Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA KLIEN HALUSINASI
Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Profesi Ners
Departemen Mental Health Nursing (MHN)

Disusun Oleh

Galuh Kumalasari
(105070209111046)

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

1.1 Definisi Halusinasi


Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses diterimanya rangsang
sampai rangsang itu disadari dan dimengerti oleh penginderaan atau
sensasi: proses penerimaan rangsang (Stuart, 2007).
Persepsi merupakan tanggapan indera terhadap rangsangan yang
datang dari luar, dimana rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan
penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecapan dan perabaan.
Interpretasi (tafsir) terhadap rangsangan yang datang dari luar itu dapat
mengalami gangguan sehingga terjadilah salah tafsir (missinterpretation).
Salah tafsir tersebut terjadi antara lain karena adanya keadaan afek yang
luar biasa, seperti marah, takut, excited (tercengang), sedih dan nafsu yang
memuncak sehingga terjadi gangguan atau perubahan persepsi (Triwahono,
2004).
Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam
membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti
pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls dan stimulus eksternal.
Dengan maksud bahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam
membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon dari luar
dirinya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan
antara fantasi dan kenyataaan. Mereka dalam menggunakan proses pikir
yang logis, membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan
serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003).
Perubahan persepsi sensori ditandai oleh adanya halusinasi.
Beberapa pengertian mengenai halusinasi di bawah ini dikemukakan oleh
beberapa ahli:
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan
di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001).
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca
indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera
tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem
penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan
baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat
menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata lain
klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya
dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana
klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan
yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren:
persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan.
Klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap
meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera
tersebut (Izzudin, 2005). Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman
sensori yang salah (Stuart, 2007). Menurut buku saku diagnose
keperawatan, halusinasi adalah keadaan seorang individu yang mengalami
suatu perubahan pada jumlah atau pola stimulus yang diterima, diikuti
dengan suatu respons terhadap stimulus tersebut yang dihilangkan,
dilebihkan, disimpangkan, atau dirusakkan.
1.2 Teori Yang Menjelaskan Halusinasi
Teori yang menjelaskan terjadinya halusinaasi adalah sebagai berikut:
 Teori Biokimia
Terjadi sebagai respon terhadap stress yang mengakibatkan
terlepasnya zat halusinogenik neurotic (buffofenon dan
dimethytransferase)
 Teori Psikoanalisis
Merupakan respon ketahanan ego untuk melawan rangsangan dari luar
yang mengancam dan ditekan untuk muncul dalam alam sadar.
1.3 Rentang respon halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individual yang
berbeda rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005). Ini
merupakan persepsi maladaptif. Jika klien yang sehat presepsinya akurat,
mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui panca indra klien halusinasi
mempresepsikan suatu stimulus panca indra walaupun stimulus tersebut
tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang
karena suatu hal mengalami kelalaian persensif yaitu salah mempresepsikan
stimulus yamh diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi. Klien mengalami jika
interpertasi yang dilakukan terhadap stimulus panca indra tidak sesuai
stimulus yang diterimanya, rentang respon tersebut sebagai berikut :

Respon Adaptif Respon maladaptive

Respon Adaptif Distorsi Pikiran Gejala Pikiran

- Respon Logis - Distorsi pikiran - Delusi Halusinasi

- Respon akurat - Perilaku aneh / - Perilaku diorganisasi

- Perilaku sesuai tidak sesuai - Sulit berespon de

- Emosi sosial - Menarik diri ngan pengalaman

- Emosi berlebihan

Gambar 1. Rentang Respon Halusinasi (Stuart & Laraia, 2005)

1.4 Jenis Dan Karakteristik Halusinasi


Berikut akan dijelaskan mengenai ciri-ciri yang objektif dan subjektif pada
klien dengan halusinasi.
Jenis halusinasi Data objektif Data subjektif
Halusinasi Dengar  Bicara/tertawa sendiri  Mendengar
(klien mendengar suara/  Marah-marah tanpa suara atau
bunyi yang tidak ada sebab kegaduhan
hubungannya dengan  Mendekatkaan telinga  Mendengar
stimulus yang nyata) ke arah tertentu. suara atau
Mendengar suara atau  Menutup telinga mengajak
kebisingan, paling sring suara bercakap-cakap
kata yang jelas, berbicara  Mendengar
dengan klien bahkan sampai suara yang
percakapan lengkap antara mengajak
kedua penderita halusinasi. melakukan yang
Pikiran yang terdengar jelas berbahaya.
dimana klien mendengar
perkataan bahwa pasien
disuruh untuk melakukan
sesuatu kadang – kadang
dapat
membahayakan.
Halusinasi Pengelihatan  Menunjuk-nunjuk ke  Melihat
(klien melihat gambaran yang arah tertentu bayangan, sinar,
jelas/samar terhadap adanya  Ketakutan pada bentuk
stimulus yang nyata daari sesuatu yang tidak geometris,
lingkungan dan orang lain jelas kartun, melihat
tidak melihatnya) hantu atau
Stimulus penglihatan dalam monster
kilatan cahaya, gambar
geometris, gambar karton
atau panorama yang luas dan
kompleks. Penglihatan dapat
berupa sesuatu yang
menyenangkan / sesuatu
yang menakutkan seperti
monster.
Halusinasi Penciuman  Mengendus-endus  Membaui bau-
(klien mencium suatu bau seperti membaui bau- bauan seperti
yang muncul dari sumber bauan tertentu darah, urine,
tertentu tanpastimulus yang  Menutup hidung feses, dan
nyata) kadang-kadang
Membau bau-bau seperti bau-bauan
darah, urine, feses umumnya tersebut
bau- bau yang tidak menyenangkan
menyenangkan. Halusinasi bagi klien
penciuman biasanya akibat
stroke, tumor, kejang dan
demensia.
Halusinasi Pengecapan  Sering meludah  Merasakan rasa
(klien merasakan sesuatu  Muntah seperti darah,
yang tidak nyata, biasanya urine atau feses
merasakan rasa makanan
yang tidak enak)
Halusinasi Kinestetik  Memegang kakinya  Mengatakan
(klien merasakan badanya atau anggoata badan badaantya
bergerak disuatu ruangan yang lain yang bergerk diudara
atau anggota badanya dianggapnya bergerak
bergerak) sendiri
Halusinasi Perabaan  Menggaruk-garuk  Mengatakan ada
(klien merasakan sesuatu permukaan kulit serangga
pada kulitnya tanpa ada dipermukaan
stimulus yang nyata) kulitnya.
 Mengatakan
seperti
tersengan listrik
Halusinasi Visceral  Memegang badannya  Mengatakan
(perasaan tertentu yang yang dianggapnya perutnya
timbul dalam tubuhnya) berubah bentuk dan mengecil setelah
tidak normal seperti minum softdrink
biasanya
Sumber : Stuart dan Sundeen (1998)

1.5 Fase Halusinasi


Halusinasi yang dialami klien bila berada intensitasnya dan keparahan
(Stuart & Laraia,2001) membagi halusinasi klien mengendalikan dirinya
semakin berat halusinasinya. Klien semakin berat mengalami ansietas dan
makin dikendalikan oleh halusinasinya.
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia
(2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
a. Fase I ( Comforting / ansietas sebagai halusinasi menyenangkan )
Karakteristik :
Pada fase ini klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas,
kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada
pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas.
Perilaku klien :
Di sini dapat dilihat perilaku klien tersenyum, tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan
asyik sendiri.
b. Fase II ( Condemning / ansietas berat halusinasi memberatkan )
Karakteristik :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas
kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumber yang dipersepsikan.
Perilaku klien :
Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat
ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung,
pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan
kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
c. Fase III
Karakteristik :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut.
Perilaku klien :
Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor,
tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi
yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan
orang lain.
d. Fase IV ( Conquering / Panik umumnya menjadi lezat dalam
halusinasinya )
Karakteristik :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi.
Perilaku klien :
Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu
berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon
lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
1.6 Proses Keperawatan Halusinasi
1. Pengkajian
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi merupakan sifat dasar dan faktor resiko yang
akan memperngaruhi jenis dan jumlah sumber yang dibangkitkan oleh
individu dalam menghadapi kecemasan. Faktor-faktor tersebut dibagi
dalam 3 aspek yaitu biologis, psikologis dan sosial budaya. Berikut
penjabaran masing-masing aspek tersebut.
 Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami.
Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada
daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku
psikotik.
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem)
d) Gangguan tumbang prenatal, perinatal, neonatal dan anak-anak.
e) Kembar 1 telur lebih beresiko daripada kembar 2 telur.
f) Factor biokimia mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami
seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang
dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan
Dimetytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivvasinya neurotransmitter otak. Misalnya
terjadi ketidakseimbangan acetylcholine dan dopamine.
 Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
a) Ibu/ pengasuh yang cemas/overprotektif, dingin, tidak sensitive
b) Hubungana dengan ayah yang tidak dekat/perhatian yang
berlebihan.
c) Konflik pernikahan
d) Komunikasi “double bind”
e) Koping dalam menghadapi stress tidak konstruktif atau tidak
adaptif
f) Gangguan identitas
g) Ketidakmampuan menggapai cinta
 Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress, tinggal
di ibukota.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi merupakan penyebab langsung yang dapat
memicu munculnya halusinasi:.
 Sifat halusinasi
Terdiri dari 4 aspek yaitu biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
a) Biologis
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang
luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium,intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam
waktu yang lama.
b) Psikologis
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga
dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.
c) Social
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
conforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam
nyata sangat membahayakan
d) Spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama
sirkardiannya terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan
bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak
jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah
dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan
orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk
 Asal halusinasi
 Eksternal : stimulus eksternal
 Internal : pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls
 Waktu
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan
pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau
sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat
penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan
bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.
 Jumlah
pengkajian mengenai kuantitas halusinasi yang dialami klien dalam
satu periode.
3. Penilaian stressor terhadap halusinasi
 Respon Fisiologis :
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan
 Respon Kognitif
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego.
Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk
melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku
klien..
 Respon Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara
inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan
yang tidak nyata..
 Respon Afektif
Gelisah, kemampuan konsentrasi menurun, marah dan menangis,
perasaan tidak berdaya, bingung, kehilangan kendali diri dan detail
perhatian hilang, berkurangnya kemampuan berhubungan dengan
orang lain, penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional,
tidak mampu berfungsi secara efektif, melukai diri sendiri atau
orang lain
 Respon Sosial
Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat
untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan
harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi
dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika
perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu
cenderung untuk itu.
4. Sumber Koping
 Kemampuan personal : berupa ketrampilan dan kemauan klien
untuk menghalau halusinasi sehingga pasien dapat mengontrol
halusinasi.
 Dukungan social : dukungan emosional dan bantuan yang dapat
diberikan keluarga dan teman dekat untuk klien dalam menghalau
halusinasinya, misalnya menemani pasien mengobrol saat
halusinasi muncul, mengingatkan minum obat dan memberi
motivasi dan perhatian pada klien.
 Aset materi : pada halusinasi terdapat kemungkinan tidak memiliki
aset sosial, materi dan ekonomi yang mendukung penyembuhan
klien
 Keyakinan positif : klien mempunyai sikap diri yang mendukung
perubahan yang positif seperti kehidupan klien sebelum klien
mengalami halusinasi.
5. Mekanisme koping yang digunakan halusinasi
 Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
 Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha
untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
 Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan
stimulus internal.
2. Proses terjadinya halusinasi

