Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN CA LARING

A. Defenisi Kanker Laring


Papiloma adalah salah satu tumor jinak laring. Tumor ini kecil, tumbuh
seperti jengger yang diduga akibat virus. Papiloma dapat diangkat secara eksisi
bedah maupun dengan laser. Ahli bedah harus berhati-hati karena bagian laring
yang tidak ditumbuhi tumor harus dipertahankan untuk mempertahanka fungsi.
Tumor jinak lain pada laring adalah nodul dan polip sering terjadi pada orang
yang menggunakan suaranya secara berlebihan.
Kanker laring diklasifikasikan dan diterapi berdasarkan lokasi
anatomisnya. Kanker laring (kotak suara) dapat terjadi pada glotis (pita suara
sejati), struktur supraglotis (di atas pita suara) atau struktur subglottis (di bawah
pita suara).
American Cancer Society memperkirakan 8.900 kasus baru kanker
laring setiap tahun, kebanyakan terjadi pada pria. Akan tetapi insiden kanker
laring pada wanita terus meningkat. Jika tidak diobati, kanker laring sangat
fatal, 90% penderita yang tidak di terapi akan meninggal dalam 3 tahun. Kanker
ini sangat mungkin dapat disembuhkan jika terdiagnosis dan diterapi lebih awal.

B. Etiologi dan Faktor Resiko


Agen etiologi primer kanker laring adalah merokok sigaret. Tiga dari 4
klien yang mengalami kanker laring adalah mantan perokok atau masih
merokok. Alkohol juga bekerja sinergis dengan tembakau untuk meningkatkan
resiko perkembangan tumor ganas pada saluran pernapasan atas. Faktor risiko
tambahan meliputi paparan pekerjaan terhadap asbes, debu kayu, gas mustard,
dan produk petroleum/minyak dan inhalasi asap beracun lain. Laringitis kronis
dan penggunaan suara yang berlebihan juga dapat berkontribusi. Penelitian
menunjukkan kaitan antara paparan tembakau dan mutasi gen p53 pada
karsinoma sel skuamosa dari kepala dan leher.
C. Manifestasi Klinis
Tanda peringatan awal kanker laring bergantung pada lokasi tumor. Secara
umum suara parau atau serat yang berlangsung lebih dari 2 minggu harus
dievaluasi. Serak terjadi ketika tumor menginvasi otot dan kartilago di sekitar
laring, menyebabkan kekakuan pita suara. Kebanyakan klien menunggu sebelum
mencari pertolongan karena diagnosis serak kronis.

Tumor pada glotis mencegah penutupan glotis selama berbicara yang akan
menyebabkan suara serak atau perubahan suara. Tumor supraglotis dapat
menyebabkan nyeri pada tenggorok (terutama saat menelan), aspirasi saat menelan,
sensasi benda asing di tenggorok, massa leher, atau nyeri yang menjalar ke telinga
melalui nervus vagus dan glosofaringeus. Tumor subglotis dapat tidak
menunjukkan manifestasi klinis sampai lesi tumbuh dan mengonstruksi jalan napas.

D. Patofisiologi
Karsinoma sel skuamosa adalah tumor ganas paling sering menyerang
laring, yang timbul dari membran pelapis saluran pernapasan. Metastasis kanker
epiglotis tidak lazim terjadi karena aliran limfatik yang jarang berasal dari pita
suara (plika vokalis). Kanker di laring akan menyebar lebih cepat karena
terdapat banyak pembuluh limfe. Penyakit metastasis dapat dipalpasi sebagai
masa leher. Metastasis jauh juga dapat terjadi di paru.

(Pathway terlampir)

E. Penatalaksanaan Medis
Kanker laring terjadi pada 2 sampai 3% keganasan. Perawatan klien
dengan kanker laring memberikan tantangan unik pada perawat karena
deformitas fungsional sering terjadi akibat gangguan ini dan terapinya. Tumor
jinak dan ganas stadium dini dapat diterapi dengan bedah terbatas dan klien
dapat sembuh dengan sedikit penurunan fungsi. Tumor lanjut membutuhkan
terapi ekstensif, meliputi bedah, radiasi dan kemoterapi. Jika dibutuhkan
laringektomi total, pascaoperasi klien tidak dapat berbicara, bernafas lewat
mulut atau hidung dan makan secara normal. Pembuatan trakeostomi permanen
akibat bedah akan menghasilkan efek yang buruk pada kemampuan fungsional
klien dan kualitas hidupnya.

F. Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik


Diagnosa kanker laring dibuat dengan pemeriksaan visual pada laring
dengan menggunakan laringoskopi direk/ langsung atau direk/tidak langsung.
Nasofaring dan palatum molle posterior diinspeksi secara tidak langsung
dengan kaca kecil atau instrumen menyerupai teleskop. Saat kaca kecil
dimasukan, tekanan ringan diberikan pada lidah dan klien diminta
mengucapkan "ei" lalu "i" yang akan mengangkat palatum molle. Instrumen
sebaiknya tidak menekan lidah karena klien akan muntah.

Nasofaring diinspeksi untuk melihat adanya cairan perdarahan, ulserasi,


atau massa. Visualisasi langsung laring dapat dilakukan dengan penggunaan
instrumen berbeda, kebanyakan perangkat ini adalah endoskopi dengan cahaya.
Klien diinstruksikan untuk menjulurkan lidah dan pemeriksa dengan perlahan
menahan lidah dengan spon kassa lidah dan menariknya ke depan. Kaca
laringeal atau endoskop telescopic diinsersikan ke orofaring; sekali lagi, hindari
menekan kuat lidah. Klien diminta bernapas keluar masuk melalui mulut atau
"terengah-engah seperti anak anjing". Terengah-engah menurunkan sensasi
muntah akibat pemeriksaan. Selama pernapasan tenang, dasar lidah, epiglotis,
dan pita suara diperiksa untuk melihat adanya infeksi atau tumor. Klien
diinstruksikan untuk mengucapkan “I” bernada tinggi untuk menutup pita suara.
Pemeriksa mengamati gerakan pita suara warna membran mukosa dan adanya
lesi.

Sebelum terapi definitif untuk tumor perlu dilakukan panendoskopi dan


biopsi untuk menentukan lokasi pasti, ukuran, dan penyebaran tumor primer.
CT atau MRI digunakan untuk membantu proses ini. Analisis laboratorium
meliputi pemeriksaan darah lengkap, penentuan kadar elektrolit serum meliputi
kalsium, dan uji fungsi ginjal dan hati. Data ini membantu menentukan kesiapan
klien secara fisik untuk menjalani pembedahan. Oleh karena jalan nafas akan
terganggu setelah operasi, klien membutuhkan pengkajian menyeluruh pada
paruh dengan analisis gas darah arterial untuk identifikasi gangguan paru yang
akan mengganggu pernapasan. Klien yang menjalani laringektomi parsial harus
memiliki cadangan paruh yang adekuat untuk menghasilkan batuk yang efektif
pascaoperasi. Operasi juga berhubungan dengan peningkatan resiko aspirasi,
dan klien harus dapat batuk untuk menghindari aspirasi pada saluran
pernapasan. Untuk memastikan penyebaran tumor atau tumor primer lain, perlu
dilakukan radiografi dada dan dengan kontras barium peroral atau esofagografi.

Setelah tumor dapat diidentifikasi, dan dilakukan biopsi, tumor dapat


ditentukan stadiumnya. Penentuan stadium ini penting untuk pilihan terapi dan
prognosis. Penting untuk menentukan luas tumor untuk memilih intervensi yang
paling tepat. Penentuan stadium dapat dilakukan dengan (1) mengukur ukuran
tumor primer, (2) menentukan adanya kelenjar getah bening yang membesar,
(3) menetukan adanya metastasis jauh.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN CA. LARING

A. Pengkajian
1. Anamnesa
Prevalensi kejadian lebih tinggi pada laki-laki (5:1), pada usia dewasa 59
tahun.

2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Klien datang dengan keluhan serak, sulit menelan, nyeri tenggorok.

b. Riwayat kesehatan dahulu


- Tanyakan apakah klien pernah mengalami infeksi kronis

- Tanyakan pola hidup klien (merokok, minum alkohol)

c. Riwayat kesehatan keluarga


Tanyakan pada klien apakah ada keluarga yang pernah mengalami
penyakit yang sama.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
-Adanya benjolan di leher

-Asimetri leher

b. Palpasi
-Nyeri tekan pada leher

-Adanya pembesaran kelenjar limfe

4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laringoskop
Untuk menilai lokasi tumor, penyebaran tumor.
b. Foto thoraks

Untuk menilai keadaan paru, ada atau tidaknya proses spesifik dan
metastasis di paru.

c. CT-Scan
Memperlihatkan keadaan tumor/penjalaran tumor pada tulang rawan
tiroid dan daerah pre-epiglotis serta metastasis kelenjar getah bening
leher.

d. Biopsi laring
Untuk pemeriksaan patologi anatomik dan dari hasil patologi anatomik
yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan fisik :
trakeostomi
Bersihan jalan napas tidak efektif NOC NIC
berhubungan dengan obstruksi
• Respiratory status : ventilation  Airway suction
jalan napas
 Pastikan kebutuhan tracheal suctioning
• Respiratory status : airway patency
Batasan karakteristik :  Bunyi nafas stridor sebelum di suction ,
KRITERIA HASIL : setelah di suction bunyi nafas bersih
• Sputum dalam jumlah yang
 Informasikan pada klien dan keluarga
berlebihan • Mendemonstrasikan batuk efektif dan
tentang suctioning
• Suara napas tambahan (stridor) suara napas yang bersih, tidak ada
 Minta klien napas dalam sebelum
• Kesulitan berbicara atau sianosis dan dispneu (mampu
dilakukan suctioning
mengeluarkan suara mengeluarkan sputum mampu )
 Gunkan alat yang steril setiap melakukan
• Frekuensi pernapasan 22x/menit • Menunjukkan jalan napas yang paten
tindakan
(frekuensi pernapasan normal, tidak ada
 Airway Managemen
suara napas abnormal)
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan
• Mampu mengidentifikasi dan mencegah ventilasi
faktor yang dapat menghambat jalan  Lakukan fisioterapi dada bila perlu
napas  Auskultasi suara napas, catat bila ada
suara tambahan
Hambatan komunikasi verbal b.d NOC NIC
hambatan fisik : trakeostomi
• Anxiety self control • Communication Enhancement : Speech
Deficit
• Coping
 Gunakan penerjemah, jika diperlukan
Batasan karakteristik :
• Sensory function  Berikan satu kalimat simpel setiap
 Berkomunikasi dengan bertemu, jika diperlukan
KRITERIA HASIL :
menggunakan bahasa tubuh  Konsultasikan dengan dokter kebutuhan
(menggerakan bibir, tangan, dan • Komunikasi : penerimaan, interpretasi, terapi wicara
anggukan kepala ) ekspresi pesan
 Dorong pasien untuk berkomunikasi
 Terpasang kanul trakheostomi
• Komunikasi ekspresif (kesulitan secara perlahan dan untuk mengulangi
berbicara) : ekspresi pesan verbal dan permintaan
atau non verbal yang bermakna.
 Dengarkan dengan penuh perhatian
• Komunikasi reseptif (kesulitan
 Berdiri di depan pasien ketika berbicara
mendengar) : penerimaan komunikasi
dan interpretasi pesan verbal dan atau  Gunakan kartu baca. Kertas, pensil,
non verbal. bahasa tubuh, gambar, daftar kosa kata
bahasa asing, komputer, dll. Untuk
• Gerakan terkoordinasi : mampu memfasilitasi komunikasi dua arah yang
mengkoordinasi gerakan dalam optimal
menggunakan isyarat.
 Ajarkan bicara dari esophagus, jika
• Mampu mengkomunikasikan kebutuhan diperlukan
dengan lingkungan sosial.
 Beri anjuran kepada pasien dan keluarga
tentang penggunaan alat bantu biacara

 Berikan pujian positif

 Anjurkan pada pertemuan kelompok

 Anjurkan kunjungan keluarga secara


teratur untuk memberi stimulus
komunikasi

 Anjurkan ekspresi diri dengan cara lain


dalam menyampaikan informasi atau
bahasa isyarat
• Communication Enhancement : Hearing
Deficit
• Communication Enhancement : Visual
Deficit
• Anxiety Reduction
• Active Listening
DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen


Klinis untuk Hasil yang Diharapkan (8th ed.). Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, Amin Huda, & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA
NIC-NOC. Jakarta. Medi Action Publishing

Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia Dari Sistem Ke Sel Edisi 8. Jakarta: EGC.
Pathway

Faktor predisposisi

(alkohol, rokok, radiasi)

proliferasi sel laring

Diferensiasi buruk sel laring

Ca. Laring

Metastase Plica vocalis Menekan/ Obstruksi


supraglotik mengiritasi jalan napas
↓ serabut syaraf
↓ ↓
Suara parau ↓
Obstruksi lumen Mengiritasi
oesophagus ↓ Nyeri sel laring
Afonia dipersepsikan
↓ ↓
↓ ↓
Disfagia progresif Infeksi
Gangg. Gangg. Rasa
↓ nyaman : nyeri ↓
Komunikasi
Intake < verbal Akumulasi
sekret


BB ↓ Stridor
Bersihan

jalan napas tak
Gangg.Pemenuhan efektif
nutrisi

Anda mungkin juga menyukai