Kel. 7 Imunisasi-2
Kel. 7 Imunisasi-2
Di susun oleh :
2018/2019
KATA PENGANTAR
Makalah ini berisi tentang Konsep Imunisasi yang mencakup latar belakang,
pengertian, tujuan, manfaat, dampak, jenis-jenis imunisasi, penyelenggaraan
imunisasi di Indonesia, dan jadwal imunisasi.
Sekian
Penyusun
i
DAFTAR ISI
SAMPUL
B.Tujuan ................................................................................................................................... 5
BAB 2 PEMBAHASAN
E. Dampak Imunisasi................................................................................................................. 12
BAB 4 PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................................................... 36
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sejak jaman Rasulullah sudah di lakukan hal yang seperti pemberian imunisasi
kepada bayi yang baru lahir, pada saat itu di kenal dengan istilah tahnik yang berasal dari
kata hanak yang artinya langit-langit mulut. Jadi proses tahnik itu adalah kurma yang di
kunyah oleh orang shalih atau orang tuanya yang di kunyah sampai sampai lumat
kemudian di kolohkan atau di putar di rongga mulut atau di gosok-gosok ke rongga mulut
mulut bayi, terutama di tempat tumbuhnya gigi bayi dan yang paling inti adalah di langit-
langit mulut bayi. (Emma Yusuf, 2017)
Dari Aisyah, beliau berkata : “Rasulullah SAW didatangkan anak kecil, lalu beliau
mendoakan mereka dan mentahnik mereka”.(HR. Muslim no. 2147)
Di dalam surah An-nisa ayat 9 menjelaskan bahwa seharusnya orang-orang
mukmin itu takut jikalau mereka mati dan meninggalkan setelah kematian mereka anak-
anak keturunannya yang lemah sebagaimana mereka takut hal ini akan terjadi kepada
anak-anak selain anak-anak mereka sendiri. Selayaknya mereka bertakwa kepada Allah
dan bertakwa pula untuk menjaga hak waris anak-anak selain anak mereka. (Zubdatut
Tafsir / Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar mudarris tafsir Universitas Islam Madidinah)
Imunisasi diperkirakan dapat mencegah 2,5 juta kasus kematian anak per tahun di
seluruh dunia dapat dicegah dengan imunisasi (WHO, UNICEF, & World Bank, 2009). Di
Indonesia, imunisasi merupakan kebijakan nasional melalui program imunisasi. Imunisasi
masih sangat diperlukan untuk melakukan pengendalian Penyakit yang Dapat Dicegah
Dengan Imunisasi (PD3I), seperti Tuberkulosis (TB), dipteri, pertusis (penyakit
pernapasan), campak, tetanus, polio dan hepatitis B. Program imunisasi sangat penting
agar tercapai kekebalan masyarakat (population immunity). Program Imunisasi di Indonesia
dimulai pada tahun 1956 dan pada tahun 1990, Indonesia telah mencapai status Universal
3
Child Immunization (UCI), yang merupakan suatu tahap dimana cakupan imunisasi di
suatu tingkat administrasi telah mencapai 80% atau lebih. Saat ini Indonesia masih
memiliki tantangan mewujudkan 100% UCI Desa/Kelurahan pada tahun 2014 (Pusat
Komunikasi Publik, 2011).
Indonesia bersama seluruh negara anggota WHO di Regional Asia Tenggara telah
menyepakati tahun 2012 sebagai Tahun Intensifikasi Imunisasi Rutin atau Intensification of
Routine Immunization (IRI). Hal ini sejalan dengan Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional
atau GAIN UCI yang bertujuan meningkatkan cakupan dan pemerataan pelayanan
imunisasi sampai ke seluruh desa di Indonesia.
Imunisasi merupakan salah satu program Pemerintah untuk memberantas Penyakit
yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Pelaksanaan imunisasi di Indonesia telah di
mulai sebelum kemerdekaan, dan mulai rutin dilakukan pada tahun 1956. Pada tahun 1977
WHO secara global mulai melaksanakan program imunsisasi yang dikenal dengan
Program Pengembangan Imunisasi (PPI). Program Pengembangan Imunisasi PPI
merupakan program pemerintah guna mencapai komitmen internasional dalam rangka
percepatan pencapaian Universal Child Immunization (UCI). Indonesia mulai
melaksanakan program ini pada akhir tahun 1982 (IDAI, 2011). Imunisasi memberikan
kontribusi besar dalam meningkatkan Human Development Index. Upaya preventif untuk
menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat beberapa penyakit dapat
dicegah dengan imunisasi. Salah satunya adalah imunisasi Difteri Pertusis Tetanus (DPT).
Cakupan imunisasi Desa/Kelurahan (UCI) di Kabupaten Sampang pada tahun 2012 hanya
64,52% yang berada di bawah target, dan terdapat kasus difteri sebanyak 38 kasus.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kesediaan masyarakat untuk diimunisasi Difteri Pertusis Tetanus di Kabupaten Sampang,
Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini metode yang digunakan adalah observasional dengan
desain cross sectional. Responden dalam penelitian ini adalah orang tua yang mempunyai
anak umur 12–36 bulan di Kecamatan Ketapang dan Sokobanah. Data akan dianalisis
secara bivariat dan multivariat. Analisis bivariat menunjukkan bahwa faktor pengetahuan,
sikap dan dukungan keluarga terhadap imunisasi berpengaruh positif terhadap perilaku
kesediaan responden untuk mengimunisasi DPT. Faktor yang paling berpengaruh negatif
terhadap kesediaan responden untuk mengimunisasi DPT adalah sikap yang kurang baik.
Perlu pemberian motivasi pada responden baik dari lingkungan keluarga sendiri maupun
dari petugas kesehatan agar bersedia memberi imunisasi pada anak Balita mereka, dan
memberikan penyuluhan melalui PKK, serta mendorong ibu untuk berperan aktif. (Jurnal:
faktor orang tua dan status imunitas DPT anak 12-36 bulan di Kecamatan Ketapang dan
Kecamatan Sokobanah Kabupaten Sampang Factor of Parents and DPT Immunization
Status in Ketapang and Sokobanah Sub District, Sampang District Terbit: 29 Maret 2017)
4
berdasarkan jurnal internasional Immunization and targeted destruction of networks
using explosive percolation tahun 2016, Jaringan ketahanan adalah tema utama dalam
teori complexsystems yang telah menarik banyak perhatian dalam beberapa tahun terakhir
. Dua spesifik masalah fi c adalah imunisasi jaringan terhadap epidemi penyebaran
(penyakit infeksi, virus komputer, atau rumor jahat), dan penghancuran jaringan dengan
serangan yang ditargetkan. Pada mulanya terlihat dua ini terlihat benar-benar di ff erent,
tetapi mereka benar-benar dapat dipetakan ke satu sama lain. Pengamatan utama adalah
bahwa infeksi menyebar dalam suatu populasi menggunakan jaringan kontak antara host
untuk penyebarannya. Dengan demikian, dari sudut pandang infeksi, imunisasi sesuai
dengan serangan yang menghancurkan jaringan yang dapat menyebar. Vaksinasi host
(node jaringan) seringkali paling e ff cara efektif untuk mencegah epidemi besar. (A new
method (‘explosive immunization’ (EI)) is proposed for immunization and targeted
destruction of networks. It combines the explosive percolation (EP) paradigm with the idea
of maintaining a fragmented distribution of clusters. The ability of each node to block the
spread of an infection (or to prevent the existence of a large cluster of connected nodes) is
estimated by a score. The algorithm proceeds by first identifying low score nodes that
should not be vaccinated/destroyed, analogously to the links selected in EP if they do not
lead to large clusters. As in EP, this is done by selecting the worst node (weakest blocker)
from a finite set of randomly chosen ‘candidates’. Tests on several real-world and model
networks suggest that the method is more efficient and faster than any existing
immunization strategy. Due to the latter property it can deal with very large networks).
(berdasarkan jurnal internasional Immunization and targeted destruction of networks using
explosive percolation.Pau Clusella,1,2 Peter Grassberger,3,4 Francisco J. P´erez-Reche,1
and Antonio Politi tahun 2016).
B. Tujuan
1. Mengetahui definisi imunisasi
2. Tujuan pemberian imunisasi
3. Manfaat imunisasi
4. Dampak imunisasi
5. Jenis- jenis imunisasi
6. Penyelanggaraan imunisasi
7. Imunisasi dasar lengkap pada bayi
8. Jadwal pemberian imunisasi
9. Penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian imunisasi
Imunisasi berasal dari kata “imun” yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi
merupakan pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan
sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau
berbahaya bagi seseorang (Lisnawati, 2011).
Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu
penyakit, sehingga bila kelak terpajan pada penyakit tersebut ia tidak menjadi sakit.
Kekebalan yang diperoleh dari imunisasi dapat berupa kekebalan pasif maupun aktif
(Ranuh et.al, 2011).
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan
penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan (Kemenkes RI,
2013).
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak di imunisasi, berarti
diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap
suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain. Imunisasi adalah
suatu upayah untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut
tidak akan sakit atau mengalami sakit ringan (Noordiati,2018).
Istilah kekebalan biasanya dihubungkan dengan perlindungan terhadap suatu
penyakit tertentu. Imunitas atau kekebalan terdiri atas imunitas pasif, yaitu tubuh tidak
membentuk imunitas, tetapi menerima imunitas, sedangkan pada imunitas aktif tubuh
membentuk kekebalan sendiri. Pentingnyya pemberian imunisasi didasarkan pada latar
belakang bahwa pada awal kehidupan, anak belum mempunyai kekebalan sendiri
(humoral), hanya imunoglobulin G yang dodapatnya dari ibu setelah usia 2 sampai 3 tahun,
anak akan membentuk immunoglobulin G sendiri, sedangkan immunoglobulin A dan M
sejak lahir mulai di produksi dan dengan bertambahnya usia anak maka akan meningkat
produksinya. Dengan demukian, pada tahun pertama anak perlu mendapat kekebalan yang
didapat melalui pemberian imunisasi.
B. Kode etik keperawatan anak
Menurut Dalami (2010), prinsip-prinsip etika keperawatan adalah sebagai berikut:
a. Otonomy (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir
logis dan mampu membuat keputusan sendiri.Orang dewasa dianggap kompeten
6
dan memiliki kekuatan membuat sendiri,memilih dan memiliki berbagai keputusan
atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain.Prinsip otonomi merupakan bentuk
respek terhadap seseorang,atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa
dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan
kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktik profesional
merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat
keputusan tentang perawatan dirinya.
b. Berbuat Baik (Beneficience)
Beneficience berarti,hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan
atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang dalam
situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.
c. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapainya sesuatu yang sama dan adil
terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral,legal,dan
kemanusiaan.Nilai ini Direfleksikan dalam praktik profesional ketika perawat bekerja
untuk terapi yang benar sesuai hukum,standar praktik dan keyakinan yang benar
untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
d. Tidak Merugikan (Non Maleficienci)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis
selama perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien dan keluarga.
e. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran.Nilai diperlukan oleh
pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien
dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan
dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.Informasi harus ada
agar menjadi akurat,komprehensif,dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan
penerimaan materi yang ada,dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien
tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama
menjalani perawatan.Walaupun demikian,terdapat beberapa argumen mengatakan
adanya batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis
klien untuk pemulihan atau adanya hubungan paternalistik bahwa “doctors know
best” sebab individu memiliki otonomi,mereka memiliki hak untuk mendapatkan
informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran merupakan dasar dalam
membangun hubungan saling percaya.
f. Menepati Janji (Fidelity)
7
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya
terhadap orang lain.Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta
menyimpan rahasia klien.Ketaatan,kesetiaan,adalah kewajiban seseorang untuk
mempertahankan komitmennya yang dibuatnya. Kesetiaan,menggambarkan
kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab
dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan,mencegah
penyakit,memulihkan kesehatan,dan meminimalkan penderitaan.
