Anda di halaman 1dari 39

Library Manager

Date Signature

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
REFERAT
JANUARI 2018

Intoksikasi Alkohol

Oleh :
Dwi Hardiyanti C11112019
Andi Muh. Octavian Pratama C11112023
Gheatrix Bareallo Pabutungan C11112026

Residen Pembimbing :
dr. Herri David Octavianus Mundung

Supervisor Pembimbing :
dr. Truly D. Dasril, Sp.PA(K),DFM,Sp.F

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

i
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

NAMA/NIM : Dwi Hardiyanti C11112019


Andi Muh. Octavian Pratama C11112023
Gheatrix Bareallo Pabutungan C11112026

JUDUL REFARAT : Intoksikasi Alkohol


Telah Menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.

Makassar, Januari 2018

Mengetahui

Supervisor Pembimbing

dr. Truly D. Dasril, Sp.PA(K),DFM,Sp.F dr. Herri David Octavianus Mundung

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL …………………………………………………………. I


LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. iii
STANDAR KOMPETENSI DOKTER INDONESIA ……………………….. iv
DISCLAIMER …………………………………………………………………… v
KERANGKA KONSEP ……………………………….……………………….. vi
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….... 1
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………….. 2
II.1 Definisi Intoksikasi Alkohol………………………………………… 2
II.2 Epidemiologi……………………………………………….………... 4
II.3 Alkohol dan Derivatnya……………………………………………... 5
II.4 Farmakokinetik………………………………………………………. 6
II.5 Farmakodinamik……………………………………………………... 10
II.6 Gejala-gejala Intoksikasi Alkohol………..………………………….. 14
II.6.1 Intoksikasi Akut………….………………….……………. 14
II.6.2 Intoksikasi Kronik………………………………………… 16
II.7 Cara Mendiagnosis Intoksikasi Alkohol pada Korban Hidup………. 19
II.8 Cara Mendiagnosis Intoksikasi Alkohol pada Korban Post Mortem... 20
II.9 Pemeriksaan Kedokteran Forensik…………………………………... 23
II.9.1 Etanol……………………………………………………… 23
II.9.2 Metil Alkohol……………………………………………... 24
II.10 Pemeriksaaan Laboratorium………………………………………… 25
II.10.1 Etanol……………………………………………………... 25
II.10.2 Metil Alkohol…………………………………………....... 26
II.11 Penatalaksanaan………………..……………………………………. 26
II.12 Kondisi Hukum……………………………………………………… 29
BAB III PENUTUP…………………………………………………………….. 30
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….... vii
TAKE HOME MESSAGE……………………………………………………… viii

STANDAR KOMPETENSI DOKTER INDONESIA

iii
DISCLAIMER

Referat ini kami buat dengan mengambil dan menambahkan pembahasan


dari referat yang dibuat oleh :

1. Judul : Intoksikasi Alkohol (R/III/27/2016)


Penyusun : Ferdinan Allotodang (C 111 11 888)

iv
A. Ari Trisnawati (C 111 11 332)
Supervisor : Dr. dr. Berti J. Nelwan, M.KES, SpPA, Sp.F, DFM.
Tahun : Januari 2016

KERANGKA KONSEP

v
vi
BAB I
PENDAHULUAN

Toksikologi merupakan ilmu yang mencakup berbagai disiplin ilmu, antara


lain ilmu kimia, Farmakologi, Biokimia, Forensic Medicine dan lain sebagainya.
Disamping itu ilmu ini terus berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu-ilmu
lainnya. Dalam ilmu toksikologi dipelajari berbagai sumber, sifat, serta khasiat
racun, gejala-gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang
didapatkan pada korban yang meninggal. Faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya keracunan atau intoksikasi, antara lain cara masuk dari racun tersebut,
umur, kondisi tubuh, kebiasaan serta idiosinkrasi dan adanya alergi pada vitamin
E, penisilin, streptomisin dan prokain.1
Alkohol banyak terdapat dalam berbagai minuman yang biasa dikenal
sebagai minuman keras dan sering menimbulkan mabuk, keracunan, bahkan
kematian. Seseorang dikatakan menderita keracunan alkohol ketika jumlah
alkohol yang dikonsumsi orang tersebut menghasilkan perubahan perilaku atau
fisik. Keracunan alkohol menyebabkan penurunan daya reaksi atau kecepatan,
kemampuan untuk menduga arah dan keterampilan mengemudi sehingga
cenderung menimbulkan kecelakaan lalu lintas di jalan, pabrik dan sebagainya.
Penurunan kemampuan untuk mengontrol diri, dan hilangnya kapasitas untuk
berpikir kritis mungkin menimbulkan tindakan yang melanggar hukum seperti
pemerkosaan, penganiayaan, dan kejahatan lainnya. Dengan kata lain, mental dan
kemampuan fisik orang tersebut terganggu. Selain tanda-tanda gangguan fisik dan
mental, tingkat alkohol juga dapat diukur dalam darah.2,3
Keracunan alkohol didalam tubuh bisa karena disengaja misal usaha
bunuh diri atau tidak disengaja karena tidak tahu bahwa alkohol terdiri dari
beberapa jenis. Alkohol bisa berupa ethyl alkohol (ethanol), propyl alcohol
(Isopropanol), ethylene glycol dan methyl alcohol (methanol), dua jenis terakhir
ini disebut alkohol beracun sebab lebih cepat mematikan daripada yang lain.2

BAB II

1
PEMBAHASAN

II. 1 Definisi Intoksikasi Alkohol


Kata alkohol diambil dari bahasa arab yaitu “Al kohl” yang berarti
“something subtle” atau sesuatu yang halus atau jernih.4 Alkohol adalah suatu zat,
yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat luas, pada dosis yang rendah, alkohol
mempunyai efek menguntungkan seperti menurunkan kejadian infark miokard,
stroke, batu kandung empedu dan kemungkinan penyakit Alzheimer. Akan tetapi
bila dikonsumsi lebih dari dua gelas dengan ukuran standar dalam sehari, dapat
menyebabkan masalah kesehatan pada beberapa sistem organ. Mengonsumsi
alkohol dalam jumlah besar dan secara terus-menerus dapat memperpendek
harapan hidup baik pada laki-laki maupun perempuan, pada semua jenis budaya
dan tingkat sosial ekonomi.4
Intoksikasi alkohol adalah kondisi klinis membahayakan yang disebabkan
karena mengonsumsi alkohol dalam jumlah yang besar dan dalam periode waktu
yang singkat. Keadaan ini diikuti oleh adanya perubahan perilaku, psikomotor dan
kognitif. Efek klinis yang paling sering dijumpai pada intoksikasi alkohol adalah
depresi sistem saraf pusat. Kematian akibat intoksikasi alkohol terjadi ketika
konsentrasi alkohol dalam otak meningkat pada level yang melumpuhkan sistem
pernapasan. Intoksikasi alkohol juga dikenal sebagai keracunan alkohol akut.5,6
Konsumsi alkohol yang cepat dan dalam jumlah besar dapat membebani
kapasitas metabolisme hati, menyebabkan konsentrasi alkohol dalam darah
meningkat pesat. Jika konsentrasi alkohol dalam darah 0,25-0,40 gram/dl,
keracunan alkohol dapat menyebabkan ucapan yang tak jelas, ataksia, pingsan,
koma, dan akhirnya kematian. Pada titik ini, pusat-pusat otak yang mengontrol
jantung dan paru-paru, sebagian dibius, koma atau mengalami kematian. Beberapa
penelitian telah memperkirakan konsentrasi alkohol dalam darah yang mematikan
sebagai 0,50 gram/dl, namun variasi yang besar dalam toleransi konsentrasi
alkohol dalam darah telah diamati. Peminum yang berpengalaman dapat
mentolerir konsentrasi alkohol dalam darah dengan tingkatyang jauh lebih tinggi
dibandingkan peminum yang tidak berpengalaman.7

2
Faktor-faktor seperti jenis kelamin, ukuran, usia, kondisi medis yang
sudah ada sebelumnya (misalnya, penyakit jantung), dan apakah ada obat lain
yang digunakan dalam mengkombinasikan dengan alkohol juga memiliki peran
penting. Ketika obat lain dikombinasikan dengan alkohol maka konsentrasi
alkohol dalam darah bahkan pada tingkat lebih rendah dapat berakibat fatal
sebagai akibat dari kombinasi alkohol dan interaksi obat lainnya.7
Menurut penelitian, kematian akibat keracunan alkohol jarang terjadi jika
kematian tersebut disebabkan oleh satu penyebab dasar. (Penyebab dasar
didefinisikan sebagai penyakit atau cedera yang memprakarsai suatu peristiwa
yang mengarah langsung atau tidak langsung kepada kematian, atau suatu
kecelakaan atau kekerasan yang menghasilkan cedera fatal). Untuk setiap
kematian, hanya ada satu penyebab yang mendasari. Namun, jumlah kematian
yang disebabkan oleh keracunan alkohol meningkat sekitar lima kali lipat melalui
analisis Multiple Cause of Death (MCOD), yang menambahkan semua penyebab
yang berkontribusi selain penyebab yang mendasari. Penyebab yang berkontribusi
terhadap kematian didefinisikan sebagai kondisi signifikan lainnya yang
berkontribusi terhadap kematian, tetapi tidak menyebabkan kematian secara
langsung. Multiple Cause of The Death telah direkomendasikan untuk
memberikan analisis yang lebih lengkap terhadap statistik kematian.7

II.2 Epidemiologi
Intoksikasi alkohol adalah hal yang lumrah pada lingkungan modern,
karena luasnya ketersediaan alkohol. Lebih dari 8 juta orang amerika dipercaya
mengalami ketergantungan alkohol dan 15% diantaranya beresiko mengalami
intoksikasi alkohol.8
Data yang relevan untuk beberapa tahun terakhir yang tersedia (1996
sampai 1998) berasal dari beberapa penyebab kematian publik dengan
menggunakan data dari National Center for Health Statistics (NCHS). Data
kematian yang dianggap berasal dari keracunan alkohol baik sebagai penyebab
yang mendasari ataupun sebagai 1 hingga 20 penyebab yang berkontribusi dipilih
dan dianalisis. Hasilnya rata-rata jumlah kematian tahunan akibat keracunan

3
alkohol yang tercatat sebagai penyebab kematian langsung adalah 317, dengan
rasio angka kematian yakni 0,11 per 100.000 penduduk. Rata-rata 1.076 kematian
tambahan mencatat keracunan alkohol sebagai penyebab yang kontribusi,
sehingga jumlah kematian akibat keracunan alkohol yakni 1.393 per tahun (0,49
per 100.000 populasi).7
Sedangkan pada tahun 2010 – 2012 dilaporkan setiap tahun terjadi
sebanyak 2.221 kasus keracunan ethanol yang berakhir dengan kematian pada
umur diatas 15 tahun di Amerika (8.8 kematian dalam 1 juta populasi), dari data
tersebut didapatkan 1.681 diantaranya diantaranya berusia 35-64 tahun dan 1.696
diantaranya adalah pria. Penggunaan ethanol jangka panjang mengakibatkan
kerusakan sistem gastrointestinal dan kerusakan hepar. Koma, stupor, depresi
pernapasan, hipotermia dan kematian terjadi akibat konsentrasi tinggi dari
intoksikasi ethanol akut. Alkoholik kronis, dan anak-anak mempunyai resiko
hipoglikemia.9
Data mengenai keracunan etanol pada 2014, terdapat 219 kasus keracunan
serius dan 15 oang meninggal terhadap 6.026 paparan alkohol pada minuman,
yang dilaporkan oleh US Poison Cotnrol Centers, terdapat juga 3.508 paparan
pada bukan-minuman, dengan hasil dimana 13 orang mengalami keracunan serius
dan 4 orang meninggal, 11 orang mengalami keracunan serius pada paparan
pembersih tangan yang berbahan dasar ethanol, dan 20 orang dilaporkan
keracunan dengan 2 orang yang meninggal, akibat pembersih mulut yang
berbahan dasar ethanol. Keracunan ethanol paling sering disebabkan oleh pesta
minuman keras, dimana orang mengonsumsi jumlah alkohol yang besar pada satu
kali pesta minuman keras.8
Pada tahun 2014, US Poison Control Centers juga melaporkan 15.334
paparan isopropanol dimana 60 diantaranya mengalami kercaunan serius dan 1
orang dengan kondisi kritis. Dalam 1.610 paparan terhadap methanol, 16 orang
mengalami keracunan serius dan 9 orang meninggal. Pada 5.552 paparan terhadap
etilen glikol dilaporkan 141 orang mengalami keracunan serius dan 16 orang
dalam kondisi kritis.8
Akibat dari keracunan isopropanol yang paling utama adalah depresi
sistem saraf pusat, dengan manifestasi berupa lethargi, ataksia dan koma.

4
Keracunan methanol menimbulkan asidosis metabolik. Mata merupakan organ
target utama, tapi pada stadium lanjut keracunan methanol yang parah, dapat
terjadi perubahan pada gangila basalis. Etilen glikol sendiri merupakan zat yang
tidak beracun, asidosis metabolik terjadi akibat asam glikolik.7
Pria merupakan 80% dari kematian tersebut. Tingkat kematian lebih
rendah pada individu yang menikah dibandingkan individu yang belum menikah
(yaitu tidak pernah menikah, bercerai, atau janda). Di antara laki-laki, keracunan
alkohol memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi pada penduduk Hispanik dan
non-Hispanik kulit hitam dibandingkan kulit putih non-Hispanik. Kematian akibat
keracunan alkohol cenderung paling umum didapatkan di kalangan usia 35-54,
dan hanya 2 persen keracunan alkohol lebih muda dari usia 21 tahun.4

Gambar 1: Perkiraan penggunaan konsumsi alkohol rata-rata pada tahun 2003-2005

(dikurangi konsumsi turis) dan konsumsi alkohol yang tidak tercatat pada tahun 2005.

II.3 Alkohol dan Derivatnya


Dalam bidang kimia, alkohol adalah istilah yang umum untuk senyawa
organik apa pun yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom
karbon, yang ia sendiri terikat pada atom hidrogen dan atau atom karbon lainnya.
Ada tiga jenis utama alkohol yaitu – ‘primer’, ‘skunder’, dan ‘tersier’. Nama-
nama ini merujuk pada jumlah karbon yang terikat pada karbon C-OH. Atau yang
juga disebut sebagai carbinol. Etanol dan metanol adalah alkohol primer. Alkohol
skunder yang paling sederhana adalah propan-2-ol, dan alkohol tersier sederhana
adalah 2- metilpropan-2-ol.10
Alkohol adalah derivat dari hidroksil yang mempunyai ikatan langsung
maupun rantai cabang dari alifatik hidrokarbon. Bentuk rantai alkohol yang sering

5
ditemukan adalah yang mengandung tiga gugus hidroksil dengan ikatan satu
gugus hidroksil dalam satu rantai karbon. Sedangkan jenis alkohol lainnya ialah
alkohol yang mengandung lebih dari satu atom karbon. Jenis alkohol yang kedua
inilah yang bersifat toksik, yaitu etanol (etil alkohol), methanol (metal alkohol),
dan isoporpanol (isopropil alkohol). Pada umumnya semakin panjang rantai
karbon maka semakin tinggi daya toksisitasnya. Tetapi ada pengecualian dalam
teori ini dimana metanol lebih toksik dibandingkan etanol.11
Dihidroksi alkohol disebut juga glikol (dari asal kata glyc atau glyco yang
artinya manis), ini mencerminkan rasa dari glikol yang terasa manis. Dihidroksi
etan disebut juga etilen glikol adalah merupakan bentuk sederhana dari glikol.
Etilen glikol ini juga mempunyai carian jenis lain, yaitu trihidroksipropan
(propilen glikol), cairan ini merupakan bentuk produk farmasi yang relatif tidak
toksik. Jenis lain alkohol adalah Alkohol Trihidroksi, sebenarnya golongan ini
bukan benar-benar alkohol, hanya merupakan derivat alkohol, contohnya: derivat
propan gliserol atau gliserin.10
II.4 Farmakokinetik
1. Absorbsi
Absropsi oral alkohol berlangsung secara cepat di dalam lambung dan
usus halus. Kadar puncak plasma pada keadaan puasa dicapai dalam waktu 30
menit. Karena absropsi berlangsung lebih cepat pada usus halus daripada di
lambung, penundaan pengosongan lambung (adanya makanan) dapat
memperlambat absorpsi alkohol.
Konsentrasi alkohol dalam individu tergantung pada jumlah cairan tubuh
yang terkandung dalam tubuh individu. Seorang individu dengan total air dalam
tubuh yang besar akan dapat mencairkan dan menyerap alkohol lebih dari seorang
individu dengan volume total air dalam tubuh yang lebih kecil. Kadar air tubuh
bervariasi dan berkisar 55-68%.9
Keterlambatan pengosongan lambung ke dalam usus kecil akan menunda
penyerapan sebagian besar alkohol. Penundaan ini penting dalam menghitung
kandungan puncak alkohol dalam darah (blood alcohol content) atau ekstrapolasi
dari tingkat tertentu. Kondisi yang dapat menunda pengosongan perut ke dalam
usus seperti jaringan parut atau spasme pilorus (titik sambungan antara perut ke

6
usus kecil), akan menunda penyerapan alkohol dari usus kecil juga, dan karena itu
akan mempengaruhi alkohol dalam darah kurva konten. Selain penundaan dari
perut ke dalam usus kecil, faktor jumlah alkohol yang dikonsumsi, kehadiran
makanan, waktu saat alkohol itu tertelan, dan beberapa parameter individu lain
seperti penggunaan obat merupakan faktor penting dalam menilai alkohol dalam
darah tingkat dan kadar alkohol puncak.9
2. Distribusi
Distribusi berlangsung cepat, alkohol tersebar secara merata ke seluruh
bagian jaringan dan cairan tubuh. Volume of distribution (Vd) alkohol kira-kira
sama dengan total cairan tubuh (0,5 – 0,7 L/kg). Pada sistem SSP, kadar alkohol
meningkat secara cepat sebab otak menerima aliran darah yang banyak dan
alkohol dapat melewati sawar darah otak. Alkohol juga dapat menembus sawar uri
dan masuk ke janin.9
3. Metabolisme
Metabolisme alkohol berlangsung terutama di hati dan mengikuti kinetik
zero order, artinya jumlah yang dimetabolisme tetap per satuan waktu terlepas
dari tinggi rendahnya kadarnya. Alkohol mengalami metabolisme presistemik
oleh enzim alkohol dehydrogenase (ADH) di lambung dan hati. Oksidasi alkohol
menjadi asetildehid dilakukan oleh ADH, katalase, dan sitokrom P 450. Asetildehid
akan diubah secara cepat menjadi asetat oleh aldehid dehidrogenase yang ada di
sitosol dan mitokondrial di hati. Penggunaan alkohol secara kronik meningkatkan
kapasitas metabolisme terhadap alkohol sendiri. Terdapat polimorfisme genetic
dari ADH dan aldehid dehidrogenase, varian memperlihatkan kemampuan
katabolisme alkohol yang berbeda.9
Mengatasi efek penyalahgunaan alkohol membutuhkan pemahaman
metabolisme alkohol. Hati adalah organ utama untuk metabolisme dan
menghilangkan alkohol. 90% alkohol yang dikonsumsi akan dimetabolisme oleh
tubuh terutama dalam hati oleh enzim alkohol dehidrogenase atau ADH dan
koenzim nikotin amida denindinukleotida (NAD) menjadi asetaldehida dan
kemudian oleh enzim aldehida dehidrogenase diubah menjadi asam aetat. Asam
asetat dengan koenzim A akan membentuk koenzim asetil, sebagai major substrat
dalam siklus krebs.3,9

