Anda di halaman 1dari 27

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

* Kepaniteraan Klinik Senior / G1A217019 / Februari 2018


** Pembimbing / dr. Fenny Febrianty, Sp.PD

LIMFADENOPATI DAN LIMFADENITIS

Yolan Sentika Novaldi, S.Ked *

dr. Fenny Febrianty, Sp.PD **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)
* Kepaniteraan Klinik Senior / G1A217019 / Februari 2018
** Pembimbing / dr. Fenny Febrianty, Sp.PD

LIMFADENOPATI DAN LIMFADENITIS

Yolan Sentika Novaldi, S.Ked *

dr. Fenny Febrianty, Sp.PD **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018

i
HALAMAN PENGESAHAN

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

LIMFADENOPATI DAN LIMFADENITIS

Disusun Oleh :
Yolan Sentika Novaldi, S.Ked
G1A217019

Kepaniteraan Klinik Senior

Bagian/SMF Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Prov. Jambi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada Februari 2018

Pembimbing

dr. Fenny Febrianty, Sp.PD

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat Clinical Science Session(CSS) yang
berjudul “Limfadenopati dan Limfadenitis” sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam di Rumah
Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Fenny Febrianty ,Sp.PD


yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis
selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam di
Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan padaLaporan Kasus
ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan
laporan kasus ini. Penulis mengharapkan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pembaca.

Jambi, Februari 2018

Yolan Sentika Novaldi, S.Ked

1
DAFTAR ISI

Halaman Judul....................................................................................................... i
Halaman Pengesahan ........................................................................................... ii
Kata Pengantar ...................................................................................................... 1
Daftar Isi................................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 5
2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Limfa .............................................. 5
2.2 Definisi ............................................................................................ 9
2.3 Etiologi ........................................................................................... 9
2.4 Patofisiologi dan Patogenesis .......................................................... 12
2.5 Manifestasi Klinis ............................................................................ 17
2.6 Diagnosa ............................................................................................ 18
2.7 Tatalaksana ...................................................................................... 20
2.8 Komplikasi....................................................................................... 21
2.9 Prognosis ........................................................................................ 22
BAB III KESIMPULAN .................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 24

2
BAB I

PENDAHULUAN

Tubuh manusia memiliki sekitar 600 kelenjar limfe. Lien, tonsil,


adenoid, dan patch Peyer adalah bagian dari jaringan limfoid, yang berperan
untuk membersihkan antigen dari cairan ekstrasel.1 Kelenjar limfe berbentuk
seperti kacang yang diatur dalam sirkulasi seluruh tubuh, terkonsentrasi di
sekitar leher, ketiak, pangkal paha, dan juga bagian atas dada dan perut.
kelenjar limfe terhubung satu sama lain dengan saluran limfatik.2
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan
ukuran lebih besar dari 1 cm. Kepustakaan lain mendefi nisikan limfadenopati

sebagai abnormalitas ukuran atau karakter kelenjar getah bening.3 Sedangkan

limfadenitis adalah inflamasi atau pembesaran dari nodus limfatikus yang


terasa nyeri dan panas.5 Penyebab limfadenopati ada 5 yaitu, infeksi,
malignansi, obat – obatan, autoimun, dan miscellaneous.7 Sedangkan pada
limfadenitis penyebabnya adalah infeksi virus maupun bakteri.5
Pembesaran kelenjar limfa dapat berasal dari penambahan sel-sel
pertahanan tubuh yang berasal dari kelenjar getah bening itu sendiri seperti
limfosit, sel plasma, monosit dan histiosit atau karena datangnya sel-sel
peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di kelenjar getah bening
(limfadenitis), infiltrasi sel-sel ganas atau timbunan dari penyakit metabolite
macrophage (gaucher disease). Dengan mengetahui lokasi pembesaran
kelenjar getah bening maka kita dapat mengarahkan kepada lokasi
kemungkinan terjadinya infeksi atau penyebab pembesaran kelenjar getah
bening. Benjolan, bisa berupa tumor baik jinak atau ganas, bisa juga berupa
pembesaran kelenjar getah bening. Kelenjar ini ada banyak sekali di tubuh
kita, antara lain di ujudaerah leher, ketiak, dalam rongga dada dan perut, di
sepanjang tulang belakang kiri dan kanan sampai mata kaki. Kelenjar getah
bening berfungsi sebagai penyaring bila ada infeksi lokal yang disebabkan
bakteri atau virus. Jadi, fungsinya justru sebagai benteng pertahanan tubuh.
Jika tidak terjadi infeksi, kemungkinan adalah tumor. Apalagi bila
pembesaran kelenjar didaerah-daerah tersebut di atas, pertumbuhannya cepat

3
dan mudah membesar. Bila sudah sebesar biji nangka, misalnya, bila ditekan
tidak sakit, maka perlu diwaspadai. Jalan terbaik, adalah dilakukan biopsy di
kelenjar tersebut. Diperiksa jenis sel-nya untuk memastikan apakah sekedar
infeksi atau keganasan. Jika tumor dan ternyata ganas, pembesaran kelenjar
akan cepat terjadi. Dalam sebulan, misalnya sudah membesar dan tak terasa
sakit saat ditekan. Beda dengan yang disebabkan infeksi, umumnya tidak
bertambah besar dan jika daerah di sekitar benjolan ditekan,terasa sakit.6

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Limfa

Sistem limfatik terbagi atas jaringan limfatik, dan pembuluh limfatik.


Jaringan limfatik merupakan jenis jaringan ikat yang benyak mengandung sel
limfosit. Jaringan limfosit banyak di dapatkan pada organ yaitu thymus , nodus
lymphaticus , lien, dan nodulus lymphaticus. Jaringan limfatik sangat penting
untuk pertahanan imunologik tubuh terhadap bakteri dan virus. 7

Pembuluh limfatik ditemukan di seluruh jaringan dan organ pada tubuh,


kecuali pada sistem saraf pusat, bola mata, telinga dalam, epidermis kulit,
cartilago dan tulang. Dalam pembuluh limfatik terdapat cairan jaringan yang
disebut limfa. Limfa dialirkan lebih terpatnya pada anyaman pembuluh-pembuluh
imfatik yang disebut kapiler limfa, kapiler ini selanjutnya mengalirkan limfa ke
pembuluh limfa kecil yang akan bergabug membentuk pembuluh limfa besar.7

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Lmfatik5

5
2.1.1 Anatomi7

1. Pembuluh Limfatik

Pembuluh Limfatik berasal dari kantong tertutup mikroskopik yang


disebut kapiler limfatik.(Kantong ini berasal dari vilus usus halus yang disebut
lakteal).Kapiler limfatik berukuran lebih besar dan lebih tidak beraturan
dibandingkan kapiler darah,tetapi struktur dasarnya sama. Pembuluh Limfatik
terbagi menjadi.

 Pembuluh Limfatik Aferen : pembuluh yang membawa limfe masuk


kelenjar limfe
 Pembuluh Limfatik Eferen : pembuluh yang membawa limfe keluar
kelenjar limfe

2. Saluran Limfe

Saluran Limfe terbagi menjadi :

 Ductus Thoracicus atau Ductus Limfaticus Sinister ( mengumpulkan


cairan limfe dari sisi kiri kepala dan leher serta lengan kiri )
 Ductus Limfaticus Dexter (mengumpulkan cairan limfe dari sisi kanan
kepala dan leher serta lengan kanan )

3. Kelenjar Limfe / Limfonodi

Bentuk kelenjar ini ialah lonjong atau seperti kacang dan terdapat di
sepanjang pembuluh limfe.Fungsinya ialah untuk menyaring limfe.Kelenjar ini
terdapat di dalam leher,axial, thorax, abdomen, dan lipatan paha.

4. Tonsil

Tonsil merupakan kelenjar limfe yang terdapat cavum oris dan faring
(tonsila fariangalis,tonsila palatina, dan tonsila lingualis ).Tonsil merupakan garis
depan pertahanan infeksi yang terjadi di mulut,hidung,dan tenggorokkan.

6
5. Limpa / Lien

Limpa merupakan kelenjar yang terletak di regiohipogastrium


sinistra,yang berisi banyak jaringan limfe dan sel darah. Fungsinya ialah
membentuk eritrosit, memisahkan eritrosit mati dari sirkulasi darah, menghasilkan
limfosit (antibodi),serta menghancurkan leukosit dan trombosit.

6. RES (Retikulo Endotelial Sitema)

RES merupakan sistem dalam jaringan dan organ. Fungsinya ialah


memakan benda asing dan bakteri yang masuk tubuh. RES terdiri dari kelenjar
limfe,limpa,hati dan sum-sum tulang.

7. Sirkulasi limfe

Limfe mengalir dari kapiler limfatik utama menuju limfatik


penampung,selanjutnya masuk ke pembuluh yang lebih besar yang akan
bergabung untuk membentuk trunkus limfatik utama.

 Duktus Toraks adalah trunkus limfatik utama yang mengumpulkan cairan


dari seluruh tubuh, kecuali untuk kuadran kanan atas.Duktus ini memasuki
vena subklavia kiri pada sisi pertemuan vena tersebut dengan vena
jugularis interna;berasal dari sisterna chyli yang menyerupai kantong
terdilatasi pada regia lumbar rongga abdomen.Sisterna chyli adalah duktus
pengumpul untuk semua limfatik yang berasal dari hati,usus,pelvis, dan
tungkai bawah.
 Duktus Limfatik Kanan
 Trunkus Bronkomediastinal Kanan;menampung limfe dari struktur
mediastinal dan paru – paru,kemudian menyatu dengan duktus limfatik
kanan.

7
2.1.2 Fisiologi8

Gambar 2.2 Fisiologi Sistem Limfa8

1. Fungsi Sistem Limfatik


 Mengembalikan cairan dan protein dari jaringan kedalam sirkulasi
darah
 Mengangkut limfosit dari kelenjar limfe ke sirkulasi darah
 Membawa lemak yang sudah dibuat emulsi dari usus ke sirkulasi darah
 Menyaring dan menghancurkan mikroorganisme (oleh kelenjar limfe)
 Apabila ada infeksi,kelenjar limfe menghasilkan zat imun(antibodi)
 Mengembalikan kelebihan cairan jaringan yang keluar dari kapilar

2. Mekanisme aliran limfe


 Gerakan otot rangka yang bersebelahan dengan pembuluh limfe akan
mengerakkan limfe ke arah trunkus limfatik
 Cara kerja kontaraksi periodik pembuluh limfatik seperti cara kerja
pompa limfe
 Tekanan negatif intratoraks yang terjadi saat inspirasi memberi efek
pengisapan pada limfe dalam duktus toraks

8
2.2 Definisi

Limfadenopati adalah pembesaran kelenjar limfa. Kelenjar limfa


normlanya berukuran < 1 cm. Terdapat 2 macam limfadenopati, terlokalisata jika
< 3 kelenjar limfa dan generalisata jika ≥ 3 kelenjar limfa.1,2 75 % limfadenopati
merupakan limfadenopati terlokalisata dan 25 % merupakan limfadenonapti
generalisata.1 50% limfadenopati merupakan tuberculosis limfadenopati dan 50%
lainnya adalah limfadenopati non TB.9

Limfadenitis adalah inflamasi atau pembesaran dari nodus limfatikus yang terasa
nyeri dan panas. Nodus limfatikus membesar beberapa milimeter sampai 2 cm.
Nodus limfatikus tersebar di sekitar pembuluh darah diseluruh tubuh yang
berfungsi sebagai penyaring dari mikroorganisme dan sel sel abnormal yang
terkumpul di cairain limfa. Pembengkakan dari nodus limfatikus menggambarkan
adanya suatu penyakit yang mendasari. Hal ini merupakan respon yang normal
untuk infeksi sistemik atau infeksi yang terlokalisasi. Limfadenitis tersering pada
kelenjar servikal, aksila, dan inguinal. Apabila infeksi yang mendasari bersifat
lokalisata maka limfadenitis yang terjadi unilateral sedangkan apabila infeksi
bersifat sistemik limfadenitis yang terjadi adalah limfadenitis bilateral.5

2.3 Etiologi

2.3.1 Limfadenopati

Terdapat 5 penyebab limfadenopati , yaitu4,10 :

1. Malignansi
2. Infeksi ; M. Tuberculosis, measles, chickenpox, toxoplasmosis, HIV, sifilis,
Cytomegalovirus, E.Barr, Herpes simplex, hepatitis B
3. Obat – obatan ; Cotrimoxazol, Phenytoin, allopurinl, atenolol, dan penisilin
4. Autoimun ; SLE, rheumatoid arthritis, dan juvenile arthtritis
5. Miscellaneous ; sarcoidosis, hystocytosis, hypotiroid

9
Lokasi Limfadenopati :3

1. Limfadenopati daerah kepala dan leher


Kelenjar getah bening servikal teraba pada sebagian besar anak, tetapi
ditemukan juga pada 56% orang dewasa. Penyebab utama limfadenopati servikal
adalah infeksi; pada anak, umumnya berupa infeksi virus akut yang swasirna.
Pada infeksi mikobakterium atipikal, cat-scratch disease, toksoplasmosis,
limfadenitis Kikuchi, sarkoidosis, dan penyakit Kawasaki, limfadenopati dapat
berlangsung selama beberapa bulan. Limfadenopati supraklavikula kemungkinan
besar (54%-85%) disebabkan oleh keganasan.3 Kelenjar getah bening servikal
yang mengalami infl amasi dalam beberapa hari, kemudian berfl uktuasi (terutama
pada anak-anak) khas untuk limfadenopati akibat infeksi stafi lokokus dan
streptokokus.
Kelenjar getah bening servikal yang berfl uktuasi dalam beberapa minggu
sampai beberapa bulan tanpa tanda-tanda infl amasi atau nyeri yang signifi kan
merupakan petunjuk infeksi mikobakterium, mikobakterium atipikal atau
Bartonella henselae (penyebab cat scratch disease). Kelenjar getah bening
servikal yang keras, terutama pada orang usia lanjut dan perokok menunjukkan
metastasis keganasan kepala dan leher (orofaring, nasofaring, laring, tiroid, dan
esofagus). Limfadenopati servikal merupakan manifestasi limfadenitis
tuberkulosa yang paling sering (63-77% kasus), disebut skrofula. Kelainan ini
dapat juga disebabkan oleh mikobakterium nontuberkulosa.

2. Limfadenopati epitroklear
Terabanya kelenjar getah bening epitroklear selalu patologis. Penyebabnya
meliputi infeksi di lengan bawah atau tangan, limfoma, sarkoidosis, tularemia, dan
sifi lis sekunder.

3. Limfadenopati aksila
Sebagian besar limfadenopati aksila disebabkan oleh infeksi atau jejas pada
ekstremitas atas. Adenokarsinoma payudara sering bermetastasis ke kelenjar getah
bening aksila anterior dan sentral yang dapat teraba sebelum ditemukannya tumor

10
primer. Limfoma jarang bermanifestasi sejak awal atau, kalaupun bermanifestasi,
hanya di kelenjar getah bening aksila. Limfadenopati antekubital atau epitroklear
dapat disebabkan oleh limfoma atau melanoma di ekstremitas yang bermetastasis
ke kelenjar getah bening ipsilateral.

4. Limfadenopati supraklavikula
Limfadenopati supraklavikula mempunyai keterkaitan erat dengan
keganasan. Pada penelitian, keganasan ditemukan pada 34% dan 50% penderita.
Risiko paling tinggi ditemukan pada penderita di atas usia 40 tahun.1
Limfadenopati supraklavikula kanan berhubungan dengan keganasan di
mediastinum, paru, atau esofagus. Limfadenopati supraklavikula kiri (nodus
Virchow) berhubungan dengan keganasan abdominal (lambung, kandung empedu,
pankreas, testis, ovarium, prostat).

5. Limfadenopati inguinal
Limfadenopati inguinal sering ditemukan dengan ukuran 1-2 cm pada
orang normal, terutama yang bekerja tanpa alas kaki. Limfadenopati reaktif yang
jinak dan infeksi merupakan penyebab tersering limfadenopati inguinal.
Limfadenopati inguinal jarang disebabkan oleh keganasan. Karsinoma sel
skuamosa pada penis dan vulva, limfoma, serta melanoma dapat disertai
limfadenopati inguinal. Limfadenopati inguinal ditemukan pada 58% penderita
karsinoma penis atau uretra.