Faktor predisposisi

biologis psikologis sosiocultural


Abnormalitas perkembangan kemiskinan, konflik sosial
Penolakan atau budaya (perang,
sistem saraf, lesi daerah
tindakan kekerasan kerusuhan, bencana alam)
frontal, dopamine
dalam rentang hidup dan kehidupan yang
neurotransmitter, klien terisolasi disertai stress,
pembesaran ventrikel, tinggal di ibukota.
gangguan tumbang,, factor
biokimia.
Faktor presipitasi
sifat Jumlah asal waktu
Bio:kelelahan,obat-obatan, Kuantitas Frekuensi
delirium, intoksikasi alkohol halisinasi halusinasi
Psiko: cemas yang berlebihan muncul pada muncul pada
Sosial:gangguan interaksi klien klien
sosial
Spiritual: hilangnya aktivitas
ibadah, kehampaan hidup

Penilaian terhadap stressor


kognitif afektif fisiologis perilaku sosial

curiga, ketakutan,
penurunan fungsi ego Ansietas dari Gangguan Klien asyik
rasa tidak aman,
ringan sampai dalam dengan
gelisah, bingung,
berat komunikasi halusinasinya,
perilaku merusak
dan putaran seolah-olah ia
diri, kurang
balik otak merupakan
perhatian, tidak
tempat untuk
mampu
memenuhi
mengambil
kebutuhan akan
keputusan, bicara
interaksi sosial,
inkoheren, bicara
kontrol diri dan
sendiri, tidak
harga diri yang
membedakan
tidak didapatkan
yang nyata
dalam dunia
dengan yang tidak
nyata
nyata..
Sumber koping

Kemampuan Dukungan Keyakinan


Aset material
personal sosial positif

ketrampilan yang dukungan emosional dan modal ekonomi yang teknik


dimiliki klien bantuan yang didapatkan dimiliki klien dan keluarga pertahanan
untuk penyelesaian dan motivasi
tugas, pengetahuan dan
kemampuan keluarga
memberikan asuhan
Mekanisme koping

Regresi
Proyeksi
Menarik diri

3. Pohon masalah halusinasi


Perubahan proses
pikir : waham
Perilaku kekerasan
akibat Pelepasan dopamine,
Resiko tinggi menciderai diri sendiri, serotonin, norepinefrin
orang lain dan lingkungan PABA

masalah utama Pelepasan Stimulu


Gangguan persepsi sensori:halusinasi
halusinogen s SSO

isolasi Rangsangan internal meningkat,


rangsang eksternal menurun

Menarik diri
penyebab
Kerusakan interaksi sosial Harga diri rendah

Deficit perawatan diri

Koping individu tidak efektif

Factor predisposisi Factor presipitasi

4. Rencana keperawatan
 Diagnosa : gangguan persepsi/sensori;halusinasi
 Tujuan :
 Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi
halusinasi
 Klien dpat membina hubungan saling percaya
 Manfaat hubungaan dengan orang lain dan tidak berhubungan
dengan orang lain
 Klien melaksanakan hubungan secara bertahap
 Klien dapat mengungkapkan perasaan dengan orang lain
 Klien dapat berdayakan system pendukung atau keluarga
 Kriteria Hasil :
 Pasien berinteraksi secara sesuai dengan orang lain dan
lingkungan
 Pasien tampak penuh perhatian,konsentrasi dan orientasi
 Pasien menyatakan tidak lagi mendengar suara-suara atau melihat
bayangan
 Tindakan Keperawatan pada klien
 Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
 Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
 Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
 Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
 Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
 Mengidentifikasi respons pasien terhadap halusinasi
 Mengajarkan pasien menghardik halusinasi
 Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi
dalam jadwal kegiatan harian
 Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain
 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
 Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan
kegiatan (kegiatan yang biasa dilakukan pasien di rumah)
 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
 Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat
secara teratur
 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
 Tindakan keperawatan pada keluarga
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi, dan jenis
halusinasi yang dialami pasien beserta proses terjadinya
 Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi
 Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan
halusinasi
 Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk
minum obat (discharge planning)
 Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
5. Implementasi
SP Tindakan Keperawatan Tindakan Keluarga
1 1. Mengidentifikasi jenis 1. Mendiskusikan masalah yang
halusinasi pasien dirasakan keluarga dalam
2. Mengidentifikasi isi halusinasi merawat pasien
pasien 2. Menjelaskan pengertian, tanda
3. Mengidentifikasi waktu dan gejala halusinasi, dan jenis
halusinasi pasien halusinasi yang dialami pasien
4. Mengidentifikasi frekuensi beserta proses terjadinya
halusinasi pasien 3. Menjelaskan cara-cara
5. Mengidentifikasi situasi yang merawat pasien halusinasi
menimbulkan halusinasi
6. Mengidentifikasi respons
pasien terhadap halusinasi.
7. Mengajarkan pasien
menghardik halusinasi
8. Menganjurkan pasien
memasukkan cara menghardik
halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian
2 1. Evaluasi SP 1 1. Evaluasi SP 1
2. Mengevaluasi jadwal kegiatan 2. Melatih keluarga
harian pasien mempraktekkan cara merawat
3. Melatih pasien mengendalikan pasien dengan halusinasi
halusinasi dengan cara
bercakap-cakap dengan orang
lain
4. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
3 1. Evaluasi SP 2 1. Evaluasi SP 2
2. Mengevaluasi jadwal kegiatan 2. Membantu keluarga membuat
harian pasien jadual aktivitas di rumah
3. Melatih pasien mengendalikan termasuk minum obat
halusinasi dengan melakukan (discharge planning)
kegiatan (kegiatan yang biasa 3. Menjelaskan follow up pasien
dilakukan pasien di rumah) setelah pulang
4. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
4 1. Evaluasi SP 3
2. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
3. Memberikan pendidikan
kesehatan tentang penggunaan
obat secara teratur
4. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian

6. Evaluasi
 Pasien dan keluarga mengetahui jenis halusinasi, isi, waktu, frekuensi
dan situasi yang menimbulkan halusinasi pasien
 Pasien dapat menghardik halusinasi
 Pasien dapat mengendalikan halusinasi dengan bercakap-cakap
dengan orang lain
 Pasien dapat mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan
(kegiatan yang biasa dilakukan pasien di rumah)
 Pasien minum obat secara teratur
 Keluarga mengetahui cara-cara mengendalikan halusinasi
DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosa
Keperawatan Jiwa Bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika

Stuart GW Sundeen. 1995.Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.


Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I. Jakarta:
EGC.
LAMPIRAN

LAMPIRAN I
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI
SENSORI ; HALUSINASI

I. Kasus :
Perubahan persepsi sensori ; halusinasi
II. Proses terjadinya masalah
A. Pengertian:
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di
mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/baik. Individu yang
mengalami halusinasi seringkali beranggapan sumber atau penyebab halusinasi
itu berasal dari lingkungannya, padahal rangsangan primer dari halusinasi adalah
kebutuhan perlindungan diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik
sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan
oleh orang yang diicintai, tidak dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan
perasaannya sendiri. (Budi Anna Keliat, 1999).
B. Teori yang menjelaskan halusinasi
Teori yang menjelaskan terjadinya halusinaasi adalah sebagai berikut:
 Teori Biokimia
Terjadi sebagai respon terhadap stress yang mengakibatkan
terlepasnya zat halusinogenik neurotic (buffofenon dan
dimethytransferase)
 Teori Psikoanalisis
Merupakan respon ketahanan ego untuk melawan rangsangan dari luar yang
mengancam dan ditekan untuk muncul dalam alam sadar
C. Rentang Respon Halusinasi

Respon Adaptif Respon


maladaptive
Respon Adaptif Distorsi Pikiran Gejala Pikiran
- Respon Logis - Distorsi pikiran - Delusi Halusinasi
- Respon akurat - Perilaku aneh / - Perilaku diorganisasi
- Perilaku sesuai tidak sesuai - Sulit berespon
- Emosi sosial - Menarik diri dengan pengalaman
Gambar 1. Rentang Respon Halusinasi (Stuart & Laraia, 2005)
D. Jenis dan Karakteristik Halusinasi
Berikut akan dijelaskan mengenai ciri-ciri yang objektif dan subjektif pada
klien dengan halusinasi
Jenis halusinasi Data objektif Data subjektif
Halusinasi Dengar  Bicara/tertawa sendiri  Mendengar suara atau
(klien mendengar suara/ bunyi  Marah-marah tanpa sebab kegaduhan
yang tidak ada hubungannya  Mendekatkaan telinga kearah  Mendengar suara atau
dengan stimulus yang nyata) tertentu. mengajak bercakap-
Mendengar suara atau  Menutup telinga cakap
kebisingan, paling sring suara  Mendengar suara yang
kata yang jelas, berbicara mengajak melakukan
dengan klien bahkan sampai yang berbahaya.
percakapan lengkap antara
kedua penderita halusinasi.
Pikiran yang terdengar jelas
dimana klien mendengar
perkataan bahwa pasien
disuruh untuk melakukan
sesuatu kadang – kadang dapat
membahayakan.
Halusinasi Pengelihatan  Menunjuk-nunjuk kearah  Melihat bayangan,
(klien melihat gambaran yang tertentu sinar, bentuk
jelas/samar terhadap adanya  Ketakutan pada sesuatau geometris, kartun,
stimulus yang nyata daari yang tidak jelas melihat hantu atau
lingkungan dan orang lain tidak monster
melihatnya)
Stimulus penglihatan dalam
kilatan cahaya, gambar
geometris, gambar karton atau
panorama yang luas dan
kompleks. Penglihatan dapat
berupa sesuatu yang
menyenangkan / sesuatu yang
menakutkan seperti monster.
Halusinasi Penciuman  Mengendus-endus seperti  Membaui bau-bauan
(klien mencium suatu bau yang membaui bau-bauan tertentu seperti darah, urine,
muncul dari sumber tertentu  Menutup hidung feses, dan kadang-
tanpastimulus yang nyata) kadang bau-bauan
Membau bau-bau seperti darah, tersebut
urine, feses umumnya bau- bau menyenangkan bagi
yang tidak menyenangkan. klien
Halusinasi penciuman biasanya
akibat stroke, tumor, kejang dan
demensia.
Halusinasi Pengecapan  Sering meludah  Merasakan rasa
(klien merasakan sesuatu yang  Muntah seperti darah, urine
tidak nyata, biasanya atau feses
merasakan rasa makanan yang
tidak enak)
Halusinasi Kinestetik  Memegang kakinya atau  Mengatakan
(klien merasakan badanya anggoata badan yang lain badaantya bergerk
bergerak disuatu ruangan atau yang dianggapnya bergerak diudara
anggota badanya bergerak) sendiri
Halusinasi Perabaan  Menggaruk-garuk permukaan  Mengatakan ada
(klien merasakan sesuatu pada kulit serangga dipermukaan
kulitnya tanpa ada stimulus kulitnya.
yang nyata)  Mengatakan seperti
tersengan listrik
Halusinasi Visceral  Memegang badannya yang  Mengatakan perutnya
(perasaan tertentu yang timbul dianggapnya berubah bentuk mengecil setelah
dalam tubuhnya) dan tidak normal seperti minum softdrink
biasanya
E. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami klien bila berada intensitasnya dan keparahan
(Stuart & Laraia,2001) membagi halusinasi klien mengendalikan dirinya
semakin berat halusinasinya. Klien semakin berat mengalami ansietas dan
makin dikendalikan oleh halusinasinya.
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia
(2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
e. Fase I ( Comforting / ansietas sebagai halusinasi menyenangkan )
Karakteristik :
Pada fase ini klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas,
kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada
pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas.
Perilaku klien :
Di sini dapat dilihat perilaku klien tersenyum, tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan
asyik sendiri.
f. Fase II ( Condemning / ansietas berat halusinasi memberatkan )
Karakteristik :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas
kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumber yang dipersepsikan.
Perilaku klien :
Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat
ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung,
pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan
kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
g. Fase III
Karakteristik :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut.
Perilaku klien :
Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor,
tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi
yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan
orang lain.
h. Fase IV ( Conquering / Panik umumnya menjadi lezat dalam
halusinasinya )
Karakteristik :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi.
Perilaku klien :
Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu
berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon
lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
III a. PohonMasalah
Terlampir
b. Data yang perlu dikaji
Data Obyektif Data Subyektif
 Klien berbicara dan tertawa  Klien mengatakan mendengar
sendiri bunyi yang tidak berhubungan
 Klien bersikap seperti dengan stimulus nyata
mendengar/melihat sesuatu  Klien mengatakan melihat
 Klien berhenti bicara ditenga gambaran tanpa ada stimulus
kalimat untuk mendengarkan yang nyata
sesuatu  Klien mengatakan mencium bau
 Disorientasi tanpa stimulus
 Klien merasa makan sesuatu
 Klien merasa ada sesuatu pada
kulitnya
 Klien takut pada
suara/bunyi/gambar yang dilihat
dan didengar
 Klien ingin memukul/melempar
barang-barang
IV. DiagnosaKeperawatan
Gangguan Persepsi sensori ; halusinasi.
V. RencanaTindakanKeperawatan
Diagnose : gangguan persepsi/sensori;halusinasi
Tujuan :
 Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
 Klien dpat membina hubungan saling percaya
 Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
 Manfaat hubungaan dengan orang lain dan tidak berhubungan dengan orang
lain
 Klien melaksanakan hubungan secara bertahap
 Klien dapat mengungkapkan perasaan dengan orang lain
 Klien dapat berdayakan system pendukung atau keluarga
Criteria evaluasi :
 Wajah klien cerah, tersenyum, klien mau berkenalan, ada kontak mata, klien
bersedia menceritakan masalahnya.
 Klien dapat menyebutkan menarik disi berasal dari diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.
 Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
 Klien dapat mendemonstrasikan hubungan social secara bertahap antara
kien-perawat-perawat lain, klien-perawat-perawat lain-klien-lain, klien-
perawat-keluarga/ kelompok masyarakat.
 Klien dapat mengungkapkan perasaanberhubungan dengan orang lain untuk
diri sendiri.
 Klien dapat menjelaskan perasaannya, menjelaskan cara perawat klien
menarik diri dan berpartisipasi dalam oerawatan klien menarik diri
SP Tindakan Keperawatan Tindakan Keluarga
1 9. Mengidentifikasi jenis 4. Mendiskusikan masalah yang
halusinasi pasien dirasakan keluarga dalam
10. Mengidentifikasi isi halusinasi merawat pasien
pasien 5. Menjelaskan pengertian, tanda
11. Mengidentifikasi waktu dan gejala halusinasi, dan jenis
halusinasi pasien halusinasi yang dialami pasien
12. Mengidentifikasi frekuensi beserta proses terjadinya
halusinasi pasien 6. Menjelaskan cara-cara merawat
13. Mengidentifikasi situasi yang pasien halusinasi
menimbulkan halusinasi
14. Mengidentifikasi respons
pasien terhadap halusinasi.
15. Mengajarkan pasien
menghardik halusinasi
16. Menganjurkan pasien
memasukkan cara menghardik
halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian
2 5. Evaluasi SP 1 3. Evaluasi SP 1
6. Mengevaluasi jadwal kegiatan 4. Melatih keluarga
harian pasien mempraktekkan cara merawat
7. Melatih pasien mengendalikan pasien dengan halusinasi
halusinasi dengan cara 5. Melatih keluarga melakukan
bercakap-cakap dengan orang cara merawat langsung kepada
lain pasien halusinasi
8. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
3 5. Evaluasi SP 2 4. Evaluasi SP 2
6. Mengevaluasi jadwal kegiatan 5. Membantu keluarga membuat
harian pasien jadual aktivitas di rumah
7. Melatih pasien mengendalikan termasuk minum obat
halusinasi dengan melakukan (discharge planning)
kegiatan (kegiatan yang biasa 6. Menjelaskan follow up pasien
dilakukan pasien di rumah) setelah pulang
8. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
5. Evaluasi SP 3
6. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
7. Memberikan pendidikan
kesehatan tentang penggunaan
obat secara teratur
8. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
IV. Daftar Pustaka
Stuart GW Sundeen. 1995.Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I. Jakarta:
EGC.
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosa
Keperawatan Jiwa Bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika

a. PohonMasalah

Faktor predisposisi

biologis psikologis sosiocultural

Abnormalitas perkembangan Penolakan atau kemiskinan, konflik sosial


sistem saraf, lesi daerah tindakan kekerasan budaya (perang,
dalam rentang hidup kerusuhan, bencana alam)
frontal, dopamine
dan kehidupan yang
neurotransmitter, klien
terisolasi disertai stress,
pembesaran ventrikel, tinggal di ibukota.
gangguan tumbang,, factor
biokimia.
Faktor presipitasi
sifat Jumlah asal waktu
Bio:kelelahan,obat-obatan, Kuantitas Frekuensi
delirium, intoksikasi alkohol halisinasi halusinasi
Psiko: cemas yang berlebihan muncul pada muncul pada
Sosial:gangguan interaksi klien klien
sosial
Spiritual: hilangnya aktivitas
ibadah, kehampaan hidup

Penilaian terhadap stressor


kognitif afektif fisiologis perilaku sosial

curiga, ketakutan,
penurunan fungsi ego Ansietas dari Gangguan Klien asyik
rasa tidak aman,
ringan sampai dalam dengan
gelisah, bingung,
berat komunikasi halusinasinya,
perilaku merusak
dan putaran seolah-olah ia
diri, kurang
balik otak merupakan
perhatian, tidak
tempat untuk
mampu
memenuhi
mengambil
kebutuhan akan
keputusan, bicara
interaksi sosial,
inkoheren, bicara
kontrol diri dan
sendiri, tidak
harga diri yang
membedakan
tidak didapatkan
yang nyata
dalam dunia
dengan yang tidak
nyata
nyata..

