Anda di halaman 1dari 14

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Medis
1. Definisi Diabetes Millitus
a. Definisi Diabetes Millitus
Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah.
Glukosa dibentuk di hati dari yang dikonsumsi.
(Brunner and Suddarth, 2002:1220).
Diabetes mellitus adalah penyakit kronik, progresif yang
dikarakteristikan dengan ketidakmampuan tuhuh untuk melakukan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein awal terjadinya
hiperglikemia (kadar gula yang tinggi dalam darah).
(Black & Hawk, 2009 dalam Tarwoto, 2012:151)
b. Proses Terjadinya Diabetes Millitus
Diabetes disebabkan karena kerusakan sel-sel pancreas sehingga
produksi hormone insulin menurun, jumlah dan kualitasnya.
Kerusakan sel pancreas sendiri diakibatkan oleh oksidasi radikal bebas
dan jumlahnya melimpah dan dipercepat peningkatannya, sendangkan
jumlah antioksidan tidak mencukupi untuk melawannya.
(Sustrani, lanny. 2010)
2. Klasifikasi Diabetes Millitus
a. Tipe I ( Diabetes Tergantung Pada Insulin )
Diabetes mellitus tipe I adalah bila tubuh perlu pasokan insulin dari
luar, karena sel-sel beta dari pulau-pulau langerhans telah mengalami
kerusakan, sehingga pangkreas berhenti memproduksi insulin.
Kerusakan sel beta tersebut dapat terjadi sejak kecil ataupun setelah
dewasa. Diabetes Tipe I ini didapat oleh sekitar 10-15% penderita
diabetes mellitus di Amerika Serikat. Penderitanya harus mendapatkan
suntikan insulin setiap hari selama hidupnya, sehingga itu dikenal
ssebagai istilah Insulin Dependen Diabetes Meliitus ( IDDM ) atau
diabetes mellitus tergantung pada insulin untuk mengatur metabolisme
gula dalam darah. Dari kondisinya, inilah diabetes yang paling parah.
(Sustrani, lanny. 2010 : 16-17).
b. Tipe II ( Diabetes Tidak Tergantung Pada Insulin )
5

Diabetes Tipe II terjadi jika insulin harus produksi pancreas tidak


cukup atau sel lemak dan otot tubuh menjadi kebal terhadap insulin,
sehingga terjadilah gangguan pengiriman gula ke sel tubuh. Diabetes
Tipe II ini merupakan tipe diabetes yang paling umum di jumpai, juga
sering disebut diabetes yang di mulai pada masa dewasa, di kenal
sebagai NIDDM (Non Insulin Dependen Diabetes Meliitus). Jenis
diabetes ini mewakili 90 persen dari seluruh kasus diabetes (Sustrani,
lanny. 2010 : 18-17).
c. Diabetes tipe spesifik lain
Misalnya : gangguan genetik pada fungsi sel β, gangguan genetik
pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis),
dan yang dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti dalam pengobatan
HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).
d. Gestational Diabetes Mellitus
DM ini terjadi akibat kenaikan kadar gula darah pada kehamilan
(WHO, 2008). Wanita hamil yang belum pernah mengalami DM
sebelumnya namun memiliki kadar gula yang tinggi ketika hamil
dikatakan menderita DM gestational. DM gestational biasanya
terdeteksi pertama kali pada usia kehamilan trimester II atau III
(setelah usia kehamilan 3 atau 6 bulan) dan umumnya hilang dengan
sendirinya setelah melahirkan. Diabetes gestational terjadi pada 3‐5%
wanita hamil (Anonim, 2009).
3. Etiologi
a. Diabetes Millitus
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi
dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik
biasanya memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain
yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu:
1) Kelainan sel beta pancreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai
kegagalan sel beta melepas insulin.
2) Faktor-faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara
lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet diman pemasukan
karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan
kehamilan.
6

3) Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh


autoimunitas yang disertai pembentukan sel-sel antibodi anti
pankreatik dan mengakibatkan sel-sel penyekresi insulin,
kemudian kepekaan sel beta pada virus.
4) Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan
jaringan terhadap insulin akibat kurangmya reseptor insulin yang
terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.
(Smeltzer, Suzane : 2002:1220)
4. Manifestasi Klinis
a. Gejala diabetes Tipe I antara lain adalah :
1) Sering buang air kecil. Tingginya kadar gula dalam darah yang
dikeluarkan lewat ginjal selalu diiringi oleh air atau cairan tubuh
maka buang air kecil menjadi lebih banyak.
2) Haus dan banyak minum, banyaknya urin yang dikeluarkan
menyebabkan cairan tubuh berkurang sehingga kebutuhan akan
minum meningkat.
3) Fatigue (lelah). Rasa lelah muncul karena energy menurun akibat
berkurangnya glukosa dalam jaringan atau sel.
4) Gangguan mata, penglihatan kabur atau berkurang oleh perubahan
cairan dalam lensa mata.
5) Infeksi pada kulit yang yang berulang.
b. Gejala Diabetes Millitus Tipe II antara lain:
1) Cepat lelah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit.
2) Sering buang air kecil
3) Terus-menerus lapar dan haus
4) Kelelahan berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya
5) Mudah sakit yang berkepanjangan
6) Biasanya terjadi pada mereka yang berusia di atas 40 tahun, tetapi
prevalensinya kini semakin tinggi pada golongan anak-anak dan
remaja.
c. Tanda lain yang biasanya muncul, adalah:
1) Penglihatan kabur
2) Luka yang lama sembuh
3) Kaki terasa kebas, geli, atau merasa terbakar
4) Infeksi jamur pada saluran reproduksi wanita
5) Impotens pada pria.
(Sustrani, lammy. 2010: 20-21)
5. Patofisiologis
7

Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat berhubungan


dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut :
a. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang
mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200
mg/dl.
b. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang
menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai
dengan endapan kolesterol pada dinding pembuluh darah.
c. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma ouasa yang normal atau
toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemi yang parah yang melebihi
ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180
mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis
tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan
mengakibatkan diurisis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai
kehilangan sodium, klorida, potaium, dan pospat. Adanya poliuri
menyebabkan dehidrasi dan timbul podipsi. Akibat glukosa yang
keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan
protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi
pofagi. Akibat yang lain adalah asthenia atau kekurangan energi
sehingga pasien menjadi cepat lelah dan mengantuk yang disebabkan
oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga
berkurangnya penggunaannya karbohidrat untuk energi. Hipoglikemia
yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran
basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan
terjadinya gangren. ( Smeltrzer, 2001 : 1221 )
6. Faktor Risiko
Secara singkat, faktor-faktor yang mempertinggi resiko diabetes adalah:
a. Kelainan genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap
diabetes, karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya tidak
dapat menghasilkan insulin dengan baik. Tetapi resikonya terkena
diabetes juga tergantung pada faktor kelebihan berat badan, stress, dan
kurang bergerak.
8

b. Usia
Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara
dramatis menurun dengan cepat setelah berusia 40 tahun. Diabetes
sering muncul setelah seseorang memasuki usia rawan tersebut,
terutama setelah usia 45 tahun pada mereka yang berat badannya
berlebihan, sehingga tubuhnya tidak peka lagi terhadap insulin.
c. Gaya hidup stress
Stress kronis cenderung membuat orang mencari makanan yang
manis – manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar
seretonin otak ini memiliki efek penenang sementara untuk meredakan
stresnya. Terapi gula dan lemak itulah yang berbahaya bagi mereka
yang beresiko terkena diabetes mellitus.
d. Pola makan yang salah
Kurang gizi atau berat badan sama-sama meningkatkan resiko kena
diabetes, kurang gizi malnutrisi dapat merusak pangkreas, sedangkan
obesitas (gemuk berlebihan ) mengakibatkan gangguan kerja insulin
( retensi insulin). (Sustrani, lanny, 2010 : 34-35)
7. Penatalaksanaan
a. Medis
Menurut Soegondo (2006: 14), penatalaksanaan Medis pada pasien
dengan Diabetes Mellitus meliputi:
1. Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
a) Pemicu sekresi insulin.
b) Penambah sensitivitas terhadap insulin.
c) Penghambat glukoneogenesis.
d) Penghambat glukosidase alfa.
2. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
a) Penurunan berat badan yang cepat.
b) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
c) Ketoasidosis diabetik.
d) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
b. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis
rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan
respon kadar glukosa darah.
c. Keperawatan
9

Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus


antara lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan
20 mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan
antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1
: 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi
yang secara mekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki
yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM. Menurut
Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi
pada Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan
kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah
untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen
dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik :
1) Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk
memberikan semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan
energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan
kadar lemak.
2) Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar
insulin.
3) Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara
mandiri diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur
terapinya secara optimal.
4) Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk
mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan
pada malam hari.
5) Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari
keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang
10

mandiri dan mampu menghindari komplikasi dari Diabetes itu


sendiri.
6) Kontrol nutrisi dan metabolik
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan
berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb
diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet
pada penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan
protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan
karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan
fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian
antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol
gula darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi,
kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah
yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.
7) Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus
Modifikasi weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi
roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang
istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta
kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena
kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga
akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan
bakteri masuk pada tempat luka.
8) Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka
tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai
berikut:
a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
b. Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor.
8. Komplikasi
Bila gejala diabetes tersebut tidah cepat teratasi, berkemungkinan
dapat berkembang menjadi gangguan yang lebih parah, karena dengan
11

munculnya gejala tersebut, sebenarnya penyakit ini sudah ada dalam


stadium lanjut, sebelum sampai menunjukan gejala-gejala yang dapat
terdeteksi melalui pemeriksaan laboraturium. Pada umumnya komlikasi
diabetes berupa gangguan serius yang termaksud dalam kasus gawat
darurat, seperti : kehilangan kesadaran, baik karena terlalu banyak kadar
gula darah (hiperglikemia) ataupun terlalu sedikit (hipoglikemia), tekanan
darah tinggi, penyakit jantung dan kekerasan ginjal ganguan ketajaman
penglihatan (katarak) sampai menjadi buta, infeksi kulit berat atau
kerusakan jaringan (gangren). Tetapi pada kebanyakan kasus penderita
diabetes mengalami infeksi kulit berat atau kerusakan integritas jaringan
pada ekstremitas (gangren) dengan akibat harus diamputasi agar tidak
menjalar ke jaringan lain ( Sustrani, lanny. 2010 : 22-23)
9. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Arora (2007: 15), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4
hal yaitu:
a. Postprandial
Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130
mg/dl mengindikasikan diabetes.
b. Hemoglobin glikosilat: Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk
menilai kadar gula darah selama 140 hari terakhir. Angka Hb1C yang
melebihi 6,1% menunjukkan diabetes
c. Tes toleransi glukosa oral Setelah berpuasa semalaman kemudian
pasien diberi air dengan 75 gr gula, dan akan diuji selama periode 24
jam. Angka gula darah yang normal dua jam setelah meminum cairan
tersebut harus < dari 140 mg/dl.
d. Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah
jarum, sample darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan
kedalam celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini digunakan
hanya untuk memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Teori Resiko Infeksi
a. Pengertian
12

Resiko terhadap infeksi adalah keadaan dimana seseorang individu


beresiko untuk mengalami peningkatan resiko terserang organism
patogenik. (Nanda, 2013)
b. Tanda – Tanda Infeksi
1) Calor (panas)
Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari
sekelilingnya, sebab terdapat lebih banyak darah yang disalurkan
ke area terkena infeksi/ fenomena panas lokal karena jaringan-
jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti dan hiperemia lokal
tidak menimbulkan perubahan.
2) Dolor (rasa sakit)
Dolor dapat ditimbulkan oleh perubahan PH lokal atau
konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung saraf.
pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia
bioaktif lainnya dapat merangsang saraf nyeri, selain itu
pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan
peningkatan tekanan lokal dan menimbulkan rasa sakit.
3) Rubor (Kemerahan)
Merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang mengalami
peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol
yang mensuplai daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih
banyak darah yang mengalir kedalam mikro sirkulasi lokal.
Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja
meregang, dengan cepat penuh terisi darah. Keadaan ini yang
dinamakan hiperemia atau kongesti
4) Tumor (pembengkakan)
Pembengkakan ditimbulkan oleh karena pengiriman cairan dan
sel-sel dari sirkulasi darah kejaringan interstisial. Campuran
cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut
eksudat.
5) Functiolaesa
Adanya perubahan fungsi secara superficial bagian yang bengkak
dan sakit disrtai sirkulasi dan lingkungan kimiawi lokal yang
abnormal, sehingga organ tersebut terganggu dalam menjalankan
fungsinya secara normal. (Yudhityarasati, 2007).
2. Faktor Resiko
13

a. Prosedur Invasif.
b. Ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari paparan patogen.
c. Trauma.
d. Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan.
1. Ruptur membran amnion.
a. Agen farmasi (imunosupresan).
b. Malnutrisi.
c. Peningkatan paparan lingkungan pathogen.
d. Imunosupresi.
e. Ketidakadekuatan imun buatan.
f. Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb,
Leukopenia, penekanan respon inflamasi).
g. Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tidak utuh,
trauma jaringan, penurunan kerja silia, cairan tubuh statis,
perubahan sekresi pH, perubahan peristaltik).
h. Penyakit kronik
3. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Resiko Infeksi
a. Definisi
Resiko infeksi : keadaan seseorang individu beresiko terserang
oleh agens patogenik atau oportunistik (virus, jamur, bakteri,
protozoa, atau parasit lain) dan sumber – sumber eksternal, sumber
– sumber endogen (doenges, 2000 : 728).
2. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan diabetes harus dikaji dengan ketat
tertahap pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan perawatan
diri. Tipe diabetes, kondisi klien, dan rencana pengobatan adalah
pengkajian penting yang harus dilakukan. Pengkajian secara detail
adalah sebagai berikut :
a. Anamnese
1) Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor
register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.

2) Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba
yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan
berbau, adanya nyeri pada luka.
14

3) Riwayat kesehatan sekarang


Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka
serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang
ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun
arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun
obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota
keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang
dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi,
jantung.
6) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
b. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi
badan, berat badan dan tanda – tanda vital.
2) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih
kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah,
apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
3) Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka, kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan
15

gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan


kuku.
4) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita
DM mudah terjadi infeksi.
5) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
6) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.
7) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit
saat berkemih.
8) Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan,
cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
9) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa
>120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil
dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ),
kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
3) Kultur pus
16

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik


yang sesuai dengan jenis kuman (Taylor,Cynthia M.2010).
4. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon
individu, keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah
kesehatan. Aktual atau potensial dan kemungkinan dan membutuhkan
tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut.
(lynda juall carpenito, 2000 : 748).
5. Rencana keperawatan
a. Resiko infeksi
Berisiko terhadap invasi organisme patogen
Faktor resiko :
1) Penyakit kronis
2) Penekanan sistem imun
3) Ketidakadekuatan imunitas dapatan
4) Pertahanan primer tidak adekuat (mis., kulit luka, trauma
jaringan, penurunan kerja silia, stasis, cairan tubuh, perubahan
pH sekresi, dan gangguan peristalsis)
5) Pertahanan lapis kedua yang tidak memadai (mis., hemoglobin
turun, leukopenia, dan supresi respons inflamasi)
6) Pengetahuan kurang untuk menghindaripajanan pathogen
7) Prosedur infasif
8) Agen farmasi (mis., obat imunosupresi)
9) Kerusakan jaringan
(Wilkinson, Judith M. 2013)
b. Tujuan : tidak adanya resiko dan gejala tanda-tanda infeksi.

c. Kliteria Hasil :
1) Suhu dalam rentang normal
2) Klien memahami apa yang disampaikan mengenai cara cuci
tangan yang baik, mengerti tentang factor-faktor yang
meningkatkan risiko infeksi dan mengenal tanda gejala infeksi.
d. Intervensi
1) Dorong masukan nutrisi yang cukup (Nur arif, amin huda 2015)
2) Beri pendidikan kepada pasien mengenai :
a) teknik mencuci tangan yang baik dan benar
b) factor-faktor yang meningkatkan risiko infeksi
c) mengenai tanda dan gejala infeksi
(Taylor, Cyntha M.2010).
6. Implementasi Keperawatan
17

Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah


direncanakan, mencakup tindakan mandiri. Tindakan mandiri adalah
tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat
dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain.
7. Evaluasi
` Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk
mengatasi resiko infeksi adalah klien bebas dari tanda dan gejala
infeksi dan klien mampu memahami pencegahan infeksi.

Anda mungkin juga menyukai