7
Gambar 2. Proses metabolisme alkohol dalam hati9
Dari sudut pandang farmakologi, proses metabolisme alkohol adalah
fungsi linear waktu, dan dapat dipengaruhi oleh meningkatnya konsentrasi alkohol
dalam darah. Sebagai aturan praktis, tingkat rata-rata eliminasi alkohol adalah
sekitar 10mg/kg/jam atau sekitar 15mg/100ml/jam untuk orang dengan berat
badan 70 kilo yang sesuai dengan 8-10 cc per jam. Ini berarti membutuhkan
waktu sekitar 1 -1/2 jam untuk memetabolisme alkohol dalam 1 ons whisky atau
12 ons bir. Hal ini diterima dengan baik bahwa waktu dari minuman terakhir
untuk konsentrasi maksimal dalam darah biasanya berkisar 30 sampai 90 menit.
Namun ini dapat bervariasi antara individu, tergantung pada berbagai kondisi
fisiologis. Informasi ini penting dalam menilai apakah penangkapan individu atau
keterlibatan dalam tabrakan itu terjadi saat individu telah mencapai tingkat puncak
kadar alkohol darah.9
4. Ekskresi
Ekresi alkohol melalui paru-paru dan urin. Hanya sekitar 2-10%
diekskresikan dalam bentuk utuh.9
Normalnya pada serum atau plasma darah tidak terdapat konsentrasi
alkohol. Jika terdapat konsentrasi alkohol pada darah dapat memberi efek samping
sesuai jumlah kadar atau konsentrasi alkohol pada darah tersebut.10

8
Konsentrasi alkohol dalam darah Efek samping

<0,05% atau 50mg/dl Tidak memberi pengaruh yang berarti


0,05%-0,15% atau 50-150mg/dl Dapat memberikan pengaruh
0,15% atau 150 mg/dl Intoksikasi alkohol
0,25% atau 250 mg/dl Intoksikasi alkohol berat
0,30% atau 300 mg/dl Dapat menyebabkan koma
0,40% atau 400 mg/dl Fatal
Tabel 1. Konsentrasi alkohol dalam darah beserta efek sampingnya.4,10

10% alkohol yang dikonsumsi akan dikeluarkan dalam bentuk utuh melalui
urin, keringat dan udara napas. Dari jumlah ini, sebagian besar dikeluarkan
melalui urin (90%).Konsentrasi alkohol dalam urin 1,2-1,3 kali besar dari darah
karena adanya tubular resorpsi air. Konsentrasi ini harus diperoleh dari urin yang
keluar dari ginjal setelah minum alkohol, sehingga pemeriksaan kadar alkohol
urin harus didahului pengosongan kandung kemih.8,13
Salah satu cara penentuan semi kuantitatif kadar alkohol dalam darah atau
urin yang cukup sederhana adalah teknik modifikasi mikrodifusi atau Conway.
Sebagai berikut:
Letakkan 2 ml reagen antie ke dalam ruang tengah cawan conway. Reagan
antie dibuat dengan melarutkan 3,70g kalium dikromat ke dalam 150 ml
air.Kemudian tambahkan 280 ml asam sulfat dan terus diaduk.Encerkan dengan
500ml aquades. Sebarkan 1 ml darah atau urin yang akan diperiksa dalam ruang
sebelah luar cawan conway dan masukkan 1 ml kalium karbonat jenuh dalam
ruang sebelah luar cawan conway pada sisi berlawanan. Tutup sel mikrodifusi,
goyangkan dengan hati-hati supaya darah atau urin bercampur dengan larutan
kalium karbonat. Biarkan terjadi difusi selama 1 jam pada temperatur ruang
kemudian angkat tutup dan amati perubahan warna pada reagen antie. Warna
kuning kenari menunjukkan hasil negatif, perubahan warna kuning kehijauan
menunjukkan kadar ethanol sekitar 80 mg% sedangkan warna hijau kekuningan
sekitar 300 mg%.3,13
Alkohol dalam nafas, tidak seperti urine, ini hampir setara dengan yang
terkandung dalam darah, walaupun di dalam konsentrasi yang sangat kecil sekitar

9
1:2300.Pada suhu 37 derajat 1 mg/100 ml pada darah setara dengan 20,43 ug/100
ml pada nafas (sehingga 1 ug/100 ml dalam nafas ekuivalen dengan 2.28 mg/100
ml pada darah).13

II.5 Farmakodinamik

Gambar 3. Bagaimana alkohol diabsorbsi dalam tubuh2


Setelah dicerna, alkohol (etanol) diserap ke dalam sistem darah dan ke
cairan di sekitarnya mengelilingi jaringan dan bagian dalam sel. Konsentrasi
alkohol dalam darah dan jaringan tergantung pada jumlah total air dalam tubuh,
karena alkohol larut dalam air. Oleh karena itu, berat badan individu penting
dalam proses analisis intoksikasi alkohol, karena kadar air dalam tubuh adalah
faktor dari berat total tubuh. Sebagai contoh jika kita melakukan percobaan dan
menempatkan 100 ul dari 8% alkohol ke dalam wadah 10 liter air, kita akan
berakhir dengan kandungan alkohol di akhir wadah yang berbeda dari wadah
dengan 9,75 liter air. Setelah dicerna, alkohol terutama diserap di usus kecil, dan
sampai batas tertentu diserap dalam perut serta usus besar. Keterlambatan
pengosongan lambung akan menunda penyerapan sebagian besar alkohol ke
dalam seluruh sistem tubuh melalui usus kecil. Ini adalah poin yang penting

10
ketika menilai kadar alkohol dalam darah (BAC) dalam kaitannya dengan
terjadinya kecelakaan karena kita harus menilai kadar alkohol dalam darah relatif
terhadap waktu konsumsi. Kadar alkohol dalam darah merupakan alat utama
dalam menilai efek penyalahgunaan alkohol. Dari perut dan usus alkohol akan
didistribusikan melalui darah ke seluruh organ tubuh termasuk paru-paru. Ini
adalah dasar untuk ekstrapolasi dari pengukuran napas alkohol ke dalam kadar
alkohol dalam darah. 2,16,17
Alkohol juga dapat menyebrangi plasenta pada wanita hamil sehingga
menyebabkan suatu keadaan yang serius yaitu fetal alcohol syndrome.16,17
1. Susunan Saraf Pusat
Alkohol terutama bekerja di Susunan Saraf Pusat (SSP). Alkohol merupakan
pendepresi SSP. Konsumsi alkohol berefek sedasi dan antiansietas, dan pada kadar
yang lebih tinggi, menyebabkan bicara tidak jelas, ataksia, tidak dapat
menentukan keputusan, dan perilaku disinhibisi, yang dapat menimbulkan kesan
adanya efek stimulasi SSP dari alkohol. Proses mental dipengaruhi paling awal
adalah yang berhubungan dengan pengalaman dan latihan, yang berperan dalam
proses terjadinya kebijaksanaan dan pengendalian diri. Daya ingat, konsentrasi,
dan daya mawas diri menjadi tumpul lalu hilang. Rasa kepercayaan diri
meningkat, kepribadian menjadi ekspansif dan bersemangat, perasaan tidak
terkontrol dan letupan emosi nyata. Perubahan psikis ini disertai gangguan
sensorik dan motorik.10
Konsumsi alkohol secara kronis, dapat menyebabkan gangguan mental dan
neurologis yang berat, berupa hilangnya ingatan, gangguan tidur, dan psikis.
Alkohol sendiri merupakan senyawa neurotoksik, defisiensi vitamin dan nutrisi
akibat gangguan saluran cerna dan fungsi hati akan menambah beratnya gejala
neuropsikiatrik dan terjadinya ensefalopati Wernicke, psikosis Kosakoff, dan
polyneuritis. Sebagian besar kerusakan otak pada kelainan tersebut disebabkan
oleh alkohol.10
Alkohol dapat mengurangi waktu masuk/jatuh tidur REM, tapi
meningkatkan waktu tidur non-REM. Dalam tiga hari penggunaan, efek
memudahkan masuk/jatuh tidur hilang, disusul rebound bila konsumsi alkohol
dihentikan.10
2. Sistem Kardiovaskuler