g. Kerahasian (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus
dijaga privasi klien.Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan
kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada
seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien
diluar area pelayanan, menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien
dengan tenaga kesehatan lain harus dihindari.
h. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang
profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
C. Tujuan pemberian imunisasi
Imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan terhadap tubuh anak. Tetapi
hampir seperempat dari 130 juta bayi yang lahir tiap tahun tidak diimunisasi. Cakupan
imunisasi dasar lengkap (IDL) di Indonesia tahun 2016 belum mencapai target. Pemerintah
menargetkan cakupan IDL sebesar 91,5 persen, namun hingga akhir tahun hanya 82,1
persen yang berhasil tercapai. Ada beberapa faktor yang menyebabkan ibu tidak
memberikan imunisasi pada bayinya, yaitu; keterbatasan waktu ibu, informasi, dukungan
keluarga yang kurang serta komposisi vaksin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
faktor yang berhubungan dengan pemberian imunisasi dasar lengkap di Posyandu Wilayah
Kerja Puskesmas Umban Sari Pekanbaru Tahun 2017. Jenis penelitian ini adalah
kuantitatif dengan desain cross sectional. Teknik sampling menggunakan accidental
sampling, populasi dalam penelitian ini berjumlah 1001 orang dan sampel berjumlah 91
orang. Pengumpulan data menggunakan data primer dengan menggunakan lembar
kuesioner. Analisa yang digunakan adalah univariat dan bivariat dengan uji chi square.
Hasil penelitian diperoleh keterbatasan waktu (Pvalue =0,001), dukungan keluarga
(Pvalue=0,010), Informasi (Pvalue=0,001), komposisi vaksin (Pvalue=0,000). Hasil ini
menunjukkan ada hubungan keterbatasan waktu, dukungan keluarga, informasi dan
komposisi vaksin terhadap pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi. (bedasarkan
Jurnal Endurance 3(1) februari 2018 (153-161) faktor yang berhubungan dengan
pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi tahun 2017).
8
1. Tujuan umum imunisasi yaitu :
9
D. Manfaat Imunisasi
Menurut Proverawati dan Andhini (2010) manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan
oleh pemerintah dengan menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi, tetapi juga dirasakan oleh :
MANFAAT IMUNISASI
10
E. Dampak Imunisasi
Nilai (value) vaksin dibagi dalam tiga kategori yaitu secara individu, sosial dan
keuntungan dalam menunjang sistem kesehatan nasional. Secara individu, apabila anak
telah mendapat vaksinasi maka 80%-95% akan terhindar dari penyakit infeksi yang ganas.
Makin banyak bayi/anak yang mendapat vaksinasi (dinilai dari cakupan imunisasi), makin
terlihat penurunan angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) (Ranuh et.al,
2011).
Dalam hal menunjang sistem kesehatan nasional, program imunisasi sangat efektif
dan efisien apabila diberikan dalam cakupan yang luas secara nasional. Peningkatan
pertumbuhan ekonomi suatu negara tentunya akan lebih baik bila masyarakatnya lebih
sehat sehingga anggaran untuk kuratif/pengobatan dapat dialihkan pada program lain yang
membutuhkan. Investasi dalam kesehatan untuk kesejahteraan dan peningkatan kualitas
anak di masa depan (Ranuh et.al,2011).
F. Jenis-jenis Imunisasi
Imunisasi dapat terjadi secara alamiah dan buatan dimana masing-masing imunitas
tubuh (acquired immunity) dapat diperoleh secara aktif maupun secara pasif.
1. Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif adalah imunisasi yang dilakukan dengan cara menyuntikan antigen
ke dalam tubuh sehingga tubuh anak sendiri dan akan membentuk zat antibodi yang
akan bertahan bertahun-tahun lamanya. Biasanya Imunisasi aktif akan lebih bertahan
lama daripada imunisasi pasif (Riyadi & Sukarmin, 2009).
11
Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan
atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri.
Imunisasi aktif merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi
suatu proses infeksi buatan sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik yang
akan menghasilkan respon seluler dan humoral serta dihasilkannya sel memori,
sehingga apabila benar-benar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespon
(Maryunani, 2010).
2. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif dapat terjadi secara alami saat ibu hamil memberikan antibodi ke
janinnya melalui plasenta, terjadi di akhir trimester pertama kehamilan. Jenis antibodi
yang diberikan melalui plasenta adalah immunoglobulin G (IgG). Pemberian imunitas
alami dapat terjadi dari ibu ke bayi melalui kolostrum (ASI), jenis yang diberikan adalah
immunoglobulin A (IgA). Sedangkan pemberian imunitas pasif dapat terjadi saat
seseorang menerima plasma atau serum yang mengandung antibodi tertentu untuk
menunjang sistem kekebalan tubuhnya. (Markum, 2009)
Imunisasi Pasif merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara
pemberian zat immunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi
yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui
placenta) atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk
dalam tubuh yang terinfeksi (Atikah, 2010).
Transfer imunitas pasif didapat terjadi saat seseorang menerima plasma atau serum
yang mengandung antibodi tertentu untuk menunjang kekebalan tubuhnya (Ranuh et.al,
12
2011). Imunisasi pasif dimana zat antinya didapat dari luar tubuh, misalnya dengan
suntik bahan atau serum yang mengandung zat anti. Zat anti ini didapat oleh anak dari
luar dan hanya berlangsung pendek , yaitu 2-3 minggu karena zat anti seperti ini akan
dikeluarkan kembali dari tubuh anak (Maryunani, 2010).
1. Imunisasi Wajib
a. Imunisasi Rutin
Imunisasi rutin merupakan kegiatan imunisasi yang secara rutin dan terus
menerus harus dilaksanakan pada periode tertentu yang telah ditetapkan.
