Anda di halaman 1dari 29

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2019


UNIVERSITAS PATTIMURA

MENSTRUASI DAN GANGGUAN MENSTRUASI

Disusun oleh:
Tri Asih M.W Fatubun
(2017-84-030)

PEMBIMBING
dr. Novy Riyanti, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019

KATA PENGANTAR

0
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan cinta kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan refarat guna
penyelesaian tugas kepaniteraan klinik pada bagian Obstetri dan Ginekologi
dengan judul “Menstruasi Dan Gangguan Menstruasi”.
Dalam penyusunan refarat ini, banyak pihak yang telah terlibat untuk
penyelesaiannya. Oleh karena itu, penulis ingin berterima kasih kepada:
1. dr. Novy Riyanti Sp.OG, selaku dokter spesialis pembimbing refarat, yang
membimbing penulisan laporan kasus ini sampai selesai.
2. Orangtua dan semua pihak yang telah membantu dan tidak bisa disebutkan
satu persatu.

Penulis menyadari bahwa sesungguhnya refarat ini masih jauh dari


kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan banyak masukan berupa
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perkembangan penulisan refarat
diwaktu yang akan datang.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga refarat ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.

Ambon, April 2019

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1
Menstruasi merupakan proses kematangan seksual bagi seorang wanita. 1
Haid adalah pendarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan
(deskuamasi) endometrium.2 Menstruasi adalah siklus discharge fisiologik darah
dan jaringan mukosa melalui vagina dari uterus yang tidak hamil dibawah kendali
hormonal dan berulang tanpa adanya kehamilan selama periode reproduktif.
Menstruasi biasanya berlangsung selama lima sampai tujuh hari dan rata-rata
darah yang keluar saat menstruasi adalah 35-50 ml tanpa bekuan darah.1,2
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 rata-rata menarche atau
menstruasi pertama pada perempuan usia 10-15 tahun di Indonesia adalah
(20,0%) dengan beberapa kejadian lebih awal pada usia kurang dari 9 tahun yang
tidak dijelaskan berapa.
Siklus menstruasi bervariasi pada tiap wanita dan hampir 90% wanita
memiliki siklus 25-35 hari dan hanya 10% yang memiliki siklus 28 hari.
Perhitungan dalam satu siklus adalah pendarahan dimulai dari hari pertama yang
kemudian dihitung sampai dengan hari terakhir yaitu satu hari sebelum
perdarahan menstruasi bulan berikutnya dimulai. Pada beberapa wanita memiliki
siklus yang tidak teratur dan hal ini bisa menjadi indikasi adanya masalah
kesuburan panjang siklus menstruasi dihitung dari hari pertama periode
menstruasi.
Menstruasi merupakan hal normal yang terjadi pada bagian sistem
reproduksi wanita, namun banyak juga ditemukan gangguan-gangguan menjelang
menstruasi maupun saat menstruasi. Beberapa bentuk dari gangguan dan siklus
menstruasi adalah kelainan tentang jumlah dan lamanya pendarahan
(hipermenorea dan hipomenorea), kelainan siklus haid (polimenorea,
oligomenorea, amenorea), pendarahan di luar haid (metroragia) dan kelainan lain
yang berkaitan dengan menstruasi (premenstrual syndrome, mastodinia,
pendarahan ovulasi dan dismenorea).
Penyebab gangguan menstruasi dapat karena kelainan biologik (organik atau
disfungsional) atau dapat pula karena psikologik seperti keadaaan-keadaan stress
dan gangguan emosi atau gabungan biologik dan psikologik. Faktor- faktor yang

2
berperan yaitu (1) faktor psikologis, seperti tekanan hidup, stres, kecemasan,
kelelahan fisik maupun psikis. (2) Gangguan yang bersifat hormonal yaitu
ketidakseimbangan hormon estrogen maupun hormon progesteron dan
prostaglandin. (3) Hormon prolaktin berlebih, meningkatnya hormon prolaktin
secara otomatis akan menurunkan hormon estrogen dan progesteron. (4) Kenaikan
atau berkurangnya berat badan secara signifikan. (5) Status gizi (underweight jika
IMT <17,0 dan obesitas jika IMT > 27,0) akan mempengaruhi kerja berupa
peningkatan, keseimbangan, ataupun penurunan hormon. (6) Kelainan organik
seperti radang, tumor, trauma dan sebagainya

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3
I. MENSTRUASI
a. Definisi
Menstruasi merupakan suatu proses keluarnya darah dari dalam uterus, yang
diakibatkan oleh terlepasnya lapisan dinding rahim disertai pelepasan
endometrium yang terjadi secara periodik setiap bulannya. Menstruasi merupakan
siklus yang kompleks dan berkaitan dengan psikologis-pancaindra, korteks
serebri, aksis hipotalamus-hipofisis-ovarial, dan endrogen (uterus-endometrium
dan alat seks sekunder). 1,2
Pada definisi klinik, menstruasi dinilai berdasarkan tiga hal. Pertama, siklus
menstruasi yaitu jarak antara hari pertama menstruasi dengan hari pertama
menstruasi berikutnya. Kedua, lama menstruasi, yaitu jarak dari hari pertama
menstruasi sampai perdarahan menstruasi berhenti, dan ketiga jumlah darah yang
keluar selama satu kali menstruasi. Menstruasi dikatakan normal apabila
didapatkan siklus menstruasi tidak kurang dari 21 hari, tetapi tidak melebihi 35
hari (28 ± 7 Hari), lama menstruasi 2-7 hari, dengan jumlah darah selama
menstruasi berlangsung tidak melebihi 80 ml, ganti pembalut 2-6 kali per-hari.
Umumnya datangnya haid pertama kali sekitar umur 10 – 16 tahun. Panjang
siklus haid ialah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid
berikutnya. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus.
Menstruasi atau haid adalah perdarahan periodik pada uterus yang dimulai
sekitar 14 hari setelah ovulasi. menstruasi ini merupakan peristiwa yang dialami
setiap perempuan. Seorang perempuan yang pertama kali mendapat haid adalah
pertanda bahwa ia siap bereproduksi atau menghasilkan keturunan.

b. Fisiologi Menstruasi
Terdapat dua perubahan histologik dalam siklus menstruasi yaitu di ovarium
dan endometrium dimana keduanya berjalan bersamaan. Pada siklus ovarium
terdiri dari fase folikel, fase ovulasi dan fase luteal. Sementara pada siklus
endometrium terdiri dari fase menstruasi, fase proliferasi, dan fase sekresi.

4
Gambar 1: Siklus Menstruasi10

Siklus haid terdiri dari dua siklus, yaitu siklus ovarium dan siklus
endometrium. Siklus ovarium terdiri dari beberapa fase, yaitu:7
a. Fase Folikular/ Preovulasi
Selama fase folikular, kadar estrogen meningkat pada pertumbuhan yang
paralel dari folikel yang dominan dan peningkatan jumlah dari sel granulosa. Sel
granulosa tempat ekslusif dari reseptor FSH. Peningkatan sirkulasi FSH selama
fase luteal dari siklus sebelumnya merangsang peningkatan dari reseptor FSH dan
kemampuan untuk mengaromatisasi sel theka untuk derivat androstenedion

5
menjadi estradiol. FSH menginduksi enzim aromatase dan pelebaran antrum dari
folikel yang bertumbuh. Folikel dengan kelompok sangat berespon terhadap FSH
seperti untuk memproduksi dan mengawali tanda dari reseptor LH. Setelah
terlihat reseptor LH, sel granulosa preovulasi mulai untuk mensekresi sejumlah
progesteron. Sekresi preovulasi progesteron, walaupun jumlahnya terbatas,
dipercaya untuk mengirimkan feedback positif pada estrogen utama hipofisis yang
menyebabkan atau membantu menambah pelepasan LH. Selama fase folikuler
lambat, LH menstimulasi produksi sel theka dari androgen. Terutama
androstenedion, yang kemudian dilanjutkan ke folikel dimana mereka
dimetabolisme menjadi estradiol. Selama fase folikel awal, sel granulosa juga
menghasilkan inhibin B, yang menghambat pelepasan FSH. Karena folikel
dominan mulai berkembang, hasil dari estradiol dan inhibin meningkat,
menghasilkan penurunan FSH. Penurunan ini bertanggung jawab untuk kegagalan
dari folikel lain untuk mencapai preovulasi tingkat folikel the Graaf selama satu
siklus. Jadi, 95 persen dari estradiol plasma diproduksi pada waktu itu disekresi
oleh folikel dominan, yang dipersipakan untuk ovulasi.
b. Fase Ovulasi
Ovulasi merupakan peningkatan kadar estrogen yang menghambat
pengeluaran FSH, kemudian hipofise mengeluarkan LH (lutenizing hormon).
Peningkatan kadar LH merangsang pelepasan oosit sekunder dari folikel. Folikel
primer primitif berisi oosit yang tidak matur (sel primordial). Sebelum ovulasi,
satu sampai 30 folikel mulai matur didalam ovarium dibawah pengaruh FSH dan
estrogen. Lonjakan LH sebelum terjadi ovulasi mempengaruhi folikel yang
terpilih. Di dalam folikel yang terpilih, oosit matur dan terjadi ovulasi, folikel
yang kosong memulai berformasi menjadi korpus luteum. Korpus luteum
mencapai puncak aktivitas fungsional 8 hari setelah ovulasi, dan mensekresi baik
hormon estrogen maupun progesteron.
c. Fase Luteal / Postovulasi
Setelah terjadi ovulasi, korpus luteum berkembang dari tetapi dominan atau
folikel de Graff pada proses ini disebut sebagai lutenisasi. Ruptur dari folikel
mengawali berbagai perubahan morfologi dan kimiawi mengakibatkan

6
transformasi menjadi korpus luteum. Membran basalis pemisah dari sel granulosa
luteal dan theka luteal rusak, dan hari kedua postovulasi, pembuluh darah dan
kapiler menembus ke lapisan sel granulosa. Neovaskularisasi yang cepat pada
granulosa avaskuler dikarenakan variasi dari faktor angiogenik meliputi faktor
pertumbuhan endotel vaskuler dan produksi lain pada respon terhadap LH oleh sel
theka lutein dan granulosa lutein. Selama luteinisasi, sel itu mengalami hipertrofi
dan meningkat kapasitas mereka untuk mensintesis hormon. PADa wanita, masa
hidup dari korpus luteum tegantung pada LH atau Human Chorionic
Gonadotropin (hCG). Pada siklus normal wanita, korpus luteum dipertahankan
oleh frekuensi rendah, amplitudo tinggi dari sekresi LH oleh gonadotropin pada
hipofisis anterior.
Sedangkan siklus endometrium terbagi dalam beberapa fase, yaitu:6
a. Fase Menstruasi
Implantasi atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7 sampai 10 hari
setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi, korpus luteum
yang mensekresi estrogen dan progesteron menyusut. Seiring penyusutan kadar
estrogen dan progesteron yang cepat, arteri spiral menjadi spasme, sehingga suplai
darah ke endometrium fungsional terhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan fungsional
terpisah dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi dimulai. Pada fase ini,
endometrium terlepas dari dinding uterus dengan disertai pendarahan dan lapisan
yang masih utuh hanya stratum basale. Rata-rata fase ini berlangsung selama lima
hari (rentang 3-6 hari). Pada awal fase menstruasi kadar estrogen, progesteron,
LH (Lutenizing Hormon) menurun atau pada kadar terendahnya selama siklus dan
kadar FSH (Folikel Stimulating Hormon) baru mulai meningkat.
b. Fase Proliferasi
Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat yang berlangsung
sejak sekitar hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid, misalnya hari ke-10
siklus 24 hari, hari ke-15 siklus 28 hari, hari ke-18 siklus 32 hari. Permukaan
endometrium secara lengkap kembali normal sekitar empat hari atau menjelang
perdarahan berhenti. Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal ± 3,5

7
mm atau sekitar 8-10 kali lipat dari semula, yang akan berakhir saat ovulasi. Fase
proliferasi tergantung pada stimulasi estrogen yang berasal dari folikel ovarium.
c. Fase Sekresi
Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari sebelum
periode menstruasi berikutnya. Pada akhir fase sekresi, endometrium sekretorius
yang matang dengan sempurna mencapai ketebalan tertentu dan halus.
Endometrium menjadi kaya dengan darah dan sekresi kelenjar.

