Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cedera kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di indonesia, kejadian

cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah

di atas, 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit dan lebih dari

100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan akibat cedera kepala

tersebut. Di negara berkembang seperti Indonesia, perkembangan ekonomi dan

industri memberikan dampak frekuensi cedera kepala cenderung semakin

meningkat.

Distribusi kasus cedera kepala terutama melibatkan kelompok usia produktif antara

15–44 tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan dengan

perempuan. Penyebab cedera kepala terbanyak adalah akibat kecelakaan lalu lintas,

disusul dengan jatuh (terutama pada anak-anak). Cedera kepala berperan pada

hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma. Karena itu, sudah saatnya

seluruh fasilitas kesehatan yang ada, khususnya Rumah Sakit sebagai layanan

terdepan pelayanan kesehatan, dapat melakukan penanganan yang optimal bagi

penderita cedera kepala.

Penanganan yang kurang tepat pada pasien cidera kepala akan berdampak fatal dan

bahkan sampai pada kematian. Dalam pengambilan diagnose keperawatanpun

haruslah tepat sehingga pasien dapat ditolong dengan cepat dan tepat.
B. Rumusan masalah

1. Bagaimana pengertian dari cedera kepala?

2. Apa penyebab dari cedera kepala?

3. Bagaimana manifestasi klinik cedera kepala?

4. Bagaimana patofisiologi cedera kepala?

5. Apa komplikasi cedera kepala?

6. Bagaimana klasifikasi cedera kepala?

7. Bagaimana penatalaksanaan cedera kepala?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari cedera kepala?

2. Untuk mengetahui penyebab dari cedera kepala?

3. Untuk mengetahui manifestasi klinik cedera kepala?

4. Untuk mengetahui patofisiologi cedera kepala?

5. Untuk mengetahui komplikasi cedera kepala?

6. Untuk mengetahui klasifikasi cedera kepala?

7. Untuk mengetahui penatalaksanaan cedera kepala?


BAB II

LANDASAN TEORI CEDERA KEPALA

A. Pengertian Cedera Kepala

Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Cedera kepala adalah suatu

kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun degenerative, tetapi

disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau

mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan

fungsi fisik. Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak

karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi

karena robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh massa karena hemoragig,

serta edema cereblal disekitar jaringan otak. (B.Batticaca, 2008).

B. Penyebab Cedera kepala

Cedera kepala disebabkan oleh :

1. Kecelakaan lalu lintas

2. Jatuh

3. Trauma benda tumpul

4. Kecelakaan kerja

5. Kecelakaan rumah tangga

6. Kecelakaan olahraga

7. Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007)


C. Manifestasi Klinis

1. Nyeri yang menetap atau setempat.

2. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.

3. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah

terlihat di bawah konjungtiva, memar diatas mastoid (tanda battle),

otoreaserebro spiral ( cairan cerebros piral keluar dari telinga ),

minoreaserebrospiral (les keluar dari hidung).

4. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.

5. Penurunan kesadaran.

6. Pusing / berkunang-kunang.Absorbsi cepat les dan penurunan volume

intravaskuler

7. Peningkatan TIK

8. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremita.

9. Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan

D. Patofisiologi

Menurut Tarwoto (2007 : 127) adanya cedera kepala dapat mengakibatkan

kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada paremkim otak, kerusakan pembuluh

darah,perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis

tripospat,perubahan permeabilitas faskuler. Patofisiologi cedera kepala dapat di

golongkan menjadi 2 yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala

sekunder. Cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang dapat
terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan memberi dampak cedera jaringan

otak. Cedera kepala primer adalah kerusakan yang terjadi pada masa akut, yaitu

terjadi segera saat benturan terjadi. Kerusakan primer ini dapat bersifat ( fokal )

local, maupun difus. Kerusakan fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada

bagian tertentu saja dari kepala, sedangkan bagian relative tidak terganggu.

Kerusakan difus yaitu kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi menyeluruh dari

otak dan umumnya bersifat makroskopis.

Cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer, misalnya akibat

hipoksemia, iskemia dan perdarahan.Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma,

misalnya Epidoral Hematom yaitu adanya darah di ruang Epidural diantara

periosteum tengkorak dengan durameter,subdural hematoma akibat berkumpulnya

darah pada ruang antara durameter dengan sub arakhnoit dan intra cerebal hematom

adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral.

E. Komplikasi

Komplikasi yang sering dijumpai dan berbahaya menurut (Markam, 1999) pada

cedera kepala meliputi :

1. Koma

Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma. Pada situasi

ini secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah 16 masa

ini penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainnya memasuki

vegetatife state. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar dan tidak
menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada vegetatife state lebih dari satu

tahun jarang sembuh.

2. Kejang/Seizure

Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-kurangnya

sekali kejang pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian,

keadaan ini berkembang menjadi epilepsy.

3. Infeksi

Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekkan membran

(meningen) sehingga kuman dapat masuk infeksi meningen ini biasanya

berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke system

saraf yang lain.

4. Hilangnya kemampuan kognitif

Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori

merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala

mengalami masalah kesadaran.

5. Penyakit Alzheimer dan Parkinson

Pada khasus cedera kepala resiko perkembangan terjadinya penyakit Alzheimer

tinggi dan sedikit terjadi Parkinson. Resiko akan semakin tinggi tergantung

frekuensi dan keparahan cedera.


F. Klasifikasi Cedera Kepala

Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek yang secara deskripsi

dapat dikelompokkan berdasar mekanisme, morfologi, dan beratnya cedera kepala.

(IKABI, 2004).

1. Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dikelompokkan menjadi dua

yaitu :

a. Cedera kepala tumpul

Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas,

jatuh/pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi 7 dan

decelerasi yang menyebabkan otak bergerak didalam rongga kranial dan

melakukan kontak pada protuberas tulang tengkorak.

b. Cedera tembus : Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan.

(IKABI, 2004).

2. Berdasarkan morfologi cedera kepala

Cedera kepala menurut (Tandian, 2011). Dapat terjadi diarea tulang tengkorak

yang meliputi :

a. Laserasi kulit kepala

Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala. Kulit

kepala/scalp terdiri dari lima lapisan (dengan akronim SCALP) yaitu skin,

connective tissue dan perikranii. Diantara galea aponeurosis dan periosteum

terdapat jaringan ikat longgar yang memungkinkan kulit bergerak terhadap

tulang. Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi robekan pada lapisan ini.
Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah dan jaringan ikat longgar,

maka perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup

banyak.

b. Fraktur tulang kepala

Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi menjadi :

1. Fraktur linier

Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau

stellata pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang

kepala. Fraktur lenier dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada

tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang

kepala bending dan tidak terdapat fragmen fraktur yang masuk

kedalam rongga intrakranial.

2. Fraktur diastasis

Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulamg

tengkorak yang mengababkan pelebaran sutura-sutura tulang 8 kepala.

Jenis fraktur ini sering terjadi pada bayi dan balita karena sutura-sutura

belum menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada usia dewasa sering

terjadi pada sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya

hematum epidural.

3. Fraktur kominutif

Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang meiliki lebih

dari satu fragmen dalam satu area fraktur.


4. Fraktur impresi

Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan tenaga

besar yang langsung mengenai tulang kepala dan pada area yang kecal.

Fraktur impresi pada tulang kepala dapat menyebabkan penekanan atau

laserasi pada duremater dan jaringan otak, fraktur impresi dianggap

bermakna terjadi, jika tabula eksterna segmen yang impresi masuk

dibawah tabula interna segmen tulang yang sehat.

5. Fraktur basis kranii

Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar

tulang tengkorak, fraktur ini seringkali diertai dengan robekan pada

durameter yang merekat erat pada dasar tengkorak. Fraktur basis kranii

berdasarkan letak anatomi di bagi menjadi fraktur fossa anterior,

fraktur fossa media dan fraktur fossa posterior. Secara anatomi ada

perbedaan struktur di daerah basis kranii dan tulang kalfaria. Durameter

daerah basis krani lebih tipis dibandingkan daerah kalfaria dan

durameter daerah basis melekat lebih erat pada tulang dibandingkan

daerah kalfaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis dapat

menyebabkan robekan durameter. Hal ini dapat menyebabkan

kebocoran cairan cerebrospinal yang menimbulkan resiko terjadinya

infeksi selaput otak (meningitis).


c. Cedera kepala di area intracranial

Menurut (Tobing, 2011) yang diklasifikasikan menjadi cedera otak

fokal dan cedera otak difus Cedera otak fokal yang meliputi :

1. Perdarahan epidural atau epidural hematoma (EDH) Epidural hematom

(EDH) adalah adanya darah di ruang epidural yitu ruang potensial antara

tabula interna tulangtengkorak dan durameter. Epidural hematom dapat

menimbulkan penurunan kesadaran adanya interval lusid selama

beberapa jam dan kemudian terjadi defisit neorologis berupa

hemiparesis kontralateral dan gelatasi pupil itsilateral. Gejala lain yang

ditimbulkan antara lain sakit kepala, muntah, kejang dan hemiparesis.

2. Perdarahan subdural akut atau subdural hematom (SDH) akut

Perdarahan subdural akut adalah terkumpulnya darah di ruang subdural

yang terjadi akut (6-3 hari). Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-

vena kecil dipermukaan korteks cerebri. Perdarahan subdural biasanya

menutupi seluruh hemisfir otak. Biasanya kerusakan otak dibawahnya

lebih berat dan 10 prognosisnya jauh lebih buruk dibanding pada

perdarahan epidural.

3. Perdarahan subdural kronik atau SDH kronik Subdural hematom kronik

adalah terkumpulnya darah diruang subdural lebih dari 3 minggu setelah

trauma. Subdural hematom kronik diawali dari SDH akut dengan

jumlah darah yang sedikit. Darah di ruang subdural akan memicu

terjadinya inflamasi sehingga akan terbentuk bekuan darah atau clot


yang bersifat tamponade. Dalam beberapa hari akan terjadi infasi

fibroblast ke dalam clot dan membentuk noumembran pada lapisan

dalam (korteks) dan lapisan luar (durameter). Pembentukan

neomembran tersebut akan di ikuti dengan pembentukan kapiler baru

dan terjadi fibrinolitik sehingga terjadi proses degradasi atau likoefaksi

bekuan darah sehingga terakumulasinya cairan hipertonis yang dilapisi

membran semi permeabel. Jika keadaan ini terjadi maka akan menarik

likuor diluar membran masuk kedalam membran sehingga cairan

subdural bertambah banyak. Gejala klinis yang dapat ditimbulkan oleh

SDH kronis antara lain sakit kepala, bingung, kesulitan berbahasa dan

gejala yang menyerupai TIA (transient ischemic attack).disamping itu

dapat terjadi defisit neorologi yang berfariasi seperti kelemahan otorik

dan kejang.

4. Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematom (ICH)

Intra cerebral hematom adalah area perdarahan yang homogen dan

konfluen yang terdapat didalam parenkim otak. Intra cerebral hematom

bukan disebabkan oleh benturan antara parenkim otak dengan tulang

tengkorak, tetapi disebabkan oleh gaya akselerasi dan deselerasi akibat

trauma yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang terletak

lebih dalam, yaitu di parenkim otak atau pembuluh darah kortikal dan

subkortikal. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh ICH antara lain adanya
11 penurunan kesadaran. Derajat penurunan kesadarannya dipengaruhi

oleh mekanisme dan energi dari trauma yang dialami.

5. Perdarahan subarahnoit traumatika (SAH)

Perdarahan subarahnoit diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah

kortikal baik arteri maupun vena dalam jumlah tertentu akibat trauma

dapat memasuki ruang subarahnoit dan disebut sebagai perdarahan

subarahnoit (PSA). Luasnya PSA menggambarkan luasnya kerusakan

pembuluh darah, juga menggambarkan burukna prognosa. PSA yang

luas akan memicu terjadinya vasospasme pembuluh darah dan

menyebabkan iskemia akut luas dengan manifestasi edema cerebri.

3. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan beratnya

Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera, menurut (Mansjoer, 2000) dapat

diklasifikasikan penilaiannya berdasarkan skor GCS dan dikelompokkan

menjadi :

a. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14 – 15.

1) Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi.

2) Tidak ada kehilangan kesadaran.

3) Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang.

4) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing.

5) Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala

b. Cedera kepala sedang dengan nilai GCS 9 – 13


Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi respon

yang sesuai dengan pernyataan yang di berikan.

1) Amnesia paska trauma

2) Muntah

3) Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun,

hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal)

4) Kejang

c. Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8.

1) Penurunan kesadaran sacara progresif

2) Tanda neorologis fokal

3) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium (mansjoer,

2000)

G. Penatalaksanaan Cedera Kepala

Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuatluka mudah

dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan

miminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup.

1. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan;lepaskan

gigi palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgnmemasang collar

cervikal,pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jikacedera orofasial

mengganggu jalan nafas,maka pasien harus diintubasi.


2. Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jikatidak

beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki dan atasi

cedera dada berat seperti pneumotoraks tensif, hemopneumotoraks. Pasang

oksimeter nadi untuk menjaga saturasi.

3. O2 minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan

terancan/memperoleh O2 ygadekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40% mmHg

serta saturasi O2 >95%)atau muntah maka pasien harus diintubasi serta

diventilasi oleh ahlianestesi.

4. Menilai sirkulasi : otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan

semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera

intraabdomen/dada.Ukur dan catat frekuensidenyut jantung dan tekanan

darah pasang EKG.Pasang jalur intravena yg besar.Berikan larutan

koloidsedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema.

5. Obati kejang : Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan

harusdiobati mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan

dandpt diulangi 2x jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan

fenitoin15mg/kgBB.
H. Pemerikssaan Penunjang

1. CT-Scan

Mengidentifikasi adanya hemorragic, ukuran ventrikuler, infark pada jaringan

mati.

2. Foto tengkorak atau cranium

Untuk mengetahui adanya fraktur pada tengkorak.

3. MRI (Magnetic Resonan Imaging)

Gunanya sebagai penginderaan yang mempergunakan gelombang

elektomagnetik.

4. Laboratorium

Kimia darah: mengetahui ketidakseimbangan elektrolit.

Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat

peningkatan tekanan intrkranial

Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan

penurunan kesadaran.

5. Cerebral Angiography:

Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak

sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.

6. Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis


7. X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur

garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.

8. BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil

9. PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak

10. CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan

subarachnoid.

11. ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan


(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intracranial
DAFTAR PUSTAKA

Oni Ashadi, (2006). Syok Hipovolemik. (online). Http:// www. Medicastore.

Com/med/.detail-pyk. Phd?id. (diakses 12 Desember 2006).

Az Rifki, (2006). Kontrol terhadap syok hipovolemik. (online).Http://www. Kalbefarma.

Com / file/cdk/15 penatalaksanaan. (diakses 12 Desember 2006).

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi 8, Vol.3). EGC, Jakarta.

Doenges, E, Marilynn, Mary Frances Moorhause, Alice C. Geissler. 2002. Rencana Asuhan

Keperawatan. (Edisi 3). EGC, Jakarta.

Price, A, Sylvia & Lorraine M. Willson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit. (Edisi 4). EGC, Jakarta


PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Tgl/Jam MRS : 24 April 2017 / 23.12 WIB

Ruang : P1

Nomor Register : 113398434

Diagnose Medis : COB SDH

A. Identitas Klien

Nama : Ny. W Suami/Istri/Orang Tua

Umur : 47th Nama : Tn. S

Jenis Kelamin :P Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam Alamat : Tulung agung

Suku/Bangsa : Jawa / WNI

Bahasa : Jawa

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Wiraswasta

Status : Kawin

Alamat : Tulung agung


B. Kasus Trauma

→ Subyektif

1. Keluhan Utama

Penurunan kesadaran

2. Mekanisme Trauma

Keluarga klien mengatakan klien kecelakaan motor vs motor jam setengah 9

hingga helm pecah tetapi tidak ada luka atau pendarahan hanya sering muntah

dan kesadarannya menurun dan langsung diawa ke RS. Dr Rizka dan jam 20.00

di rujuk ke RS DR. Saiful Anwar

3. SAMPLE (symptom, allergy, medications, past illness, last meals, event)

Symptom : penurunan kesadaran gcs 1x3

Allergy : tidak ada

Medication : -

Past illness : tidak ada

Last meals : -

Event : Keluarga klien mengatakan klien kecelakaan motor vs motor jam

setengah 9 hingga helm pecah tetapi tidak ada luka atau pendarahan hanya

sering muntah dan kesadarannya menurun dan langsung diawa ke RS. Dr Rizka

dan jam 20.00 di rujuk ke RS DR. Saiful Anwar


→ Obyektif

1. Airway

Tidak ada sumbatan jalan nafas, patent menggunakan ETT

2. Breathing

Nafas tidak spontan menggunakan SIMV dengan ventilator MVE 8.5 l/mnt,

PEEP 16 mbar, VT 350/ml, RR: 16x/menit, Pmax : 29 /mbar, pergerakan

dinding dada simetris, pola pernafasan ireguler, suara nafas vesikuler, SpO2 98

3. Circulation

Akral hangat kemerahan, CRT < 2 detik, nadi carotis dan perifer teraba sama

kuat, S : 36,7 C

4. Disability

GCS 1X3 (verbal tidak terkaji karena menggunakan ETT), pupil anisokor,

refleks pupil -/-, ukuran pupil D : 5mm S : 4mm, keadaan umum : jelek,

kesadaran : semi coma

5. Exposure/Environtmental Control

Menjaga suhu tubuh klien dengan menyelimuti

6. Full Set Of Vital Sign / focus ajunc

- Full Set Of Vital Sign

TD : 119/77mmhg, N : 74X/ menit, RR : 16x/menit, S : 36,7 C

- Focus ajunc

Terpasang monitor jantung


Terpasang NGT

Terpasang cateter dengan produksi urine 1000cc

SpO2 : 98%

MAP 91 (normal 70 – 130mmhg)

- Fasilitasi kehadiran keluarga

7. Give Comfort

Memberi dukungan keluarga

8. Head To Toe Assesment

I. Kepala

- bentuk kepala : simetris

- kulit kepala : tidak ada kelainan

- rambut : tidak ada kelaianan

- wajah : simetris

- ubun ubun :tidak ada kelainan

- tidak ada nyeri tekan

II. Mata

- mata :simetris

- kelopak mata : Briil hematom

- konjungtiva : anemis

-sklera : kemerahan

- pupil :anisokor
III. Hidung

- Tulang hidung dan posisi septum nasi : tidak ada kelainan

- Lubang hidung : tidak ada rinorea

- Mukosa : kering

IV. Telinga

- Bentuk telinga : simetris

V. Mulut dan faring

- Bibir : kering

- Gigi dan gusi : tidak terkaji terpasang ett

- Lidah : tidak terkaji terpasang ett

- Rongga mulut : nafas berbau

VI. Leher

- Trakea : simetris

- Vena jugularis : tidak ada kelainan

VII. Thorax / Paru

- Bentuk : Normal chest

- Auskultasi paru :pola nafas irregular, suara nafas vesikuler


- Perkusi paru : sonor

- Palpasi paru : tidak ada nyeri tekan

VIII. jantung

- inspeksi : tidak terlihat ictus cordis

- palpasi : ictus cordis teraba di ics V midaxila

- Suara jantung : bunyi jantung I dan II tunggal

- Perkusi : pekak

IX. Abdomen

- Bentuk abdomen : flat

- Peristaltic usus : 10x/menit

- Benjolan/ massa pada abdomen : tidak ada

- Turgor kulit :normal

- Perkusi : timpani

X. Ekstremitas

- Tulang : simetris

- Range of motion : terbatas

- Palpasi : tidak ada nyeri tekan

- Kekuatan otot : 3333 3333

222 222
- Tanda tanda fraktur : tida ada

- Ekstermitas atas kanan dan kiri terpasang infuse RL

XI. Pelvis dan Genitalia

Terpasang kateter : produksi urin 1000cc

XII. Inspect posterior surface

Inspeksi : Tidak ada lesi dibagian tubuh belakang pasien

Palpasi : tidak ada kripitasi dan nyeri tekan

C. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Hb : 16,90

Eritrosit : 3,78

Leukosit : 13,89

Hematokrit : 31, 70

Trombosit : 141

PCT : 50 %

MPV : 13, 3

MCV : 83, 9

MCH : 28, 80

PDW : 18, 9

2. Radiologi /USG/ CT –Scan/MRI


CT Scan 24 April 2017

Kesimpulan : COB Sub Dural Hematom

Malang april 2017

Mahasiswa
ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1 DS : - Kerusakan pola Ketidakefektifan
DO : pernafasan dimedula pola nafas.
- keadaan umum : jelek oblongata, cedera
- kesadaran : semi coma cidera otak
- menggunakan SIMV dengan
ventilator MVE 8.5 l/mnt, PEEP
16 mbar, VT 350/ml, RR:
16x/menit, Pmax : 29 /mbar,
pergerakan dinding dada simetris,
pola pernafasan ireguler, suara
nafas vesikuler, SpO2 98 %
- Bentuk : Normal chest
- Auskultasi paru :pola nafas
irregular, suara nafas vesikuler
- Perkusi paru : sonor
- Palpasi paru : tidak ada
nyeri tekan

2 Ds : - Edema serebral Gangguan perfusi


Do : jaringan cerebral
- keadaan umum : jelek
- kesadaran : semi coma
- GCS 1X3 (verbal tidak terkaji
karena menggunakan ETT)
- pupil anisokorrefleks pupil -/-,
ukuran pupil D : 5mm S : 4mm,
- MAP : 91mmhg
- TD : 119/77mmhg, N : 74X/
menit, RR : 16x/menit, S : 36,7 C
- Ct Scan : SDH

3 Ds : - Penurunan kesadaran Resiko Cidera


Do :
- GCS 1X3 (verbal tidak terkaji
karena menggunakan ETT),
- kesadaran semi coma
- keadaan umum jelek
- Kekuatan otot
3333 3333
222 222
TINDAKAN RESUSITASI

NO TINDKAN RESUSITASI
1 Terpasang ETT, Mayo SIMV 425ml/mnt
2 Infuse RL kiri flash ke , kanan flash ke 4
3 Terpasang cateter
4 Terpasang ngt
DIAGNOSA PRIORITAS

NO DX KEPERAWATAN
1 Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d edema otak

2 Ketidakefektifan pola nafas b.d Kerusakan pola pernafasan dimedula oblongata,


cedera cidera otak

3 Resiko Cidera b,d penurunan kesadaran


PERENCANAAN

Tgl/ Diagnosa Tujuan Dan RencanaTimdakan Rasional


Jam Keperawatan/ Masalah KriteriaHasil
Kolaboratif
1 Gangguan perfusi Setelah dilakukan 1. Evaluasi nilai GCS klien 1. menentukan status neurologis
asuhan
jaringan cerebral b.d
keperawatan 1 x 2. Monitor ukuran, kesimet 2. Menentukan kesadarn klien
udema otak 24 jam klien risan, reaksi dan bentuk
menunjukan pupil
status sirkulasi
dan tissue 3. Pantau TTV klien 30 3. perubahan TTV mendadak
perfusion cerebral menit dapat menentukan
membaik dengan peningkatan TIK dan trauma
KH: batang otak
-TD dalam
rentang normal
(120/80 mmHg) 4. Berikan posisi dengan 4. kepala yang tidak posisi netral
-Tidak ada tanda kepala elevasi 30-40O dapat menekan JVP aliran
peningkatan TIK dengan leher dalam darah keotak
-Klien mampu posisi netral
bicara dengan
jelas, 5. Monitor suhu dan angka 5. demam akan menyebabkan
menunjukkan leukosit ketidakseimbangan antara
konsentrasi, suplai dan kebutuhan akan
perhatian dan substrat metabolisme
orientasi baik
-Fungsi sensori
motorik cranial
utuh : kesadaran 6. Kolaborasi dalam 6. Untuk membantu proses
membaik (GCS pemberian obat sesuai penyembuhan
15, tidak ada indikasi, pemberian o2, Memberikan adekuat O2
gerakan dalam darah dan aliran ke
involunter) otak

2 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan 1. Pertahankan kepala dan 1. Kepala yang tidak posisi
nafas b.d Kerusakan asuhan leher tetap posisi datar netral dapat menekan JVP
pola pernafasan keperawatan 1 x atau tengah ( posisi aliran darah ke otak.
dimedula oblongata, 24 jam klien supinasi).
cedera cidera otak menunjukan pola
nafas yang efektif 2. Observasi fungsi 2. Distres pernafasan dan
dengan pernafasan, catat perubahan pada tanda vital
KH: frekuensi pernafasan, dapat terjadi sebagai akibat
-Pernafasan 16- dispnea atau perubahan stress fisiologis dan nyeri atau
20x/menit, teratur tanda-tanda vital. dapat menunjukkan terjadinya
-suara nafas syok sehubungan dengan
bersih hipoksia.
-pernafasan
vesikuler 3. Evaluasi pergerakan 3. Sebagai pedoman kelancaran
-saturasi O2: ≥ dinding dada dan pola pernafasa
95% auskultasi bunyinya.

4. kOlaborasi pemberian 4. Memberikan adekuat O2


O2 dalam darah dan aliran ke otak
3 Resiko Cidera b,d Setelah dilakukan 1 ciptakan lingkungan 1. mengurangi resiko untuk
penurunan kesadaran tindakan yang aman untuk pasien terjadinya cedera
keperawatan 1x24 .
jam klien 2 Pasang side rail tempat 2. Pasien dengan penurunan
terhindar dari tidur tingkat kesadaran tidak
resiko cidera mampu mengontrol dirinya
KH 3 Identifikasi kebutuhan sendiri dalam hal
-terali tempat keamanan pasien, sesuai perlindungan dirinya
tidur terpasang dengan kondisi fisik dan
-klien tidak fungsi kognitif pasien dan 3. Mengetahui kebutuhan
terjatuh riwayat penyakit terdahulu pasien
pasien
4. Menjauhkan pasien dari
4 Memindahkan barang- kejadian berbahay
barang yang dapat
membahayakan 5. Agar pasien tidak terjatuh

6. Melibatkan keluarga dalam


5 pasang restrain menjaga keamanan pasien
membantu mengurangi resiko
cedera
6 Beritahukan kepada
keluarga untuk tetap di
samping pasien
IMPLEMENTASI

TGL/ JAM DX NO TINDAKAN KEPERAWATAN


25/04/17
09.00 1 1. menilai GCS klien
R/ GCS 1X3
09.15 2. memantau TTV klien
R/ 123/87 mmhg, n : 73, rr : 16x/mnt, s : 36,8 C
09.20 3. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk pupil
r/ pupil anisokorrefleks pupil -/-, ukuran pupil D : 5mm S :
4mm,
09.30 4. memantau TTV klien
R/ 130/92 mmhg, n : 80, rr : 17x/mnt, s : 36,8 C
5. mempertahankan kepala elevasi 30-40O dengan leher dalam
09.40 posisi netral
R/ klien pposisi datar
10.00 6. Monitor suhu dan angka leukosit
r/ s : 36,8 C, Leukosit : 13,89
10.10 7. berkolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi,
pemberian o2
r/ Terpasang ett SIMV 8,5 L

10..20 2 1 mempertahankan kepala dan leher tetap posisi datar atau


tengah ( posisi supinasi)
r/ kepala supinasi
10.30 memantau TTV klien
R/ 145/85 mmhg, n : 87, rr : 16x/mnt, s : 36,8 C

10.45 2 mengobservasi fungsi pernafasan, catat frekuensi


pernafasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
R/ rr : 16x/mnt, pola nafas ireguler
11.15 3 mengevaluasi pergerakan dinding dada dan auskultasi
bunyinya
r/ pergerakan dada simetris, rhonchi -/-
11.20 4 berkolaborasi pemberian O2
r/ Terpasang ett SIMV 8,5 L
11.30 memantau TTV klien
R/ 152/85 mmhg, n : 89, rr : 19x/mnt, s : 36,8 C
11.35 3 1 menciptakan lingkungan yang aman untuk pasien
11.40 2 memasang side rail tempat tidur
11.55 3 mengidentifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan
kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit
terdahulu pasien
12.00 memantau TTV klien
R/ 170/98 mmhg, n : 89, rr : 19x/mnt, s : 36,8 C

12.10 4 Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan


12.15 6 memaasang restrain
12.30 7 memberitahukan kepada keluarga untuk tetap di samping
pasien
CATATAN OBSERVASI
DX TGL/ S O A P I E
KEP JAM
1 13.00 Keluarga - keadaan umum : jelek Masalah Lanjutkan 1. me nilai GCS klien tidak
klien - kesadaran : semi coma belum intervensi klien sadar GCS
mengata - GCS 1X3 (verbal tidak teratasi 1,2,3,5,6 2. memonitor ukur 1X3
kan klien terkaji karena an, kesimetrisan
belum menggunakan ETT) , reaksi dan
sadar - pupil anisokorrefleks bentuk pupil
pupil -/-, ukuran pupil D : 3. memantau TTV
5mm S : 4mm, klien 30 menit
- MAP : 261 mmhg 4. memonitor suhu
- TD : 185/100mmhg, N : dan angka leuk
90X/ menit, RR : osit
19x/menit, S : 36,7 C 5. bekolaborasi
- Ct Scan : SDH dalam
pemberian obat
sesuai indikasi,
pemberian o2,

2 13.00 - keadaan umum : jelek Masalah Lanjutkan 1. mempertahanka Pola


- kesadaran : semi coma belum intervensi n kepala dan pernafasan
- menggunakan SIMV teratasi 1,2,3,4 leher tetap posisi klien tidak
dengan ventilator MVE datar atau tengah efektif
8.5 l/mnt, PEEP 16 mbar, ( posisi
VT 350/ml, RR: supinasi).
19x/menit, Pmax : 29
/mbar, pergerakan dinding 2. mengObservasi
dada simetris, pola fungsi
pernafasan ireguler, suara pernafasan, catat
nafas vesikuler, SpO2 97 frekuensi
% pernafasan,
- Bentuk : dispnea atau
Normal chest perubahan
- Auskultasi paru :pola tanda-tanda
nafas irregular, suara vital.
nafas vesikuler
- Perkusi paru : sonor
- Palpasi paru : tidak
ada nyeri tekan 3. melihat
pergerakan
dinding dada
dan auskultasi
bunyinya.

4. berkolaborasi
pemberian O2

3 14.30 - GCS 1X3 (verbal tidak Masalah Hentikan Klien


terkaji karena teratasi intervensi terlihat aman
menggunakan ETT),
- kesadaran semi coma
- keadaan umum jelek
- Kekuatan otot
3333 3333
222 222

Anda mungkin juga menyukai