Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN STROKE

Di Susun Oleh
KELOMPOK : III
Ni Komang Sari 201801268
Ni Kadek Ariyanti 201801171
Sri Indriningsih 201801189
Nurfatima 201801179
Dyah Yuni Anisa 201801145
Ester Pakiding 201801148
Hermansyah 2018
Jeary Yakob 201801159

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU

TAHUN 2018 /2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas anugrahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan “Tugas Askep Stroke’’
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan askep ini selain untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Dosen pengajar, juga untuk lebih
memperluas pengetahuan para mahasiswa khususnya bagi penulis, penulis telah
berkuasa untuk dapat menyusun makalah ini dengan baik, namun penulis pun
menyadari bahwa kami memiliki keterbatasan dalam menyusun askep ini .
Oleh karena itu jika didapati adanya kesalahan-kesalahan baik dari segi
tekhnik penulisan, maupun dari isi maka kami mohon maaf dan kritik serta saran
dari Dosen pengajar bahkan semua pembaca sangat diharapkan oleh kami untuk
sdapat menyempurnakan makalah ini terlebih juga dalam pengetahuan kita
bersama. Harap ini dapat bermanfaat bagi kita sekalian .

Palu, 28 maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman judul ................................................................................................. i


Daftar isi ........................................................................................................... ii
Kata Pengantar ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar belakan ........................................................................................ 1
B.Tujuan ................................................................................................... 2
C. Rumusan masalah ................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3
A. Defenisi ............................................................................................... 3
B. Etiologi ................................................................................................ 4
C. Tanda dan gejala ................................................................................. 5
D. Patofisiologi ....................................................................................... 8
E. Patway ............................................................................................... 11
F. Penatalaksanaan ................................................................................... 12
G. Pemeriksaan diagnostik ...................................................................... 12
H. Faktor resiko ....................................................................................... 13

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ........................................................... 18


A. pengkajian ............................................................................................ 18
B. Diagnosa .............................................................................................. 23
C. Intervensi .............................................................................................. 24
D. Implementasi ........................................................................................ 27
E. Evaluasi ................................................................................................ 27
BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 27
A. Kesimpulan ......................................................................................... 39
B. Saran .................................................................................................... 29
Daftar pustaka .................................................................................................. 30

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut WHO (World Health Organization), stroke didefinisikan
suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda
dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24
jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak. Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang
disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara
mendadak dan menimbulkan gejala dan tanda yangsesuai dengan daerah otak
yang terganggu. Kejadian serangan penyakit ini bervariasi antar tempat,
waktu dan keadaan penduduk. (Chris W. Green dan Hertin Setyowati 2004)
Chandra B. mengatakan stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang
disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara
mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam)
timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal daerah otak yang
terganggu.Stroke merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat
perhatian khusus dan dapat menyerang siapa saja dan kapan saja, tanpa
memandang ras, jenis kelamin, atau usia . Spesialis Saraf Rumah Sakit
Premier Jatinegara, Sukono Djojoatmodjo menyatakan masalah stroke
semakin penting dan mendesak karena kini jumlah penderita Stroke di
Indonesia terbanyak dan menduduki urutan pertama di Asia dan keempat di
dunia, setelah India, Cina, dan Amerika. Berdasarkan data terbaru dan hasil
Riset Kesehatan Dasar 2013 (Riskesdas 2013),
stroke merupakan penyebab kematian utama di Indonesia. Prevalensi
stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 per
mil dan yang berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1
per mil. Jadi, sebanyak 57,9 persen penyakit stroke telah terdiagnosis oleh
nakes. Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah
tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal

1
(atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih, dapat. Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak,
progesi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/ atau global, yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan
semata–mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi stroke?
2. Apa etiologi stroke?
3. Apa tanda dan gejala stroke?
4. Apa fisiologi stroke?
5. Apa pathway stroke?
6. Bagaimana penatalaksanaa stroke?
7. Apa Pemeriksaan diagnostik ?
8. Apa Faktor resiko ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan stroke?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi stroke !
2. Untuk mengetahui etiologi stroke !
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala stroke !
4. Untuk mengetahui fisiologi stroke !
5. Untuk mengetahui pathway stroke !
6. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan medis dan keperawatan stroke !
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik !
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan stroke !.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi
otak secara akut dan dapat menimbulkan kematian (World Health
Organization [WHO], 2014). Stroke adalah suatu keadaan yang
mengakibatkan seseorang mengalami kelumpuhan atau kematian karena
terjadinya gangguan perdarahan di otak yang menyebabkan kematian jaringan
otak (Batticaca, 2009). Stroke terjadi akibat pembuluh darah yang membawa
darah dan oksigen ke otak mengalami penyumbatan dan ruptur, kekurangan
oksigen menyebabkan fungsi control gerakan tubuh yang dikendalikan oleh
otak tidak berfungsi (American Heart Association [AHA], 2015)
Stroke di bagi menjadi 2 berdasarkan penyebabnya, yaitu :
1) Stroke Hemoragik
Merupakan stroke yang disebabkan oleh perdarahan intra serebral atau
perdarahan subarakhniod karena pecahnya pembuluh darah otak pada area
tertentu sehingga darah memenuhi jaringan otak (AHA, 2015).
Perdarahan yang terjadi dapat menimbulkan gejala neurologik dengan
cepat karena tekanan pada saraf di dalam tengkorang yang ditandai
dengan penurunan kesadaran, nadi cepat, pernapasan cepat, pupil
mengecil, kaku kuduk, dan hemiplegia (Sylvia, 2005 ; Yeyen, 2013).
2) Stroke Iskemik / Nonhemoragik
Merupakan stroke yang disebabkan oleh suatu gangguan peredaran darah
otak berupa obstruksi atau sumbatan yang menyebabkan hipoksia pada
otak dan tidak terjadi perdarahan (AHA, 2015). Sumbatan tersebut dapat
disebabkan oleh trombus (bekuan) yang terbentuk di dalam pembuluh
otak atau pembuluh organ selain otak (Sylvia, 2005). Stroke ini ditandai
dengan kelemahan atau hemiparesis, nyeri kepala, mual muntah,
pendangan kabur, dan disfagia (Wanhari, 2008 dalam Yeyen, 2013).

3
B. Etiologi
Etiologi Stroke pada anak-anak dan orang dewasa muda sering ditemukan
jauh lebih sedikit daripada hasil di usia tua, tetapi sebagian stroke pada kelompok
usia yang lebih muda bisa lebih buruk. Kondisi turun temurun 9 predisposisi untuk
stroke termasuk penyakit sel sabit, sifat sel sabit, penyakit hemoglobin SC (sickle
cell), homosistinuria, hiperlipidemia dan trombositosis. Namun belum ada perawatan
yang memadai untuk hemoglobinopati, tetapi homosistinuria dapat diobati dengan
diet dan hiperlipidemia akan merespon untuk diet atau mengurangi lemak obat jika
perlu. Identifikasi dan pengobatan hiperlipidemia pada usia dini dapat
memperlambat proses aterosklerosis dan mengurangi risiko stroke atau infark
miokard pada usia dewasa (Gilroy, 1992).
Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:
1. Stroke Iskemik Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang
terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi
serebrum.
Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan waktunya terdiri atas:
a. Transient Ischaemic Attack (TIA): defisit neurologis membaik dalam waktu
kurang dari 30 menit,
b. Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND): defisit neurologis
membaik kurang dari 1 minggu,
c. Stroke In Evolution (SIE)/Progressing Stroke,
d. Completed Stroke.
Beberapa penyebab stroke iskemik meliputi:
a. Trombosis Aterosklerosis (tersering); Vaskulitis: arteritis temporalis,
poliarteritis nodosa; Robeknya arteri: karotis, vertebralis 10 (spontan atau
traumatik); Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel
sabit).
b. Embolisme Sumber di jantung: fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium,
penyakit jantung rematik, penyakit katup jantung, katup prostetik,
kardiomiopati iskemik; Sumber tromboemboli aterosklerotik di arteri:
bifurkasio karotis komunis, arteri vertebralis distal; Keadaan hiperkoagulasi:
kontrasepsi oral, karsinoma.
c. Vasokonstriksi - Vasospasme serebrum setelah PSA (Perdarahan
Subarakhnoid).

