FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
REFERAT
Maret 2018
Disusun oleh:
Pembimbing:
dr. Akhtar Fajar Musakkir, Sp. JP
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian ilmu penyakit
jantung dan pembuluh darah Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
DAFTAR PUSTAKA 19
DAFTAR GAMBAR
Mitral stenosis terjadi ketika dijumpai adanya obstruksi aliran darah melalui katup
mitral yang menghubungkan atrium kiri dan ventrikel kiri. Obstruksi ini terjadi akibat
kelainan struktural pada katup mitral yang meningkatkan tekanan balik yang disebabkan
penurunan jumlah darah yang dipompakan keluar dari ventrikel kiri.
Demam rematik merupakan penyebab utama terjadinya mitral stenosis. Walaupun
prevalensi demam rematik ini menurun drastis pada negara maju, namun mitral stenosis
masih menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan di seluruh dunia.
Kelainan katup ini merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup yang bersifat
progresif dan terus-menerus. Biasanya perjalanan penyakit yang stabil dan lambat pada awal
tahun akan diikuti dengan percepatan yang progresif beberapa tahun kemudian. Pada
penderita asimtomatik atau dengan simtom minimal, angka harapan hidup dalam 10 tahun
lebih dari 80%, dengan 60% penderita tidak mengalami gejala progresif, tetapi bila ada gejala
dengan keterbatasan yang signifikan, angka harapan hidup dalam 10 tahun menurun hingga
0-15%.
B. DEFINISI
Stenosis mitral merupakan suatu keadaan di mana terjadi gangguan aliran darah dari
atrium kiri melalui katup mitral oleh karena obstruksi pada katup mitral. Kelainan struktur
mitral ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel
kiri pada saat diastole.
Pasien dengan mitral stenosis secara khas memiliki daun katup mitral yang menebal,
kommisura yang menyatu, dan korda tendineae yang menebal dan memendek. Diameter
transversal jantung biasanya dalam batas normal, tetapi kalsifikasi dari katup mitral dan
pembesaran sedang dari atrium kiri dapat terlihat. Meningkatnya tekanan vena pulmonalis
menyebabkan diversi darah yang nampak dengan radiografi berupa pelebaran relatif
pembuluh darah untuk bagian atas paru dibandingkan dengan pembuluh darah untuk bagian
bawah paru. Penyempitan katup mitral menyebabkan katup tidak terbuka dengan tepat dan
menghambat aliran darah antara ruang-ruang jantung kiri. Ketika katup mitral menyempit
(stenosis), darah tidak dapat dengan efisien melewati jantung. Kondisi ini menyebabkan
seseorang menjadi lemah dan nafas menjadi pendek serta gejala lainnya.
Gambar 2.2 Stenosis katup mitral
D. ETIOLOGI
Penyebab tersering mitral stenosis adalah demam rematik. Kira-kira 50% penderita
dengan simtomatik mitral stenosis menunjukkan adanya riwayat menderita demam rematik
akut kurang lebih 20 tahun sebelum gejala klinis muncul. Terdapat kepercayaan bahwa
antigen protein M yang terdapat antara jantung dan streptokokus hemolitikus grup A
menyebabkan serangan autoimun pada jantung dalam respon terhadap infeksi streptokokus.
Adapun faktor yang menyebabkan kerentanan terhadap penyakit ini masih belum jelas.
Penyebab lainnya walaupun jarang yaitu stenosis mitral kongenital, vegetasi dari systemic
lupus eritematosus (SLE), deposit amiloid, mucopolysaccharhidosis, rheumatoid arthritis
(RA), Wipple’s disease, Fabry disease, akibat obat fenfluramin/phentermin, serta kalsifikasi
annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses degeneratif.
Beberapa keadaan juga dapat menimbulkan obstruksi aliran masuk ke ventrikel kiri
seperti Cor triatrium, miksoma atrium serta thrombus sehingga menyerupai stenosis mitral.
Dari pasien dengan penyakit jantung katup ini 60% dengan riwayat demam rematik, sisanya
menyangkal. Selain dari pada itu, 50% pasien dengan karditis rematik akut tidak berlanjut
sebagai penyakit jantung katup secara klinik (Rahimtoola). Pada kasus di klinik (data
tidak dipublikasi) juga terlihat beberapa kasus demam rematik akut yang tidak berlanjut
menjadi penyakit jantung katup, walaupun ada di antaranya memberi manifestasi chorea.
Kemungkinan hal ini disebabkan karena pengenalan dini dan terapi atibiotik yang adekuat.
E. PATOFISIOLOGI
Pada stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses peradangan (valvulitis)
dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis penutupan katup. Proses ini akan
menimbulkan fibrosis dan penebalan daun katup, kalsifikasi, fusi komisura serta pemendekan
korda atau kombinasi dari proses tersebut. Keadaan ini akan menimbulkan distorsi dari
apparatus mitral yang normal, mengecilnya area katup mitral menjadi seperti mulut ikan (fish
mouth) atau lubang kancing (button hole). Fusi dari komisura akan menimbulkan
penyempitan dari orifisium, sedangkan fusi korda mengakibatkan penyempitan dari orifisium
sekunder.
Pada endokarditis reumatik, daun katup dan korda akan mengalami sikatrik dan
kontraktur bersamaan dengan pemendekan korda, sehingga menimbulkan penarikan daun
katup menjadi bentuk (funnel shape.)
Kalsifikasi biasanya terjadi pada usia lanjut dan biasanya lebih sering pada
perempuan dibandingkan laki-laki serta lebih sering pada keadaan gagal ginjal kronik.
Apakah proses degeneratif tersebut dapat menimbulkan gangguan fungsi masih perlu evaluasi
lebih jauh, tetapi biasanya ringan. Proses perubahan patologi sampai terjadinya gejala klinis
(periode laten) biasanya memakan waktu berahun-tahun (10-20 tahun).
Pada keadaan normal katup mitral mempunyai ukuran 4-6 cm2, bila area orifisium
katup berkurang sampai 2 cm2, maka diperlukan upaya aktif atrium kiri berupa peningkatan
tekanan atrium kiri agar aliran transmitral yang normal dapat terjadi. Stenosis mitral kritis
terjadi bila pembukaan katup berkurang hingga menjadi 1 cm2. Pada tahap ini diperlukan
suatu tekanan atrium kiri sebesar 25 mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang
normal. Peningkatan tekanan atrium kiri akan meningkatkan tekanan pada vena pulmonalis
dan kapiler, sehingga bermanifestasi sebagai keluhan sesak (exertional dyspneu). Seiring
dengan perkembangan penyakit, peningkatan tekanan atrium kiri kronik akan menyebabkan
terjadinya hipertensi pulmonal, yang selanjutnya akan menyebabkan kenaikan tekanan dan
volume akhir diastol, regurgitasi trikuspidal dan pulmonal sekunder dan seterusnya sebagai
gagal jantung kanan dan kongesti sistemik.
Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada stenosis mitral.
Pada awalnya hipertensi pulmonal terjadi secara pasif akibat kenaikan tekanan atrium kiri,
terjadi perubahan pada vaskular paru berupa vasokonstriksi akibat bahan neurohormonal
seperti endotelin atau perubahan anatomi yaitu remodel akibat hipertrofi tunika media dan
penebalan intima (reactive hypertension).
Pelebaran progresif dari atrium kiri akan memicu dua komplikasi lanjut, yaitu
pembentukan trombus mural yang terjadi pada sekitar 20% penderita, dan terjadinya atrial
fibrilasi yang terjadi pada sekitar 40% penderita.
Derajat berat ringannya stenosis mitral, selain berdasarkan gradien transmitral, dapat
juga ditentukan oleh luasnya area katup mitral, serta hubungan antara lamanya waktu antara
penutupan katup aorta dan kejadian opening snap. Berdasarkan luasnya area katup mitral
derajat stenosis mitral sebagai berikut:
1. Minimal : bila area >2,5 cm2
2. Ringan : bila area 1,4-2,5 cm2
3. Sedang : bila area 1-1,4 cm2
4. Berat : bila area <1,0 cm2
5. Reaktif : bila area <1,0 cm2
Keluhan dan gejala stenosis mitral akan mulai muncul bila luas area katup mitral
menurun sampai seperdua dari normal (<2-2,5 cm2). Hubungan antara gradien dan luasnya
area katup serta waktu pembukaan katup mitral dapat dilihat pada tabel berikut:
A2-OS: Waktu antara penutupan katup aorta dengan pembukaan katup mitral
Dengan bertambah sempitnya area mitral maka tekanan atrium kiri akan meningkat
bersamaan dengan progresi keluhan. Apabila area mitral <1 cm2 yang berupa stenosis mitral
berat maka akan terjadi limitasi dalam aktifitas.
Gambar 2.3 Mekanisme kerja katup mitral pada sistolik dan diastolik jantung normal
F. MANIFESTASI KLINIS
Kebanyakan penderita mitral stenosis bebas keluhan dan biasanya keluhan utama
berupa sesak napas dan dapat juga berupa fatigue.Pada stenosis mitral yang bermakna dapat
mengalami sesak pada aktifitas sehari-hari, paroksismal nokturnal dispnea, ortopnea atau
oedema paru.
Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga merupakan kejadian yang sering terjadi
pada stenosis mitral, yaitu 30-40%. Sering terjadi pada usia yang lebih lanjut atau distensi
atrium yang akan merubah sifat elektrofisiologi dari atrium kiri, dan hal ini tidak
berhubungan dengan derajat stenosis.
Manifestasi klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral seperti tromboemboli,
infektif endokarditis atau simtomatis karena kompresi akibat besarnya atrium kiri seperti
disfagia dan suara serak.
G. DIAGNOSIS
Diagnosis dari mitral stenosis ditegakkan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks, elektrokardiografi (EKG) atau
ekokardiografi.
1. Anamnesis
Dari riwayat penyakit biasanya didapatkan adanya:
Riwayat demam rematik sebelumnya, walaupun sebagian besar penderita
menyangkalnya.
Dyspneu d’effort.
Paroksismal nokturnal dispnea terjadi karena peninggian kongesti vena paru terjadi
akibat adanya perubahan volume ekstravaskuler atau intravaskular apabila pasien
berada dalam posisi tidur.
Aktifitas yang memicu kelelahan.
Hemoptisis terjadi akibat refleksi hipertensi vena pulmonal ke dalam vena bronchial.
Nyeri dada , mungkin dikaitkan dengan adanya iskemia miokard ventrikel kanan yang
timbul sebagai akibat hipertensi pulmonal yang berat.
Palpitasi biasanya muncul apabila stenosis mitral tersebut sudah disertai adanya
fibrilasi atrial.
2. Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik didapatkan :
Sianosis perifer dan wajah.
Opening snap.
Diastolic rumble.
Distensi vena jugularis.
Respiratory distress.
Digital clubbing.
Systemic embolization.
Tanda-tanda kegagalan jantung kanan seperti asites, hepatomegali dan oedem perifer
Stenosis mitral yang murni (isolated) dapat dikenal dengan terdengarnya bising mid
diastolik yang bersifat kasar, bising menggenderang (rumble), aksentuasi presistolik dan
bunyi jantung satu yang mengeras. Jika terdengar bunyi tambahan opening snap berarti katup
masih relative lemas (pliable) sehingga waktu terbuka mendadak saat diastole menimbulkan
bunyi yang menyentak (seperti tali putus). Jarak bunyi jantung kedua dengan opening snap
memberikan gambaran beratnya stenosis. Makin pendek jarak ini berarti makin berat derajat
penyempitannya. Komponen pulmonal bunyi jantung ke-2 dapat mengeras disertai bising
sistolik karena adanya hipertensi pulmonal. Jika sudah terjadi insufisiensi pulmonal maka
dapat terdengar bising diastolik dini dari katup pulmonal.
3. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Foto Thorax
Dari pemeriksaan foto thoraks, didapatkan :
Foto PA :
1. Batas kiri atas jantung menonjol (auricular appendage)
2. Double contour batas kanan jantung
3. Apeks jantung bulat bila ventrikel kanan membesar
4. Bronchus utama kiri terangkat, karena atrium kiri membesar
5. Corakan vascular paru bertambah
Foto LAO :
Tampak atrium membesar tepat dibawah bronchus kiri terjadi karena volume atrium
kiri meningkat akibat ketidakmampuan atrium untuk mengosongkan diri secara
normal dikarenakan terjadi oedema pada arteri pulmonalis akibat bendungan yang
terjadi pada katub mitral yang sempit.
Gambar 2.4 gambaran radiologi oedema a.pulmonalis dan double contour
Keterangan gambar :
1. Pembesaran ventrikel kanan
2. Pembesaran atrium kiri
3. Bronkus kiri utama terangkat
Gambar 2.6 gambaran radiologi mitral stenosis
Keterangan :
Terdapat pembesaran ventrikel kiri
Pembesaran ventrikel kanan
Pembesaran dari arteri pulmonalis
Kalsifikasi katup mitral
Pembesaran ventrikel kanan, hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan pada
atrium kiri dan vena pulmonalis sehingga menyebabkan tekanan di dalam sirkulasi paru juga
bertamabah tinggi (hipertensi pulmonal).Hipertensi pulmonal meningkatkan resistensi ejeksi
ventrikel kanan menuju arteri pumonalis.Ventrikel kanan berespon terhadap peningkatan
beban tekanan ini dengan hipertrofi otot.
2) Pemeriksaan EKG
Dari pemeriksaan EKG dapat terlihat adanya gelombang P mitral berupa takik pada
gelombang P dengan gambaran QRS kompleks yang normal. Pada tahap lebih lanjut dapat
terlihat perubahan aksis frontal yang bergeser ke kanan dan kemudian akan terlihat gambaran
RS pada hantaran prekordial kanan.