Sumber koping

Kemampuan Dukungan Keyakinan


Aset material
personal sosial positif

ketrampilan yang dukungan emosional dan modal ekonomi yang teknik


dimiliki klien bantuan yang didapatkan dimiliki klien dan keluarga pertahanan
untuk penyelesaian dan motivasi
tugas, pengetahuan dan
kemampuan keluarga
memberikan asuhan
Mekanisme koping

Regresi
Proyeksi
Menarik diri

LAMPIRAN 2
STRATEGI PELAKSANAAN
PASIEN DENGAN HALUSINASI
LAMPIRAN
STRATEGI PELAKSANAAN PAIEN DENGAN HALUSINASI

SP UNTUK PASIEN HALUSINASI


SP 1: Membina hubungan saling percaya dengan pasien halusinasi,
menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien
mengontrol halusinasi dengan cara pertama: menghardik halusinasi.
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
mendekatkan telinga kearah tertentu, dan menutup telinga. Klien
mengatakan mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar
suara yang mengajaknya bercakap-cakap, dan mendengar suara
menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
2. Diagnosa Keperawatan
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
3. Tujuan Khusus/SP I
 Klein dapat membina hubungan saling percaya, dengan kriteria
sebagai berikut.
a. Ekspresi wajah bersahabat
b. Menunjukkan rasa senang
c. Klien bersedia diajak berjabat tangan
d. Klien bersedia menyebutkan nama
e. Ada kontak mata
f. Klien bersedia duduk berdampingan dengan perawat
g. Klien bersedia mengutarakan masalah yang dihadapi.
 Membantu klien mengenali halusinasi
 Mengajarkan klien mengontrol halusinasinya dengan menghardik
halusinasi.
4. Rencana Tindakan Keperawatan
Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi
terapeutik.
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tujukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan keTheotuhan dasar
klien.
 Bantu klien mengenal halusinasinya yang meliputi isi, waktu terjadi
halusinasi, frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi
halusinasi hal-hal berikut.
 Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
Tahapan tindakan yang dapat dilakukan meliputi hal-hal sebagai
berikut.
a. Jelaskan cara menghardik halusinasi
b. Peragakan cara menghardik halusinasi
c. Minta klien memperagakan ulang
d. Pentau penerapan cara ini dan beri penguatan pada perilaku
klien sesuai
e. Masukkan dalam jadwal kegiatan klin
B. STRATEGI KOMUNIKASI
1. Orientasi
 Salam Terapeutik
“Selamat pagi, assallammualaikum. boleh saya kenalan dengan
Bapak? Nama saya sari puspita boleh panggil saya sari, saya
perawat yang akan merawat Bapak selama disini. Kalau boleh
saya tahu nama Bapak siapa dan senang dipanggil dengan
sebutan apa?”
 Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Theo hari ini? Bagaimana tidurnya tadi
malam? Ada keluhan tidak?”
 Kontrak
a. Topik : “Apakah Theo tidak keberatan untuk ngobrol dengan
saya? Menurut Theo sebaiknya kita ngobrol apa ya?
Bagaimana kalau kita ngobrol tentang suara dan sesuatu
yang selama ini Theo dengar?”
b. Waktu : “Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Theo
maunya berapa menit? Bagaimana kalau 10 menit? Bisa!”
c. Tempat : Di mana kita duduk? Di teras? Di kursi panjang itu,
atau mau di mana?”
2. Kerja
“Baiklah, kalau begitu hari ini saya akan menemani Theo ngobrol
selama 10 menit ya… O ya, saya ingin bertanya. Saya kemarin
melihat Theo seperti sedang berbicara dengan seseorang?”
“Boleh tahu itu siapa?”
“O ya? Anita itu seperti apa ya Theo?
“Apa selama ini Theo selalu bisa melihat Anita? Apakah pernah
Theo hanya bisa mendengar suara Anita saja tanpa melihat
sosoknya?”
“hemmn begitu ya… biasanya Theo mendengar suara atau melihat
Anita datang paling sering saat kapan?”
“Biasanya apa yang Theo lakukan kalo mengalami hal tersebut?”
“Apa suara Anita bisa hilang kalo Theo melakukan hal itu?”
“Baiklah kalau begitu, bagaimana kalau saya mengajari Theo cara
untuk mencegah agar suara atau bayangan itu tidak muncul?
Karena sebenarnya kalau Theo hanya menutup telinga suara itu
bisa saja masih mucul, jadi saya ajarkan cara yang lebih tepat saja
yaa…”
“Theo, ada empat cara untuk mencegah suara dan bayangan itu
muncul.”
“Pertama, dengan menghardik suara tersembut.”
“Ke 2, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.”
“Ke 3, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal.”
“Ke 4, minum obat yang teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan
menghardik halusinasi.”
“Caranya seperti ini :
Saat suara-suara itu muncul, langsung Theo bilang, ‘pergi saya
tidak mau dengar…..saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu.
Kamu tidak nyata’. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tidak
terdengar lagi.
“Coba Theo peragakan!”
“Nah bagus, seperti itu sudah benar Theo… kalau suara atau
bayangan itu datang lagi, Theo harus mempraktekkan langkah
menghardik ini yaa..”
3. Terminasi
 Evaluasi subjektif
“Sekarang bagaimana perasaan Theo setelah kita mengobrol dan
berlatih tadi? Merasa senang atau tidak dengan latihan tadi?”
 Evaluasi Objektif
“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba Theo
simpulkan pembicaraan kita tadi?”
“Coba sembutkan cara untuk mencegah suara tidak muncul lagi?.”
“Nah, sekarang coba Theo praktekkan lagi cara agar suara atau
bayangan itu tidak muncul lagi?”
 Rencana Tindak Lanjut
“Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan Theo coba cara
tersebut!”
“kalau begitu bagaimana kalau kita membuat jadwal latihan Theo
untuk bisa mempraktekkan latihan menghardik ini. Theo ingin
berapa kali latihan dalam sehari?
“Baiklah, saat kapan saja Theo ingin berlatih”
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian klien).
 Kontrak yang akan datang
a. Topik : “Theo bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang
cara yang kedua yaitu berbicara dengan orang lain jika suara-
suara itu muncul?”
b. Waktu : “Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau
besok jam 09.00 pagi, bagaimana Theo?”
c. Tempat : “Kira-kira tempat yang enak buatt kita ngobrol besok
dimana ya, apa masih disini atau cari tempat yang nyaman ?
sampai jumpa besok ya Theo”
“Selamat pagi Theo”
SP 2: Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua: bercakap-
cakap dengan orang lain
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
Klien mengatakan mendengar suara-suara atau kegaduhan,
mendengar suara yang mengajaknya bercakap-cakap, dan
mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
2. Diagnosa Keperawatan
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
3. Tujuan Khusus
4. mengajarkan klien mengontrol halusinasinya dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain.
5. Rencana Tindakan Keperawatan
Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi
terapeutik.
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Jelaskan tujuan pertemuan
d. Jujur dan menepati janji
e. Tujukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
f. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan keTheotuhan
dasar klien.
Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain. Tahapan tindakan yang dapat dilakukan
meliputi hal-hal sebagai berikut.
 Jelaskan cara bercakap-cakap dengan orang lain
 Peragakan cara bercakap-cakap dengan orang lain
 Minta klien memperagakan ulang
 Pentau penerapan cara ini dan beri penguatan pada perilaku
klien sesuai
 Masukkan dalam jadwal kegiatan klien

B. STRATEGI KOMUNIKASI
1. Orientasi :
 Salam Terapeutik
“Selamat pagi Theo??
 Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Theo hari ini?”
“Apakah suara-suaranya masih muncul Theo?”
“Apakah Theo sudah menerapkan cara yang telah kita latih?”
“ Bagus!”
 Kontrak
 Topik : “Sesuai janji kemarin, hari ini kita akan latihan cara
kedua untuk mengontrol halusinasi, yaitu bercakap-cakap
dengan orang lain”
 Waktu : “Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Theo maunya
berapa menit? Bagaimana kalau 10 menit? Apakah Theo
Siap?!”
 Tempat : Theo mau nya kita diskusi dimana? Kalau disini saja
bagaimana?”
2. Kerja:
“Salah-satu cara mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan
bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau Theo mulai
mendengar suara-suara , langsung saja saja cari teman untuk diajak
ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan Theo.”
“Contohnya begini…..tolong saya mulai dengar suara-suara. Ayo
ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang dirumah, misalnya ada
kakak Theo katakan: ‘Kak, ayo ngobrol dengan saya, saya sedang
mendengar suara-suara. Begitu Theo.
“Coba Theo lakukan seperti yang saya tadi lakukan.”
“Ya begitu. Bagus Theo!”
3. Terminasi:
 Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan Theo setelah latihan ini?”
 Evaluasi Objektif
“Selain menghardik, cobalah cara yang kedua ini jika Theo
mengalami halusinasi lagi.”
“Oya, Theo bisa mengulangi lagi bagaimana cara menghardik
halusinasi dengan cara yang barusan kita latih?”
 Rencana Tindak Lanjut
“Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan Theo coba cara
tersebut! Bagaimana kalau kita membuat jadwal latihannya. Mau
nya jam berapa saja latihannya?”
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian klien).
 Kontrak yang akan datang
 Topik : karena sudah 10 menit, jadi diskusi kali ini sudah
cukup. Besok saya akan kesini lagi untuk latihan cara yang
ketiga yaitu menjadwal kegiatan kita. Bagaimana Theo??..
 Waktu : “Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau
besok jam 09.00 bisa?”
 Tempat : “Kira-kira tempat yang enak buat kita diskusi besok
dimana ya, disini lagi atau dimana??”
 Selamat pagi Theo
SP3: Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga:
melaksanakan aktivitas terjadwal
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
Klien mengatakan mendengar suara-suara, mendengar suara yang
mengajaknya bercakap-cakap, dan mendengar suara menyuruh
melakukan sesuatu yang berbahaya.
2. Diagnosa Keperawatan
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
3. Tujuan Khusus
mengajarkan klien mengontrol halusinasinya dengan cara
meembuat jadwal aktivitas klien.
4. Rencana Tindakan Keperawatan
 Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi
terapeutik.
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Jelaskan tujuan pertemuan
d. Jujur dan menepati janji
e. Tujukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
f. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan keTheotuhan
dasar klien.
 Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara
membuat jadwal aktivitas. Tahapan tindakan yang dapat
dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut.
 Jelaskan cara membuat jadwal aktivitas
 Peragakan cara membuat jadwal aktivitas
 Minta klien memperagakan ulang
 Pentau penerapan cara ini dan beri penguatan pada
perilaku klien sesuai
 Masukkan dalam jadwal kegiatan klien
B. STRATEGI KOMUNIKASI
1. Orientasi:
 Salam Terapeutik
“Selamat pagi Theo??
 Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Theo hari ini?”
“Apakah suara-suaranya masih muncul Theo?”
“Lalu apa Theo sudah mempraktekkan dua cara yang saya ajarkan?”
“ Bagus!”
 Kontrak
 Topik : “sesuai jadwal hari ini saya akan mengajarkan Theo cara
yang ketiga, yaitu membuat aktifitas terjadwal dari bangun tidur
hingga tidur malam. Bagaimana Theo”
 Waktu : “Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Theo maunya
berapa menit? Bagaimana kalau 10 menit? Apakah Theo Siap?!”
 Tempat : Theo mau nya kita diskusi dimana? Kalau disini saja
bagaimana?”
2. Kerja:
“Baik Theo, Ini ada blanko coba Theo tuliskan kegiatan yang dilakukan
dari bangun pagi sampai tidur malam. Caranya Theo tuliskan dulu jam
dikolom pertama kemudian kegiatan pada kolom yang kedua.
Contohnya begini: jam 05.00 Theo bangun kemudian shalat subuh.
“Ya begitu. Coba Theo teruskan.”
“Ya bagus teruskan sampai tidur malam.”
“wah,sudah selesai ya. Emm,baik sekarang mari kita lihat bersama.
Misalnya sekarang adalah jam 1 siang, dan jadwal yang biasa Theo
lakukan pada jam ini adalah membersihkan kamar. Jadi mari kita
lakukan…”
3. Terminasi:
 Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan Theo setelah latihan ini?”
 Evaluasi objektif
“Selain menghardik dan bercakap-cakap dengan orang lain, cobalah
cara yang ketiga ini jika Theo mengalami halusinasi lagi.”
“Oya, Theo bisa mengulangi lagi bagaimana cara menghardik
halusinasi dengan cara yang barusan kita latih?”
 Rencana Tindak Lanjut
“Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan Theo coba cara tersebut!
Bagaimana kalau kita membuat jadwal latihannya. Mau nya jam
berapa saja latihannya?”
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian klien).
 Kontrak yang akan datang
 Topik : Besok saya akan kesini lagi untuk latihan cara yang
keempat yaitu minum obat secara teratur. Bagaimana Theo??..
 Waktu : “Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok
jam 09.00 bisa?”
 Tempat : “Kira-kira tempatnya dimana Theo??kalau disini lagi
bagaimana?”

SP4: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur


A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
Klien mengatakan mendengar suara-suara, mendengar suara yang
mengajaknya bercakap-cakap, dan mendengar suara menyuruh
melakukan sesuatu yang berbahaya. Klien terlihat tampak tenang
dan sehat.
2. Diagnosa Keperawatan
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
3. Tujuan Khusus
mengajarkan klien mengontrol halusinasinya dengan cara
menggunakan obat secara teratur.
4. Rencana Tindakan Keperawatan
Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi
terapeutik.
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Jelaskan tujuan pertemuan
d. Jujur dan menepati janji
e. Tujukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
f. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan keTheotuhan
dasar klien.
Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara menggunakan
obat secara teratur. Tahapan tindakan yang dapat dilakukan
meliputi hal-hal sebagai berikut.
 Beritahu jenis obat yang harus dikonsumsi dan tunjukkan obat
nya
 Jelaskan cara menggunakan obat
 Pentau penerapan cara ini dan beri penguatan pada perilaku
klien sesuai
 Masukkan dalam jadwal kegiatan klin
B. STRATEGI KOMUNIKASI
1. Orientasi:
 Salam Terapeutik
“Selamat pagi Theo??
 Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Theo hari ini?”
“Apakah suara-suaran atau bayangannya masih muncul Theo?”
“Lalu apa Theo sudah mempraktekkan tiga cara yang saya
ajarkan?”
“ Bagus!”
 Kontrak
 Topik : “sesuai jadwal hari ini saya akan mengajarkan Theo
cara yang keempat, yaitu minum obat secara teratur.
Bagaimana Theo”
 Waktu : “Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Theo maunya
berapa menit? Bagaimana kalau 10 menit?!”
 Tempat : Theo mau nya kita diskusi dimana? Kalau disini saja
bagaimana?”
2. Kerja:
“Apakah Theo sudah minum obat”
”Apakah Theo merasakan adanya perbedaan setelah minum obat
secara teratur?”
“Apakah suara-suara menghilang/berkurang?”
“Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang Theo dengar
dan menggangu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat
yang Theo minum? (perawat menyiapkan obat klien).”
“Ada tiga macam obat yang harus Theo minum. Pertama yang
berwarna oranye (CPZ) gunanya untuk menghilangkan suara-suara,
yang kedua warnanya putih (THP) gunanya untuk melemaskan
badan agar tidak kaku dan lebih rileks, dan yang terakhir berwarna
merah jambu (HP) gunanya untuk menenangkan pikiran. Ketiganya
diminum 3 kali sehari setelah makan. Ketika masih di Rumah sakit
perawat masih akan selalu menyiapkan obat-obatan, tapi ketika nanti
Theo sudah dirumah dan obat-obatannya habis maka Theo bisa
kontrol ke puskesmas untuk mendapatkan obat lagi.”
“Ketiganya diminum tiga kali sehari setelah makan jam 07.30, 13.00,
dan 19.30.”
“O iya, beberapa obat mungkin bisa menimbulkan efek tidak biasa
seperti mata melihat keatas, kaku-kaku otot, tangan tremor, atau ada
bagian-bagian tubuh yang bergerak sendiri, misalnya Theo
mengalami gejala tersebut jangan panik. Itu adalah sebagian dari
pengaruh obat. Yang penting Theo harus rajin minum obat yaa,
karena kalau putus obat nanti Theo bisa saja mengalami
kekambuhan dan sulit kembali pada keadaan normal. Bagaimana
Theo, sudah mengerti?”
“Baiklah kalau begitu, saya sudah mengajarkan tiga cara kepada
Theo serta pengetahuan tentang pengobatan. Jangan lupa untuk
selalu dipraktekkan ya.. ini adalah pertemuan terakhir kita ya theo..
semoga apa yang saya ajarkan bisa bermanfaat untuk Theo”
3. Terminasi:
 Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan Theo setelah diskusi hari ini?”
 Evaluasi objektif
“Oya, coba Theo ceritakan lagi diskusi kita hari?”
 Rencana Tindak Lanjut
“Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan Theo coba cara
tersebut! Bagaimana kalau kita membuat jadwal latihannya. Mau
nya jam berapa saja latihannya?”
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian klien).
 Kontrak yang akan datang
 Topik : Besok saya akan kesini lagi untuk persiapan Theo
pulang??..
 Waktu : Kira-kira jam 09.00..bagaiman Theo?
 Tempat : “Disni ya Theo?”
SP UNTUK KELUARGA
SP1: pendidikan kesehatan untuk keluarga pasien halusinasi melatih
keluarga untuk merawat pasien halusinasi
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
Klien terlihat cemas, bingung, dengan kondisi anaknya.
2. Diagnosa Keperawatan
Kurang pengetahuan
3. Tujuan Khusus
memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang
halusinasi
4. Rencana Tindakan Keperawatan
Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi
terapeutik.
b. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal
c. Perkenalkan diri dengan sopan
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tujukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan keTheotuhan dasar
klien.
Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang
halusinasi dengan cara member penjelasan dan informasi tentang
halusinasi yang sedang dialami oleh anaknya.
B.STRATEGI KOMUNIKASI
1. Orientasi :
 Salam Terapeutik
“Selamat siang Bapak/Ibu??”
 Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Bapak sekeluarga?”
 Kontrak
 Topik : Hari ini kita akan berdiskusi tentang keadaan anak Bapak
dan Ibu serta bantuan yang sekiranya bisa diberikan keluarga.
Bagaiman Bapak/Ibu?
 Waktu : “Berapa lama kira-kira kita bisa ngobro Bapak/Ibu??
Bagaimana kalau 10 menit?!”
 Tempat : “Disini ya Bapak/Ibu?”
2. Kerja:
“Ya, jadi gejala yang dialami anak Ibu itu dinamakan halusinasi, yaitu
mendengar atau melihat sesuatu yang sebetulnya tidak ada. Kalau dalam
keadaan seperti itu, Bapak/Ibu atau Mbak Tina jangan menyetujui atau
menyanggah apa yang diceritakan oleh mas Theo. Dengarkan saja,
katakana bahwa bahwa Bapak/Ibu dan Mbak Tina tidak mendengar suara
auat melihat bayangan itu.”
“Saya sudah mengajarkan tiga cara untuk mengatasi halusinasi, yaitu
menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain, dan melakukan kegiatan
yang terjadwal. Tolong pihak keluarga memantau pelaksanaan ketiga
cara tersebut. Berikan pujian dan dorongan untuk melaksanakannya,
jangan biarkan mas Theo melamun, karena jika sedang melamun
halusinasinya akan muncul lagi. Bantu mas Theo untuk minum obat
secara teratur. Jangan menghentikan obat tanpa konsultasi, bila tanda-
tanda halusinasi mulai muncul ajaklah mas Theo untuk bercakap-cakap.”
“Bagaimana Bapak/Ibu?sudah mengerti?”
3. Terminasi
 Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah diskusi hari ini?”
 Evaluasi objektif
“Tolong sebutkan empat cara yang dapat membantu mas Theo
mengatasi halusinasinya?
 Rencana Tindak Lanjut
“Kalau misalnya Theo mendengar suara-suara itu lagi, tolong bantu
mas Theo untuk mempraktekkan cara-cara tersebut!”
 Kontrak yang akan datang
 Topik : Besok saya akan kesini lagi untuk persiapan Theo
pulang??..
 Waktu : Kira-kira jam 09.00..bagaiman Bapak/Ibu?
 Tempat : “Disni ya Theo?”
LAMPIRAN 3
SCRIPT SOSIO DRAMA
Script Drama MHN
Script writer, narator : Rosikhah Al-Maris
Pemain : Theo Yudinata : Pasien Halusinasi
Danang Wahyu Laksono : Ayah Theo
Berty Febrianti R : Ibu Theo
Perdana R : Perawat Sari 1
Indah Lestari : Perawat Sari 2
Devi Permatasari : Perawat Sari 3
Syeila septiana : Adik Theo
Ainun Jazilah : Keponakan Theo
Sinopsis :
Tn Theo 40 tahun didiagnosa mengalami gangguan halusinasi. Tn Theo adalah
anak tertua dari 2 bersaudara. Adiknya, Tina sudah berkeluarga dan mempunyai
anak. Kedua orang tua Tn Theo selalu mendesak agar Tn Theo segera
berkeluarga karena usianya yang sudah tidak muda lagi. Selama ini Tn Theo
dikenal pendiam dan tidak suka bergaul, hal ini disebabkan sejak kecil Tn Theo
selalu berpindah-pindah tempat tinggal karena tuntutan pekerjaan orangtuanya.
Hal ini membuat Tn Theo merasa minder untuk bergaul dan memilih selalu
menyendiri hingga akhirnya tidak mempunyai sahabat dekat di sekolah sama
sekali. Sikap seperti ini terbawa dalam kehidupannya sehari-hari bahkan dalam
lingkungan keluarga sekalipun. Keponakan Tn Theo sering mengolok-olok Tn
Theo dengan sebutan “perjaka tua”, dengan tuntutan dari orang tua serta olokan
orang-orang sekitarnya membuat Tn Theo merasa tertekan dan semakin menarik
diri dari lingkungannya. Beberapa bulan terakhir Tn Theo terlihat sering berbicara
dan tertawa sendiri. Dan satu minggu yang lalu Tn Theo pernah mencoba
melompat dari jendela kamarnya yang berada di lantai 2 dengan alasan ingin
mengikuti kekasihnya yang terbang ke langit. Setelah kejadian itu Tn Theo sering
marah dan berteriak-teriak histeris. Hal ini membuat keluarga Tn Theo merasa
khawatir dan membawa Tn Theo ke RSJ.
Scene 1 – RSJ Lawang
Terlihat Tn Theo sedang duduk sendiri dan menatap kosong ke sudut ruangan.
Hingga tiba-tiba Tn Theo terlihat tertawa dan berbicara sendiri.
Tn Theo : “Kamu kemana aja sayang? Koq lama gak nemuin aku…” Tn Theo
mengarahkan tangannya kedepan seolah sedang membelai rambut seseorang.
Kekasih khayalan Tn Theo : “Maaf sayang, aku takut nemuin kamu kalo kamu
masih disini..”
Tn Theo : “jadi kamu gak mau nemuin aku karena aku ada ditempat ini?”
Kekasih khayalan Tn Theo : “iya sayaang, makanya kamu pergi aja dari tempat
ini.”
Tn Theo : (mengangguk) “ baiklah sayang, demi kamu aku akan kabur dari
tempat in. Tapi kamu harus janji akan sering-sering nemuin aku kalo’ aku dah
keluar dari sini yaa.”
Mendengar permintaan kekasihnya, Tn Theo pun mencari jalan keluar agar dia
bisa kabur dari Rumah Sakit.
Beberapa kali Tn Theo sudah mencoba untuk kabur dari Rumah Sakit Jiwa
meski harus membahayakan nyawanya sendiri, seperti dengan melompat
jendela kamarnya, berusaha melewati pagar depan rumah sakit yang berduri
bahkan pernah melakukan percobaan bunuh diri agar dia bisa dibawa pulang.
Scene 2 – Kamar Tn Theo
Orangtua Tn Theo tidak tega melihat anaknya yang terus-terusan meminta
pulang bahkan sempat melakukan percobaan bunuh diri. Akhirnya dengan ijin
dokter mereka membawa Tn Theo pulang kerumah.
Setelah beberapa hari dirumah, Theo masih saja suka mengurung diri
dikamarnya karena berharap kekasih khayalannya akan datang menemuinya.
Tapi ternyata harapannya sia-sia, hingga Tiba-tiba, terdengar suara histeris Theo
dari dalam kamarnya.
Theo : Kamu bohong, kamu bohong!!!! Kamu mengingkari janji kita... (teriak Theo
sambil menutupi kedua telinganya)
Tina dan anaknya yang mendengar suara histeris kakaknya pun mendekati
Theo,
Adik Theo : Kenapa kak?
Anak Tina : Ma.. om Theo kenapa sih koq teriak-teriak kayak gitu???
Adik Theo : Mama gak tahu, iya nih..kakak kenapa sih kak? Cerita deh ma Tina..
Theo : Pacar kak Theo dah bohongin kakak dek, waktu di Rumah Sakit dia bilang
takut nemuin kakak, dia janji akan nemuin kakak lagi kalo kakak dah pulang
kerumah. Tapi dia bohong, dia gak nemuin kakak sama sekali. Kakak Cuma bisa
denger suaranya yang selalu nyuruh kakak bunuh diri.
Adik Theo : Kak Theo, Pliss deh..kakak tuh gak punya pacar. Temen cewek aja
gak punya gimana pacar coba?..
Anak Tina : Om Theo kan perjaka tua ya Ma? Mana mungkin punya pacar...
Theo : Kakak gak bohong dek, kenapa sih gak ada yang percaya sama kakak?
Adik Theo : Soalnya kak Theo tuh gila!!! (cemooh Tina sambil berlalu
meninggalkan Theo)
Anak Tina : Iyaa.. soalnya Om Theo tuh gila, dah perjaka tua eh gila juga..
kasiaaan deh..
Mendengar perkataan adik dan ponakannya, Theo pun semakin murung dan
bersedih.
Scene 3 – Rumah Keluarga Tn Theo
Di rumah, terlihat Ayah dan Ibu Tn Theo sedang duduk di ruang tamu sambil
membicarakan keadaan Tn Theo.
Ayah : Bu... kasihan Theo ya, Ayah koq gak tega ngeliat Theo kayak gitu. Ini
salah kita juga lho bu..
Ibu : Iya yah, Ibu juga ngerasa gitu. Harusnya kita gak terlalu membebani Theo
untuk cepet-cepet nikah..
Ayah : Apalagi selama ini Theo tuh gak pernah temen deket gara2 kerjaan Ayah
yang suka pindah-pindah, ini salah Ayah bu..salah Ayah..
Ibu : Ayah gak boleh ngomong gitu, Itu semua gak semata-mata salah Ayah koq.
Apa lebih baik kita bawa Theo ke rumah sakit lagi Yah? Kalau dirumah begini kita
cuma bisa ngurung Theo dirumah biar gak ngelakuin hal-hal yang bahayain
dirinya lagi.
Ayah : Ayah sependapat dengan Ibu, kita memang seharusnya bawa Theo
kembali ke Rumah sakit.
Akhirnya Orangtua Theo pun membawa Theo kembali ke Rumah sakit untuk
mendapatkan terapi dan pengobatan yang sesuai.
Scene 4 – RSJ Lawang
Terlihat perawat Sari mengetuk kamar Tn Theo dan berusaha mengajak
berbicara Tn Theo yang sedang melamun sambil menatap kosong keluar
jendela.
P : (mendekat dan duduk di depan Tn Theo) Selamat pagi pak… perkenalkan
saya perawat Sari, saya adalah perawat yang akan merawat Bapak selama
bapak disini. Boleh saya kenalan dengan bapak?
Tn Theo : (sambil tetap menatap kosong keluar jendela) boleh..
P : Nama bapak siapa ya? (mengulurkan tangan)
Tn Theo : Theo, gak usah dipanggil bapak..panggil Theo aja, saya kan belum
bapak2.. Suster ini menghina saya sudah tua ya?
P : Ow, bukan begitu maksudnya. Baik kalau begitu,saya panggil Theo ya. Theo,
tadi malam bagaimana tidurnya?
Tn Theo : biasa aja..
P : Bagaimana kalau hari ini saya mengajak Theo ngobrol tentang kondisi Theo
akhir-akhir ini? 10 menit mungkin?
Tn Theo : terserah suster aja..
P : Baiklah, kalau begitu hari ini saya akan menemani Theo ngobrol selama 10
menit ya… O ya, saya ingin bertanya. Saya kemarin melihat Theo seperti sedang
berbicara dengan seseorang? Boleh tahu itu siapa?
Tn Theo : ow, itu pacar saya. Namanya Anita, dia sebenarnya cantik lho sus…
Tapi akhir-akhir ini dia sering jahat sama saya. Masa’ saya disuruh lompat dari
jendela..
P : O ya? Anita itu seperti apa ya Theo?
Tn Theo : Rambutnya panjang, matanya sipit. Pokoknya cantik…
P : Apa selama ini Theo selalu bisa melihat Anita? Apakah pernah Theo hanya
bisa mendengar suara Anita saja tanpa melihat sosoknya?
Tn Theo : Sering sus. Saya seperti mendengar suara Anita yang ngajak saya
terbang keluar jendela, dan saya gak bisa menolak permintaan Anita..soalnya
saya kan cinta sama dia.
P : (mengangguk) hemmn begitu ya… biasanya Theo mendengar suara atau
melihat Anita datang paling sering saat kapan?
Tn Theo : Paling sering kalo saya lagi sendiri sus..
P : Biasanya apa yang Theo lakukan kalo mengalami hal tersebut?
Tn Theo : kalo saya mendengar suara Anita yang nyuruh saya lompat dari
jendela, biasanya saya nutup telinga sus, soalnya sebenernya saya juga takut
kalo disuruh lompat dari tempat setinggi itu.
P : Apa suara Anita bisa hilang kalo Theo melakukan hal itu?
Tn Theo : enggak sus, saya masih bisa denger bisikannya Anita..
P : Baiklah kalau begitu, bagaimana kalau saya mengajari Theo cara untuk
mencegah agar suara atau bayangan itu tidak muncul? Karena sebenarnya kalau
Theo hanya menutup telinga suara itu bisa saja masih mucul, jadi saya ajarkan
cara yang lebih tepat saja yaa…
Tn Theo : Oke.. (terlihat antusias)
P : Theo, ada empat cara untuk mencegah suara dan bayangan itu muncul.
Pertama, dengan menghardik suara atau bayangan tersebut. Kedua, dengan
berbincang dengan orang lain. Ketiga, dengan melakukan kegiatan yang sudah
terjadwal. Dan keempat, minum obat secara teratur. Nah, sekarang kita belajar
cara pertama dulu yaa..
Tn Theo : Iya sus…
P : Nah, caranya begini. Misalnya Theo mendengar suara atau meliha bayangan
itu, Theo harus segera berkata “pergi, kamu palsu. saya tidak mau dengar atau
pergi saya tidak mau lihat!!!!” terus berkata seperti itu sampai suara atau
bayangan itu hilang. Coba sekarang Theo peragakan….
Tn Theo : (memperagakan) “pergi, kamu palsu. saya tidak mau dengar, pergi
saya tidak mau lihat!!!!”
P : Nah bagus, seperti itu sudah benar Theo… kalau suara atau bayangan itu
datang lagi, Theo harus mempraktekkan langkah menghardik ini yaa..
Tn Theo : Iya sus..
P : Sekarang bagaimana perasaan Theo setelah kita mengobrol dan berlatih
tadi? Merasa senang atau tidak dengan latihan tadi?
Tn Theo : Iya sus, senang.
P : Nah, sekarang coba Theo praktekkan lagi cara agar suara atau bayangan itu
tidak muncul lagi?
Tn Theo : (memperagakan) “pergi, kamu palsu. saya tidak mau dengar, pergi
saya tidak mau lihat!!!!”
P : Bagus sekali, kalau begitu bagaimana kalau kita membuat jadwal latihan
Theo untuk bisa mempraktekkan latihan menghardik ini. Theo ingin berapa kali
latihan dalam sehari?
Tn Theo : dua kali aja sus…
P : Baiklah, saat kapan saja Theo ingin berlatih?
Tn Theo : Bangun tidur dan sebelum tidur
P : Baiklah, sepertinya ini sudah 10 menit. kalau begitu besok kita mengobrol lagi
sekaligus latihan bagaimana caranya berbicara dengan orang lain saat bayangan
dan suara-suara itu muncul? Bagaimana kalau jam 09.00 pagi?
Tn Theo : Oke sus…
P : Baiklah Theo, sampai jumpa besok yaa… (meninggalkan kamar Theo)
Beberapa lama kemudian, tiba2 Tn Theo mendengar kembali suara yang seolah
menyuruhnya kembali kabur dari Rumah Sakit.
Kekasih khayalan Theo : Sayaaaaang… kamu harus pergi dari tempat ini. Kamu
harus kabur lewat jendela itu sayang…
Tn Theo : Tidak. Kamu Palsu!!! Kamu tidak nyata! Aku gak mau mendengar
kamu! Pergi kamu….
Kekasih khayalan Theo : Ayoo sayaaank, kamu harus lompat dari jendela itu.
Demi aku sayaaank…
Tn Theo : Tidak. Kamu Palsu!!! Kamu tidak nyata! Aku gak mau mendengar
kamu! Pergi kamu….
Akhirnya suara itu pun pergi, Tn Theo telah berhasil memprakekkan cara
pertama untuk mengusir halusinasinya.
Scene 5 – RSJ Lawang
P : Selamat pagi Theo. Bagaimana perasaannya hari ini?
Tn Theo : Biasa aja sus
P : Hari ini bagaimana kalau kita mengobrol 10 menit?
Tn Theo : Iya sus…
P : Apakah suara atau bayangannya masih sering muncul?
Tn Theo : sudah jarang sus, tapi masih muncul..
P : Ow begitu, lalu apa Theo sudah mempraktekkan cara yang saya ajarkan
kemarin?
Tn Theo : Iya sus, sudah..
P : Nah,kalau begitu sesuai janji kemarin hari ini saya akan mengajarkan cara
kedua yaitu mengobrol dengan orang lain ketika bayangan atau suara itu muncul.
Jadi kalau Theo mulai mendengar suara atau melihat bayangan,segera cari
teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk mengobrol dengan Theo, bilang
saja “Tolong, saya mulai mendengar suara-suara, ayo ngobrol dengan saya!!”
misanya sepeti itu. Bagaimana Theo? Apa sudah mengerti?
Tn Theo : Ow, begitu..iya sus… saya paham..
P : Kalau begitu, coba sekarang praktekkan…
Tn Theo : Kalau saya dengar suara-suara atau melihat bayangan maka saya
harus segera mencari teman untuk diajak ngobrol, nanti saya bilang “Tolong,
saya mulai mendengar suara-suara, ayo ngobrol dengan saya!!” begitu sus..
P : Wahh, bagus sekali. Sekarang bagaimana perasaan Theo setelah latihan ini?
Tn Theo : senang sus…
P : Kalau begitu jangan lupa dipraktekkan dua cara yang sudah saya ajarkan ya
Theo. Besok jam 09.00 saya akan datang lagi untuk mengajarkan cara yang
ketiga. Bagaimana?
Tn Theo : Iya sus
P : Baiklah, sepertinya ini sudah 10 menit kalau begitu saya pamit dulu ya Theo.
Selamat pagi… (meninggalkan kamar Theo)
Scene 6 – RSJ Lawang
Sore harinya, Ayah, Ibu, Adik dan keponakan Tn Theo datang menjenguk.
Seperti biasa, Tn Theo terlihat sedang duduk termenung sendiri dikamarnya.
Ibu Theo : Theo anakku yang paling ganteng sendiri, gimana kabarmu nak?
Theo : Kabarku masih ganteng seganteng dulu bu..
Ayah Theo : Baguslah nak, kamu kelihatan lebih sehat disini. Susternya baik2 ma
kamu kan nak?
Adik Theo : Pastinya ya gitu lah Yah, asal kak Theo gak kumat aja tuh gilanya.
Pasti semua pada baik sama kak Theo…
Ibu Theo : Husssh,km tuh jangan kayak gitu sama kakakmu…
Theo : Ayah, Ibu… aq denger suara-suara lagi… aq juga mulai ngelihat
bayangan lagi. Tolong ajak aku ngobrol sekarang….
Ayah Theo : Waduuh, iya nak iya. Kamu tahu gak Ayah sama Ibu pengen
jodohin kamu sama anaknya pak Bakri. Dia juga masih lajang katanya…
Theo : (antusias) o ya? Beneran Yah? Ayah gak bohong kan?
Keponakan Theo : Makanya om Theo tuh jangan kumat terus2an, tu dah dicariin
jodoh sama kakek ma nenek.
Ibu Theo : Iya nak… kamu tuh harus cepet sembuh yaa
Adek Theo : Iya cepet sembuh ya kak.. gimana? Kakak dah gak denger atau
ngeliat yang aneh2 kan?
Theo : Iya, Alhamdulillah udah enggak.
Ayah Theo : Ya udah, kita semua pulang dulu ya Theo. Ni dah mau malem, gak
ada orang soalnya dirumah..
Theo : Iya, hati2 semua…
Scene 7 – RSJ Lawang
P : Selamat pagi Theo. Bagaimana perasaannya hari ini?
Tn Theo : Baik-baik aja sus..
P : Hari ini bagaimana kalau kita mengobrol 10 menit?
Tn Theo : Iya sus…
P : Apakah suara atau bayangannya masih sering muncul?
Tn Theo : sudah jarang sus…
P : lalu apa Theo sudah mempraktekkan dua cara yang saya ajarkan?
Tn Theo : Iya sus, sudah..
P : bagus kalau begitu, sesuai jadwal hari ini saya akan mengajarkan Theo cara
yang ketiga, yaitu membuat aktifitas terjadwal dari bangun tidur hingga tidur
malam. Ini ada blanko, tolong Theo isi dengan kegiatan yang biasa Theo lakukan
dari bangun tidur hingga tidur malam.. (menyodorkan blanko pada Theo).
Tn Theo : Jadi saya harus nulis semua kegiatan saya disini sus?
P : Iya..betul sekali.. sekarang coba Theo tuliskan…
Akhirnya Tn Theo menuliskan jadwal kegiatannya. Setelah beberapa saat Tn
Theo pun berhasil menyelesaikannya.
P : wah,sudah selesai ya. Emm,baik sekarang mari kita lihat bersama. Misalnya
sekarang adalah jam 1 siang, dan jadwal yang biasa Theo lakukan pada jam ini
adalah membersihkan kamar. Jadi mari kita lakukan…
Beberapa saat kemudian,
P : Sekarang bagaimana perasaan Theo setelah latihan ini?
Tn Theo : senang sus…
P : Kalau begitu jangan lupa dipraktekkan tiga cara yang sudah saya ajarkan ya
Theo. Besok jam 09.00 saya akan datang lagi untuk mengajarkan cara yang
keempat. Bagaimana?
Tn Theo : Iya sus
P : Baiklah, sepertinya ini sudah 10 menit. kalau begitu saya pamit dulu ya Theo.
Selamat pagi… (meninggalkan kamar Theo)
Scene 8 - RSJ Lawang
P : Selamat pagi Theo. Bagaimana perasaannya hari ini?
Tn Theo : Baik-baik aja sus..
P : Hari ini bagaimana kalau kita mengobrol 10 menit?
Tn Theo : Iya sus…
P : Apakah suara atau bayangannya masih sering muncul?
Tn Theo : sudah jarang sus…
P : lalu apa Theo sudah mempraktekkan tiga cara yang saya ajarkan?
Tn Theo : Iya sus, sudah..
P : Bagus, apakah hari ini Theo sudah minum obat?
Tn Theo : sudah sus..
P : Baiklah hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang Theo
minum, kita akan diskusi selama 10 menit. Bagaimana?
Tn Theo : Baik sus..
P : Apakah Theo merasakan adanya perbedaan setelah minum obat secara
teratur?
Tn Theo : saya tidak tahu bedanya sus..
P : Apakah suara-suaranya sudah berkurang atau hilang?
Tn Theo : sudah berkurang sus..
P : minum obat itu sangat penting supaya suara yang Theo dengar dan
mengganggu selama ini tidak muncul lagi.
Tn Theo : Iya sus...
P : (mengambil obat-obat Theo) Ada tiga macam obat yang harus Theo minum.
Pertama yang berwarna oranye (CPZ) gunanya untuk menghilangkan suara-
suara, yang kedua warnanya putih (THP) gunanya untuk melemaskan badan
agar tidak kaku dan lebih rileks, dan yang terakhir berwarna merah jambu (HP)
gunanya untuk menenangkan pikiran. Ketiganya diminum 3 kali sehari setelah
makan. Ketika masih di Rumah sakit perawat masih akan selalu menyiapkan
obat-obatan, tapi ketika nanti Theo sudah dirumah dan obat-obatannya habis
maka Theo bisa kontrol ke puskesmas untuk mendapatkan obat lagi.
Tn Theo : Ow, begitu ya sus.
P : O iya, beberapa obat mungkin bisa menimbulkan efek tidak biasa seperti
mata melihat keatas, kaku-kaku otot, tangan tremor, atau ada bagian-bagian
tubuh yang bergerak sendiri, misalnya Theo mengalami gejala tersebut jangan
panik. Itu adalah sebagian dari pengaruh obat. Yang penting Theo harus rajin
minum obat yaa, karena kalau putus obat nanti Theo bisa saja mengalami
kekambuhan dan sulit kembali pada keadaan normal. Bagaimana Theo, sudah
mengerti?
Tn Theo : Iya sus, saya mengerti.
P : Baiklah kalau begitu, saya sudah mengajarkan tiga cara kepada Theo serta
pengetahuan tentang pengobatan. Jangan lupa untuk selalu dipraktekkan ya.. ini
adalah pertemuan terakhir kita ya theo.. semoga apa yang saya ajarkan bisa
bermanfaat untuk Theo
Tn Theo : Baik sus.. Terimakasih banyak.
P : Ya sudah sepertinya ini sudah 10 menit. kalau begitu, sekarang saya pamit
dulu. Selamat pagi..
Tn Theo : Pagi sus..
Scene 9 – RSJ Lawang
Hari ini suster Sari akan memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga
Theo... ayah, ibu dan saudara Theo pun diundang di Ruang Perawat untuk
mendapatkan pendidikan kesehatan terkait kondisi Tn Theo.
P : Selamat pagi bapak, Ibu dan Mbak... saya Sari, perawat yang selama ini
merawat mas Theo. Bagaimana keadaan bapak sekeluarga?
Ayah Theo : Baik su
P : Hari ini kita akan berdiskusi tentang keadaan anak Bapak dan Ibu serta
bantuan yang sekiranya bisa diberikan keluarga.
Ibu Theo : Theo itu sering bicara sendiri sus, kemudian sering saya lihat tertawa
sendiri.
P : Ya, jadi gejala yang dialami anak Ibu itu dinamakan halusinasi, yaitu
mendengar atau melihat sesuatu yang sebetulnya tidak ada. Kalau dalam
keadaan seperti itu, Bapak/Ibu atau Mbak Tina jangan menyetujui atau
menyanggah apa yang diceritakan oleh mas Theo. Dengarkan saja, katakana
bahwa bahwa Bapak/Ibu dan Mbak Tina tidak mendengar suara auat melihat
bayangan itu.
Adek Theo : ow begitu ya sus, berarti selama ini saya salah memperlakukan kak
Theo sus.. Saya janji tidak akan seperti itu lgi, nanti anak saya juga akan saya
beritahu sus…
P : Saya sudah mengajarkan tiga cara untuk mengatasi halusinasi, yaitu
menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain, dan melakukan kegiatan yang
terjadwal. Tolong pihak keluarga memantau pelaksanaan ketiga cara tersebut.
Berikan pujian dan dorongan untuk melaksanakannya, jangan biarkan mas Theo
melamun, karena jika sedang melamun halusinasinya akan muncul lagi. Bantu
mas Theo untuk minum obat secara teratur. Jangan menghentikan obat tanpa
konsultasi, bila tanda-tanda halusinasi mulai muncul ajaklah mas Theo untuk
bercakap-cakap.
Ayah Theo : Baik sus
P : Bagaimana perasaan Bapak/Ibu serta mbak Tina setelah kita bercakap-
cakap?
Ayah : Ya, kami bisa lebih mengerti sekarang sus
P : Tolong sebutkan empat cara yang dapat membantu mas Theo mengatasi
halusinasinya?
Ibu : Menghardik, bercakap-cakap
Adik Theo : Kemudian melatih aktifitas terjadwal dan rutin menggunakan obat
sus
P : Bagus sekali.. tolong bantu mas Theo untuk bisa mempraktekkan cara-cara
tersebut. Baiklah, saya rasa cukup… terimakasih ya Bapak, Ibu dan Mabk Tina.
Selamat siang.
Semua : selamat siang

Setelah beberapa bulan dirawat di RSJ Lawang, Tn Theo pun akhirnya


diperbolehkan pulang dengan ketentuan konsultasi rutin ke Rumah Sakit. Pihak
keluarga pun sudah dipersiapkan jauh-jauh hari untuk bisa merawat Tn Theo
secara mandiri serta membantu Tn Theo menjalani kehidupannya lagi secara
normal.
The End
LAMPIRAN 4

ANALISIS PROSES INTERAKSI

LAMPIRAN 5
LEAFLET HALUSINASI

Anda mungkin juga menyukai