Berdasarkan tempat pelayanan imunisasi rutin dibagi menjadi: a). Pelayanan
imunisasi di dalam gedung (komponen statis) dilaksanakan di puskesmas,
puskesmas pembantu, rumah sakit atau rumah bersalin, b). Pelayanan imunisasi di
luar gedung dilaksanakan di posyandu, di sekolah, atau melalui kunjungan rumah,
c). Pelayanan imunisasi rutin dapat juga diselenggarakan oleh swasta (seperti
rumah sakit swasta, dokter praktek dan bidan praktek) (Lisnawati, 2011). Imunisasi
rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan.
1). Imunisasi Dasar
Imunisasi ini diberikan pada bayi sebelum berusia satu tahun. Jenis
imunisasi dasar terdiri atas Hepatitis B pada bayi baru lahir, BCG, Difhteria Pertusis
Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau Difhteria Pertusis Tetanus-Hepatitis B-
Haemophilus Influenza type B (DPT-HB-Hib), Polio dan Campak (Kemenkes RI,
2013).
13
Tabel Imunisasi pada Anak Balita
S
Jenis Imunisasi Usia Pemberian Jumlah Interval
a
Pemberian Minimal
s
a Hepatitis B 0-7 hari 1 -
r BCG 1 bulan 1 -
DPT-HB-HiB 18 bulan 1
Campak 24 bulan 1
14
3). Imunisasi Tambahan
Imunisasi tambahan adalah kegiatan imunisasi yang dilakukan atas dasar
ditemukannya masalah dari hasil pemantauan atau evaluasi. Kegiatan ini sifatnya
tidak rutin, membutuhkan biaya khusus, kegiatan dilaksanakan dalam suatu periode
tertentu (Lisnawati, 2011).
Yang termasuk dalam kegiatan imunisasi tambahan adalah:
a). backlog fighting
b). crash program
c). PIN (Pekan Imunisasi Nasional)
d). sub PIN
e). Catch up Campaign Campak
f).Imunisasi dalam penanganan KLB (Outbreak Response
Immunization/ORI)
b. Imunisasi Khusus
Imunisasi khusus merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan untuk
melindungi masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu. Situasi
tertentu yang dimaksud tersebut antara lain persiapan keberangkatan calon jemaah
haji/umroh, persiapan perjalanan menuju negara endemis penyakit tertentu dan
kondisi kejadian luar biasa (KLB). Jenis imunisasi khusus antara lain terdiri atas
imunisasi Meningitis Meningokokus, imunisasi Yellow Fever (demam kuning), dan
imunisasi Anti Rabies (VAR) (Kemenkes RI, 2013).
15
2. Imunisasi Pilihan
16
2010). Vaksin diberikan secara intramuskular dalam. Pada neonatus dan bayi
diberikan di anterolateral paha, sedangkan pada anak besar dan dewasa, diberikan
di regio deltoid. Interval antara dosis pertama dan dosis kedua minimal 1 bulan,
memperpanjang interval antara dosis pertama dan kedua tidak akan mempengaruhi
imunogenisitas atau titer antibodi sesudah imunisasi selesai. (Ranuh et.al, 2011).
Untuk ibu dengan HbsAg positif, selain vaksin hepatitis B diberikan juga
hepatitis immunoglobulin (HBIg) 0,5 ml di sisi tubuh yang berbeda dalam 12 jam
setelah lahir. Sebab, Hepatitis B Imunoglobulin (HBIg) dalam waktu singkat segera
memberikan proteksi meskipun hanya jangka pendek (3-6 bulan) (Cahyono, 2010).
Bila sesudah dosis pertama, imunisasi terputus, segera berikan imunisasi
kedua, sedangkan imunisasi ketiga diberikan dengan jarak terpendek 2 bulan dari
imunisasi kedua. Bila dosis ketiga terlambat, diberikan segera setelah
memungkinkan. Efek samping yang terjadi umumnya berupa reaksi lokal yang
ringan dan bersifat sementara. Kadang-kadang dapat menimbulkan demam ringan
untuk 1-2 hari (Ranuh et.al, 2011).
Standar operasional prosedur :
b. Uraian Umum
1) Imunisasi Tetanus Toxoid terbukti sebagai satu upaya
pencegahan penyakit Tetanus.
2) Diberikan pada usia kehamilan trimester pertama, dengan interval
waktu 4 minggu.
3) Disuntikan pada lengan atas secara intra muscular (im) sebanyak
0,5 ml, Intra Muskular atau subcutan
4) Sebelumnya lengan dibersihkan dengan kapas steril (air panas).
5) Kontra indikasi : gejala –gejala berat karena dosis pertama TT
Referensi : pedoman teknis Imunisasi tingkat Puskesmas.
c. Tujuan
Sebagai acuan untuk melaksanakan suntikan TT untuk pemberian
kekebalan aktif terhadap tetanus.
d. Ruang lingkup
Petunjuk kerja ini mencakup unit pelayanan di ruang tindakan, unit
pelayanan KIA yang diberikan pada ibu hamil dan calon penganten.
e. Ketrampilan petugas
1) Bidan terlatih.
2) Dokter
3) Perawat terlatih
17
f. Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang
disebabkan virus hepatitis B.
g.Kontra indikasi
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya
seperti vaksin- vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada
penderita infeksi berat disertai kejang.
h.Efek samping
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan
pembengkakan disekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi
bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari. (Departemen
Kesehatan RI, 2009).
i. Alat dan Bahan
1) Vinset
2) Kapas steril (air panas).
3) Spuit 0,5 cc
4) Vaksin TT
NO. PROSEDUR
1 Prosedur kerja
5) Lakukan identifikasi dan anamnesa dengan menanyakan pada pasien :Nama, Umur
dan alamat, Apakah ada alergi terhadap obat-obatan
6) Pastikan kondisi pasien dalam keadaan sehat
7) Siapkan bahan dan alat suntik
8) Ambil vaksin dengan jarum dan semprit disposible sebanyak 0,5 ml
9) Persilahkan pasien duduk
10) Oleskan kapas alkohol pada lengan kiri bagian atas
11) Suntik pada lengan kiri bagian atas secara intra musculer
12) Buang jarum bekas suntikan ke dalam kotak
13) Persilahkan pasien menunggu 15 menit di luar, dan jika tidak terjadi efek samping
pasien boleh pulang
14) Catat pada buku status dan KMS ibu hamil
18
sebaiknya pada anterolateral paha
3. peberian sebanyak 3 dosis
4. dosis pertama diberikan pada usis 0-7 hari, dosis selanjutnya dengan interval
minimum 4 minggu (1 bulan).
(Refference, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013
Tentang Penyelenggaraan Imunisasi)
(sumber:babylonish.com)
19
Intrakutan di daerah lengan kanan atas. Disuntikkan kedalam lapisan kulit dengan
penyerapan pelan-pelan. Dalam memberikan suntikan intrakutan, agar dapat
dilakukan dengan tepat, harus menggunakan jarum pendek yang sangat halus
(10mm, ukuran 26) (Proverawati dan Andhini, 2010).
Imunisasi BCG tidak boleh digunakan pada orang yang reaksi uji tuberkulin
> 5 mm, menderita infeksi HIV atau dengan risiko tinggi infeksi HIV,
imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid, obat imuno-supresif, mendapat
pengobatan radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang atau
sistem limfe, menderita gizi buruk, menderita demam tinggi, menderita infeksi kulit
yang luas, pernah sakit tubercolusis, dan kehamilan (Ranuh et.al, 2011).
Efek samping reaksi lokal yang timbul setelah imunisasi BCG yaitu setelah
1-2 minggu diberikan imunisasi, akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat
suntikan yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak
perlu pengobatan khusus, karena luka ini akan sembuh dengan sendirinya secara
spontan. Kadang terjadi pembesaran kelenjar regional diketiak atau leher.
Pembesaran kelenjar ini terasa padat, namun tidak menimbulkan demam (
Proverawati dan Andhini, 2010).
Standar operasional prosedur :
a. Uraian Umum
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycrobacterium
tuberculosa.Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat 3
jam.
b. Tujuan
Sebagai acuan dalam pemberian imunisasi Bacillus Calmette Guerin (BCG )
agar anak mempunyai daya tahan terhadap penyakit Tuberkulosis (TBC)
c. Ruang Lingkup
Semua pasien yang akan di imunisasi BCG di unit pelayanan statis pada
anak berumur kurang dari 2 bulan.
d. Ketrampilan Petugas
1.Dokter
2. Bidan
3.Perawat
e.Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberculosis.
f. Kontra indikasi:
1. Adanya penyakit kulit yang berat/menahun seperti:
eksim,furunkulosis dan sebagainya.
20
2. Mereka yang sedang menderita TBC.
g.Efek samping
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti
deman. Setelah 1-2 minggu akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat
suntikan yang berubah menjadi pustule, kemudian pecah menjadi luka. Luka
tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan dan meninggalkan
tanda parut. Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar kelenjar regional
di ketiak dan atau leher, terasa padat, tidak sakit dan tidak menimbulkan
demam. Reaksi ini normal, tidak memerlukan pengobatan dan akan
menghilang dengan sendirinya (Departemen Kesehatan RI, 2009).
h. Alat dan Bahan
1.Vaksin BCG
2. Pelarut vaksin
3.Spuit disposible 0,05 cc
4.Disposibel 5 cc untuk melarutkan
5.Kapas steril (air panas)
6.Kartu imunisasi
NO PROSEDUR
1 Prosedur kerja :
1. Petugas mencuci tangan
2. Pastikan vaksin dan spuit yang akan di gunakan
3. Larutkan vaksin dengan cairan pelarut BCG 1 ampul ( 4 cc )
4. Pastikan anak belum pernah di BCG dengan menanyakan pada orang tua anak
tersebut
5. Ambil 0.05 cc vaksin BCG yang telah kita larutkan tadi
6. Bersihkan lengan dengan kapas yang telah dibasahi air bersih, jangan
menggunakan alkohol / desinfektan sebab akan merusak vaksin tersebut
7. Suntikan vaksin tersebut sepertiga bagian lengan kanan atas (tepatnya pada insertio
musculus deltoideus) secara intrakutan (ic) / dibawah kulit
8. Rapikan alat-alat
9. Petugas mencuci tangan
10. Mencatat dalam buku
21
3. Imunisasi Diphteria Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau Diphteria Pertusis
Tetanus- Hepatitis B-Hemophilus influenza type B (DPT-HB-HiB)
Vaksin DPT-HB-Hib berupa suspense homogeny yang berisikan difteri
murni, toxoid tetanus, bakteri pertusis inaktif, antigen permukaan hepatitis B
(HBsAg) murni yang tidak infeksius dan komponen Hib sebagai vaksin bakteri sub
unit berupa kapsul polisakarida Haemophillus influenza tipe b (Hib) tidak infeksius
yang dikonjugasikan kepada protein toksoid tetanus (Kemenkes, 2013).
(sumber:klinikvaksinasi.com)
23
gejala serius keabnormalan pada syaraf merupakan kontraindikasi
pertusis. Anak-anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis
pertama, komponen pertusisharus dihindarkan pada dosis kedua, dan
untuk meneruskan imunisasinya dapat diberikan DT.
f. Efek samping
Gejal-gejala yang bersifat sementara seperti: lemas, demam tinggi,
iritabilitas, dan meracau yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi
(Departemen Kesehatan RI, 2009).
g. Alat dan Bahan
1) Vaksin DPT
2) Spuit disposable
3) Kapas alcohol
NO PROSEDUR
1 Prosedur kerjaPetugas mencuci tangan
24
(Refference, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013
Tentang Penyelenggaraan Imunisasi)
4. Imunisasi Polio
Imunisasi polio merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah penyakit
poliomielitis. Vaksin polio telah dikenalkan sejak tahun 1950, Inactivated (Salk)
Poliovirus Vaccine (IPV) mendapat lisensi pada tahun 1955 dan langsung
digunakan secara luas. Pada tahun 1963, mulai digunakan trivalen virus polio
secara oral (OPV) secara luas. Enhanced potency IPV yang menggunakan molekul
yang lebih besar dan menimbulkan kadar antibodi lebih tinggi mulai digunakan
tahun 1988. Perbedaan kedua vaksin ini adalah IPV merupakan virus yang sudah
mati dengan formaldehid, sedangkan OPV adalah virus yang masih hidup dan
mempunyai kemampuan enterovirulen, tetapi tidak bersifat patogen karena sifat
neurovirulensinya sudah hilang (Ranuh et.al, 2011).
(sumber:kumparan.com)
Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I, II, III, IV) dengan interval tidak
kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi
polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan
SD (12 tahun). Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 ml) langsung kemulut
anak. Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru
(Proverawati dan Andhini, 2010). Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk
menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat
diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibodi sampai pada tingkat yang
tertinggi (Lisnawati, 2011).
Pemberian imunisasi polio tidak boleh dilakukan pada orang yang menderita
defisiensi imunitas. Tidak ada efek yang berbahaya yang ditimbulkan akibat
pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun, jika ada keraguan, misalnya
25
sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh.
(Proverawati dan Andhini, 2010). Vaksinasi polio tidak dianjurkan diberikan pada
keadaan ketika seseorang sedang demam (>38,5°C), obat penurun daya tahan
tubuh, kanker, penderita HIV, Ibu hamil trimester pertama, dan alergi pada vaksin
polio. Pernah dilaporkan bahwa penyakit poliomielitis terjadi setelah pemberian
vaksin polio. Vaksin polio pada sebagian kecil orang dapat menimbulkan gejala
pusing, diare ringan, dan nyeri otot (Cahyono, 2010).
Standar operasional prosedur polio
a. Ruang lingkup
Semua pasien yang akan melakukan imunisasi polio di unit pelayanan
Posyandu pada anak berumur 0 - 11 bln
b. Ketrampilan Petugas
1.Dokter
2.Bidan
3.Perawat
c. Alat dan bahan
1.Pinset
2.Vaksin polio dan pipet
NO PROSEDUR
1. Prosedur kerja
1. Petugas mencuci tangan
2. Pastikan vaksin polio dalam keadaan baik (perhatikan nomor , kadaluarsa dan vvm )
3. Buka tutup vaksin dengan menggunakan pinset / gunting kecil
4. Pasang pipet diatas botol vaksin
5. Letakkan anak pada posisi yang senyaman mungkin
6. Buka mulut anak dan teteskan vaksin volio sebanyak 2 tetes
7. Pastikan vaksin yang telah diberikan ditelan oleh anak yang diimunisasi.
8. Jika di muntahkan atau di keluarkan oleh anak, ulangi lagi penetesan.
9. Saat meneteskan vaksin ke mulut, pastikan agar vaksin tetap dalam kondisi steril
10. Rapikan Alat
11. Petugas mencui tangan
26
5. Imunisasi Campak
Pada usia 5-7 tahun, sebanyak 29,3% anak pernah menderita campak
walaupun pernah diimunisasi. Sedangkan kelompok 10-12 tahun hanya 50%
diantaranya yang mempunyai titer antibodi di atas ambang pencegahan. Berarti,
anak usia sekolah separuhnya rentan terhadap campak dan imunisasi campak satu
kali saat berumur 9 bulan tidak dapat memberi perlindungan jangka panjang
(Cahyono, 2010). Efek samping yang timbul dari imunisasi campak seperti demam
lebih dari 39,5°C yang terjadi pada 5%-15% kasus, demam mulai dijumpai pada
hari ke 5-6 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 5 hari. Ruam dapat dijumpai
pada 5% resipian timbul pada hari ke 7-10 sesudah imunisasi dan berlangsung
selama 2-4 hari. Hal ini sukar dibedakan dengan akibat imunisasi yang terjadi jika
seseorang telah memperoleh imunisasi pada saat inkubasi penyakit alami.
Terjadinya kejang demam, reaksi berat jika ditemukan gangguan fungsi sistem saraf
pusat seperti ensefalitis dan ensefalopati pasca imunisasi.diperkirakan risiko
terjadinya kedua efek samping tersebut 30 hari sesudah imunisasi sebanyak 1
diantara 1 milyar dosis vaksin (Ranuh et.al, 2011).
27
(sumber:ibudanmama.com)
a. Tujuan
Sebagai acuan dalam pemberian imunmsasi campak agar anak mempunyai
daya tahan terhad penyakit campak.
b. Ruang Lingkup
Unit pelayanan posyandu padi anak berumur 9 bulan
c. Ketrampilan Petugas
1) Dokter
2) Bidan
3) Perawat
4) Indikasi
d.Kontra indikasi
Individu yang mengidap penyakitimmune deficiency atau
individu yang diduga menderita gangguan respon imun karena
leukemia, limfoma.
e.Efek samping
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan
kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah
vaksinasi (Departemen Kesehatan RI, 2009).
f. Alat dan Bahan
1) Pinset
28
2) Disposible spuit
3) Vaksin Pelarut
NO PROSEDUR
1. Prosedur kerja
1) Petugas mencuci tangan
2) Pastikan vaksin dalam keadaan baik
3) Buka tutup vaksin denggunakan Pinset
4) Larutkan dengan cairan pelarut campak yang sudah ada (5 cc)
5) Pastikan umur anak tepat untuk di imunisasi campak (9 bulan)
6) Ambil 0,5 cc vaksin campak yang telah dilarutkan tadi
7) Bersihkan lengan kiri bagian atas anak dengan kapas steril (air panas).
8) Suntikan secara sub (sc)
9) Rapikan alat
10) Cuci tangan petugas
11) Catatan Mutu
12) Buku Status bayi
13) Kartu Imunisasi
(Refference, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 Tentang
Penyelenggaraan Imunisasi)
29
bagian tungkai dan atau lengan
DPT,HB,HIB - Difteri yang menyebabkan penyumbatan jalan
napas
- Batuk rejan (batuk 100 hari)
- Tetanus
- Hepatitis B yang dapat menyebabkan
kerusakan hati
- Infeksi HIB menyebabkan menginitis (radang
selaput otak)
CAMPAK Campak yang dapat mengakibatkan komplilkasi
radang paru, otak, dan krtuban.
Jadwal imunisasi anak usia 0-18 tahun rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) tahun 2017, berdasarkan table di bawah ini
Keterangan
Cara membaca kolom usia: misal 2 berarti usia 2 bulan (60) hari sampai dengan 2 bulan
29 hari (89 hari) . rekomendasi imunisasi berlaku mulai Januari 2017.
Dapat diakses pada website IDAI (http://idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-
imunisasi-anak-idai.htm).
30
a. Vaksin rotavirus monovalen tidak perlu dosis ke-3 (lihat keterangan)
b. Apabila di beri pada remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval
6-12 bulan; respon antibody setara dengan 3 dosis (lihat keterangan)
1. Vaksin hepatitis B atau HB. Vaksin HB pertama (monovalent) paling baik diberikan dalam
waktu 12 jam setelah lahir dan di dahului pemberian suntikan vitamin K1 minimal 30 menit
sebelumnya. Jadwal pemberian vaksin HB Monovalen adalah usia 0,1 dan 6 bulan. Bayi
lahir dari ibu HBsAg positif diberikan vaksin HB kombinasi dengan DTPw, maka jadwal
pemberian pada usia 2,4 dan 6 bulan.
2. Vaksin polio. Apabila lahir dirumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di sarana
kesehatan, OPV-0 diberikan saat bayi di pulangkan. Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2,
polio-3, dan polio booster diberikan OPV atau IPV. Paling sedikit harus mendapat satu
dosis vaksin IPV bersamaan dengan pemberian OPV-3.
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan, optimal usia 2
bulan. Apabila di berikan pada usia tiga bulan atau lebih, perlu di lakukan uji tuberculin
terlebih dahulu.
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu. Dapat di
berikan vaksin DTPw atau DTPa atau kombinasi vaksin lain. Apabila di berikan vaksin
DTPa maka interval mengikuti rekomendasi vaksin tersebut yaitu usia 2,4 dan 6 bulan.
Untuk usia lebih dari 7 tahun di berikan vaksin Td atau Tdap. Untuk DTP 6 dapat diberikan
Td atau Tdap pada usia 10-12 tahun dan booster tadi di berikan setiap 10 tahun.
5. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan usia 7-12 bulan, PCV di berikan 2 kali
dengan interval 2 bulan; dan pada usia lebih dari 1 tahun di berikan 1 kali. Keduanya perlu
booster pada usia lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada
anak usia diatas 2 tahun PCV di berikan cukup 1 kali.
6. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalent diberikan 2 kali, dosis pertama di berikan
usia 6-14 minggu (dosis pertama tidak di berikan pada usia > 15 minggu) dosis kedua di
berikan dengan interval minimal 4 minggu. Batas akhir pemberian pada usia 24 minggu.
Vaksin rotavirus pentavalen di berikan 3 kali, dosis pertama di berikan usia 6-14 minggu
(dosis pertama tidak di berikan pada usia > 15 minggu) dosis ke dua dan ke tiga di berikan
dengan interval 4-10 minggu. Bat6as akhir pemberian pada usia 32 minggu.
7. Vaksin influenza. Diberikan pada usia lebih dari 6 bulan,diulang setuiap tahun. Untuk
imunisasi pertama kali (primary immunization) berusia kurang dari 9 tahun di beri 2 kali
31
dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6-36 bulan, dosis 0,2 ml. untuk anak usia 36
bulan atau lebih dosisnya 0,5 ml.
8. Vaksin campak. Vaksin campak kedua (18 bulan) tidak perlu di berikan apabila sudah
mendapatkan MMR.
9. Vaksin MMR/MR. apabila sudah mendapatkan vaksin campak pada usia 9 bulan, maka
vaksin MMR/MR di berikan pada usia 15 bulan (minimal interval 6 bulan). Apabila pada
usia 12 bulan belum mendapatkan vaksin campak maka dapat di berikan MMR/MR.
10. Vaksin Varisela. Vaksin varisela diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik pada usia
sebelum masuk sekolah dasar, apabila di berikan pada usia lebih dari 13 tahun perlu 2
dosis dengan interval minimal 4 minggu.
11. Vaksin Human Papiloma Virus (HPV). HPV diberikan mulai 10 tahun. Vaksin HPV bivalen
di berikan 3 kali dengan jadwal 0,1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan jadwal 0, 2, 6
bulan. Apabila di berikan pada remaja usia 10-13 tahun pemberian cukup 2 dosis dengan
interval 6-12 bulan; respons antibody setara dengan 3 dosis.
12. Vaksin Japanese Encephalitis (JE). JE diberikan mulai usia 12 bulan pada daerah
endemis atau turis yang akan bepergian ke daerah endemis tersebut. Untuk perlindungan
jangka panjang dapat di berikan booster 1-2 tahun berikutnya.
13. Vaksin Dengue. Diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0, 6, dan 12 bulan.
32
No Nama Definisi dan Penyebab Penularan Gejala Komplikasi Gambar
penyakit
1. Difteri penyakit menular akut Melalui kontak Radang tenggorokan Gangguan
pada tonsil, faring, fisik dan Hilang nafsu makan pernapasan
hidung, laring, selaput pernapasan Demam ringan yang berkaitan
mukosa, kulit dan (Cahyono 2010) Dalam 2-3 hari selaput kematian
terkadang konjungtiva putih kebiru-biruan
serta vagina .(Penyakit pada tenggorokan dan
yang disebabkan oleh tonsil (sumber.bumn.go.id)
bakteri Corynebacterium (Cahyono, 2010)
diphtheria
(cahyono 2010)
2. Pertusis penyakit infeksi akut Melalui Pilek Pneumonia
berupa batuk yang sangat percikan ludah Mata merah bacterialis yang
berat (batuk seratus (droplet Bersin dapat
hari).disebabkan oleh infection) dari Demam menyebabkan
bakteri Bordetella batuk atau Batuk ringan yang kematian
pertussis (batuk rejan) bersin lama-kelamaan
(Ranuh et.al, 2011). (Ranuh et.al, menjadi parah dan
(cahyono, 2010) 2011). menimbulkan batuk
yang cepat dan keras (sumber.nursingbook.go.id)
33
(cahyono,2010)
34
2010) pada mata bagian
putih tampak
berwarna kuning, kulit
pun kuning
Air seni berwarna
coklat seperti teh.
5. Polio penyakit demam akut melalui fekal- flu, diare ringan, Kecacatan
yang disebabkan virus oral-route. sebagian kecil
polio. (Proverawati menjadi lumpuh layu
(Ranuh et.al, 2011). dan andhini) dan menetap seumur
hidup, yang terjadi
terutama pada
tungkai.
(sumber.scribd.ig)
6. Tetanus Penyakit yang disebabkan Bakteri Spora kejang seluruh tubuh Emboli paru,
oleh racun yang bakteri C. tetani yang berulang selama yaitu
dikeluarkan oleh kuman masuk ke tubuh beberapa menit, penyumbatan
tetanus, yang masuk melalui luka rahang terkunci dan pada arteri
melalui luka atau terbuka atau balita (mulut mencucu pulmonalis
perawatan tali pusat bayi terkena tusukan untuk bayi), Jantung
(sumber.sumber.com)
yang tidak baik. benda tajam kaku leher, sulit Pneumonia,
35
(Cahyono,2010) yang menelan dan kaku yaitu infeksi
terkontaminasi, otot perut. yang terjadi
misalnya pada kantung
tertusuk paku udara dalam
paru-paru
7. Campak Campak biasa dikenal Disebabkan Demam atau panas Meningitis,
masyarakat dengan oleh virus tinggi, radang selaput
sebutan tampek (Jawa campak Timbul bercak otak dan saraf
Barat) atau gabag (Jawa) kemerahan pada tulang belakang
yaitu penyakit yang wajah atau tubuh, Ensefalitis,
ditandai dengan demam Disertai batuk dan infeksi otak
dan bercak kemerahan atau pilek, dan Mata juling
pada wajah atau tubuh Kadang-kadang virus (sumber:casciscuscescos.wordpre
dampak
terutama menyerang disertai mata merah pada saraf dan ss)
anak-anak. dan diare otot dari mata
(Cahyono, 2010) Hepatitis atau
infeksi hati
Jantung.
36
BAB III
KESIMPULAN
A. Pengertian imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak di imunisasi, berarti
diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap
suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain. Imunisasi adalah
suatu upayah untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut
tidak akan sakit atau mengalami sakit ringan (Noordiati,2018).
Menurut Proverawati dan Andhini (2010) manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan
oleh pemerintah dengan menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi, tetapi juga dirasakan oleh :
a. Untuk Anak, yaitu Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan
kemungkinan cacat atau kematian.
b. Untuk Keluarga , yaitu Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak
sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin akan menjalani masa
kanak-kanak yang nyaman. Hal ini mendorong penyiapan keluarga yang terencana,
agar sehat dan berkualitas.
c. Untuk Negara , yaitu Memperbaiki tingkat kesehatan menciptakan bangsa yang kuat
dan berakal untuk melanjutkan pembangunan Negara.
B. Dampak imunisasi
Kekebalan individu ini akan mengakibatkan pemutusan rantai penularan penyakit
dari anak ke anak lain atau kepada orang dewasa yang hidup bersamanya, inilah yang
disebut keuntungan sosial, karena dalam hal ini 5%-20% anak yang tidak diimunisasi akan
juga terlindung, disebut Herd Immunit. Menurunnya angka morbiditas akan menurunkan
biaya pengobatan dan perawatan di rumah sakit, mencegah kematian dan kecacatan yang
akan menjadi beban masyarakat seumur hidupnya. Upaya pencegahan penyakit infeksi
pada anak, berarti akan meningkatkan kualitas hidup anak dan meningkatkan daya
produktivitas karena 30% dari anak-anak masa kini adalah generasi yang akan memegang
kendali pemerintahan dimasa yang akan datang (Ranuh et.al, 2011).
1. Jenis-jenis imunisasi
d. Imunisasi aktif
e. Imunisasi pasif
37
2. Penyelenggaraan imunisasi
a. Imunisasi wajib
b. Imunisasi khusus
C. Penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi
Secara umum tujuan kegiatan imunisasi sesuai dengan Progam Pengembangan
Imunisasi (PPI) yang mulai dilaksanakan di Indonesia pada tahun 1977 berfokus pada
pencegahan penularan terhadap beberapa PD3I yaitu Hepatitis B, Tuberkulosis, Difteri,
Pertusis, Tetanus, Polio serta Campak.
38
DAFTAR PUSTAKA
Atikah Proveraati dan Dwi Andhini.2010.Jurnal Imunisasi Dan Vaksinasi.Yogyakarta: Nuha Offset.
Nailul Izza, Dewi Lestari, Tumaji. 29 Maret 2017.Jurnal FAKTOR ORANG TUA DAN STATUS
IMUNISASI DPT ANAK 12–36 BULAN DI KECAMATAN KETAPANG DAN KECAMATAN
SOKOBANAH KABUPATEN SAMPANG.
Nurul Hidayah, Hetty Maria Sihotang, Wanda Lestari.2017. FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI TAHUN 2017.
Jurnal Eve Dubé.dkk. Memahami Vaksin Hesitansi di Kanada: Hasil dari studi Konsultasi oleh
Canadian Imunisasi Penelitian Jaringan..2016.Irlandia.
39
Jurnal Pau Clusella.dkk.Immunization and targeted destruction of networks using explosive
percolation.2016.Kanada.
Refference, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 Tentang
Penyelenggaraan Imunisas.i
Komite Keperawatan, Buku Kode Etik Keperawatan, tahun 2017-2020, Sumatera Barat, RS Jiwa
Prof. HB. Sa’anin Padang.
40