Anda di halaman 1dari 9

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS)

MELALUI PENDEKATAN OPEN ENDED TERHADAP KEMAMPUAN


PEMAHAMAN KONSEP SISWA

Oleh:
M. Ardik Setiawan (15600019)
Program Studi Pendidikan Mtaematika
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Intisari
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pembelajaran
matematika dengan metode Think Pair Share (TPS) melalui pendekatan Open
Ended lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional terhadap
peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa. Metode yang
peneliti tawarkan ini merupakan upaya untuk memberi solusi terhadap salah satu
masalah pokok dalam pembelajaran matematika di sekolah, yaitu masih
rendahnya daya serap dan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran
matematika. Dengan adanya metode tersebut, guru diharapkan dapat
memaksimalkan potensi siswa, khususnya dalam kemampuan pemahamn konsep
matematika siswa dalam pembelajarn matematika, serta memudahkan siswa untuk
belajar secara mandiri dan berkelompok, sehingga apa yang telah dilakukannya
akan lebih lama membekas karena siswa sebagai pusat pembelajaran.

Kata Kunci: pemahaman konsep, metode think pair share (TPS), dan
pendekatan open ended

Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
Matematika sebagai ilmu universal, mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan
memajukan daya pikir manusia (Ibrahim dan Suparni, 2008: 35). Matematika
dipelajari oleh siswa mulai dari tingkat pendidikan dasar, menengah, sampai
tingkat pendidikan tinggi. Bahkan sejak di Taman Kanak-kanak (TK) sudah
mulai dikenalkan hal-hal yang berhubungan dengan matematika. Namun sudah
menjadi gejala umum bahwa mata pelajaran matematika kurang disukai oleh
kebanyakan siswa. Lebih parah dari itu, matematika dianggap sebagai
pelajaran yang menakutkan karena sukar dipahami.

1
Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran matematika pada
pendidikan formal di Indonesia dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap
dan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran matematika. pemahaman
matematika senantiasa dipandang atau dirasakan sukar, baik oleh yang belajar
dan tidak jarang oleh pengajarnya. Tingkat pemahaman matematika seorang
siswa lebih dipengaruhi oleh pengalaman siswa itu sendiri. Sedangkan
pembelajaran matematika merupakan usaha membantu siswa mengkonstruksi
pengetahuan melalui proses. Sebab pengetahuan adalah suatu proses, bukan
upaya produk. Proses tersebut dimulai dari pengalaman, sehingga siswa harus
diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengkonstruksi sendiri pengalaman
yang harus dimiliki.
Berdasarkan laporan Trends in Internasional Mathematics and
Science Study (TIMSS) tahun 2008, hasil atau prestasi siswa-siswi Indonesia
masih berada di bawah standar average score YIMSS (500). Dalam bidang
studi matematika, Indonesia memperoleh skor 307, adapun rekan-rekan mereka
dari Singapura, Malaysia, Thailand masing-masing mendapatkn skor 593, 474,
444 (Prof. Dr. Husni Rahiem, website: di akses 2017). Hal ini merupakan
indikator yang menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman siswa masih
rendah. Rendahnya kemampuan siswa dalam memahami dan memaknai
matematika sudah dirasakan sebagai masalah yang cukup pelik dalam
pengajaran matematika di sekolah.
Pembelajaran matematika bukan hanya berorientasi pada hasil akhir,
tetapi lebih menekankan pada proses selama kegiatan belajar mengajar
berlangsung. Sehingga siswa tidak hanya mampu menyelesaikan sebuah soal
dalam matematika, tetapi juga mampu memberikan penjelasan dan interpretasi
terhadap apa yang dipelajari. Belajar matematika bagi para siswa merupakan
pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam
penalaran suatu hubungan di antara pengertian-pengertian tersebut. Di samping
itu, siswa diharapkan dapat menggunakan matematika dan pola pikir
matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam berbagai ilmu

2
pengetahuan yang penenkanannya pada penataan nalar dan pembentukan sikap
siswa serta keterampilan dalam penerapan matematika.
Mengacu pada permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk membantu
guru dalam membuat suasana pembelajaran matematika yang menyenangkan
dan mudah dipahami. Peneliti menawarkan penggunaan metode pembelajaran
Think Pair Share (TPS) melalui pendekatan Open Ended.
Metode pembelajaran Think Pair Share (TPS) merupakan metode
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk
menunjukkan partisipasi kepada siswa lain (azizah, 2013: 190). Metode
pembelajaran Think Pair Share (TPS) adalah metode pembelajaran yang
diawali dengan guru mengajukan pertanyaan terkait dengan pelajaran untuk
dipikirkan peserta didik, kemudian guru meminta peserta didik berpasang-
pasangan, dan hasil diskusi intersubyektif di tiap-tiap pasangan dibicarakan
dengan pasangan seluruh kelas. Keunggulan metode ini adalah optimalisasi
partisipasi siswa dalam pembelajaran matematika.
Selain menggunakan metode tertentu, di dalam pembelajaran dapat
digunakan berbagai pendekatan seperti pendekatan open ended. Tujuan utama
pendekatan open ended adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa
dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama, kegiatan-
kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasikan melalui belajar mengajar
(mustikari, dkk, portal garuda : 47).
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem persamaan
linier dua variabel (SPLDV), karena menggunakan Metode Pembelajaran
Think Pair Share (TPS) dapat memudahkan siswa untuk belajar secara mandiri
dan berkelompok, sehingga apa yang telah dilakukannya akan lebih lama
membekas karena siswa sebagai pusat pembelajaran. Penerapan metode
Pembelajaran Think Pair Share (TPS) Melalui Pendekatan Open Ended
diharapkan dapat memaksimalkan potensi siswa, khususnya dalam kemampuan
pemahamn konsep matematika siswa dalam pembelajarn matematika.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Efektivitas Metode Pembelajaran Think Pair Share

3
(TPS) Melalui Pendekatan Open Ended Terhadap Kemampuan Pemahaman
Konsep Siswa”.
2. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah mengetahui
apakah pembelajaran matematika dengan metode Think Pair Share (TPS)
melalui pendekatan Open Ended lebih efektif dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional terhadap peningkatan kemampuan pemahaman
konsep matematika siswa.
3. Manfaat
Penelitian ini diharapkan memberikan beberapa manfaat, diantaranya:
a. Bagi siswa, diharapkan siswa mampu berpikir secara mandiri dan bekerja
sama dengan teman-temannya dalam memahami suatu konsep materi
pelajaran matematika, dan siswa lebih percaya diri dalam kegiatan
pembelajaran dan dalam bersosialisasi dengan teman sebaya.
b. Bagi guru dan sekolah, memberikan alternatif pendekatan pembelajaran
baru untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran, khususnya terhadap
kemampuan pemahaman konsep siswa.
c. Bagi peneliti, memberikan pengalaman baru dan memotovasi peneliti guna
mengembangkan keterampilan peneliti dalam melakukan penelitian
pendidikan, khususnya bidang pendidikan matematika.
d. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat dimanfaatkan
sebagai perbandingan atau referansi untuk penelitian yang relevan.

Kajian Teori
1. Pemahaman Konsep
Pemahaman berasal dari kata “paham” yang berarti mengerti.
Pemahaman atau comprehension dapat diartikan menguasai sesuatu dengan
pikiran. Pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti dan
memahami sesuatu setelah itu diketahui dan diingat. Pemahaman merupakan
jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau

4
hafalan. Pemahaman adalah kemampuan siswa dalam mengerti dengan benar
tentang sesuatu.
Konsep adalah kelas atau kategori stimulus yang mempunyai ciri-ciri
umum. Konsep adalah ide (abstrak) yang dapat digunakan atau memungkinkan
seseorang untuk mengelompokkan atau menggolongkan sesuatu objek. Konsep
adalah suatu arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang
sama. Konsep dalam matematika dapat diartikan sebagai suatu kategori yang
memiliki ciri tertentu.
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
pemahaman konsep adalah mengerti dengan benar tentang suatu kategori
tertentu.
Pemahaman konsep merupakan hal terpenting yang paling dasar
dalam pembelajaran matematika. Kemampuan memahami konsep menjadi
landasan untuk berpikir dan menyelesaikan masalah atau persoalan, konsep-
konsep itu akan melahirkan teorema atau rumus dan kemudian agar konsep-
konsep dan teorema-teorema dapat diaplikasikan ke situasi yang lain, perlu
adanya keterampilan menggunakan konsep-konsep dan teorema-teorema
tersebut. Oleh karena itu, pembelajaran matematika harus ditekankan ke arah
pemahaman konsep. Suatu konsep yang dikuasai siswa semakin baik apabila
disertai dengan pengaplikasian. Siswa dikatakan telah memahami konsep
apabila ia telah mampu mengabstraksikan sifat yang sama, yang merupakan
ciri khas dari konsep yang dipelajari, dan telah mampu membuat generalisasi
terhadap konsep tersebut. Dalam setting pembelajaran, siswa dianggap dapat
mengkonstruksi makna mereka sendiri berdasarkan pengetahuan mereka
sebelumnya, aktivitas kognitif dan metakognitif mereka, dan kesempatan serta
hambatan yang mereka temui dalam setting pembelajaran tersebut, termasuk
informasi yang tersedia bagi mereka.
2. Metode Pembelajaran Think Pair Share (TPS)
Metode pembelajaran Think Pair Share (TPS) merupakan metode
pendekatan dalam pendekatan pembelajaran koperatf. Metode pembelajaran
Think Pair Share (TPS) merupakan metode pembelajaran yang memberikan

5
kesempatan kepada setiap siswa untuk menunjukkan partisipasi kepada siswa
lain (azizah, 2013: 190). Metode pembelajaran ini memberi kesempatan siswa
untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain. Pembelajaran
kooperatif tipe ini memberikan kesempatan kepada siswa mendiskusikan ide-
ide mereka dan menyediakan sarana bagi mereka untuk melihat metodologi
pemecahan masalah lain. Jika salah satu pasangan siswa tidak mampu
menyelesaikan masalah, pasangan siswa lain sering dapat menjelaskan jawaban
mereka. Akhirnya jika masalah yang ditimbulkan tidak memiliki ”benar”
menjawab, maka kelompok lain akan memeberikan jawaban yang mungkin
lebih benar dalam menjawab persoalan yang diberikan.
Metode belajar ini memberi siswa waktu lebih banyak berpikir,
menjawab, dan saling membantu. Sebelum pembelajaran dimulai guru
membagi kelas menjadi beberapa kelompok di mana masing-masing kelompok
terdiri dari 2 sampai 3 siswa (jika jumlah siswa dalam satu kelas adalah ganjil)
yang mempunyai kemampuan akademik berbeda. Pengelompokan ini bertujuan
agar siswa berkemampuan tinggi bisa membantu siswa berkemampuan rendah
dalam memahami materi.
Guru yang menggunakan metode pembelajaran ini menyajikan materi
secara klasikal, kemudian memberikan permasalahan kepada siswa. Siswa
merenungkan dan mencari kemungkinan jawabannya (think), setelah itu guru
meminta siswa bekerja kelompok dengan cara berpasangan (pair) untuk
mendiskusikan jawaban mereka, kemudian guru menunjuk beberapa kelompok
untuk membagikan hasil diskusi kelompok. Selanjutnya siswa
mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas (share). Dengan demikian,
siswa berpikir individual, kemudian berpasangan, setelah itu menyampaikan
hasil diskusi (mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas).
Secara jelas tahapan-tahapan pembelajaran tipe ini adalah sebagai
berikut:
a. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai kepada
seluruh siswa secara klasikal.
b. Think (Berpikir)

6
Guru memberikan suatu permasalahan dengan memberikan soal
kepada siswa. Guru memberikan waktu yang cukup kepada setiap siswa
untuk menyelesaikan soal yang diberikan secara individual.
c. Pair (Berpasangan)
Setelah siswa menyelesaikan sendiri, guru kemudian meminta
siswa secara berpasangan untuk mendiskusikan jawaban mereka. Pada
kesempatan ini, mereka bisa saling bertukar pikiran dan argumentasi tentang
permasalahan yang diberikan oleh guru.
d. Share (berbagi)
Setelah diskusi berpasangan dirasakan cukup, guru menunjuk
beberapa kelompok untuk membagikan hasil diskusi kelompok. Selanjutnya
siswa mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.
Metode ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode
yang lain (Hamdayama, 2014; 203-205), yaitu:
a. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas;
b. Memperbaiki kehadiran;
c. Angka putus sekolah berkurang;
d. Sikap apatis berkurang;
e. Penerimaan terhadap individu lebih besar;
f. Hasil belajar lebih mendalam; dan
g. Meningkatkan kebaikan budi.
Seperti metode pembelajaran pada umumnya, metode ini juga
memiliki beberapa kelemahan, diantaranya yaitu:
a. Tidak selamanya mudah bagi siswa untuk mengatur cara berpikir sistematik;
b. Lebih sedikit ide yang masuk;
c. Jika ada perselisihan, tidak ada penengah dari siswa dalam kelompok yang
bersangkutan, sehingga banyak kelompok yang melapor dan dimonitori;
d. Jumlah murid yang ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok,
karena ada satu murid tidak mempunyai pasangan atau ada kelompok yang
terdiri dari tiga siswa;
e. Jumlah kelompok yang terbentuk banyak; dan

7
f. Menggantungkan pada pasangan.
3. Pendekatan Open Ended
Pembelajaran dengan problem (masalah) terbuka artinya pembelajaran
yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara (flexibility)
dan solusinya juga bisa beragam (multi jawaban, fluency) (Ngalimun, 2012;
164). Pendekatan open-ended menjanjikan suatu kesempatan kepada siswa
untuk meginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya sesuai
dengan kemampuan mengelaborasi permasalahan. Tujuannya adalah agar
kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan
pada saat yang sama kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasi
melalui proses pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran
dengan open-ended, yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif
antara matematika dan siswa, sehingga mengundang siswa untuk menjawab
permasalahan melalui berbagai strategi.
Tujuan utama pendekatan open ended adalah agar kemampuan
berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat
yang sama, kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasikan
melalui belajar mengajar (mustikari, dkk, portal garuda : 47). Dengan kata lain,
kegiatan kreatif siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuan setiap siswa. Hal yang dapat digarisbawahi adalah perlunya
memberi kesempatan siswa untuk berpikir dengan bebas sesuai dengan minat
dan kemampuannya.
Dalam pendekatan open-ended, guru memberikan permasalahan
kepada siswa yang solusinya atau jawabannya tidak perlu ditentukan hanya
satu jalan/cara. Guru harus memanfaatkan keberagaman cara untuk
menyelesaikan masalah itu untuk memberi pengalaman siswa dalam
menemukan sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan, keterampilan, dan
cara berpikir matematis yang telah diperoleh sebelumnya.
4. Metode Pembelajaran Think Pair Share (TPS) Melalui Pendekatan Open
Ended

8
Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) melalui pendekatan
open-ended dalam penelitian ini adalah cara menyajikan bahan pelajaran
dengan memberikan persoalan dengan bentuk terbuka (soal open-ended) untuk
dipecahkan oleh siswa dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran. Bentuk
kegiatannya akan menerapkan prinsip kerja sama kelompok kecil atau yang
lebih dikenal dengan istilah “small group discussion”, di mana kelompok
tersebut diharapkan untuk berdiskusi kelompok menyelesaikan soal terbuka
yang diberikan oleh guru, dengan diawali setiap siswa memikirkan soal terbuka
yang diberikan guru secara individu, dan diharapkan soal tersebut dikerjakan
dengan berbagai cara atau metode.

Daftar Pustaka
Azizah, Dewi. 2013. Penerapan Pendekatan Struktural Metode Think Pair Share
(TPS) pada Materi Lingkaran untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar
Matematika Siswa. Portal Garuda. Jurnal Delta, Vol. 1, No. 2, Juli 2013,
hlm 115-199.
Hamdayama, Jumanta. 2014. Model dan Metode Pembelajaran Kreatif dan
Berkarakter. Bogor: Ghalia Indonesia.
Ibrahim dan Suparni. 2008. Strategi Pembelajaran Matematika. Yogyakarta:
Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga.
Mustikasari, dkk. Pengembangan Soal-soal Open Ended Pokok Bahasan
Bilangan Pecahan Di Sekolah Menengah Pertama. Portal Garuda. Jurnal
Pendidikan Matematika Vol 4, No 1 (45-60), Program Studi Magister
Pendidikan Matematika FKIP UNSRI.
Ngalimun. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja
Pressindo.
Prof. Dr. Husni Rahiem, https://www.bit.lipi.go.id/masyarakat-
literasi/index.php/component/content/article/644?joscclean=1&comment
id=355 di akses pada tangal 11 november 2017.

Anda mungkin juga menyukai