BAB II
STRES AKADEMIK DAN STRATEGI PENGELOLAANNYA
TERHADAP SISWA SMP PROGRAM AKSELERASI DAN KELAS
REGULER
kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa dan merupakan masa
Secara jelas Kanopka (Yusuf, 2009: 10) membagi fase remaja meliputi:
maka siswa SMP berada pada usia remaja awal, yakni secara kronologis individu
yang memasuki masa remaja awal berkisar 12-15 tahun. Pada masa ini individu
mulai merasakan berbagai perubahan dalam dirinya baik dalam aspek psikis,
terselesaikan tanpa penyelesaian yang baik. Remaja yang mempunyai emosi labil
emosi yang baik pada remaja sangat mempengaruhi proses pemecahan masalah
Sedangkan Menurut Beiler, remaja pada usia 12-15 tahun memiliki ciri-ciri
2. Ada kalanya berperilaku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa
percaya diri.
keras atau pola makan yang tidak tepat atau tidur yag tidak cukup.
5. Mengamati orangtua dan guru secara lebih objektif dan mungkin marah
apabila tertipu dengan gaya guru yang bersikap serba tahu (sok tahu).
Perilaku dan sikap siswa SMP dipengaruhi oleh perubahan masa puber,
perubahan itu diantaranya adalah emosi yang meninggi yang ditunjukkan dengan
karena hasutan yang sangat kecil merupakan ciri-ciri bagian dari masa puber.
Pada masa ini anak cenderung merasa khawatir, gelisah dan cepat marah
emosi remaja sangat dipengaruhi oleh faktor belajar (Hurlock, 1997: 266).
Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi
berpikir kritis untuk memahami makna yang sebelumnya tidak dimengerti dan
menimbulkan emosi terarah pada satu objek. Demikian pula kemampuan untuk
Pada umumnya remaja awal sering mengeluh tentang sekolah dan bersikap
kritis terhadap guru-guru serta cara mengajarnya. Ada tiga macam remaja yang
1. Remaja yang orang tuanya memiliki cita-cita tinggi yang tidak realistis
2. Remaja yang kurang di terima oleh teman-teman sekelas ,yang merasa tidak
3. Remaja yang matang lebih awal yang merasa fisiknya jauh lebih besar di
Adapun karakteristik siswa SMP secara umum menurut Ali (2005: 16-18)
1. Kegelisahan
bandingkan kemampuannya
2. Pertentangan
Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, remaja berada pada
situasi psikologis antara ingin melepaskan diri dari orang tua dan perasaan
belum mampu untuk mandiri. Oleh karena itu, pada umumnya remaja sering
mereka dengan orang tua. Pertentangan yang sering terjadi itu menimbulkan
keinginan remaja untuk melepaskan diri dari orang tua kemudian ditentangnya
sendiri karena di dalam diri remaja ada keinginan untuk memperoleh rasa
3. Mengkhayal
biasanya berkisar soal prestasi dan jenjang karier sadang remaja putri lebih
4. Aktivitas Berkelompok
diatasi bersama-sama.
Pada umumnya, remaja memiliki rasa ingin tahu yang cukup tinggi.
Karena didorong oleh rasa ingin tahu yang tinggi, remaja cenderung ingin
pernah dialaminya.
22
1. Dimensi Biologis/Fisik.
Dimana terjadi perubahan bentuk fisik tubuh yang semakin tumbuh dan
berkembang baik bagi remaja putri maupun putera yang disebut sebagai masa
2. Dimensi Kognitif
idealnya para remaja susah memiliki pola piker sendiri dalam usaha
3. Dimensi Moral
dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Turiel (1978) menyatakan bahwa
4. Dimensi Psikologis
Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood
(suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago
memerlukan waktu hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar
biasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberpa jam
5. Dimensi Emosional
dalam aspek emosionalitas pada remaja sebagai akibat dari perubahan fisik dan
senantiasa berubah, seperti tekanan dari teman sebaya, media masa, dan minat
pada jenis kelamin lain. Remaja menjadi lebih terorientasi secara seksual.
