Darah Rutin
8. Pemeriksaan Kimia Darah
Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai
250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali
9. Pemeriksaan Darah Lengkap. Untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri
10. Pemeriksaan Elektrokardiogram berkaitan dengan fungsi dari Jantung
untuk pemeriksaan penunjang yang berhubungan dengan penyebab stroke
H. Penatalaksanaan Stroke
Penatalaksanaan stroke hemoragik
1. Terapi stroke hemoragik pada seranga akut
a. Saran operasi diikuti dengan pemeriksaan
b. Masukkan klien ke unti perwatan saraf untuk dirwat di bagian bedah
saraf

18
c. Neurologis
 Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya
 Kontrol adnaya edema yang dapat menyebabkan kematian
jaringan otak
d. Terapi perdarahan dan perwatan pembuluh darah
 Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil
‘Aminocaproid acid 100-150 ml% dalam cairan isotonik 2 kali
selama 3-5 hari, kemudian satu kali selama 1-3 hari.
 Antagonis untuk pencegahan permanen: Gordox dosis
pertama 300.000 IU kemudian 100.000 IU 4xperhari IV;
Contrical dosis pertama 30.000 ATU, kemudian 10.00 ATU
x 2 perharu selama 5-10 hari
 Natrii Etamsylate (Dynone) 250 mg x 4 hari IV sampai 10
hari
 Kalsium mengandung obat: Rutinium, Vicasolum,
Ascorbicum
 Profilaksis Vasospasme
 Calcium-channel antagonist (Nimotop 50 ml (10 mg per
hari IV diberikan 2 mg perjam selama 10-14 hari)
 Awasi peningkatan tekanan darah sistolik klien 5-20 mg,
koreksi gangguan irama jantung, terapi penyakit jantung
komorbid.
 Profilaksis hipostatik pneumonia, emboli arteri pulmonal,
luka tekan, cairan purulen pada luka korne, kontraksi otot
dini. Lakukan perawatan respirasi, jantung, penatalaksanaan
pencegahan komplikasi
 Terapi infus, pemantauan AGD, tromboembolisme arteri
pulmonal, keseimbangan asam basa, osmolaritas darah dan
urine, pemeriksaan biokimia darah
 Berikan dexason 8+4+4+4 mg IV (pada kasus tanpa DM,
perdarahan internal, hipertensi maligna) atau osmotik

19
diuretik (dua hari sekali Rheugloman (Manitol) 15 % 200
ml IV diikuti oleh 20 mg Lasix minimal 10-15 hari
kemudian
e. Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan
otak
f. Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya.
F. Komplikasi
Setelah mengalami stroke klien mungkin akan mengalami komplikasi,
komplikasi ini dapat dikelompokkan berdasarkan
1. Dalam hal imobilisasi : infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi dan
tromboflebitis
2. Dalam hal paralisis : nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi
deformitas, dan terjatuh
3. Dalam hal kerusakan otak: epilepsi dan sakit kepala
4. Hidrosepalus (Fransisca B. Batticaca,2008).
Menurut Brunner 7 Suddart,2002 serangan stroke tidak berakhir dengan
akibat pada otak saja, gangguan emosional dan fisik akibat berbaring lama
tanpa dapat bergerak adalah hal yang tidak dapat dihindari. Ada beberapa
komplikasi dari penyakit stroke, yaitu:
1. Hipoksia serebral
2. Penurunan aliran darah serebral
3. Embolisme serebral.

20
BAB III
ASUHAN KEPERAWATRAN

Menurut Tarwoto (2013) pengkajian keperawatan pada pasien stroke meliputi :


A. Pengkajian
a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan anggota
gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, nyeri
kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal yang
tidak disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering
kesemutan, rasa lemah pada salah satu anggota gerak. Pada serangan
stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
pasien melakukan aktifitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes mellitus.
f. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan

21
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi
dan pikiran pasien dan keluarga
g. Pemeriksaan fisik
1. Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen,
apatis, sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada
awal terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya
memiliki tingkat kesadaran letargi dan compos metis dengan GCS
13-15
2. Tanda-tanda Vital
a. Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat
tekanan darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole >
80
b. Nadi
Biasanya nadi normal
c. Pernafasan
Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada
bersihan jalan napas
d. Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
hemoragik
3. Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah
4. Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V
(Trigeminal) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan
pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus,
klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII
(facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis,
mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung, menggembungkan pipi,

22
saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan
tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien kesulitan
untuk mengunyah.
5. Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor,
kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) :
biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III
(okulomotoris) : biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang
isokor dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat dinilai jika
pasien bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis) : biasanya pasien
dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI
(abdusen) : biasanya hasil nya pasien dapat mengikuti arah tangan
perawat ke kiri dan kanan
6. Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada
pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) :
kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat
namun ada juga yang tidak, dan biasanya ketajaman penciuman
antara kiri dan kanan berbeda dan pada nervus VIII (akustikus) :
biasanya pada pasien yang tidak lemah anggota gerak atas, dapat
melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung
7. Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan
mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada
pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah dapat mendorong
pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis
dan asin. Pada nervus IX (glossofaringeal) : biasanya ovule yang
terangkat tidak simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah
dan pasien dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII
(hipoglasus) : biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat

23
dipencongkan ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat
bicara
8. Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan
nervus VIII (akustikus) : biasanya pasien kurang bisa mendengarkan
gesekan jari dari perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan
pasien hanya dapat mendengar jika suara keras dan dengan artikulasi
yang jelas
9. Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke
hemragik mengalami gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku
kuduku biasanya (+) dan bludzensky 1 (+)
10. Thorak
a. Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sam aantara kiri dan kanan
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi: biasanya suara normal (vesikuler)
b. Jantung
Isnpeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi: biasanya suara vesikuler
11. Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi: biasanya biasanya bising usus pasien tidak terdengar.
Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.
12. Ekstremitas

24
a. Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya
normal yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) :
biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan tahanan
pada bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek,
biasanya saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku,
tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-)) dan pada
pemeriksaan tricep respon tidak ada fleksi dan supinasi (reflek
bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek hoffman tromer
biasanya jari tidak mengembang ketika diberi reflek (reflek
Hoffman tromer (+)).
b. Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky
I kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki
digores biasanya jari tidak mengembang (reflek babinsky (+)).
Pada saat dorsum pedis digores biasanya jari kaki juga tidak
beresponn (reflek caddok (+)). Pada saat tulang kering digurut
dari atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau ekstensi
(reflek openheim (+)) dan pada saat betis diremas dengan kuat
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa (reflek gordon (+)).
Pada saat dilakukan reflek patella biasanya femur tidak bereaksi
saat di ketukkan (reflek patella (+)).
h. Pola kebiasaan sehari-hari
1. Pola kebiasaan
Biasanya pada pasien yang pria, adanya kebiasaan merokok dan
penggunaan minumana beralkhohol
2. Pola makan
Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan
pada pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan penurunan
berat badan.
3. Pola tidur dan istirahat

25
Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena
adanya kejang otot/ nyeri otot
4. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami
kelemahan, kehilangan sensori , hemiplegi atau kelumpuhan
5. Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
6. Pola hubungan dan peran
Biasanya adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara
7. Pola persepsi dan konsep diri
8. Biasanya pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah, dan tidak kooperatif (Batticaca, 2008)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan:
a. Interupsi aliran darah
b. Gangguan oklusif, hemoragi
c. Vasospasme serebral
d. Edema serebral
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan:
a. Kerusakan neuromuskuler
b. Kelemahan, parestesia
c. Paralisis spastis
d. Kerusakan perseptual/ kognitif
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan
a. Kerusakan sirkulasi serebral
b. Kerusakan neuromuskuler
c. Kehilangan tonus otot/ kontrol otot fasial
d. Kelemahan/ kelelahan
4. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan:

26
a. Perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis atau
defisit)
b. Stress psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh
ansietas)
5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan:
a. Kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan,
kehilangan kontrol/ koordinasi otot
b. Kerusakan perseptual/ kognitif
c. Nyeri/ ketidaknyamanan
d. Depresi
C. Intervensi
1. Diagnosa keperawatan pertama: perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan oedema serebral.
a. Tujuan; kesadaran penuh, tidak gelisah
b. Kriteria hasil tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil
tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
c. Intervensi;
1) Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma
glascow
Rasional: Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat
kesadaran.
2) Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah.
Rasional: autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang
konstan.
3) Pertahankan keadaan tirah baring.
Rasional: aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat
meningkatkan Tekanan Intra Kranial (TIK).
4) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam
posisi anatomis (netral).
Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan
drainase dan meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral.

27
5) Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin)
Rasional: meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral
dan selanjutnya dapat mencegah pembekuan.
2. Diagnosa keperawatan kedua: kerusakan mobilitas fisik berhubungan
dengan kelemahan.
a. Tujuan; dapat melakukan aktivitas secara minimum
b. Kriteria hasil mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan
kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena,
mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan aktivitas.
c. Intervensi :
1) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Rasional: mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan
dapat memberikan informasi bagi pemulihan
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
Rasional: menurunkan resiko terjadinya trauma/
iskemia jaringan.
3) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada
semua ekstremitas
Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan
sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.
4) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan
dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.
Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah
yang sakit tidak menjadi lebih terganggu.
5) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan
resistif, dan ambulasi pasien.
Rasional program khusus dapat dikembangkan untuk
menemukan kebutuhan yang berarti/ menjaga kekurangan
tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.
3. Diagnosa keperawatan ketiga: kerusakan komunikasi verbal
berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.

28
a. Tujuan; dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.
b. Kriteria hasil; Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan
tepat, terjadi kesalah pahaman bahasa antara klien, perawat dan
keluarga
c. Intervensi;
1) Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi
Rasional: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara
merupakan indikator dari derajat gangguan serebral
2) Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana
Rasional: melakukan penilaian terhadap adanya
kerusakan sensorik
3) Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda
tersebut
Rasional: Melakukan penilaian terhadap adanya
kerusakan motorik
4) Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa
isyarat)
Rasional: bahasa isyarat dapat membantu untuk
menyampaikan isi pesan yang dimaksud
5) Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional: untuk mengidentifikasi kekurangan/
kebutuhan terapi.
4. Diagnosa keperawatan keempat: perubahan sensori persepsi
berhubungan dengan stress psikologis.
a. Tujuan; tidak ada perubahan perubahan persepsi.
b. Kriteria hasil mempertahankan tingkat kesadarann dan fungsi
perseptual, mengakui perubahan dalam kemampuan.
c. Intervensi;
1) Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin,
tajam/ tumpul, rasa persendian.

29
Rasional: penurunan kesadaran terhadap sensorik dan
kerusakan perasaan kinetic berpengaruh buruk terhadap
keseimbangan.
2) Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh
Rasional: adanya agnosia (kehilangan pemahaman
terhadap pendengaran, penglihatan, atau sensasi yang lain)
3) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien
suatu benda untuk menyentuh dan meraba.
Rasional: membantu melatih kembali jaras sensorik
untuk mengintegrasikan persepsi dan interprestasi stimulasi.
4) Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan
menyadari posisi bagian tubuh tertentu.
Rasional: penggunaan stimulasi penglihatan dan
sentuhan membantu dalam mengintergrasikan kembali sisi
yang sakit.
5) Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan
kalimat yang pendek.
Rasional: pasien mungkin mengalami keterbatasan
dalam rentang perhatian atau masalah pemahaman..
D. Implementasi
Implementasi dalam kasus ini sesuai dengan intervensi yang direncanakan.
Hasil yang diharapkan dalam implementasi akan terjawab di evaluasi.
E. Evaluasi
Evaluasi dalam kasus sesuai dengan harapan pada saat melakukan intervensi.

30
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

31
DAFTAR PUSTAKA

Aliah, A; Limoa, R.A; Wuysang, G. (2000). Gambaran Umum Tentang GPDO


dalam Harsono:Kapita Selekta Neurologi. UGM Press, Yogyakarta.
Baehr M, Frotscher M. Duus’ : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised
edition. New York : Thieme. 2005.
Batticaca, Framsisca B. 2008. Asuhan keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : salemba medika
Brunner, I ; Suddarth, Drs. (2002) Buku Ajaran Keperawatan Medical Bedah
Volume 2. Jakarta: EGC.
Corwin, J, E. (2001.) Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC
Dochtermann, J. M. C dkk. (2008). Nursing Interventions Classification (NIC).
United States of America: Mosby Elsevier.
Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical
Neurology,3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.
Herdman, Heather T.2009. diagnose Keperawatan 2009-2011. Jakarta : EGC
Hidayat.A.A (2006), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta: Salemba
Medika
Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam :
Guideline Stroke 2007. Jakarta.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Moorhead, Sue dkk.2008.NOC.Edisi 4.USA : Mosby
Muttaqin, Arif.2008. Buku Ajar Auhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan/ Jakarta: Salemba medika

32

Anda mungkin juga menyukai