3) Pemeriksaan Ekokardiografi
Dari pemeriksaan ekokardiografi akan memperlihatkan:
1. E-Fslope mengecil dari anterior leaflets katup mitral, dengan menghilangnya
gelombang a,
2. Berkurangnya permukaan katup mitral,
3. Berubahnya pergerakan katup posterior,
4. Penebalan katup akibat fibrosis dan multiple mitral valve echo akibat kalsifikasi.
A. Ekokardiografi Doppler
Pada aliran normal, kecepatan puncak hanya 0,8 m/det dan turun menuju nol dengan
cepat dengan peningkatan diastolic akhir karena kontraksi atrium, sementara pada
stenosis mitral kecepatan puncak awal lebih tinggi, hamper 2 m/det dan turun lebih
lambat sehingga mempertahankan kecepatan yang lebih tinggi sepanjang diastole
sebelum peningkatan sekunder yang disebabkan oleh kontraksi atrium.
B. Ekokardiografi transesofageal
Pemeriksaan ekokardiografi dengan menggunakan tanduser endoskopi,
sehingga jendela ekokargiografi akan lebih luas, terutama untuk struktur katup, atrium
kiri atau apendiks atrium. Untuk pemeriksaan rutin kurang dianjurkan tetapi pada
prosedur valvulotomi balon dan pertimbangan antikoagulan sebaiknya dilakukan.
Gambar 2.12 Stenosis mitral cincin supravalvular pada parasternal long axis view
Ekokardiografi 2 dimensi dengan pencitraan aliran warna pada parasternal long axis
view, tapak aliran turbulen (panah) di saat diastolik dari atrium kiri (LA) ke ventrikel
kiri (LV), disebabkan oleh cincin mitral supravalvular obstruktif.
Gambar2.15 Struktur katup mitral pada stenosis mitral dengan transtorakal ekokardiografi
4). CT Scan
Gambar 2.16 Gambaran mitral stenosis pada ct scan
Keterangan : Terdapat pembesaran pada atrium kiri (LA) dan kalsifikasi pada katup
mitral (panah putih).
5) Kateterisasi
Penilaian invasive dengan kateterisasi jantung terbatas untuk subgroup pasien
tertentu, dipergunakan secara primer untuk suatu prosedur pengobatan intervensi nonbedah
misalnya, valvulotomi dengan balon, untuk menggambarkan anatomi koroner dan tidak lagi
merupakan keharusan sebelum pembedahan katup mitral.
H. DIAGNOSA BANDING
1. Insufisiensi mitral
Bentuk jantung pada insufisiensi mitral ini hampir sama dengan stenosis mitral. Pada
insufisiensi mitral, ventrikel kiri nampak besar; sedang pada stenosis mitral ventrikel kiri
normal atau mengecil.
2. Regurgitasi Aorta
Hipertrofi ventrikel kiri yang jelas, pengurangan bunyi jantung pertama (S1) dan tidak
adanya opening snap pada auskultasi menyokong kearah regurgitasi aorta.
I. KOMPLIKASI
a. Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium ditemukan antara 40-50% pada stenosis mitral yang
simtomatis, walaupun hanya sedikit hubungannya antara fibrilasi atrium dengan
beratnya stenosis. Mekanisme timbulnya fibrilasi atrium belum diketahui secara jelas.
Adanya peningkatan tekanan pada atrium kiri yang lama cenderung menimbulkan
hipertrofi dan dilatasi atrium kiri, dan perubahan struktur ini diduga dapat merubah
keadaan elektrofisiologi atrium kiri, yang merupakan faktor predeposisi untuk
menimbulkan aritmia atrium.
Pada fibrilasi atrium kronik biasanya ditemukan fibrosis internodal tract dan
perubahan struktur SA node, tetapi perubahan ini juga ditemukan pada semua keadaan
yang memperlihatkan fibrilasi atrium disamping karena penyakit jantung reumatik.
Fibrilasi atrium biasanya ditemukan pada pasien dengan usia diatas 40 tahun.
b. Emboli sistemik
Emboli sistemik merupakan komplikasi yang serius pada stenosis mitral.
Lebih 90% emboli sistemik berat berasal dari jantung dan penyakit jantung reumatik.