11
Efek langsung alkohol terhadap sirkulasi sangat kecil. Depresi
kardovaskuler yag terjadi pada keracunan akut alkohol yang berat disebabkan oleh
faktor sentral dan depresi napas. Alkohol dosis sedang menimbulkan vasodilatasi
terutama di pembuluh darah kulit dan menimbulkan rasa hangat dan kulit merah.
Penggunaan alkohol berlebih jangka panjang menyebabkan kerusakan jantung
menetap dan merupakan penyebab utama kardiomiopati di negara barat.
Vasidilatasi ini terjadi karena hambatan vasomotor secara sentral. Efek
vasodilatasi ini tidak berguna untuk meningkatkan vasodilatasi koroner. Pada
pasien angina stabil yang jelas menderita penyakit koroner, alkohol menurunkan
uji toleransi fisik.12
Suatu paradoks terlihat di masyarakat Perancis, mereka makan banyak
lemak tetapi memperlihatkan insidens aterosklerosis yang rendah. Hal tersebut
dikaitkan dengan kebiasaan mereka mengkonsumsi anggur merah. Dari kenyataan
tersebut muncul hipotesis bahwa alkohol dalam jumlah tidak lebih dari 20 gram
menurunkan insidens aterosklerosis koroner. Tetapi rupa-rupanya kandungan
alkohol bukansatu-satunya penjelasan untuk efek proteksi ini. Anggur merah
mengandung zat fenolik yang bersifat sebagai antioksidan dan diduga berperan
penting dalam hal tersebut. Penelitian in vitrozat fenolik tersebut dengan
katalisator Cu menunjukkan adanya efek penghambatan oksidasi LDL.12
3. Saluran Cerna
Alkohol sering merupakan penyebab utama atau salah satu faktor terjadinya
disfungsi esofagus. Alkohol juga dihubungkan dengan timbulnya gejala refluks
esofagus. Mukosa lambung pada peminum alkohol berat dapat rusak dan terjadi
gastritis akut maupun kronik.
Alkohol merangsang sekresi asam lambung kewat perangsangan saraf
sensorik dan melepaskan gastrin dan histamine. Minuman yang mengandung
alkohol lebih dari 40% memiliki efek toksik langsung terhadap mukosa lambung.
Banyak peminum alkohol mengalami diare kronik akibat malabsorpsi pada usus
halus, akibat terjadinya perubahan bentuk vili dan penurunan kadar enzim
pencernaan, yang bersifat reversible.12
4. Hati
Keracunan akut alkohol umumnya tidak menyebabkan gangguan fungsi
hati menetap. Konsumsi secara kronik akan menyebabkan berbagai kerusakan

12
yang berhubungan dengan dosis. Efek dapat berupa terjadinya infiltrasi lemak,
hepatitis, dan sirosis. Penumpukan lemak di hati merupakan gejala dini pada
alkoholisme, terjadi akibat penghambatan siklus trikarboksilat dan oksidasi lemak,
yang sebagain berhubungan dengan adanya NADH berlebih yang dihasilkan
enzim alkohol dehidrogenase (ADH). Asetaldehid akan menumpuk jika tidak
tersedia cukup enzim ADH. Asetaldehid bersifat toksik karena bersifat reaktif
dapat merusak protein antara lain enzim, dan menghasilkan derivat protein
imunogenik. Pasien yang mengkonsumsi alkohol secara kronik dapat menderita
hipoglikemia karena nutrisi buruk dan pengosongan glikogen hati.12
5. Efek teratogenik
Alkohol menimbulkan efek teratogenik yang dikenal sebagai sindrom
alkohol fetal. Kelainan SSP berupa IQ rendah dan mikrosefali, pertumbuhan
lambat, abnormalitas di daerah wajah, dan kelainan lain yang mungkin disebabkan
oleh penghambat proliferasi sel embrio dan gestasi dini. Pasien dengan kelainan
ini mudah terinfeksi karena rusakannya sistem kekebalan. Wanita hamil terutama
pada trimester pertama dianjurkan sebaiknya tidak mengkonsumsi alkohol. Pada
peminum berat dapat terjadi aborsi spontan atau bayi lahir mati.12
6. Mekanisme Kerja
Alkohol mengganggu keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi di otak.
Ini terjadi karena penghambatan atau penekanan saraf perangsangan. Sejak lama
diduga efek depresi alkohol pada SSP berdasarkan melarutnya lewat membran
lipid. Efek alkohol terhadap berbagai saraf berbeda karena perbedaan distribusi
fosfolipid dan kolesterol di membran tidak seragam. Data eksperimental
menyokong dugaan mekanisme kerja alkohol di SSP serupa barbiturat.12
7. Interaksi Obat
Interaksi farmakokinetik yang paling sering terjadi antara alkohol dan obat
lain adalah akibat induksi sistem endoplasmik retikulum sel hati oleh alkohol
yang dikonsumsi secara kronik, alkohol memacu metabolism obat lain.
Sebaliknya, pada konsumsi akut, alkohol malah menghambat metabolisme obat
lain, misalnya fenotiazin dan hipnotik-sedatif (membahayakan pasien yang
memerlukan keterampilan dalam aktivitasnya), antidepresan trisiklik dan asetosal
(meningkatkan resiko perdarahan lambung).12

13
Interaksi secara farmakodinamik terjadi antara alkohol dengan pendepresi
SSP, vasodilatator, dan hipoglikemik oral. Alkohol juga terbukti memacu aktivitas
antiplatelet asetosal.12
8. Toleransi dan Ketergantungan
Toleransi didefinisikan sebagai penurunan respons fisiologik atau tingkah
laku pada penggunaan dosis alkohol yang sama. Toleransi dapat terjadi secara
akut maupun kronik. Toleransi akut diperlihatkan dengan mengukur kelainan
tingkah laku pada kadar plasma alkohol beberapa menit dan setelah beberapa jam
alkohol diberikan. Ternyata kelainan perilaku lebih besar terjadi pada saat awal
alkohol diberikan. Toleransi kronik terjadi pada peminum berat alkohol yang
berlangsung lama. Toleransi ini melibatkan proses induksi enzim.12
Ketergantungan fisik diperlihatkan dengan gejala putus obat bila konsumsi
alkohol dihentikan. Gejala yang terjadi serta beratnya ketergantungan ditentukan
oleh jumlah serta lamanya konsumsi, gejala tersebut dapat berupa gangguan tidur,
aktivasi saraf simpatik, tremor. Pada gejala yang lebih berat dapat berupa
bangkitan, delirium tremens, yang ditandai dengan halusinasi, delirium, demam,
takikardi, yang kadang-kadang berakhir fatal. Salah satu aspek dari
ketergantungan ialah keinginan yang sangat kuat (craving) untuk mendapatkan
alkohol, yang sering dikenal sebagai ketergantungan psikis.12
II.6 Gejala-Gejala Intoksikasi Alkohol
II.6.1 Akut Intoksikasi
Intoksikasi alkohol akut adalah suatu kondisi klinis berbahaya yang
biasanya terjadi pada sejumlah besar alkohol. Pada populasi anak, mungkin hasil
dari konsumsi produk rumah tangga yang mengandung alkohol, seperti cologne,
obat kumur, tonik rambut, obat-obatan, dan pelarut.3
Beberapa faktor dapat mempengaruhi tingkat keracunan akut alkohol; selain
jumlah alkohol yang tertelan, berat badan individu dan toleransi terhadap alkohol,
persentase alkohol dalam minuman, dan periode konsumsi alcohol sepertinya
menjadi sangat penting. 3,11
Gejala terkait yang paling terpengaruh adalah daerah otak. Lobus frontal
terutama dipengaruhi pada kadar darah alkohol yang rendah. Di atas 100 mg/dL,
lobus parietal dipengaruhi; pada titik ini mempengaruhi keterampilan motorik dan

14
perilaku sensorik.Di atas 300 mg / dL, serebelum dan lobus oksipital dari otak
yang terpengaruh.11
Pada kadar yang rendah, 10-20 mg% sudah menimbulkan gangguan berupa
penurunan keapikan keterampilan tangan dan perubahan tulisan tangan. Pada
kadar 30-40 mg% telah timbul penurunan lapangan pandang, penurunan
ketajaman penglihatan.]Sedangkan pada kadar kurang lebih 80 mg% telah terjadi
gangguan penglihatan 3 dimensi, kedalaman pandangan dan gangguan
pendengaran. Selain itu tampak pula gangguan pada kehidupan psikisnya, yaitu
penurunan kemampuan memusatkan perhatian, konsentrasi, asosiasi dan analisa.1
Alkohol dapat mempengaruhi fungsi otak. Alcohol mengganggu fungsi dan
efek dari neurotransmiter GABA (gamma amino butirat acid) yang mana
neurotransmitter ini berfungsi menghubungkan sinyal ke jalur saraf lainnya,
alcohol menurunkan aliran neurotransmitter ini pada otak sehingga dapat
menyebabkan depresi dan mengganggu aktivitas seseorang.12
Keterampilan mengemudi mulai menurun pada kadar alkohol darah 30-50
mg% dan lebih jelas pada kadar 150 mg%. Alkohol dengan kadar dalam darah
200 mg% menimbulkan gejala logorrhea, boisterous behaviour, refleks menurun,
inkoordinasi otot-otot kecil, kadang-kadang nistagmus dan sering terdapat
pelebaran pembuluh darah kulit. Peningkatan yang progresif dari drowsiness,
disorientasi, dan emosional yang labil.1,11
Dalam kadar 250-300 mg% menimbulkan gejala penglihatan kabur, tak
dapat mengenali warna, konjungtiva merah, dllatasi pupil (jarang konstriksi),
diplopi, sukar memusatkan padangan/penglihatan dan nistagmus. Bila kadar
dalam darah dan otak makin meningkat akan timbul pembicaraaan yang kacau,
tremor tangan, dan bibir, keterampilan menurun, inkoordinasi otot dan tonus otot
muka menghilang.1
Dalam kadar 400-500 mg%, aktivitas motorik hilang sama sekali, timbul
stupor atau koma, pernafasan perlahan dan dangkal, suhu tubuh menurun.1

BAC Gejala klinis

15
 Penurunan beberapa tugas
yang membutuhkan
<50 mg / dl (10,9 mmol / l) keterampilan
 Peningkatan berbicara
 Relaksasi
 Persepsi perubahan lingkungan
 Ataksia
 Hyper-reflexia
 Keputusan yang lemah
>100 mg / dl(21,7 mmol / l)
 Kurangnya koordinasi
 Mood,kepribadian,dan
perubahan perilaku, nystagmus
 Bicara cadel
 Amnesia
 Diplopia
 Disartria
>200 mg / dl (43,4 mmol / l)
 Hipotermia
 Mual
 Muntah
 Depresi pernapasan
> 400 mg / dl (86.8 mmol / l)  Coma
 Kematian
Tabel 2. Gejala klinis utama dalam keracunan alkohol akut sesuai dengan
konsentrasi alkohol dalam darah (BAC)3

II.6.2 Intoksikasi Kronik


Penggunaan jangka panjang alkohol dapat merusak beberapa sistem organ.
Antara lain :3
1. Saluran Cerna
Alkohol takaran tinggi dalam waktu lama akan menimbulkan kelainan
pada selaput lendir mulut, kerongkongan, dan lambung berupa gastritis kronik
dengan akhloridia dan gastritis erosif hemoragik akut serta pankreatitis hemoragik
dan dapat pula terjadi malabsorpsi. Timbulnya tumor ganas di mulut dan
kerongkongan dihubungkan dengan iritasi kronik pada pecandu alkohol.3
2. Hati
Penyakit hati mungkin adalah gangguan yang paling umum yang terkait
dengan alkoholisme. Terjadi penimbunan lemak pada sel hati. Kadar SGOT,
trigliserida dan asam urat meningkat. Fatty liver adalah kondisi yang umum tetapi
reversibel. Hepatitis pada alkoholisme dapat menyebabkan hepatitis alkoholik

16
yang kemudian dapat berkembang menjadi sirosis dan hepatoma. Sirosis
ditemukan pada 8% sampai 20% dari pecandu alkohol jangka panjang. Terkait
kerusakan progresif pada fungsi hati dapat berujung pada gagal hati, koma
hepatik, dan kematian. Konsumsi alkohol akan meningkatan permeabilitas
interstinal terhadap substan-substan termasuk endotoxin bacterial, seperti
lipopolysaccharida. Lipopolysacchardia mensintesis sel kupfer dengan reseptor
CD14. Ikatan ini akan mengaktivasi faktor nuklear kappa B- (NF -kB) dimana ini
menyebabkan transkripsi dari sitokines pro inflamasi seperti TNF-a, IL-6 dan
TGF-B..TNF-a, IL-6 umumnya terlibat dalam cholestasis dan sintesi fase akut
proteins, dan TGF-B terlibat dalam fibrogenesis melalu aktivasi dari sel hepatik
stelata. Ini menunjukkan adanya necro-inflamsi, apoptosis dan fibrosis yang
menyebabkan penyakit hati yang progresif yang akhirnya menyebabkan sirosis.13
Metabolisme etanol, seperti sebagai asetaldehida dan malondialdehid,
sebagai hasil dari peroksidasi lipid berinteraksi, melalui pengikatan kovalen
dengan residu lisin reaktif protein yang terletak di membran hepatosit. Ini
menghasilkan pembentukan protein yang stabil yang telah terbukti sebagai
imunogenik (neo-antigen). Neo-antigen ini dapat menyebabkan reaksi imunologi
dengan memproduksi antibodi atau mengaktivasi sel T atau keduanya, yang dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan, dan mungkin menyebabkan alcoholic liver
disease.8,13
3. Pankreas
Pankreatitis, sering berakibat fatal jika terjadi hemoragik yang terkait
dengan alkoholisme. Patomekanisme terjadinya kronik pankreatitis sebagai hasil
konsumsi alkohol belum terlalu jelas dan ada beberapa hipotesis yang
menjelaskan hal ini. Hipotesis yang paling meyakinkan adalah hipotesis yang
dilakukan pada hewan, bahwa penyalahgunaan alkohol kronik menyebabkan
penurunan bikarbonat pankreas dan sekresi air dan peningkatan konsentrasi
protein dan kalsiumi, perubahan inipun dapat menimbulkan peningkatan sekresi
kelenjar eksokrin pankreas yang menyebabkan pembentukan sumbatan protein
yang menyebabkan obstruksi sekunder dari duktus pankreas perifer. Hipotesis
yang lain menjelaskan bahwa alkohol memediasi autoaktivasi dari enzim

17
proteolitik pada jaringan menyebabkan kematian sel, fibrosis dan jaringan parut
dari duktus pankreas.12,16
4. Jantung
Dosis tinggi alkohol dapat menekan fungsi kardiovaskular dimana dapat
ditemukan lesi miokard intraseluler.Alkoholik Kardiomiopati dan gagal jantung
kongestif dan hipertensi dapat disebabkan konsumsi alkohol berlebih. Konsumsi
alkohol kronik dapat menyebabkan supresi imun yang kronik yang menyebabkan
kronik miokarditis. Peningkatan jumlah sel dari LCA-Positif leukosit , limfosit T
dan makrofag menghasilkan proses kronik yang progresif yang menyebabkan
nekrosis myocardial dan fibrosis miocardial yang tampak pada pasien dengan
kardiomiopati dilatif. 13,14
Dapat terjadi kardiomiopati alkoholik dengan payah jantung kiri atau kanan
dengan distensi pembuluh balik leher, nadi lemah dan edema perifer. Bila korban
meninggal, pada jantung mungkin dijumpai hipertrofi kedua ventrikel, fibrosis
endokard dengan tanda thrombi mural pada otot jantung. Histologik akan
dijumpai fibrosis interstitial, hipertrofi, vakuolisasi dan edema serat-serat otot
jantung.3
5. Sistem saraf pusat
Sistem saraf pusat adalah sistem yang terkena dampak paling parah.
Dalam kasus minum sangat berat, alkohol dapat menyebabkan gangguan perilaku
yang menyerupai psikosis paranoid dan skizofrenia dan perubahan fisik.14
Dapat terjadi polineuritis, atau neuropat perifer akibat degenerasi serabut
saraf dan mielin. Selain itu, mungkin pula terjadi sindroma Marchiafava-Bignami
dengan kerusakan terutama pada korpus kalosum, komisura anterior, traktus
optikus, massa putih subkortikal dan pedunculus cerebelli.3
Kelainan neurologis yang sering terjadi pada intoksikasi alkohol kronik
memiliki karakteristik seperti:13
1. Ensefalopati alkoholik dimana gambarannya berhubungan dengan demensia
dan atrofi otak bagian dalam dan bagian luar (umumnya terjadi dibagian
lobus frontal dan temporal)
2. Wernike-korsakoff syndrome :
a) Paralisis okulomotor dengan gangguan pada pupil dan cara berjalan yang
goyah.
b) Simptom delirium yang ringan
c) Psikosis korsakoff yang ditandai dengan hilangnya memori jangka
panjang, menurunnya spontaniyas dan konsentrasi yang buruk.

18
3. Delirium dan halusinasi
4. Konvulsif disorder :organic brain seizures (grand mall) telah ditemukan
terjadi pada 5%-35% alkoholik. Ini bisa terjadi setelah episode
mengkonsumsi alkohol dalam jumlah banyak atau selama penghentian
alkohol.
5. Gejala penghentian : penghentian ethanol setelah kronik eksposure dapat
mengakibatkan hipereksitabilitas dari sistem saraf pusat. Pada kasus yang
berat kejang tonik klonik diobersvasi selama penghentian dari pemakaian
etanol yang kronik.
Analisis kerusakan otak-alkohol tertentu baru-baru ini diterbitkan oleh
Harper (1998, lihat juga Gass dan Hennerici 1999), yang menjelaskan gejala-
gejala primer dari alkohol intoksikasi:14
1. Cedera pada bagian "white matter" otak dengan atropi pada interior dan
eksterior otak.
2. Kehilangan sel saraf pada korteks serebral, hipothalamus , dan cerebellum
(tapi tidak pada hippocampus).
3. Kerusakan dendritik dan sinaptik bersama dengan reseptor dan transmiter
menyebabkan perubahan fungsional dan kognitif. Kematian sel serta
kematian astrocytuc dapat meningkatkan mediator inflamasi.
6. Sistem Muskuloskeletal
Dapat ditemukan miopati alkoholik. Histologik ditemui atrofi serat dan
perlemakan jaringan otot.3
7. Nutrisi
Pada alkoholisme kronik sering terjadi gangguan nutrisi akibat kebiasaan
makan yang kurang baik sehingga timbul kelainan dengan gejala-gejala defisiensi
vitamin B (beri-beri), asam nikotinat, riboflavin, dan vitamin B6.3

II.7 Cara Mendiagnosis Intoksikasi Alkohol Pada Korban Hidup


Meskipun seringkali sulit, anamnesis diperlukan dalam mengumpulkan
informasi penting, termasuk kuantitas alkohol dan jenis minuman yang
dikonsumsi, waktu, gejala, keadaan, dan akhirnya cedera. Pemeriksaan fisik harus
mencakup analisis tanda-tanda vital serta status gizi, hidrasi, dan tanda-tanda
kecanduan alkohol-terkait.Selain itu, juga harus mencakup pemeriksaan jantung
dan dada, pemeriksaan perut, dan pemeriksaan neurologis.Pemeriksaan fisik harus

