Anda di halaman 1dari 3

4.

2 Pembahasan
Suhu adalah keadaan panas dan dingin yang diukur dengan menggunakan termometer.
Suhu tubuh merupakan keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas. Suhu tubuh
yang normal adalah 36,5°C – 37,5°C, akan tetapi pagi hari suhu akan mendekati 36°C,
sedangkan pada malam hari mendekati 37,7°C, karena perubahan tersebut merupaka kondisi
fisiologi yang normal. Akan tetapi suhu tubuh juga akan meningkat akibat adanya perbedaan
suhu lingkungan dan kelembapan yang relative tinggi (Sherwood, 2014)
Pada praktikum kali ini, dilakukan pada hewan percobaan menggunakan mencit , juga
menggunakan vaksin DPT, vaksin DPT ini untuk meningkatkan suhu tubuh mencit
(menyebabkan mencit menjadi demam), demam tersebut doperoleh dengan cara bakteri
mikrorganisme yang terdapat di dalam vaksin yang disuntikan kedalam tubuh mencit akan
menimbulkan respon pada tubuh mencit tersebut karena vaksin DPT yang termasuk dalan toksid
ini memiliki toksin yang dihilangkan toksisitasnya, namun tidak kehilangan determinan
antigennya, sehingga masih dapat menghasilkan antibody disertai peningkatan tubuh (demam).
Sebelum masing-masing kelompok diberikan perlakuan, mencit akan diukur terlebih
dahulu suhu tubuhnya, pengukuran suhu tubuh dilakukan dibagian rektal karena suhu rectal lebih
tinggi satu derajat dari suhu urin. Dilakukan pengukuran suhu awal (normal) dan suhu setelah
diberi vaksin DPT. Suhu awal sebelum diberikan vaksin DPT pada mencit 1 adalah 36,8OC,
mencit 2 adalah 36,7OC, mencit 3 adalah 36,8OC. Setelah diberi vaksin lebih tinggi dari pada
suhu awalnya, yang berarti vaksin DPT yang diberikan secara nyata menaikkan suhu tubuh pada
mencit. Hal tersebut sesuai dengan kriteria demam pada hewan uji .
Untuk mendemamkan tubuh mencit yaitu dengan diberi vaksin DPT sebanyak 1 ml yang
diinjeksikan secara intramuscular, hasilnya suhu tubuh mencit sudah berada pada kisaran antara
37,9OC, dimana suhu awal tubuh mencit sebelum diberi vaksin berada pada kisaran 36,8OC.
Meningkatnya suhu tubuh pada mencit ini disebabkan karena efek pemberian vaksin DPT.
Vaksin DPT mengandung bakteri Clostridium tetani, Corynebacterium dipteriae dan Bordetella
pertusis yang telah diinaktifkan sehingga mekanisme kerjanya merangsang tubuh membentuk
antibodi terhadap penyakit dipteri, tetanus, dan pertusis (Depkes, 1995).
Selanjutnya, setelah diberi vaksin DPT maka dilanjutkan dengan perlakuan tiap mencit
diberikan obat yang berbeda-beda, mencit pertama diberikan Na CMC sebanyak 1 ml, mencit ke
2 diberikan obat paracetamol sebanyak 1 ml, dan mencit ke 3 diberikan antalgin sebanyak 1 ml.
dan diukur suhu masing-masing mencit pada setiap 20 menit berturut-turut (tahap pemulihan)
yaitu setelah 20 menit, 40 menit, 60 menit.
Hasil yang diperoleh pada mencit kontrol yang hanya diberi Na CMC shunya pada menit
ke 20, 40 dan 60 secara berturut adalah 37,9⁰C, 37,8⁰C dan 37,2⁰C, mencit ke 2 yang beri larutan
paracetamol suhu tubuhnya secara berturut adalah 37,3⁰C, 37,3⁰C dan 36,6⁰C sedangkan mencit
ke 3 suhu tubuhnya mengalami penurunan setelah beri larutan antalgin yaitu 36,9⁰C, 36,8⁰C dan
35,9⁰C.
Penurunan suhu tubuh pada perlakuan yang diberi Paracetamol 1 ml yaitu,dari 37,3⁰C
kemudian turun menjadi 36,6⁰C. Parasetamol sebagai pembanding mampu menurunkan suhu
tubuh yang demam, sesuai dengan mekanisme kerja dari parasetamol yang memiliki zat
antipiretik dan analgesik. Caranya dengan menghambat enzim siklooksigenase yang berperan
pada sintesis prostaglandin. Turunnya panas ini akan diikuti respon fisiologi berupa penurunan
produksi panas, peningkatan aliran darah ke kulit, dan mudahnya panas tubuh menguap lewat
kulit (Soedarmo, 2002)
Pada percobaan yang diberi antalgin 1 ml memiliki suhu yang lebih rendah yaitu 35,9OC
dibanding perlakuan lainnya. Memiliki efektivitas dalam menurunkan suhu yang lebih baik
karena obat antalgin termasuk derivate metasulfanot dari amidopiryn yang mudah larut dalam air
dan cepat larut ke dalam tubuh. Bekerja secara sentral pada otak untuk menghilangkan nyeri,
munurunkan demam. antalgin mempengaruhi hipotalamus dalam menurunkan sensitifitas
reseptor rasa sakit dan thermostat yang mengatur suhu tubuh (Lukmanto, 1986)
Dapus

Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC

Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Hal.1033.

soedarmo, S.S.P., Garna, H. & Hadinegoro, S.R., 2002, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak
: Infeksi &Penyakit Tropis, Edisi I, Hal 367-375, IDAI, Jakarta.

Lukmanto, H., 1986, Informasi Akurat Produk Farmasi di Indonesia, Edisi II, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai