Anda di halaman 1dari 28

Deep Vein Thrombosis

Referat

Nurhidayah Hasan (C11114061)

SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Akhtar Fajar. M, Sp. JP, FIHA
Anatomi
Anatomi
 Deep vein thrombosis (DVT)
adalah pembentukan gumpalan
darah (thrombus) di pembuluh
darah bagian dalam yang
diikuti oleh reaksi inflamasi
dinding pembuluh darah dan
jaringan perivena.

Definisi
 Angka kejadian DVT50 per 100.000 penduduk, sedangkan
usia > 70 tahun diperkirakan 200 per 100.000 penduduk.
 Pria > wanita.
 Kejadian trombosis vena dikaitkan dengan kelompok etnis,
diperkirakan 25% lebih tinggi di Afrika-Amerika dan
peningkatan risiko pada orang kulit hitam > orang kulit putih.
 Kejadian DVT berkisar 30% di Eropa dan 16% di Amerika.
 Pada pasien yang menjalani operasi panggul/lutut, kejadian
DVT berkisar 45-70%.

Epidemiologi
 Defisiensi Antitrombin III, protein C, protein S dan
alfa 1 anti tripsin
 Tindakan operatif
 Kehamilan & persalinan
 Infark miokard & payah jantung
 Imobilisasi yang lama & paralisis ekstremitas
 Obat-obatan kontrasepsi oral
 Obesitas & varises
 Proses keganasan

Faktor Risiko
Trias Virchow
Stasis Imobilitas
Bed rest
Tindakan anastesi
Gagal jantung kongestif
Riwayat trombosis vena sebelumnya
Hiperkoagulasi Keganasan
Antibodi Antikardiolipin
Sindroma nefrotik
Trombositosis esensial
Terapi estrogen
Heparin-induced
Trombositopenia
Inflamatory bowel disease
Paroxysmal Nocturnal hemoglobinuria
Disseminated intravascular coagulation
Defisiensi protein C dan S
Defisiensi antitrombin III

Kerusakan dinding pembuluh Trauma


darah Pembedahan

Etiologi dan Patofisiologi


Cascade
Coagulation
Patofisiologi
 Diagnosis DVT tidak cukup hanya
berdasarkan gejala klinis karena tidak
spesifik ataupun sensitif.
 Kombinasi Well’s rule + tes non-invasif 
meningkatkan ketepatan diagnosis dan
kurangi kebutuhan investigasi lebih lanjut.
Karakteristik Klinis Skor

1
Kanker aktif (sedang dalam pengobatan, atau riwayat menjalani pengobatan dalam bulan
terakhir atau sedang dalam terapi paliatif)

Paresis, paralisis, atau imobilisasi akibat bidai pada ekstremitas bawah 1

Tirah baring > 3 hari atau baru menjalani bedah mayor dalam 4 minggu terakhir 1

Nyeri lokal terbatas pada daerah yang sesuai dengan sistem distribusi vena dalam 1

Pembengkakan seluruh bagian tungkai 1

1
Pembengkakan tungkai bawah dengan diameter 3 cm lebih besar dari tungkai bawah
kontralateral (diukur 10 cm di bawah tuberositas tibia)

Pembengkakan tungkai terbatas pada daerah yang simptomatik 1

Kolateral vena-vena superfisial (bukan varises) 1

Diagnosis alternatif yang mirip atau sama kuatnya dengan trombosis vena dalam -2

Well’s rule sebagai tes awal diagnosis DVT

Diagnosis
• Skor 0 atau kurang  kemungkinan DVT
rendah
• Skor 1 atau 2  kemungkinan DVT
sedang
• Skor >3  kemungkinan DVT tinggi.
Manifestasi klinis:
 Asimptomatik
 Nyeri dan edema
 Perubahan warna kulit (kemerahan/flegmasia
alba dolens/ flegmasia cerulea dolens)
 Vena superfisial lebih terlihat
 Kulit hangat
 Homan’s Sign
 Moses Sign

Diagnosis
Flegmasia alba dolens Flegmasia cerulea dolens
 Nyeri dan edema  Oklusi pada vena
 ‘Milk leg’ or ‘white superfial maupun
leg’ profunda
 Total oklusi pada  Signifikan edema,
sistem vena sangat nyeri,
iliofemoral dalam sianosis, bullae
 Vena superfisial  Sindrom
masih terbuka kompartemen, acute
 Pucat tanpa sianosis iskemia

Diagnosis
Homan’s Sign

 Penderita dalam posisi supinasi,


fleksikan lutut
 Secara paksa dan tiba-tiba
lakukan dorsofleksi pada
pergelangan kaki
 Amati apakah ada nyeri pada
betis atau regio poplitea
 Jika ada nyeri makan positif sign

Diagnosis
Moses Sign

 Nyeri pada betis saat meremas


otot betis

 Sebenarnya homan’s sign dan


moses sign tidak efektif dijadikan
sebagai langkah diagnosis
karena bisa menyebabkan suatu
emboli pada DVT.

Diagnosis
Alogaritma Diagnosis
• Biomarker terbaik untuk VTE.
• Merupakan hasil akhir pemecahan fibrin oleh plasmin.
• Menunjukkan aktivitas secara umum dari koagulasi dan
fibrinolisis.
• Kombinasi clinical probability model dan test D-dimer
dapat menyingkirkan sebanyak 25% pasien yang
dengan gejala klinis meyerupai DVT tanpa perlu
pemeriksaan lebih lanjut.
• Sensitifitas tinggi (95%) spesifisitas rendah.
• Metode: ELISA, Latex Agglutination (LA) dan Whole
Blood Agglutination (WBA).
• Positif palsu  inflamasi, kehamilan, malignansi, usia
tua dan kehamilan.
• Negatif palsu  pengguna heparin.16,17

D-Dimer
• Non-invasive, aman, mudah didapat, dan relatif murah.
• Kriteria mayor adanya trombosis  gagalnya penekanan lumen vena dengan
tekanan yang cukup dengan probe USG.
• Dapat mendeteksi adanya Baker’s cyst, hematoma dalam otot atau di daerah
yang lebih superfisialis, lymphadenopathy, aneurisma femoralis, tromboplebitis
superfisialis dan abses.
• Terbatas untuk deteksi trombus didaerah distal, sulit dilakukan pada pasien
gemuk, edema, dan nyeri di lokasi vena yang diperiksa.
• Indikasi pemeriksaan ulang  pasien gejala DVT tetapi hasil pemeriksaan awal
normal/ pasien yang kontraindikasi untuk pemeriksaan dengan metode tersebut
atau fasilitas yang tidak tersedia.
• Tidak diperlukan pada pasien dengan kriteria Wells unlikely dan test D-dimer
negatif.18

Ultrasound
• Magnetic resonance venography
Dapat digunakan untuk mendiagnosis DVT proximal terutama
trombus vena pelvic yang susah dideteksi dengan ultrasound
• Contrast venography
Invasive dimana kontras dimasukkan melalui vena pada
tungkai kemudian mengamati perjalanan kontras melalui ven-
vena, amati adanya filling defect maka daerah tersebut adalah
DVT.

Imaging lainnya
Prinsip pemeriksaan ini adalah memantau perubahan volume
darah tungkai. Pemeriksaan ini lebih sensitif untuk trombosis
vena femoralis dan iliaca dibandingkan vena di daerah betis.

Flestimografi Impedans
Non Farmakologi Farmakologi

 Bedrest  Unfractionated Heparin


 Low-Molecular-Weight
 Compression Stocking Heparin (LMWH)
 Warfarin
 Trombektomi  Obat-obat trombolitik

Penatalaksanaan
Limfedema
 terjadi pembengkakan bersifat unilateral meskipun kadang
dapat terjadi bilateral serta sering terjadi pada usia muda
(anak-anak atau remaja) yang ditandai dengan adanya infeksi
kulit berulang, limfangitis, filariasis, trauma, keganasan dan
radiasi atau pembedahan pada limfonodi yang merupakan
faktor predisposisi penting dalam mendiagnosis limfedema.2
Cellulitis,
 Merah, hangat, bengkak pda tungkai yang sakit, namun
areanyang sakit lebih kecil dibanding gambaran DVT dan
tanda yang jelas dan berbatas tegas. Ada fokus infeksi dan ada
riwayat demam.

Diagnosis Banding
 30% pasien akan berlanjut menjadi insufisiensi vena
kronik dengan gejala edema unilateral atau bilateral
disertai dengan hiperpigmentasi, nyeri, gatal atau
ulkus yang membaik dengan peninggian posisi kaki.2

 Komplikasi utama  postthrombotic syndrome dan


kematian akibat emboli paru.1

Prognosis
Pulmonary Embolism (PE) Post-thrombotic syndrome
 Penyumbatan arteri  akibat inkompetensi katup
pulmonalis atau vena yang terjadi saat
percabangannya akibat rekanalisasi lumen vena
bekuan darah yang berasal yang mengalami trombosis,
dari tempat lain. atau karena sisa trombus
 seringkali pasien mengeluh dalam lumen vena.
sesak napas, nyeri dada saat  Ditandai bengkak dan nyeri
menarik napas, batuk berulang dan progresif,
sampai hemoptoe, palpitasi, dapat terjadi dalam 1-2
penurunan saturasi oksigen. tahun setelah kejadian
 Kasus berat  penurunan trombosis vena dalam.
kesadaran, hipotensi bahkan  Dapat terjadi ulserasi
kematian. (venous ulcer), biasanya di
 Gold Standard  angiografi daerah perimaleolar tungkai.

Komplikasi
 Faktor risiko trombosis vena dalam tidak sepenuhnya
dapat dieliminasi, namun dapat diturunkan.
 Pasien yang baru menjalani pembedahan mayor atau
melakukan perjalanan jauh  Menekuk dan
meluruskan lutut 10 kali setiap 30 menit
 Penerbangan lama  peregangan dan berjalan-jalan
setiap 2 jam.21

Pencegahan
1. editor. Horrison’s hematology and oncology. New York: Mc-Grow Hill Company; 15. Pabinger I. Biomarkers and venous thromboembolism. Arterioscler
2010 Thromb Vasc Biol 2009;29:332-6.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu 16. Aguilar C, delVillar V. Combined D-dimer and clinical probability are
Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2015 useful for exclusion of recurrent deep venous thrombosis. Am J
3. Kesieme Emeka, Kesieme Chinenye, Nze Jebbin, Eshiobo Irekpita, Andrew Hematol 2007;82(1):41-4.
Dongo. Deep vein thrombosis: a clinical review. J Blood Med. 2011; 2: 59–69. 17. Brotman DJ, Segal JB, Jani JT, Petty BG, Kickler TS. Limitations of D-
Published online 23 Maret 2018. doi: 10.2147/JBM.S19009 dimer testing in unselected with suspected venous thromboembolism.
4. Cushman, Mary. Epidemiologi and Risk Factor for Venous Thrombosis. HHS Am J Med 2003;114(4):276282.
Public Access. Semin Hematol, 2007 Apr; 44(2); 62-69. Akses dari 18. Hirsh J, Lee AY. How we diagnose and threat deep vein thrombosis.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9556467 Blood 2002;99:3102-10
5. Tsai AW, Cushman M, Rosamond WD, Heckbert SR, Polak JF, Folsom AR. 19. Rabinov K, Paulin S. Roentgen diagnosis of venous thrombosis in the
Cardiovascular risk factors and venous thromboembolism incidence: the leg. Arch Surg. 1972;104(2):134-44
Longitudinal Investigation of Thromboembolism Etiology. Arch Intern Med. 20. Bauer KA. Fondaparinux sodium: a selective inhibitor of factor Xa. Am
2002;162:1182–1189. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12020191 J Health Syst Pharm 2001;58 Suppl 2:S14-S17.
6. White R, Zhou H, Romano P. Incidence of idiopathic deep venous thrombosis 21. Bates SM, Jaeschke R, Stevens SM, Goodacre S, Wells PS, Stevenson
and secondary thromboembolism among ethnic groups in California. Ann Intern MD, et al Diagnosis of DVT: Antithrombotic therapy and prevention of
Med. 1998;128:737–740. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9556467 thrombosis. 9th ed. American College of chest physicians. Evidence-
7. Gregg JP, Yamane AJ, Grody WW. Prevalence of the factor V-Leiden mutation based clinical practice guidelines. Chest 2012; 141(2)(Suppl):351–
in four distinct American ethnic populations. Am J Med Genet. 1997;73:334– 418. doi: 10.1378/chest.11-2299.
336. 22. Partsch H, Blattler W. Compression and walking versus bed rest in the
8. Lutsey PL, Cushman M, Steffen LM, Green D, Barr RG, Herrington D, et al. treatment of proximal deep venous thrombosis with low molecular
Plasma hemostatic factors and endothelial markers in four racial/ethnic groups: weight heparin. J Vasc Surg. 2000; 32:861-9.
the MESA study. J Thromb Haemost. 2006;4:2629–2635. 23. David L, Erica P, James D, Mark B. Diagnosis and management of
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17002663 iliofemoral deep vein thrombosis: Clinical practice guideline. CMAJ.
9. Goldhaber S. Risk factors for venous thromboembolism. J Amer Coll Cardiol. 2015;23: 1-9
2010; 56:1-7 24. Bates S, Ginsberg G. Treatment of deep vein thrombosis. N Engl J
10. JCS Guidelines 2011. Guideline for the diagnosis, treatment and prevention of Med. 2004; 351:268-77
pulmonary tromboembolism and deep vein trombosis. Circ J. 2011; 75: 1258- 25. Ginsberg, J. Deep venous thrombosis. Cecil Medicine. 23rd ed. New
81 York: Mc Graw-Hill; 2007
11. Fauci,AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, et al. 26. Buller H, Davidson B, Decousus H, Gallus A, Gent M. Fondaparinux or
Venous thrombosis. In: Harrison’s principles of internal medicine. 17th ed. enoxaparin for the initial treatment of symptomatic deep vein
Ch.111. USA: McGraw-Hill; 2008. thrombosis. Ann Intern Med. 2004; 140:867-73
12. Colman RW. Hemostasis and thrombosis: basis principles and clinical practice. 27. Breddin HK, Hach-Wunderle V, Nakov R, Kakkar VV; COR TES
5th ed. Philadelphian: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. Investigators. Clivarin: Assessment of Regression of Thrombosis,
13. Wells PS, Anderson Dr, Bormanis J, et al. Value of assessment of pretest Efficacy, and Safety. Effects of a LMH on thrombus regression and
probability of deep vein thrombosis in clinical management. Lancet recurrent thrombo-embolism in patient DVT. N. Engl J Med. 2001;
1997;350(9094):1795-8. 344:626-31.
14. Oudega R, Hoes AW, Moons KG. The Wells rule does not adequately rule out
deep venous thrombosis in primary care patients. Ann Intern Med
2005;143(2):100-7

Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai