Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Generator Diesel


Generator Diesel adalah sumber tegangan listrik yang diperoleh melalui
perubahan energi mekanik menjadi energi listrik. Pembangkit listrik yang
menggunakan mesin diesel sebagai penggerak mula (prime mover). Prime mover
merupakan peralatan yang mempunyai fungsi menghasilkan energi mekanis yang
diperlukan untuk memutar rotor generator. Mesin diesel sebagai penggerak mula
berfungsi menghasilkan tenaga mekanis yang dipergunakan untuk memutar rotor
generator. Motor diesel dinamai juga motor penyalaan kompresi (compression
ignition engine) oleh karena cara penyalaan bahan bakarnya dilakukan dengan
menyemprotkan bahan bakar kedalam udara bertekanan dan temperature tinggi,
sebagai akibat dari proses didalam ruang bakar kepala silinder. Sumber:
https://en.wikipedia.org/wiki/Diesel_generator

2.1.1. Penggunaan Generator Diesel


Generator Diesel sangat dibutuhkan oleh sektor industrial dan sektor
militer di dunia saat ini karena kinerja menghasilkan listriknya yang sangat baik.
Generator Diesel merupakan pembangkit listrik terbaik karena kualitas dan daya
tahan yang kuat, biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik dalam
jumlah beban kecil. Generator Diesel dapat menghasilkan tenaga listrik yang
banyak yang sangat mampu untuk memenuhi kebutuhan listrik darurat juga,
terutama untuk daerah baru yang terpencil atau untuk listrik pedesaan dan untuk
memasok kebutuhan listrik suatu pabrik. Selain itu, di Sebuah Parik ada berbagai
manfaat lain dari Generator Diesel adalah:

1. Sebagai unit cadangan ( Stand by Plant ) yang dijalankan pada saat unit
pembangkit utama yang ada tidak dapat mencukupi kebutuhan daya listrik.

2. Sebagai unit pembangkit yang menyupali listrik selama 24 jam atau pemikul beban
tetap. Sifat pengoperasian harus pada beban dasar yang berkapasitas tertinggi dan tidak
dipengaruhi oleh frekuensi beban tetap. Hal ini memungkinkan juga bila pasokan dapat
mengalami gangguan.

Universitas Sumatera Utara


3. Sebagai unit cadangan ( emergency) yang djalankan saat keadaan darurat saat
terjadi pemadaman pada unit pembangkit utama.

2.1.2. Komponen-komponen Generator Diesel


Adapunkomponen Generator Diesel adala sebagai berikut:
1. Mesin diesel.
2. Tangki penyimpanan bahan bakar.
3. Penyaring bahan bakar.
4. Turbo charger.
5. Penyaring gas pembuangan.
6. Generator.
7. Sistem Pendingin
8. Sistem Pelumasan

Uraian tentang komponen utama dari Generator Diesel dapat kita lihat pada gambar
2.1.

Gambar 2.1 Gambar Generator Diesel Pembangkit


Sumber:http://planetcopas.blogspot.com/2012/09/prinsip-kerja-generatordiesel.html

1. Mesin Diesel
Mesin diesel termasuk mesin dengan pembakaran dalam atau disebut
dengan motor bakar ditinjau dari cara memperoleh energi thermalnya. Untuk

Universitas Sumatera Utara


membangkitkan listrik sebuah generator menggunakan generator dengan sistem
penggerak tenaga diesel.
2. Tangki Penyimpanan Bahan Bakar

Tangki bahan bakar biasanya memiliki kapasitas yang cukup untuk


menjaga generator operasional selama 6 sampai 8 jam pada rata-rata. Dalam kasus
unit generator kecil, tangki bahan bakar adalah bagian dari dasar skid generator
atau dipasang di atas bingkai generator. Untuk aplikasi komersial, mungkin perlu
untuk mendirikan dan menginstal tangki bahan bakar eksternal.

3. Penyaringan Bahan Bakar

Bahan bakar di dalam tangki penyimpanan bahan bakar dipompakan ke dalam tanki
penyimpanan sementara namun sebelumnya disaring terlebih dahulu.

Kemudian disimpan di dalam tangki penyimpanan sementara.

4. Turbo Charger

Untuk meningkatkan performa dari mesin diesel salah satunya dengan


menggunakan turbocharger. Prinsip kerja dari turbocharger adalah memanfaatkan
panas gas buang sebagai tenaga untuk memampatkan udara pembakaran sehingga
dihasilkan tenaga yang besar.

5. Penyaring Gas Pembuangan

Gas-gas buang seperti sulfur oksida, nitrogen oksida, karbon monoksida, dan
hidrokarbon dapat dikontrol pengeluarannya melalui beberapa metode. Gas sulfur
oksida dapat dihilangkan dari udara hasil pembakaran bahan bakar dengan
menggunakan filter basah yang digunakan pada penyaring gas pembuangan

6. Generator

Generator ini berfungsi untuk menghasilkan listrik dengan cara mengubah gerak
menjadi energi listrik.

Universitas Sumatera Utara


7. Sistem Pendingin

Saat beroperasi, maka temperatur kerja mesin akan meningkat. Untuk


menurunkannya diperlukan sistem pendingin dengan menggunakan air. Air yang
digunakan untuk sistem pendinginan adalah air murni yang tidak mengandung
kotoran dan kadar garam untuk mencegah terjadinya korosi. Air tersebutlah yang
berfungsi untuk mendinginkan blok silinder dan turbocharger.

8. Sistem Pelumasan

Pada sistem pelumasan adalah untuk mengurangi keausan mesin dengan


cara mengalirkan minyak pelumas dari karter ke bagian-bagian yang memerlukan
pelumas pada waktu mesin sedang beroperasi atau keadaan hidup

2.2. Pemeliharaan (Maintenance)


2.2.1. Pengertian Pemeliharaan (Maintenance)
Secara alamiah tidak ada barang yang dibuat oleh manusia yang tidak
dapat rusak, tetapi usia kegunaannya dapat diperpanjang dengan melakukan
perbaikan berkala dengan suatu aktivitas yang dikenal sebagai pemeliharaan.

Pemeliharaan adalah suatu kombinasi dari berbagai tindakan yang


dilakukan untuk menjaga suatu barang, atau memperbaikinya sampai mencapai
suatu kondisi yang bisa diterima. Tetapi, istilah ‘pemeliharaan’ pada kenyataanya
menunjuk kepada fungsi pemeliharaan secara keseluruhan yang bisa dibayangkan
,dan sebagai hasilnya, kata tersebut dengan mudah digunakan dalam industri untuk
menunjuk setiap pekerjaan yang dikerjakan oleh pekerja bagian pemeliharaan.
Pemeliharaan juga merupakan suatu fungsi dalam suatu perusahaan pabrik yang
sama pentingnya dengan fungsi-fungsi lain seperti produksi. Hal ini karena apabila
seseorang mempunyai peralatan atau fasilitas, maka biasanya dia akan selalu
berusaha untuk tetap mempergunakan peralatan atau fasilitas tersebut. Demikian
pula halnya dengan perusahaan pabrik, dimana pimpinan perusahaan pabrik
tersebut akan selalu berusaha agar fasilitas maupun peralatan produksinya dapat
dipergunakan sehingga kegiatan produksinya berjalan lancar. (corder,1992).

Dalam usaha untuk dapat terus menggunakan fasilitas tersebut agar kualitas
produksi dapat terjamin, maka dibutuhkan kegiatan-kegiatan pemeliharaan dan

Universitas Sumatera Utara


perawatan yang meliputi kegiatan pemeriksaan, pelumasan (lubrication), dan
perbaikan atau reparasi atas kerusakan-kerusakan yang ada, serta penyesuaian atau
penggantian spare part atau komponen yang terdapat pada fasilitas tersebut.
Seluruh kegiatan ini sebenarnya tugas bagian pemeliharaan. Peranan
bagian ini tidak hanya untuk menjaga agar pabrik dapat tetap bekerja dan produk
dapat diprodusir dan diserahkan kepada pelanggan tepat pada waktunya, akan
tetapi untuk menjaga agar pabrik dapat bekerja secara efisien dengan menekan
atau mengurangi kemacetan produksi sekecil mungkin. Jadi, bagian perawatan
mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam kegiatan produksi suatu
perusahaan pabrik yang menyangkut kelancaran atau kemacetan produksi,
kelambatan, dan volume produksi serta efisiensi berproduksi.

Dalam masalah pemeliharaan ini perlu diperhatikan bahwa sering terlihat


dalam suatu perusahaan bahwa kurang diperhatikannya bidang pemeliharan atau
maintenance ini, sehingga terjadilah kegiatan pemeliharaan yang tidak teratur.
Peranan yang penting dari kegiatan baru diperhatikan setelah mesin-mesin tersebut
rusak dan tidak dapat berjalan sama sekali. Hendaknya kegiatan harus dapat
menjamin bahwa selama proses produksi berlangsung, tidak akan terjadi
kemacetan - kemacetan yang disebabkan oleh mesin maupun fasilitas produksi.

Maintenance dapat diartikan sebagai kegiatan untuk memelihara atau


menjaga fasilitas maupun peralatan pabrik dan mengadakan perbaikan atau
penyesuaian maupun penggantian yang diperlukan agar diperoleh suatu keadaan
operasi produksi yang memuaskan sesuai apa yang telah direncanakan. Jadi,
dengan adanya kegiatan maintenance ini, maka fasilitas maupun peralatan pabrik
dapat digunakan untuk produksi sesuai dengan rencana dan tidak mengalami
kerusakan selama fasilitas atau peralatan tersebut dipergunakan untuk proses
produksi atau sebelum jangka waktu tertentu yang direncanakan tercapai sehingga
dapatlah diharapkan proses produksi berjalan lancar dan terjamin karena
kemungkinankemungkinan kemacetan yang disebabkan tidak berjalannya fasilitas
atau perlatan produksi telah dihilangkan atau dikurangi.

2.2.2. Tujuan Pemeliharaaan (Maintenance)


Maintenance merupakan kegiatan pendukung bagi kegiatan komersil, maka
seperti kegiatan lainnya, maintenance harus efektif, efisien dan, berbiaya rendah.
Dengan adanya kegiatan maintenance ini, maka mesin/peralatan produksi dapat

Universitas Sumatera Utara


digunakan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama jangka
waktu tertentu yang telah direncanakan tercapai.

Beberapa tujuan maintenance yang utama antara lain:


1. Kemampuan berproduksi dapat memenuhi kebutuhan dengan rencana produksi.
2. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang di butuhkan oleh
produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak terganggu.

3. Untuk membantu mengurangi pemakain dan penyimpangan yang di luar batas dan
menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama waktu yang ditentukan
sesuai dengan kebijakan perusahaan mengenai investasi tersebut.

4. Untuk mencapai tingkat biaya maintenance secara efektif dan efisien keseluruhannya.

5. Untuk menjamin keselamatan orang yang mengunakan keselamatan tersebut


6. Memaksimumkan ketersediaan semua peralatan sistem produksi (mengurangi
downtime)

7. Untuk memperpanjang umur/masa pakai dari mesin/peralatan.

2.2.3. Jenis- jenis Maintenance

1. Pemeliharaan terencana (planned maintenance )


Planned maintenance adalah yang terorganisir dan dilakukan dengan
pemikiran ke masa depan, pengendalian dan pencatatan sesuai dengan rencana
yang telah ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu program maintenance yang
akan dilakukan harus dinamis dan memerlukan pengawasan dan pemeliharaan
secara aktif bagian maintenance melalui informasi dari catatan riwayat
mesin/peralatan.

Konsep planned maintenance di tunjukan untuk dapat mengatasi masalah


yang dihadapi manajer dengan pelaksanaan kegiatan maintenance. Komunikasi
dapat di perbaiki dengan informasi yang dapat memberi data yang lengkap untuk
mengambil keputusan.Adapun data yang penting dalam kegiatan maintenance
antara lain laporan permintaan pemeliharaan,laporan pemeriksaan, laporan
perbaikan, dan lain-lain.

2. Pemeliharaan pencegahan (Preventive maintenance)

Universitas Sumatera Utara


Preventive maintenace adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang di
lakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan kerusakan yang tidak terduga dan
menemukan kondisi atau keadaan yang dapat menyebabkan fasilitas produksi
mengalami kerusakan pada waktu di gunakan dalam proses produksi. Dengan
demikian semua fasilitas produksi yang di berikan preventive maintenance akan
terjamin kelancaranya dan selalu du usahakan dalam kondisi atau kedaan yang siap di
pergunakan untuk setiap operasi atau proses produksi pada setiap saat.Sehingga
dapatlah di mungkinkan pembuatan suatau rencana dan jadwal pemeliharaan dan
perawatan yang sangat cermat dan rencana produksi yang lebih tepat.

3. Pemeliharaan perbaikan (corrective maintenance)


Corrective maintenance adalah suatu kegiatan maintenance yang dilakukan
setelah terjadinya kerusakan atau kelainan pada mesin/peralatan sehingga tidak
dapat berfungsi dengan baik.

4. Pemeliharaan yang telah diprediksi (predictive maintenance)


Predictive maintenance adalah tindakan - tindakan maintenance yang
dilakukan pada tanggal yang di tetapkan berdasarkan prediksi hasil analisa dan
evaluasi data operasi yang di ambil untuk melakukan predictive maintenance itu
dapat berupa data getaran,temperature,vibrasi,flow rate, dan lain lainnya.
Perencanaan predictive maintenance dapat dilakukan berdasarkan data dari
operator di lapangan yang di ajukan melalui work order ke department
maintenance untuk di lakukan tindakan tepat sehingga tidak akan merugikan
perusahaan.

5. Pemeliharaan tak terencana (Unplanned maintenance)


Unplanned maintenance biasanya berupa breakdown/emergency
maintenance. Breakdown/emergency maintenance (pemeliharaan darurat) adalah
tindakan maintenance yang dilakukan pada mesin/peralatan yang masih dapat
beroperasi, sampai mesin/peralatan tersebut rusak dan tidak dapat berfungsi lagi.
Melalui bentuk pelaksanaan pemeliharaan tak terencana ini, diharapkan penerapan
pemeliharaan tersebut akan dapat memperpanjang umur dari mesin/peralatan, dan
dapat memperkecil frekuensi kerusakan.

6. Pemeliharaan mandiri (autonomous maintenance)

Autonomous maintenance atau pemeliharaan mandiri merupakan suatu


kegiatan untuk dapat meningkatakan produktivitas dan efesiensi mesin/peralatan

Universitas Sumatera Utara


melalui kegiatan yang dilaksanakan oleh operator untuk memelihara
mesin/peralatan yang mereka tangani sendiri.

Prinsip-prinsip yang terdapat pada 5S, merupakan prinsip yang mendasari


kegiatan autonomous maintenance, yaitu:

1) Seiri (clearing up) : Pembersihan


Memisahkan benda yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan. Membuang
benda-benda yang tidak diperlukan. Hal ini merupakan kegiatan klasifikasi barang
yang terdapat ditempat kerja. Biasanya tempat kerja dimuati dengan mesin yang
tidak terpakai, cetakan, dan peralatan, benda cacat, barang gagal, barang, barang
dalam proses material, persedian dan lain-lain.

2) Seiton (organizing) : Pengelompokan yang rapi


Menyusun dengan rapi dan mengenali benda untuk mempermudah penggunaanya.
Kata seiton berasal dari bahas jepang yang artinya menyusun berbagai benda
dengan cara yang menarik. Maksudnya dalam 5-S ini berarti mengatur
barangbarang sehingga setiap orang dapat menemukannya dengan mudah dan
cepat. Untuk mencapai langkah ini, pelat penunjuk digunakan untuk menetapkan
nama tiap barang dan tempat penyimpanan. Dengan kata lain menata semua
barang yang ada setelah ringkas, dengan pola teratur dan tertib.

3) Seiso (cleaning) : Membersihkan peralatan dan tempat kerja


Menjaga kondisi mesin yang siap pakai dan keadaan bersih. Selalu membersihkan,
menjaga kerapian dan kebersihan. Ini adalah proses pembersihan dasar dimana
disuatu daerah dalam keadaan bersih. Meskipun pembersihan besar-besaran
dilakukan oleh pihak perusahaan beberapa kali dalam setahun. Aktivitas itu
cendrung mengurangi kerusakan mesin yang diakubatkan oleh tumpahan minyak,
abu dan sampah. Untuk itu bersihkan semua mesin, peralatan dan tempat kerja,
mengilangkan noda, dan limbah serta menanggulangi sumber limbah.

4). Seikatsu (standarizing) : Penstandarisasian


Memperluar konsep kebersihan pada diri sendiri terus-menerus memperaktekkan tiga
langkah sebelumnya. Membuat standarisasi pemeliharaan di tempat kerja seperti
membuat standar pelumasan, standar pengeceikan ataupun inspeksi mesin, membuat
standar pencapaia, dan lain sebagainya.

5) Shitsuke (training and discipline) : Meningkatkan skil dan moral

Universitas Sumatera Utara


Shitsuke merupakan sifat 5-S yang menitik beratkan pelatihan dan pendisiplinan
dengan pendidikan yang dilakukan sebelum memulai dunia kerja, pelatihan,
pengarahan serta diklat yang umumnya diberlakukan sesuai dengan standar
organisasi ataupun perusahaan.

Autonomous maintenance diimplementasikan melalui 7 langkah yang akan


membangun keahlian yang di butuhkan operator agar mereka mengetahui tindakan
apa yang harus dilakukan.

Tujuh langkah kegiatan yang terdapat dalam autonomous maintenance adalah:


1. Membersihkan dan memeriksa (clean and inspect)
2. Membuat standar pembersihan dan pelumasan
3.Menghilangakan sumber masalah dan area yang tidak terjangkau (eliminate problem
and anaccesible area)

4. Melaksanakan pemeliharaan mandiri (conduct autonomous maintenance)


5. Melaksanakan pemeliharaan menyeluruh (conduct general inspection)
6. Pemeliharaan mandiri secara penuh (fully autonomous maintenance)
7. Pengorganisasian dan kerapian (organization and tidies) Tugas dan Pelaksanaan
kegiatan maintenance

Semua tugas tugas atau kegiatan daripada maintenance dapat di golongkan ke


dalam salah satu dari lima tugas pokok yang berikut:

1.Inspeksi (Inspections)
Kegiatan inpeksi meliputi kegiatan pengecekan dan pemeriksaan secara
berkala (routine scedule check) terhadap mesin/peralatan sesuai denagn rencana
yang bertujuan untuk mengetahui apakah perusahaan selalu mempunyai fasilitas
mesin/peralatan yang baik untuk menjamin kelancaran proses produksi.

2. Kegiatan Teknik (Engineering)


Kegiatan teknik meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru di
beli, dan kegiatan pengembangan komponen komponen atau peralatan yang perlu
di ganti, serta melakukan penelitian penelitian terhadap kemingkinan
pengembangan komponen atau peralatan, juga berusaha mencegah terjadinya
kerusakan. 3.Kegiatan Produksi

Universitas Sumatera Utara


Kegiatan produksi merupakan kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya
yaitu dengan memperbaiki seluruh mesin/peralatan produksi, hal yang direkam
saat operasi hingga dapat dilakukannya perawatan.

4.Kegiatan Adminitrasi
Kegiatan adminitrasi merupakan kegiatan yang berhubungan dengan
pencatatan pencatatan mengenai biaya-biaya yang terjadi dalam melakukan
kegiatan pemeliharaan, penyusunan planning dan sceduling, yaitu rencana kapan
kegiatan suatu mesin/peralatan tersebut harus di periksa, diservice dan di perbaiki.

5.Pemeliharaan bangunan
Kegiatan pemeliharaan bangunan merupakan kegiatan yang dilakukan tidak termasuk
dalam kegiatan teknik dan produksi dari bagian maintenance.

2.3. Total Productive Maintenance (TPM)


2.3.1. Pendahuluan
Manajemen pemeliharaan mesin/peralatan modern dimulai dengan apa
yang disebut preventive maintenance (pemeliharaan pencegahan) yang kemudian
berkembang menjadi productive maintenance. Kedua metode pemeliharaan ini
umumnya disingkat dengan PM dan pertama kali diterapkan oleh industri-industri
manufaktur di Amerika Serikat dan pusat segala kegiatannya ditempatkan pada
satu departemen yang disebut dengan maintenance department.

Preventive maintenance (pemeliharaan pencegahan) mulai dikenal pada tahun


1950-an, yang kemudian berkembang seiring dengan berkembangnya teknologi
yang ada dan kemudian pada tahun 1960-an muncul apa yang disebut dengan
productive maintenance. Total productive maintenance (TPM) mulai
dikembangkan pada tahun 1970-an pada perusahaan Nippondenso Co. di negara
Jepang yang merupakan pengembangan konsep maintenance yang diterapkan pada
perusahaan industri manufaktur Amerika Serikat yang disebut preventive
maintenance (pemeliharaan pencegahan). Mempertahankan kondisi
mesin/peralatan yang mendukung pelaksanaan proses produksi merupakan
komponen yang penting dalam pelaksanaan pemeliharaan unit produksi. Tujuan
dari pemeliharaan produktif (productive maintenance) adalah untuk mencapai apa
yang disebut dengan profitable PM.

Universitas Sumatera Utara


2.3.2. Pengertian Total Productive Maintenance (TPM)
TPM adalah hubungan kerjasama yang erat antara perawatan dan
organisasi produksi secara menyeluruh yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas produk, mengurangi waste, mengurangi biaya produksi, meningkatkan
kemampuan peralatan dan pengembangan dari keseluruhan sistem perawatan pada
perusahaan manufaktur. Secara menyeluruh definisi dari total productive
maintenance menurut Nakajima mencakup lima elemen berikut:

1. TPM bertujuan untuk menciptakan suatu sistem preventive maintenance (PM) untuk
memperpanjang umur penggunaan mesin/peralatan.

2. TPM bertujuan untuk memaksimalkan efektivitas mesin/peralatan secara keseluruhan


(overall effectiveness)

3. TPM dapat diterapkan pada berbagai departemen (seperti engineering, bagian


produksi, bagian maintenance)

4. TPM melibatkan semua orang mulai dari tingkatan manajemen tertinggi hingga para
karyawan/operator lantai pabrik.

5. TPM merupakan pengembangan dari sistem maintenance berdasarkan PM melalui


manajemen motivasi : autonomous small group activities.

Kemudian Ljungberg (1998) menambahkan bahwa OEE juga merupakan


cara efektif menganalisis efisiensi sebuah mesin tunggal atau sebuah system
permesinan terintegrasi .Bagaimanapun suatu perusahaan menginginkan peralatan
produksinya dapat beroperasi 100% tanpa ada downtime, pada kinerja 100% tanpa
ada speed losses, dengan output 100% tanpa ada reject. Dalam kenyataannya, hal
ini sangat sulit tapi bukan tidak mungkin hal ini dapat dicapai. Menghitung OEE
merupakan salah satu komitmen untuk mengurangi kerugian-kerugian dalam
peralatan produksi maupun proses melalui aktivitas TPM dan hal ini merupakan
tujuan utamanya.
Subjek utama yang menjadi ide dasar dari kegiatan TPM adalah manusia
dan mesin. Dalam hal ini diusahakan untuk dapat merubah pola pikir manusia
terhadap konsep pemeliharaan yang selama ini biasa dipakai. Pola pikir “saya
menggunakan peralatan dan orang lain yang memperbaiki” harus diubah menjadi
“saya merawat peralatan saya sendiri.” Untuk itu para karyawan dituntut untuk

Universitas Sumatera Utara


dapat belajar menggunakan dan merawat mesin/peralatan dengan baik dan dengan
demikian perlu dipersiapkan suatu sistem pelatihan (training) yang baik.

Dalam TPM ada terdapat pilar – pilar yang mendukung kegiatan ini. Dapat kita
lihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Gambar Pilar TPM


Sumber:http://hr-interanekalestarikimia.blogspot.com/2012/10/total-
productivemaintenance.html

Pondasi dasar dari TPM adalah 5S (Seiri/Ringkas, Seiton/Rapi, Seiso/ Resik,


Seiketsu/Rawat dan Shitsuke/Rajin) seperti yang sudah dijelaskan diatas.

Pilar 1, Improvement to Increase Equipment Effectiveness bertujuan untuk meningkatkan


efisiensi / performance kerja dari suatu mesin.

Pilar 2, Autonomous Maintenance bertujuan untuk mengikutsertakan para


operator mesin untuk berkontribusi dalam perawatan dan pendeteksian
secara dini abnormality yang terjadi.
Pilar 3, Planned Maintenance System bertujuan untuk menyusun perencanaan
maintenance system secara komprehensif.

Pilar 4, Operations and Maintenance Skill Training bertujuan untuk menyusun


perencanan peningkatan skill operator mesin dan personel maintenance.

Universitas Sumatera Utara


Pilar 5, Maintenance Prevention Management bertujuan untuk menyusun konsep
maintenance manajemen perawatan mesin yang sesuai dengan iklim dan
budaya perusahaan.

Pilar 6, Quality Maintenance : Bertujuan untuk memuaskan konsumen melalui tingginya


kualitas tanpa cacat manufaktur.

Pilar 7, TPM in Adminstrative and Support Department bertujuan untuk membentuk


personel yang berfungsi untuk mengelola adminstrasi TPM.

Pilar 8, Building a safe, enviro and friendly system bertujuan untuk membangun
lingkungan kerja yang aman dan berwawasan lingkungan.

2.3.3. Tujuan Total Productive Maintenance


Tujuan dari total productive maintenance baik secara langsung, maupun tidak
langsung yaitu:

1. Mencapai OPE (Overall Plant Efficiency) paling minimum 80 %


2. Mencapai nilai OEE minimum 90 %
3. Mengurangi biaya manufaktur sebesar 30 %
4. Memenuhi pesanan konsumen sebesar 100 %
5. Mengurangi kecelakaan
6. Mencapai tujuan dengan bekerja sebagai tim
7. Perubahan perilaku kerja operator
8. Membagi pengetahuan dan pengalaman
9. Menambah tingkat keyakinan karyawan dalam bekerja.

2.3.4. Manfaat dari Total Productive Maintenance (TPM)


Manfaat dari penerapan TPM secara sistematik dalam rencana kerja jangka
panjang pada perusahaan pada khususnya menyangkut faktor-faktor berikut :
1. Peningkatan produktivitas dengan menggunakan prinsip-prinsip TPM akan
meminimalkan kerugian-kerugian pada perusahaan.

2. Meningkatkan kualitas dengan TPM, meminimalkan kerusakan pada mesin/peralatan


dan waktu mesin tidak bekerja (downtime) mesin dengan metode yang terfokus.

Universitas Sumatera Utara


3. Waktu delivery ke konsumen dapat ditepati, karena produksi yang tanpa gangguan
akan lebih mudah untuk dilaksanakan.

4. Biaya produksi rendah karena rugi-rugi dan pekerjaan yang tidak memberi nilai
tambah dapat dikurangi.

5. Kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja lebih baik.

6. Meningkatkan motivasi tenaga kerja, karena hak dan tanggung jawab didelegasikan
pada tiap orang.

2.3.5. OEE (Overall Equipment Effectiveness)


Overall equipment effectiveness (OEE) merupakan produk dari six big losses
pada mesin/peralatan. Keenam faktor dalam six big losses seperti telah dijelaskan
di atas, dapat dikelompokkan menjadi tiga komponen utama dalam OEE untuk
dapat digunakan dalam mengukur kinerja mesin/peralatan yakni, downtime losses,
speed losses dan defect losses seperti dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Overall Equipment Effectiveness

Sumber : http://www.plant-maintenance.com/articles/RCMvTPM.shtml

Overall equipment effectiveness (OEE) merupakan ukuran menyeluruh yang


mengindikasikan tingkat produktivitas mesin/peralatan dan kinerjanya secara teori.
Pengukuran ini sangat penting untuk mengetahui area mana yang perlu untuk

Universitas Sumatera Utara


ditingkatkan produktivitas ataupun efisiensi mesin/peralatan dan juga dapat
menunjukkan area bottleneck yang terdapat pada lintasan produksi. OEE juga
merupakan alat ukur untuk mengevaluasi dan memberikan cara yang tepat untuk
menjamin peningkatan produktivitas penggunaan mesin/peralatan.

Formula matematis darioverall equipment effectiveness (OEE) dirumuskan


sebagai berikut :

OEE = Availability x Performance efficiency x Rate of quality product x 100% ........... (2.1)

Kondisi operasi mesin/peralatan produksi tidak akan akurat ditunjukkan


jika hanya didasarkan pada perhitungan satu faktor saja, misalnya performance
efficiency saja. Enam faktor pada six big losses baru minor stoppages saja yang
dihitung pada performance efficiency mesin/peralatan. Rugi-rugi lainnya belum
dihitung. Keenam faktor dalam six big losses harus diikutkan dalam perhitungan
OEE, kemudian kondisi aktual dari mesin/peralatan dapat dilihat secara akurat.

1.Ketersediaan (Availability) Availability


Merupakan rasio operation time terhadap waktu loading timenya. Sehingga untuk
dapat menghitung availability mesin dibutuhkan nilai-nilai dari :

1. Waktu Operasi (Operation time)

2. Waktu Persiapan (Loading time)

3. Waktu tidak bekerja (Downtime)


Nilai availability dihitung dengan rumus sebagai berikut :

.................................(2.3)

Loading time adalah waktu yang tersedia (availability time) perhari atau
perbulan dikurangi dengan waktu downtime mesin yang direncanakan (planned
downtime).

Universitas Sumatera Utara


Loading time = Total availability time – Planned downtime ................ (2.4)
Planned downtime adalah jumlah waktu downtime yang telah direncanakan dalam
rencana produksi termasuk didalamnya waktu downtime mesin untuk pemeliharaan
(scheduled maintenance) atau kegiatan manajemen lainnya.

Operation time merupakan hasil pengurangan loading time dengan waktu


downtime mesin (non-operation time), dengan kata lain operation time adalah
waktu operasi yang tersedia (available time) setelah waktu-waktu downtime mesin
dikeluarkan dari total available time yang direncanakan. Downtime mesin adalah
waktu proses yang seharusnya digunakan mesin akan tetapi karena adanya
gangguan pada mesin/peralatan (equipment failures) mengakibatkan tidak ada
output yang dihasilkan. Downtime mesin berhenti beroperasi akibat kerusakan
mesin/peralatan, penggantian cetakan (dies), pelaksanaan prosedur set-up dan
adjusment dan lain sebagainya.

2.Performance Effieciency
Merupakan hasil perkalian dari operating speed rate dan net operating speed,
atau rasio kuantitas produk yang dihasilkan dikalikan dengan waktu siklus
idealnya terhadap waktu yang tersedia untuk melakukan proses produksi
(operation time).

Operating speed rate merupakan perbandingan antara kecepatan ideal mesin


sebenarnya (theoretichal/ideal cycle time) dengan kecepatan aktual mesin (actual
cycle time). Persamaan matematikanya dapat ditunjukkan sebagai berikut :

Net operating time merupakan perbandingan antara jumlah produk yang


diproses (processed amount) dikalikan dengan actual cycle time dengan operation
time. Net operating time berguna untuk menghitung rugi-rugi yang diakibatkan
oleh minor stoppages dan menurunnya kecepatan produksi (reduced speed). Tiga

Universitas Sumatera Utara


faktor penting yang dibutuhkan untuk menghitung Performance efficiency :
a.Ideal cycle time (waktu siklus ideal/waktu standar)

Ideal cycle time adalah siklus waktu proses yang diharapkan dapat dicapai
dalam keadaan optimal atau tidak mengalami hambatan. Ideal cycle time pada
Generator Diesel merupakan siklus waktu proses yang dapat dicapai mesin dalam
proses produksi dalam keadaan optimal atau mesin tidak mengalami hambatan
dalam berproduksi.

b. Processed amount (jumlah produk yang diproses)

c. Operation time (waktu operasi mesin)

Performancy effieciency dapat dihitung sebagai berikut :

Performance effieciency = Net operating x operating speed rate................. (2.7)


PE

3.Rasio Kualitas Produk (Rate of Quality Products) Rate of quality products Adalah rasio
jumlah produk yang baik terhadap jumlah total produk yang diproses. Jadi Rate of quality
products adalah hasil perhitungan dengan menggunakan dua faktor berikut :
1. Processed amount (jumlah produk yang diproses)

2. Defect amount (jumlah produk yang cacat)

Rate of quality products dapat dihitung sebagai berikut :

TPM mereduksi rugi-rugi mesin/peralatan dengan cara meningkatkan


availability, performance efficiency dan rate of quality products. Sejalan dengan

Universitas Sumatera Utara


meningkatnya ketiga faktor yang terdapat dalam OEE maka kapabilitas
perusahaan juga meningkat.

Dengan memasukkan keenam faktor yang terdapat dalam six big losses dalam
perhitungan OEE pada pertama kali umumnya perusahaan hanya mempunyai
tingkat OEE sekitar 50% sampai 60%, dengan kata lain pabrik hanya
menggunakan setengah dari potensi kapasitas efektivitas mesin/peralatan yang
mereka miliki.

Japan Institute of Plant Maintenance(JIPM) telah menetapkan standar


benchmark yang telah dipraktekan secara luas di seluruh dunia. Berikut OEE
Benchmark tersebut :

• Jika OEE = 100%, produksi dianggap sempurna: hanya memproduksi produk


tanpa cacat, bekerja dalam performance yang cepat, dan tidak ada downtime.

• Jika OEE = 85%, produksi dianggap kelas dunia. Bagi banyak perusahaan, skor
ini merupakan skor yang cocok untuk dijadikan goal jangka panjang.

• Jika OEE = 60%, produksi dianggap wajar, tapi menunjukkan ada ruang yang
besar untuk improvement.

• Jika OEE = 40%, produksi dianggap memiliki skor yang rendah, tapi dalam
kebanyakan kasus dapat dengan mudah di-improve melalui pengukuran
langsung (misalnya dengan menelusuri alasan-alasan downtime dan menangani
sumber-sumber penyebab downtime secara satu per satu).

Standar benchmark world class OEE relatif karena pada beberapa buku
dan perusahaan menunjukkan standar skor yang berbeda, standar word class ini
selalu didorong lebih tinggi sejalan meningkatnya persaingan dan harapan. Misal
jika di Pabrik CPO mungkin quality rate>90% dapat diterima, tapi jika di pabrik
ban pesawat terbang quality rate 99.9% atau mungkin merupakan minimal word
class, dan tentu saja bagi perusahaan yang mempunyai program kualitas six sigma
tidak akan puas dengan quality rate 99.9%.

Dari contoh perhitungan di atas kita bisa mengetahui bahwa OEE = 72%
memberikan gambaran masih ada ruang untuk improvement sampai skor OEE

Universitas Sumatera Utara


mencapai 85% atau lebih. Fokus improvement ditujukan untuk meningkatkan
performance peralatan produksi dan mengurangi reject di dalam proses.

Jonsson dan Lesshammar (1999) menyatakan bahwa kontribusi terbesar


OEE adalah sederhana, namun tetap komprehensif, mengukur efisiensi internal
dan dapat bekerja sebagai indikator proses perbaikan berkelanjutan. Kemudian
Ljungberg (1998) menambahkan bahwa OEE juga merupakan cara efektif
menganalisis efisiensi sebuah mesin tunggal atau sebuah sistem permesinan
terintegrasi (Tangen, 2004, p. 64). Bagaimanapun suatu perusahaan menginginkan
peralatan produksinya dapat beroperasi 100% tanpa ada downtime, pada kinerja
100% tanpa ada speed losses, dengan output 100% tanpa ada reject. Dalam
kenyataannya, hal ini sangat sulit tapi bukan tidak mungkin hal ini dapat dicapai.
Menghitung OEE merupakan salah satu komitmen untuk mengurangi kerugian-
kerugian dalam peralatan produksi maupun proses melalui aktivitas TPM.

2.3.6. Analisis Produktivitas : Six Big Losses (Enam Kerugian Besar)


Rendahnya produktivitas mesin/peralatan yang menimbulkan kerugian
bagi perusahaan sering diakibatkan oleh penggunaan mesin/peralatan yang tidak
efektif dan efisiensi terdapat dalam enem faktor yang disebut enam kerugian besar
(Six Big Losses). Efisiensi adalah ukuran yang menunjukkan bagaimana sebaiknya
sumbersumber daya digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output.
Efisiensi merupakan karakteristik proses yang mengukur performansi aktual dari
sumber daya relatif terhadap standar yang ditetapkan. Sedangkan efektivitas mesin
merupakan karakteristik dari proses yang mengukur derajat pencapaian output
mesin dalam suatu sistem produksi. Efektivitas diukur dari rasio output actual
terhadap output yang direncanakan.

Dalam era persaingan bebas saat ini pengukuran sistem produksi yang hanya
mengacu pada kuantitas output semata akan dapat menyesatkan

(Misleading), karena pengukuran ini tidak memperhatikan karakateristik utama


dari proses yaitu : kapasitas, efisiensi dan efektivitas. Menggunakan
mesin/peralatan seefisien mungkin artinya adalah memaksimalkan fungsi dari
kinerja mesin/peralatan produksi dengan tepat guna dan berdaya guna. Untuk

Universitas Sumatera Utara


dapat meningkatkan produktivitas dan mesin/peralatan yang digunakan maka perlu
dilakukan analisis produktivitas dan efisiensi mesin/peralatan pada Six Big Losses.

Adapun enam kerugian besar (Six Big Losses) tersebut adalah sebagai berikut :
1.Kerugian Waktu (Downtime)
Downtime losess adalah kerugian waktu yang seharusnya digunakan untuk
melakukan proses produksi akan tetapi karena adanya gangguan pada mesin
(equipment failures) mengakibatkan mesin tidak dapat melaksanakan proses
produksi sebagaimana semestinya. Dalam perhitungan Overal equipment
effectiveness (OEE), equipment failures dan waktu setup and adjustment
dikategorikan sebagai kerugian waktu downtime (downtime losses).

a. Kerusakan peralatan (Equipment Failure)


Equipment failure ataupun breakdown adalah kegagalan mesin melakukan
proses produksi ataupun kerusakan yang terjadi secara tiba-tiba serta yang tidak
diharapkan terjadi sehingga menyebabkan kerugian yang terlihat jelas, yaitu tidak
menghasilkan output. Untuk mencari besarnya persentase efektivitas mesin yang
hilang akibat dari faktor breakdown loss dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :

EF=

b. Persiapan peralatan (Set-up and Adjustment)


Karena adanya pemeliharaan serta kerusakan-kerusakan yang
pemeliharaan serta kerusakan-kerusakan maupun trip Generator Diesel yang
sehingga mesin harus diberhentikan dahulu. Saat mesin dioperasikan kembali,
mesin akan melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap fungsi mesin tersebut
dan proses tersebut disebut Setup and Adjustment mesin. Di dalam perhitungan
setup and Adjustment mempergunakan data waktu setup mesin yang dibagikan
dengan waktu loading time dari Generator Diesel.

Untuk mengetahui besar persentase setup and Adjustment loss Generator


Diesel oleh waktu setup Generator Diesel tersebut dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


SA=

2. Kehilangan Kecepatan (Speed Losses)

Adapun speed loss terjadi oleh karena mesin tidak beropersi sesuai dengan
kecepatan maksimum yang telah ditentukan saat perancanagan mesin. Faktor-
faktor yang mempengaruhi speed loss adalah Idling and Minor Stoppages dan
Reduce Speed.

a. Gangguan kecil dan waktu nganggur (Idling and Minor Stoppages) Idling and
Stoppages terjadi jika Generator Diesel berhenti secara berulang- ulang atau
mesin tidak menghasilkan produk, kemungkinan besar Idling and Minor
Stoppages yang terjadi pada Generator Diesel tidak sepenuhnya terekam. Saat
Idling and Minor Stoppages sering terjadi maka akan dapat mengurangi
keefektivitas mesin.

Untuk dapat mengetahui besarnya faktor efektivitas yang hilang akibat dari
terjadinya Idling and Minor Stoppages digunakan rumus sebagai berikut :

IMS=

b. Kecepatan rendah (Reduced Speed Losses)

Reduce Speed adalah selisih antar waktu kecepatan produksi aktual dengan
kecepatan produksi mesin yang ideal. Untuk mengetahui besarnya persentase
faktor reduce speed yang hilang, maka digunakan rumus sebagai berikut :

RS=

RS=

Result Processed = Total Processed Amount – Product Used........................ (2.16)

Universitas Sumatera Utara


3. Produk Cacat (Defect)

Defect loss adalah keadaan mesin pada saat tidak menghasilkan produk
yang sesuai dengan spesifikasi dan standar kualitas produk yang telah ditetapkan
dan scrap yaitu kerugian yang timbul selama proses produksi belum mencapai
keadaan produksi yang stabil pada saat proses produksi mulai dilakukan sampai
terjadinya keadaan proses yang stabil. Faktor yang tergolongkan kedalam Defect
Loss adalah Rework Loss dan Yield/ Scrap Loss.

a. Cacat produk dalam proses (Process Defect Losses)


Rework loss adalah produk yang tidak memenuhi spesifikasi standar
kualitas yang telah ditentukan walaupun masih dapat diperbaiki ataupun
dikerjakan ulang. Untuk mengetahui persentase faktor rework loss yang
mempengaruhi efektivitas penggunaan mesin, digunakan rumus sebagai berikut :

RL=

b. Hasil rendah (Reduced Yield Losses)


Yield/scrap loss merupakan kerugian yang timbul selama proses produksi
belum mencapai keadaan produksi yang stabil pada saat proses produksi mulai
dilakukan sampai sampai tercapainya keadaan proses yang stabil, sehingga produk
yangdihasilkan pada awal proses sampai keadaan proses stabil dicapai tidak
memenuhi spesifikasi kualitas yang diharapkan. Untuk mengetahui persentase
faktor yield/scrap loss yang mempengaruhi efektivitas penggunaan mesin
digunakan rumus sebagai berikut:

YS=

2.3.7.Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram)


Diagram ini dikenal dengan istilah diagram tulang ikan (fishbone diagram)
di perkenalkan pertama kalinya pada tahun 1943 oleh Prof. Kaoru Ishikawa

Universitas Sumatera Utara


(Tokyo University). Diagram ini berguna untuk menganalisa dan menemukan
faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap penentuan
karakteristik kualitas output kerja. Dalam hal ini metode sumbang saran akan
cukup efektif digunakan untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya
penyimpangan kerja secara detail. Gaspersz (2001:58) mendefinisikan diagram
sebab-akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antar sebab dan
akibat. Pada dasarnya diagram sebab akibat dapat dipergunakan untuk
kebutuhan-kebutuhan berikut :

• Membantu mengidentifikasikan akar penyebab dari suatu masalah.


• Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.
• Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.

Untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan kualitas


hasil kerja maka, ada lima faktor penyebab utama yang signifikan yang perlu di
perhatikan yaitu :

1. Manusia (man).
2. Metode kerja (work method).
3. Mesin atau peralatan kerja (machine/equipment).
4. Bahan baku (raw material).
5. Lingkungan kerja (work environment).

Adapun gambar diagram dapat dilihat pada gambar 2.4 dibawah ini:

Gambar 2.4 Diagram sebab akibat.


Sumber: Faure, M at al., implementing total quality 1992: 244

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai