Anda di halaman 1dari 7

KELOMPOK II

Diva Antari - 12618054


Faren Pattinasarany Putra - 12618498
TUGAS Gintha Para Yurista - 12618936
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Mega Khrisnamahesi - 14618056
1SA02 Putri Tazkiyatul Aulia - 15618673
Ready Beeshey - 15618957
Zahwa Ayu Maptuha - 17618564

1. Konsep dan Urgensi harmoni Kewajiban dan Hak Negara dan Warga Negara.
Sejak wilayah Nusantara diperintah raja-raja, kita lebih mengenal konsep
kewajiban disbanding hak. Rakyat wajib patuh kepada titah raja tanpa diminta sebagai
bentuk penghambaan total. Keadaan yang sama berlangsung pada masa penjajahan.
Kehidupan politik pada masa penjajahan secara tidak langsung mendorong aspek
kewajiban dalam praksis kehidupan politik, ekonomi, dan sosial budaya. Lambat laun
terbentuklah kebiasaan mengutamakan kepentingan bersama.
Walaupun begitu, dalam sejarah Jawa banyak muncul pemberontakan dari
wong cilik melawan petinggi-petinggi mereka maupun tuan-tuan colonial (Hardimah,
2011). Aksi-aksi itu antara lain didokumentasikan Douwes Dekker dalam buku Max
Havelaar yang jelas lahir dari tuntutan-tuntutan mereka.
Perjuangan melawan imperialism adalah bukti bahwa sejarah kebudayaan kita
tidak hanya berkutat pada kewajiban. Para pejuang kemerdekaan melawan balik karena
hak-hak mereka dirampas. Semakin lama, muncullah generasi yang lebih paham akan
budaya hak daripada kewajiban, gemar menuntut hak dan jika perlu dilakkukan dengan
berbagai cara, termasuk kekerasan, tetapi ketika dituntut untuk menunaikan kewajiban
malah menghindar. Sifat itu secara sosiologis disebut “strong sense of entitlement.”
Hak dan kewajiban tidak dapat dipisahkan. Menurut “teori korelasi” yang
dianut oleh pengikut utilitarianisme, setiap kewajiban seseorang berkaitan dengan hak
orang lain, begitu pula sebaliknya. Menurut Mill (1996), hak kebebasan seseorang,
menurutnya tidak boleh dipergunakan untuk memanipulasi orang lain demi kepentingan
sendiri. Kebebasan menurut Mill bukanlah perbuatan bebas tanpa control, namun
perbuatan bebas yang diarahkan menuju sikap positif, tidak mengganggu dan merugikan
orang lain.
Atas dasar pemikiran tersebut, maka jika hanya menekankan pada hak dan
mengabaikan kewajiban maka akan memunculkan persoalan.
Konsep apa yang perlu diusung dalam kehidupan sosial politik Indonsesia?
Konsep yang perlu diusung adalah menyeimbangkan dalam menuntut hak dan
menunaikan kewajiban yang melekat padanya. Yang menjadi persoalan adalah rumusan
aturan dasar dalam UUD NKRI tahun 1945 yang menjamin hak-hak dasar warga negara,
sebagian besar tidak dibarengi dengan aturan dasar yang menuntut kewajiban yang harus
dipenuhi. Padahal sejatinya dalam tiap hak melekat kewajiban. Setidak-tidaknya
kewajiban menghormati hak orang lain.

2. Alasan diperlukannya harmoni Kewajiban dan Hak Negara dan Warga Negara.
Hak dan Kewajiban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, akan
tetapi terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban tidak seimbang. Bahwa setiap warga
Negara memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan penghidupan yang layak, tetapi
pada kenyataannya banyak warga Negara yang belum merasakan kesejahteraan dalam
menjalani kehidupannya. Semua itu terjadi karena pemerintah dan para pejabat tinggi
lebih banyak mendahulukan hak dari pada kewajiban. Padahal menjadi seorang pejabat
itu tidak cukup hanya memiliki pangkat akan tetapi mereka berkewajiban untuk
memikirkan diri sendiri. Jika keadaannya seperti ini, maka tidak ada keseimbangan antara
hak dan kewajiban. Jika keseimbangan itu tidak ada akan terjadi kesenjangan social yang
berkepanjangan. Oleh karena itu, diperlukannya harmoni kewajiban dan hak Negara dan
warga Negara agar terciptanya kehidupan bernegara yang harmonis dan
berkesinambungan antara kepentingan rakyat dalam pemenuhan hak dan kewajibannya
oleh Negara.

3. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politik tentang Harmoni Kewajiban dan Hak
Negara dan Warga Negara Indonesia
a. Sumber Historis
Melihat dari sisi sejarah, setiap manusia memiliki hak alamiah yang melekat pada
diri mereka. Berawal pada abad ke-17 di Eropa, serorang filsuf asal Inggris, John
Locke, merumuskan tiga hak asasi manusia: hak atas hidup, hak kebebasan, dan
hak milik. Lalu, terdapat pula 3 peristiwa sejarah yang berdampak penting tentang
Hak Asasi Manusia di dunia, yaitu:
i. Magna Charta (1215)
Perjanjian Inggris, oleh Raja John, bersama dengan para bangsawan, untuk
memberikan jaminan hak para bangsawan beserta keturunannya untuk tidak
dipenjarakan tanpa pemeriksaan dan pengadilan. Perjanjian itu kemudia
berkembang dan akhirnya diadaptasi sebagai bagian dari sistem
konstitusional Inggris.
ii. Revolusi Amerika (1276)
Amerika Serikat berjuang untuk melepaskan dirinya dari pengaruh Inggris,
Hasil revolusi ini akhirnya mengan
iii. Revolusi Perancis (1789)
Bentuk perlawanan rakyat Perancis terhadap pemerintahan Raja Louis XVI
yang sewenang-wenang dan absolut ini menghasilkan Deklarasi Hak-Hak
Manusia dan Warga Negara (Declaration des droits de I’homme et du
citoyen) yang memuat tiga hal: ha katas kebebasan (liberty), kesamaan
(egality), dan persaudaraan (fraternite).
Kemudian pada awal abad ke-20, Presiden Amerika Serikat, Franklin D. Roosevelt
memperkenalkan konsep hak asasi dengan empat macam kebebasan (The Four
Freedoms):
• Kebebasan untuk beragama (freedom of religion),
• Kebabasan untuk berbicara dan berpendapat (freedom of speech),
• Kebebasan dari kemelaratan (freedom from want), dan
• Kebebasan dari ketakutan (freedom from fear).
Pada tanggal 10 Desember 1948, PBB mengeluarkan Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights).
Di Indonesia, menurut Manaan (2001), Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan
HAM dibagi dalam 2 periode, yaitu periode sebelum Kemerdekaan (1908-1945)
dan periode setelah Kemerdekaan (1945-sekarang).
Tidak hanya hak asasi yang memiliki banyak dukungan untuk berkembang.
Kewajiban juga tidak lupa untuk dikembangkan. Pada tahun 1997, Helmut
Schmidt, Malcom Fraser, Jimmy Carter, Lee Kuan Yew, Kiichi Miyazawa,
Kenneth Kaunda, dan Hassan Hanafi merumuskan naskah Deklarasi Universal
Kewajiban Manusia (Universal Declaration of Human Responsibilities). Sejumlah
tokoh dunia tersebut telah bekerja sama selama sepuluh tahun sejak bulan Maret
1987.
Sementara di sisi Barat, hak kebebasan dan individualis adalah yang paling
dijunjung tinggi; di Timur, konsep tanggung jawab dan komunitaslah yang lebih
diutamakan. Pada prinsipnya, deklarasi hak dan kewajiban diciptakan untuk
menyeimbangi perkemabangan antara hak dan kewajiban.
b. Sumber Sosiologis
Situasi yang bergejolak dapat dijelaskan secara sosiologis karena
memiliki kaitan dengan struktur sosial dan sistem budaya yang telah terbangun
pada masa lalu.
Pertama, suatu kenyataan yang memprihatikan bahwa setelah
tumbangnya struktur kekuasaan “otokrasi” yang dimainkan Rezim Orde Baru,
ternyata bukan demokrasi yang kita peroleh melainkan oligarki dimana
kekuasan terpusat pada sekelompok kecil elit, sementara sebagian besar rakyat
(demos) tetap jauh dari sumber-sumber kekuasaan (wewenang, uang, hukung,
informasi, Pendidikan, dan sebagainya).
Kedua, akibat munculnya kebencian sosial budaya terselubung
(socio- cultural animosity). Gejala in imuncul dan semakin menjadi-jadi pasca
runtuhnya rezim Orde Baru. Ketika rezim Orde Baru berhasil dilengserkan,
meluas menjadi konflik antar suku, antar umat beragama, kelas sosial,
kampung dan sebagainya. Sifatnya pun justru lebih sering horizontal antar
sesame rakyat kecil, sehingga konflik yang terjadi adalah konflik yang
destruktif (bukan fungsional tetapi disfungsional), sehingga kita menjadi
sebuah bangsa yang menghancurkan dirinya sendiri.
Ciri lain dari konflik yang terjadi di Indonesia adalah bukan hanya
yang bersifat terbuka tetapi yang lebih berbahaya adalah konflik yang
tersembunyi antara berbagai golongan. Sosial budaya terselubung adalah suatu
kebencian sosial budaya yang bersumber dari perbedaan ciri budaya dan
perbedaan nasib yang diberikan oleh sejarah masa lalu, sehingga terkandung
unsur keinginan balas dendam. Konflik terselubung ini bersifat laten karena
terdapat mekanisme sosialisasi kebencian yang berlangsung di hamper seluruh
pranata sosial di masyarakat.
Ada satu pandangan bahwa Indonesia baru harus dibangun dari hasil
perombakan terhadap kesluruhan tatanan kehidupan masa lalu. Inti dari cita-
cita tersebut adalah sebuah masyarakat sipil demokrasi yang mampun
megharmonikan kewajiban dan hak negara dan warga negara.
Entitas negara persatuan dan bangsa multikultur seperti Indonesia
hanya bisa bertahan lebih kokoh jika berdiri di atas landasan pengelola
pemerintah yang sanggung menjamin keseimbangan antara pemenuhan prinsip
kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan, yang berlaku bagi segenap warga dan
elemen kebangsaan. Yang dituntut adalah hak-hak individu, kelompok
masyarakat, dan kewajiban untuk mengembangkan solidaritas sosial dan
kebahagiaan hidup bangsa secara keseluruhan.
c. Sumber Politik
Sumber Politik yang mendasari dinamika kewajiban dan hak negara
dan warga negara Indonesia adalah proses dan hasil perubahan UUD NKRI
1945 yang terjadi pada era reformasi. Inilah beberapa tuntutan terjadi pada era
reformasi yang disampaikan oleh berbagai komponen bangsa, terutama oleh
mahasiswa dan pemuda:
a. Mengamandemen UUD NRI 1945,
b. Penghapusan doktrin Dwi Fungsi Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (ABRI),
c. Menegakkan supremasi hokum, penghormatan hak asasi manusia
(HAM), serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN),
d. Melakukan desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan
daerah (otonomi daerah),
e. Mewujudkan kebebasan PERS,
f. Mewujudkan kehidupan demokrasi.
Adanya tuntutan tersebut didasarkan pada pandangan bahwa UUD
NKRI 1945 belum cukup memuat landasan bagi kehidupan yang demokratis,
pemberdayaan rakyat, dan penghormatan HAM.
Dalam perkembangannya, tuntutan perubahan UUD NKRI 1945
menjadi kebutuhan bersama bangsa Indonesia. Berdasarkan hal itu MPR hasil
pemilu 1999, sesuai dengan kewenangannya yang diatur dalam Pasal 3 dan
Pasal 37 UUD NKRI 1945 melakukan perubahan secara bertahap dan
sistematis dalam empat kali perubahan yakni (1) Perubahan Pertama. Pada
siding umum MPR 1999; (2) Perubahan Kedua, Pada siding tahunan MPR
2000; (3) Perubahan Ketiga, Pada siding tahunan MPR 2002. Dari 4 kali
perubahan termasuk ihwar hak dan kewajiban asasi manusia yang diatur dalam
Pasal 28A sampai 28J.

4. Pasal 23A UUD 1945 salah satu contoh kewajiban warga negara untuk membayar
pajak dan Warga Negara akan memperoleh hak timbal balik dari Negara berupa
manfaat hasil pembangunan?
Banyaknya masyarakat yang belum taat membayar pajak disebabkan minimnya
informasi masyarakat mengenai manfaat pajak. Sebaiknya pelajarilah manfaat dan
fungsi pajak berikut ini agar lebih bijak taat pajak. Pajak sangat bermanfaat bagi
negara. Secara lengkap pajak banyak digunakan untuk:
1.) Membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, seperti: pengeluaran yang
bersifat self liquiditing, contohnya: pengeluaran untuk proyek produktif
barang ekspor.
2.) Membiayai pengeluaran reproduktif, seperti: pengeluaran yang memberikan
keuntungan ekonomis bagi masyarakat, contohnya: pengeluaran untuk
pengairan dan pertanian.
3.) Membiayai pengeluaran yang bersifat tidak self liquiditing dan tidak
reproduktif, contohnya: pengeluaran untuk pendirian monumen dan objek
rekreasi.
4.) Membiayai pengeluaran yang tidak produktif, contohnya: pengeluaran
untuk membiayai pertahanan negara atau perang dan pengeluaran untuk
penghematan di masa yang akan datang yaitu pengeluaran untuk anak
yatim piatu.
Jadi dengan taat membayar pajak masyarakat akan mendapatkan manfaat:
• Fasilitas umum dan infrastruktur, seperti: jalan, jembatan, sekolah, rumah
sakit
• Pertahanan dan keamanan, seperti: bangunan, senjata, perumahan hingga
gaji-gajinya
• Subsidi pangan dan Bahan Bakar Minyak
• Kelestarian Lingkungan hidup dan Budaya
• Dana Pemilu
• Pengembangan Alat transportasi Massa, dan lain-lainnya.
Pajak yang telah disetorkan masyarakat akan digunakan negara untuk kesejahteraan
masyarakat, antara lain: memberi subsidi barang-barang yang dibutuhkan masyarakat
dan membayar utang-utang negara. Selain itu pajak juga digunakan untuk menunjang
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah agar perekonomian dapat terus berkembang.

Anda mungkin juga menyukai