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Siklus Mentruasi


Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi siklus menstruasi adalah:
1. Stres
Stres menyebabkan perubahan sistemik dalam tubuh, khususnya sistem
persarafan dalam hipotalamus melalui perubahan hormon reproduksi. Stres
menyebabkan perubahan sistemik dalam tubuh, khususnya sistem persarafan
dalam hipotalamus melalui perubahan proklatin atau endogenous opiat yang dapat
mempengaruhi elevasi kortisol basal dan menurunkan hormone lutein (LH) yang
menyebabkan amenorrhea.
2. Penyakit Kronis
Penyakit kronis seperti diabetes, dimana terdapat kadar gula darah yang
tidak stabil yang berkaitan erat dengan perubahan hormonal, sehingga bila gula
darah tidak terkontrol akan memperngaruhi siklus menstruasi dengan
terpengaruhnya hormone reproduksi. Adanya penyakit-penyakit endokrin seperti
diabetes, hipotiroid, serta hipertiroid yang berhubungan dengan gangguan
menstruasi.Prevalensiamenorrhea dan oligomenorrhea lebih tinggi pada pasien
diabetes.Penyakit polystic ovarium berhubungan dengan obesitas, resistensi
insulin, dan oligomenorrhea.Amenorrhea dan oligomenorrhea pada perempuan
dengan penyakit polystic ovarium berhubungan dengan insensitivitas hormon
insulin dan menjadikan perempuan tersebut obesitas.Hipertiroid berhubungan
dengan oligomenorrhea dan lebih lanjut menjadi amenorrhea. Hipotiroid
berhubungan dengan polymenorrhea dan menorraghia.
3. Gizi Buruk

8
Penurunan berat badan akut akan menyebabkan gangguan pada fungsi
ovarium, tergantung derajat ovarium dan lamanya penurunan berat badan. Kondisi
patologis seperti berat badan yang sangat kurus dapat menyebabkan amenorrhea.
Berat badan dan perubahan berat badan memengaruhi fungsi
menstruasi.Penurunan berat badan akut dan sedang menyebabkan gangguan pada
fungsi ovarium, tergantung derajat tekanan pada ovarium dan lamanya penurunan
berat badan.Kondisi patologis seperti berat badan yang kurang/kurus dan anorexia
nervosa yang menyebabkan penurunan berat badan yang berat dapat menimbulkan
amenorrhea.
4. Aktifitas Fisik
Tingkat aktivitas fisik yang sedang hingga berat dapat mempengaruhi kerja
hipotalamus yang akan mempengaruhi hormone menstruasi sehingga dapat
membatasi siklus menstruasi. Tingkat aktivitas fisik yang sedang dan berat dapat
membatasi fungsi menstruasi.Atlet wanita seperti pelari, senam balet memiliki
faktor risiko untuk mengalami amenorrhea, anovulasi, dan defek pada fase luteal.
Aktivitas fisik yang berat merangsang inhibisi Gonadotropin Releasing Hormon
(GnRH) dan aktivitas gonadotropin sehingga menurunkan level dari serum
estrogen.
5. Konsumsi Obat-obatan tertentu
Konsumsi obat antidepresan, antipsikotik, tiroid dan beberapa obat
kemoterapi yang mengganggu sistem hormonal dapat menggangu kelancaran
siklus menstruasi.

6. Ketidakseimbangan Hormon
Apabila kerja hormone ovarium tidak seimbang maka akan dapat
mempengaruhi siklus menstruasi. Hormon-hormon yang dapat mempengaruhi
menstruasi pada seseorang wanita yaitu Follicle Stimulating Hormone (FSH) yang
dikeluarkan oleh hipofisis, estrogen yang dihasilkan oleh ovarium, Luteinizing
Hormone (LH) yang dihasilkan oleh hipofisis, serta progesterone oleh ovarium.

II. GANGGUAN MENSTRUASI

9
Menstruasi pada awalnya terjadi secara tidak teratur sampai mencapai umur
18 tahun setelah itu harus sudah teratur. Menstruasi dianggap normal jika terjadi
dengan interval 21-35 hari (dari hari pertama menstruasi sampai pada permulaan
periode menstruasi berikutnya) dan pengeluaran darah menstruasi berlangsung 1-8
hari. Jumlah rata-rata hilangnya darah selama menstruasi adalah 50 ml (rentang
20- 80 ml), atau 2-5 kali pergantian pembalut/hari.
Gangguan menstruasi paling umum terjadi pada awal dan akhir masa
reproduktif, yaitu di bawah usia 19 tahun dan di atas 39 tahun. Gangguan ini
mungkin berkaitan dengan lamanya siklus haid, atau jumlah dan lamanya
menstruasi. Seorang wanita dapat mengalami kedua gangguan itu.
Gangguan haid dan siklusnya khususnya dalam masa reproduksi dapat
digolongkan dalam:

a. Kelainan Jumlah dan Lama Perdarahan Menstruasi


1. Menoragia (Hipermenorea)
Merupakan perdarahan haid yang lebih banyak dari normal, atau lebih lama
dari 8 hari. Penyebab kelainan ini terdapat pada kondisi dalam uterus. Biasanya
dihubungkan dengan adanya mioma uteri dengan permukaan endometrium yang
lebih luas dan gangguan kontraktilitas, polip endometrium, gangguan peluruhan
endometrium, dan sebagainya. Terapi kelainan ini ialah terapi pada penyebab
utama.

Adapun etiologi gangguan tersebut: 2,9


 Uterus
a) Fibroid
b) Polip endometrium
c) Endometriosis
d) Pelvic Inflammatory Disease
 Sistemik
a) Gangguan koagulasi
b) Penyakit Von Willebrand
c) Idiopathic Thrombocytopaenia Purpura

10
d) Defisiensi faktor V,VII,X dan XI
e) Hipotiroid
 Iatrogenik
a) Kontrasepsi progesteron
b) Alat kontrasepsi dalam rahim
c) Antikoagulan
Langkah- langkah untuk penegakan diagnosis:6
 Anamnesis
a) Berapa lama waktu menstruasinya?
b) Apakah ada gumpalan?
c) Berapa lama biasanya mestruasinya berlangsung dan seberapa sering
terjadi?
d) Apakah terdapat perubahan antara mensturasinya?
e) Apakah ada perdarahan setelah berhubungan?
f) Apakah ada nyeri pinggang atau dispareunia?
g) Kontrasepsi apa yang telah digunakan?
 Pemeriksaan6,9
a) Papsmear
b) Hematologi dan biokimia
Darah rutin harus dilakukan pada pasien yang mengeluh menoragia
karena sering menimbulkan anemia. Pemeriksaan terhadap gangguan
pembekuan hanya dilakukan jika terdapat indikasi klinis, misalnya, menoragi
sejak menarche dan riwayat perdarahan sejak lahir.
c) Imaging
Transvaginalsonografi (TVS) biasanya menjadi pemeriksaan utama. TVS
mengukur ketebalan endometrium dan mendiagnosa polip dan leiomioma
dengan sensitivitas 80% dan spesifitas 69%
d) Pengambilan sampel endometrium
Tujuan pengambilan sampel endometrium pada menoragia adalah untuk
menyingkirkan atau mendiagnosis kanker atau hiperplasia endometrium.
Pengambilan sampel endometrium direkomendasikan pada wanita dengan
umur lebih dari 40 tahun dan mereka dengan peningkatan risiko keganasan
endometrium. Risiko-risiko tersebut berupa obesitas, DM, hipertensi, anovulasi
kronik, nulipara dengan riwayat infertilitas, riwayat keluarga dengan kanker
endometrium. Pada wanita muda pengambilan sampel endometrium juga bisa
sebagai indikasi jika terjadi perdarahan abnormal yang tidak membaik dengan

11
pemberian obat. Metode yang umum digunakan yaitu dengan aspirasi kuretase,
dilatasi dan kuretase, histeroskopi.
 Terapi
Tujuan terapi adalah untuk menurunkan kehilangan darah, menurunkan
risiko anemia dan meningkatkan kualitas hidup. Terapi medis diindikasikan ketika
ada tanda abnormalitas pelvis dan wanita tersebut ingin mempertahankan
fertilitasnya.6
a) Terapi Nonhormonal6
Terapi nonhormonal diberikan ketika sedang terjadi menstruasi dan harus
menjadi lini pertama dalam penanganan yaitu menggunakan NSAID seperti asam
mefenamat atau antifibrinolitik seperti asam traneksamat.
NSAID memiliki kandungan untuk menghambat pembentukan
prostaglandin dan juga mengikat reseptor prostaglandin yang meningkat pada
uterus wanita dengan menoragi. Banyaknya darah yang hilang akibat menstruasi
juga telah dievaluasi untuk jenis NSAID seperti naproxen, ibuprofen, sodium
diclofenac, dan flurbiprofen.
Dosis optimal sangat sulit untuk ditentukan. Beberapa peneilitian telah
menganalisa regimen mulai dari menstruasi hari pertama dan dilanjutkan sampai 5
hari atau sampai menstruasi berhenti. Efek samping yang umum dengan
penggunaan NSAID adalah iritasi saluran gastrointestinal dan inhibisi agregasi
platelet. Penghambat spesifik COX-2 mungkin dapat efektif pada pengobatan
menoragia, tetapi masih terdapat ketidak jelasan mengenai keamanan dari obat ini.
Obat lain yang dapat diberikan selain NSAID adalah antifibrinolitik karena pada
kasus menoragia terdapat peningkatan aktivitas fibrinolitik endometrium.
b) Terapi Hormonal6
Untuk terapi hormonal terdiri dari progestogen, estrogen, gonadotropin-
releasing hormon agonist, AKDR dengan hormon seperti levonorgestrel, anti-
progestational agents.
c) Operasi6

12
Operasi mungkin diperlukan pada kasus-kasus seperti polip, fibroid, atau
ada massa pada endometrium. Tindakannya bisa melalui pengangkatan polip pada
endometrium, ablasi endometrium, myomektomi, hingga histerektomi.

Gambar 2. Alur Penatalaksanaan Menoragia1


2. Hipomenorea
Merupakan perdarahan haid yang lebih pendek dan atau lebih sedikit dari
normal.Penyebabnya adalah terdapat pada konstitusi penderita, kondisi uterus,
gangguan endokrin, dan lain-lain.Terapi hipomenorea adalah bersifat psikologis
untuk menenangkan penderita, kecuali bila sudah didapatkan penyebab nyata
lainnya. Kondisi ini tidak memperngaruhi fertilitas.
Adapun etiologi gangguan tersebut:2
 Sindrom Asherman yaitu terjadi adhesi intrauterin
 Uterus: Bisa disebabkan oleh karena ukuran rongga uterus mengecil misalnya
karena miomektomi
 Emosional dan psikologi
Langkah- langkah penegakan diagnosis :
 Anamnesis
 Laboratorium: Jumlah FSH, LH, estrogen, prolactin.

13
 USG: Untuk melihat ketebalan dari endoemtrium
b. Kelainan Siklus Menstruasi
1. Polimenorea
Polimenorea adalah siklus haid lebih pendek dari biasanya (kurang dari 21
hari). Perdarahannya kurang lebih sama atau lebih banyak dari haid biasa. Hal
yang terakhir ini diberi nama polimenoragia atau epimenoragia. 2 Polimenorea
dapat disebabkan oleh gangguan hormonal yang mengakibatkan gangguan ovulasi
atau menjadi pendeknya masa luteal. Sebab lain adalah kongesti ovarium
misalnya karena peradangan dan endometriosis.
2. Oligomenorea
Siklus haid lebih panjang, lebih dari 35 hari. Pendarahan pada oligomenorea
biasanya berkurang. Apabila panjangnya siklus lebih dari 3 bulan, hal itu sudah
mulai dinamakan amenore. Pada kebanyakan kasus oligomenorea kesehatan
wanita tidak terganggu, dan fertilitas cukup baik. Siklus haid biasanya juga
ovulator dengan masa proliferasi lebih panjang dari biasanya. Penyebabnya adalah
gangguan hormonal, ansietas dan stress, penyakit kronis, obat-obatan tertentu,
bahaya di tempat kerja dan lingkungan, status penyakit nutrisi yang buruk, olah
raga yang berat, penurunan berat badan yang signifikan.
3. Amenorea
Amenore adalah tidak terjadinya haid pada usia subur. Merupakan
perubahan umum yang terjadi pada beberapa titik dalam sebagian besar siklus
menstruasi wanita dewasa. Sepanjang kehidupan individu, tidak adanya
menstruasi dapat berkaitan dengan kejadian hidup yang normal seperti kehamilan,
menopause, atau penggunaan metode pengendalian kehamilan. Selain itu, terdapat
beberapa keadaan atau kondisi yang berhubungan dengan amenorea yang
abnormal. Amenorea dibagi menjadi dua bagian besar :
 Amenorea primer di mana seorang wanita tidak pernah mendapatkan sampai
umur 18 tahun. Terutama gangguan poros hipotalamus, hipofisis, ovarium, dan
tidak terbentuknya alat genitalia.
 Amenorea sekunder, pernah beberapa kali mendapat menstruasi sampai umur
18 tahun dan diikuti oleh kegagalan menstruasi dengan melewati waktu 3 bulan

14
atau lebih. Penyebabnya sebagian besar bersumber dari penyebab yang
mungkin dapat ditegakkan.
Penyebab umum amenore:11
Evaluasi penyebab amenore dilakukan berdasarkan pembagian 4 kompartemen,
yaitu:
 Kompartemen I : Gangguan pada uterus dan patensi (outflow tact)
 Kompartemen II: Gangguan pada ovarium
 Kompartemen III: Gangguan pada hipofisis
 Kompartemen IV: Gangguan pada hipotalamus/susunan saraf pusat.
Gangguan kompartemen I:2
a. Sindroma Asherman
Terjadi kerusakan endometrium akibat tindakan kuret yang berlebihan dan
terlalu dalam sehingga terjadi perlekatan intrauterine. Perlekatan akan
menyebabkan obliterasi lengkap atau parsial pada rongga uterus, ostium uterine,
dan kanalis servikalis.

b. Endometritis Tuberkulosa
Umumnya timbul sekunder pada penderita dengan salpingitis TB. Keadaan
ini ditemukan setelah dilakukan biopsy endometrium dan ditemukan tuberkel
dalam sediaan.
c. Agenesis duktus mulleri
Sindroma Meyer Rokitansky Kuster Hause relative cukup sering ditemukan
sebagai penyebab primer amenore. Tanda kliniis berupa tidak adanya atau
hypoplasia vagina, biasanya juga tidak ditemukan adanya uterus dan tuba falopii.
d. Sindroma insentivitas androgen
Dulu disebut sindroma feminisasi testiskuler yang merupakan suatu
hipogonadisme dengan amenore primer. Sindroma ini aalah bentuk
hermafroditisme laki-laki dengan fenotip perempuan. Merupakan penyakit genetic
X linked recessive yang bertanggung jawab pada reseptor androgen intraseluler
dengan gonad laki-laki yang gagal melakukan vertilisasi. Sindroma ini menduduki
tempat ketiga adda amenore primer setelah disgenesis gonad dan agenesis duktus
muller.
Gambaran klinis bervariasi yaitu gambaran spectrum kegagalan
perkembangan laki-laki yang tidak komplit sampai komplit. Perempuan dengan
sindroma ini tumbuh normal, payudara tumbuh dan berkembang secara sempurna,

15
walaupun ada defisiensi jaringan kelenjar dan hypoplasia puting susu. Karena
reseptor androgen tidak sensitive menyebabkan hormon testosterone tidak bisa
diaktifkan menjadi dihidrotestosteron sehingga rambut pubis dan aksila tidak
tumbuh. Vagina tidak terbentuk atau hanya pendek dan berakhir pada kantong
buntu. Tidak terdapat serviks dan uterus. Ditemukan testis tanpa spermatogenesis
di intrabdominal, tetapi sering dalam hernia. Pemeriksaan kadar hormon
testosterone memberikan hasil meningkat atau normal laki-laki. Kariotipe
menunjukkan laki-laki normal yaitu 46XY.
Gangguan Kompartemen II:2
a. Sindroma Turner
Kelainan gonad/disgenesis gonadyang pada pemeriksaan kariotipe
menunjukkan satu kromosom X tidak ada atau abnormal (45X). Empat puluh
persen perempuan dengan sindroma turner menunjukkan adanya mosaic 45-
XO/46-XX atau aberasi struktur kromosom X atau Y.
Gambaran klinis: Fenotip adalah perempuan dengan tubuh pendek, webbed
neck, dada perisai (shield chest) dengan uting susu jauh ke lateral. Payudara tidak
berkembang, batas rambut belakang rendah dengan keluhan tidak pernah haid.
Gonad tidak ada atau hanya berupa jaringan arut mesenkim, tidak ada
pertumbuhan folikel dan tidak ditemukan produksi hormon seks steroid. Saluran
muller berkembang hingga tampak adanya uterus, tuba, vagina, tetapi bentuk lebih
kecil karena tidak ada estrogen.
b. Premature Ovarian Failure (POF)
Merupakan hilangnya fungsi ovarium sebelum umur 40 tahun. Keluhan
yang timbul adalah amenorea, oligomenorea, infertilitas, dan keluhan akibat
defisiensi hormon estrogen. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
peningkatan kadar FSH > 40 IU/L dan LH lebih 5 kali normal yang disebabkan
oleh hilangnya mekanisme umpan balik ke hipotalamus akibat rendahnya
produksi hormon estrogen ovarium. POF dapat disebabkan secara spontan oleh
kelainan genetic, penyakit autoimun, dan iodopatik; dan dapat disebabkan oleh
iatrogenic oleh karena tidakan bedah misalnya operasi pengangkatan ovarium
karena tumor, dapat juga karena radiasi dan pemberian sitostatika.
c. Sindroma Ovarian Resisten Gonadotropin

16
Suatu keadaan yang jarang didapatkan dengan gambaran seorang
perempuan amenore dengan pertumbuhan dan perkembangan tubuh normal,
kariotipe normal, dan kadar gonadotropin tinggi. Kejadian kehamilan sulit
didapatkan walaupun dengan stimulasi gonadotropin tinggi. Penyebab sindroma
ini belum diketahui, tetapi diduga adanya gangguan pembentukan reseptor
gonadotropin di ovarium.
d. Sindroma Sweyer
Disebut juga disgenesis gonad XY, suatu keadaan yang jarang ditemukan.
Gambaran klinis pada perempuan amenore dengan kariotipe 46 XY, kadar
testosterone normal perempuan dan tidak ditemukan perkembangan seksual
karena tidak didapatkannya hormon estrogen.
Gangguan kompartemen III:2
Tumor hipofisis merupakan kelainan yang sering ditemukan pada
kompartemen III sebagai penyebab amemorea.
a. Adenoma hipofisis sekresi prolactin
Merupakan tumor hipofisis yang sering didapatkan. Keluhan utama adalah
amenore dengan kadar prolactin tinggi dan dapat pula disertai dengan galaktorea.
Hanya sepertiga perempuan dengan kadar prolactin tinggi didapatkan keluhan
galaktorea. Hal ini disebabkan oleh keadaan estrogen rendah pada amenore akan
mencegah respon normal prolactin.
b. Empty Sella Syndrome
Merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak lengkapnya
diafragma sella sehingga terjadi ekstensi ruang subaraknoid ke dalam fossa
hipofisis. Tanda klinis dijumpai adanya galaktorea dan peningkatan kadar
prolactin.
c. Sindroma Sheehan
Terjadi infark akut dan nekrosis pada kelenjar hipofisis yang diisebabkan
oleh perdarahan pasca persalinan dan syok yang dapat menyebabkan terjadinya
sindrom ini. Keluhan segera terlihat setelah melahirkan dalam bentuk kegagalan
laktasi, berkurangnyya rambut pubis, diikuti dengan ACTH.
Gangguan Kompartemen IV:2
a. Amenorea Hipotalamus
Defisiensi sekresi pulsatile GnRH akan menyebabkan gangguan
pengeluaran gonadotropin sehingga berakibat gangguan pematangan folikel dan

17
ovulasi dan pada gilirannya akan terjadi amenorea hipotalamus. Kelainan ini
ditegakkan dengan melakukan eklusi adanya lesi di hipofisis dan biasanya
berhubungan dengan gangguan psikis.
b. Penurunan Berat Badan Berlebih
 Anoreksia Nervosa
Biasanya gejala ini muncul antara umur 10-30 tahun. Berat tampah
kuruus dengan berat badan kurang 25%, disertai dengan pertumbuhan rambut
lanugo, bradikardia, aktivitas berlebih, bulimia (makan berlebih), makan yang
biasanya dibuat sendiri, amenorea, dan sebagainya. Penyakit ini biasanya
ditemukan pada perempuan muda dengan gangguan emosional yang berat.
Keadaan ini dimulai dengan diet untuk mengontrol berat badan, selanjutnya
diikuti dengan ketakuttan tidak bisa disiplin menjaga berat badan.
 Bulimia
Adalah suatu keadaan yang ditandai dengan episode mkan berlebihan dan
dilanjutkan dengan menginduksi muntah, puasa, atau penggunaan obat
pencahar dan diuretika. Anoreksia dan bulimia merupakan gambaran disufngsi
mekanisme tubuh untuk mengatur rasa lapar, haus, suhu dan keseimbangan
otonomik yang diregulasi oleh hipotalamus. Kadar FSH atau LH rendah,
sedangkan kadar kortisol meningkat.
c. Sindroma Kallmann
Suatu keadaan yang jarang ditemukan pada perempuan yaitu kelainan
kongenital hipogonadotropin hipoganisme disebabkan oleh deficit sekresi GnRH.
Gambaran klinis berupa amenorea primer, perkembangan seks sekunder infantile,
kadar gonadotropin rendah, kariotipe perempuan normal, dan kehilangan atau
terjadi penurunan persepsi bau. Penyakit ini berhubungan dengan defek anatomi
spesifik yaitu terdapat hypoplasia atau tidak adanyasulkus olfaktorius di
risensefalon.
Evaluasi amenorea:2
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat dan tepat harus dilakukan
untuk mencari penyebab amenorea. Terdapat 3 langkah evaluasi amenorea, yaitu:
 Langkah 1
Dipastikan dulu telah disingkirkan dan dilakukan pemeriksaan kadar TSH
dan prolactin. Pemeriksaan kadar TSH untuk mengevaluasi kemungkinan

18
kelainan tiroid dan kadar prolactin untuk mengevaluasi prolaktinemia sebagai
penyebab amenorea. Adanya keluhan galaktorea (keluarnya air susu tanpa tanpa
ada kehamilan) perlu pemeriksaan kadar prolactin dan foto sella tursika dengan
MRI. Bila kedua pemeriksaan tersebut dalam batas normal selanjutnya dilakukan
tes progestin. Tes progestin bertujuan untuk mengetahui kadar estrogen endogen
dan patensi traktus genitalia. Medroksi progesterone asetat (MPA) 10 mg per hari
diberikan selama 5 hari dan selanjutnya ditunggu 2-7 hari setelah obat habis untuk
dilihat terjadi haid atau tidak. Bila terjadi perdarahan berarti diagnosis adalah
anovulasi. Tidak ada hambatan pada traktus genitalia dan kadar estrogen endogen
yang cukup untuk menumbuhkan endometrium telah dapat ditegakkan. Hasil ini
menunjukkan bahwa fungsi ovarium, hipofisis, dan system saraf pusat berungsi
dengan baik.
 Langkah 2
Langkah 2 dikerjakan bila tidak terjadi perdarahan dengan tes progestin,
yaitu dengan pemberian estrogen progestin siklik. Estrogen konjugasi 1,25 mg
atau estradiol 2 mg setiap hariselama 21 hari ditambah pemberian progestin
(MOA 10 mg setiap hari) pada 5 hari terakhir. Bila tidak terjadi perdarahan setelah
langkah 2 menunjukkan bahwa terdapat gangguan pada kompartemen I
(endometrium). Gangguan pada kompartemen I sering terjadi pada keadaan
tindakan kuret yang terlalu dalam (sindroma asherman) atau infeksi endometrium
(TBC). Bila terjadi perdarahan berarti kompartemen I berfungsi baik dengan
stimulasi estrogen eksogen. Hasil ini juga menunjukkan bahwa estrogen endogen
tidak ada karena perdarahan yang terjadi akibat stimulus estrogen progesterone
eksogen secara siklik.
 Langkah 3
Langkah 3 dikerjakan untuk mengetahui penyebab tidak adanya estrogen
endogen. Seperti diketahui bahwa estrogen dihasilkan oleh folikel yang sedang
berkembang di ovarium setelah mendapat stimulus gonadotropin yang berasal dari
sentral (merupakan hasil kerja sama hipotalamus dan hipofisis). Jadi langkah 3
digunakan untuk mengetahui masalah tersebut berasal dari kompartemen II
(folikel ovarium) atau kompartemen III dan IV (hipofisis dan hipotalamus). Pada
langkah 3 dilakukan pemeriksaan kadar gonadotropin (FSH dan LH) yang

19
sebaiknya dikerjakan 2 minggu setelah obat pada langkah 2 habis guna
menghindari penekanan estrogen ke sentral.
Hasil pemeriksaan pada langkah 3 bisa menunjukkan kadar gonadotropin
yang tinggi, rendah atau normal. Kadar gonadotropin tinggi menunjukkan
masalah ada di kompartemen II (ovarium), sedangkan bila kadar gonadotropin
rendah atau normal menunjukkan masalah ada di kompartemen III atau IV. Bila
hasil kadar gonadotropin rendah atau normal diperlukan pemeriksaan MRI untuk
membedakan lokasi antara hipotalamus atau hipofisis.

Gambar 3. Alur Diagnosis Amenorea Primer

20
Gambar 4. Alur Dignosis Amenorea Sekunder

c. Perdarahan Di Luar Menstruasi


1. Metroragia
Metroragia (perdarahan intermenstruasi) merupakan perdarahan yang terjadi
antara dua episode menstruasi. Penyebab metroragia adalah perdarahan
pertengahan siklus (ovulasi), polip endometrium, kanker endometrium atau
serviks, produksi estrogen endogen dan pemberian estrogen eksogen.

21
Gambar 5. Alur Diagnosis Metroragia
2. Menometroragia
Menometroragia adalah perdarahan yang terjadi pada interval yang tidak
teratur. Biasanya jumlah dan lama perdarahan bervariasi. Penyebab
menometroragia sama dengan penyebab metroragia. Keduanya dapat disebabkan
oleh kelainan organik pada alat genital atau oleh kelaianan fungsional.
1. Sebab-sebab organik
Pendarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada:
a) Serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosioporsionis uteri, ulkus pada
porsio uteri, karsinoma servisis uteri;
b) Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus imminens, abortus sedang
berlangsung, abortus inkomplitus, mola hidatidosa, koriokarsinoma,
subinvolusio uteri, karsinoma korposis uteri, sarcoma uteri, mioma uteri;

22
c) Tuba Fallopi, seperti kehamilan ektopik terganggu, radang tuba, tumor tuba,
d) Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium.
2. Sebab-sebab Fungsional
Pendarahan uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik
dinamakan pendarahan disfungsional. Pendarahan disfungsional dapat terjadi pada
setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi kelainan ini lebih sering
dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir 0ungsi ovarium.
3. Diagnosis dan Tatalaksana
Diagnosis dan tatalaksana di luar haid didapatkan melalui anamnesis dan
pemeriksaan ginekologis yang teliti. Tatalaksana dapat diberikan:
 Estrogen dosis tinggi: diproprionas estradiol IM 2,5 mg atau benzoas
estradiol 1,5 mg atau valeras estradiol 20 mg.
 Progesterone: kaproas hidroksi-progesteron 125 mg atau asetas medroksi-
progesteron 10 mg
 Androgen

d. Gangguan Lain Yang Berhubungan Dengan Menstruasi


1. Premenstrual Tension
Ketegangan prahaid adalah keluhan-keluhan yang biasanya terjadi mulai
satu minggu atau beberapa hari sebelum datangnya haid dan menghilang sesudah
haid datang. Keluhan-keluhan terdiri atas gangguan emosional berupa iritabilitas,
gelisah, insomnia, nyeri kepala, perut kembung, mual, pembesaran dan rasa nyeri
pada payudara. Pada kasus yang berat bisa terjadi depresi.
Pengobatan premenstrual tension meliputi:
 Progesterone sintetik dosis kecil dpat diberikan selama 8 -10 hari sebelum
haid.
 Metiltestosteron 5 mg sebagai tablet isap, jangan lebih dari 7 hari.
 Pemberian diuretic selama 5 hari dapat bermanfaat.
 Pemakaian garam dibatasi dan minum sehari-hari dikurangi selama 7-10
hari sebelum haid.
 Psikoterapi suportif.
2. Dismenorea
Dismenorea adalah kejang perut bagian bawah yang hebat dan sangat sakit
tepat sebelum atau selama menstruasi. Gejala-gejala lain dapat berupa berkeringat,
takikardi, sakit kepala, mual, muntah, diare dan gemetar. Kumpulan gejala ini
biasanya muncul 24- 48 jam sebelum atau saat menstruasi dan maksimal 48 jam

23
setelah itu. Nyeri pelvis berhubungan dengan menstruasi sebagai reaksi fisiologis
dari terjadinya ovulasi, premenstrual sindrom, dismenore primer atau sekunder.10,13
Dismenore termasuk salah satu kasus terbanyak dari banyak kelainan
ginekologi. Perkiraan insidensi dari wanita yang sedang menstruasi bervariasi dari
3% hingga 90%, tergantung dari populasi yang diteliti dan kriteria yang
digunakan untuk mendefinisikan dismenore. Wanita dengan riwayat menarche
pada usia yang lebih muda dan memiliki perdarahan yang berat pada periodenya
beresiko menderita dismenore.10,13
Dismenorea dibagi atas:
 Dismenore primer
Dismenorea primer dimulai saat mendekati menarche (<20 tahun). Mungkin
peningkatan prostaglandin F2α dalam endometrium sekretorik menyebabkan
kontraksi uterus yang nyeri dan gejala-gejala lain dismenorea primer. Pemeriksaan
normal dilakukan untuk menyingkirkan sebab-sebab sekunder. Tidak diperlukan
pemeriksaan laboratorium. Pengobatannya dengan memberikan obat-obatan
antiinflamasi nonsteroid. Kontrasepsi oral seringkali dapat mengobati.
Pada dismenore primer, tidak terdapat tanda kelainan klinis yang dapat
dideteksi (idiopatik). Biasanya dimulai saat siklus ovulatori dari umur 6 – 12
bulan sampai 2 tahun setelah menarche dan terus memberat, memuncak saat usia
23 sampai 27 tahun, kemudian nyerinya mulai menurun.10
Nyeri dismenore primer biasanya pada bagian tengah bawah, dan mungkin
menjalar ke punggung atau sela paha bagian dalam. Rasa tidak nyaman mulai 2
hari sebelum, saat, atau sesudah onset dari menstruasi. Nyeri bisa berat pada hari
pertama dan biasanya bertahan tidak lebih dari 48 jam. Nyeri bisa bersamaan
dengan peningkatan darah menstruasi dan gejala-gejala tadi. Nyeri biasanya
progresif dari tahun ke tahun, kemudian mulai menurun setelah umur 27 tahun
atau pada saat hamil.10
Etiologi:10,13
 Peningkatan produksi dan pelepasan prostaglandin uterus (PGE2 dan PGF2).
Peningkatan prostaglandin selama menstruasi memberikan peningkatan

24
aktivitas uterus yang abnormal yang menghasilkan iskemi pada uterus dan
memberikan rasa nyeri.
 Faktor perilaku dan psikologi. Menurut beberapa penelitian, hubungan
dismenore dan faktor psikologi masih relatif kecil.
 Faktor serviks. Penelitian mendapatkan terdapat penyempitan yang signifikan
dari kanalis servikalis pada beberapa wanita yang mengalami dismenore.
 Faktor hormonal.
 Faktor lainnya seperti anemia, cepat lelah, penyakit sistemik seperti DM, TB
dapat dihubungkan dengan insidens terjadinya dismenore primer.
Penatalaksanaan:10
1. NSAID
Contoh obat NSAID yang bagus digunakan ialah Asam Mefenamat 500
mg per oral, Ibuprofen 400 mg, 600 mg, 800 mg per oral, dan Naproxen
Sodium 550 mg dosis awal per oral. Kontraindikasinya pada penderita tukak
lambung, asma, hipersensivitas pada obat NSAID, dan penyakit hati atau
ginjal.
2. Menghambat Ovulasi.
Kontrasepsi oral bisa diberikan pada penderita yang ingin menggunakan
kontrasepsi untuk mengendalikan nyeri, tidak sembuh dengan penggunaan
NSAID, dan tidak mempunyai kontraindikasi untuk menggunakan kontrasepsi
pil. Kontrasepsi pil kombinasi (tinggi progesteron, rendah estrogen) telah
digunakan untuk mengobati dismenore primer dengan hasil yang memuaskan.
Pil kontrasepsi kombinasi bekerja dengan cara mencegah ovulasi dan
pertumbuhan jaringan endometrium sehingga mengurangi jumlah darah haid
dan sekresi prostaglandin serta kram uterus. Misalnya, Medroksi Progesteron
Asetat (MPA) 5 mg atau didrogesteron 2 x 10 mg mulai hari ke-5 hingga hari
ke-25. bila penggunaan obat tersebut gagal sebaiknya pertimbangkan
kemungkinan adanya dismenorea sekunder.
3. AKDR
AKDR mengandung progesteron (Progestasert) mungkin dapat
menurunkan nyeri dismenore. Tetapi, penggunaannya juga dapat menyebabkan
rasa nyeri dan menimbulkan efek samping lain.
4. Betamimetic agen

25
Terbutalin dapat menurunkan rasa nyeri yang signifikan pada beberapa
penderita. Tetapi, memiliki banyak efek samping seperti tremor, palpitasi, dan
peningkatan kehilangan darah haid.
5. Akupuntur dan akupresur
Lokasi akupresur pada tangan di sela-sela antara ibu jari dan telunjuk,
area lumbosacral, dan 3 cm di atas malelous medial.
 Dismenore sekunder
Dismenorea sekunder meliputi keadaan atau kelainan pelvis yang
menyebabkan rasa sakit. Dismenorea sekunder biasanya didapat pada masa lebih
lanjut dalam kehidupan (>30 tahun). Keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan
dismenorea adalah endometriosis, adenomisosis, infeksi dan pelekatan pelvis,
kongesti pelvis, stenosis serviks, polip endometrioum yang menyebabkan
sumbatan aliran keluar serviks, tingkah laku tertentu, stress, dan ketegagangan.
Gejala-gejala biasanya dimulai pada tahun-tahun usia reproduksi pertengahan atau
lewat (setelah berusia 20 Tahun). Dispareunia, menoragia, dan demam adalah
gejala gejala yang menyertainya. Tanda-tanda bergantung kepada latar belakang
penyebab. Pengobatan diarahkan kepada penyebab. Obat-obat antiinflamasi
nonsteroid atau kontrasepsi oral berguna terlepas dari etiologi. Antibiotika
berguna bila dicurigai ada penyakit-penyakit peradangan dalam rongga panggul.
Agonis gonadotropic releasing hormone (GnRH) bisa dipakai untuk mengobati
fibroid atau endometriosis. Diindikasikan melakukan histerektomi atau
ooforektomi bila dismenorea itu berat dan disertai oleh patologi yang jelas dari
uterus atau ovarium.

BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
Ciri khas kedewasaan wanita ditandai dengan adanya perubahan
perubahan siklik pada alat kandungan yang ditandai dengan datangnya haid.
Haid atau menstruasi atau datang bulan adalah pengeluaran darah, mucus,
dan debris sel dari mukosa uterus secara berkala. Fisiologi haid terrdiri dari
siklus ovarium yaitu fase folikular dan fase luteal, sedangkan siklus

26
endometrium adalah fase proliferasi, fase sekresi, dan fase menstruasi.
Gangguan haid dibagi menjadi:
o Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada haid:
hipermenorea atau menoragia dan hipomenorea.
o Kelainan siklus: polimenorea, oligomenorea, dan amenorea
o Pendarahan di luar haid: metroragia dan menometroragia
o Gangguan lain yang berhubungan dengan haid adalah Premenstual
tension (Ketegangan prahaid),dismenorea.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunnigham F, Leveno K, Bloom S, Spong CY, Dashe J, penyunting,


William Obstetrics, edisi ke 24. Philadelphia McGraw-hill; 2014
2. Benson, R.C & Pernoll, M.L. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta: EGC.
3. Heffner, L.J & Schust, D.J. 2006. At a Glance Sistem Reproduksi Ed. 2.
Jakarta: Erlangga.
4. Mansjoer, Arif et al. 2012. Capita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius.

27
5. Lee, L.K., Chen, P.C., Lee, K.K., Kaur, J, 2006. Menstruation among
Adolescent Girls in Malaysia. M. Singapore Med J. 47(10): 869.
6. Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
7. Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. 2010. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
8. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran , Ed. 11. Jakarta:
EGC;2012.
9. Robbins, Stanley L, et al . 2012. Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC.
10. Sherwood, Lauralee. 2010. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta:
EGC.
11. Hestiantoro A, Wiweko B, Penyunting. Panduan Tatalaksana Perdarahan
Uterus Disfungsional. Konsensus Himpunan Endokrinologi-Reproduksi dan
Fertilitas Indonesia (HIFERI) serta Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia (POGI). 2007

28

Anda mungkin juga menyukai