PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di indonesia, kejadian
cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah
di atas, 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit dan lebih dari
meningkat.
Distribusi kasus cedera kepala terutama melibatkan kelompok usia produktif antara
15–44 tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan dengan
perempuan. Penyebab cedera kepala terbanyak adalah akibat kecelakaan lalu lintas,
disusul dengan jatuh (terutama pada anak-anak). Cedera kepala berperan pada
hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma. Karena itu, sudah saatnya
seluruh fasilitas kesehatan yang ada, khususnya Rumah Sakit sebagai layanan
Penanganan yang kurang tepat pada pasien cidera kepala akan berdampak fatal dan
haruslah tepat sehingga pasien dapat ditolong dengan cepat dan tepat.
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Cedera kepala adalah suatu
fungsi fisik. Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak
karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi
karena robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh massa karena hemoragig,
2. Jatuh
4. Kecelakaan kerja
6. Kecelakaan olahraga
3. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah
5. Penurunan kesadaran.
intravaskuler
7. Peningkatan TIK
D. Patofisiologi
sekunder. Cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang dapat
terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan memberi dampak cedera jaringan
otak. Cedera kepala primer adalah kerusakan yang terjadi pada masa akut, yaitu
terjadi segera saat benturan terjadi. Kerusakan primer ini dapat bersifat ( fokal )
local, maupun difus. Kerusakan fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada
bagian tertentu saja dari kepala, sedangkan bagian relative tidak terganggu.
Kerusakan difus yaitu kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi menyeluruh dari
Cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer, misalnya akibat
darah pada ruang antara durameter dengan sub arakhnoit dan intra cerebal hematom
E. Komplikasi
Komplikasi yang sering dijumpai dan berbahaya menurut (Markam, 1999) pada
1. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma. Pada situasi
ini secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah 16 masa
vegetatife state. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar dan tidak
menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada vegetatife state lebih dari satu
2. Kejang/Seizure
sekali kejang pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian,
3. Infeksi
tinggi dan sedikit terjadi Parkinson. Resiko akan semakin tinggi tergantung
Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek yang secara deskripsi
(IKABI, 2004).
yaitu :
b. Cedera tembus : Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan.
(IKABI, 2004).
Cedera kepala menurut (Tandian, 2011). Dapat terjadi diarea tulang tengkorak
yang meliputi :
Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala. Kulit
kepala/scalp terdiri dari lima lapisan (dengan akronim SCALP) yaitu skin,
tulang. Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi robekan pada lapisan ini.
Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah dan jaringan ikat longgar,
banyak.
1. Fraktur linier
kepala. Fraktur lenier dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada
2. Fraktur diastasis
Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulamg
Jenis fraktur ini sering terjadi pada bayi dan balita karena sutura-sutura
belum menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada usia dewasa sering
hematum epidural.
3. Fraktur kominutif
Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang meiliki lebih
besar yang langsung mengenai tulang kepala dan pada area yang kecal.
Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar
durameter yang merekat erat pada dasar tengkorak. Fraktur basis kranii
fraktur fossa media dan fraktur fossa posterior. Secara anatomi ada
fokal dan cedera otak difus Cedera otak fokal yang meliputi :
(EDH) adalah adanya darah di ruang epidural yitu ruang potensial antara
yang terjadi akut (6-3 hari). Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-
perdarahan epidural.
membran semi permeabel. Jika keadaan ini terjadi maka akan menarik
SDH kronis antara lain sakit kepala, bingung, kesulitan berbahasa dan
dan kejang.
lebih dalam, yaitu di parenkim otak atau pembuluh darah kortikal dan
subkortikal. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh ICH antara lain adanya
11 penurunan kesadaran. Derajat penurunan kesadarannya dipengaruhi
kortikal baik arteri maupun vena dalam jumlah tertentu akibat trauma
menjadi :
2) Muntah
4) Kejang
c. Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8.
2000)
Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuatluka mudah
dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan
1. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan;lepaskan
beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki dan atasi
5. Obati kejang : Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan
fenitoin15mg/kgBB.
H. Pemerikssaan Penunjang
1. CT-Scan
mati.
elektomagnetik.
4. Laboratorium
penurunan kesadaran.
5. Cerebral Angiography:
10. CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi 8, Vol.3). EGC, Jakarta.
Doenges, E, Marilynn, Mary Frances Moorhause, Alice C. Geissler. 2002. Rencana Asuhan
Price, A, Sylvia & Lorraine M. Willson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Ruang : P1
A. Identitas Klien
Bahasa : Jawa
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Wiraswasta
Status : Kawin
→ Subyektif
1. Keluhan Utama
Penurunan kesadaran
2. Mekanisme Trauma
hingga helm pecah tetapi tidak ada luka atau pendarahan hanya sering muntah
dan kesadarannya menurun dan langsung diawa ke RS. Dr Rizka dan jam 20.00
Medication : -
Last meals : -
setengah 9 hingga helm pecah tetapi tidak ada luka atau pendarahan hanya
sering muntah dan kesadarannya menurun dan langsung diawa ke RS. Dr Rizka
1. Airway
2. Breathing
Nafas tidak spontan menggunakan SIMV dengan ventilator MVE 8.5 l/mnt,
dinding dada simetris, pola pernafasan ireguler, suara nafas vesikuler, SpO2 98
3. Circulation
Akral hangat kemerahan, CRT < 2 detik, nadi carotis dan perifer teraba sama
kuat, S : 36,7 C
4. Disability
GCS 1X3 (verbal tidak terkaji karena menggunakan ETT), pupil anisokor,
refleks pupil -/-, ukuran pupil D : 5mm S : 4mm, keadaan umum : jelek,
5. Exposure/Environtmental Control
- Focus ajunc
SpO2 : 98%
7. Give Comfort
I. Kepala
- wajah : simetris
II. Mata
- mata :simetris
- konjungtiva : anemis
-sklera : kemerahan
- pupil :anisokor
III. Hidung
- Mukosa : kering
IV. Telinga
- Bibir : kering
VI. Leher
- Trakea : simetris
VIII. jantung
- Perkusi : pekak
IX. Abdomen
- Perkusi : timpani
X. Ekstremitas
- Tulang : simetris
222 222
- Tanda tanda fraktur : tida ada
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Hb : 16,90
Eritrosit : 3,78
Leukosit : 13,89
Hematokrit : 31, 70
Trombosit : 141
PCT : 50 %
MPV : 13, 3
MCV : 83, 9
MCH : 28, 80
PDW : 18, 9
Mahasiswa
ANALISA DATA
NO TINDKAN RESUSITASI
1 Terpasang ETT, Mayo SIMV 425ml/mnt
2 Infuse RL kiri flash ke , kanan flash ke 4
3 Terpasang cateter
4 Terpasang ngt
DIAGNOSA PRIORITAS
NO DX KEPERAWATAN
1 Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d edema otak
2 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan 1. Pertahankan kepala dan 1. Kepala yang tidak posisi
nafas b.d Kerusakan asuhan leher tetap posisi datar netral dapat menekan JVP
pola pernafasan keperawatan 1 x atau tengah ( posisi aliran darah ke otak.
dimedula oblongata, 24 jam klien supinasi).
cedera cidera otak menunjukan pola
nafas yang efektif 2. Observasi fungsi 2. Distres pernafasan dan
dengan pernafasan, catat perubahan pada tanda vital
KH: frekuensi pernafasan, dapat terjadi sebagai akibat
-Pernafasan 16- dispnea atau perubahan stress fisiologis dan nyeri atau
20x/menit, teratur tanda-tanda vital. dapat menunjukkan terjadinya
-suara nafas syok sehubungan dengan
bersih hipoksia.
-pernafasan
vesikuler 3. Evaluasi pergerakan 3. Sebagai pedoman kelancaran
-saturasi O2: ≥ dinding dada dan pola pernafasa
95% auskultasi bunyinya.
4. berkolaborasi
pemberian O2