BAB I
PENDAHULUAN
Mola Hidatidosa adalah neoplasma jinak dari sel trofoblast.Pada mola hidatidosa
kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi
keadaan patologik. Frekuensi Mola banyak ditemukan di negara–negaraAsia, Afrika dan
Amerika latindari pada di negara–negara barat. Mola hidatidosa merupakan penyakit wanita
dalam masa reproduksi antara umur 15 tahun sampai 45 tahun.1
Penyebab Mola tidak diketahui, terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan
seseorang berisiko terkena Mola hidatidosa.Keluhan dari penderita seperti gejala-gejala
hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari kehamilan biasanya. Janin biasanya
meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematous itu tumbuh dan hidup
terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur.
Penemuan klinis yang lazim berupa perdarahan uterus dalam trimester pertama
(90%), pengeluaran vesikel (80%), uterus cepat membesar (lebih besar dari yang
diperkirakan menurut umur kehamilan pada 50% kasus), pembesaran kista teka lutein
multipel pada satu atau kedua ovarium (15 %- 30%), hiperemis gravidarum (10%), onset
hipertensi yang dipicu oleh kehamilan selama trimester pertama (10%-12%) dan tidak
adanya denyut jantung janin. 1,2
Kehamilan mola secara makroskopik, bahwa mola hidatidosa mudah dikenal yaitu
berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih dengan ukuran
bervariasi dari beberapa millimeter sampai 1 atau 2 cm sedangkan secara histologis ditandai
oleh proliferasi trofoblastik dangan derajat bervariasi dan edema stroma vilosa. Mola
biasanya terdapat di rongga uterus; namun, mola kadang – kadang terletak di tuba falopii
atau bahkan di ovarium.Ada tidaknya janin atau elemen mudigah digunakan untuk
mengklasifikasi mola menjadi mola komplitdan parsial. 2,3
2
BAB II
LAPORAN KASUS
MRS: 25 Februari
A. Data Subjektif :
1. Identitas Pasien
Nama : Ny.H
Umur : 40 tahun
Suku/Bangsa : Melayu
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : RT. 01 Bagan Pete
Nama Suami : M. Wahid
Umur : 46 tahun
Suku/Bangsa : Melayu
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : RT. 01 Bagan Pete
3. Data Kebidanan
a. Haid
Menarche : usia 12 tahun
HPHT : 20 Oktober 2017
Haid : tidak teratur
Lama haid : 7 hari
Siklus : 28 hari
Dissmenorrhea : ya
Warna : merah tua
Bentuk perdarahan : Encer
Bau Haid : Anyir
Fluor albus : Sebelum haid
Kapan : Sedikit
Lama : 2 hari
b. Riwayat Perkawinan :
Pasien sudah menikah 1 kali dengan lama pernikahan 20 tahun. Menikah pada usia
21 tahun.
4
d. Riwayat KB
Os menggunakan KB jenis suntik
4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Keluarga : Riwayat hipertensi, DM, Hepatitis, TB disangkal
b. Riwayat Kesehatan yang lalu : Riwayat hipertensi (+)
Darah rutin :
Parameter Nilai (15 Desember 2014) Nilai (6 Januari 2015) Nilai Rujukan
WBC 12,9 x 103 8.3 x 103 3.5-10.0
RBC 2,49 x 106 4.05 x 106 3.80-5.80
HGB 7,7 10.4 11.0-16.5
HCT 21,5 31,6 35.0-50.0
PLT 318 x 103 466 x 103 150-390 x 103
Penatalaksanaan :
- Ketalar 2 cc (diencerkan)
- Induksin 2 amp cor
- Induksin 2 ap 20 gtt
4. Dilakukan tindakan septik dan antiseptik
5. Dilakukan pemasangan sims bawah
6. Portio dijepit dengan tenakulum (arah jam 11)
7. Memasukkan sonde
8. Kuretase dimulai searah jarum jam
9. Suntikkan metergin 1 amp IV
10. Kuretase selesai
Terapi post kuretase:
- IVFD RL 30 gtt
- Transfusi PRC 2 kolf / hari
- Injeksi lasik post transfusi
- Ciprofloksasin 3x1
- Metergin 3x1
- Asam folat 2x1
- SF 2x1
- PCT 3x1
Tanggal Hasil Pemeriksaan
09 Januari 2015 S : Os tidak ada keluhan
O : Keadaan Umum : baik, kesadaran : compos mentis
TD : 160/100 mmHg
N/S : 84 kali/ menit 36,5’C
RR : 19 kali/menit
A : Molahidatidosa post kuretase R/ histerektomi
P : persiapan operasi histerektomi
Follow Up
10 Januari 2015 S : Os tidak ada keluhan
O : Keadaan Umum: baik, kesadaran : compos mentis
TD : 140/80 mmHg
RR : 21 kali/menit
Nadi : 84 kali / menit
Suhu : 36,2’C
A : Molahidatidosa post kuretase R/ histerektomi
P : persiapan operasi histerektomi
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri – ciri stroma vilus korialis
mengalami vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal, akan tetapi vilus – vilus
yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan ialah
sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblast pada villus kadang-kadang berproliferasi
ringan kadang-kadang keras, dan mengeluarkan hormone, yakni Human Chorionic
Gonadotropin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa.1
Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada perempuan dengan amenorea,
perdarahan pervaginam, uterus yang lebih besar dari usia kehamilan dan tidak
ditemukanbalottemen dan detak jantung janin. Kadar hCG pada mola jauh lebih tinggi
daripada kehamilan biasa. Ultrasonografi (B-scan) memberi gambaran yang khas mola
hidatidosa, dimana pada kasus mola menunjukkan gambaran yang khas, yaitu berupa badai
salju (snow flake pattern) atau gambaran seperti sarang lebah (honey comb).1
Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat keluarnya gelembung mola.
Namun, bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat karena
pengeluaran gelembung pada umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum
pasien menurun. Terbaik ialah bila mendiagnosis mola sebelum keluar.2
3.2 Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya
adalah:1,3,4
a. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.
b. Imunoselektif dari tropoblast
c. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
d. Paritas tinggi
e. Kekurangan protein
f. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
12
3.3 Patofisiologi
Trias mola hidatidosa secara mikroskopis : adanya proses proliferasi dari sel-sel
trofoblas, terjadi degenerasi hidrofik dan kesembapan pada stroma villi chorialis, dan
keterlambatan atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.
Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :1,5
a. Mola hidatidosa komplet (klasik), ketika sel telur yang kurang kromosom pelengkap dan
dibuahi oleh sperma haploid biasanya mengandung kromosom X. Duplikasi kromosom
ini menghasilkan kariotipe 46 XX. Tidak ada janin berkembang, tetapi ada plasenta yang
abnormal terdiri dari massa jaringan seperti anggur, villi chorionic menggembung atau
bengkak.
b. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), ketika ovum dibuahi oleh dua set kromoso haploid
paternal, dapat terjadi jika dua sperma membuahi ovum tunggal atau ketika sperma
diploid membuahi ovum, atau jika sperma haploid membuahi ovum diploid. Hasilnya
adalah triploid dengan 69 kromosom. Karena set kromosom ibu ada, janin berkembang,
tetapi cacat dan kehamilan jarang terjadi untuk jangka panjang. Hanya beberapa villi
yang tampak seperti anggur.
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit
trofoblast:
a. Teori missed abortion. Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi
gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi
dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
b. Teori neoplasma dari Park. Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi
yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi
sehingga timbul gelembung.
c. Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat
akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit
pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan
tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya
selama pembentukan cairan.
13
1. Klinis
a. Berdasarkan anamnesis
b. Pemeriksaan fisik
Inspeksi : muka dan kadang-kadang badan kelihatan kekuningan yangdisebut
muka mola (mola face)
14
Palpasi :Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek,
tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin.
Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
c. Pemeriksaan dalam :Memastikan besarnya uterus, uterus terasa lembek, terdapat
perdarahan dalam kanalis servikalis
2. Laboratorium
Pengukuran kadar Hormon Karionik Ganadotropin (HCG) yang tinggi
3. Radiologik: Plain foto abdomen-pelvis : tidak ditemukan tulang janin, USG :
ditemukan gambaran snow pattern atau gambaran seperti badai salju atau
honeycombappearance.
4. Histopatologik : dari gelembung-gelembung yang keluar, dikirim ke Lab.
PatologiAnatomi
3.6 Klasifikasi
A. Klasifikasi histopatologi
1. Mola hidatidosa
2. Mola invasif
3. Koriokarsinoma
4. PSTT
B. Klasifikasi klinis
1. Penyakit trofoblas gestasional
2. Tumor trofoblas gestasional
3. Metastatik trofoblas gestasional
C. Klasifikasi FIGO
Pembagian stadium dari FIGO 1982 sifatnya sederhana dan menggunakan
kriteria yang sama dengan keganasan ginekologi yang lain. Pembagian ini
mengacu pada pemeriksaan klinis dan hasil pemeriksaan radiologi dan tidak
menggunakan langkah-langkah rumit yang mungkin tidak dapat dilakukan
dinegara-negara yang sedang berkembang.
15
D. Sistem Hammond
1. Low metastatik
2. Low-risk metastatik
3. High risk metastatik
D. Risiko tinggi .
1. hCG> 100.000 IU/ urin 24 jam atau > 40.000 ml/ml serum.
2. Gejala ada > 4 bulan .
3. Adanya metastasis ke otak atau hepar.
4. Gagal kemoterapi sebelumnya.
5. Kehamilan sebelumnya aterm.
16
Klasifikasi diatas kemudian direvisi dan dikenal sebagai klasifikasi National Cancer
Institute (NCI).2,6
7
E. Klasifikasi WHO
1. Mola hidatidosa :
- Komplet
- Parsial
2. Koriokarsinoma
3. Mola hidatidosa invasif
4. Tumor trofoblas di tempat implantasi plasenta
5. Tumor trofoblas:
- Ekstragragasi plasenta
- Nodul plasenta
6. Lesi trofoblas yang tidak terklasifikasi
Mola hidatidosa terbagi menjadi :8
5. Gambaran PA:
Makroskopis:
a. Kelompok jaringan yang membentuk struktur ‘mirip buah anggur” diikat
oleh jaringan fibrotic yang halus
b. Jaringan seperti buah anggur, terdiri dari kista – kista yang berbeda – beda
ukuran dan pembengkakan jonjot– jonjot kecil sampai kista yang berdiameter
3 cm, berdinding tipis berisi cairan bening.
Mikroskopis
a. Vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik
b. Proliferasi sel – sel trofoblas yang mengelilingi vili korealis dengan derajat
atipia yang berbeda – beda
c. Dinding vili yang tersusun dari proliferasi sel – sel trofoblast.
d. Stroma tanpa edema dan tidak mengandung pembuluh darah (avaskuler)
19
3.9 Penatalaksanaan
a. Perbaikan keadaan umum
Yang temasuk usaha ini misalnya pemberian tranfusi darah untuk memperbaiki
syok atau anemia dan menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti preeklamsi atau
tirotoksikosis.
Evakuasi pengangkatan jaringan mola yang perlu dilakukan pada pasien mola
adalah:
- Dengan teknik pembedahan yang merupakan suatu pilihan untuk mengangkat
jaringan mola
- Penggunaan kemoterapi profilaksis pada saat pembedahan masih merupakan
kontroversi
- Setelah dilakukan pengangkatan jaringan mola, pasien harus melakukan pemeriksaan
ßHCG sampai mendekati level normal selama 6 bulan.
- Pasien tidak boleh hamil selama periode pemeriksaan
20
Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya keganasan
3.10 Komplikasi
a. Perdarahan hebat
b. Krisis tiroid (tirotoksikosis)
c. Infeksi, sepsis
d. Perforasi uterus
e. Keganasan (khoriokarsinoma)
f. Emboli trofoblast
3.11 Prognosis
Hampir kira-kira 20% wanita dengan kehamilan mola komplet berkembang
menjadi penyakit trofoblastik ganas.
Penyakit trofoblas ganas saat ini 100% dapat diobati. Faktor klinis yang
berhubungan dengan resiko keganasan seperti umur penderita yang tua, kadar hCG
yang tinggi (>100.000mIU/mL), eklamsia, hipertiroidisme, dan kista teka lutein
bilateral.
Kebanyakan faktor-faktor ini muncul sebagai akibat dari jumlah proliferasi
trofoblas. Untuk memprediksikan perkembangan mola hidatidosa menjadi PTG
masih cukup sulit dan keputusan terapi sebaiknya tidak hanya berdasarkan ada atau
tidaknya faktor-faktor risiko ini. Risiko terjadinya rekurensi adalah sangat sekitar 1-
2%. Setelah 2 atau lebih kehamilan mola, maka risiko rekurensinya menjadi 1/6,5
sampai 1/17,5.
22
HISTEREKTOMI
3.13 Klasifikasi
Terdapat empat tipe histerektomi yang dapat dilakukan tergantung pada masalah yang
terjadi:
- Subtotal histerektomi, dilakukan dengan mengangkat korpus uteri namun tetap
menyisakan cervix
- Total histerektomi, dilakukan dengan mengangkat semua bagian uterus termasuk
cervix
- Total histerektomi dengan salpingo-oophorectomy, merupakan pengangkatan rahim,
cervix, tuba fallopian dan ovarium
- Histerektomi radikal, dilakukan khusus pada kasus kanker ginekologi masif dengan
pengangkatan uterus, tuba, ovarium, cervic, hingga upper vagina, dan ganglion
limpatik pelvis.16
3.14 Indikasi
Prosedur histerektomi kebanyakan dilakukan saat terjadi perdarahan yang
berhubungan dengan keadaan plasenta yang abnormal, atonia uteri,ruptur uterus,
trauma uterus, dan sepsis.17
23
1. Plasenta abnormal
Plasenta previa dengan atau tanpa keadaan accreata adalah penyebab tersering
dilakukannya histerektomi di negara-negara berkembang.Plasenta previa adalah suatu
keadaan dimana plasenta berada sangat dekat dengan kanalis servikalis sehingga
memungkinkan terjadinya pendarahan ketika dilakukan seksio sesarea.
2. Atonia Uteri
Merupakan keadaan uterus tanpa tonus otot, yang terlihat dari tidak berkontraksinya
uterus pasca persalinan yang mengakibatkan tidak tertutupnya pembuluh darah dan
berujung pada perdarahan masif.Penyebab dari keadaan ini adalah overdistensi uterus
oleh janin yang sangat besar, kembar, atau polyhydramnios, agen anastetik, dan
perpanjangan waktu operasi.
3. Ruptur uterus
Sekitar 90% ruptur uterus berhubungan dengan skar yang terbentuk akibat prosedur
seksio sesarea ataupun bedah uterus lainnya. Secara epidemiologi ruptur uterus terjadi
pada 1:15.000 kehamilan tanpa operasi seksio sesarea sebelumnya dan kasusnya
meningkat 0,5-0,1% pada kehamilan pasca seksio sesarea.Jika ruptur sangat luas dan
terjadi perdarahan masif maka histerektomi perlu dilakukan.
4. Trauma Uterus
Ruptur pasca trauma berupa perforasi ataupun laserasi dapat timbul akibat berbagai
tindakan obstetrik termasuk versi internal, ekstraksi sungsang, eksplorasi manual uterus,
dll. Seksio saesarea yang dilakukan pada bayi dengan kepala yang tertahan di vagina
dapat menyebabkan trauma lateral yang memanjang dari segmen inferior uterus hingga
mengenai pembuluh darah besar. Pada saat ini perdarahan masif yang terjadi dapat
menjadi indikasi dilakukannya histerektomi.
5. Sepsis
Akibat perkembangan antibiotik masa kini, sepsis bukan merupakan indikasi tersering
dilakukannya histerektomi namun pada keadaan sepsis uterus masiv akibat clostridium
atau abses miometrium yang gagal diobati dengan antibiotik, infeksi dan nekrosis pasca
seksio saesar, terbentuknya fistula arteriovenosa akibat trauma uterus, dan endometriosis
dengan perdarahan, tindakan histerektomi perlu dilakukan.
24
Teknik melakukan:
2. Fiksasi uterus yang akan dilakukan
oopheroktomi dan pastikan posisi yang akan
dilakukan pemotongan.
6. Jika ovarium dipertahankan, uterus ditarik 8. Uterus ditarik ke posisi sepalus, lalu lakukan
kearah simpisis pubis mengarah kesatu sisi pemotongan fascia serviks pubovesikal
dari ligament infundibulopelviks, tuba, inferior.
ovarium. Tuba dan ligamentum
suspensorium dijahit.
27
3.16 Komplikasi
- Infeksi
- Perdarahan
- Reaksi anastesi
- Masalah intestinal pasca operasi (adherence)
- Prolaps intestinal (konstipasi) dan vesika urinaria (inkontinensia).
- Nyeri saat penetrasi penis akibat prolaps
- Menopause (akibat diangkatnya ovarium ataupun penurunan aliran
darah ke ovarium)