6. Limfadenopati generalisata
Limfadenopati generalisata lebih sering disebabkan oleh infeksi serius,
penyakit autoimun, dan keganasan, dibandingkan dengan limfadenopati lokalisata.
Penyebab jinak pada anak adalah infeksi adenovirus. Limfadenopati generalisata
dapat disebabkan oleh leukemia, limfoma, atau penyebaran kanker padat stadium
lanjut. Limfadenopati generalisata pada penderita luluh imun
(immunocompromised) dan AIDS dapat terjadi karena tahap awal infeksi HIV,
tuberkulosis, kriptokokosis, sitomegalovirus, toksoplasmosis, dan sarkoma

11
Kaposi. Sarkoma Kaposi dapat bermanifestasi sebagai limfadenopati generalisata
sebelum timbulnya lesi kulit.

2.3.2 Limfadenitis5
1. Generalisata padan infeksi cytomegalovirus dan salmonella
2. Submaxillary pada infeksi gigi atau abses gigi
3. Cervical pada infeksi eptein barr virus
4. Cervical, submadibular, dan submental pada infeksi mycobacerium atipic
5. Mediastinal, mesenterika, dan anterior cervical pada infeksi M. tuberculosis
6. Auricular posterior, cervical posterior, dan occipital pada infeksi parvovirus
dan rubella
7. Cervical dan submandibular (imobile, kenyal, dan unilateral) pada infeksi
Staphylococcus aureus
8. Post servical bilateralpada infeksi virus faringitis

2.4 Patofisiologi dan Patogenesis

2.4.1 Limfadenopati

Kelenjar limfa berperan dalam filtrasi dari mikroorganisme, pembentukan


antibodi, dan pembentukan limfosit. Ketika ada organ yang mengalami infeksi,
maka kelenjar limfa terdekat akan berekasi untuk membunuh mikroorganisme
tersebut. Kelenjar limfa membesar karena proliferasi dari limfosit atau hiperplasia
makrofag. Selain mikroorganisme, sel keganasan, dan interaksi antigen juga dapat
menyebabkan limfadenopati. Limfadenopati akut biasanya terjadi karena proses
inflitrasi bakteri sedangkan limfadenopati kronis biasanya terjadi karena ssebuah
keganasan atau autoimun.10

Kelenjar Getah Bening Kelenjar getah bening (KGB) adalah agregat


nodular jaringan limfoid yang terletak sepanjang jalur limfe di seluruh tubuh. Sel
dendritik membawa antigen mikroba dari epitel dan mengantarkannya ke kelenjar
getah bening yang akhirnya dikonsentrasikan di KGB. Dalam KGB ditemukan

12
peningkatan limfosit berupa nodus tempat proliferasi limfosit sebagai respons
terhadap antigen.6

Sistem limfatik-resirkulasi limfosit Sirkulasi darah ada dibawah tekanan


dan komponennya (plasma) masuk dinding kapiler yang tipis ke jaringan sekitar.
Cairan ini disebut cairan interstisial yang membasahi semua jaringan dan sel. Bila
cairan ini tidak dikembalikan ke sirkulasi dapat terjadi edema, pembengkakan
progresif yang dapat mengancam nyawa. Hal itu tidak terjadi oleh karena cairan
dikembalikan ke darah melalui dinding venul. Jadi system tersebut menampung
cairan yang dari pembuluh darah dan masuk ke dalam jaringan dan
mengembalikannya ke pembuluh darah. Sel limfosit, SD, makrofag dan sel
lainnya juga dapat masuk melalui dinding tipis sel endotel yang longgar dari
pembuluh limfe primer dan masuk ke dalam arus limfe. Antigen asing yang
masuk ke dalam jaringan akan ditangkap oleh sel system imun dan dibawa ke
berbagai jaringan limfoid regional yang teroganisasi seperti KGB. Jadi system
limfatik juga berperan sebagai alat transport limfosit dan antigen dari jaringan ikat
ke jaringan limfoid yang teroganisasi, tempat limfosit diaktifkan.11

Keuntungan dari resirkulasi limfosit ialah bahwa sewaktu terjadi infeksi


non-spesifik, banyak limfosit akan terpajan dengan antigen/kuman. Keuntungan
lain dari resirkulasi limfosit ialah bahwa bila ada organ limfoid misalnya limfa
yang deficit limfosit karena infeksi, radiasi atau trauma. Limfosit dari jaringan
limfoid lainnya melalui sirkulasi akan dapat dikerahkan kedalam organ limfoid
tersebut dengan mudah. Sel T naïf (Sel matang yang belum terpajan dengan
antigen dan belum berdiferensiasi) cenderung meninggalkan sirkulasi darah dan
menuju kelenjar getah bening dalam daerah sel T. SD/APC dari berbagai bagian
tubuh yang membawa antigen juga berimigrasi dan masuk ke dalam kelenjar
getah bening dan mempresentasikan antigen ke sel T. sel T yang diaktifkan
SD/APC tersebut keluar dari kelenjar limfoid dan melalui aliran darah bergerak ke
tempat infeksi dan bekerja sebagai sel efektor. Tidak seperti leukosit, limfosit
terus menerus di resirkulasikan melalui darah dan limfe ke berbagai organ
limfoid.11

13
1. HEV-tempat ekstravasasi limfosit

Beberapa tempat di endotel vaskular dalam venul poskapilar berbagai organ


limfoid terdiri atas sel khusus, gemuk dan tinggi yang disebut HEV. Sel-selnya
berlainan sekali dengan sel endotel yang gepeng yang membatasi kapiler lainnya.
Setiap organ limfoid sekunder, kecuali limpa mengandung HEV.1 HEV
mengekspresikan sejumlah besar molekul adhesi. Seperti sel endotel vascular
lainnya, HEV mengekspresikan CAM family selektin (selektin E dan P), family
musin (GlyCAM-1 dan CD34) dan superfamily immunoglobulin (ICAM-1,
ICAM-2. ICAM-3, VCAM-1 dan MAdCAM-1) beberapa molekul adhesi disebut
adresin vascular, oleh karena berperan dalam mengarahkan ekstravasasi berbagai
populasi limfosit dalam resirkulasi ke organ limfoid khusus.11

2. Homing atau trafficking

Pada keadaan normal terjadi lintas arus limfosit aktif terus menerus
melalui kelenjar getah bening, tetapi bila ada antigen masuk, arus limfosit dalam
kelenjar getah bening akan berhenti sementara. Sel yang antigen spesifik akan
ditahan dalam kelenjar getah bening. Dalam menghadapi antigen tersebut,
kelenjar dapat membengkak seperti yang sering ditemukan pada infeksi. Hal
tersebut merupakan hal yang esensial untuk respons imun yang efektif terhadap
antigen asing. Limfosit cenderung berimigrasi ke tempat-tempat yang selektif.
Homing mukosa adalah kembalinya sel limfoid reaktif imunologis ke asalnya di
folikel mukosa. Hal tersebut terjadi melalui ikatan antara molekul adhesi dan
kemokin, reseptor yang mengarahkan berbagai populasi limfosit ke jaringan
limfoid khusus atau inflamasi yang disebut dengan reseptor homing. L-selektin
atau CD62L adalah molekul pada permukaan limfosit yang berperan pada homing
limfosit. Adresin mukosa adalah salah satu adresin yang mengikat integrin pada
sel T yang memilih homing di saluran cerna. Reseptor pada permukaan limfosit
tersebut akan memberikan arah dan tujuan kembali ke plak peyer. Limfosit yang
awalnya disensitasi oleh antigen di plak peyer akan diaktifkan dan memproduksi
sel memori yang akan berimigrasi kembali ke tempat yang semula
mensensitasinya.11

14
Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel
pertahanan tubuh yang berasal dari kelenjar getah bening itu sendiri seperti
limfosit, sel plasma, monosit dan histiosit atau karena datangnya sel-sel
peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di kelenjar getah bening
(limfadenitis), infiltrasi sel-sel ganas atau timbunan dari penyakit metabolite
macrophage (gaucher disease). Dengan mengetahui lokasi pembesaran kelenjar
getah bening maka kita dapat mengarahkan kepada lokasi kemungkinan terjadinya
infeksi atau penyebab pembesaran kelenjar getah bening. Benjolan, bisa berupa
tumor baik jinak atau ganas, bisa juga berupa pembesaran kelenjar getah bening.
Kelenjar ini ada banyak sekali di tubuh kita, antara lain di ujudaerah leher, ketiak,
dalam rongga dada dan perut, di sepanjang tulang belakang kiri dan kanan sampai
mata kaki. Kelenjar getah bening berfungsi sebagai penyaring bila ada infeksi
lokal yang disebabkan bakteri atau virus. Jadi, fungsinya justru sebagai benteng
pertahanan tubuh. Jika tidak terjadi infeksi, kemungkinan adalah tumor. Apalagi
bila pembesaran kelenjar didaerah-daerah tersebut di atas, pertumbuhannya cepat
dan mudah membesar. Bila sudah sebesar biji nangka, misalnya, bila ditekan tidak
sakit, maka perlu diwaspadai. Jalan terbaik, adalah dilakukan biopsy di kelenjar
tersebut. Diperiksa jenis sel-nya untuk memastikan apakah sekedar infeksi atau
keganasan. Jika tumor dan ternyata ganas, pembesaran kelenjar akan cepat terjadi.
Dalam sebulan, misalnya sudah membesar dan tak terasa sakit saat ditekan. Beda
dengan yang disebabkan infeksi, umumnya tidak bertambah besar dan jika daerah
di sekitar benjolan ditekan,terasa sakit.6

Selain karena respon dari adanya mikroorganisme, limfadenopati juga bisa


terjadi akibat penggunaan obat – obatan. Drug Reaction with Eosinophilia and
Systemic Symptoms (DRESS) Syndrom adalah kondisi yang menyebabkan
terjadinya limfadenopati setelah penggunaan beberapa obat. Faktor genetik
merupakan penyebab utama pada kasus DRESS ini, defisiensi dari enzim yang
berfungsi untuk membuang zat – zat metabolit menyebabkan adanya akumulasi
dari zat tersebut yang menyebabkan kematian sel atau menginduksi fenomena
imunologis dimana terjadi aktivasi eosinofil yang diaktifkan oleh IL-5 yang
dilepaskan oleh sel T spesifik terhadap obat salah satu dampak yang akan terjadi
adalah limfadenopati.12Anticonvulsant Hypersensitivity Syndrome adalah keadaan

15
alergi terhadap obat yang salah satu manifestasi klinisya adalah limfadenopati.
Keadaan ini muncul setelah pemberian antikonvulsan seperti phenytoin selama 8
minggu.13

2.4.2 Limfadenitis

Cairan limfa bersirkulasi melalui pembuluh limfatik dan membawa


limfosit (sel darah putih) mengelilingi tubuh. limfosit ini merupakan sel-sel dari
system imun yang membantu tubuh melawan penyakit. Terdapat 2 tipe utama
limfosit yaitu limfosit T dan limfosit B. Pembuluh limfatik yang beredar di
sleuruh tubuh akan melewatii kelenjar getah bening, kelenjar getah bening berisi
sejumlah besar limfosit dan bertindak sebagai penyaring menangkap organisme
yang menyebabkan infeksi seperti bakteri dan virus. Kelenjar getah bening
cenderung bergerombol dalam suatu kelompok sebagai contoh tardapat
sekelompok besar di ketiak, dileher dan lipat pangkal paha.5

Adanya mikroorganisme atau sel abnormal di cairan limfa menyebabkan


terjadinya reaksi inflamasi di nodus limfatikus. Rekasi inflamasi tersebut
menyebabkan nodus limfatikus membesar dan terasa nyeri. Hal ini bergantung
pada ; multipikasi dari sel – sel yang ada di nodus ( limfosit, sel plasma, monosit,
dan histiosit, infiltasi dai sel – sel luar seperti sel malignansi atau neutrofil, adanya
infeksi yang menyebabkan abses pada nodus limfatikus.5

Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke KGB sehingga dari lokasi


KGB akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya. Oleh karena
dilewati oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa antigen
(mikroba, zat asing) dan memiliki sel pertahanan tubuh maka apabila ada antigen
yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat menghasilkan sel-sel
pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebut sehingga
kelenjar getah bening membesar. Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal
dari penambahan sel-sel pertahanan tubuh yang berasal dari KBG itu sendiri
seperti limfosit, sel plasma, monosit dan histiosit atau karena datangnya sel-sel
peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di kelenjar getah bening
(limfadenitis), infiltrasi (masuknya) sel-sel ganas atau timbunan dari penyakit

16
metabolite macrophage (gaucher disease). Dengan mengetahui lokasi pembesaran
KGB maka kita dapat mengarahkan kepada lokasi kemungkinan terjadinya infeksi
atau penyebab pembesaran KGB. Benjolan, bisa berupa tumor baik jinak atau
ganas, bisa juga berupa pembesaran kelenjar getah bening. Kelenjar ini ada
banyak sekali di tubuh kita, antara lain di daerah leher, ketiak, dalam rongga dada
dan perut, di sepanjang tulang belakang kiri dan kanan sampai mata kaki. Kelenjar
getah bening berfungsi sebagai penyaring bila ada infeksi lokal yang disebabkan
bakteri atau virus. Jadi, fungsinya justru sebagai benteng pertahanan tubuh.
Jika tidak terjadi infeksi, kemungkinan adalah tumor. Apalagi bila pembesaran
kelenjar di daerah-daerah tersebut di atas, pertumbuhannya cepat dan mudah
membesar. Bila sudah sebesar biji nangka, misalnya, bila ditekan tidak sakit,
maka perlu diwaspadai. Jalan terbaik, adalah dilakukan biopsi di kelenjar tersebut.
Diperiksa jenis sel-nya untuk memastikan apakah sekedar infeksi atau keganasan.
Jika tumor dan ternyata ganas, pembesaran kelenjar akan cepat terjadi. Dalam
sebulan, misalnya, sudah membesar dan tak terasa sakit saat ditekan. Beda dengan
yang disebabkan infeksi. Umumnya tidak bertambah besar dan jika daerah di
sekitar benjolan ditekan, terasa sakit.5

2.5 Manifestasi klinis

Pada limfadenopati manifestasi klinisnya hanya pembesaran kelenjar


limfa. Pembesaran tersebut dapat dibedakan menjadi limfadenopati maligna atau
benigna sesuai ciri – ciri berikut ini10 :

Tabel 2.1 Ciri-ciri limfadenopati maligna dan benigna

Maligna Benigna
Ukuran >2 cm < 2 cm
Konsistensi Keras Lunak
Durasi >2 minggu <2 minggu
Lokasi Supraclavicula, Ingunal,
epitrochlear, dan submandibular,
generalisata axillary, cervical,
dll

17
Pada limfadenitis Kelenjar getah bening yang terserang biasanya akan
membesar dan jika diraba terasa lunak dan nyeri, selain itu gejala klinis yang
timbul adalah demam, nyeri tekan, dan tanda radang. Kulit di atasnya terlihat
merah dan terasa hangat, pembengkakan ini akan menyerupai daging tumbuh atau
biasa disebut dengan tumor. Dan untuk memastikan apakah gejala-gejala tersebut
merujuk pada penyakit limfadenitis maka perlu adanya pengangkatan jaringan
untuk pemeriksaan di bawah mikroskop.14

Limfadenitis pada taraf parah disebut limfadenitis kronis. Limfadenitis ini


terjadi ketika penderita mengalami infeksi kronis, misal pada kondisi ketika
seseorang dengan faringitis kronis akan ditemukan pembesaran kelenjar getah
bening leher (limfadenitis). Pembesaran di sini ditandai oleh tanda radang yang
sangat minimal dan tidak nyeri. Pembesaran kronis yang spesifik dan masih
banyak di Indonesia adalah akibat tuberkulosa. Limfadenitis tuberkulosa ini
ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening, padat/keras, multiple dan dapat
berhubungan satu sama lain.12

Limfadenitis tuberculosa pada kelenjar getah bening dapat menjadi besar


dan berhubungan sehingga leher penderita itu bias disebut seperti bull neck. Pada
keadaan seperti ini kadang-kadang sulit dibedakan dengan limfoma malignum.
Limfadenitis tuberkulosa diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi,
terutama yang tidak disertai oleh tuberkulosa paru.15

2.6 Diagnosis
2.6.1 Limfadenopati

Limfadenopati dapat didiagnosa berdasarkan pemeriksaan fisik dan


penunjang, dari pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran kelenjar limfa >1cm
tanpa ras nyeri dan panas. Pemeriksaan penunjang dilakukan jika pembesaran
tersebut sudah > 3 minggu. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah hitung
jenis darah tepi, cek LDH dan asam urat, rontgen thorax, dan tuberculosis skin
1,8
test. Karena 50% limfadenopati merupakan limfadenopati TB, maka penyakit
Tuberculosis sangat diperhatikan, berikut merupakan algoritma yang
membedakan limfadenopati Tb dan non TB.7

18
Gambar 2.3 Diagnosis Limfadenopati3

2.6.2 Limfadenitis

Sama halnya dengan penegakan diagnosis limfadenopati, penegakan


diagnosis limfadenitis memerlukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik
yang ditemukan dapat berupa tanda sistemik infeksi, nyeri pada daerah yang
mengalami pembesaran. Jika ada nyeri tekan maka perlu dilakukan biopsi untuk
dilakukan kultur cairan limfa dan hitung jenis darah tepi.16,17

19
Biopsi kelenjar
Jika diputuskan tindakan biopsi, idealnya dilakukan pada kelenjar yang
paling besar,paling dicurigai, dan paling mudah diakses dengan pertimbangan
nilai diagnostiknya. Kelenjar getah bening inguinal mempunyai nilai diagnostik
paling rendah. Kelenjar getah bening supraklavikular mempunyai nilai diagnostik
paling tinggi. Meskipun teknik pewarnaan imunohistokimia dapat meningkatkan
sensitivitas dan spesifisitas biopsi aspirasi jarum halus, biopsi eksisi tetap
merupakan prosedur diagnostik terpilih. Adanya gambaran arsitektur kelenjar
pada biopsi merupakan hal yang penting untuk diagnostik yang tepat, terutama
untuk membedakan limfoma dengan hyperplasia reaktif yang jinak.3

2.7 Tatalaksana

Tidak ada penatalaksanaan yang spesifik pada Limfadenitis . Limfadenitis


dapat terjadi setelah terjadinya infeksi melalui kulit atau infeksi lainnya yang
disebabkan oleh bakteri seperti streptococcus atau staphylococcus. Terkadang
juga dapat disebabkan oleh infeksi seperti tuberculosis atau cat scratch disease
(Bartonella). Oleh karena itu, untuk mengatasi Limfadenitis adalah dengan
mengeliminasi penyebab utama infeksi yang menyebabkan Limfadenitis.
Limfadenitis biasanya ditangani dengan mengistirahatkan ekstremitas yang
bersangkutan dan pemberitan antibiotic, penderita limdafenitis mungkin
mengalami pernanahan sehingga memerlukan insisi dan penyaliran. Limfadenitis
spesifik, misalnya oleh jamur atau tuberculosis, biasanya memerlukan biopsi atau
biakan untuk menetapkan diagnosis. 16

Pengobatan sesuai gejala harus dilakukan untuk mencegah terjadinya


komplikasi. Pengobatan gejala harus dimulai segera seperti :

 Analgesik (penghilang rasa sakit) untuk mengontrol nyeri


 Antipiretik dapat diberikan untuk menurunkan demam
 Antibiotik untuk mengobati setiap infeksi sedang sampai berat
 Obat anti inflamasi untuk mengurangi peradangan
 Kompres dingin untuk mengurangi peradangan dan nyeri
 Operasi mungkin diperlukan untuk mengeringkan abses.

20
Hindari pemberian aspirin pada anak karena dapat meningkatkan risiko
sindrom Reye pada anak. Kasus limfadenitis mesenterika ringan, tanpa
komplikasi dan disebabkan oleh virus biasanya hilang dalam beberapa hari atau
minggu. Tata laksana pembesaran kelenjar getah bening leher didasarkan kepada
penyebabnya. Banyak kasus dari pembesaran kelenjar getah bening leher sembuh
dengan sendirinya dan tidak membutuhkan pengobatan apa pun selain dari
observasi. Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi
untuk dilaksanakan biopsi kelenjar getah bening. Biopsi dilakukan bila terdapat
tanda dan gejala yang mengarahkan kepada keganasan, kelenjar getah bening
yang menetap atau bertambah besar dengan pengobatan yang tepat, atau diagnosis
belum dapat ditegakkan. Pengobatan limfadenitis adalah anti-biotic oral 10 hari
dengan pemantauan dalam 2 hari pertama flucloxacillin dosis : 25 mg/kgBB 4 kali
sehari. Bila ada reaksi alergi terhadap antibiotic golongan penicillin dapat
diberikan cephalexin dengan dosis : 25 mg/kgBB(dosis maksimal 500 mg) 3 kali
sehari atau erythromycin 15 mg/kgBB (dosis maksimal : 500 mg) 3 kali sehari. 18

2.8 Komplikasi7,6

1. Pembentukan abses

Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi
bakteri. Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi
infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan
dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh
dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah menelan
bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang
membentuk nanah,yang mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan nanah ini,
maka jaringan di sekitarnya akan terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di
sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses; hal ini merupakan
mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu
abses pecah di dalam, maka infeksi bisa menyebar di dalam tubuh maupun
dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses.

21
2. Sepsis (septikemia atau keracunan darah)

Sepsis adalah kondisi medis yang berpotensi berbahaya atau mengancam


nyawa, yang ditemukan berhubungan dengan infeksi yang diketahui atau
dicurigai.

3. Fistula (terlihat dalam limfadenitis yang disebabkan oleh TBC)

Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran kelenjar getah


bening, padat/keras, multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama lain. Dapat
pula sudah terjadi perkijuan seluruh kelenjar, sehingga kelenjar itu melunak
seperti abses tetapi tidak nyeri. Apabila abses ini pecah ke kulit, lukanya sulit
sembuh oleh karena keluar secara terus menerus sehingga seperti fistula. Fistula
merupakan penyakit yang erat hubungannya dengan immune system / daya tahan
tubuh setiap individual.

2.9 Prognosis

Baik limfadenitis maupun limfadenopati memiliki prognosis baik jika


segera diotangani dengan pengobatan yang tepat. Dalam kebanyakan kasus,
infeksi dapat dikendalikan dalam tiga atau empat hari. Namun, dalam beberapa
kasus mungkin diperlukan waktu beberapa minggu atau bulan untuk
pembengkakan menghilang, panjang pemulihan tergantung pada penyebab
infeksi. Pengobatan yang tidak tuntas dapat menyebabkan resistensi dan
septikemia.5,13

22
BAB III

KESIMPULAN

Limfadenitis dan limfadenopati merupakan keadaan dimana kelenjar limfa


membesar > 2 cm. Hal yang membedakan limfadenitis dan limfadenopati adalah
nyeri tekan pada kelenjar limfa dan gejala sistemik infeksi. Penyebab dari
limfadenopati bisa infeksi di organ yang dekat dengan kelenjar limfa tersebut,
malignansi, obat – obatan, dan autoimun, sedangkan penyebab dari limfadenitis
adalah infeksi pada kelenjar limfa yang mengalami pemebsaran tersebut.

Penegakan diagnosis limfadenopati dan limfadenitis melalui pemeriksaan


fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada limfadenopati didapatkan pembesran
kelenjar limfa >2cm tanpa rasa nyeri, sedangkan pada limfadenitis tedapat
pemebesaran kelenjar limfa disertai nyeri tekan dan gejala sistemik infeksi.
Pemeriksaan penunjang limfadenopati dilakukan jika pembesaran kelenjar > 3
minggu sedangkan pemeriksaan penunjang limfadenitis dapat dilakukan tanpa
mnunggu masa kronis.

Penatalaksanaan limfadenopati biasanya bersifat invasif jika etiologi


malignansi, jika etiologinya infeksi atau autoimun penatalaksanaannya adalah
pengobatan penyakit primernya. Penatalaksanaan limfadenitis adalah dengan
menggunakan anti-biotic oral 10 hari dengan pemantauan dalam 2 hari pertama
flucloxacillin dosis : 25 mg/kgBB 4 kali sehari.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Mohseni, Shaherzahd, Abolfahzl Shojaiefard, Zhamark Khorgani, Shariar


alinejard et.al. Peripheral Lymphadenopathy: Approach and Diagnostic Tools.
Iran. 2013
2. West H, Jin J. Lymph Nodes and Lymphadenopathy in Cancer. JAMA Oncology.
Vol.2 (7). 2016
3. Oehadian A. Pendekatan Diagnosis Limfadenopati. Sub Bagian Hematologi-
Onkologi Medik, Bagian Ilmu Penyakit Dalam,RS Hasan Sadikin/Universitas
Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, Indonesia. 2013
4. Abba, Abdullah A dan Mohammed Khalil. Clinical Approach to
Lymphadenophaty. Saudi Arabia. 2012
5. Partirge, Elizabeth. Lymphadenitis Clinical Presentation. Rusia. 2016

6. Limfadenitis. Available at:


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16862/4/Chapter%20II.pdf.
Diunduh pada 2 Februari 2018
7. Snell, Richard S. Anatomi Klinik ed. 6. EGC : Jakarta. 2006.
8. Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Jakarta: EGC
9. Thajjar, Kharan, Saket Mukund, Manmohand Singh. Lymphadenopathy:
Differentiation between Tuberculosis and Other non-Tuberculosis Causes like
Follicular Lymphoma. Israel. 2016
10. Khanwar, Vikramjit S. Lymphadenophaty. Rusia. 2017
11. Baratawidjaja. G. K, Rengganis Iris. 2012. Imunologi Dasar, Jakarta, Balai
Penerbit FKUI
12. Choudary, Sonal, Michael McLeod, Daniele Thorchila, Paolo Romaneli.
DrugReaction with Eosinophilia and Systemic Symptoms (DRESS) Syndrome.
Florida 2015
13. Chouksy, Ankita, Varudhkar, dan Arti Julka. Drug Induced Lymphadenopathy .
Singapura. 2016
14. Ioachim HL, Ratech H.(2002). Ioachim's Lymph Node Pathology. 3rd edition,
Lippincott Williams & Wilkins, from,
http://moon.ouhsc.edu/kfung/JTY1/HemeLearn/CapsuleSumary/Lymphadenopath
y-M.htm. Diunduh pada 2 Februari 2018
15. Limfadenitis. Available at: PDPI. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia 2006. Indah Offset Citra Grafika, 2006. In site
http://www.scribd.com/doc/81071297/Limfadenitis-Tuberkulosis. I=Diunduh
pada 2 Februari 2018
16. Partirge, Elizabeth. Lymphadenitis. Rusia. 2016
17. Z, Wiler, Nelly P., Baruchin AM, dan Olle S. Diagnosis and treatment of cervical
tuberculous lymphadenitis. UK. 2016
18. Partridge E.(2012).Lymphadenitis. from
http://emedicine.medscape.com/article/960858-overview Diunduh pada 2 Februari
2018

24

Anda mungkin juga menyukai