19
sering diulang untuk menindaklanjuti keracunan alkohol yang berhubungan
dengan perubahan akut.Berkenaan dengan analisis laboratorium, penentuan BAC
yang paling penting. Namun, pemeriksaan ini memiliki beberapa keterbatasan
karena tidak selalu berkorelasi dengan presentasi klinis dan tidak memprediksi
keparahan klinis atau hasil . Tingkat alkohol juga dapat ditentukan dengan analisis
napas atau dengan dipstick air liur, meskipun metode ini kurang dapat
diandalkan. Selain itu, tingkat bebas etanol dan etanol konjugat dapat diukur
dalam urin.Penentuan osmolalitas serum biasanya menunjukkan hiperosmolalitas
dengan "gap osmolal". Secara khusus, osmolalitas serum meningkat sekitar 22
mOsm / l untuk setiap / 100 ml kenaikan 100 mg di BAC. osmolalitas serum dapat
menjadi penting, terutama ketika BAC tidak tersedia. Memperhatikan lebih sering
perubahan klinis, juga penting untuk menentukan tingkat natrium, kalium, klorida,
bikarbonat, nitrogen urea, glukosa, kalsium, magnesium, amilase, parameter hati,
toksikologi layar, gas darah arteri, dan darah atau urine keton. Radiografi dada
dan elektrokardiografi harus dilakukan. Selain itu, computed tomography (CT)
otak harus dimasukkan bila gejala neurologis hadir dan / atau trauma kepala
dicurigai.3,18
Beberapa faktor dapat membingungkan gambar diagnostik dan
mempengaruhi pilihan terapi.Oleh karena itu, pasien harus dievaluasi oleh dokter
ahli, bahwa diagnosis keracunan dapat menyebabkan beberapa dokter untuk tidak
mencari penyakit berat tambahan. Untuk alasan ini, setelah pengukuran alkohol
tindakan atau penentuan BAC, pemeriksaan tambahan harus dipertimbangkan,
tergantung pada fitur klinis pasien, untuk mengevaluasi alkohol yang
berhubungan berpotensi berbahaya dan penyakit non-alkohol terkait. Perhatian
khusus harus diberikan pada perubahan status mental pasien.Kondisi
psikopatologis pada pasien dengan keracunan alkohol dapat berkisar dari depresi,
lesu dan delirium. Untuk pasien dengan riwayat episode keracunan sebelumnya,
perubahan status mental cenderung mirip dengan setiap serangan pada saat pesta
minuman keras. Perubahan status mental yang nyata seperti biasanya pola
keracunan pasien sebelumnya adalah sering merupakan tanda peringatan bahwa
penilaian yang lebih agresif diperlukan untuk cedera kepala, pendarahan otak,

20
kelainan elektrolit, dan konsumsi obat-obatan terlarang bersama-sama dengan
minuman beralkohol.3,18
II.8 Cara Mendiagnosis Intoksikasi Alkohol pada Korban Post Mortem
Mekanisme kematian pada alkoholisme kronik terutama akibat gagal hati
dan ruptur varises esofagus akibat hipertensi portal.Selain itu dapat disebabkan
secara sekunder oleh pneumonia dan TBC.Peminum alkohol sering terjatuh dalam
keadaan mabuk dan meninggal. Pada autopsi dapat ditemukan memar pada
korteks serebri, hematoma subdural akut atau kronik.1
Depresi pusat pernafasan terjadi pada kadar alkohol otak >450 mg% . Pada
kadar 500-600 mg% dalam darah, penderita biasanya meninggal dalam 1-4 jam
setelah koma selama 10-16 jam.1
Kelainan yang ditemukan pada korban mati tidak khas, Mungkin
ditemukan gejala-gejala yang sesuai dengan asifiksia, Seluruh organ menunjukkan
tanda perbendungan, darah lebih encer, berwarna gelap.Mukosa lambung
menunjukkan tanda perbendungan, kemerahan dan tanda inflamasi tapi kadang-
kadang tidak ada kelainan.Organ-organ termasuk otak dan darah berbau alkohol.
Pada pemeriksaan histopatologik dapat dijumpai edema dan pelebaran pembuluh
darah otak dan selaput otak, degenerasi bengkak keruh pada bagian parenkim
organ dan inflamasi mukosa saluran cerna.1
Dari pemeriksaan pada kasus keracunan kronik yang meninggal, jantung
dapat memperlihatkan fibrosis interstitial, hipertrofi serabut otot jantung, sel-sel
radang kronik pada beberapa tempat, gambaran serat lintang otot jantung
menghilang, hialinisasi, edema dan vaskuolisasi serabut otot jantung. Schneider
melaporkan miopati alkoholik akut dengan miohemoglobinuri yang disebabkan
oleh nekrosis tubuli ginjal dan kerusakan miokardium. Pada hati didapatkan
adanya pembesaran hati dengan metamorfosis lemak yang hebat.16
Penentuan kualitatif dan kuantitatif etanol dalam spesimen post-mortem
telah menjadi prosedur analitis yang relatif sederhana dengan hasil yang mungkin
akurat, tepat, dan spesifik. Namun, dengan menafsirkan hasil postmortem BAC
(Blood alcoholic Content, Kadar Alkohol dalam Darah) dan menarik kesimpulan
yang benar mengenai tingkat antemortem dan keadaan seseorang saat mabuk dan

21
derajat kerusakan perilaku pada saat saat kematian.2
Kondisi tubuh, waktu antara kematian dan otopsi, kondisi lingkungan
(suhu dan kelembaban), dan sifat spesimen dikumpulkan untuk analisis adalah
faktor yang penting untuk dipertimbangkan.Dalam beberapa kondisi alkohol
mungkin dihasilkan setelah kematian oleh aktivitas mikroba dan fermentasi
glukosa, yang merupakan masalah yang nyata jika mayat telah mengalami
dekomposisi. Difusi alkohol postmortem dari perut ke tempat pusat pengambilan
sampel darah merupakan faktor rumit lain jika seseorang meninggal tak lama
setelah periode minum berat. Perawatan diperlukan untuk memastikan bahwa
spesimen biologi tidak terkontaminasi dengan etanol atau pelarut asing lainnya
selama perawatan untuk menyelamatkan jiwa atau sehubungan dengan
pemeriksaan luar tubuh atau jika sampel darah untuk analisis alkohol diambil
sebelum melakukan otopsi lengkap.7
Beberapa praktisi forensik menganggap bahwa darah dari bilik jantung
utuh sesuai untuk analisis toksikologi etanol, sedangkan yang lain menyarankan
menggunakan vena perifer untuk pengambilan sampel, sebaiknya vena femoralis
setelah visualisasi dan lintas-klem proksimal.7
BAC yang diperlukan untuk menyebabkan kematian sering menimbulkan
pertanyaan terbuka dan banyak tergantung pada usia seseorang, pengalaman
minum dan derajat perkembangan toleransi. Kecepatan minum berperan dalam
toksisitas alkohol seperti halnya jenis minuman yang dikonsumsi, apakah bir (5%
v/v) atau liquor (40% v/v) dan khususnya setiap masking dari rasa alkohol dengan
menambahkan gula atau perasa buah. Banyak pengemudi mabuk telah ditangkap
dengan konsentrasi darah-etanol lebih dari 400 mg/100 ml dan beberapa telah
melebihi 500 mg / 100 ml.7
Tampaknya masuk akal untuk mengasumsikan bahwa BAC saat autopsi
akan hampir selalu lebih rendah dari BAC maksimum yang dicapai selama pesta
minum, karena metabolisme etanol berlangsung sampai saat kematian. Selama
setelah penghentian minum sampai mati, BAC dapat menurun tergantung pada
kecepatan eliminasi alkohol dari darah, yang pada peminum berat bisa melebihi
20 atau 30 mg /100 ml per jam (0.02 atau 0.03 g% per h) dalam toksikologi

22
postmortem, BAC kurang dari 10 mg / 100 ml (0,1 mg / mL) harus dilaporkan
sebagai negatif.7
Hubungan kuantitatif antara konsentrasi urine dan alkohol (UAC) dan
BAC telah dipelajari secara ekstensif.Selain konten air yang lebih tinggi dalam
urin (�99-100%) dibandingkan dengan darah (�80%), kurva konsentrasi-waktu
bergeser dalam waktu.Jadi dengan menghitung rasio UAC / BAC melengkapi
informasi yang berguna tentang status penyerapan alkohol pada saat kematian.
Menemukan rasio kurang dari atau mendekati satu menunjukkan penyerapan
alkohol yang belum komplit pada semua cairan tubuh pada saat kematian, yang
menunjukkan baru saja mengkonsumsi minuman beralkohol dan beberapa alkohol
tertelan mungkin tetap tidak terserap di perut, sedangkan menemukan rasio 1,25
atau lebih menunjukkan penyerapan dan distribusi etanol telah komplit pada saat
kematian.7
Urine adalah spesimen yang berguna untuk analisis etanol karena terutama
terdiri atas air dan risiko mikroba atau ragi menyerang kandung kemih setelah
kematian tampaknya kurang dibandingkan dengan risiko terkontaminasinya
spesimen darah. Selain itu, urine yang dihasilkan oleh orang yang sehat tidak
mengandung sejumlah besar glukosa meskipun ini adalah keterbatasan utama jika
almarhum menderita diabetes dan glikosuria.7
Glukosa merupakan substrat untuk sintesis etanol post mortem dalam
darah dan urin.Menemukan UAC tinggi dalam spesimen dari diabetes dan
konsentrasi negatif dalam darah biasanya berarti bahwa etanol diproduksi dalam
urin setelah kematian, misalnya dengan fermentasi ragi glukosa.7

II.9 Pemeriksaan Kedokteran Forensik


II.9.1 Etanol
Pada orang hidup, bau alkohol yang keluar dari udara pernapasan
merupakan petunjuk awal. Petunjuk ini harus dibuktikan dengan pemeriksaan
kadar alkohol darah, baik melalui pemeriksaan udara pernapasan atau urin,
maupun langsung dari darah vena.3
Kelainan yang ditemukan pada korban mati tidak khas. Mungkin
ditemukan gejala-gejala yang sesuai dengan asfiksia. Seluruh organ menunjukkan
tanda perbendungan, darah lebih encer, berwarna merah gelap. Mukosa lambung

23
menunjukkan tanda perbendungan, kemerahan dan tanda inflamasi tapi kadang-
kadang tidak ada kelainan.3
Organ-organ termasuk otak dan darah berbau alkohol. Pada pemeriksaan
histopatologik dapat dijumpai edema dan pelebaran pembuluh darah otak dan
selaput otak, degenerasi bengkak keruh pada bagian parenkim organ dan inflamasi
mukosa saluran cerna.3
Pada kasus keracunan kronik yang meninggal, jantung dapat
memperlihatkan fibrosis interstitial, hipertrofi serabut otot jantung, sel-sel radang
kronik pada beberapa tempat, gambaran seran lintang otot jantung menghilang,
hialinisasi, edema dan vakuolisasi serabut otot jantung. Schneider melaporkan
miopati alkoholik akut dengan miohemoglobinuri yang disebabkan oleh nekrosis
tubuli ginjal dan kerusakan miokardium.3
II.9.2 Metil Alkohol
Tanda-tanda yang ditemukan pada jenazah tidak khas. Pada pemeriksaan
luar mungkin hanya tercium bau khas dan tanda-tanda asfiksia. Pada pembedahan
jenazah dapat ditemukan perbendungan alat-alat dalam, perdarahan pada
permukaan paru dan mukosa alat dalam dan bintik-bintik perdarahan pada selaput
otak (meningen).3 Pada pemeriksaan histopatologik dapat dijumpai degenerasi
bengkan keruh pada hati dan ginjal serta edema otak.3

Gambar 4. Bukti penentuan keterlibatan alkohol dalam derajat intoksikasi.13


II.10. Pemeriksaan Laboratorium
II.10.1 Etanol
Bau alkohol bukan merupakan diagnosis pasti keracunan. Diagnosis pasti
hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan kuantitatif kadar alkohol darah.

24
Kadar alkohol dari udara ekspirasi dan urin dapat dipakai sebagai pilihan kedua.
Untuk korban meninggal, sebagai pilihan kedua dapat diperiksa kadar alkohol
dalam otak, hati atau organ lain atau cairan tubuh lain seperti cairan
serebrospinal.3
Penentuan kadar alkohol dalam lambung saja tanpa menentukan kadar
alkohol dalam darah hanya menunjukkan bahwa orang tersebut telah minum
alkohol. Pada mayat, alkohol dapat berdifusi dari lambung ke jaringan sekitarnya
termasuk ke dalam jantung, sehingga untuk pemeriksaan toksilogi, diambil darah
dari pembuluh darah vena perifer (kubiti atau femoralis).3
Salah satu cara penentuan semikuantitatif kadar alkohol dalam darah atau
urin yang cukup sederhana adalah teknik modifikasi mirodifusi (Conway), sebagai
berikut:3
Letakkan 2 ml reagen Anti eke dalam ruang tengah. Reagen Antie dibuat
dengan melarutkan 3.70 gm Kalium dikromat ke dalam 150 ml air. Kemudian
tambahkan 280 ml asam Sulfat dan terus diaduk. Encerkan dengan 500 ml
akuades.3
Sebarkan 1 ml darah atau urin yang akan diperiksa dalam ruang sebelah
luar dan masukan 1 ml kalium karbonat jenuh dalam ruang sebelah luar pada sisi
berlawanan. Tutup sel mikrodifusi, goyangkan dengan hati-hati supaya darah/ urin
bercampur dengan larutan kalium karbonat. Biarkan terjadi difusi selama 1 jam
pada temperatur ruang. Kemudian angkat tutup dan amati perubahan warna pada
reagen Antie.3
Warna kuning kenari menunjukkan hasil negative. Perubahan warna
kuning kehijauan menunjukkan kadar etanol sekitar 80 mg%, sedangkan warna
hijau kekuningan sekitar 300 mg%.3
Kadar alkohol darah yang diperoleh pada pemeriksaan belum menunjukkan kadar
alkohol darah pada saat kejadian. Hal ini akibat dari pengambilan darah dilakukan
beberapa saat setelah kejadian, sehingga perhitungan kadar alkohol darah saat
kejadian harus dilakukan. Meskipun kecepatan eliminasi kira-kira 14-15 mg%,
namun dalam perhitungan harus juga dipertimbangkan kemungkinan kesalahan
pengukuran dan kesalahan perkiraan kecepatan eliminasi. Gruner (1975)
menganjurkan angka 10 mg% per jam digunakan dalam perhitungan. Sebagai

25
contoh, bila ditemukan kadar 50 mg% yang diperiksa 3 jam setelah kejadian, akan
memberikan angka 80 mg% pada saat kejadian.3
II.10.2 Metil Alkohol
Bahan-bahan yang perlu diambil untuk pemeriksaan toksikologik adalah
darah, otak, hati, ginjal, dan urin. Dalam urin dapat ditemukan metil alkohol dan
asam formiat sampai 12 hari setelah keracunan.3
II.11 Penatalaksanaan
Seperti halnya pada semua kasus kegawatdaruratan, penatalaksanaan awal
pada pasien dengan intoksikasi alkohol harus fokus pada penatalaksanaan awal
ABC (Airway, Breathing, Circulation).15
Absorpsi alkohol pada saluran pencernaan sangat cepat, maka tindakan
bilas lambung, muntah yang diinduksi ataupun penggunaan charcoal harus
dilakukan dalam 30 sampai 60 menit pertama setelah alkohol dikonsumsi untuk
mendapatkan manfaatnya. Bilas lambung dengan larutan natrium karbonat 4%
digunakan untuk menghilangkan toksin untuk mengatasi asidosis dan iritasi
lambung. Tindakan bilas lambung dapat dilakukan, akan tetapi kurang
dibutuhkan.15
Selain menstabilkan kondisi pasien, pengobatan suportif pada intoksikasi
ethanol dan isopropanol juga sangat dibutuhkan. Penggunaan H2 inhibitor atau
proton pump inhibitor dapat membantu pada kondisi hemorrhagic gastritis yang
dapat terjadi akibat konsumsi isopropanol. Jika didapatkan gangguan
hemodinamik yang berat dapat dilakukan hemodialisa. 15
Pengobatan utama pada intoksikasi baik ethanol maupun ethylen glycol
adalah dengan memblok rantai alcohol dehydrogenase. Enzim ini dapat dihambat
oleh ethanol ataupun fomepizole. Kadar toksin alkohol biasanya tidak dapat
diketahui dengan cepat. Oleh karena itu, idealnya, jika intoksikasi methanol atau
ethylene glycol dicurigai, seorang pasien harus menerima fomepizole loading
dose, sementara kadar toksin diukur. Karena pemberian dosis fomepizole
selanjutnya tidak kurang dari 12 jam setelah pemberian dosis pertama. Strategi ini
memberikan kesempatan untuk dapat memproses darah di laboratorium sebelum
memberikan pengobatan tambahan jika dibutuhkan.15,20
Penghambatan alkohol dehidrogenase dengan ethanol bisa digunakan
untuk menggantikan pengobatan dengan fomepizole, meskipun beberapa

26
penelitian telah membuktikan pemberian fomepizole sebagai terapi jauh lebih
aman, jika tersedia. Pada beberapa pasien, terapi tunggal dengan menggunakan
fomepizole bisa digunakan sebagai terapi mutlak dan dapat mencegah kebutuhan
akan hemodialisis.20
Sebagai tambahan untuk menghambat alkohol dehidrogenase, keadaan
asidosis metabolik seharusnya ditangani dengan pemberian infus sodium
bikarbonat. Jika dicurigai keracunan methanol, asam folinic harus diberikan
dengan dosis 1mg/kg, dengan dosis maksimal 50mg. Pemberiannya harus
diberikan setiap 4 jam. Jika folinic acid tidak tersedia segera, pemberian asam
folat dapat diberikan dengan dosis yang sama.15
Jika diduga overdosis ethylen glycol, pasien juga harus menerima 100mg
thiamine (vitamin B1) via intravena setiap 6 jam dan 5mg pyridoxine (Vitamin
B6) setiap 6 jam. Tujuan pemberian thiamine dan pyridoxine adalah untuk
mengalihkan jalur metabolisme asam glyoxylic jauh dari oksalat dan membentuk
rantai metabolit yang kurang toksik.15,21
Pada overdosis methanol, pemberian sodium bikarbonat harus diberikan
secara bebas, dengan tujuan untuk membalikkan keadaan asidosis secara
sempurna. Studi eksperimental mengatakan bahwa formate diekskresikan di ginjal
lebih banyak ketika pasien tidak dalam keadaan asidotik. Sebagai tambahan,
ketika pasien dalam keadaan tidak asidotik, asam formic terpecah menjadi formate
dengan kecepatan yang lambat sehingga lebih sedikit formate yang melewati swar
darah otak. Oleh karena itu, pada intoksikasi methanol, memperbaiki keadaan
asidosis mempercepat eliminasi senyawa toksin dan mengurangi toksisitas.15,21
Jika ethanol digunakan sebagai penawar, target serum yang
direkomendasikan adalah 100-150 mg/dl. Karena ethanol menghambat
glukoneogenesis, keadaan hipoglikemia biasa terjadi pada pasien yang menerima
infus ethanol. Hipoglikemia umum terjadi pada pasien anak yang menerima terapi
ini. Oleh karena itu, kadar gula darah harus diperiksa secara berkala, paling tidak
setiap 2 jam. Sebagai tambahan, oleh karena sulit untuk mempertahankan
konsentrasi serum ethanol, kadar ethanol juga harus dicek secara berkala, dan
titrasi harus dilakukan. 15,21
Jika ethanol diberikan, 600 mg/kg loading dose harus diberikan,
dilanjutkan dengan drips 66-154 mg/kg/jam, Jika pada kondisi alcoholic kronik

27
membutuhkan dosis maksimal. Ethanol dapat diberikan baik secara intravena
maupun oral. Selain keadaaan hipoglikemia, efek samping dari pemberian infus
ethanol dapat berupa depresi system saraf pusat, pancreatitis, local phlebitis.
Pemberian ethanol membutuhkan biaya yang lebih besar dibandingkan dengan
pemberian femopizole.20
Hemodialisis sering diberikan pada pasien dengan jumlah methanol dan
ethylene glycol yang signifikan. Indikasi untuk hemodialisa adalah sebagai
berikut:15
1. Arterial PH < 7.10
2. pH < 7.3 walaupun telah diberikan terapi bikarbonat
3. Peningkatan serum kreatinin level 90 mmol/L
4. Kadar konsentrasi methanol atau ethylene glycol di plasma ≥ 50 mg/dL

II.12 Kondisi Hukum


1. Dalam UU No. 23/1992 tentang Kesehatan, masalah minuman beralkohol,
tidak diatur secara eksplisit. Dalam Pasal 44 UU No. 23/1992 berbunyi:15
a. Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif,
diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan
perorangan, keluarga dan masyarakat.
b. Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif,
harus memenuhi standar dan atau persyaratan yang ditentukan.
c. Ketentuan mengenai pengaman bahan yang mengandung zat adiktif,
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
2. Dalam Penjelasan Pasal 44 tersebut dikatakan bahwa:15
a. Bahan yang mengandung zat adiktif adalah bahan yang penggunaannya
dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya atau masyarakat sekeliling-nya;
b. Penetapan standar diarahkan agar zat adiktif yang dikandung oleh bahan
tersebut dapat ditekan dan untuk mencegah beredarnya bahan palsu.
Penetapan persyaratan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif
ditujukan untuk menekan dan mencegah penggunaan yang mengganggu
atau merugikan kesehatan orang lain.