6. Dimensi Bahasa
lengkap. Pada usia ini, diharapkan individu telah mempelajari semua sarana
perubahan fisik dan psikis yang terjadi pada diri untuk kehidupan yang
sehat.
apresiasi seni.
8. Mengenal sistem etika dan nilai-nilai bagi pedoman hidup sebagai pribadi,
B. Program Akselerasi
studi. Pada program sekolah dasar yang seharusnya 6 tahun menjadi 5 tahun dan
menyatakan bahwa kemampuan setiap siswa tidaklah sama sehingga para siswa
yang memiliki perkembangan kecerdasan lebih tinggi dari yang lain diberikan
suatu media untuk mendidik mereka secara khusus sesuai dengan potensi yang
Pendidikan Nasional :
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
bertanggungjawab.
pendidikan khusus”.
b. UU no. 23/2002 tentang Perlindungan Anak pasal 52, “ anak yang memiliki
pendidikan khusus”.
Pendidikan.
27
Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk
dan Menengah.
program belajar lbih awal dari waktu yang telah ditentukan, dengan ketentuan
lainnya”.
akselerasi adalah memberikan materi dan tugas-tugas dari kelas yang lebih tinggi
28
kepada siswa yang berada di kelas yang lebih muda (DeLacy, 2000). Misalnya
(dalam Hawadi, 2004) sebagai suatu kemajuan yang diperoleh dalam program
pengajaran, pada waktu yang lebih cepat atau usia yang lebih muda daripada yang
menyebutkan bahwa istilah akselerasi mencakup dua model yang menunjuk pada
kanak-kanak atau perguruan tinggi pada usia muda, meloncat kelas dan mengikuti
akselerasi berarti mempercepat bahan ajar dari yang seharusnya dikuasai oleh
2. Tujuan Akselerasi
adalah :
pendidikan dirinya.
pendidikan yang tepat bagi siswa yang cerdas. Proses belajar yang terjadi di
dan gairah belajarnya. Melalui program akselerasi juga diharapkan siswa akan
memasuki dunia profesional pada usia yang lebih muda dan memperoleh
sebagai berikut :
30
b. Kelas khusus, yaitu kelas yang dibuat untuk kelompok peserta didik yang
diberikan pada saat peserta didik CI/BI di kelas khusus adalah mata-
alam (IPA).
kelas khusus. Akibatnya, peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk masuk
manfaat dari dijalankannya program akselerasi bagi anak berbakat, antara lain :
biaya untuk mendidik guru khusus bagi siswa berkemampuan. Dan bagi
anak mereka.
32
1) Bahan ajar yang terlalu tinggi, sehingga anak berbakat akademik menjadi
kurikulum.
tidak perlu lagi dan siswa akseleran lebih baik dilayani dalam kelompok
kelas reguler.
karir lebih dini. Agar siswa dapat berprestasi baik, dibutuhkan pelatihan
yang mahal dan tidak efisien untuk dirinya sebagai pemula. Bisa jadi
kemungkinan buruk yang terjadi adalah karir tersebut tidak sesuai bagi
dirinya.
33
sebelum waktunya).
sebayanya.
beberapa ciri yang diatribusikan pada diri siswa akseleran, yaitu bosan, fobia
Pada umunya, anak cerdas dan berbakat akademik oleh masyarakat disebut
sebagai anak pandai atau anak unggul. Anak unggul sering disebut sebagai anak
berbakat. Anak berbakat menurut Renzulli (Sholeh, 1988: 11) adalah anak yang
dan mempunyai kreativitas yang sangat tinggi. Istilah anak berbakat (gifted
children) pertama kali digunakan pada tahun 1869 oleh Francis Galton. Galton
memiliki kemampuan tinggi dalam segala hal, atau yang sering kita sebut dengan
keatas ”.
sebagai: “Anak yang diidentifikasi sebagai anak yang mampu mencapai prestasi
Untuk lebih jelas, berikut ini ciri-ciri siswa berkemampuan cerdas berbakat
Anak cerdas berbakat akademis pada kelas akselerasi yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah anak berbakat yang memiliki tingkat intelektual yang tinggi
ditetapkan.
yaitu NEM (nilai hasil UN), Tes kemampuan akademis, dan Rapor. Idealnya
persyaratan nilai calon siswa akselerasi yang diminta untuk nilai rata-rata bidang
studi IPA, Matematika, dan Bahasa di Rapor ataupun Tes Kemampuan Akademis
(TPA), tidak kirang dari 8,0 tanpa adanya nilai 6,0 dalam bidang studi lainnya
harus dilewati bagi calon siswa kelas akselerasi, yakni sebagai berikut:
c. Pemeriksaan nilai Rapor (nilai bidang studi IPA, Matematika dan bahasa
d. Mengadakan Tes Kemampuan Akademis ( nilai tidak kurang dari 8,0 atau
akselerasi (jika ada yang tidak bersedia, siswa berhak mengundurkan diri).
satu sisi menguntungkan bagi siswa yang mempunyai kecerdasan luar biasa.
Disisi lain dapat menimbulkan dampak buruk terutama bagi kondisi pribadi-sosial
siswa. Hal ini disebabkan karena belum ada penanganan dan pembinaan mental,
agar siswa terhindar dari problematika psikologis. Pada kenyataannya, siswa yang
Southern dan Jones (Hawadi, 2004: 8-11) menyebutkan ada empat hal yang
berpotensi negatif dalam proses akselerasi bagi anak cerdas istimewa, yaitu: 1)
38
berikut:
asosiatif yaitu mempunyai kemampuan untuk melihat dunia dengan cara yang
berbeda dan menemukan hubungan dengan ide-ide yang ada. Pemikir yang
asosiatif terkadang memiliki selera humor yang aneh dan hubungan yang
b. Anak berbakat akademik mempunyai perspektif yang kritis baik terhadap diri
sendiri ataupun terhadap oranglain. Pandan gan bahwa mereka hanya dapat
melakukan tugas.
mencapai tujuan yang diinginkannya yang hanya masuk akal bagi dirinya.
Selain itu, menurut Seogoe (dikutip oleh Martinson, 1974) dalam Pedoman
Pendidikan Nasional (2009), bahwa ciri-ciri tertentu dari peserta didik yang
b. Kemampuan kreatif dan minat untuk melakukan hal-hal yang baru, bisa
rutin;
c. Perilaku yang ulet dan terarah pada tujuan, dapat menjurus pada keinginan
kurang sabar dan kurang tenggang rasa jika tidak ada kegiatan atau jika
minatnya;
h. Sikap acuh tak acuh dan malas, dapat timbul karena pengajaran yang
lingkungan yang membuat siswa program akselerasi harus belajar lebih giat lagi
serta lebih mempersiapkan diri. Ini menjadikan beban tersendiri bagi siswa
C. Stres Akademik
Definisi stres secara terminologi berasal dari bahasa Latin “strictus” yang
berarti ketat atau sempit. Dan menjadi kata kerja “stringere” yang berarti
suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis (Chaplin, 2001: 488).
41
Dalam terjemahan lain stres adalah reaksi pikiran, perasaan dan fisik terhadap
sebuah situasi yang nyata maupun dibayangkan (Boenisch dan Haney, 2004: 1)
relationship between the person and the environment that is apraised by the
person as taxing or exceeding his or her resources and andangering his or her
lingkungannya yang dinilai oleh individu sebagai tuntutan atau melebihi sumber
Lazarus dan Folkman (1984 : 42) mengatakan kondisi stres terjadi bila
Tuntutan adalah sesuatu yang jika tidak dipenuhi akan menimbulkan konsekuensi
keseimbangan yang terganggu dan orang yang mengalami stres sebagai dibawah
tekanan (under stress) serta mengemukakan bahwa derajat stres dapat diukur.
persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber
Selain definisi konseptual di atas, berikut ini terdapat juga beberapa definisi
a. Menurut Dadang Hawari (1997: 44-45) istilah stres tidak dapat dipisahkan
dari stres akademik dan depresi, karena satu sama lainnya saling terkait.
42
yang dialaminya. Dalam banyak hal manusia akan cukup cepat pulih
suplai yang baik dan energi penyesuaian diri untuk dipakai dan diisi
kognitif, dan tingkah laku yang diarahkan untuk mengubah peristiwa stres
keadaan atau kejadian yang memicu stres (stresor), yang mengancam dan
d. Menurut Hans Selye (1974, 1983), stres sebenarnya adalah kerusakan yang
atau tantangan dan belum mempunyai jalan keluarnya atau banyak pikiran
f. Ahli lain, Kedall dan Hammen (1998) menyatakan stres dapat terjadi pada
tuntutan-tuntutan tersebut.
“perasaan tidak enak, tidak nyaman, atau tertekan, baik fisik maupun psikis
sebagai respon atau reaksi individu terhadap stresor (stimulus yang berupa
seseorang.
Pada penelitian ini kondisi tertentu sebagai stresor stres dibatasi pada
Stres yang terjadi pada situasi di lingkungan sekolah atau pendidikan biasa
disebut stres akademik. Stres akademik adalah respon siswa yang berupa perilaku,
pikiran, reaksi fisik maupun rekasi emosi yang negatif yang muncul akibat
tuntutan sekolah/akademik.
Menurut Matheny dan Carty (2001: 49-51) menyebutkan gejala stres dapat
emotional changes that are incited by a stressful experience’ yang berarti respon
stres adalah suatu reaksi perubahan fisik, pikiran, emosi dan perilaku yang
Menurut Helmi (Safaria & Saputra, 2009), ada empat macam reaksi stres,
laku. Keempat macam rekasi ini dalam perwujudannya dapat bersifat positif,
tetapi juga dapat berwujud negatif. Reaksi gejala stres akademik yang bersifat
a. Reaksi Psikologis, biasanya lebih dikaitkan pada aspek emosi, seperti mudah
marah, sedih, mudah tersinggung, hilang rasa humor, mudah kecewa, gelisah
b. Reaksi fisiologis, biasanya muncul dalam bentuk keluhan fisik, seperti sakit
kepala, sakit lambung (maag), hypertensi (tekanan darah tinggi), sakit jantung
di kulit, rambut rontok keluar keringat dingin, kurang selera makan, dan
Faktor penyebab stres menurut Lazarus dan Folkman (1984: 31), dibagi
kedalam dua bagian yaitu: faktor individu dan situasi. Faktor indivdu terdiri dari
memadai, komunikasi minim, kurang kontrol diri dan ketidakjelasan dalam hidup.
panas, suasana yang ribut, ancaman dari teman, kompetisi, tuntutan tugas yang
dibebankan pada siswa, hubungan sosial di sekolah (baik dengan sesaman teman
atau bahkan dengan guru), ulangan mendadak, mengahdapi soal-soal sulit dan
menghindari tantangan.
persoalan.
tinggi dari pihak sekolah, disiplin sekolah, dan situasi akademik seperti
di luar kemampuan individu, dan munculnya situasi yang tidak jelas. Dalam
konteks akademik biasanya stres dapat timbul dari beban tugas yang tinggi,
sekolah, guru yang otoriter, kondisi fisik lingkungan sekolah yang panas, bising,
Khusus untuk penelitian ini, faktor-faktor penyebab stres pada siswa SMP
siswa banyak mengahabiskan waktu dan dapat menjadi stresor yang potensial bagi
munculnya stres pada diri siswa. Faktor lingkungan sekolah yang menjadi pemicu
Tidak sedikit pihak sekolah, guru, kepala sekolah atau individu yang
terkait dalam sekolah ingin memenuhi target yang ideal dari kurikulum yang
b. Tugas-tugas sekolah
stres pada siswa, hal tersebut disebabkan tuntutan yang dihadapinya tidak
c. Ujian-ujian
Dalam situasi ujian banyak siswa yang menjadi lupa akan apa yang telah
adanya situasi yang mengancam yang mengakibatkan siswa menjadi cemas serta
Sifat guru yang dapat memicu terjadinya stres pada siswa adalah kasar,
galak, pemarah, tidak pernah senyum, suka mebentak dan memberi hukuman,
individu.
a. Dampak positif. Jika dikelola dengan baik, stres akan berdampak positif
bagi individu untuk dapat berkembang dan lebih maju. Dengan adanya
distres berupa tekanan dan berdampak buruk pada reaksi atau respon
1) Respon Emosional
berupa keluhan seperti gelisah, cemas, mudah marah, gugup, takut, mudah
2) Respon Fisiologis
Selye. Menurut Selye (Rice, 1992) ada tiga tahap yang disebut sebagai
sehingga jika hal ini terus berlangsung akan berdampak negatif pada
timbulnya penyakit.
nilai jelek, mungkin dia meresponnya dengan coping atau upaya-upaya (a)
atau membenci guru yang memberi nilai tersebut, atau bahkan lari dari
yang mengancam fungsi fisik maupus psikis. Proses terjadinya stres pada individu
dibagi menjadi dua bagian (Baron, 1995: 507) yaitu model GAS (general
a. Model GAS
Model GAS ini dikemukakan oleh Hans Selye (Baron, 1995: 504). Model
GAS ini membantu menggambarkan rekasi fisik terhadap stresor. Menurut Selye,
tubuh akan mereaksi stres melalui tiga tahap keletihan sebagai berikut:
Tahap pertama. Rekasi alarm (alarm reaction): reaksi alarm terjadi ketika
sehingga jika hal ini terus berlangsung akan berdampak negatif pada rusaknya
penyakit.
perbedaan siswa dalam menghadapi situasi dan rekasi yang ditampilkan, serta
merupakan proses evaluatif yang menentukan mengapa dan sampai sejauh mana
transaksi yang spesifik atau serangkaian transaksi antara individu dan lingkungan
yang menimbulkan stres. Selain itu, penilaian kognitif dapat diartikan sebagai
suatu proses pengkategorian terhadap stimulus atau situasi yang dihadapi, dengan
situasi yang ditemui dan mempelajari pengaruh situasi tersebut terhadap dirinya.
1) Faktor Personal
a) Komitmen (commitment)
nilai-nilai ideal atau tujuan yang ingin dicapai. Semakin kuat komitmen
seseorang terhadap sesuatu hal, maka hal tersebut aan semakin mudah pula
b) Keyakinan (belief)
dengan sendirinya atau diperoleh melalui budaya. Pola kognitif ini mendasari
pemikiran seseorang dalam mengolah stimulus yang ada dalam realitas, yang
muncul dalam bentuk ‘set’ atau ‘perceptual lens’. Keyakinan yang ada pada
belief.
2) Faktor Situasional
dua faktor yaitu faktor situasional yang potensial dan temporal (Lazarus &
kejadian.
membentuk derajat stres yang menentukan kekuatan serta kualitas dari rekasi
emosi.
appraisal). Kedua jenis penilaian tersebut tidak dapat dipandang sebagai proses
yang terpisah karena keduanya saling bergantung dan saling mempengaruhi satu
sama lain. Penilaian primer dan sekunder berinteraksi satu sama lain membentuk
derajat stres serta kualitas atau kekuatan reaksi emosional, sehingga akan
yang terus menerus terjadi sepanjang hidup, maka dalam proses ini berperan pula
Proses ini merupakan suatu proses mental yang berkaitan dengan evaluasi
terhadap suatu situasi. Proses ini terjadi untuk menentukan apakah suatu
stimulus atau situasi yang dihadapi oleh siswa berada dalam derajat penghayatan
54
dari berbagai macam situasi serta kemampuan yang dimilikinya untu mengatasi
situasi tersebut. Bentuk penghayatan yang dihasilkan melalui proses ini adalah:
lain suatu peristiwa atau kejadian yang ada di lingkungan dinilai sebagai
b) Begin-positive, yaitu jika suatu stimulus atau situasi yang terjadi dinilai
diri siswa. Penilaian positif tidak berbahaya terjadi apabila hasil dari
(tantangan).
dilakukan meliputi evaluasi tentang pilihan strategi pengelolaan yang sesuai dan
evaluatif tentang konsekuensi yang akan muncul dalam konteks tuntutan dan
hambatan baik yang berasal dari internal maupun eksternal. Proses penilaian
sekunder ini tidak hanya merupakan praktek intelektual, tetapi merupakan proses
pengelolaan yang tepat sehingga siswa dapat menerapkan strategi yang efektif.
55
karena didasari oleh masuknya informasi baru, baik informasi yang berasal dari
lingkungan maupun informasi yang berasal dari reaksi siswa. Proses penilaian
kembali merubah bentuk penilaian yang didasarkan pada informasi baru dari
Bebas Stress
Situasi dirasakan
merugikan
Secondary Appraisal
Individu menentukan mekanisme coping (Strategi
menghadapi ancaman stress)
Pada proses model mekanisme stres ini dijelaskan bahwa penilaian kognitif
tidaknya seorang individu. yang dimaksud dengan stresor adalah peristiwa yang
menyebabkan stres. Pada tahap pertama yaitu primary appraisal, dimana individu
merasakan suatu peristiwa sebagai sebuah gangguan, jika pada proses selanjutnya
merasakan situasi tersebut tidak akan merugikan dirinya maka ia akan bebas stres.
mekanisme coping diperkirakan cukup, maka individu bebas dari stres. Namun
jika mekanisme coping dirasakan tidak cukup , maka akan terjadi stres.
yang berarti tingkah laku atau tindakan penanggulangan dengan tujuan untuk
Lazarus dan Folkman (1984), coping adalah proses mengelola tuntutan (internal
ataupun eksternal) yang ditaksir sebagai beban karena di luar kemampuan diri
menekankan pada proses, karena berhubungan dengan sesuatu yang secara aktual
57
tuntutan internal maupun eksternal yang menjadi ancaman beban perasaan di luar
perbedaan siswa dalam menghadapi situasi dan reaksi yang ditampilkan, serta
proses yang dikenal dengan penilaian kognitif. Proses penilaian kognitif dapat
suatu proses evaluasi yang menentukan bagaimana dan mengapa suatu interaksi
Ada dua faktor yang mempengaruhi “coping stress” sebagai upaya untuk
2) Appraisal Support, yang meliputi bantuan orang lain untuk menilai dan
layanan sosial.
b. Kepribadian
cukup berarti terhadap “coping” atau usaha dalam mengatasi stres yang
4) Keterampilan Sosial
Coping).
respon emosional terhadap masalah. Strategi pengelolaan ini terdiri atas proses
Bentuk kognitif dari strategi pengelolaan stres yang berpusat pada emosi
situasi objektif. Strategi yang berpusat pada emosi ini hampir sama dengan
Form Coping).
akan tetapi strategi ini merupakan proses analisa objektif yang difokuskan pada
Curve berpendapat bahwa “coping” terhadap stres itu ada yang positif
(konstruktif) dan ada yang negatif. Menurut Weiten dan Lloyd, di antara coping
yang negatif itu adalah: Giving up (withdraw), agresif, memanjakan diri sendiri,
mencela diri sendiri, dan mekanisme pertahanan diri. Sedangkan coping yang
alat ukur Ways of Coping yang dibagi kedalam dua dimensi yakni strategi coping
yang berpusat pada masalah dan yang berpusat pada emosi, sebagai berikut:
keadaan.
maupun tindakan.
emosional.
63
E. Penelitian-Penelitian Terdahulu
pada siswa SMP yakni menunjukkan bahwa aspek distres yang dominan
dialami oleh siswa adalah aspek emosi (26,36), diikuti oleh aspek pikiran
(26,04), aspek hasil Analisis menunjukkan bahwa 14% siswa mengalami stres
relatif sedang.
diri yang signifikan berdasarkan jenis kelamin dan asal sekolah. Hasil temuan
kurang baik.
penyebab stres siswa kelas VII SMP PGRI 1 Cimahi adalah hubungan yang
tidak harmonis dengan guru dan sikap apatis siswa terhadap mata pelajaran
tertentu. Hasil penelitian ini menunjukan aspek dominan gejala stres berada
d. Selain itu, penelitian lain oleh Widya (2009) mengenai perbedaan tingkat
menunjukkan tingkat gejala stres yang dialami siswa akselerasi lebih besar
e. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi dan Rustam pada tahun (2008)
tinggi dari siswa akselerasi baik aspek fisik, maupun psikologis dalam
kecemasan dilihat dari aspek psikologis sebesar 84% pada siswa reguler,
sedangkan pada siswa akselerasi 78%. Hal ini menyebabkan siswa reguler