Pasien penyakit jantung reumatik yang mengalami embolisasi terutama terjadi pada
pasien dengan kerusakan katup mitral, dan stenosis mitral. Diduga antara 9-20%
pasien penyakit jantung reumatik yang menyerang katup mitral mengalami
embolisasi. Sekitar dua pertiga pasien mengalami stenosis mitral dengan konplikasi
emboli ditemukan fibrilasi atrium; semakin tua usia, walau tanpa fibrilasi atrium
,semakin cenderung timbul komplikasi emboli. Mortalitas akibat emboli serebri
sekitar 50%, sedangkan mortalitas keseluruhan diduga sekitar 15%.
d. Endokarditis
Pada pasien dengan katup jantung normal, sel dalam tubuh akan
mengahancurkan baktri-bakteri penyebab endokarditis. Tetapi pada katub jantung
yang rusak dapat menyebabkan bakteri tersebut tersangkut pada katup tersebut
(Medicastore, 2012).
J. PENATALAKSANAAN
Stenosis mitral merupakan kelainan mekanis, oleh karena itu obat-obatan hanya
bersifat suportif atau simtomatis terhadap gangguan fungsional jantung, atau pencegahan
terhadap infeksi. Beberapa obat-obatan seperti antibiotik golongan penisilin, eritromisin,
sefalosporin sering digunakan untuk demam rematik atau pencegahan endokardirtis. Obat-
obatan inotropik negatif seperti ß-blocker atau Ca-blocker, dapat memberi manfaat pada
pasien dengan irama sinus yang memberi keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat
seperti pada latihan.
Fibrilasi atrium pada stenosis mitral muncul akibat hemodinamik yang bermakna
akibat hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel serta frekuensi ventrikel yang
cepat. Pada keadaan ini pemakaian digitalis merupakan indikasi, dapat dikombinasikan
dengan penyekat beta atau antagonis kalsium.
Antikoagulan warfarin sebaiknya digunakan pada stenosis mitral dengan fibrilasi
atrium atau irama sinus dengan kecenderungan pembentukan trombus untuk mencegah
fenomena tromboemboli.
Valvotomi mitral perkutan dengan balon, pertama kali diperkenalkan oleh Inoue pada
tahun 1984 dan pada tahun 1994 diterima sebagai prosedur klinik. Mulanya dilakukan dengan
dua balon, tetapi akhir-akhir ini dengan perkembangan dalam teknik pembuatan balon,
prosedur valvotomi cukup memuaskan dengan prosedur satu balon.
Intervensi bedah, reparasi atau ganti katup (komisurotomi) pertama kali diajukan oleh
Brunton pada tahun 1902 dan berhasil pertama kali pada tahun 1920.Akhir-akhir ini
komisurotomi bedah dilakukan secara terbuka karena adanya mesin jantung-paru. Dengan
cara ini katup terlihat jelas antara pemisahan komisura, atau korda, otot papilaris, serta
pembersihan kalsifikasi dapat dilakukan dengan lebih baik.Juga dapat ditentukan tindakan
yang akan diambil apakah itu reparasi atau penggantian katup mitral dengan protesa.
L. KESIMPULAN
1. Stenosis mitral merupakan suatu keadaan di mana terjadi gangguan aliran darah dari
atrium kiri melalui katup mitral oleh karena obstruksi pada katup mitral. Kelainan
struktur mitral ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan
pengisian ventrikel kiri pada saat diastole.
2. Penyebab tersering dari stenosis mitral adalah demam reumatik oleh infeksi kuman
Streptococcus.
3. Diagnosis dari stenosis mitral ditegakkan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,
foto thoraks (berupa kardiomegali, edem paru, peningkatan dan pembesaran
pembuluh darah pulmonal serta adanya kalsifikasi), EKG dan Ekokardiografi.
DAFTAR PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Katup yang terserang penyakit dapat mengalami dua jenis gangguan fungsional: (1)
regurgitasi – daun katup tidak dapat menutup rapat sehingga darah dapat mengalir balik
(sinonim dengan insufisiensikatup dan inkompetensikatup); (2) stenosiskatup – lubang katup
mengalami penyempitan sehingga aliran darah mengalami hambatan. Insufisiensi dan
stenosis dapat terjadi bersamaan pada satu katup, dikenal sebagai “lesi campuran” atau terjadi
sendiri yang disebut sebagai “lesi murni”.1,3
1
B. DEFINISI
Regurgitasi mitral adalah suatu keadaan di mana terdapat aliran darah balik dari ventrikel
kiri ke dalam atrium kiri pada saat sistol, akibat tidak dapat menutupnya katup mitral secara
sempurna. Dengan demikian, aliran darah saat sistol akan terbagi dua:1,2
Muskulus papillaris:
o Terdiri dari dua buah, tempat berpangkalnya kedua chordae tendinea, dan
berhubungan langsung dengan dinding ventrikel kiri.
o Berfungsi untuk menyanggah kedua chordae.
2
o Muskulus papillaris adalah bagian dari endokardium yang menonjol, satu di
medial, dan satu lagi di dinding lateral.
D. ETIOLOGI
Etiologi MR akut
Etiologi MR kronik
3
Etiologi MR kronik sangat banyak. MR kronik dapat terjadi pada penyakit jantung
valvular yang berlangsung secara “slowly progressive”, seperti pada penyakit jantung
rematik. Dapat juga terjadi sebagai konsekuensi lesi akut seperti perforasi katup atau ruptur
korda yang tidak pernah memperlihatkan gejala-gejala akut, namun dapat diadaptasi sampai
timbul bentuk kronis dari MR. Beberapa jenis etiologi MR kronik terdiri dari hal-hal sebagai
berikut:4
MR karena reumatik
Biasanya disertai juga dengan stenosis mitral berbagai tingkatan dan fusi dari
“commisura”, hanya sekitar 10% kasus rematik mitral murni MR tanpa ada stenosis.
MR berat karena rheuma yang memerlukan tindakan operasi masih sering ditemukan
pada negara-negara yang sedang berkembang, tetapi sudah jarang di negara-negara
yang sudah maju. Biasanya lesi rematik dapat berupa retraksi fibrosis pada apparatus
valvuler, yang mengakibatkan koaptasi dari katup mitral tidak berfungsi secara
sempurna.Pada kasus-kasus MR yang mengalami koreksi operasi, terdapat 3-40%
karena atas dasar reumatik.4
MR Degeneratif
Yang paling sering penyebabnya adalah mitral valve prolapse (MVP), di mana terjadi
gerakan abnormal dari daun katup mitral ke dalam atrium kiri saat sistol, diakibatkan
oleh tidak adekuatnya sokongan (“support”) dari korda, memanjang atau ruptur, dan
terdapat jaringan valvular yang berlebihan.4
Di negara-negara maju, lesi MVP merupakan lesi yang terbanyak didapatkan, 20-70%
dari kasus-kasus MR yang mendapat tindakan koreksi dengan operasi.
4
juga terjadi akibat dilatasi ventrikel kiri, aneurisma ventrikel, miokardiopati atau
miokarditis.4
E. PATOFISIOLOGI
MR akut
Pada MR primer akut, atrium kiri dan vetrikel kiri yang sebelumnya normal-normal
saja, tiba-tiba mendapat beban yang berlebihan (“severe volume overload”). Pada saat sistol
atrium kiri akan mengalami pengisian yang berlebihan, di samping aliran darah yang biasa
dari vena-vena pulmonalis, juga mendapat aliran darah tambahan dari ventrikel kiri akibat
regugirtasi tadi. Sebaliknya pada saat diastol, volume darah yang masuk ke ventrikel kiri
akan mengalami peningkatan yang berasal dari atrium kiri yang mengalami volume overload
tadi. Dinding ventrikel kiri cukup tebal tidak akan sempat berdilatasi, namun akan
mengakibatkan mekanisme Frank-Starling akan berlangsung secara maksimal, yang
selanjutnya pasien masuk dalam keadaan dekompensasi jantung kiri akut. Tekanan atau
volume ventrikel kiri yang berlebih diteruskan ke atrium kiri, selanjutnya ke vena-vena
pulmonalis dan timbullah edema paru yang akut. Pada saat yang bersamaan pada fase sistol
di mana ventrikel kiri mengalami volume overload dan tekanan di ventrikel kiri mengalami
volume overload dan tekanan di ventrikel kiri meningkat, tekanan after load berkurang akibat
regurgitasi ke atrium kiri yang bisa mencapai 50% dari strok volume ventrikel kiri. Aliran
darah ke aorta (sistemik) akan berkurang karena berbagi ke atrium kiri. Akibatnya cardiac
output akan berkurang walaupun fungsi ventrikel kiri sebelumnya masih normal atau bahkan
diatas normal. Pada keadaan seperti ini, pasien akan memperlihatkan gejala-gejala gagal
jantung kiri akut, kongesti paru, dan penurunan cardiac output.1,4
MR kronik
Tidak sempurnanya koaptasi dari kedua daun katup mitral pada fase sistol,
menimbulkan ada pintu/celah terbuka (“regurgitant orifice”) untuk aliran darah balik ke
atrium kiri. Adanya “systolic pressure gradient” antara ventrikel kiri dengan atrium kiri, akan
5
mendorong darah balik ke atrium kiri. Volume darah yang balik ke atrium kiri disebut
“volume regirgitatant”, dan presentase regurgitant volume dibanding dari total ejection
ventrikel kiri, disebut sebagai fraksi regurgitan. Dengan demikian pada fase sistole, akan
terdapat beban pengisian atrium kiri yang meningkat, dan pada fase diastol, beban pengisian
ventrikel kiri juga akan meningkat, yang lama kelamaan akan memperburuk performance
ventrikel kiri (“remodelling”). 1,4
Pada MR kronis, terjadi dilatasi ventrikel kiri, walau lebih ringan ketimbang pada
regurgitasi aorta (AR), pada tingkat regurgitasi yang sama. Tekanan volume akhir diastol
(“end diastolic volume”) dan regangan dinding ventrikel (“wall stress”) akan meningkat.
Volume akhir sistol akan meningkat pada MR kronik, meskipun demikian, regangan akhir
sistole dinding ventrikel kiri biasanya masih normal. Selanjutnya massa ventrikel kiri pada
MR akan meningkat sejajar dengan besarnya dilatasi ventrikel kiri.1,4
Fungsi ventrikel kiri sulit dinilai karena ada perubahan pada preload dan after load.
After load lebih sulit lagi dinilai karena ada aliran darah regurgitasi ke atrium kiri, yang
sedikit banyak akan mengurangi tahanan pengeluaran darah dari ventrikel kiri, padahal
pengukuran after load dan regangan akhir dinding ventrikel kiri masih dalam batas normal.
Bagaimanapun juga, terdapat korelasi terbalik antara tekanan akhir dinding ventrikel dengan
fraksi ejeksi pada MR.1,4
Petunjuk yang cukup komplek dengan memakai after load seperti regangan akhir
sistolik dinding ventrikel kiri atau elastan maksimum yang disejajarkan dengan volume
ventrikel kiri, dapat dipakai sebagai pengukur perubahan fungsi ventrikel kiri yang cukup
sensitif.Disfungsi ventrikel kiri akibat MR merupakan petanda prognase yang tidak baik.1,4
6
proporsional dengan derajat MR. Tetapi MR fungsional punya arti klinis yang penting,
berhubungan dengan peninggian volume dan tekanan di atrium kiri, dan suatu pertanda
penyakit miokardium yang sudah lanjut. MR fungsional sangat efektif diobati dengan
vasodilator.1,4
F. MANIFESTASI KLINIS
MR akut
Pasien MR berat akut hampir semuanya simptomatik. Pada beberapa kasus dapat
diperberat oleh adanya ruptur chordae, umumnya ditandai oleh sesak nafas dan rasa lemas
yang berlebihan, yang timbul secara tiba-tiba.Kadang ruptur korda ditandai oleh adanya nyeri
dada, orthopnea, paroxysmal nocturnal dispnea dan rasa capai kadang ditemukan pada MR
akut.3,4
Dari anamnesis juga kemungkinan dapat diperoleh perkiraan etiologi dari MR akut.
MR akut akibat iskemia berat, dapat diperkirakan pada kasus dengan syok atau gagal jantung
kongestif pada pasien dengan infark akut, terutama bila didapatkan adanya murmur sistolik
yang baru, walau kadang tidak ditemukan murmur sistolik pada MR akut akibat iskemia,
karena dapat terjadi keseimbangan tekanan darah di dalam ventrikel kiri dan atrium kiri, yang
dapat menimbulkan lamanya murmur memendek sehingga pada auskultasi sulit dideteksi. 3,4
MR kronik
Sesak nafas berat saat beraktivitas, paroxysmal nocturnal dyspnea atau edema paru
bahkan hemoptisis dapat juga terjadi.Gejala-gejala berat tersebut dapat dipicu oleh fibrilasi
atrial yang baru timbul atau karena peningkatan derajat regurgitasi, atau ruptur korda atau
menurunnya performance ventrikel kiri. 1,4
7
Sedangkan periode transisi dari akut menjadi kronik MR, dapat juga terjadi misalnya
dari gejala akut seperti edema paru dan gagal jantung dapat mereda secara progresif akibat
perbaikan performance ventrikel kiri atau akibat pemberian diuretika. 1,4
G. PEMERIKSAAN FISIK1,4
Gallop atrial biasanya terdengar pada MR dengan awitan yang masih baru dan pada
MR fungsional atau iskemia serta pada irama yang masih sinus. Pada MR karena MVP dapat
terdengar mid systolic click yang merupakan petanda MVP, bersamaan dengan murmur
sistolik. Hal ini terjadi sebagai akibat peregangan yang tiba-tiba dari chordae tendinea.
Petanda utama dari MR adalah murmur sistolik, minimal derajat sedang, berupa
murmur holosistolik yang meliputi bunyi jantung pertama sampai bunyi jantung kedua.
Murmur biasanya bersifat blowing, tetapi bisa juga bersifat kasar (harsh) terutama pada
MVP. Pada MR karena penyakit jantung valvular dan MVP dari daun katup anterior,
punctum maximum terdengar di apeks, menjalar ke aksila. Sedangkan pada MVP katup
posterior arah “jet” dari murmur menuju superior dan medial. Akibatnya murmur menjalar ke
basis jantung dan sulit dibedakan dengan murmur karena stenosis aorta atau kardiomiopati
obstruktif. Murmur juga bisa terdengar di punggung. Murmur biasanya paralel dengan derajat
MR, namun tidak demikian pada MR karena iskemia atau fungsional.
8
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
ELEKTROKARDIOGRAFI1,4,5
Gambaran EKG pada MR tidak ada yang spesifik, namun fibrilasi atrial sering
ditemukan pada MR karena kelainan organik. MR karena iskemia, Q patologis dan LBBB
bisa terlihat sedangkan pada MVP bisa terlihat perubahan segmen ST-T yang tidak spesifik.
Pada keadaan dengan irama sinus, tanda-tanda dilatasi atrium kiri (LAH) dan dilatasi atrium
kanan (RAH) bisa ditemukan apabila sudah ada hipertensi pulmonal yang berat.Tanda-tanda
hipertrofi ventrikel kiri (LVH) bisa juga ditemukan pada MR kronik.
FOTO TORAKS4
EKOKARDIOGRAFI4
Ekokardiografi Doppler saat ini merupakan alat diagnostik yang utama pada
pemeriksaan pasien dengan MR. Dengan Eko Doppler, dapat diketahui morfologi lesi katup
mitral, derajat atau beratnya MR. Juga mengetahui beratnya MR. Juga mengetahui fungsi
ventrikel kiri dan atrium kiri. Dengan eko bisa diketahui etiologi dari MR.
I. PENATALAKSANAAN2,5
9
Terapi Medikamentosa pada MR akut
Sodium nitroprusid diberikan secara intravena, sangat bermanfaat karena half life
sanagt pendek, sehingga mudah dititrasi, apalagi bila diberikan dengan pemasangan Swan
Ganz catheter.Pada pasien MR berat dengan hipotensi, sebaiknya pemberian sodium
nitroprusid harus dihindari. Intra Aortic Balloon Counter Pulsation dapat dipergunakan untuk
memperbaiki mean arterial blood pressure, di mana diharapkan dapat mengurangi after load
dan meningkatkan forward output (pengeluaran darah dari ventrikel kiri). Penggantian katup
mitral baru bisa dipertimbangkan sesudah hemodinamik stabil.
Prevensi terhadap endokarditis infektif pada MR sangat penting. Pasien usia muda
dengan MR karena penyakit jantung rematik harus mendapat profilaksis terhadap demam
rematik. Untuk pasien dengan AF perlu diberikan digoksin dan atau beta blocker untuk
kontrol frekuensi detak jantung (rate control).
Antikoagulan oral harus diberikan pada pasien dengan AF.Penyekat beta merupakan
obat pilihan utama pada sindrom MVP, di mana sering ditemukan keluhan berdebar dan nyeri
dada.Diuretika sangat bermanfaat untuk kontrol gagal jantung, dan untuk kontrol keluhan
terutama sesak nafas. ACE inhibitor dilaporkan bermanfaat pada MR dengan disfungsi
ventrikel kiri, memperbaiki survival dan memperbaiki simptom. Juga MR fungsional sangat
bermanfaat dengan ACE inhibitor ini.
Terapi Operasi
10
Ada dua pilihan yaitu rekonstruksi dari katup mitral dan penggantian katup mitral.
Ada beberapa pendekatan dengan rekonstruksi valvular ini, tergantung dari morfologi lesi
dan etiologi MR, dapat berupa valvular repair misalnya pada MVP, annuloplasty,
memperpendek korda dan sebagainya.
Sebelum rekontruksi atau replacement perlu penilaian aparatus mitral secara cermat,
dan performance dari ventrikel kiri.Namun kadang saat direncanakan rekonstruksi, sesudah
dibuka, ternyata harus diganti (di ‘replacement’).
Kapan tindakan penggantian katup dilakukan masih banyak para ahli yang belum
sepaham, namun ada kecenderungan semakin cepat semakin baik, sebelum terjadi disfungsi
ventrikel kiri.Disfungsi ventrikel kiri biasanya irreversible, walau katupnya sudah diganti.
11
DAFTAR PUSTAKA
3. Sudoyo A.W. Setyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna
publishing.2009
4. ACCF/AHA Guidline for Mitral regurgitation : a Report of the American College of
Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on practice
Guidlines. 2013
5. Swanton R.H. Cardiology. Blackwell Science Ltd
12