28
BAB III
PENUTUP

Alkohol adalah sekelompok senyawa yang terdiri atas ethyl alcohol,


methyl alcohol, ethylene glycol, isopropyl alcohol; dimetabolisme oleh alcohol
dehidrogenase. Etanol atau etil alkohol merupakan cairan tidak berwarna, jernih,
berbau khas dan merupakan komponen minuman keras dengan berbagai
konsentrasi. Zat ini banyak dipakai di bidang kesehatan sebagai desinfektans.
Etilen glikol adalah larutan alkohol yang tidak berbau, terasa manis dan sering
dipakai untuk antifreezing dan deicing. Etilen glikol biasa digunakan untuk cairan
transmisi, rem dan kosmetik tertentu. Metanol berupa cairan jernih tidak
berwarna,disebut juga wood alcohol, karena hasil distilasi kayu. Larutan ini sering

29
dipakai dalam industri mebel. Isopropil alkohol merupakan cairan jernih, tidak
berwarna terasa pahit dan berbau khas. Senyawa ini sering dipakai untuk
kosmetik, desinfektans dan antifreeze. Hasil metabolisme etilen glikol dan metil
Alkohol menghasilkan anion gap dan osmolal gap yang tinggi, sedangkan
isopropyl alkohol menghasilkan aceton dan etil alkohol bisa mengakibatkan
ketoasidosis. Etilen glikol dan methyl alkohol disebut Toxic Alcohol, meskipun
tidak berarti bahwa ethanol tidak bersifat toksis.1
Intoksikasi alkohol dapat terjadi secara akut maupun kronis.Intoksikasi
alkohol akut adalah suatu kondisi klinis berbahaya yang biasanya terjadi pada
sejumlah besar alkohol.Gejala terkait yang paling terpengaruh adalah daerah otak.
Lobus frontal terutama dipengaruhi pada kadar darah alkohol yang rendah. Di atas
100 mg/dL, lobus parietal dipengaruhi.Pada titik ini mempengaruhi keterampilan
motorik dan perilaku sensorik.Di atas 300 mg/dL, serebelum dan lobus oksipital
dari otak yang terpengaruh. Pada kadar alcohol tinggi yaitu kadar 400-500 mg%,
aktivitas motorik hilang sama sekali, timbul stupor atau koma, pernafasan
perlahan dan dangkal, suhu tubuh menurun.
Pada intoksikasi kronis alkohol, penggunaan jangka panjang alkohol dapat
merusak beberapa sistem organ.Penyakit hati mungkin adalah gangguan yang
paling umum yang terkait dengan alkoholisme.Fatty liver adalah kondisi yang
umum tetapi reversibel.Sirosis ditemukan pada 8%-20% dari pecandu alkohol
jangka panjang.Terkait kerusakan progresif pada fungsi hati dapat berujung pada
gagal hati, koma hepatik, dan kematian.
1

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Dharma M. S., Ertaliza, Anita T. Investigasi Kematian Dengan Toksikologi


2. Wibisono A. S. Laporan Kasus : Keracunan ‘Alkohol Beracun’. Dalam : Majalah
Kedokteran Terapi Intensif. 2012. Hal. 109-15.
3. Budiyanto.A, Widiatmaka. W, dkk. In : Budiyanto.A, Widiatmaka. W, dkk,
editors. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta; Bagian Kedokteran Forensik
Universitas Indonesia; 1997. Hal. 113-20.
4. Bardale R. Principles of Forensic Medicine and Toxicology. Jayoee Brothers
Medical Publishers. New Delhi: 2011: 511-516
5. Budiman. Masalah Kesehatan Akibat Merokok dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 2006:90-93.
6. Li R, Hu L, Hu L, et al. Evaluation of Acute Alcohol Intoxication as the Primary
Cause of Death: A Diagnostic Challenge for Forensic Pathologists. J Forensic
Sci. 2017:1-7. doi:10.1111/1556-4029.13412.
7. Yoon. Y, Stinson.F,et all. Accidental Alcohol Poisoning Mortality in the United
States, 1996-1998. [online]. 2014. [Cited 28 December 2017]. Available from :
URL: http://pubs.niaaa.nih.gov/publications/arh27-1/110-120.htm
8. Mowry JB, Spyker DA, Brooks DE, McMillan N, Schauben JL. 2014 Annual
Report of the American Association of Poison Control Centers’ National Poison
Data System (NPDS): 32nd Annual Report. Clin Toxicol. 2015;53(10):962-1147.
doi:10.3109/15563650.2015.1102927.
9. Brinker K, Lumia M, Markiewicz K V, et al. Assessment of emergency
responders after a vinyl chloride release from a train derailment - New Jersey,
2012. MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 2015;63(53):1233-1237.
10. Goodman, Gilman. Pharmacology and Therapeutics. Vol 33.; 1992.
doi:10.1136/gut.33.1_Suppl.S9.
11. Damono. Farmasi Forensik dan Toksikologi. 2009. FKUI: Jakarta. Hal:74
12. Katzung BG. Basic & Clinical Pharmacology.; 2012.
13. World Health Organization. Summary of the Report from the WHO
Collaborative Study on Alcohol and Injuries. In. Alcohol and Injury in
Emergency Departments. France. 2007.
14. Moss M., Burnham E. L. Alcohol abuse in the critically ill patient. In : Lancet.
USA. 2006. P: 2231-39.
15. Doer J. Alcohol Intoxication. http://www.emedicinehealth.com/

vi
alcohol_intoxication/page2_em.htm Published 2017.
16. Kraut J. A., Kurtz I. Toxic Alcohol Ingestion: Clinical Features, Diagnosis, and
Management. In: American Society of Nephrology. Los Angeles, California.
2008. P: 209-22.
17. DiMaio. V, Dimaio D. Interpretative Toxicology: Drug Abuse and Drug Deaths.
In: DiMaio. V, Dimaio D , editors. Forensic Pathology. 2 nd ed. USA. CRC Press;
2001. P: 530-4.
18. Knight, Benard. Alcohol. In : Bernard, Knight,editor. Simpson’s Forensic
Medicine. 11th ed. London. Arnold Publishers; 2001. P: 176-8.
19. Fenton, J. Alcohols. In: Fenton, J, editor. Toxicology A Case-Oriented Approach.
USA. CRC Press; 2001. P: 239-56.
20. Barceloux PDG, Bond GR, Krenzelok EP, Cooper H, Vale JA. American
Academy of Clinical Toxicology Practice Guidelines on the Treatment of
Methanol Poisoning Committee on the Treatment Guidelines for Methanol. Clin
Toxicol. 2002;40(4):415-446. doi:10.1081/CLT-120006745.
21. Barceloux DG, Krenzelok EP, Olson K, Watson W. American Academy of
Clinical Toxicology Practice Guidelines on the Treatment of Ethylene Glycol
Poisoning. Ad Hoc Committee. J Toxicol Clin Toxicol. 1999;37(5):537-560.
22. Presiden Republik Indonesia. Undang Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang :
Kesehatan. Jakarta. LN 1992/100; TLN NO. 3495; 1992.

TAKE HOME MESSAGE

1. Intoksikasi Alkohol merupakan salah satu bentuk intoksikasi yang tersering


terjadi dari berbagai jenis intoksikasi lainnya.
2. Intoksikasi alkohol dapat memberikan gejala intoksikasi alkohol yang terbagi
atas dua yaitu gejala akut dan gejala kronik dimana keduanya memberikan gejala
pada beberapa organ dan sistem tubuh yaitu Saluran cerna, Jantung, Sistem Saraf
Pusat, Hati, dan Pankreas.

vii
3. Keracunan alkohol beracun (ethylene glycol atau methanol) perlu dicurigai pada
pasien dengan riwayat peminum alkohol disertai asidosis metabolik berat, anion
gap yang tinggi dan napas tidak berbau.
4. Penyalahgunaan alkohol merupakan penyebab atau paling tidak sebagai faktor
pencetus dari kecelakaan , pembunuhan, bunuh diri serta pelbagai tindak pidana
lainnya Dengan demikian pemeriksaan alkohol dalam setiap tindak pidana perlu
dilakukan baik pemeriksaan terhadap diri korban maupun terhadap pelaku
kejahatan dengan tujuan membuat jelas dan terang kasus yang bersangkutan.

viii

Anda mungkin juga menyukai