Anda di halaman 1dari 28

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2018


UNIVERSITAS PATTIMURA

KONJUNGTIVITIS

Oleh :
TRI ASIH MARIA WULANDARI FATUBUN
2017-84-030

Pembimbing :
dr. Carmila L Tamtelahitu, Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. M. HAULUSSY
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2018

0
BAB I

PENDAHULUAN

Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian


putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan
timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah.
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan
benda asing, misalnya kontak lensa.

Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis ini,


mata sangat berair. Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis
bakteri biasanya mengenai kedua mata. Ciri khasnya adalah keluar kotoran mata
dalam jumlah banyak, berwarna kuning kehijauan. Konjungtivitis alergi juga
mengenai kedua mata. Tandanya, selain mata berwarna merah, mata juga akan
terasa gatal. Gatal ini juga seringkali dirasakan dihidung. Produksi air mata juga
berlebihan sehingga mata sangat berair. Konjungtivitis papiler raksasa adalah
konjungtivitis yang disebabkan oleh intoleransi mata terhadap lensa kontak.
Biasanya mengenai kedua mata, terasa gatal, banyak kotoran mata, air mata
berlebih, dan kadang muncul benjolan di kelopak mata. Konjungtivitis virus
biasanya tidak diobati, karena akan sembuh sendiri dalam beberapa hari.
Walaupun demikian, beberapa dokter tetap akan memberikan larutan astringen
agar mata senantiasa bersih sehingga infeksi sekunder oleh bakteri tidak terjadi
dan air mata buatan untuk mengatasi kekeringan dan rasa tidak nyaman di mata.

Obat tetes atau salep antibiotik biasanya digunakan untuk mengobati


konjungtivitis bakteri. Antibiotik sistemik juga sering digunakan jika ada infeksi
di bagian tubuh lain. Pada konjungtivitis bakteri atau virus, dapat dilakukan
kompres hangat di daerah mata untuk meringankan gejala. Tablet atau tetes mata
antihistamin cocok diberikan pada konjungtivitis alergi. Selain itu, air mata buatan
juga dapat diberikan agar mata terasa lebih nyaman, sekaligus melindungi mata
dari paparan alergen, atau mengencerkan alergen yang ada di lapisan air mata.

1
Untuk konjungtivitis papiler raksasa, pengobatan utama adalah menghentikan
paparan dengan benda yang diduga sebagai penyebab, misalnya berhenti
menggunakan lensa kontak. Selain itu dapat diberikan tetes mata yang berfungsi
untuk mengurangi peradangan dan rasa gatal di mata.

Pada dasarnya konjungtivitis adalah penyakit ringan, namun pada


beberapa kasus dapat berlanjut menjadi penyakit yang serius. Untuk itu tidak ada
salahnya berkonsultasi dengan dokter mata jika terkena konjungtivitis.

2
BAB II

KONJUNGTIVITIS

2.1 Definisi

Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada
konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi
bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata.
Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan
menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis
konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tapi ada juga yang memerlukan
pengobatan.

2.2. Gejala dan Tanda klinis

Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu tergores atau
panas, sensasi penuh di sekitar mata, gatal dan fotofobia. Jika ada rasa sakit
agaknya kornea terkena. Sakit pada iris atau corpus siliaris mengesankan
terkenanya kornea.

Tanda penting konjungtivitis adalah hiperemia, berair mata, eksudasi,


pseudoptosis, hipertrofi papiler, kemosis (edem stroma konjungtiva), folikel
(hipertrofi lapis limfoid stroma), pseudomembranosa dan membran, granuloma,
dan adenopati pre-aurikuler.¹

Hiperemia adalah tanda paling mencolok pada konjungtiva akut. Kemerahan


paling nyata pada forniks dan mengurang ke arah limbus disebabkan dilatasi
pembuluh-pembuluh konjungtiva posterior. Warna merah terang mengesankan
konjungtivitis bakteri dan keputihan mirip susu mengesankan konjungtivitis
alergika.

3
Berair mata (epiphora) sering mencolok, diakibatkan oleh adanya sensasi
benda asing, terbakar atau gatal. Kurangnya sekresi airmata yang abnormal
mengesankan keratokonjungtivitis sicca.

Eksudasi adalah ciri semua jenis konjungtivitis akut. Eksudat berlapis-lapis


dan amorf pada konjungtivitis bacterial dan dapat pula berserabut seperti pada
konjungtivitis alergika,yang biasanya menyebabkan tahi mata dan saling
melengketnya palpebra saat bangun tdr pagi hari, dan jika eksudat berlebihan
agaknya disebabkan oleh bakteri atau klamidia.

Pseudoptosis adalah turunnya palpebra superior karena infiltrasi ke


muskullus muller (M. Tarsalis superior). Keadaan ini ddijumpai pada konjuntivitis
berat. Mis. Trachoma dan konjungtivitis epidemica.

Pseudomembran dan membran adalah hasil proses eksudatif dan berbeda


derajatnya. Sebuah pseudomembran adalah pengentalan di atas permukaan epitel.
Bila diangkat, epitel tetap utuh. Sebuah membran adalahpengentalan yang
meliputi seluruh epitel dan jika diangkat akan meninggalkan permukaan yang
kasar dan berdarah.

2.3 Anatomi Konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang


membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan
dcngan kulit pada lepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel
kornea di limbus. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:

1. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra).


2. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata).
3. Konjungtiva forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara
bagian posterior palpebra dan bola mata)

4
Konjungtiva palbebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan
melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke
posterior (pada fornices superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera
dan menjadi konjungtiva bulbaris.

Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan


melipat berkali-kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan
memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. (Duktus-duklus kelenjar
lakrimalis bermuara ke forniks temporal superior.) Kecuali di limbus (tempat
kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sejauh 3 mm), konjungtiva bulbaris
melekat longgar ke kapsul tenon dan sklera di bawahnya. Lipatan konjungtiva
bulbaris yang tebal, mudah bergerak dan lunak (plika semilunaris) terlelak di
kanthus internus dan membentuk kelopak mata ketiga pada beberapa binatang.
Struktur epidermoid kecil semacam daging (karunkula) menempel superfisial kc
bagian dalam plika semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung
clemen kulit dan membran mukosa.

Konjungtiva forniks struktumya sama dengan konjungtiva palpebra. Tetapi


hubungan dengan jaringan dibawahnya lebih lemah dan membentuk lekukan-
lekukan. Juga mengandung banyak pembuluh darah. Oleh karena itu,
pembengkakan pada tempat ini mudah terjadi bila terdapat peradangan mata.

Jika dilihat dari segi histologinya, lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua
hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan
epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan
mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa. Sel-sel
epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi
mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi
lapisan air mata secara merata di seluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna
lebih pekat daripada sel-sel superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung
pigmen.

5
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan
satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid
dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa
sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi
berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada
nconatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi
folikuler. Lapisan fibrosa tersusun dari Jaringan penyambung yang melekat pada
lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang
konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.

Kelenjar airmata asesori (kelenjar Krause dan Wolfring), yang struktur dan
funginya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar
kelenjar Krause berada di forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar
Wolfring terletak di tepi atas tarsus atas. ¹

2.4 Klasifikasi

2.4.1 Konjungtivitis Karena agen infeksi

A. Konjungtivitis Bakterial

Terdapat dua bentuk konjungtivitis bacterial: akut (dan subakut) dan menahun.
Penyebab konjungtivitis bakteri paling sering adalah Staphylococcus,
Pneumococcus, dan Haemophilus. Konjungtivitis bacterial akut dapat sembuh
sendiri bila disebabkan mikroorganisme seperti Haemophilus influenza. Lamanya
penyakit dapat mencapai 2 minggu jika tidak diobati dengan memadai.

Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu


dari sekian antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam
beberapa hari. Konjungtivitis purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae atau
Neisseria meningitides dapat menimbulkan komplikasi berat bila tidak diobati
secara dini.

6
Tanda dan gejala

- Iritasi mata,

- Mata merah,

- Sekret mata,

- Palpebra terasa lengket saat bangun tidur

- Kadang-kadang edema palpebra

- Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke sebelah oleh
tangan. Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat
menyebarkan kuman seperti seprei, kain, dll.1,5

Pemeriksaan Laboratorium

Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organism dapat diketahui


dengan pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas
dengan pulasan Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini mengungkapkan banyak
neutrofil polimorfonuklear.1,2,3 Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan
mikroskopik dan biakan disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika
penyakit itu purulen, bermembran atau berpseudomembran. Studi sensitivitas
antibiotika juga baik, namun sebaiknya harus dimulai terapi antibiotika empiric.
Bila hasil sensitifitas antibiotika telah ada, tetapi antibiotika spesifik dapat
diteruskan.

Komplikasi dan Sekuel

Blefaritis marginal menahun sering menyertai konjungtiva stafilokokus


kecuali pada pasien sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut konjungtiva
dapat terjadi pada konjungtivitis pseudomembranosa dan pada kasus tertentu yang
diikuti ulserasi kornea dan perforasi. Ulserasi kornea marginal dapat terjadi pada

7
infeksi N gonorroeae, N konchii, N meningitides, H aegyptus, S gonorrhoeae
berdifusi melalui kornea masuk camera anterior, dapat timbul iritis toksik.1,3

Terapi

Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen


mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai
dengan terapi topical antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen, harus
dipilih antibiotika yang cocok untuk mengobati infeksi N gonorroeae, dan N
meningitides. Terapi topical dan sistemik harus segera dilkasanakan setelah materi
untuk pemeriksaan laboratorium telah diperoleh.

Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva harus


dibilas dengan larutan garam agar dapat menghilangkan secret konjungtiva. Untuk
mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan
secara khusus hygiene perorangan.

Perjalanan dan Prognosis

Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat


berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali
konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis
dan memasuki tahap mnehun) dan konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak
diobati dapat berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis). Karena konjungtiva
dapat menjadi gerbang masuk bagi meningokokus ke dalam darah dan meninges,
hasil akhir konjungtivitis meningokokus adalah septicemia dan meningitis.1,4

Konjungtivitis bacterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan


menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.

8
B. Konjungtivitis Virus

1. Konjungtivitis Folikuler Virus Akut

a) Demam Faringokonjungtival

Tanda dan gejala

Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-40 °C, sakit


tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler
sering sangat mencolok pada kedua konjungtiva dan pada mukosa faring. Mata
merah dan berair mata sering terjadi, dan kadang-kadang sedikit kekeruhan daerah
subepitel. Yang khas adalah limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan).1

Laboratorium

Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3


dan kadang – kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam sel HeLa
dan ditetapkan oleh tes netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit, virus ini
dapat juga didiagnosis secara serologic dengan meningkatnya titer antibody
penetral virus. Diagnosis klinis adalah hal mudah dan jelas lebih praktis. Kerokan
konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tak ada bakteri yang
tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak daripada orang
dewasa dan sukar menular di kolam renang berchlor. 1,3,6

Terapi

Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri,


umumnya dalam sekitar 10 hari. 1

b) Keratokonjungtivitis Epidemika

9
Tanda dan gejala

Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada


satu mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya pasien
merasa ada infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam
5-14 hari oleh fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat. Sensai
kornea normal. Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah khas. Edema
palpebra, kemosis, dan hyperemia konjungtiva menandai fase akut. Folikel dan
perdarahan konjungtiva sering muncul dalam 48 jam. Dapat membentuk
pseudomembran dan mungkin diikuti parut datar atau pembentukan
symblepharon. 1,3,4

Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel


terutama terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap berbulan-bulan
namun menyembuh tanpa meninggalkan parut. 1

Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian luar


mata. Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi virus
seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.

Laboratorium

Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29,


dan 37 (subgroub D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat diisolasi
dalam biakan sel dan diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva
menampakkan reaksi radang mononuclear primer; bila terbentuk pseudomembran,
juga terdapat banyak neutrofil. 1

Penyebaran

10
Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi
melalui jari-jari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril, atau
pemakaian larutan yang terkontaminasi. Larutan mata, terutama anestetika topical,
mungkin terkontaminasi saat ujung penetes obat menyedot materi terinfeksi dari
konjungtiva atau silia. Virus itu dapat bertahan dalam larutan itu, yang menjadi
sumber penyebaran. 1,3

Pencegahan

Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan memakai


penetes steril pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan unit-dose. Cuci
tangan secara teratur di antara pemeriksaan dan pembersihan serta sterilisasi alat-
alat yang menyentuh mata khususnya tonometer juga suatu keharusan. Tonometer
aplanasi harus dibersihkan dengan alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas
dengan air steril dan dikeringkan dengan hati-hati. 4,6

Terapi

Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan
mengurangi beberapa gejala. Kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat
memperpanjang keterlibatan kornea sehingga harus dihindari. Agen antibakteri
harus diberikan jika terjadi superinfeksi bacterial. 1

c) Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks

Tanda dan gejala

Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit


anak kecil, adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh
darah unilateral, iritasi, bertahi mata mukoid, sakit, dan fotofobia ringan. Pada
kornea tampak lesi-lesi epithelial tersendiri yang umumnya menyatu membentuk
satu ulkus atau ulkus-ulkus epithelial yang bercabang banyak (dendritik).
Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel herpes kadang-kadang muncul di palpebra

11
dan tepian palpebra, disertai edema hebat pada palpebra. Khas terdapat sebuah
nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika ditekan. 1,3

Laboratorium

Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika


konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear, namun jika
pseudomembran, reaksinya terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis dari
tempat nekrosis. Inklusi intranuklear tampak dalam sel konjungtiva dan kornea,
jika dipakai fiksasi Bouin dan pulasan Papanicolaou, tetapi tidak terlihat dengan
pulasan Giemsa. Ditemukannya sel – sel epithelial raksasa multinuclear
mempunyai nilai diagnostic.3 Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah
aplikator berujung kain kering di atas konjungtiva dan memindahkan sel-sel
terinfeksi ke jaringan biakan.3

Terapi

Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang
dewasa, umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus
local maupun sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk
ulkus kornea mungkin diperlukan debridemen kornea dengan hati-hati yakni
dengan mengusap ulkus dengan kain kering, meneteskan obat antivirus, dan
menutupkan mata selama 24 jam. Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 – 10
hari: trifluridine setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vida rabine lima kali
sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes
setiap 2 jam di waktu malam. Keratitis herpes dapat pula diobati dengan salep
acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan acyclovir oral, 400 mg
lima kali sehari selama 7 hari.3

Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang


adalah pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai 7-
10 hari. Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin

12
memperburuk infeksi herpes simplex dan mengkonversi penyakit dari proses
sembuh sendiri yang singkat menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat. 1,3

d) Konjungtivitis Hemoragika Akut

Epidemiologi

Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami epidemic


besar konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini. Pertama kali diketahui di
Ghana dalam tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan oleh coxackie virus A24.
Masa inkubasi virus ini pendek (8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari). 5

Tanda dan Gejala

Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air
mata, merah, edema palpebra, dan hemoragi subkonjungtival. Kadang-kadang
terjadi kemosis. Hemoragi subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat berupa
bintik-bintik pada awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior dan menyebar
ke bawah. Kebanyaka pasien mengalami limfadenopati preaurikuler, folikel
konjungtiva, dan keratitis epithelial. Uveitis anterior pernah dilaporkan, demam,
malaise, mialgia, umum pada 25% kasus. 1,5

Penyebaran

Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh
fomite seperti sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air. Penyembuhan
terjadi dalam 5-7 hari

Terapi

Tidak ada pengobatan yang pasti.

13
2. Konjungtivitis Virus Menahun

a) Blefarokonjungtivitis

Molluscum Contagiosum

Sebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata
dapat menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis superior,
dan pannus superior, dan mungkin menyerupai trachoma. Reaksi radang yang
mononuclear (berbeda dengan reaksi pada trachoma), dengan lesi bulat,
berombak, putih mutiara, non-radang dengan bagian pusat, adalah khas
molluscum kontagiosum. Biopsy menampakkan inklusi sitoplasma eosinofilik,
yang memenuhi seluruh sitoplasma sel yang membesar, mendesak inti ke satu
sisi.3

Eksisi, insisi sederhana nodul yang memungkinkan darah tepi


memasukinya, atau krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitisnya.

b) Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster

Tanda dan gejala

Hyperemia dan konjungtivitis infiltrate disertai dengan erupsi vesikuler


khas sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika adalah
khas herpes zoster. Konjungtivitisnya biasanya papiler, namun pernah ditemukan
folikel, pseudomembran, dan vesikel temporer, yang kemudian berulserasi.
Limfonodus preaurikuler yang nyeri tekan terdapat pada awal penyakit. parut pada
palpebra, entropion, dan bulu mata salah arah adalah sekuele. 1

Laboratorium

Pada zoster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebra mengandung


sel raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear; kerokan konjungtiva pada

14
varicella dan zoster mengandung sel raksasa dan monosit. Virus dapat diperoleh
dari biakan jaringan sel – sel embrio manusia. 1

Terapi

Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg oral lima kali sehari selama 10 hari), jika
diberi pada awal perjalanan penyakit, agaknya akan mengurangi dan menghambat
penyakit. 1

c) Keratokonjungtivitis Morbilli

Tanda dan gejala

Pada awal penyakit, konjungtiva tampak mirip kaca yang aneh, yang
dalam beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semiluner. Beberapa hari
sebelum erupsi kulit, timbul konjungtivitis eksudatif dengan secret mukopurulen,
dan saat muncul erupsi kulit, timbul bercak-bercak Koplik pada konjungtiva dan
kadang-kadang pada carunculus. 1,3

Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis campak hanya


meninggalkan sedikit atau sama sekali tanpa sekuel, namun pada pasien kurang
gizi atau imunokompeten, penyakit mata ini seringkali disertai infeksi HSV atau
infeksi bacterial sekunder oleh S pneumonia, H influenza, dan organism lain.
Agen ini dapat menimbulkan konjungtivitis purulen yang disertai ulserasi kornea
dan penurunan penglihatan yang berat. Infeksi herpes dapat menimbulkan ulserasi
kornea berat dengan perforasi dan kehilangan penglihatan pada anak-anak kurang
gizi di Negara berkembang. 1,3

Kerokan konjungtivitis menunjukkan reaksi sel mononuclear, kecuali jika


ada pseudomembran atau infeksi sekunder. Sedian terpulas giemsa mengandung
sel-sel raksasa. Karena tidak ada terapi spesifik, hanya tindakan penunjang saja
yang dilakukan, kecuali jika ada infeksi sekunder. 1