4
d. Terdapat empat subtipe dasar pada stroke iskemik berdasarkan penyebab:
lakunar, thrombosis pembuluh besar dengan aliran pelan, embolik dan
kriptogenik (Dewanto dkk, 2009).
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua
stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur
sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam
jaringan otak.
Beberapa penyebab perdarahan intraserebrum: perdarahan intraserebrum
hipertensif; perdarahan subarakhnoid (PSA) pada ruptura aneurisma sakular
(Berry), ruptura malformasi arteriovena 11 (MAV), trauma; penyalahgunaan
kokain, amfetamin; perdarahan akibat tumor otak; infark hemoragik; penyakit
perdarahan sistemik termasuk terapi antikoagulan (Price, 2005).
C. Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejala dilihat dari jenis stroke, yaitu:
1. Gejala klinis pada stroke hemoragik berupa:
a. Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodormal yang terjadi
pada saat istirahat atau bangun pagi.
b. Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran
c. Terjadi trauma pada usia > 50 tahun
d. Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya.
Gejala klinis pada stroke akut berupa:
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan ( biasanya hemiparesis ) yang timbul
mendadak.
b. Ganguan sensibilitas pada suatu anggota badan ( gangguan hemisensorik )
c. Perubahan mendadak pada status mental ( konfusi, delirium, letargi, stupor/koma )
d. Afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara)
e. Disartria ( bicara pelo atau cade )
f. Afaksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran)
g. Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala).
2. Gejala Stroke Non Hemoragik :

5
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah
dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala
tersebut adalah :
a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.
1) Buta mendadak (amaurosis fugaks).
2) Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan
(disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan
3) Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi
sumbatan.
b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
1) Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih
menonjol.
2) Gangguan mental.
3) Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
4) Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
5) Bisa terjadi kejang-kejang.
c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
1) Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih
ringan. Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.
2) Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
3) Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
1) Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
2) Meningkatnya refleks tendon.
3) Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
4) Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor),
kepala berputar (vertigo).
5) Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).

6
6) Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara
sehingga pasien sulit bicara (disatria).
7) Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran
secara lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat,
kehilangan daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi)
8) Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia),
gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus),
penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata,
kebutaan setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri
kedua mata (hemianopia homonim).
9) Gangguan pendengaran.
10) Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
1) Koma
2) Hemiparesis kontra lateral.
3) Ketidakmampuan membaca (aleksia).
4) Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.
f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur
1) Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia
dibagi dua yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk
berbicara, mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri,
sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap
baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti
pembicaraan orang lain, namun masih mampu mengeluarkan
perkataan dengan lancar, walau sebagian diantaranya tidak
memiliki arti, tergantung dari luasnya kerusakan otak.
2) Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan
otak. Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara
kongenital), yaitu Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca
kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia adalah

7
ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca
kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia.
3) Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya
kerusakan otak.
4) Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal
angka setelah terjadinya kerusakan otak.
5) Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah
sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti
penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau
menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan
dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama
jari yang disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).
6) Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya
kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan
dengan ruang.
7) Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku
akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere
dominan yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara.
8) Amnesia, adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada
trauma capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi
pengangkatan massa di otak.
9) Dementia, adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup
sejumlah kemampuan. (Arief mansyur, 2000)
D. Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam
arteri-arteri. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15
sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa
oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang
diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi
kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang mendasari
mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang
memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa (1) keadaan penyakit pada pembuluh

8
itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan trombosis, robeknya dinding pembuluh,
atau peradangan; (2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran 12 darah,
misalnya syok atau hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah akibat bekuan
atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium; atau
(4) ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid (Price et al, 2006).
Suatu stroke mungkin didahului oleh Transient Ischemic Attack (TIA) yang
serupa dengan angina pada serangan jantung. TIA adalah serangan-serangan defisit
neurologik yang mendadak dan singkat akibat iskemia otak fokal yang cenderung
membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan bervariasi tetapi biasanya
dalam 24 jam. TIA mendahului stroke trombotik pada sekitar 50% sampai 75%
pasien (Harsono, 2009).
Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:
1. Stroke Iskemik/ Non Hemoragic
Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis
(terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan
bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara:
a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus atau perdarahan
aterom
c. Merupakan terbentuknya thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian dapat robek.
Embolus akan menyumbat aliran darah dan terjadilah anoksia jaringan
otak di bagian distal sumbatan. Di samping itu, embolus juga bertindak sebagai
iritan yang menyebabkan terjadinya vasospasme lokal di segmen di mana
embolus berada. Gejala kliniknya bergantung pada pembuluh darah yang
tersumbat. Ketika arteri tersumbat secara akut oleh trombus atau embolus, maka
area sistem saraf pusat (SSP) yang diperdarahi akan mengalami infark jika tidak
ada perdarahan kolateral yang adekuat. Di sekitar zona nekrotik sentral, terdapat
‘penumbra iskemik’ yang tetap viabel untuk suatu waktu, artinya fungsinya dapat
pulih jika aliran darah baik kembali. Iskemia SSP dapat disertai oleh
pembengkakan karena dua alasan: Edema sitotoksik yaitu akumulasi air pada sel-
sel glia dan neuron yang rusak; Edema vasogenik yaitu akumulasi cairan

9
ektraselular akibat perombakan sawar darah-otak. Edema otak dapat
menyebabkan perburukan klinis yang berat beberapa hari setelah stroke mayor,
akibat peningkatan tekanan intrakranial dan kompresi struktur-struktur di
sekitarnya (Smith et al, 2001).
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua
stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur
sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam
jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskular yang dapat menyebabkan perdarahan
subarakhnoid (PSA) adalah aneurisma sakular dan malformasi arteriovena
(MAV). Mekanisme lain pada stroke hemoragik adalah pemakaian kokain atau
amfetamin, karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan
intraserebrum atau subarakhnoid.
Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling
sering terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah
satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak.
Biasanya perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit
neurologik fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa
menit sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak
perdarahan merupakan tanda khas pertama pada keterlibatan kapsula interna.
Penyebab pecahnya aneurisma berhubungan dengan ketergantungan
dinding aneurisma yang bergantung pada diameter dan perbedaan tekanan di
dalam dan di luar aneurisma. Setelah pecah, darah merembes ke ruang
subarakhnoid dan menyebar ke seluruh otak dan medula spinalis bersama cairan
serebrospinalis. Darah ini selain dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial, juga dapat melukai jaringan otak secara langsung oleh karena
tekanan yang tinggi saat pertama kali pecah, serta mengiritasi selaput otak (Price,
2005).

10
E. Patway
Stroke hemoragik stroke non hemoragik

Peningkatan tekanan trombus/embol


sistemik

Suplai darah
aneurisma kejaringan cerebral
tidak adekuat

perdarahan arakhnoid
Perfusi jaringan
cerebral
Hematom Vasospasme tidakadekuat
cerebral arteri cerebra

Ptik Iskemik infark

Defisit
neurologi
Penurunuan Penekanan
kesadaran saluran
pernafasan Hemisfer Hemisfer kiri
kanan
Pola nafas
Resiko Resiko tidak efektif
jatuh aspirasi Hemiparase Hemiparase
kiri kanan

Resiko
trauma Area Defisit Hambatan
grocca perawatan mobilitas
diri fisik

GANGGUAN Kerusakan
KOMUNIKASI fungsi N. VII Kurang
VERBAL pengetahuan
Resiko
kerusakan
intregitas
kulit
Sumber : NANDA , 2013 Jocye & Jane 2014

11
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:
a. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat
maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.
b. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi
dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.
c. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting
dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pemasangan jalur intravena dengan cairan normal salin 0,9% dengan
kecepatan 20 ml/jam. Cairan hipotonis seperti dekstrosa 5% sebaiknya
tidak digunakan karena dapat memperhebat edema serebri.
b. Pemberian oksigen melalui nasal kanul.
c. Jangan memberikan apapun melalui mulut.
d. Pemeriksaan EKG
e. Pemeriksaan rontgen toraks.
f. Pemeriksaan darah: Darah perifer lengkap dan hitung trombosit, Kimia
darah (glukosa, ureum, kreatinin dan elektrolit), PT (Prothrombin
Time)/PTT (Partial Thromboplastin time)
g. Jika ada indikasi lakukan pemeriksaan berikut:
1) Kadar alcohol
2) Fungsi hepar
3) Analisa gas darah
4) Skrining toksikologi
G. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan
pada penyakit stroke adalah:
1. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/
ruptur.

12
2. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya
infark.
3. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada
thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau
serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau
perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus
thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang
mengalami infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
5. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan
pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
7. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah
yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna
terdapat pada thrombosis serebral.
H. Faktor Resiko Stroke
Faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan
berdasarkan kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable,
modifiable, atau potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well
documented atau less well documented) (Goldstein,2006).
1. Non modifiable risk factors :
a. Usia
Insidensi stroke sebanding dengan meningkatnya usia di atas umur
55 th, insidensinya meningkat 2 kali lipat. Hal ini berkaitan dengan
adanya proses penuaan (degenerasi) yang terjadi secara alamiah dan
pada umumnya pada orang lanjut usia pembuluh darahnya lebih
kaku karena adanya plak (atheroscelorsis).
b. Jenis kelamin

13
Insidensi pada pria 19% lebih tinggi daripada wanita. Hal ini
mungkin terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Dan, rokok
ternyata dapat nerusak lapisan dari pembuluh darah tubuh.
c. Berat badan lahir rendah
Risiko stroke meningkat dua kali pada orang dgn berat badan yg
rendah (< 2500 g) ketika lahir
d. Ras/etnis
Dari beberapa penelitian dikemukakan bahwa ras kulit putih
memiliki peluang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan ras
kulit hitam. Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya
hidup. Pada tahun 2004 di Amerika terdapat penderita stroke pada
laki-laki yang berkulit putih sebesar 37,1% dan yang berkulit hitam
sebesar 62,9% sedangkan pada wanita yang berkulit putih sebesar
41,3% dan yang berkulit hitam sebesar 58,7%.
e. Genetik / Hereditas
Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan
riwayat stroke pada keluarga, memiliki resiko yang lebih besar untuk
terkena stroke dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke pada
keluarganya. Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko
stroke, misalnya hipertensi, jantung, diabetes dan kelainan pembuluh
darah. Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih
anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65
tahun, meningkatkan risiko stroke.
2. Modifiable risk factors
a. Well-documented and modifiable risk factors
1) Hipertensi
Hipertensi adalah faktor resiko yang paling penting untuk stroke,
terutama Stroke sumbatan. Tidak ada bukti bahwa wanita lebih
tahan terhadap hipertensi daripada laki-laki. Insiden stroke
sebagian besar diakibatkan oleh hipertensi, sehingga kejadian
stroke dalam populasi dapat dihilangkan jika hipertensi diterapi

14
secara efektif. Peningkatan tekanan darah yang ringan atau
sedang (borderline) sering dikaitkan dengan kelainan
kardiovaskuler, sedangkan pada peningkatan tekanan darah yang
tinggi, stroke lebih sering terjadi. Hipertensi menyebabkan
aterosklerosis darah serebral sehingga pembuluh darah
mengalami penebalan dan degenerasi yang kemudian pecah dan
menimbulkan perdarahan. Stroke yang terjadi paling banyak oleh
karena hipertensi adalah hemoragik.
2) Paparan asap rokok
Merokok merupakan faktor resiko tinggi terjadinya serangan
jantung dan kematian mendadak, baik akibat stroke sumbatan
maupun perdarahan.Pada meta analisis dari 32 studi terpisah,
termasuk studi-studi lainnya, perokok memegang peranan terjadi
insiden stroke, untuk kedua jenis kelamin dan semua golongan
usia dan berhubungan dengan peningkatan resiko 50% secara
keseluruhan, bila dibandingkan dengan bukan perokok. Resiko
terjadinya stroke, dan infark otak pada khususnya, meningkat
seiring dengan peningkatan jumlah rokok yang dikonsumsi, baik
pada laki-laki ataupun wanita.
3) Diabetes
Diabetes meningkatkan kemungkinan aterosklerosis pada arteri
koronaria, femoralis dan serebral, sehingga meningkatkan pula
kemungkinan stroke sampai dua kali lipat bila dibandingkan
dengan pasien tanpa diabetes. Dari arterosklerosis dapat
menyebabkan emboli yang kemudian menyumbat pembuluh
darah sehingga mengakibatkan iskemia. Iskemia menyebabkan
perfusi otak menurun dan akhirnya terjadi stroke. Pada DM, akan
mengalami penyakit vaskuler sehingga juga terjadi penurunan
makrovaskulerisasi. Makrovaskulerisasi menyebabkan
peningkatan suplai darah ke otak. Dengan adanya peningkatan
suplai tersebut, maka TIK meningkat, sehingga terjadi edema otak

15
dan menyebabkan iskemia. Pada DM juga terjadi penurunan
penggunaan insulin dan peningkatan glukogenesis, sehingga
terjadi hiperosmolar sehingga aliran darah lambat, maka perfusi
otak menurun sehingga stroke bisa terjadi.
4) Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu
Kelainan jantung merupakan kelainan atau disfungsi organ yang
mempredisposisikan timbulnya stroke. Meskipun hipertensi
merupakan faktor resiko untuk semua jenis stroke, namun pada
tekanan darah berapapun, gangguan fungsi jantung akan
meningkatkan resiko stroke secara signifikan. Peranan gangguan
jantung terhadap kejadian stroke meningkat seiring pertambahan
usia .Selain itu, total serum kolesterol , LDL maupun trigliserida
yang tinggi akan meningkatkan resiko stroke iskemik ( terutama
bila disertai dengan hipertensi ), karena terjadinya aterosklerosis
pada arteri karotis.
5) Dislipidemia
Dislipidemia adalah kelainan yang ditandai oleh kelainan baik
peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma.
Kolesterol LDL yang tinggi (normal : < 100 mg/dl), kolesterol
HDL (normal : 35-59 mg/dl) yang rendah, dan rasio kolesterol
LDL dan HDL yang tinggi dihubungkan dengan peningkatan
risiko terkena stroke. Hal ini akan diperkuat bila ada faktor risiko
stroke yang lain (misalnya:hipertensi, merokok, obesitas).
Berbagai penelitian epidemiologi secara konsisten
menghubungkan peningkatan risiko stroke pada penyandang
dislipidemia. Peningkatan 1 mmol/ L (38,7 mg/dL) kadar
kolesterol darah total akan meningkatkan risiko stroke sebesar
25%. Di lain sisi peningkatan 1 mmol/ L kadar kolesterol HDL
(kolesterol baik) akan menurunkan risiko stroke sebesar

16
6) Stenosis arteri karotis
Stenosis arteri karotis adalah penyempitan atau penyempitan
permukaan dalam (lumen) dari arteri karotis, biasanya disebabkan
oleh aterosklerosis.
7) Sickle cell disease
Bentuk eritrosit yang seperti bulan sabit dapat menyumbat suplay
darah ke otak
8) Obesitas
Pasien obesitas/ kegemukan memiliki tekanan darah, kadar
glukosa darah dan serum lipid yang lebih tinggi, bila
dibandingkan dengan pasien tidak gemuk. Hal ini meningkatkan
resiko terjadinya stroke, terutama pada kelompok usia 35-64
tahun pada pria dan usia 65-94 tahun pada wanita. Namun, pada
kelompok yang lain pun, obesitas mempengaruhi keadaan
kesehatan, melalui peningkatan tekanan darah, gangguan
toleransi glukosa dan lain-lain. Pola obesitas juga memegang
peranan penting, dimana obesitas sentral dan penimbunan lemak
pada daerah abdominal, sangat berkaitan dengan kelainan
aterosklerosis.Meskipun riwayat stroke dalam keluarga penting
pada peningkatan resiko stroke, namun pembuktian dengan studi
epidemiologi masih kurang.

17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATRAN

Menurut Tarwoto (2013) pengkajian keperawatan pada pasien stroke meliputi :

A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan anggota
gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, nyeri
kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal yang
tidak disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering
kesemutan, rasa lemah pada salah satu anggota gerak. Pada serangan
stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
pasien melakukan aktifitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes mellitus.
6. Riwayat psikososial

18
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi
dan pikiran pasien dan keluarga
7. Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen,
apatis, sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada
awal terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya
memiliki tingkat kesadaran letargi dan compos metis dengan GCS
13-15
b. Tanda-tanda Vital
1) Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat
tekanan darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole >
80
2) Nadi
Biasanya nadi normal
3) Pernafasan
Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada
bersihan jalan napas
4) Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
hemoragik
c. Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah
d. Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V
(Trigeminal) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan
pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus,
klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII

19
(facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis,
mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung, menggembungkan pipi,
saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan
tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien
kesulitan untuk mengunyah.
e. Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor,
kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) :
biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III
(okulomotoris) : biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang
isokor dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat dinilai jika
pasien bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis) : biasanya pasien
dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI
(abdusen) : biasanya hasil nya pasien dapat mengikuti arah tangan
perawat ke kiri dan kanan
f. Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada
pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) :
kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat
namun ada juga yang tidak, dan biasanya ketajaman penciuman
antara kiri dan kanan berbeda dan pada nervus VIII (akustikus) :
biasanya pada pasien yang tidak lemah anggota gerak atas, dapat
melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung
g. Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan
mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada
pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah dapat mendorong
pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa
manis dan asin. Pada nervus IX (glossofaringeal) : biasanya ovule
yang terangkat tidak simetris, mencong kearah bagian tubuh yang
lemah dan pasien dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus

20
XII (hipoglasus) : biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat
dipencongkan ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat
bicara.
h. Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan
nervus VIII (akustikus) : biasanya pasien kurang bisa mendengarkan
gesekan jari dari perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan
pasien hanya dapat mendengar jika suara keras dan dengan artikulasi
yang jelas
i. Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke
hemragik mengalami gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku
kuduku biasanya (+) dan bludzensky 1 (+)
j. Thorak
a. Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sam aantara kiri dan kanan
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi: biasanya suara normal (vesikuler)
b. Jantung
Isnpeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi: biasanya suara vesikuler
k. Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi: biasanya biasanya bising usus pasien tidak terdengar.
Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien
digoresbiasanya pasien tidak merasakan apa-apa.

21
l. Ekstremitas
a. Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya
normal yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) :
biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan tahanan
pada bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek,
biasanya saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku,
tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-)) dan pada
pemeriksaan tricep respon tidak ada fleksi dan supinasi (reflek
bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek hoffman tromer
biasanya jari tidak mengembang ketika diberi reflek (reflek
Hoffman tromer (+)).
b. Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky
I kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki
digores biasanya jari tidak mengembang (reflek babinsky (+)).
Pada saat dorsum pedis digores biasanya jari kaki juga tidak
beresponn (reflek caddok (+)). Pada saat tulang kering digurut
dari atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau ekstensi
(reflek openheim (+)) dan pada saat betis diremas dengan kuat
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa (reflek gordon (+)).
Pada saat dilakukan reflek patella biasanya femur tidak bereaksi
saat di ketukkan (reflek patella (+)).
8. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Pola kebiasaan
Biasanya pada pasien yang pria, adanya kebiasaan merokok dan
penggunaan minumana beralkhohol
b. Pola makan

22
Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan
pada pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan penurunan
berat badan.
c. Pola tidur dan istirahat
Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena adanya
kejang otot/ nyeri otot
d. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami
kelemahan, kehilangan sensori , hemiplegi atau kelumpuhan
e. Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
f. Pola hubungan dan peran
Biasanya adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara
g. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah, dan tidak kooperatif (Batticaca, 2008)
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien dengan Stroke (Doenges dkk, 1999)
meliputi :
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan:
a. Interupsi aliran darah
b. Gangguan oklusif, hemoragi
c. Vasospasme serebral
d. Edema serebral
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan:
a. Kerusakan neuromuskuler
b. Kelemahan, parestesia
c. Paralisis spastis
d. Kerusakan perseptual/ kognitif

23
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan
a. Kerusakan sirkulasi serebral
b. Kerusakan neuromuskuler
c. Kehilangan tonus otot/ kontrol otot fasial
d. Kelemahan/ kelelahan
4. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan:
a. Perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis atau
defisit)
b. Stress psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh
ansietas)
5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan:
a. Kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan,
kehilangan kontrol/ koordinasi otot
b. Kerusakan perseptual/ kognitif
c. Nyeri/ ketidaknyamanan
d. Depresi
6. Gangguan harga diri berhubungan dengan:
a. Perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif
7. Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan:
a. Kerusakan neuromuskuler/ perceptual
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan
dengan:
a. Kurang pemajanan
b. Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang
mengingat
c. Tidak mengenal sumber-sumber informasi
C. Intervensi
1. Diagnosa keperawatan pertama: perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan oedema serebral.
a. Tujuan; kesadaran penuh, tidak gelisah

24
b. Kriteria hasil tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil tidak
ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
c. Intervensi;
1) Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma
glascow
Rasional: Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran.
2) Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah.
Rasional: autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang
konstan.
3) Pertahankan keadaan tirah baring.
Rasional: aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan
Tekanan Intra Kranial (TIK).
4) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi
anatomis (netral).
Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase
dan meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral.
5) Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin)
Rasional: meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral dan
selanjutnya dapat mencegah pembekuan.
2. Diagnosa keperawatan kedua: kerusakan mobilitas fisik berhubungan
dengan kelemahan.
a. Tujuan; dapat melakukan aktivitas secara minimum
b. Kriteria hasil mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan
kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena, mendemonstrasikan
perilaku yang memungkinkan aktivitas.
c. Intervensi :
1) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Rasional: mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapat
memberikan informasi bagi pemulihan
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
Rasional:menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan.

25
3) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas
Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah kontraktur.
4) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.
Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak
menjadi lebih terganggu.
5) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan
ambulasi pasien.
Rasional: program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan
kebutuhan yang berarti/ menjaga kekurangan tersebut dalam
keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.
3. Diagnosa keperawatan ketiga: kerusakan komunikasi verbal berhubungan
dengan kerusakan neuromuskuler.
a. Tujuan; dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.
b. Kriteria hasil; Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat,
terjadi kesalah pahaman bahasa antara klien, perawat dan keluarga
c. Intervensi;
1) Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi
Rasional:Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator
dari derajat gangguan serebral
2) Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana
Rasional: melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
3) Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut
Rasional: Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
4) Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat)
Rasional: bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi
pesan yang dimaksud
5) Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional: untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan terapi.

26
4. Diagnosa keperawatan keempat: perubahan sensori persepsi berhubungan
dengan stress psikologis.
a. Tujuan; tidak ada perubahan perubahan persepsi.
b. Kriteria hasil mempertahankan tingkat kesadarann dan fungsi perseptual,
mengakui perubahan dalam kemampuan.
c. Intervensi;
1) Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/
tumpul, rasa persendian.
Rasional:penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan
perasaan kinetic berpengaruh buruk terhadap keseimbangan.
2) Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh
Rasional: adanya agnosia (kehilangan pemahaman terhadap
pendengaran, penglihatan, atau sensasi yang lain)
3) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien suatu
benda untuk menyentuh dan meraba.
Rasional: membantu melatih kembali jaras sensorik untuk
mengintegrasikan persepsi dan interprestasi stimulasi.
4) Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari
posisi bagian tubuh tertentu.
Rasional: penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu
dalam mengintergrasikan kembali sisi yang sakit.
5) Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan kalimat
yang pendek.
Rasional: pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang
perhatian atau masalah pemahaman.
D. Implementasi
Implementasi dalam kasus ini sesuai dengan intervensi yang direncanakan.
Hasil yang diharapkan dalam implementasi akan terjawab di evaluasi.
E. Evaluasi
Kriteria hasil dari tindakan keperawatan yang di harapkan pada pasien
stroke adalah mempertahankan tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital stabil,

27
kekuatan otot bertambah dan dapat beraktivitas secara minimal, dapat
berkomunikasi sesuai dengan kondisinya, mempertahankan fungsi perseptual,
dapat melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri, klien dapat
mengungkapakan penerimaaan atas kondisinya, dan klien dapat memahami
tentang kondisi dan cara pengobatannya.

28
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan
atau penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau
perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang
timbulnya secara mendadak.
B. Saran
Penulis mengharapkan semoga dengan adanya tulisan ini, bisa menambah
pengetahuan pembaca tentang stroke. Semoga pembaca dapat memberikan
kritik dan sarannya terhadap tulisan yang telah dibuat ini. Karna kritikan
adalah suatu alat yang bisa mengukur sampai dimana keberhasilan kita di
buat, semakin banyak masukan dan kritikan, semoga kedepannya penulis
dapat lebih baik dalam tulisannya.

29
Daftar Pustaka

Aliah, A; Limoa, R.A; Wuysang, G. (2000). Gambaran Umum Tentang GPDO


dalam Harsono:Kapita Selekta Neurologi. UGM Press, Yogyakarta.
Baehr M, Frotscher M. Duus’ : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised
edition. New York : Thieme. 2005.
Batticaca, Framsisca B. 2008. Asuhan keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : salemba medika
Brunner, I ; Suddarth, Drs. (2002) Buku Ajaran Keperawatan Medical Bedah
Volume 2. Jakarta: EGC.
Corwin, J, E. (2001.) Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC
Dochtermann, J. M. C dkk. (2008). Nursing Interventions Classification (NIC).
United States of America: Mosby Elsevier.
www.academia.edu/stroke
http://repository.unand.ac.id/17846/1/PENELITIAN%20SUSI.pdf

30

Anda mungkin juga menyukai