15
C. Konjungtivitis Klamidia

Trachoma

Tanda dan gejala

Trachoma mulanya adalah konjungtivitis folikuler menahun pada masa kanak-


kanak, yang berkembang sampai pembentukan parut konjungtiva. Pada kasus
berat , pembalikan bulu mata kedalam terjadi pada masa dewasa muda sebagai
akibat parut konjungtiva yang berat. Abrasi terus – menerus oleh bulu mata yang
membalik itu dan gangguan pada film air mata berakibat parut pada kornea,
ummnya setelah usia 50 tahun. Masa inkubasi trachoma rata – rata 7 hari, namun
bervariasi dari 5 sampai 14 hari .pada bayi atau anak biasanya timbulnya diam –
diam, dan penyakit itu dapat sembuh dengan sedikit atau tampa konplikasi.

Pada orang dewasa, timbulnya sering akut atau subakut, dan komplikasi cepat
berkembang. Pada saat timbulnya.trachoma sering mirip konjungtivitis bacteria,
tanda dan gejala biasanya berair mata, fotofobia, sakit, eksudasi, edema palpebra,
kemosis konjungtiva bulbi, hyperemia, hipertrofi papiler, folikel tarsal dan limbal,
keratititis superior, pembentukan pannus dan nodus preaurikuler kecil dan nyeri
tekan.

Pada trachoma yang sudah terdiagnosis, mungkin juga terdapat keratitis epitel
superior, keratitis subepitel, panus, folikel limbus superior, dan akhirnya sisa
katriks patognomotik pada folikel- folikel ini, yang dikenal sebagai sumur –
sumur Herbert, depresi kecil dalam jaringan ikat di batas limbus – kornea ditutupi
epitel. Pannus terkait adalah membrane fibrovaskuler yang timbul dari limbus,
dengan lengkung – lengkung vaskuler meluas ke atas kornea. Semua tanda
trachoma lebih berat pada konjungtiva dan kornea bagian atas dari pada bagian
bawah.

16
Untuk pengendalian, World Health Organization telah mengembangakn cara
sederhana untuk memeriksakan penyakit itu. Ini mencakup tanda – tanda sebagai
berikut :

TF : Lima atau lebih folikel pada konjungtiva tarsal atas.

TI : Infitrasi difus dan hipertrofi papil konjungtiva atas yang sekurang kurangnya
menutupi 50% pembuluh profunda normal.

TS : Parut konjungtiva trachomatosa.

TT : Trikiasis atau entropion ( bulu mata terbalik ke dalam ).

CO : Kekeruhan kornea.

Adanya TF dan Ti menunjukan trachoma infeksiosa aktif yang harus diobati. TS


adalah bukti cedera akibat penyakit ini. TT berpotensi membutakan dan
merupakan indikasi untuk tindakan operasi kokreasi palpebra. CO adalah lesi
yang terakhir membutakan dari trachoma.

Laboratorium

Inkulasi klamida dapat ditemukan pada kerokan konjungtiva yang di pulas


dengan Giemsa, namun tidak selalu ada. Inklusi ini pada sediaan dipulas Giemsa
tampak sebagai massa sitoplasma biru atau ungu gelap yang sangat halus , yang
menutupi inti dari sel epitel. Pulasan antibody fluorescein dan tes immuno – assay
enzim tersedia dipasaran dan banyak dipakai dilabotarium klinik. Tes baru ini
telah menggantikan pulasan Giemsa untuk sediaan hapus konjungtiva dan isolasi
agen klamidial dalam biakan sel.

Secara morfologik, agen trachoma mirip dengan agen konjungtivitis inkulasi,


namun keduanya dapat dibedakan secara serologic dengan
mikroimunofluorescence. Trachoma disebabkan oleh Chalmydia trachomatis
seroipe A,B,Ba atau C.

17
Komplikasi dan sequele

Parut di konjungtiva dalah komplikasi yang sering terjadi pada trachoma


dan dapat merusak duktuli kelenjar lakmal tambahan dan menutupi muara kelejar
lakrimal.hal ini secara drastis mengurangi komponen air dalam film air mata pre-
kornea, dan komponen mukus film mungkin berkurang karena hilangnya sebagian
sel goblet. Luka parut itu juga mengubah bentuk palpebra superior dengan
membalik bulu mata kedalam (trikiasis) atau seluruh tepian palpebra (entropion),
sehingga bulu mata terus –menerus menggesek kornea.ini berakibat ulserasi pada
kornea, infeksi bacterial kornea, dan parut pada kornea. Ptosis, obstrusi doktus
nasolakrimalis, dan dakriosistitis adalah komplikasi umum lainnya pada trachoma.

Terapi

Perbaikan klinik mencolok umumnya dicapai dengan tetracycline,1-1,5 g/


hari per os dalam empat dosis selama 3-4 minggu ; doxycycline,100 mg per os 2
kali sehari selama 3 minggu; atau erythromycin, 1 g / hari per os dibagi dalam
empat dosis selama 3-4 minggu. Kadang-kadang diperlukan beberapa kali kur
( pengobatan) agar benar –benar sembuh. Tetracycline sistemik jangan diberi pada
anak dibawah umur 7 tahun atau untuk wanita hamil. Karena tetracycline
mengikat kalsium pada gigi yang berkembang dan tulang yang tumbuh dan dapat
berakibat gigi permanen menjadi kekuningan dan kelainan kerangkan (mis,
clavicula).

Salep atau tetes topikal, termasuk preparat sulfonamide, tetracycline,


erythromycin dan rifampin, empat kali sehari selama enam minggu, sama
efektifnya.

Saat mulai terapi, efek maksimum biasanya belum dicapai selama 10 – 12


minggu. Karena itu, tetap adanya folikel pada trasesus superior selama beberapa
minggu setelah terapi berjalan jangan dipakai sebagai bukti kegagalan terapi.

18
Koreksi bulu mata yang membalik kedalam melalui bedah adalah esensial
untuk mencegah parut trachoma lanjut di Negara berkembang. Tindakan bedah ini
kadang –kadang dilakukan oleh dokter bukan ahli mata atau orang yang dilatih
kusus.

2.4.2 Konjungtivitis Imunologik (Alergik)

Reaksi Hipersensitivitas Humoral Langsung

1) Konjungtivitis Demam Jerami (Hay Fever)

Tanda dan gejala

Radang konjungtivitis non-spesifik ringan umumnya menyertai demam


jerami (rhinitis alergika). Bianya ada riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput,
bulu hewan, dan lainnya. Pasien mengeluh tentang gatal-gatal, berair mata, mata
merah, dan sering mengatakan bahwa matanya seakan-akan “tenggelam dalam
jaringan sekitarnya”. Terdapat sedikit penambahan pembuluh pada palpebra dan
konjungtiva bulbi, dan selama serangan akut sering terdapat kemosis berat (yang
menjadi sebab “tenggelamnya” tadi). Mungkin terdapat sedikit tahi mata,
khususnya jika pasien telah mengucek matanya.

Laboratorium

Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva.

Terapi

Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut (epineprin, larutan


1:1000 yang diberikan secara topical, akan menghilangkan kemosis dan gejalanya
dalam 30 menit). Kompres dingin membantu mengatasi gatal-gatal dan
antihistamin hanya sedikit manfaatnya. Respon langsung terhadap pengobatan
cukup baik, namun sering kambuh kecuali anti-gennya dapat dihilangkan.

19
2) Konjungtivitis Vernalis

Definisi

Penyakit ini, juga dikenal sebagai “catarrh musim semi” dan “konjungtivitis
musiman” atau “konjungtivitis musim kemarau”, adalah penyakit alergi bilateral
yang jarang.1,3 Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada di
daerah dingin. Penyakit ini hamper selalu lebih parah selama musim semi, musim
panas dan musim gugur daripada musim gugur.

Insiden

Biasanya mulai dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5 – 10


tahun. Penyakit ini lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan. 5

Tanda dan gejala

Pasien mengeluh gatal-gatal yang sangat dan bertahi mata berserat-serat.


Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi (demam jerami, eczema, dan lainnya).
Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak papilla halus di
konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior sering memiliki
papilla raksasa mirip batu kali. Setiap papilla raksasa berbentuk polygonal,
dengan atap rata, dan mengandung berkas kapiler. 1,2,3

Laboratorium

Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak


eosinofil dan granula eosinofilik bebas. 1

20
Terapi

Penyakit ini sembuh sendiri tetapi medikasi yang dipakai terhadap gejala
hanya member hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai untuk jangka panjang.
steroid sisremik, yang mengurangi rasa gatal, hanya sedikit mempengharuhi
penyakit kornea ini, dan efek sampingnya (glaucoma, katarak, dan komplikasi
lain) dapat sangat merugikan. Crmolyn topical adalah agen profilaktik yang baik
untuk kasus sedang sampai berat. Vasokonstriktor, kompres dingin dan kompres
es ada manfaatnya, dan tidur di tempat ber AC sangat menyamankan pasien.
Agaknya yang paling baik adalah pindah ke tempat beriklim sejuk dan lembab.
Pasien yang melakukan ini sangat tertolong bahkan dapat sembuh total. 1,3

3) Konjungtivitis Atopik

Tanda dan gejala

Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian


palpebra eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papilla
halus, namun papilla raksasa tidak berkembang seperti pada keratokonjungtivitis
vernal, dan lebih sering terdapat di tarsus inferior. Berbeda dengan papilla raksasa
pada keratokonjungtivitis vernal, yang terdapat di tarsus superior. Tanda-tanda
kornea yang berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit setelah eksaserbasi
konjungtivitis terjadi berulangkali. Timbul keratitis perifer superficial yang diikuti
dengan vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan
bervaskularisasi, dan ketajaman penglihatan. 1,3

Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema) pada pasien
atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopic sejak
bayi. Parut pada lipatan-lipatan fleksura lipat siku dan pergelangan tangan dan
lutut sering ditemukan. Seperti dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic
berlangsung berlarut-larut dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti
keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini cenderung kurang aktif bila pasien telah
berusia 50 tahun.

21
Laboratorium

Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak yang


terlihat sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal. 1

Terapi

Atihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole


(10 mg empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan
sampai 200 mg) ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang lebih
baru, seperti ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada
pasien-pasien ini. Pada kasus berat, plasmaferesis merupakan terapi tambahan.
Pada kasus lanjut dengan komplikasi kornea berat, mungkin diperlukan
transplantasi kornea untuk mengembalikan ketajaman penglihatannya. 1,3

Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat

1) Phlyctenulosis

Definisi

Keratokonjungtivitis phlcytenularis adalah respon hipersensitivitas lambat


terhadap protein mikroba, termasuk protein dari basil tuberkel, Staphylococcus
spp, Candida albicans, Coccidioides immitis, Haemophilus aegyptus, dan
Chlamydia trachomatis serotype L1, L2, dan L3. 1

Tanda dan Gejala

Phlyctenule konjungtiva mulai berupa lesi kecil yang keras, merah,


menimbul, dan dikelilingi zona hyperemia. Di limbus sering berbentuk segitiga,
dengan apeks mengarah ke kornea. Di sini terbentuk pusat putih kelabu, yang
segera menjadi ulkus dan mereda dalam 10-12 hari. Phlyctenule pertama pada
pasien dan pada kebanyakan kasus kambuh terjadi di limbus, namun ada juga
yang di kornea, bulbus, dan sangat jarang di tarsus. 1

22
Phlyctenule konjungtiva biasanya hanya menimbulkan iritasi dan air mata,
namun phlyctenule kornea dan limbus umumnya disertai fotofobia hebat.
Phlyctenulosis sering dipicu oleh blefaritis aktif, konjungtivitis bacterial akut, dan
defisiensi diet.

Terapi

Phlyctenulosis yang diinduksi oleh tuberkuloprotein dan protein dari


infeksi sistemik lain berespon secara dramatis terhadap kortikosteroid topical.
Terjadi reduksi sebagian besar gejala dalam 24 jam dan lesi hilang dalam 24 jam
berikutnya. Antibiotika topical hendaknya ditambahkan untuk
blefarikonjungtivitis stafilokokus aktif. Pengobatan hendaknya ditujukan terhadap
penyakit penyebab, dan steroid bila efektif, hendaknya hanya dipakai untuk
mengatasi gejala akut dan parut kornea yang menetap. Parut kornea berat
mungkin memerlukan tranplantasi. 1

2) Konjungtivitis Ringan Sekunder terhadap Blefaritis kontak

Blefaritis kontak yang disebabkan oleh atropine, neomycin, antibiotika


spectrum luas, dan medikasi topical lain sering diikuti oleh konjungtivitis
infiltrate ringan yang menimbukan hyperemia, hipertropi papiler ringan, bertahi
mata mukoid ringan, dan sedikit iritasi. Pemeriksaan kerokan berpulas giemsa
sering hanya menampakkan sedikit sel epitel matim, sedikit sel polimorfonuklear
dan mononuclear tanpa eosinofil. 1

Pengobatan diarahkan pada penemuan agen penyebab dan


menghilangkannya. Blefaritis kontak dengan cepat membaik dengan
kortikosteroid topical, namun pemakaiannya harus dibatasi. Penggunaan steroid
jangka panjang pada palpebra dapat menimbulkan glaucoma steroid dan atropi
kulit dengan telangiektasis yang menjelekkan.

23
2.4.3 Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoimun

Keratokonjungtivitis Sicca

Berkaitan dgn. Sindrom Sjorgen (trias: keratokonj. sika, xerostomia,


artritis).

Gejala:

- Khas: hiperemia konjungtivitis bulbi dan gejala iritasi yang tidak


sebanding dengan tanda-tanda radang.

- Dimulai dengan konjungtivitis kataralis

- Pada pagi hari tidak ada atau hampir tidak ada rasa sakit, tetapi menjelang
siang atau malam hari rasa sakit semakin hebat.

- Lapisan air mata berkurang (uji Schirmer: abnormal)

- Pewarnaan Rose bengal Ù uji diagnostik.

Pengobatan:

- air mata buatan

- obliterasi pungta lakrimal.

24
2.4.4 Konjungtivitis Kimia atau Iritatif

1) Konjungtivitis Iatrogenik Pemberian Obat Topikal

Konjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik infiltrate, yang


diikuti pembentukan parut, sering kali terjadi akibat pemberian lama dipivefrin,
miotika, idoxuridine, neomycin, dan obat-obat lain yang disiapkan dalam
bahanpengawet atau vehikel toksik atau yang menimbulakan iritasi. Perak nitrat
yang diteteskan ke dalam saccus conjingtiva saat lahir sering menjadi penyebab
konjungtivitis kimia ringan. Jika produksi air mata berkurang akibat iritasi yang
kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera karena tidak ada pengenceran
terhadap agen yang merusak saat diteteskan kedalam saccus conjungtivae.

Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel berkeratin, beberapa


neutrofil polimorfonuklear, dan sesekali ada sel berbentuk aneh. Pengobatan
terdiri atas menghentikan agen penyebab dan memakai tetesan yang lembut atau
lunak, atau sama sekali tanpa tetesan. Sering reaksi konjungtiva menetap sampai
berminggu-minggu atau berbulan-bulan lamanya setelah penyebabnya
dihilangkan.

2) Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans

Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan yang masuk
ke saccus conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan umum
adalah pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make-up,
dan berbagai asam dan alkali. Di daerah tertentu,asbut (campuran asap dan kabut)
menjadi penyebab utama konjungtivitis kimia ringan. Iritan spesifik dalam asbut
belum dapat ditetapkan secara positif, dan pengobatannya non-spesifik. Tidak ada
efek pada mata yang permanen, namun mata yang terkena seringkali merah dan
terasa mengganggu secara menahun. 1

Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan efek
langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup

25
kedalam jaringan dan menetap di dalam jaringan konjungtiva. Disini mereka terus
menerus merusak selama berjam-jam atau berhari-hari lamanya, tergantung
konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang masuk. Perlekatan antara
konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma kornea lebih besar kemungkinan
terjadi jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian manapun, gejala utama
luka bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan
blefarospasme. Riwayat kejadian pemicu biasanya dapat diungkapkan.

Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan air atau


larutan garam sangat penting, dan setiap materi padat harus disingkirkan secara
mekanik. Jangan memakai antidotum kimiawi. Tindakan simtomatik umum
adalah kompres dingin selama 20 menit setiap jam, teteskan atropine 1% dua kali
sehari, dan beri analgetika sistemik bila perlu. Konjungtivitis bacterial dapat
diobati dengan agen antibakteri yang cocok. Parut kornea mungkin memerlukan
transplantasi kornea, dan symblepharon mungkin memerlukan bedah plastic
terhadap konjungtiva. Luka bakar berat pada kojungtiva dan kornea prognosisnya
buruk meskipun dibedah. Namun jika pengobatan memadai dimulai segera, parut
yang terbentuk akan minim dan prognosisnya lebih baik.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Khurana AK. Disease of the Conjunctiva. Dalam : Khurana AK. Author.


2. Comprehensive Opthalmology. Ed. 4th. New Delhi : New Age
International. 2007. hal.51-87
3. Lang GK, Lang GE. Bacterial Conjunctivitis. Dalam : Lang GK. Author.
Ophthalmology : A Short Textbook. Stuttgar-New York : Thieme. hal.82-3
4. Garcia FJ, Schwab IR. Conjunctivitis. Dalam Eva PR, Whitcher JP.
Editors. General Ophthalmology. New York : Mc Graw Hill. 2007
5. Cavuoto K, et al. Update on Bacterial Conjunctivitis in South Florida.
American Academy of Ophthalmology. 2008. vol.115. hal 51-6
6. Ilyas S. Mata Merah dengan Penglihatan Normal. Dalam : Ilyas S.
Author. Ilmu Penyakit Mata. Ed. 3th. 2010
7. Singer MS, Langston DP, Levy BD. Conjunctivitis (Red Eye). The Health
Care of Homeless Persons. 2003. hal.11-
8. Quinn CJ, et al. Care of the Patient with Conjunctivitis. American
Optometric Association. 2002. hal.1-60
9. Banks MR. Conjunctivitis: More than Meets the Eye. The Canadian
Journal of Continuing Medical Education. 2002. hal.65-77
10. Abelson MB, et al. Clinical Cure of Bacterial Conjunctivitis with
Azithromycin 1% : Vehicle-Controlled, Double-Masked Clinical Trial.
American Journal of Ophthalmology. 2008. vol.145. hal.959-65
11. Sheikh A, Hurwitz B. Antibiotics Versus Placebo for Acute Bacterial
Conjunctivitis. The Cochrane Collaboration. 2009. hal. 1-17

27

Anda mungkin juga menyukai