Anda di halaman 1dari 109

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

Dalam mengimplementasikan kebijakan air minum dan penyehatan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
lingkungan berbasis masyarakat yang telah berhasil disusun oleh pemerin- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1962
tah, para pelaku di sektor air minum dan penyehatan lingkungan (AMPL) tentang Perusahaan Daerah …... 1
seringkali bersinggungan dengan masalah hukum dan peraturan perundang-
an-undangan yang terkait dengan masalah pembangunan AMPL. Peraturan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990
perundangan tersebut seringkali berubah seiring dengan perubahan sosial- tentang Konservasi Sumber Alam Hayati dan Ekosistemnya ……...2
politik kemasyarakatan dan perubahan standard pelayanan umum.
Kondisi tersebut mengharuskan para pelaku di bidang air minum dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992
penyehatan lingkungan untuk selalu up to date terhadap peraturan perun- tentang Perumahan dan Permukiman …. 3
dang-undangan. Ketersediaan media informasi yang praktis dan padat san-
gat dibutuhkan oleh para pelaku tersebut. Kebutuhan tersebut mendorong Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992
Kami untuk menerbitkan buku "Kumpulan Regulasi Terkait AMPL." Buku tentang Kesehatan …………... 5
ini antara lain berisikan regulasi yang terkait langsung maupun tidak lang-
sung, mulai dari bentuk UU, Perpu, PP, Keppres, Perpres, Kepmen, Permen, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997
dan Perda. tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup …………………………. 6
Buku ini hanya menjelaskan secara garis besar dari masing-masing per-
aturan perundang-undangan yang dihimpun. Hal ini dimaksudkan untuk Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999
memudahkan para pembaca dalam memahami isi peraturan perundang- tentang Kehutanan …………..………….………….………......…. 8
undangan yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan AMPL.
Dengan hadirnya buku ini, diharapkan bahan referensi bagi para pelaku Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003
bidang AMPL menjadi semakin lengkap. tentang Keuangan Negara ….………….………….…………….... 10

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004


Jakarta, 13 November 2007 tentang Perbendaharaan Negara……………….………….………. 12
Direktur Permukiman dan Perumahan
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004
Sebagai Ketua Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan tentang Sumber Daya Air ……. 14

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004


Basah Hernowo tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional … ………… 16

i ii
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2000
tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa
Pemerintah Daerah ………………………..…………………....…. 17 Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan …………….………….… 33

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2000
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah … 35
Tahun 2005 - 2025 ……………………………….…………..…… 19
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2001
PERATURAN PEMERINTAH tentang Pengendalian Kerusakan dan/atau Pencemaran Lingkungan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan
Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 dan/atau Lahan …………………….………….…….....………….. 36
Tahun 1999 tentang Kehutanan ................…………....................... 20
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun ……........….. 38
tentang Pengendalian Pencemaran Air ….......…………………… 21
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
tentang Perusahaan Umum (Perum) "Otorita Jatiluhur" ……… 23 Pencemaran Air ……………………..……………….........…..…… 40

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2002
tentang Sungai ……..………….………….………….…………. 24 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif ………..……...........……. 41

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2002
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya tentang Penambahan Penyertaan Modal Pemerintah Republik
dan Beracun ………………………………………..……………. 26 Indonesia dalam Modal Perum Jasa Tirta I ...............................….. 43

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005
tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan …………..……. 28 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum ……....…. 44

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005
tentang Pengendalian Pencemaran Udara ……………….……... 29 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum …………. 46

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 1999 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2005
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 tentang Pinjaman Daerah ………….………….…........………....... 48
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun ……………………….………….………………….. 31 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005
tentang Dana Perimbangan ………..……………………………... 49

iii iv
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2005 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2000 tentang
tentang Hibah kepada Daerah ……………..............……………… 50 Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
…………………………….…………………………… 65
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005
tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 123 Tahun 2001 tentang
Pelayanan Minimal ……..…………………………….………….... 51 Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air
…………………………………………….………………… 66
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2006
tentang Desa ………..…………….………….………....….……… 53 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2002 tentang
Perubahan atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 123 Tahun
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2005 2001 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air
tentang Kelurahan ……... 55 …………………………………….………………………… 67

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2003 tentang
Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan
Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri Permukiman Nasional ....... 69
……………………………………………………………………….............
..... 56 Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1984 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pembinaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2006 tentang …………………………...…………… 70
Irigasi ……….… 58
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1999 tentang
PERATURAN PRESIDEN Pembaharuan Kebijaksanaan Pengelolaan Irigasi
…………………………….……………………………. 71
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2004 - 2009
……..……………………. 61 PERATURAN MENTERI

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2005 tentang Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur 45/PRT/1990 tentang Pengendalian Mutu Air pada Sumber-sumber Air
…………….……………61 ................................................................... 73

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1999 tentang Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor
Pembentukan Tim Koordinasi Kebijaksanaan Pendayagunaan Sungai dan 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan atas Air dan/atau Sumber Air pada
Pemeliharaan Kelestarian Daerah Sungai Wilayah Sungai ......................………......... 74
…………………………………………………………...…………………
………… 64 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor
49/PRT/1990 tentang Tata Cara dan Persyaratan Izin Penggunaan Air

v vi
KUMPULAN REGULASI

Undang-Undang Republik Indonesia Pegawai; Bab IX Tahun Buku; Bab X Anggaran Perusahaan; Bab
Nomor 5 Tahun 1962 XI Laporan Perhitungan Hasil Usaha Berkala dan Kegiatan
tentang Perusahaan Daerah Perusahaan; Bab XII Laporan Perhitungan Tahunan; Bab XIII
Penetapan dan Penggunaan Laba Serta Pemberian Jasa
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan Per- Produksi; Bab XIV Kepegawaian; Bab XV Kontrol; Bab XVI
usahaan Daerah adalah semua perusahaan yang didirikan ber- Penyerahan Kepada Daerah dan Pemindahan ke Tangan
dasarkan Undang-Undang ini yang seluruh atau sebagian modal- Perkumpulan Koperasi; Bab XVII Pembubaran; Bab XVIII
nya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan, kecuali jika Peralihan; Bab XIX Ketentuan Penutup.
ditentukan lain dengan atau berdasarkan Undang-Undang.
Perusahaan Daerah adalah suatu kesatuan produksi yang
bersifat memberi jasa, menyelenggarakan kemanfaatan umum Undang-Undang Republik Indonesia
dan memupuk pendapatan. Perusahaan Daerah dipimpin oleh Nomor 5 Tahun 1990
suatu Direksi yang jumlah anggota dan susunannya ditetapkan tentang Konservasi Sumber Alam Hayati dan
dalam peraturan pendiriannya. Direksi berada dibawah peng- Ekosistemnya
awasan Kepala Daerah/pemegang saham/saham prioritas atau
badan yang ditunjuknya. Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bertu-
Untuk tiap tahun buku oleh Direksi dikirimkan perhitungan ta- juan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam
hunannya terdiri dari neraca dan perhitungan laba-rugi kepada hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih
Kepala Daerah/pemegang saham/saham prioritet menurut cara mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
dan waktu yang ditentukan dalam peraturan pendirian mutu kehidupan manusia. Hal ini merupakan tanggung jawab dan
Perusahaan Daerah. kewajiban Pemerintah serta masyarakat.
Dalam hal likuiditas, Daerah bertanggung jawab atas kerugian Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
yang diderita oleh pihak ketiga apabila kerugian itu disebabkan dilakukan melalui kegiatan perlindungan sistem penyangga
oleh karena neraca dan perhitungan laba rugi yang telah disahkan kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan
tidak menggambarkan keadaan perusahaan yang sebenarnya. satwa beserta ekosistemnya serta pemanfaatan secara lestari
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam
Daftar Isi dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi kawasan.
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Sifat, Tujuan dan Lapangan Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dilakukan dengan
Usaha; Bab III Modal; Bab IV Saham-saham; Bab V Penguasaan memperhatikan kelangsungan potensi, daya dukung, dan
dan Cara Mengurus; Bab VI Rapat Pemegang Saham; Bab VII keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar.
Pengawasan; Bab VIII Tanggung Jawab dan Tuntutan Ganti Rugi Dalam keadaan tertentu dan sangat diperlukan untuk memper-

1 2
tahankan atau memulihkan kelestarian sumber daya alam hayati 1962 tentang Pokok-pokok Perumahan menjadi Undang-Undang
beserta ekosistemnya, Pemerintah dapat menghentikan kegiatan Nomor 3 Tahun 1964 sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan
pemanfaatan dan menutup taman nasional, taman hutan raya, perkembangan, sehingga perlu diatur kembali ketentuan menge-
dan taman wisata alam sebagian atau seluruhnya untuk selama nai perumahan dan permukiman dalam Undang-Undang yang ba-
waktu tertentu. ru.
Peran serta rakyat dalam konservasi sumber daya alam hayati Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar ma-
dan ekosistemnya diarahkan dan digerakkan oleh Pemerintah nusia dan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pem-
melalui berbagai kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna, bentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina serta
diantaranya melalui pendidikan dan penyuluhan. Dalam rangka dikembangkan demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan
pelaksanaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan penghidupan masyarakat. Untuk menjamin kepastian dan
Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan di bidang terse- ketertiban hukum dalam pembangunan dan pemilikan, setiap
but kepada Pemerintah Daerah. pembangunan rumah hanya dapat dilakukan di atas tanah yang
dimiliki berdasarkan hak-hak atas tanah sesuai dengan peraturan
Daftar Isi perundang-undangan yang berlaku.
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Perlindungan Sistem Penyang- Penataan perumahan dan permukiman berlandaskan pada
ga Kehidupan; Bab III Pengawetan Keanekaragaman Jenis Tum- asas manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan,
buhan dan Satwa Beserta Ekosistemnya; Bab IV Kawasan Suaka kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan, dan kelestarian
Alam; Bab V Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa; Bab VI Pe- lingkungan hidup. Pemerintah melakukan pendataan rumah untuk
manfaatan Secara Lestari Sumber Daya Alam Hayati dan Eko- menyusun kebijaksanaan di bidang perumahan dan permukiman.
sistemnya; Bab VII Kawasan Pelestarian Alam; Bab VIII Pemanfa- Pemenuhan kebutuhan permukiman diwujudkan melalui pem-
atan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar; Bab IX Peran Serta Rakyat; bangunan kawasan permukiman skala besar yang terencana
Bab X Penyerahan Urusan dan Tugas Pembantuan; Bab XI secara menyeluruh dan terpadu dengan pelaksanaan yang berta-
Penyidikan; Bab XII Ketentuan Pidana; Bab XIII Ketentuan hap. Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh badan usaha
Peralihan; Bab XIV Ketentuan Penutup. di bidang pembangunan perumahan dilakukan hanya di kawasan
siap bangun atau di lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri.
Setiap warga negara mempunyai hak dan kesempatan yang
Undang-Undang Republik Indonesia sama dan seluas-luasnya untuk berperan serta, baik dilakukan
Nomor 4 Tahun 1992 secara perseorangan atau dalam bentuk usaha bersama dalam
tentang Perumahan dan Permukiman pembangunan perumahan dan permukiman. Pemerintah dapat
menyerahkan sebagian urusan di bidang perumahan dan per-
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1964 tentang Penetapan Per- mukiman kepada Pemerintah Daerah.
aturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 6 Tahun Setiap orang atau badan yang dengan sengaja melanggar

3 4 04
ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang dikenakan lihan kesehatan.
sanksi pidana. Jika kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Sumber daya kesehatan sebagai pendukung penyelenggaraan
ketentuan pidana tidak dipenuhi oleh suatu badan usaha di bidang upaya kesehatan, harus tetap melaksanakan fungsi dan tanggung
pembangunan perumahan dan permukiman, maka izin usaha jawab sosialnya, dengan pengertian bahwa sarana pelayanan ke-
badan tersebut dicabut. sehatan harus tetap memperhatikan golongan masyarakat yang
kurang mampu dan tidak semata-mata mencari keuntungan.
Daftar Isi Masyarakat juga memiliki kesempatan untuk berperan serta
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Asas dan Tujuan; Bab III dalam penyelenggaraan upaya kesehatan beserta sumber daya-
Perumahan; Bab IV Permukiman; Bab V Peran Serta Masyarakat; nya. Peran serta masyarakat untuk memberikan pertimbangan da-
Bab VI Pembinaan; Bab VII Ketentuan Pidana; Bab VIII Ketentuan lam ikut menentukan kebijaksanaan pemerintah pada penyeleng-
Lain-lain; Bab IX Ketentuan Peralihan; Bab X Ketentuan Penutup. garaan kesehatan dapat dilakukan melalui Badan Pertimbangan
Kesehatan Nasional, yang beranggotakan tokoh masyarakat dan
pakar lainnya.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 1992 Daftar Isi
tentang Kesehatan Bab I Ketentuan Umum; Bab II Azas dan Tujuan; Bab III Hak
dan Kewajiban; Bab IV Tugas dan Tanggung Jawab; Bab V Upaya
Dalam undang-undang ini diatur tentang asas dan tujuan yang Kesehatan; Bab VI Sumber Daya Kesehatan; Bab VII Peran Serta
menjadi landasan dan memberi arah pembangunan kesehatan Masyarakat; Bab VIII Pembinaan dan Pengawasan; Bab IX
yang dilaksanakan melalui upaya kesehatan untuk meningkatkan Penyidikan; Bab X Ketentuan Pidana; Bab XI Ketentuan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi orang Peralihan; Bab XII Ketentuan Penutup.
sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal
tanpa membedakan status sosialnya.
Hak dan kewajiban setiap orang untuk memperoleh derajat Undang-Undang Republik Indonesia
kesehatan yang optimal serta wajib untuk ikut serta di dalam Nomor 23 Tahun 1997
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan. tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Tugas dan tanggung jawab Pemerintah pada dasarnya adalah
mengatur, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya Undang-Undang ini merupakan penyempurnaan dari Undang-
kesehatan serta menggerakkan peran serta masyarakat. undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Upaya kesehatan dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, Pengelolaan Lingkungan Hidup karena Undang-Undang Nomor 4
dan berkesinambungan melalui pendekatan peningkatan kese- Tahun 1982 dianggap sudah tidak sesuai lagi.
hatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemu- Pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan secara terpadu

5 6 05
oleh instansi Pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan tang- jukan usul untuk mencabut izin tersebut kepada pejabat yang
gungjawab masing-masing, masyarakat serta pelaku pemba- berwenang.
ngunan lain dengan memperhatikan keterpaduan perencanaan Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh me-
dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan lalui 2 cara, yaitu :
hidup. 1. Melalui pengadilan
Pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat nasional dilaksa- 2. Di luar pengadilan : diselenggarakan untuk mencapai kesepa-
nakan secara terpadu oleh perangkat kelembagaan yang dikoor- katan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau
dinasi oleh Menteri. Pemerintah berdasarkan peraturan perun- mengenai tindakan tertentu guna menjamin tidak akan ter-
dang-undangan dapat melimpahkan wewenang tertentu penge- jadinya/terulangnya dampak negatif terhadap lingkungan
lolaan lingkungan hidup kepada perangkat di wilayah dan meng- hidup.
ikutsertakan peran Pemda untuk membantu Pemerintah Pusat
dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah. Daftar Isi
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib me- Bab I Ketentuan Umum; Bab II Asas, Tujuan, dan Sasaran; Bab
lakukan pengelolaan limbah hasil usaha dan/atau kegiatan yang III Hak, Kewajiban, dan Peran Masyarakat; Bab IV Wewenang
dapat diserahkan pengelolaannya kepada pihak lain. Hal ini diatur Pengelolaan Lingkungan Hidup; Bab V Pelestarian Fungsi
lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah. Lingkungan Hidup; Bab VI Persyaratan Penataan Lingkungan
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak Hidup; Bab VII Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup; Bab
besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Am- VIII Penyidikan; Bab IX Ketentuan Pidana; Bab X Ketentuan
dal untuk memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan Peralihan; Bab XI Ketentuan Penutup.
yang diberikan oleh pejabat berwenang. Dalam menerbitkan izin
melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib memperhatikan renca-
na tata ruang, pendapat masyarakat, pertimbangan dan rekomen- Undang-Undang Republik Indonesia
dasi pejabat yang berwenang. Keputusan izin melakukan usaha Nomor 41 Tahun 1999
dan/atau kegiatan wajib diumumkan. tentang Kehutanan
Dalam hal pengawasan dilakukan oleh Menteri. Menteri dapat
menetapkan pejabat yang berwenang (Kepala Daerah menetap- Karena sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip penguasaan
kan pejabat yang berwenang) untuk melakukan pengawasan. Pe- dan pengurusan hutan dan tuntutan perkembangan keadaan
ngendalian dampak lingkungan hidup sebagai alat pengawasan maka Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-
dilakukan oleh suatu lembaga yang dibentuk khusus oleh Pe- ketentuan Pokok Kehutanan perlu diganti.
merintah. Dalam undang-undang yang baru yaitu Undang-Undang
Jika terjadi pelanggaran dapat dijatuhi sanksi berupa pencabut- Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan disebutkan bahwa pe-
an izin usaha dan/atau kegiatan. Kepala Daerah dapat menga- nyelenggaraan kehutanan berasaskan manfaat lestari, kerak-

7 8 07
yatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan. diluar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak
Semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk ke- yang bersengketa.
kayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara Daftar Isi
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Bab I Ketentuan Umum; Bab II Status dan Fungsi Hutan; Bab
Pengurusan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang III Pengurusan Hutan; Bab IV Perencanaan Kehutanan; Bab V Pe-
sebesar-besarnya serta serbaguna dan lestari untuk kemakmuran ngelolaan Hutan; Bab VI Penelitian dan Pengembangan, Pendi-
rakyat. Pengurusan hutan meliputi kegiatan penyelenggaraan dikan dan Latihan Serta Penyuluhan Kehutanan; Bab VII Peng-
perencanaan kehutanan; pengelolaan hutan; penelitian dan pe- awasan; Bab VIII Penyerahan Kewenangan; Bab IX Masyarakat
ngembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan ke- Hukum Adat; Bab X Peran Serta Masyarakat; Bab XI Gugatan
hutanan, dan pengawasan. Perwakilan; Bab XII Penyelesaian Sengketa Kehutanan; Bab XIII
Dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat, setiap Penyidikan; Bab XIV Ketentuan Pidana; Bab XV Ganti Rugi dan
BUMN, BUMD, dan BUMS Indonesia yang memperoleh izin usa- Sanksi Administratif; Bab XVI Ketentuan Peralihan; Bab XVII
ha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil Ketentuan Penutup.
hutan kayu dan bukan kayu, diwajibkan bekerja sama dengan ko-
perasi masyarakat setempat.
Dalam pengurusan hutan secara lestari, diperlukan SDM ber- Undang-Undang Republik Indonesia
kualitas yang bercirikan penguasaan ilmu pengetahuan dan tek- Nomor 17 Tahun 2003
nologi yang didasari dengan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang tentang Keuangan Negara
Maha Esa, melalui penyelenggaraan penelitian dan pengembang-
an, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan yang ber- Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan
kesinambungan. pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan
Pengawasan kehutanan dimaksudkan untuk mencermati, me- pemerintahan. APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan
nelusuri, dan menilai pelaksanaan pengurusan hutan, sehingga negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang. APBN
tujuannya dapat tercapai secara maksimal dan sekaligus merupa- terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembia-
kan umpan balik bagi perbaikan dan/atau penyempurnaan pengurus- yaan. APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan
an hutan lebih lanjut. Dalam rangka penyelenggaraan kehutanan, pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun
Pemerintah menyerahkan sebagian kewenangan kepada Pemda. pendapatan negara. Sedangkan APBD merupakan wujud pe-
Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke peng- ngelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan
adilan dan/atau melaporkan ke penegak hukum terhadap keru- Peraturan Daerah. APBD terdiri atas anggaran pendapatan, ang-
sakan hutan yang merugikan kehidupan masyarakat. Penyelesai- garan belanja, dan pembiayaan.
an sengketa kehutanan dapat ditempuh melalui pengadilan atau Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal

9 10 09
dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada tanggungjawaban Pelaksanaan APBN dan APBD; Bab IX Keten-
DPR selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan. tuan Pidana, Sanksi Administratif, dan Ganti Rugi; Bab X Keten-
Mengenai hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan tuan Peralihan; Bab XI Ketentuan Penutup.
Bank Sentral, Pemerintah Daerah, serta Pemerintah/Lembaga
Asing maka Pemerintah Pusat dan Bank Sentral berkoordinasi
dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. Undang-Undang Republik Indonesia
Pemerintah Pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada Nomor 1 Tahun 2004
Pemda berdasarkan undang-undang perimbangan keuangan tentang Perbendaharaan Negara
pusat dan daerah. Pemerintah Pusat dapat memberikan
hibah/pinjaman kepada atau menerima hibah/pinjaman dari Sehubungan Undang-Undang Perbendaharaan Indone-
pemerintah/lembaga asing dengan persetujuan DPR. sia/Indische Comptabiliteitswet (Staatsblad Tahun 1925 Nomor
Dalam hal pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan 448) sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah ter-
APBD, Presiden menyampaikan rancangan undang-undang ten- akhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1968 tidak dapat
tang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR beru- lagi memenuhi kebutuhan pengelolaan dan pertanggungjawaban
pa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK, selambat- keuangan negara, maka ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 1
lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan rancangan peraturan Perbendaharaan Negara meliputi pelaksanaan pendapatan
daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada dan belanja negara, pelaksanaan pendapatan dan belanja dae-
DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK, rah, pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara, pelak-
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran sanaan penerimaan dan pengeluaran daerah, pengelolaan kas,
berakhir. pengelolaan piutang dan utang negara/daerah, pengelolaan in-
vestasi dan barang milik negara/daerah, penyelenggaraan akun-
Daftar Isi tansi dan sistem informasi manajemen keuangan negara/daerah,
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Kekuasaan Atas Pengelolaan penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/-
Keuangan Negara; Bab III Penyusunan dan Penetapan APBN; APBD, penyelesaian kerugian negara/daerah, pengelolaan Badan
Bab IV Penyusunan dan Penetapan APBD; Bab V Hubungan Ke- Layanan Umum, dan perumusan standar, kebijakan, serta sistem
uangan Antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah dan prosedur yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan ne-
Daerah, Serta Pemerintah/Lembaga Asing; Bab VI Hubungan gara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD.
Keuangan Antara Pemerintah dan Perusahaan Negara, Perusa- Menteri/pimpinan lembaga adalah Pengguna Anggaran/Peng-
haan Daerah, Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana guna Barang bagi kementerian negara/lembaga yang dipimpin-
Masyarakat; Bab VII Pelaksanaan APBN dan APBD; Bab VIII Per- nya. Kepala satuan kerja perangkat daerah adalah Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang bagi kementerian negara/lembaga

11 12 11
yang dipimpinnya. Bab IX Penatausahaan dan Pertanggungjawaban APBN/APBD;
Tahun anggaran meliputi masa satu tahun mulai dari tanggal 1 Bab X Pengendalian Intern Pemerintah; Bab XI Penyelesaian
Januari sampai dengan 31 Desember. Menteri Keuangan selaku Kerugian Negara/Daerah; Bab XII Pengelolaan Keuangan Badan
Bendahara Umum Negara berwenang mengatur dan menye- Layanan Umum; Bab XIII Ketentuan Peralihan; Bab XIV
lenggarakan rekening pemerintah. Pemerintah Pusat dapat mem- Ketentuan Penutup.
berikan pinjaman atau hibah kepada Pemerintah Daerah/Badan
Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah sesuai dengan
yang tercantum/ditetapkan dalam Undang-Undang tentang APBN. Undang-Undang Republik Indonesia
Pemerintah dapat melakukan invetasi jangka panjang untuk mem- Nomor 7 Tahun 2004
peroleh manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya. tentang Sumber Daya Air
Menteri Keuangan mengatur pengelolaan barang milik negara.
Gubernur/Bupati/Walikota menetapkan kebijakan pengelolaan ba- Dalam UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (se-
rang milik daerah. Menteri Keuangan/Pejabat Pengelola Ke- lanjutnya disingkat SDA) disebutkan bahwa penguasaan sumber
uangan Daerah selaku Bendahara Umum Negara/Daerah daya air diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah
menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, Daerah dengan tetap mengakui hak ulayat masyarakat hukum
utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan per- adat setempat. Hak guna air (berupa hak guna pakai air dan hak
hitungannya. guna usaha air) tidak dapat disewakan atau dipindahtangankan
Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akunta- sebagian atau seluruhnya.
bilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku Kepala Pe- Presiden berhak untuk menetapkan wilayah sungai dan ce-
merintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengenda- kungan air tanah dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
lian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh. Setiap SDA Nasional. Dalam pengelolaan SDA, sebagian wewenang Pe-
kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melang- merintah dapat diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah sesuai
gar hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan dengan peraturan perundangan-undangan.
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam keadaan memaksa, Pemerintah dan/atau Pemerintah
Daerah berhak mengatur dan menetapkan penggunaan SDA un-
Daftar Isi tuk kepentingan konservasi, persiapan pelaksanaan konstruksi,
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Pejabat Perbendaharaan Nega- dan pemenuhan prioritas penggunaan SDA. Untuk pengembang-
ra; Bab III Pelaksanaan Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah; an sistem penyediaan air minum adalah tanggung jawab Pemerin-
Bab IV Pengelolaan Uang; Bab V Pengelolaan Piutang dan Utang; tah dan Pemerintah Daerah. Koperasi, badan usaha swasta, dan
Bab VI Pengelolaan Investasi; Bab VII Pengelolaan Barang Milik masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan pe-
Negara/Daerah; Bab VIII Larangan Penyitaan Uang dan Barang ngembangan sistem penyediaan air minum.
Milik Negara/Daerah dan/atau Yang Dikuasai Negara/Daerah; Pengusahaan SDA permukaan yang meliputi satu wilayah su-

13 14 13
ngai hanya dapat dilaksanakan oleh BUMN atau BUMD dibidang dan Organisasi; Bab XV Penyidikan; Bab XVI Ketentuan Pidana;
pengelolaan SDA atau kerjasama antara BUMN dengan BUMD. Bab XVII Ketentuan Peralihan; Bab XVIII Ketentuan Penutup.
Untuk mendukung pengelolaan sumber daya air, Pemerintah
dan Pemerintah Daerah menyelenggarakan pengelolaan sistem
informasi SDA yang tersebar dan dikelola oleh berbagai institusi. Undang-Undang Republik Indonesia
Dalam hal pembiayaan pengelolaan SDA ditetapkan berdasarkan Nomor 25 Tahun 2004
kebutuhan nyata pengelolaan SDA. Sumber dana untuk setiap je- tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
nis pembiayaan tersebut dapat berupa anggaran pemerintah,
anggaran swasta, dan/atau hasil penerimaan biaya jasa pengelo- Pembangunan Nasional diselenggarakan berdasarkan demok-
laan SDA. rasi dengan prinsip-prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanju-
Dalam hal terjadi sengketa, penyelesaian sengketa SDA tahap tan, berwawasan lingkungan, serta kemandirian dengan menjaga
pertama diupayakan berdasarkan prinsip musyawarah untuk keseimbangan kemajuan dan kesatuan Nasional. Perencanaan
sepakat. Jika tidak diperoleh kesepakatan, maka para pihak dapat Pembangunan Nasional mencakup penyelenggaraan perenca-
menempuh upaya penyelesaian sengketa diluar pengadilan (me- naan makro semua fungsi pemerintahan yang meliputi semua bi-
lalui arbitrase) atau melalui pengadilan. Masyarakat yang dang kehidupan secara terpadu dalam wilayah Negara Republik
dirugikan akibat berbagai masalah pengelolaan SDA berhak Indonesia.
mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan. Begitu pula se- Tahapan Perencanaan Pembangunan Nasional meliputi pe-
tiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang dapat nyusunan rencana, penetapan rencana, pengendalian pelaksa-
mengakibatkan kerugian terhadap orang lain maupun sumber air naan rencana, dan evaluasi pelaksanaan rencana. Penyusunan
dan prasarananya akan ditindak sesuai dengan ketentuan pidana RPJP dilakukan melalui urutan penyiapan rancangan awal renca-
yang berlaku. na pembangunan, musyawarah perencanaan pembangunan dan
penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.
Daftar Isi Menteri menyiapkan rancangan RPJP Nasional. Sedangkan
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Wewenang dan Tanggung Ja- Kepala Bappeda menyiapkan rancangan RPJP Daerah. Pengen-
wab; Bab III Konservasi Sumber Daya Air; Bab IV Pendaya- dalian pelaksanaan rencana pembangunan dilakukan oleh ma-
gunaan Sumber Daya Air; Bab V Pengendalian Daya Rusak Air; sing-masing pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Pe-
Bab VI Perencanaan; Bab VII Pelaksanaan Konstruksi, Operasi rangkat Daerah. Perencanaan pembangunan didasarkan pada
dan Pemeliharaan; Bab VIII Sistem Informasi Sumber Daya Air; data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawab-
Bab IX Pemberdayaan dan Pengawasan; Bab X Pembiayaan; kan.
Bab XI Hak, Kewajiban dan Peran Masyarakat; Bab XII Koordina- Presiden menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas
si; Bab XIII Penyelesaian Sengketa; Bab XIV Gugatan Masyarakat Perencanaan Pembangunan Nasional. Sedangkan Kepala Dae-

15 16 15
rah menyelenggaran dan bertanggung jawab atas perencanaan b). Sumber Daya Alam: kehutanan, pertambangan umum,
pembangunan daerah di daerahnya. Rencana Pembangunan perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan
Jangka Panjang Nasional dan Rencana Pembangunan Jangka gas bumi dan pertambangan panas bumi.
Menengah Nasional ditetapkan paling lambat 6 (enam) bulan se- 2. Dana Alokasi Umum (DAU): jumlah keseluruhan DAU ditetap-
telah diundangkannya Undang-Undang ini. kan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri
Daftar Isi Netto yang ditetapkan dalam APBN.
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Asas dan Tujuan; Bab III Ruang 3. Dana Alokasi Khusus (DAK): besarnya DAK ditetapkan setiap
Lingkup Perencanaan Pembangunan Nasional; Bab IV Tahapan tahun dalam APBN.
Perencanaan Pembangunan Nasional; Bab V Penyusunan dan Lain-lain Pendapatan terdiri atas Pendapatan Hibah dan Pen-
Penetapan Rencana; Bab VI Pengendalian dan Evaluasi Pe- dapatan Dana Darurat. Untuk Hibah kepada Daerah yang bersum-
laksanaan Rencana; Bab VII Data dan Informasi; Bab VIII Kelem- ber dari luar negeri dilakukan melalui Pemerintah. Daerah tidak
bagaan; Bab IX Ketentuan Peralihan; Bab X Ketentuan Penutup. dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri.
Sedangkan Dana Darurat, Pemerintah mengalokasikannya yang
bersumber dari APBN untuk keperluan mendesak yang diaki-
Undang-Undang Republik Indonesia batkan oleh bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang
Nomor 33 Tahun 2004 tidak dapat ditanggulangi oleh Daerah dengan menggunakan
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat sumber APBD.
dan Pemerintah Daerah Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun
anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD.
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemda meru- Sejak berlakunya undang-undang ini maka Undang-undang
pakan subsistem Keuangan Negara sebagai konsekuensi pemba- Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara
gian tugas antara Pemerintah dan Pemda. Penyelenggaraan uru- Pemerintah dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor
san Pemda dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi didanai 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848) dinyatakan tidak
oleh APBD. Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang dilaksa- berlaku.
nakan oleh Gubernur dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi
didanai oleh APBN. Sedangkan penyelenggaraan urusan Pe- Daftar Isi
merintah yang dilaksanakan oleh Gubernur dalam rangka Tugas Bab I Ketentuan Umum; Bab II Prinsip Kebijakan Perimbangan
Pembantuan didanai oleh APBN. Dana Perimbangan terdiri atas : Keuangan; Bab III Dasar Pendanaan Pemerintahan Daerah; Bab
1. Dana Bagi Hasil : IV Sumber Penerimaan Daerah; Bab V Pendapatan Asli Daerah;
a). Bersumber dari pajak: PBB (Pajak Bumi Bangunan), Bab VI Dana Perimbangan; Bab VII Lain-lain Pendapatan; Bab
BPHTB, PPh (Pajak Penghasilan). VIII Pinjaman Daerah; Bab IX Pengelolaan Keuangan dalam

17 18 17
Rangka Desentralisasi; Bab X Dana Dekonsentrasi; Bab XI Dana naan RPJP Nasional. Sedangkan Pemerintah Daerah melakukan
Tugas Pembantuan; Bab XII Sistem Informasi Keuangan Daerah; pengendalian dan evalusi pelaksanaan RPJP Daerah.
Bab XIII Ketentuan Peralihan; Bab XIV Ketentuan Penutup.
Daftar Isi
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Program Pembangunan Nasio-
nal; Bab III Pengendalian dan Evaluasi; Bab IV Ketentuan Per-
Undang-Undang Republik Indonesia alihan; Bab V Ketentuan Penutup.
Nomor 17 Tahun 2007
tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 - 2025

Dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun


2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
mengamanatkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasio-
nal yang ditetapkan dengan undang-undang.
RPJP Nasional merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya
Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehi-
dupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial
dalam bentuk rumusan visi, misi dan arah Pembangunan Nasional.
Program Pembangunan Nasional periode 2005 - 2025 dilaksa-
nakan sesuai dengan RPJP Nasional. Dalam rangka menjaga ke-
sinambungan pembangunan dan untuk menghindarkan ke-
kosongan rencana pembangunan nasional, Presiden yang se-
dang memerintah pada tahun terakhir pemerintahannya diwajib-
kan menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) untuk tahun
pertama periode Pemerintahan Presiden berikutnya.
Pemerintah melakukan pengendalian dan evaluasi pelaksa-

19 20 19
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan

Dalam rangka terciptanya kepastian hukum dalam berusaha di


bidang pertambangan yang berada di kawasan hutan, dan men-
dorong minat serta kepercayaan investor untuk berusaha di Indo-
nesia, dipandang perlu untuk melakukan perubahan terhadap Un-

P E R AT U R A N
dang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dengan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999

P E M E R I N TA H
tentang Kehutanan, telah menimbulkan ketidakpastian hukum da-
lam berusaha di bidang pertambangan di kawasan hutan terutama
bagi pemegang izin atau perjanjian sebelum berlakunya Undang-
Undang tersebut. Ketidakpastian itu terjadi karena dalam ketentu-
an Undang-Undang tersebut tidak ada ketentuan yang menyata-
kan bahwa perizinan atau perjanjian di bidang pertambangan
yang berada di kawasan hutan yang telah ada sebelum berlaku-
nya Undang-Undang tersebut tetap berlaku.
Tidak adanya ketentuan tersebut mengakibatkan status dari
izin atau perjanjian yang ada sebelum berlakunya Undang-Un-
dang tersebut menjadi tidak jelas dan bahkan dapat diartikan men-
jadi tidak berlaku lagi. Hal ini diperkuat ketentuan Pasal 38 ayat (4)
yang menyatakan secara tegas bahwa pada kawasan hutan lin-
dung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertam-
bangan terbuka. Ketentuan tersebut semestinya hanya berlaku
sesudah berlakunya Undang-Undang tersebut dan tidak diber-
lakukan surut.

21 21
Ketidakpastian hukum dalam melakukan kegiatan usaha per- kan, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I menetapkan program
tambangan di kawasan hutan tersebut dapat mengakibatkan Pe- peningkatan kualitas air.
merintah berada dalam posisi yang sulit dalam mengembangkan Untuk pengendalian pencemaran air di daerah dilakukan oleh
iklim investasi. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. Menteri setelah berkonsultasi
dengan Menteri lain dan atau Pimpinan lembaga pemerintah non-
departemen yang bersangkutan menetapkan baku mutu limbah
cair. Baku mutu air, daya tampung beban pencemaran dan baku
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia mutu limbah cair ditinjau secara berkala sekurang-kurangnya se-
Nomor 20 Tahun 1990 kali dalam lima tahun.
tentang Pengendalian Pencemaran Air Setiap orang atau badan yang membuang limbah cair wajib
mentaati baku mutu limbah cair sebagaimana ditentukan dalam
Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup izin pembuangan limbah cair yang ditetapkan baginya. Baku mutu
orang banyak, sehingga perlu dipelihara kualitasnya agar tetap limbah cair yang diizinkan dibuang ke dalam air oleh suatu ke-
bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hi- giatan ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I ber-
dup lainnya. Oleh karena itu Pemerintah dipandang perlu untuk dasarkan baku mutu limbah cair yang ditetapkan.
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengendalian Pen- Setiap orang yang mengetahui atau menduga terjadinya pen-
cemaran Air. cemaran air berhak melaporkan kepada Gubernur Kepada Dae-
Gubernur menunjuk instansi teknis di daerah untuk melakukan rah Tingkat I atau aparat Pemerintah Daerah terdekat atau Kepala
inventarisasi kualitas dan kuantitas air untuk kepentingan pengen- Kepolisian Resort atau Aparat Kepolisian terdekat.
dalian pencemaran air. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, mene- Dalam hal pembiayaan inventarisasi kualitas dan kuantitas air
tapkan prioritas pelaksanaan inventarisasi kualitas dan kuantitas dibebankan pada anggaran daerah yang bersangkutan. Se-
air. Data kualitas dan kuantitas air disusun dan didokumentasikan dangkan biaya pencegahan, penanggulangan dan pemulihan
pada instansi teknis yang bertanggung jawab, di bidang pencemaran air akibat suatu kegiatan dibebankan kepada pe-
pengelolaan lingkungan hidup di daerah. Kemudian Gubernur nanggungjawab kegiatan yang bersangkutan.
Kepala Daerah Tingkat I mengidentifikasi sumber-sumber pence- Apabila untuk suatu jenis kegiatan belum ditentukan baku mutu
maran air. limbah cairnya, maka baku mutu limbah cair yang boleh dibuang
Ketetapan tentang baku mutu air untuk golongan air ditetapkan ke dalam air oleh kegiatan tersebut ditetapkan oleh Gubernur
sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah Kepala Daerah Tingkat I setelah berkonsultasi dengan Menteri.
ini. Metode analisa untuk setiap parameter baku mutu air dan
baku mutu limbah cair ditetapkan oleh Menteri. Apabila kualitas air
lebih rendah dari kualitas air menurut golongan yang telah ditetap-

22 23 23
Daftar Isi dalam pelaksanaannya dibantu oleh Direktur Jenderal berda-
sarkan ketentuan yang ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri. Se-
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Inventarisasi Kualitas dan Ku-
lambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku mulai ber-
antitas Air; Bab III Penggolongan; Bab IV Upaya Pengendalian;
laku, Direksi mengirimkan rencana kerja dan anggaran Per-
Bab V Perizinan; Bab VI Pengawasan dan Pemantauan; Bab VII
usahaan yang meliputi anggaran investasi dan anggaran eksplo-
Pembiayaan; Bab VIII Sanksi; Bab IX Ketentuan Peralihan; Bab X
itasi kepada Menteri untuk memperoleh pengesahannya berda-
Ketentuan Penutup.
sarkan penilaian bersama oleh Menteri dan Menteri Keuangan.
Iuran pembiayaan eksploitasi dan pemeliharaan prasarana
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
pengairan dan hasil penjualan tenaga listrik dari pembangkit listrik
Nomor 42 Tahun 1990 tentang Perusahaan Umum
tenaga air didasarkan pada asas memperoleh penghasilan yang
(Perum) "Otorita Jatiluhur"
cukup bagi Perusahaan untuk menutup biaya pengusahaan yang
ditetapkan dengan keputusan Menteri atas usul Direksi, setelah
Peraturan ini merupakan penyesuaian dari Peraturan Pe-
mendapat pertimbangan Menteri Keuangan.
merintah Nomor 20 Tahun 1970 tentang Pembentukan Peru-
Menteri melakukan pengawasan umum atas jalannya Per-
sahaan Umum "Otorita Jatiluhur" sebagaimana telah diubah de-
usahaan. Pada Perusahaan dibentuk Dewan Pengawas yang ber-
ngan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1980.
tanggung jawab kepada Menteri. Dewan Pengawas mengadakan
Perusahaan ini adalah badan usaha yang menyelenggarakan
rapat sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali dan sewaktu-wak-
usaha-usaha eksploitasi dan pemeliharaan prasarana pengairan
tu apabila diperlukan. Untuk membantu kelancaran pelaksanaan
serta mengusahakan air, sumber-sumber air, dan ketenagalistrik-
tugas Dewan Pengawas, Menteri dapat mengangkat seorang Se-
an. Perusahaan bertempat kedudukan dan berkantor pusat di Jati-
kretaris atas beban Perusahaan.
luhur. Modal Perusahaan adalah kekayaan negara yang dipisah-
Untuk tiap tahun buku oleh Direksi disusun perhitungan tahun-
kan dari APBN dan tidak terbagi atas saham-saham.
an yang terdiri dari neraca dan perhitungan laba rugi. Pembu-
Pembelanjaan untuk investasi yang dilaksanakan perusahaan
baran Perusahaan dan penunjukan likuidaturnya ditetapkan de-
dapat berasal dari dana intern perusahaan, penyertaan modal
ngan Peraturan Pemerintah. Semua kekayaan Perusahaan sete-
negara melalui APBN, pinjaman dari dalam dan/atau luar negeri,
lah diadakan likuidasi menjadi milik Negara.
serta sumber-sumber lainnya yang sah. Perusahaan dipimpin dan
dikelola oleh Direksi yang terdiri dari seorang Direktur Utama dan
sebanyak-banyaknya 4 (empat) orang Direktur sesuai dengan bi-
Daftar Isi
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Pendirian Perusahaan; Bab III
dang usahanya. Anggota Direksi diangkat dan diberhentikan oleh
Anggaran Dasar Perusahaan; Bab IV Ketentuan Peralihan; Bab V
Presiden atas usul Menteri setelah mendengar pertimbangan
Penutup.
Menteri Keuangan.
Pembinaan terhadap Perusahaan dilakukan oleh Menteri yang

24 25 25
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia kegiatan pembangunan, eksploitasi dan pemeliharaan sungai, pe-
Nomor 35 Tahun 1991 nanggulangan bahaya banjir, maupun pengamanan sungai, se-
tentang Sungai hingga dapat merasa ikut memiliki dan dengan demikian ikut me-
rasa bertanggung jawab.
Sungai sebagai sumber air sangat penting fungsinya dalam
pemenuhan kebutuhan masyarakat dan meningkatkan pemba- Daftar Isi
ngunan nasional. Sehubungan dengan hal tersebut maka dipan- Bab I Ketentuan Umum; Bab II Penguasaan Sungai; Bab III
dang perlu melakukan pengaturan mengenai sungai yang meliputi Fungsi Sungai; Bab IV Wewenang dan Tanggung Jawab Pembi-
perlindungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian. naan; Bab V Perencanaan Sungai; Bab VI Pembangunan Ba-
Peraturan Pemerintah ini merupakan pelaksanaan dari Undang- ngunan Sungai; Bab VII Eksploitasi dan Pemeliharaan Sungai dan
Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan yang direvisi ke Bangunan Sungai; Bab VIII Pengusahaan Sungai dan Bangunan
dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Da- Sungai; Bab IX Pembangunan, Pengelolaan dan Pengamanan
ya Air. Waduk; Bab X Penanggulangan Bahaya Banjir; Bab XI Penga-
Lingkup pengaturan sungai berdasarkan PP ini mencakup per- manan Sungai dan Bangunan Sungai; Bab XII Kewajiban dan La-
lindungan, pengembangan, penggunaan, dan pengendalian su- rangan; Bab XIII Pembiayaan; Bab XIV Pengawasan; Bab XV Ke-
ngai termasuk danau dan waduk. Wewenang dan tanggung jawab tentuan Pidana; Bab XVI Ketentuan Peralihan; Bab XVII Ketentu-
pembinaan sungai ada pada Pemerintah yang pelaksanaannya an Penutup.
dilakukan oleh Menteri. Wewenang dan tanggung jawab pembina-
an sungai ini juga dapat dilimpahkan kepada badan usaha milik
negara. Sepanjang belum dilimpahkan kepada badan usaha milik Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
negara, dapat dilimpahkan juga kepada Pemerintah Daerah da- Nomor 18 Tahun 1999
lam rangka tugas pembantuan sesuai dengan peraturan perun- tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dang-undangan yang berlaku. dan Beracun
Untuk mencapai keterpaduan yang menyeluruh dalam per-
lindungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian su- Dengan meningkatnya pembangunan di segala bidang, khu-
ngai, bagi tiap kesatuan wilayah sungai disusun perencana pem- susnya pembangunan di bidang industri, semakin meningkat pula
binaan sungai yang ditetapkan oleh Menteri. jumlah limbah yang dihasilkan termasuk yang berbahaya dan be-
Selain sungai merupakan salah satu sumber daya air, juga me- racun yang dapat membahayakan lingkungan hidup dan kesehat-
miliki potensi yang lain yaitu sebagai sumber bahan galian khu- an manusia. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 23
susnya bahan galian berupa pasir dan batu. Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka perlu
Dalam rangka menumbuhkan peran serta masyarakat dalam dilakukan penyesuaian terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 19
pembangunan nasional, maka masyarakat diikutsertakan dalam Tahun 1994 jo Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1995 ten-

26 27 27
tang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk mencegah dan me-
Daftar Isi
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Identifikasi Limbah B3; Bab III
nanggulangi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
Pelaku Pengelolaan: Bagian Pertama : Penghasil, Bagian Kedua :
yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan
Pengumpul, Bagian Ketiga: Pengangkut, Bagian Keempat : Pe-
kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai fung-
manfaat, Bagian Kelima : Pengolah, Bagian Keenam : Penimbun;
sinya kembali.
Bab IV Kegiatan Pengelolaan : Bagian Pertama : Reduksi Limbah
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang
B3, Bagian Kedua : Pengemasan, Bagian Ketiga : Penyimpanan,
menggunakan bahan berbahaya dan beracun dan/atau mengha-
Bagian Keempat : Pengumpulan, Bagian Kelima : Pengangkutan,
silkan limbah B3 wajib melakukan reduksi limbah B3, mengolah
Bagian Keenam : Pemanfaatan, Bagian Ketujuh : Pengolahan,
limbah B3 dan/atau menimbun limbah B3. Untuk pengumpul,
Bagian Kedelapan : Penimbunan; Bab V Tata Laksana : Bagian
pengangkut, pemanfaat, pengolah, dan penimbun limbah B3 dila-
Pertama : Perizinan, Bagian Kedua : Pengawasan, Bagian Ketiga:
kukan oleh badan usaha yang melakukan kegiatan-kegiatan ter-
Perpindahan Lintas Batas, Bagian Keempat : Informasi dan Pe-
sebut.
laporan, Bagian Kelima : Penanggulangan dan Pemulihan, Bagian
Setiap badan usaha yang melakukan kegiatan penyimpanan,
Keenam : Pengawasan Penanggulangan Kecelakaan, Bagian Ke-
pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan/atau penimbunan
tujuh : Pembiayaan; Bab VI Sanksi; Bab VII Ketentuan Peralihan;
limbah B3 wajib memiliki izin operasi dari kepala instansi yang
Bab VIII Ketentuan Penutup.
bertanggung jawab. Pengawasan pengelolaan limbah B3 dilaku-
kan oleh Menteri dan pelaksanaannya diserahkan kepada instan-
si yang bertanggung jawab. Penghasil, pengumpul, pemanfaat,
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
pengangkut, pengolah dan penimbun limbah B3 bertanggung ja-
Nomor 27 Tahun 1999
wab atas penanggulangan kecelakaan dan pencemaran lingkun-
tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
gan hidup akibat lepas atau tumpahnya limbah B3 yang menjadi
tanggung jawabnya.
Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun
Pelaksanaan pengawasan penanggulangan kecelakaan di
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup perlu dilakukan
daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II untuk skala
penyesuaian terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun
yang bisa ditanggulangi oleh kegiatan penghasil dan/atau pe-
1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
ngumpul dan/atau pengangkut dan/atau pengolah dan/atau
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (selanjutnya di-
penimbun. Dalam hal pembiayaan, segala biaya untuk memper-
singkat AMDAL) merupakan bagian kegiatan studi kelayakan ren-
oleh izin dan rekomendasi pengelolaan limbah B3 dibebankan ke-
cana usaha dan/atau kegiatan. Jenis usaha dan/atau kegiatan
pada pemohon izin.
yang wajib memiliki AMDAL ditetapkan oleh Menteri setelah men-
dengar dan memperhatikan saran dan pendapat Menteri lain dan/

28 29 29
atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang ter- ngenai Dampak Lingkungan Hidup; Bab III Tata Laksana; Bab IV
kait. Pembinaan; Bab V Pengawasan; Bab VI Keterbukaan Informasi
Untuk menilai kerangka acuan, AMDAL, rencana pengelolaan dan Peran Masyarakat; Bab VII Pembiayaan; Bab VIII Ketentuan
lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup ma- Peralihan; Bab IX Ketentuan Penutup.
ka dibentuk Komisi Penilai. Komisi Penilai dibentuk oleh Menteri
di tingkat pusat, sedangkan di tingkat daerah dibentuk oleh Gu-
bernur. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Kerangka acuan sebagai dasar pembuatan AMDAL disusun Nomor 41 Tahun 1999
oleh pemrakarsa. Pemrakarsa menyusun AMDAL, rencana pe- tentang Pengendalian Pencemaran Udara
ngelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan
hidup berdasarkan kerangka acuan yang telah mendapatkan ke- Ketentuan ini merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor
putusan dari instansi yang bertanggung jawab. Untuk penyusunan 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
AMDAL bagi usaha dan/atau kegiatan ekonomi lemah dibantu Pe- Pengendalian pencemaran udara meliputi pengendalian dari
merintah dan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri setelah memper- usaha dan/atau kegiatan sumber bergerak, sumber bergerak spe-
hatikan saran dan pendapat instansi yang membidangi usaha sifik, sumber tidak bergerak, dan sumber tidak bergerak spesifik
dan/atau kegiatan yang bersangkutan. yang dilakukan dengan upaya pengendalian sumber emisi
Setiap usaha dan/atau kegiatan wajib diumumkan terlebih da- dan/atau sumber gangguan yang bertujuan untuk mencegah tu-
hulu kepada masyarakat sebelum pemrakarsa menyusun runnya mutu udara ambien.
AMDAL. Warga masyarakat yang berkepentingan wajib dilibatkan Perlindungan mutu udara ambien didasarkan pada baku mutu
dalam proses penyusunan kerangka acuan, penilaian kerangka udara ambien, status mutu udara ambien, baku mutu emisi, am-
acuan, AMDAL, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan ren- bang batas emisi gas buang, baku tingkat gangguan, ambang ba-
cana pemantauan lingkungan hidup. tas kebisingan dan Indeks Standar Pencemar Udara.
Dalam hal pembiayaan, untuk pelaksanaan kegiatan komisi pe- Pengendalian pencemaran udara meliputi pencegahan dan pe-
nilai dan tim teknis AMDAL di tingkat pusat dibebankan pada ang- nanggulangan pencemaran, serta pemulihan mutu udara dengan
garan instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan se- melakukan inventarisasi mutu udara ambien, pencegahan sumber
dangkan di tingkat daerah dibebankan pada anggaran instansi yang pencemar, baik dari sumber bergerak maupun sumber tidak ber-
ditugasi mengendalikan dampak lingkungan daerah tingkat I. gerak termasuk sumber gangguan serta penanggulangan keada-
an darurat.
Daftar Isi Menteri melakukan pengawasan terhadap penataan penang-
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Komisi Penilai Analisis Me- gung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dapat menyebabkan
terjadinya pencemaran udara. Dalam hal wewenang pengawasan
diserahkan kepada Pemerintah Daerah, Gubernur/Bupati/Waliko-

30 31 31
tamadya Kepala Daerah Tingkat II dapat melakukan pengawasan Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Ber-
terhadap penataan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan bahaya dan Beracun.
yang membuang emisi dan/atau gangguan. Pasal I mengubah ketentuan Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8
Segala biaya yang timbul sebagai akibat dari upaya pengenda- Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
lian pencemaran udara dan/atau gangguan dari sumber tidak ber- Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
gerak yang dilakukan oleh penanggung jawab usaha dan/atau ke-
giatan dibebankan kepada penanggung jawab usaha dan/atau ke- Pasal 6 :
giatan yang bersangkutan. Setiap orang atau penanggung jawab Limbah B3 dapat diidentifikasi menurut sumber dan/atau uji
usaha dan/atau kegiatan yang mengakibatkan terjadinya pence- karakteristik dan/atau uji toksikologi.
maran udara wajib menanggung biaya penanggulangan pence- Pasal 7 :
maran udara serta biaya pemulihannya. (1)Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi limbah B3 dari
sumber tidak spesifik, limbah B3 dari sumber spesifik, limbah B3
Daftar Isi dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Perlindungan Mutu Udara; Bab buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
III Pengendalian Pencemaran Udara; Bab IV Pengawasan; Bab V (2)Perincian dari masing-masing jenis sebagaimana dimaksud
Pembiayaan; Bab VI Ganti Rugi; Bab VII Sanksi; Bab VIII pada ayat (1) seperti tercantum dalam Lampiran I Peraturan
Ketentuan Peralihan; Bab IX Ketentuan Penutup. Pemerintah ini.
(3)Uji karakterisitik limbah B3 meliputi mudah meledak, mudah
terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, dan
20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia bersifat korosif.
Nomor 85 Tahun 1999 (4)Pengujian toksikologi untuk menentukan sifat akut dan/atau
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah kronik.
Nomor 18 Tahun 1999 Daftar limbah dengan kode limbah D220, D221, D222, dan
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya D223 dapat dinyatakan limbah B3 setelah dilakukan uji karakteris-
dan Beracun tik dan/atau uji toksikologi.

Untuk mengenali limbah yang dihasilkan secara dini diperlukan Pasal 8 :


identifikasi berdasarkan uji toksikologi dengan penentuan nilai (1)Limbah yang dihasilkan dari kegiatan yang tidak termasuk da-
akut dan/atau kronik untuk menentukan limbah yang dihasilkan lam Lampiran I, Tabel 2 Peraturan Pemerintah ini, apabila ter-
termasuk sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun. Se- bukti memenuhi Pasal 7 ayat (3) dan/atau ayat (4) maka lim-
hubungan dengan hal tersebut, maka dipandang perlu mengubah bah tersebut merupakan limbah B3.
dan menyempurnakan beberapa ketentuan Peraturan Pemerintah

32 33 33
(2)Limbah B3 dari kegiatan yang tercantum dalam Lampiran I, 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-Un-
Tabel 2 Peraturan Pemerintah ini dapat dikeluarkan dari daf- dang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Pe-
tar tersebut oleh instansi yang bertanggung jawab, apabila da- nyelesaian Sengketa.
pat dibuktikan secara ilmiah bahwa limbah tersebut bukan lim- Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan
bah B3 berdasarkan prosedur yang ditetapkan oleh instansi merupakan pilihan para pihak dan bersifat sukarela. Para pihak
yang bertanggung jawab setelah berkoordinasi dengan ins- yang telah memilih upaya penyelesaian sengketa lingkungan hi-
tansi teknis, lembaga penelitian terkait dan penghasil limbah. dup di luar pengadilan, maka gugatan yang disampaikan melalui
(3)Pembuktian secara ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinya-
(2) dilakukan berdasarkan uji karakteristik limbah B3, uji toksi- takan tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak
kologi, dan/atau hasil studi yang menyimpulkan bahwa limbah yang bersengketa atau salah satu atau para pihak yang berseng-
yang dihasilkan tidak menimbulkan pencemaran dan ganggu- keta menarik diri dari perundingan.
an kesehatan terhadap manusia dan makhluk hidup lainnya. Untuk lembaga penyedia jasa dapat dibentuk oleh Pemerintah
(4)Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau masyarakat. Lembaga penyedia jasa yang dibentuk oleh
dan ayat (3) akan ditetapkan oleh instansi yang bertanggung Pemerintah Pusat ditetapkan oleh Menteri dan berkedudukan di
jawab setelah berkoordinasi dengan instansi teknis dan lem- instansi yang bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak
baga penelitian terkait. lingkungan. Sedangkan yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah
ditetapkan Gubernur/Bupati/Walikota dan berkedudukan di instan-
Pasal II : si yang bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak ling-
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar kungan di daerahnya. Pendirian penyedia jasa yang dibentuk oleh
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Per- masyarakat dibuat dengan Akta Notaris.
aturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Orang-orang yang menjalankan fungsi sebagai arbiter atau me-
Negara Republik Indonesia. diator atau pihak ketiga lainnya terikat pada kode etik profesi yang
penilaian dan pengembangannya dilakukan oleh asosiasi profesi
yang bersangkutan. Kesepakatan yang dicapai melalui proses pe-
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nyelesaian sengketa dengan menggunakan mediator atau pihak
Nomor 54 Tahun 2000 ketiga lainnya wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis di
tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan atas kertas bermaterai.
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Mengenai biaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup me-
di Luar Pengadilan lalui arbiter tunduk pada ketentuan arbitrase. Biaya untuk media-
tor atau pihak ketiga lainnya dibebankan atas kesediaan dari sa-
Peraturan Pemerintah ini ditetapkan sebagai pelaksana lah satu pihak atau para pihak yang bersengketa atau sumber-
ketentuan Pasal 33 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun sumber dana lainnya yang bersifat tidak mengikat. Segala biaya

34 35 35
kesekretariatan yang diperlukan dibebankan kepada Pemerintah merintah daerah dapat juga mencari sumber-sumber pembiayaan
Pusat maupun Pemerintah Daerah pada anggaran belanja instan- lain melalui kerjasama dengan pihak lain dengan prinsip saling
si yang bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak ling- menguntungkan.
kungan di pusat ataupun daerah yang bersangkutan. Tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBD
tidak dapat dilakukan sebelum ditetapkan dalam Perda tentang
Daftar Isi APBD dan ditempatkan dalam Lembaran Daerah. Untuk setiap
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Kelembagaan; Bab III Per- pengeluaran atas beban APBD diterbitkan Surat Keputusan Oto-
syaratan Penunjukan Pihak Ketiga Netral; Bab IV Tata Cara Pe- risasi atau surat keputusan lainnya yang disamakan dengan itu
nyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Melalui Lembaga Pe- oleh pejabat yang berwenang.
nyedia Jasa; Bab V Pembiayaan Lembaga Penyedia Jasa; Bab VI Untuk setiap akhir tahun anggaran Pemerintah Daerah wajib
Ketentuan Penutup. membuat perhitungan APBD yang memuat perbandingan antara
realisasi pelaksanaan APBD dibandingkan dengan APBD. Pe-
merintah Daerah juga menyampaikan laporan triwulan pelaksa-
naan APBD kepada DPRD. Pemeriksaan atas pelaksanaan, pe-
22. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia ngelolaan, dan pertanggungjawaban keuangan daerah dilakukan
Nomor 105 Tahun 2000 sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban
Keuangan Daerah Daftar Isi
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Pengelolaan Keuangan Daerah;
Pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib, taat pa- Bab III Penyusunan dan Penetapan APBD; Bab IV Pelaksanaan
da peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, APBD; Bab V Perhitungan APBD; Bab VI Pertanggungjawaban
transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas Keuangan Daerah; Bab VII Pengawasan Pengelolaan Keuangan
keadilan dan kepatutan. APBD merupakan dasar pengelolaan ke- Daerah; Bab VIII Pemeriksaan Keuangan Daerah; Bab IX Ke-
uangan daerah dalam tahun anggaran tertentu. Struktur APBD rugian Keuangan Daerah; Bab X Ketentuan Penutup.
merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan daerah,
belanja daerah dan pembiayaan.
Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran harus di-
dukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam
jumlah yang cukup. Semua transaksi keuangan daerah baik pe-
nerimaan daerah maupun pengeluaran daerah dilaksanakan me-
lalui kas daerah. Apabila diperkirakan pendapatan daerah lebih
kecil dari rencana belanja, daerah dapat melakukan pinjaman. Pe-

36 37 37
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Menteri yang bertanggung jawab di bidang kehutanan mengko-
Nomor 4 Tahun 2001 ordinasikan pemadaman kebakaran hutan dan/atau lahan lintas
tentang Pengendalian Kerusakan dan/atau propinsi dan/atau lintas batas negara. Gubernur bertanggung ja-
Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan wab terhadap pengendalian kerusakan dan/atau pencemaran
dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan
dan/atau lahan yang dampaknya lintas Kabupaten/Kota.
Peraturan Pemerintah ini merupakan pelaksanaan dari keten- Pelaksanaan pengawasan atas pengendalian kerusakan
tuan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 dan/atau pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. kebakaran hutan dan/atau lahan dilakukan secara periodik untuk
Di dalam pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hi- mencegah kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup dan
dup secara tegas dikemukakan dalam Tap MPR No.IV/MPR/1999 secara intensif untuk menanggulangi dampak dan pemulihan ling-
tentang GBHN, bahwa pemanfaatan potensi sumber daya alam kungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau
dan lingkungan hidup harus disertai dengan tindakan konservasi, lahan.
rehabilitasi, dan penghematan penggunaan dengan menerapkan Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pe-
teknologi ramah lingkungan. Penerapan kebijakan ini diharapkan ngendalian kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup
dapat memperkecil dampak yang akan merugikan lingkungan yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan sesuai
hidup dan keberlanjutan pembangunan itu sendiri. dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Ruang lingkup Peraturan Pemerintah ini meliputi upaya pence- Dalam hal pembiayaan untuk melakukan kegiatan tersebut
gahan, penanggulangan, dan pemulihan serta pengawasan ter- diatas dibebankan pada APBN, APBD dan sumber dana lainnya
hadap pengendalian kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan.
Gubernur/Bupati/Walikota menetapkan kriteria baku kerusakan Daftar Isi
lingkungan hidup daerah. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup Bab I Ketentuan Umum; Bab II Kriteria Baku Kerusakan Ling-
daerah ditetapkan dengan ketentuan sama atau lebih ketat daripada kungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan/atau
ketentuan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup nasional. Lahan; Bab III Baku Mutu Pencemaran Lingkungan Hidup; Bab IV
Setiap orang dilarang melakukan kegiatan pembakaran hutan Tata Laksana Pengendalian; Bab V Wewenang Pengendalian Ke-
dan/atau lahan juga berkewajiban mencegah terjadinya kerusak- rusakan dan/atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan
an dan/atau pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan de- dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan; Bab VI Pengawasan;
ngan kebakaran hutan dan/atau lahan. Setiap orang yang meng- Bab VII Pelaporan; Bab VIII Peningkatan Kesadaran Masyarakat;
akibatkan terjadinya kebakaran hutan dan/atau lahan wajib mela- Bab IX Keterbukaan Informasi dan Peran Masyarakat; Bab X
kukan pemulihan dampak lingkungan hidup.

38 39 39
Pembiayaan; Bab XI Sanksi Administrasi; Bab XII Ganti Kerugian; edaran B3 wajib menyertakan Lembar Data Keselamatan Bahan
Bab XIII Ketentuan Pidana; Bab XIV Ketentuan Peralihan; Bab XV (Material Safety Data Sheet).
Ketentuan Penutup. Dalam rangka pengelolaan B3 dibentuk Komisi B3 yang mempu-
nyai tugas untuk memberikan saran dan/atau pertimbangan kepada
Pemerintah. Komisi B3 terdiri dari wakil instansi yang berwenang,
wakil instansi yang bertanggung jawab, wakil instansi yang terkait,
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia wakil perguruan tinggi, organisasi lingkungan, dan asosiasi.
Nomor 74 Tahun 2001 Wewenang pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan B3
tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab dan instansi yang
dan Beracun berwenang sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.
Dalam hal tertentu wewenang tersebut dapat diserahkan menjadi
Sebagai tindak lanjut dari Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang urusan daerah Propinsi/Kabupaten/Kota.
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3 wajib
maka ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Ba- menyampaikan laporan tertulis tentang pengelolaan B3 secara
han Berbahaya dan Beracun (B3). berkala sekurang-kurangnya setiap 6 (enam) bulan kepada ins-
Pengelolaan B3 bertujuan untuk mencegah dan/atau mengu- tansi yang bertanggung jawab dan instansi yang berwenang di bi-
rangi risiko dampak B3 terhadap lingkungan hidup, kesehatan dang tugas masing-masing dengan tembusan kepada Guber-
manusia dan makhluk hidup lainnya. nur/Bupati/Walikota.
B3 dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu B3 yang dapat diper- Masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi tentang upa-
gunakan, B3 yang dilarang dipergunakan, dan B3 yang terbatas ya pengendalian dampak lingkungan hidup akibat kegiatan penge-
dipergunakan. lolaan B3.
Setiap B3 wajib diregistrasikan oleh penghasil dan/atau
pengimpor. Tata cara registrasi dan sistem registrasi nasional B3 Daftar Isi
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Instansi yang bertanggung Bab I Ketentuan Umum; Bab II Klasifikasi B3; Bab III Tata Lak-
jawab. Setiap orang yang melakukan kegiatan ekspor B3 yang sana dan Pengelolaan B3; Bab IV Komisi B3; Bab V Keselamatan
terbatas dipergunakan, wajib menyampaikan notifikasi ke otoritas dan Kesehatan Kerja; Bab VI Penanggulangan Kecelakaan dan
negara tujuan ekspor, otoritas negara transit dan instansi yang Keadaan Darurat; Bab VII Pengawasan dan Pelaporan; Bab VIII
bertanggung jawab. Sedangkan yang melakukan kegiatan impor Peningkatan Kesadaran Masyarakat; Bab IX Keterbukaan In-
B3 wajib mengikuti prosedur notifikasi. formasi dan Peran Masyarakat; Bab X Pembiayaan; Bab XI Sank-
Setiap orang yang memproduksi B3 wajib membuat Lembar si Administrasi; Bab XII Ganti Kerugian; Bab XIII Ketentuan Pi-
Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet). Dan seti- dana; Bab XIV Ketentuan Peralihan; Bab XV Ketentuan Penutup.
ap penanggung jawab pengangkutan, penyimpanan, dan peng-

40 41 41
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia ngan Perda Kab/Kota. Setiap usaha dan/atau kegiatan wajib
Nomor 82 Tahun 2001 membuat rencana penanggulangan pencemaran air pada
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan keadaan darurat dan/atau keadaan yang tidak terduga lainnya.
Pengendalian Pencemaran Air
Daftar Isi
Peraturan ini merupakan pelaksanaan ketentuan dari Pasal 14 Bab I Ketentuan Umum; Bab II Pengelolaan Kualitas Air; Bab III
ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Penge- Pengendalian Pencemaran Air; Bab IV Pelaporan; Bab V Hak dan
lolaan Lingkungan Hidup. Kewajiban; Bab VI Persyaratan Pemanfaatan dan Pembuangan
Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air di- Air Limbah; Bab VII Pembinaan dan Pengawasan; Bab VIII
selenggarakan secara terpadu dengan pendekatan ekosistem. Sanksi; Bab IX Ketentuan Peralihan; Bab X Ketentuan Penutup.
Hal tersebut dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Upaya pengelolaan kualitas air
dilakukan pada :
1. Sumber air yang terdapat di dalam hutan lindung; 26. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
2. Mata air yang terdapat di luar hutan lindung; dan Nomor 27 Tahun 2002
3. Akuifer air tanah dalam. tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif
Pemerintah melakukan pengelolaan kualitas air lintas propinsi
dan/atau lintas batas negara. Pemerintah Propinsi mengkoordina- Peraturan Pemerintah ini sebagai pelaksana dari ketentuan
sikan pengelolaan kualitas air lintas Kab/Kota. Sedangkan Peme- Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang
rintah Kab/Kota melakukan pengelolaan kualitas air di Kab/Kota. Ketenaganukliran. Peraturan ini mengatur klasifikasi limbah
Pemerintah dapat menentukan baku mutu air yang lebih ketat radioaktif, manajemen perizinan, pengolahan, pengangkutan, dan
dan/atau penambahan parameter pada air yang lintas Propinsi penyimpanan limbah radioaktif, program jaminan kualitas, pe-
dan/atau lintas batas negara, serta sumber air yang pengelolaan- ngelolaan dan pemantauan lingkungan, pengolahan limbah
nya di bawah kewenangan Pemerintah. radioaktif tambang bahan galian nuklir dan tambang lainnya, pro-
Baku mutu air limbah nasional ditetapkan dengan Keputusan gram dekomisioning, serta penanggulangan kecelakaan nuklir
Menteri dengan tetap memperhatikan saran masukan dari instan- dan/atau radiasi.
si terkait. Baku mutu air limbah daerah ditetapkan dengan Per- Pengelolaan limbah radioaktif bertujuan untuk melindungi
aturan Daerah Propinsi. keselamatan dan kesehatan pekerja, anggota masyarakat, dan
Setiap orang yang membuang air limbah ke prasarana lingkungan hidup dari bahaya radiasi dan/atau kontaminasi.
dan/atau sarana pengelolaan air limbah yang disediakan oleh Pe- Limbah radioaktif diklasifikasikan dalam jenis limbah radioaktif
merintah Kab/Kota dapat dikenakan retribusi yang ditetapkan de-

42 43 43
tingkat rendah, tingkat sedang, dan tingkat tinggi. Kecelakaan Nuklir dan/atau Radiasi; Bab XI Sanksi Administratif;
Setiap orang atau badan yang akan melakukan pemanfaatan Bab XII Ketentuan Pidana; Bab XIV Ketentuan Penutup.
tenaga nuklir wajib menyatakan kepada Badan Pengawas bahwa
limbah radioaktif akan dikembalikan ke negara asal atau dise-
rahkan kepada Badan Pelaksana untuk dikelola. Pengolahan lim-
bah radioaktif tingkat rendah dan tingkat sedang dapat dilakukan 27. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
sendiri oleh penghasil limbah radioaktif. Nomor 45 Tahun 2002
Pengelola limbah radioaktif sebelum melaksanakan pengelo- tentang Penambahan Penyertaan Modal
laan limbah radioaktif harus membuat program jaminan kualitas Pemerintah Republik Indonesia Dalam
untuk kegiatan desain, pembangunan, pengoperasian dan per- Modal Perum Jasa Tirta I
awatan, dekomisioning instalasi, serta pengelolaan limbah
radioaktif. Pengelola limbah radioaktif harus melakukan pe- Pemerintah melakukan penambahan penyertaan modal ke da-
mantauan tingkat radiasi dan radioaktivitas lingkungan di sekitar lam modal Perusahaan Umum (PERUM) Jasa Tirta I, yang didi-
instalasi. rikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 1999
Badan Pelaksana atau badan yang melakukan penambangan tentang Perum Jasa Tirta I. Penambahan penyertaan modal terse-
bahan galian nuklir wajib melakukan pengumpulan, pengelom- but berasal dari kekayaan Negara.
pokkan, atau pengolahan dan penyimpanan sementara limbah Pelaksanaan penambahan penyertaan modal Negara ke dalam
radioaktif. Sebelum melaksanakan dekomisioning instalasi pengo- Perum Jasa Tirta I dilakukan menurut ketentuan Peraturan Pe-
lahan limbah radioaktif, setiap pengolah limbah radioaktif wajib merintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum
menyampaikan dokumen program dekomisioning kepada Badan (PERUM), Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2001 tentang
Pengawas. Penghasil, pengolah, dan pengelola limbah radioaktif Pengalihan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Ke-
harus melakukan upaya pencegahan terjadinya kecelakaan nuklir uangan Pada Perusahaan Perseroan (PERSERO), Perusahaan
dan/atau radiasi. Umum (PERUM) dan Perusahaan Jawatan (PERJAN) Kepada
Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan peraturan
Daftar Isi perundang-undangan lainnya yang berlaku.
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Ruang Lingkup, Asas dan Tu-
juan; Bab III Klasifikasi Limbah Radioaktif; Bab IV Manajemen Daftar Isi
Perizinan; Bab V Pengolahan, Pengangkutan dan Penyimpanan Bab I Penambahan Penyertaan Modal; Bab II Pelaksanaan
Limbah Radioaktif; Bab VI Program Jaminan Kualitas; Bab VII Penambahan Penyertaan Modal; Bab III Ketentuan Penutup.
Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan; Bab VIII Pengolahan
Limbah Radioaktif Tambang Bahan Galian Nuklir dan Tambang
Lainnya; Bab IX Program Dekomisioning; Bab X Penanggulangan

44 45 45
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia struktural yang dibentuk oleh, berada di bawah dan bertanggung
Nomor 16 Tahun 2005 jawab kepada Menteri. Keanggotaan BPP SPAM terdiri atas unsur
tentang Pengembangan Sistem Pemerintah, unsur penyelenggara dan unsur masyarakat.
Penyediaan Air Minum Dalam hal pembiayaan pengembangan SPAM meliputi pem-
biayaan untuk membangun, memperluas serta meningkatkan sis-
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 40 Undang-undang No- tem fisik (teknik) dan sistem non-fisik dapat berasal dari Peme-
mor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air maka ditetapkan Per- rintah dan/atau Pemerintah Daerah, BUMN/BUMD, koperasi, ba-
aturan Pemerintah tentang Pengembangan Sistem Penyediaan dan usaha swasta, dana masyarakat dan/atau sumber dana lain
Air Minum. Pengaturan pengembangan Sistem Penyediaan Air yang sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.
Minum (selanjutnya disingkat SPAM) diselenggarakan secara ter- Koperasi, badan usaha swasta dan/atau masyarakat dapat me-
padu dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi yang nyelenggarakan SPAM untuk memenuhi kebutuhan sendiri berda-
berkaitan dengan air minum. Dalam penyelenggaraan pengem- sarkan izin dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
bangan SPAM dan/atau prasarana dan sarana sanitasi, Masyarakat yang dirugikan berhak mengajukan gugatan per-
Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama antar daerah. wakilan ke pengadilan. Begitu pula dengan organisasi yang berge-
Kebijakan dan strategi nasional pengembangan SPAM disusun rak pada bidang sumber daya air berhak mengajukan gugatan ter-
dan ditetapkan oleh Pemerintah setiap 5 tahun sekali melalui kon- hadap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan yang
sultasi publik. Rencana induk pengembangan SPAM yang cakup- menyebabkan kerusakan pada prasarana dan sarana penyediaan
an wilayah layanannya bersifat lintas Kabupaten/Kota ditetapkan air minum.
oleh Pemerintah Provinsi setelah berkoordinasi dengan daerah
Kabupaten/Kota terkait. Jika bersifat lintas provinsi, maka ditetap- Daftar Isi
kan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri terkait, Bab I Ketentuan Umum; Bab II Sistem Penyediaan Air Minum;
pemerintah provinsi, dan/atau kabupaten/kota. Bab III Perlindungan Air Baku; Bab IV Penyelenggaraan; Bab V
Penyelenggaraan pengembangan SPAM dilakukan oleh Wewenang dan Tanggung Jawab; Bab VI Badan Pendukung Pe-
BUMN atau BUMD yang dibentuk secara khusus untuk pe- ngembangan SPAM; Bab VII Pembiayaan dan Tarif; Bab VIII Tu-
ngembangan SPAM. Apabila BUMN/BUMD tidak dapat mening- gas, Tanggung Jawab, Peran, Hak, dan Kewajiban; Bab IX Pem-
katkan kuantitas dan kualitas pelayanan SPAM di wilayah pela- binaan dan Pengawasan; Bab X Gugatan Masyarakat dan Orga-
yanannya, maka atas persetujuan dewan pengawas/komisaris da- nisasi; Bab XI Sanksi Administratif; Bab XII Ketentuan Peralihan;
pat mengikutsertakan koperasi, badan usaha swasta, dan/atau Bab XIII Ketentuan Penutup.
masyarakat.
Untuk mencapai tujuan pengaturan pengembangan SPAM di-
bentuklah suatu badan yang disebut Badan Pendukung Pengem-
bangan SPAM (BPP SPAM). BPP SPAM merupakan badan non-

46 47 47
29. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia kewenangannya. BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat
Nomor 23 Tahun 2005 sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan.
tentang Pengelolaan Keuangan BLU menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan
Badan Layanan Umum mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian Negara/Lemba-
ga (Renstra KL) atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 69 ayat (7) Undang-Un- Daerah (RPJMD).
dang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, ma- Pola BLU tersedia untuk diterapkan oleh setiap instansi peme-
ka perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan rintah yang secara fungsional menyelenggarakan kegiatan yang
Keuangan Badan Layanan Umum. bersifat operasional. Dengan demikian, BLU diharapkan tidak
Badan Layanan Umum (BLU) bertujuan untuk meningkatkan sekedar sebagai format baru dalam pengelolaan APBN/APBD,
pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kese- tetapi BLU diharapkan untuk menyuburkan pewadahan baru bagi
jahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi mening-
memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasar- katkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
kan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek
bisnis yang sehat. Daftar Isi
BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara lemba- Bab I Ketentuan Umum; Bab II Tujuan dan Asas; Bab III Per-
ga/pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum syaratan, Penetapan, dan Pencabutan; Bab IV Standar dan Tarif
yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelega- Layanan; Bab V Pengelolaan Keuangan BLU; Bab VI Tata Kelola;
sikan oleh instansi yang bersangkutan. Bab VII Ketentuan Lain; Bab VIII Ketentuan Peralihan; Bab IX Ke-
Di lingkungan pemerintahan di Indonesia, terdapat banyak tentuan Penutup.
satuan kegiatan yang berpotensi untuk dikelola lebih efektif
melalui pola Badan Layanan Umum. Dengan pola pengelolaan
keuangan BLU, fleksibilitas diberikan dalam rangka pelaksanaan
anggaran termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja, pen- 30. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
gelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa. Nomor 54 Tahun 2005
Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola tentang Pinjaman Daerah
keuangan dengan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum (PPK-BLU) apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis, Pinjaman Daerah merupakan alternatif sumber pembiayaan
dan administratif. Instansi pemerintah yang menerapkan PPK-BLU Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan/atau untuk menu-
menggunakan standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh tup kekurangan kas yang digunakan untuk membiayai kegiatan
Menteri/Pimpinan lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan yang merupakan inisiatif dan kewenangan Daerah berdasarkan
peraturan perundang-undangan.

48 49 49
Pemerintah Daerah dilarang melakukan pinjaman langsung ke- Selain Pemerintah; Bab VII Obligasi Daerah; Bab VIII Pembayaran
pada pihak luar negeri. Pemerintah Daerah dapat melakukan pin- Kembali Pinjaman Daerah; Bab IX Pelaporan dan Sanksi Pinjaman
jaman jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Se- Daerah; Bab X Ketentuan Peralihan; Bab XI Ketentuan Peralihan.
lain itu dapat melakukan pinjaman daerah yang bersumber dari
Pemerintah dan Pemerintah Daerah lainnya sepanjang tidak me-
lampaui batas kumulatif pinjaman Pemerintah dan Pemerintah
Daerah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Semua penerimaan dan kewajiban dalam rangka Pinjaman Nomor 55 Tahun 2005
Daerah dicantumkan dalam APBD dan dibukukan sesuai dengan tentang Dana Perimbangan
Standar Akuntansi Pemerintah. Setiap perjanjian pinjaman yang
dilakukan oleh Daerah merupakan dokumen publik dan diumum- Ketentuan ini merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang
kan dalam Lembaran Daerah. Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Dalam hal Daerah tidak memenuhi kewajiban membayar pin- Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta Undang-Undang
jamannya kepada Pemerintah, maka akan diperhitungkan dengan Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang kini telah
DAU dan/atau Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Negara yang disempurnakan menjadi Peraturan Pemerintah Pengganti Un-
menjadi hak Daerah tersebut. Dalam pelaksanaannya, besaran dang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Un-
Pinjaman Daerah perlu disesuaikan dengan kemampuan Daerah dang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
karena dapat menimbulkan beban APBD tahun-tahun berikutnya, Dana Perimbangan bertujuan untuk menciptakan keseimbang-
sehingga perlu didukung dengan ketrampilan perangkat Daerah an keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan antara Pe-
dalam mengelola Pinjaman Daerah. merintah Daerah. Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil
Peraturan Pemerintah ini bertujuan untuk mengatur lebih lanjut (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus
hal-hal yang menyangkut Pinjaman Daerah, dengan meng- (DAK). DBH bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Se-
antisipasi kebutuhan masa depan serta dengan mempertimbang- dangkan DAU dialokasikan untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota.
kan perlunya mempertahankan kondisi kesehatan dan kesinam- Untuk besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN. DAK
bungan perekonomian nasional. dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan
khusus yang merupakan bagian dari program yang menjadi priori-
Daftar Isi tas nasional.
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Prinsip Umum Pinjaman Daerah; DAU suatu daerah dialokasikan berdasarkan formula yang ter-
Bab III Batas Pinjaman Daerah; Bab IV Persyaratan Umum Pinjaman diri atas celah fiskal dan alokasi dasar. Data yang digunakan da-
Daerah; Bab V Prosedur Pinjaman Daerah Yang Bersumber Dari lam penghitungan DAU diperoleh dari lembaga statistik Peme-
Pemerintah; Bab VI Prosedur Pinjaman Daerah Yang Bersumber Dari rintah dan/atau lembaga Pemerintah yang berwenang menerbit-

50 51 51
kan data yang dapat dipertanggungjawabkan. DAU suatu daerah nerimaan hibah bersifat sebagai bantuan yang tidak mengikat,
otonom baru dialokasikan setelah undang-undang pembentukan dan harus digunakan sesuai dengan persyaratan didalam NPHD
disahkan. (Naskah Perjanjian Hibah Daerah) dan/atau NPPH (Naskah Per-
Pengawasan atas pelaksanaan Dana Perimbangan sesuai janjian Penerusan Hibah).
dengan peraturan perundang-undangan. Sejak berlakunya per- Hibah digunakan untuk menunjang peningkatan fungsi peme-
aturan pemerintah ini sampai dengan Tahun Anggaran 2007 jum- rintahan dan layanan dasar umum, serta pemberdayaan aparatur
lah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 25 % dari Daerah. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyaluran hi-
Pendapatan Dalam Negeri Netto yang ditetapkan dalam APBN. bah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Daftar Isi Daftar Isi


Bab I Ketentuan Umum; Bab II Dana Bagi Hasil; Bab III Dana Bab I Ketentuan Umum; Bab II Pemberian Hibah; Bab III Pene-
Alokasi Umum; Bab IV Dana Alokasi Khusus; Bab V Pengawasan; rimaan Hibah; Bab IV Penggunaan Hibah : Bagian Kesatu Tujuan
Bab VI Ketentuan Peralihan; Bab VII Ketentuan Penutup. Hibah, Bagian Kedua Pengelolaan Hibah, Bagian Ketiga Pertang-
gungjawaban Dan Pelaporan Hibah; Bab V Ketentuan Peralihan;
Bab VI Ketentuan Penutup.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Nomor 57 Tahun 2005
tentang Hibah Kepada Daerah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 65 Tahun 2005
Prinsip kebijakan perimbangan keuangan antara Pemerintah tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan
dan Pemerintahan Daerah merupakan suatu sistem yang menye- Standar Pelayanan Minimal
luruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan asas Desen-
tralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan.Sumber penda- Peraturan ini adalah sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal
naan penyelenggaraan asas Desentralisasi di daerah terdiri atas 11 ayat (4) dan Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32
Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah
dan Lain-lain Pendapatan. Salah satu komponen Lain-lain Pen- diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang
dapatan yang dinyatakan dalam Pasal 43 Undang-undang Nomor Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
33 Tahun 2004 sebagai bentuk hubungan keuangan antara Peme- Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor
rintah dan Pemerintahan Daerah adalah hibah. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-
Hibah bersumber dari Dalam Negeri dan/atau Luar Negeri. Pe- Undang.

52 53 53
Standar Pelayanan Minimal (selanjutnya disingkat SPM) disu- khusus daerah yang bersangkutan.
sun dan diterapkan dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabu- Daftar Isi
paten/Kota yang berkaitan dengan pelayanan dasar sesuai de- Bab I Ketentuan Umum; Bab II Ruang Lingkup; Bab III Prinsip-prin-
ngan peraturan perundang-undangan. sip Standar Pelayanan Minimal; Bab IV Penyusunan Standar
SPM disusun sebagai alat Pemerintah dan Pemerintah Daerah un- Pelayanan Minimal; Bab V Penerapan Standar Pelayanan Minimal;
tuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat Bab VI Pembinaan dan Pengawasan; Bab VII Ketentuan Peralihan;
secara merata dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib. Dalam Bab VIII Ketentuan Penutup.
penyusunan SPM ditetapkan jenis pelayanan dasar, indikator SPM
dan batas waktu pencapaian SPM. Penyusunan SPM oleh masing-
masing Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen di-
lakukan melalui konsultasi yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam 34. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Negeri. Tim Konsultasi terdiri dari unsur-unsur Depdagri, Bappenas, Nomor 72 Tahun 2005
Departemen Keuangan, Kementerian Negara Pendayagunaan tentang Desa
Aparatur Negara dengan melibatkan Menteri/Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non-Departemen terkait sesuai kebutuhan. Sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 216 ayat (1) Un-
Pemerintah Daerah mengakomodasikan pengelolaan data dan dang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Dae-
informasi penerapan SPM ke dalam sistem informasi daerah yang rah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang
Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen me- Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
lakukan pembinaan kepada Pemerintah Daerah dalam penerapan Pemerintahan Daerah, maka perlu ditetapkan Peraturan
SPM. Pembinaan penerapan SPM terhadap Pemerintah Daerah Pemerintah mengenai Desa.
Provinsi dilakukan oleh Pemerintah dan pembinaan penerapan Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperha-
SPM terhadap Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dilakukan tikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setem-
oleh Gubernur sebagai wakil Pemerintah di daerah. pat. Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi Ke-
Pemerintah melaksanakan monitoring dan evaluasi atas pene- lurahan berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa bersama Badan
rapan SPM oleh Pemerintahan Daerah dalam rangka menjamin Permusyawaratan Desa (BPD) dengan memperhatikan saran dan
akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat. Pemerin- pendapat masyarakat setempat.
tah dapat memberikan sanksi kepada Pemerintah Daerah yang Pemerintah desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa
tidak berhasil mencapai SPM dengan baik dalam batas waktu yang terdiri dari Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya. Ke-
yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri berdasarkan hasil pala Desa juga mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan
monitoring dan evaluasi dengan mempertimbangkan kondisi penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati/Walikota,

54 55 55
memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada Pembangunan Desa; Bab VII Keuangan Desa; Bab VIII Kerja-
BPD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerin- sama Desa; Bab IX Lembaga Kemasyarakatan; Bab X Pembinaan
tahan desa kepada masyarakat. dan Pengawasan; Bab XI Ketentuan Peralihan; Bab XII Ketentuan
Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa bersama BPD. Penutup.
Peraturan Desa dibentuk dalam rangka penyelenggaraan Pe-
merintahan Desa. Masyarakat berhak memberikan masukan se-
cara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan
Rancangan Peraturan Desa. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa disusun Nomor 73 Tahun 2005
perencanaan pembangunan desa sebagai satu kesatuan dalam tentang Kelurahan
sistem perencanaan pembangunan daerah Kabupaten/Kota.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan desa yang menjadi Peraturan ini dibuat sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 127
kewenangan desa didanai dari anggaran pendapatan dan belanja ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pe-
desa, bantuan pemerintah dan bantuan pemerintah daerah. merintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Adapun sumber pendapatan desa terdiri atas pendapatan asli Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 ten-
desa; bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% tang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ten-
untuk desa dan dari retribusi Kabupaten/Kota sebagian diper- tang Pemerintahan Daerah yang telah ditetapkan dengan Un-
untukkan bagi desa; bagian dari dana perimbangan keuangan dang-Undang Nomor 8 Tahun 2005.
pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan. Pembentukan kelu-
paling sedikit 10%; bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerin- rahan dapat berupa penggabungan beberapa kelurahan atau
tah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pe- bagian kelurahan yang bersandingan, atau pemekaran dari satu
laksanaan urusan pemerintahan; hibah dan sumbangan dari pihak kelurahan menjadi dua kelurahan atau lebih. Lurah mempunyai
ketiga yang tidak mengikat. tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan
Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku, Peraturan dan kemasyarakatan. Selain itu Lurah melaksanakan urusan
Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum pemerintahan yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota.
Pengaturan Mengenai Desa dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Lurah melakukan
koordinasi dengan Camat dan instansi vertikal yang berada di
Daftar Isi wilayah kerjanya. Dalam hal keuangan kelurahan bersumber dari
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Pembentukan dan Perubahan APBD Kabupaten/Kota yang dialokasikan sebagaimana perang-
Status Desa; Bab III Kewenangan Desa; Bab IV Penyelenggaran kat daerah lainnya; bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi,
Pemerintahan Desa; Bab V Peraturan Desa; Bab VI Perencanaan Pemerintah Kabupaten/Kota, dan bantuan pihak ketiga; serta
sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

56 57 57
Mengenai pembinaan umum penyelenggaraan pemerintahan ke- mendukung kegiatan prioritas dalam rangka mencapai sasaran
lurahan dan lembaga kemasyarakatan dilakukan oleh Pemerintah dan pembangunan, Pemerintah dapat mengadakan pinjaman
Pemerintah Provinsi. Sedangkan pembinaan teknis dan pengawasan dan/atau menerima hibah baik yang berasal dari dalam negeri
penyelenggaraan pemerintahan kelurahan dan lembaga kema- maupun luar negeri. Pinjaman dan/atau hibah dimaksud dapat
syarakatan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dan Camat. diterus-pinjamkan kepada Daerah atau BUMN.
Khusus untuk Provinsi DKI Jakarta karena kedudukannya se- Pemerintah berwenang melakukan pinjaman luar negeri.
bagai Ibukota Negara Republik Indonesia, pembentukan dan Kewenangan tersebut dilaksanakan oleh Menteri. Pemerintah dapat
struktur organisasi kelurahan dan lembaga kemasyarakatan diatur menerima Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri yang bersumber
dengan peraturan daerah provinsi. dari: Negara asing, Lembaga Multilateral, Lembaga Keuangan dan
non keuangan, serta Lembaga Keuangan non asing.
Daftar Isi Peraturan Pemerintah ini hanya mengatur tentang pengadaan
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Pembentukan; Bab III Ke- pinjaman dan/atau hibah yang berasal dari luar negeri dan pe-
dudukan dan Tugas; Bab IV Susunan Organisasi; Bab V Tata nerusannya kepada Daerah/BUMN dalam bentuk pinjaman
Kerja; Bab VI Keuangan; Bab VII Lembaga Kemasyarakatan; Bab dan/atau hibah. Sedangkan pengadaan pinjaman yang berasal
VIII Pembinaan dan Pengawasan; Bab IX Ketentuan Lain-lain; dari dalam negeri diatur dalam peratura perundang-undangan
Bab X Ketentuan Penutup. tersendiri.
Pengelolaan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (PHLN)
menganut prinsip-prinsip pemerintahan yang baik dan juga
mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan sesuai dengan per-
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia aturan perundang-undangan yang berlaku. PHLN dilakukan
Nomor 2 Tahun 2006 melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau pelaporan, monitoring, evaluasi, dan pengawasan. Selain itu, agar
Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman PHLN dapat dikelola secara baik perlu dilakukan peningkatan
dan/atau Hibah Luar Negeri transparansi dan akuntablitas PHLN melalui penyelenggaraan
publikasi informasi.
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 38 ayat (4) Undang-
undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
maka ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Peng- Daftar Isi
adaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Bab I Ketentuan Umum; Bab II Kewenangan; Bab III Sumber,
Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. Jenis dan Persyaratan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri; Bab
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaha- IV Perencanaan dan Pengadaan Pinjaman dan/atau Hibah Luar
raan Negara menetapkan bahwa dalam rangka membiayai dan

58 59 59
Negeri; Bab V Pelaksanaan dan Penatausahaan Pinjaman dan/- Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah Kabu-
atau Hibah Luar Negeri; Bab VI Tata Cara Penerusan Pinjaman paten/Kota dapat saling bekerja sama dalam pengembangan dan
dan/atau Hibah Luar Negeri; Bab VII Pelaporan, Monitoring, pengelolaan jaringan irigasi primer dan sekunder atas dasar ke-
Evaluasi, dan Pengawasan; Bab VIII Pembayaran Pinjaman; Bab sepakatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
IX Transparansi dan Akuntabilitas; Bab X Ketentuan Peralihan. Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pemberdayaan per-
kumpulan petani pemakai air. Hak guna pakai air untuk irigasi di-
berikan kepada masyarakat petani melalui perkumpulan petani
pemakai air dan bagi pertanian rakyat yang berada di dalam sis-
37. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tem irigasi yang sudah ada diperoleh tanpa izin.
Nomor 20 Tahun 2006 Untuk pembangunan jaringan irigasi dilaksanakan berdasarkan
tentang Irigasi rencana induk pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai de-
ngan memperhatikan rencana pembangunan pertanian, dan se-
Peraturan ini adalah pelaksanaan dari ketentuan Pasal 41 suai dengan norma, standar, pedoman, dan manual yang ditetap-
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. kan oleh Menteri. Perkumpulan petani pemakai air dapat berper-
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, maka an serta dalam rehabilitasi jaringan primer dan sekunder sesuai
Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001 tentang Irigasi dengan kebutuhan dan kemampuannya berdasarkan persetujuan
dinyatakan tidak berlaku. dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, atau Pemerintah Ka-
Irigasi berfungsi mendukung produktivitas usaha tani guna bupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya dalam pengelolaan
meningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan pa- sumber daya air.
ngan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani, Dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi pada
yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi. setiap daerah irigasi dilaksanakan pengawasan yang dilakukan
Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi bertujuan me- oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, atau Pemerintah Kabu-
wujudkan kemanfaatan air dalam bidang pertanian. Pengem- paten/Kota sesuai dengan kewenangannya dengan melibatkan
bangan dan pengelolaan sistem irigasi yang dilaksanakan oleh peran masyarakat.
Pemerintah, Pemerintah Provinsi, atau Pemerintah Kabu-
paten/Kota melibatkan semua pihak yang berkepentingan dengan Daftar Isi
mengutamakan kepentingan dan peran serta masyarakat petani. Bab I Ketentuan Umum; Bab II Pengembangan dan Penge-
Untuk mewujudkan tertib pengelolaan jaringan irigasi yang lolaan Sistem Irigasi; Bab III Kelembagaan Pengelolaan Irigasi;
dibangun Pemerintah dibentuk kelembagaan pengelolaan irigasi Bab IV Wewenang dan Tanggung Jawab; Bab V Partisipasi Ma-
yakni meliputi instansi pemerintah yang membidangi irigasi, syarakat Petani dalam Pengembangan dan Pengelolaan Sistem
perkumpulan petani pemakai air, dan komisi irigasi. Irigasi; Bab VI Pemberdayaan; Bab VII Pengelolaan Air Irigasi;

60 61 61
Bab VIII Pengembangan Jaringan Irigasi; Bab IX Pengelolaan Ja-
ringan Irigasi; Bab X Pengelolaan Aset Irigasi; Bab XI Pem-
biayaan; Bab XII Alih Fungsi Lahan Beririgasi; Bab XIII Koordinasi
Pengelolaan Sistem Irigasi; Bab XIV Pengawasan; Bab XV
Ketentuan Peralihan; Bab XVI Ketentuan Penutup.

P E R AT U R A N
PRESIDEN

62 63
Peraturan Presiden Republik Indonesia Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2005 Nomor 67 Tahun 2005
tentang Rencana Pembangunan tentang Kerjasama Pemerintah dengan
Jangka Menengah Nasional Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur
(RPJM) 2004-2009
Dalam Peraturan Presiden ini disebutkan bahwa Men-
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-Un- teri/Kepala Lembaga/Kepada Daerah selaku penanggung jawab
dang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pem- Proyek Kerjasama dapat bekerjasama dengan badan usaha da-
bangunan Nasional, maka perlu ditetapkan Peraturan Presiden lam penyediaan infrastruktur yang dapat dilaksanakan melalui
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Perjanjian Kerjasama atau Izin Pengusahaan.
2004-2009. Bentuk kerjasama ini ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara
RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi dan pro- Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha sepa-
gram Presiden hasil Pemilihan Umum yang dilaksanakan secara njang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang ber-
langsung pada tahun 2004. RPJM Nasional menjadi pedoman ba- laku.
gi Kementerian/Lembaga dalam menyusun Rencana Strategis Didasarkan pada evaluasi proyek, apabila proyek atas prakarsa
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah dalam menyusun Badan Usaha telah memenuhi persyaratan kelayakan maka pro-
RPJM Daerah, dan Pemerintah dalam menyusun Rencana Kerja yek tersebut diproses melalui pelelangan umum. Badan Usaha
Pemerintah. yang prakarsa kerjasamanya diterima oleh Menteri/Kepala Lem-
Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah melaksanakan baga/Kepala Daerah akan diberikan kompensasi berupa pemberi-
program dalam RPJM Nasional yang dituangkan dalam Rencana an tambahan nilai atau pembelian prakarsa proyek kerjasama ter-
Strategis Kementerian/Lembaga dan RPJM Daerah. Kemen- masuk Hak Kekayaan Intelektual yang menyertainya.
terian/Lembaga dan Pemerintah Daerah juga dapat melakukan Dukungan Pemerintah kepada Badan Usaha dilakukan dengan
konsultasi dan koordinasi dengan Menteri Negara Perencanaan memperhatikan prinsip pengelolaan dan pengendalian resiko ke-
Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas dalam menyusun uangan dalam APBN atau APBD.
Rencana Strategis Kementerian/Lembaga dan RPJM Daerah. Pengadaan Badan Usaha dalam rangka perjanjian kerjasama
dilakukan melalui pelelangan umum. Menteri/Kepala Lem-
baga/Kepala Daerah membentuk Panitia Pengadaan. Dalam hal
penyediaan infrastruktur dilaksanakan dengan melakukan pembe-
basan lahan oleh Badan Usaha. Perjanjian Kerjasama harus men-
cantumkan dengan jelas status kepemilikan aset yang diadakan
selama jangka waktu perjanjian.

63 64 65
Paling lama dalam jangka waktu 12 bulan setelah menandata-
ngani perjanjian kerjasama, Badan Usaha harus telah memper-
oleh pembiayaan untuk Proyek Kerjasama. Jika tidak dapat di-
penuhi oleh Badan Usaha, maka perjanjian kerjasama berakhir
dan jaminan pelelangan dapat dicairkan.

Daftar Isi
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Tujuan, Jenis, Bentuk, dan
Prinsip Kerjasama; Bab III Identifikasi dan Penetapan Proyek
yang Dilakukan Berdasarkan Perjanjian Kerjasama; Bab IV

KEPUTUSAN
Proyek Kerjasama atas Prakarsa Badan Usaha; Bab V Tarif Awal
dan Penyesuaian Tarif; Bab VI Pengelolaan Resiko dan Dukungan
Pemerintah; Bab VII Tata Cara Pengadaan Badan Usaha dalam

PRESIDEN
Rangka Perjanjian Kerjasama; Bab VIII Perjanjian Kerjasama;
Bab IX Penyediaan Infrastruktur Berdasarkan Izin Pengusahaan;
Bab X Ketentuan Peralihan; Bab XI Penutup.

65 67
Keputusan Presiden Republik Indonesia Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 1999 Nomor 10 Tahun 2000
tentang Pembentukan Tim Koordinasi tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Kebijaksanaan Pendayagunaan Sungai dan
Pemeliharaan Kelestarian Daerah Sungai Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, maka Keputusan
Presiden Nomor 196 Tahun 1998 tentang Badan Pengendalian
Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Koordinasi mendapat Dampak Lingkungan (Bapedal) dinyatakan tidak berlaku.
pengarahan dari Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan Bapedal adalah Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang
dan Industri, Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada Presiden.
Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan, serta Menteri Negara Pe- Bapedal mempunyai tugas menyelenggarakan tugas umum dan
rencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan pembangunan dibidang pengendalian dampak lingkungan hidup
Pembangunan Nasional. Tim Koordinasi bertanggung jawab ke- yang meliputi pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan
pada Presiden. kerusakan lingkungan hidup serta pemulihan kualitas lingkungan
Kegiatan pendayagunaan sungai diusahakan sejauh mungkin hidup dalam penyusunan kebijakan teknis dan program pengen-
secara korporasi dengan memanfaatkan potensi BUMN, BUMD, dalian dampak lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-
Koperasi dan Badan Usaha Swasta. Untuk kegiatan pemeliharaan undangan yang berlaku.
kelestarian Daerah Aliran Sungai (DAS) diusahakan dengan Dalam hal pembiayaan yang diperlukan untuk menyeleng-
meningkatkan peran serta penduduk dan masyarakat sekitarnya garakan tugas dan fungsi Bapedal dibebankan kepada APBN.
serta Lembaga Swadaya Masyarakat terkait. Bapedal dikoordinasikan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Tim Koordinasi juga dapat membentuk Sekretariat dan Bapedal terdiri dari Kepala, Sekretariat Utama, Deputi Bidang
Kelompok Kerja Teknis maupun menunjuk Tenaga Ahli. Biaya Peningkatan Kapasitas Kelembagaan, Sumber Daya Manusia dan
untuk pelaksanaan tugas Tim Koordinasi dibebankan kepada Mitra Lingkungan, Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran
Anggaran Departemen Pekerjaan Umum, sedangkan pelak- Lingkungan, Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan,
sanaan teknis pendayagunaan sungai dan pemeliharaan kelesta- dan Deputi Bidang Penataan Hukum Lingkungan. Setiap unsur di
rian DAS dilakukan secara fungsional dan dibiayai dengan beban lingkungan Bapedal dalam melaksanakan tugas masing-masing
anggaran dari lembaga yang bersangkutan. wajib menerapkan secara intensif prinsip-prinsip koordinasi, inte-
grasi, dan sinkronisasi baik di lingkungan Bapedal maupun dalam
kalangan antar instansi pemerintah dan/atau instansi lain.

66 67 69
Daya Air sehari-hari dilaksanakan oleh Ketua Harian (Menteri Per-
Daftar Isi mukiman dan Prasarana Wilayah) dibantu oleh Sekretaris I (De-
Bab I Kedudukan, Tugas dan Fungsi; Bab II Organisasi : Ba- puti Bidang Produksi, Perdagangan dan Prasarana, Bappenas).
gian Pertama : Susunan Organisasi, Bagian Kedua : Kepala, Ba- Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air bersidang seku-
gian Ketiga : Sekretariat Utama, Bagian Keempat : Deputi Bidang rang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan.
Peningkatan Kapasitas Kelembagaan, Sumber daya Manusia, Untuk mengoptimalkan pelaksanaan kebijakan pengelolaan
dan Mitra Lingkungan, Bagian Kelima : Deputi Bidang Pengen- sumber daya air di Propinsi dan Kabupaten/Kota maka
dalian Pencemaran Lingkungan, Bagian Keenam : Deputi Bidang Gubernur/Bupati/Walikota dapat membentuk wadah koordinasi
Pengendalian Kerusakan Lingkungan, Bagian Ketujuh : Deputi pengelolaan sumber daya air di daerahnya masing-masing.
Bidang Penataan Hukum Lingkungan; Bab III Kepangkatan, Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah menetapkan pedo-
Pengangkatan dan Pemberhentian; Bab IV Pembiayaan; Bab V man untuk pembentukan wadah koordinasi pengelolaan sumber
Tata Kerja; Bab VI Ketentuan Lain-lain; Bab VII Ketentuan daya air tingkat daerah.
Peralihan; Bab VIII Ketentuan Penutup. Segala pembiayaan untuk pelaksanaan Tim Koordinasi
Pengelolaan Sumber Daya Air dan Sekretariat dibebankan pada
Anggaran Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
Sedangkan untuk pelaksanaan wadah koordinasi pengelolaan
Keputusan Presiden Republik Indonesia sumber daya air tingkat daerah dibebankan pada APBD.
Nomor 123 Tahun 2001 Peraturan ini telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor
tentang Tim Koordinasi Pengelolaan 83 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden
Sumber Daya Air Nomor 123 Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan
Sumber Daya Air.
Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pembentukan
Tim Koordinasi Kebijaksanaan Pendayagunaan Sungai dan Pe- Daftar Isi
meliharaan Kelestarian Daerah Aliran Sungai dinyatakan tidak ber- Bab I Kedudukan, Tugas dan Fungsi; Bab II Organisasi dan
laku. Kemudian digantikan dengan Keputusan Presiden Nomor 123 Tata Kerja; Bab III Wadah Koordinasi Sumber Daya Air Tingkat
Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air. Daerah; Bab IV Pembiayaan; Bab V Ketentuan Penutup.
Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air bertugas mem-
bantu Presiden dalam merumuskan kebijakan nasional sumber
daya air dan berbagai perangkat kebijakan lain yang diperlukan
dalam bidang sumber daya air.
Penyelenggaraan tugas Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber

68 69
43. Keputusan Presiden Republik Indonesia 8. Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor 83 Tahun 2002 9. Menteri Keuangan
tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden 10. Menteri Negara Lingkungan Hidup
Republik Indonesia
Nomor 123 Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi Sekretaris I : Deputi Menteri Negara Perencanaan Pemba-
Pengelolaan Sumber Daya Air ngunan Nasional/Kepala BAPPENAS Bidang Sarana dan Pra-
sarana
Untuk meningkatkan tugas dan fungsi Tim Koordinasi Sumber Sekretaris II : Direktur Jenderal Sumber Daya Air, Departemen
Daya Air maka diperlukan penyesuaian terhadap susunan keang- Permukiman dan Prasarana Wilayah
gotaan Tim Koordinasi Sumber Daya Air. Peraturan ini merupakan
perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 123 Tahun 2001 ten-
tang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air.
Di dalam Keputusan Presiden ini mengubah ketentuan Pasal 5 44. Keputusan Presiden Republik Indonesia
Keputusan Presiden Nomor 123 Tahun 2001, sehingga Pasal 5 Nomor 63 Tahun 2003
berbunyi : "Susunan keanggotaan Tim Koordinasi Pengelolaan tentang Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian
Sumber Daya Air terdiri atas : Pembangunan Perumahan dan
Ketua : Menteri Negara Koordinator Bidang (merangkap ang- Permukiman Nasional
gota) Perekonomian.
Wakil Ketua : Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Peru-
(merangkap anggota) Nasional/Kepala Perencanaan Pemba- mahan dan Permukiman Nasional (selanjutnya disebut Badan)
ngunan Nasional. adalah badan non-struktural yang dipimpin oleh Menteri Per-
Ketua Harian : Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah mukiman dan Pengembangan Wilayah. Keanggotaan Badan ter-
(merangkap anggota). diri atas Ketua, Anggota, dan dibantu oleh Pelaksana Harian serta
Anggota : Sekretaris Badan merangkap Sekretaris Pelaksana Harian.
1. Menteri Dalam Negeri Badan mempunyai tugas pokok, diantaranya menyiapkan ru-
2. Menteri Pertanian musan kebijakan nasional dan strategis di bidang pembangunan
3. Menteri Perhutanan perumahan dan permukiman, memberikan penyelesaian atas
4. Menteri Perhubungan berbagai permasalahan yang belum dapat diselesaikan antar
5. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan/atau oleh Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabu-
6. Menteri Kelautan dan Perikanan paten/Kota, serta melaksanakan pengawasan dan pengendalian
7. Menteri Kesehatan penerapan kebijakan nasional terhadap penyelenggaraan dan pe-
ngelolaan di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.

70 71
Badan bersidang sekurang-kurangnya 1 (satu) kali setiap 6
(enam) bulan, atau sewaktu-waktu diperlukan. Ketua Badan me-
nyampaikan laporan pelaksanaan tugas secara berkala kepada
Presiden. Pelaksana Harian bersidang sekurang-kurangnya 4
(empat) kali setiap tahun, atau sewaktu-waktu diperlukan.
Untuk kelancaran pelaksanaan tugasnya, apabila dipandang
perlu, Ketua Pelaksana Harian dapat membentuk Tim Teknis yang
anggota-anggotanya terdiri atas wakil-wakil dari instansi Pe-
merintah terkait.
Segala biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas Badan
dibebankan kepada anggaran Departemen Permukiman dan Pe-
ngembangan Wilayah. Sedangkan segala biaya yang diperlukan

INSTRUKSI
untuk pelaksanaan tugas Badan Pengendalian Pembangunan
Perumahan dan Permukiman Daerah Propinsi, Daerah Kabupa-
ten/Kota dibebankan kepada anggaran Pemerintah Daerah Pro-

PRESIDEN
pinsi, Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

Daftar Isi
Bab I Kedudukan, Tugas dan Fungsi; Bab II Organisasi dan
Tata Kerja; Bab III Pembiayaan; Bab IV Ketentuan Penutup.

72
Instruksi Presiden Republik Indonesia pengembangan P3A. Sedangkan Kepala Desa melaksanakan
Nomor 2 Tahun 1984 pembinaan dan pengembangan P3A sesuai dengan tanggung
tentang Pedoman Pelaksanaan Pembinaan jawab dan wewenangnya.
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
Daftar Isi
Perkumpulan Petani Pemakai Air (selanjutnya disingkat P3A) Bab I Pengertian Umum; Bab II Azas, Tujuan dan Tugas; Bab
bertujuan mendayagunakan potensi air irigasi yang tersedia di da- III Batas Daerah Kerja; Bab IV Sifat dan Bentuk; Bab V Susunan
lam petak tersier atau daerah irigasi pedesaan untuk kesejahtera- Organisasi; Bab VI Tugas dan Wewenang; Bab VII Hak dan
an masyarakat tani. P3A juga mempunyai batas-batas daerah Kewajiban; Bab VIII Pembiayaan; Bab IX Ketentuan Penutup.
kerja, yaitu petak tersier, daerah irigasi pompa yang areal pela-
yanannya dipersamakan dengan petak tersier, dan daerah irigasi
pedesaan.
P3A merupakan perkumpulan yang bersifat sosial dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia
maksud menuju ke arah hasil guna pengelolaan air dan jaringan Nomor 3 Tahun 1999
irigasi di tingkat usaha tani untuk meningkatkan kesejahteraan tentang Pembaharuan Kebijaksanaan
para anggotanya. P3A dilengkapi dengan anggaran dasar dan Pengelolaan Irigasi
anggaran rumah tangga yang disahkan oleh Bupati/Walikota-
madya Kepala Daerah Tingkat II setelah mendapat persetujuan Bahwa pengelolaan irigasi adalah salah satu faktor pendukung
dari Kepala Desa dan Camat setempat. utama bagi keberhasilan pembangunan pertanian terutama dalam
Susunan organisasi P3A terdiri dari Rapat Anggota, Pengurus, rangka peningkatan serta perluasan tujuan pembangunan pertanian
dan Anggota. Segala pekerjaan yang dilakukan oleh P3A baik dari program swasembada beras menjadi swasembada pangan.
untuk keperluan pendayagunaan air, pemeliharaan, dan per- Agar pokok-pokok pembaharuan kebijaksanaan pengelolaan
baikan jaringan irigasi maupun untuk kegiatan lainnya dibiayai irigasi tersebut dapat mencapai sasaran tepat guna, dipandang
oleh P3A yang bersangkutan. Sumber biaya P3A terdiri dari iuran perlu menginstruksikan kepada Menteri Pekerjaan Umum sebagai
anggota, sumbangan atau bantuan dan usaha-usaha lain yang Ketua Tim Koordinasi Kebijaksanaan Pendayagunaan Sungai dan
menurut hukum. Pemeliharaan Kelestarian Daerah Aliran Sungai untuk mengambil
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I memberi petunjuk pelaksa- langkah-langkah pelaksanaannya.
naan dalam rangka pembinaan dan pengembangan P3A. Bu- Menteri Pekerjaan Umum sebagai Ketua Tim Koordinasi
pati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II bertanggung jawab Kebijaksanaan Pendayagunaan Sungai dan Pemeliharaan
atas pelaksanaan pembinaan dan pengembangan P3A. Camat Daerah Aliran Sungai diinstruksikan untuk mengkoordinasikan
melaksanakan koordinasi dan pengawasan atas pelaksanaan dan penyiapan peraturan perundang-undangan serta langkah-langkah

73 74
yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan pembaharuan kebi-
jaksanaan pengelolaan irigasi.
Pembaharuan kebijaksanaan pengelolaan irigasi sebagaimana
dimaksud dalam diktum pertama meliputi :
1. Pengaturan kembali tugas dan tanggung jawab lembaga pe-
ngelola irigasi.
2. Pemberdayaan masyarakat petani pengelola air melalui pe-
ngembangan kelembagaan Perkumpulan Petani Pemakai Air
yang otonom, mandiri dan mengakar dimasyarakat.
3. Pengaturan penyerahan pengelolaan irigasi secara bertahap,

P E R AT U R A N
selektif, dan demokratis kepada Perkumpulan Petani Pemakai
Air dengan prinsip satu jaringan irigasi satu kesatuan pen-
gelolaan.

MENTERI
4. Penggalian sumber pendapatan untuk membiayai operasi dan
pemeliharaan, rehabilitasi dan pembangunan prasarana iri-
gasi yang dikumpulka, dikelola dan ditetapkan penggunaan-
nya oleh Perkumpulan Petani Pemakai Air.
5. Penetapan kebijaksanaan umum tentang kelestarian sumber
daya air dan pencegahan alih fungsi lahan beririgasi, sehing-
ga berkelanjutan jaringan irigasi dapat terjaga.

75
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Menteri ini dapat
Republik Indonesia dikenakan pidana sesuai dengan Pasal 15 Undang-undang
Nomor 45/PRT/1990 Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan yang dihubungkan den-
tentang Pengendalian Mutu Air pada gan Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 ten-
Sumber-sumber Air tang Tata Pengaturan Air.

Pengendalian mutu air pada sumber-sumber air dimaksudkan Daftar Isi


sebagai upaya untuk menetapkan peruntukkan air dan baku mutu Bab I Pengertian; Bab II Maksud, Tujuan dan Ruang Lingkup;
air pada sumber-sumber air. Pengendalian mutu air juga bertujuan Bab III Upaya Pelaksanaan; Bab IV Pengawasan; Bab V
untuk menjaga air yang ada di sumber-sumber air dapat dimanfa- Koordinasi Pengendalian; Bab VI Pembiayaan; Bab VII Lain-lain;
atkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia, untuk melin- Bab VIII Sanksi; Bab IX Ketentuan Peralihan; Bab X Ketentuan
dungi kelestarian hidup fauna, flora dan mikroorganisme yang Penutup.
bermanfaat yang terdapat pada sumber-sumber air dimaksud.
Wewenang dan tanggung jawab pengendalian mutu air pada
sumber-sumber air dalam rangka penetapan peruntukan air dan
baku mutu air yang berada pada Menteri, pelaksanaannya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
dilakukan oleh Dirjen Pengairan dibantu oleh Badan Hukum atau Republik Indonesia
unit kerja yang ditunjuk oleh Dirjen Pengairan. Sedangkan yang Nomor 48/PRT/1990
berada di dalam satu daerah, dilimpahkan dalam rangka tugas tentang Pengelolaan Atas Air dan/atau
pembantuan kepada Gubernur, kecuali apabila ditentukan lain Sumber Air pada Wilayah Sungai
oleh Menteri.
Guna menyelenggarakan pengendalian mutu air pada sumber- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum ini merupakan pelak-
sumber air perlu dilakukan pengumpulan, pengelolaan data mutu sanaan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata
air dan jumlah air, penelitian dan pemantauan, pengaturan pem- Pengaturan Air khususnya Pasal 4 dan Peraturan Menteri
buangan limbah, pelaksanaan pekerjaan penanggulangan, serta Pekerjaan Umum Nomor 39/PRT/1989 tentang Pembagian
pelaksanaan pekerjaan pemulihan pada sumber-sumber air yang Wilayah Sungai.
bersangkutan. Wewenang pengelolaan atas air dan/atau sumber air yang berada
Pembiayaan bagi pelaksana kegiatan pengendalian mutual air pada wilayah sungai dilimpahkan dalam rangka tugas pembantuan
pada sumber air ditanggung oleh Menteri atau Badan Hukum ter- kepada Pemerintah Daerah yang bersangkutan, mencakup beberapa
tentu. Sedangkan pembiayaan penanggulangan penurunan mutu kewenangan yang diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11
air pada sumber air yang disebabkan oleh pembuangan limbah di- Tahun 1974 tentang Pengairan dan Pasal 12 Peraturan Pemerintah
bebankan kepada pihak yang menyebabkan penurunan mutu air. Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air.

76 77
Untuk pengelolaan atas air dan/atau sumber air yang berada yang bersangkutan.
pada wilayah sungai yang dilimpahkan kepada Pemerintah Dae- Dirjen Pengairan menetapkan pedoman umum mengenai per-
rah dilaksanakan dalam ruang lingkup tugas Dinas yang akan dia- syaratan teknis yang minimal harus diberikan pada setiap pener-
tur lebih lanjut oleh Kepala Dinas yang bersangkutan dengan per- bitan surat izin penggunaan air dan/atau sumber air. Penggunaan
setujuan Gubernur Kepala Daerah. Sedangkan untuk pengelolaan air dan/atau sumber air dengan izin dapat dilakukan oleh Instansi
yang wewenangnya berada pada Menteri dilaksanakan oleh Ba- Pemerintah, Badan Hukum, Badan Sosial atau perorangan.
dan Pelaksana Proyek yang wilayah kerjanya berada pada wi- Wewenang Gubernur dalam pemberian izin penggunaan air
layah sungai dimaksud atau Direktorat Sungai Dirjen Pengairan dan/atau sumber air diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah.
dalam hal tidak ada Badan Pelaksana Proyek. Surat Izin penggunaan air dan/atau sumber air diberikan untuk
jangka waktu sesuai dengan pertimbangan keperluannya, dan
Daftar Isi dapat dimintakan perpanjangannya oleh pemegang izin. Segala
Bab I Pengertian; Bab II Wewenang Pengelolaan; Bab III biaya yang ditimbulkan sebagai akibat proses pemberian izin
Organisasi Pelaksana; Bab IV Ketentuan Penutup. tersebut diatas dibebankan kepada pemohon izin yang pengatur-
annya ditetapkan lebih lanjut oleh pihak yang berwenang.
Pemegang Izin berhak menggunakan air dan/atau sumber air
sesuai dengan izin yang diberikan. Pemegang Izin berkewajiban
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum membayar iuran untuk penggunaan air dan/atau sumber air yang
Republik Indonesia bersifat komersil. Pemegang Izin juga dilarang memindahtan-
Nomor 49/PRT/1990 gankan izin kepada pihak lain tanpa persetujuan pemberi izin.
tentang Tata Cara dan Persyaratan Serta dilarang menjual izin kepada pihak lain kecuali ditentukan
Izin Penggunaan Air dan/atau Sumber Air dalam surat izin.
Pelaksanaan pengawasan terhadap peraturan ini dilakukan oleh
Ditetapkannya Peraturan Menteri ini adalah sebagai tindak lan- Kepala Kanwil Departemen PU sepanjang menyangkut penggunaan
jut Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata air dan/atau sumber air yang menjadi wewenang Menteri dan Kepala
Pengaturan Air, khususnya yang tercantum pada Pasal 23. Dinas PU Daerah Tingkat I Bidang Pengairan/Kepala Sub Dinas
Setiap penggunaan air dan/atau sumber air untuk keperluan- Pengairan Daerah Tingkat I sepanjang menyangkut izin penggunaan
keperluan tertentu wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari air dan/atau sumber air yang menjadi wewenang Gubernur.
pihak yang berwenang. Terutama bagi penggunaan air dan/atau
sumber air yang dapat mempengaruhi keseimbangan tata air, Daftar Isi
harus didasarkan pada rencana perlindungan, pengembangan Bab I Pengertian; Bab II Izin Penggunaan Air Dan/Atau Sumber
dan penggunaan air dan/atau sumber air pada tiap wilayah sungai Air; Bab III Penggunaan Air Dan/Atau Sumber Air yang Dikenakan

78 79
Izin; Bab IV Tata Cara dan Persyaratan Permohonan dan Pengelolaan dan pembinaan pemanfaatan sungai dilak-
Pemberian Izin; Bab V Hak, Kewajiban dan Larangan Bagi sanakan oleh Direktur Jenderal, Pemerintah Daerah, dan Badan
Pemegang Izin; Bab VI Perubahan, Pembekuan Sementara, Hukum tertentu, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab
Pencabutan dan Batalnya Izin; Bab VII Pengawasan; Bab VIII masing-masing terhadap wilayah sungai yang bersangkutan.
Ketentuan Peralihan; Bab IX Ketentuan Penutup. Penetapan daerah penguasaan sungai dimaksud agar pejabat
yang berwenang dapat melaksanakan upaya pembinaan sungai
seoptimal mungkin bagi keselamatan umum.
Lahan bekas sungai merupakan inventaris kekayaan milik ne-
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum gara yang berada di bawah pembinaan Direktur Jenderal atas na-
Republik Indonesia ma Menteri. Pemanfaatan lahan bekas sungai diprioritaskan untuk
Nomor 63/PRT/1993 mengganti lahan bekas yang terkena alur sungai baru, keperluan
tentang Garis Sempadan dan Sungai, pembangunan prasarana pengairan, keperluan pembangunan
Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan lainnya dengan cara tukar bangun, serta keperluan budidaya de-
Sungai dan Bekas Sungai ngan syarat tertentu.
Pengawasan atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan di dalam
Berdasarkan pasal 4, pasal 5 dan pasal 6 Peraturan Peme- Peraturan ini dilakukan oleh satuan kerja atau Badan Hukum ter-
rintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai, dalam rangka pe- tentu yang menangani sungai yang bersangkutan sesuai dengan
nguasaan sungai Menteri yang bertanggung jawab di bidang wewenang dan tanggung jawab masing-masing.
pengairan diberi wewenang untuk mengatur lebih lanjut hal-hal
yang menyangkut penetapan garis sempadan sungai, pengelo- Daftar Isi
laan dan pemanfaatan lahan pada daerah manfaat sungai, daerah Bab I Ketentuan Umum; Bab II Garis Sempadan Sungai; Bab III
penguasaan sungai dan bekas sungai. Daerah Manfaat Sungai; Bab IV Daerah Penguasaan Sungai; Bab
Lingkup pengaturan yang tercantum dalam Peraturan Menteri V Bekas Sungai; Bab VI Pengawasan; Bab VII Sanksi; Bab VIII
ini terdiri dari penetapan garis sempadan sungai termasuk danau Ketentuan Peralihan; Bab IX Ketentuan Penutup.
dan waduk, pengelolaan dan pemanfaatan lahan pada daerah
manfaat sungai, pemanfaaatan lahan pada daerah penguasaan
sungai, serta pemanfaatan lahan pada bekas sungai.
Penetapan garis sempadan sungai dimaksudkan sebagai upa-
ya agar kegiatan perlindungan, pengembangan, penggunaan dan
pengendalian atas sumber daya yang ada pada sungai termasuk
danau dan waduk dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya.

80 81
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum aturan air pada satuan wilayah sungai yang berada pada lebih dan
Republik Indonesia satu Propinsi Daerah Tingkat I dapat dilakukan rapat gabungan
Nomor 67 Tahun 1993 Panitia-panitia Tata Pengaturan Air Propinsi Daerah Tingkat I yang
tentang Panitia Tata Pengaturan Air Propinsi bersangkutan dengan dipimpin oleh Menteri Pekerjaan Umum
Daerah Tingkat I atau pejabat yang ditunjuk olehnya.

Pada setiap Propinsi Daerah Tingkat I dibentuk Panitia Tata Daftar Isi
Pengaturan Air Propinsi Daerah Tingkat I yang ditetapkan oleh Bab I Ketentuan Umum; Bab II Pembentukan, Kedudukan,
Gubernur. Panitia Tata Pengaturan Air Propinsi Daerah Tingkat I Fungsi dan Tugas; Bab III Susunan Organisasi; Bab IV Tata Cara
merupakan forum musyawarah dalam rangka melaksanakan Kerja; Bab V Pembiayaan; Bab VI Lain-lain; Bab VII Ketentuan
koordinasi tata aturan air di Daerah Tingkat I yang bersangkutan. Penutup.
Susunan keanggotaan Panitia Tata Pengaturan Air Propinsi
Daerah Tingkat I terdiri dari Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk
olehnya sebagai Ketua merangkap anggota, Kepala Dinas PU
Propinsi/Kepala Dinas PU Pengairan Propinsi sebagai Sekretaris Peraturan Menteri Kesehatan
merangkap anggota dan Kepala Kantor Instansi Vertikal Propinsi Republik Indonesia
dan Dinas Daerah Tingkat I yang bersangkutan. Nomor 472 Tahun 1996
Dalam melaksanakan tugasnya, Panitia Tata Pengaturan Air tentang Pengamanan Bahan Berbahaya
Propinsi Daerah Tingkat I dapat mengundang pihak pemanfaat air bagi Kesehatan
dan/atau pihak lain yang berkepentingan maupun perorangan
untuk hadir rapat/sidang panitia. Salah satu upaya untuk menghindarkan atau mengurangi re-
Dalam hal pembiayaan, sumber biaya untuk melaksanakan siko bahan berbahaya dilakukan melalui pemberian informasi
tugas Panitia Tata Pengaturan Air Propinsi Daerah Tingkat I dapat yang benar tentang penanganan bahan berbahaya kepada pe-
berasal dari dana bantuan dari Pemerintah Pusat, dalam hal ngelola bahan berbahaya dan masyarakat umum. Oleh karena itu
tersedia dan dana yang tersisihkan dari penerimaan iuran peng- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 453/Menkes/Per/XI/1993
gunaan air dan/atau sumber air yang akan ditetapkan oleh tentang Bahan Berbahaya tidak sesuai lagi dengan perkem-
Gubernur. bangan situasi perdagangan dunia saat ini sehingga perlu diubah
Hubungan kerja Panitia Irigasi dengan Panitia Pengaturan Air dan ditetapkan kembali Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Propinsi Daerah Tingkat I bersifat koordinatif dengan ketentuan Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan.
masalah penyediaan air untuk irigasi didasarkan pada penetapan Setiap jenis bahan berbahaya yang akan didistribusikan atau
kebijaksanaan. Dalam hal terdapat masalah koordinatif tata peng- diedarkan harus didaftar pada Dirjen Pengawasan Obat dan Ma-

82 83
kanan Departemen Kesehatan. Setiap badan usaha atau per- ransi. Pendapatan PDAM terdiri dari hasil penjualan air dan beban
orangan yang mengelola bahan berbahaya harus membuat, me- tetap. Tarif yang ditetapkan oleh PDAM atas kebutuhan dasar
nyusun dan memiliki lembaran data pengaman bahan berbahaya. harus terjangkau oleh pelanggan rumah tangga.
Setiap bahan berbahaya yang diedarkan harus diberi wadah dan PDAM dapat melakukan penyesuaian terhadap jenis persaing-
kemasan dengan baik serta aman. Badan usaha dan perorangan an yang dimaksudkan ke dalam kelompok-kelompok pelanggan
yang mengelola bahan berbahaya harus membuat laporan berkala (terdapat 5 kelompok) dan menentukan kriterianya.
setiap 3 (tiga) bulan yang memuat tentang penerimaan, penyaluran Tarif ditetapkan oleh Kepala Daerah atas usul Direksi. Semua
dan penggunaan serta yang berkaitan dengan kasus yang terjadi. perhitungan tarif didasarkan atas volume air yang terjual.
Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan dan/atau Kantor Wila- Selambat-lambatnya satu tahun Direksi melakukan penyesuaian
yah Departemen Kesehatan Propinsi setempat secara sendiri tarif yang disampaikan kepada Kepala Daerah sesuai dengan
atau bersama-sama dengan instansi terkait dapat melaksanakan tingkat inflasi dan beban bunga pinjaman. Apabila terjadi perubah-
pemantauan atau pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan an komponen biaya, selambat-lambatnya 4 tahun sekali Direksi
ini. Badan usaha atau perorangan yang mengelola bahan berba- melakukan peninjauan terhadap tarif.
haya yang melakukan perbuatan yang bertentangan atau melang- Sejak diterimanya usul penyesuaian atau penentuan tarif, Ke-
gar ketentuan Pasal 3 ayat (1), Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6 ayat (1) pala Daerah sudah menetapkan atau menolak usul tarif selambat-
dan Pasal 7, baik disengaja maupun karena kelalaiannya sehing- lambatnya 3 bulan. PDAM menentukan beban tetap bulanan ke-
ga mengakibatkan terjadinya bahaya bagi kesehatan dan kesela- pada pelanggan untuk setiap sambungan yang terdiri dari biaya
matan manusia serta lingkungan dikenakan sanksi berupa tin- administrasi rekening pelanggan dan pengendalian atas pelak-
dakan administratif atau sanksi pidana sesuai dengan peraturan sanaan pedoman penetapan tarif.
perundangan yang berlaku. Hal-hal yang bersifat teknis yang
belum cukup diatur dalam peraturan ini, ditetapkan oleh Dirjen. Daftar Isi
Bab I Ketentuan; Bab II Dasar Penetapan Tarif; Bab III Ke-
lompok Pelanggan Dan Blok Konsumsi; Bab IV Tarif; Bab V Keten-
tuan Lain-lain; Bab VI Ketentuan Penutup.
Peraturan Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 1998
tentang Pedoman Penetapan Tarif Air Minum
pada Perusahaan Daerah Air Minum

Penetapan tarif PDAM didasarkan pada pemulihan biaya, ke-


terjangkauan, efesiensi pemakaian, kesederhanaan dan transpa-

84 85
Peraturan Menteri Dalam Negeri PDAM yang cakupan pelayanannya kurang dari 10.000 (sepu-
Republik Indonesia luh ribu) pelanggan, persyaratan untuk diangkat menjadi Anggota
Nomor 7 Tahun 1998 Direksi minimum berijazah Sarjana Muda atau D3 dengan tetap
tentang Kepengurusan Perusahaan Daerah Air Minum mengutamakan yang berpendidikan Sarjana (S1). Apabila dalam
(PDAM) 2 (dua) tahun berturut-turut Direksi tidak mampu meningkatkan
kinerja dan pelayanan air minum kepada masyarakat, Kepala
Mengingat Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 690-157 Daerah dapat mengganti Direksi.
Tahun 1985 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Badan Peng-
awas, Direksi dan Kepegawaian PDAM dianggap sudah tidak se- Daftar Isi
suai lagi, maka ditetapkan Peraturan mengenai Kepengurusan Bab I Ketentuan Umum; Bab II Pengurus; Bab III Direksi; Bab
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). IV Badan Pengawas; Bab V Ketentuan Lain-lain; Ketentuan
Dengan semakin meningkatnya kebutuhan air minum dan Peralihan; Bab VI Ketentuan Penutup.
dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat perlu
diatur kepengurusan PDAM. Pengurus PDAM terdiri dari Direksi
dan Badan Pengawas. Anggota Direksi diangkat oleh Kepala
Daerah diutamakan bukan dari PNS atas usul Badan Pengawas. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhir tahun buku, Nomor 107/PMK.06/2005
Direksi menyampaikan laporan Keuangan kepada Ketua Badan tentang Penyelesaian Piutang Negara yang
Pengawas yang terdiri dari Neraca dan Perhitungan Laba/Rugi. Bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri ,
Penghasilan Direksi terdiri dari gaji, tunjangan, dan jasa produksi. Rekening Dana Investasi dan Rekening
Anggota Direksi berhak untuk memperoleh cuti. Anggota Direk- Pembangunan Daerah
si juga dapat diberhentikan dengan alasan atas permintaan sen-
diri, tidak dapat melaksanakan tugasnya karena kesehatan, tidak Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 17 ayat (2) Per-
melaksanakan tugasnya sesuai dengan program kerja yang telah aturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Peng-
disetujui, terlibat dalam tindakan yang merugikan PDAM, terlibat hapusan Piutang Negara/Daerah maka dibuat peraturan menge-
dalam tindak pidana, serta merugikan PDAM. nai Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Pene-
Anggota Badan Pengawas diangkat oleh Kepala Daerah. rusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi dan Reke-
Badan Pengawas mempunyai wewenang memberi peringatan ning Pembangunan Daerah.
kepada Direksi yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan Penyelesaian Piutang Negara yang diatur dalam Peraturan Menteri
program kerja yang telah disetujui dan memeriksa Anggota Direksi Keuangan ini, meliputi Piutang Negara yang bersumber dari
yang diduga merugikan PDAM. Penghasilan Badan Pengawas Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi, dan
terdiri dari uang jasa dan jasa produksi. Rekening Pembangunan Daerah yang disalurkan pada PDAM.

86 87
Piutang Negara yang bersumber dari Pinjaman Subsidiary Lo- Piutang Negara tunduk pada persyaratan sebagaimana ditetap-
an Agreement (SLA)/Pinjaman Rekening Dana Investasi kan dalam perjanjian pinjaman/penerusan pinjaman sebelum
(RDI)/Pinjaman Rekening Pinjaman Daerah (RPD) dapat dilaku- dilakukan restrukturisasi.
kan penghapusan secara bersyarat atau mutlak dari pembukuan
Pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan Daftar Isi
yang berlaku. Bab I Ketentuan Umum; Bab II Kewenangan Penetapan Peng-
Penetapan penghapusan secara bersyarat/secara mutlak atas hapusan; Bab III Optimalisasi Penyelesaian Piutang Negara Pada
Piutang Negara pada PDAM dilakukan oleh Menteri untuk jumlah PDAM; Bab IV Tahapan Restrukturisasi; Bab V Tata Cara Restruk-
sampai dengan 10 miliar rupiah, Presiden untuk jumlah lebih dari 10 turisasi Piutang Negara; Bab VI Pelaporan; Bab VII Evaluasi dan
miliar rupiah sampai dengan 100 miliar rupiah, dan Presiden dengan Pemantauan; Bab VIII Sanksi; Bab IX Ketentuan Lain; Bab X Penutup.
persetujuan DPR untuk jumlah lebih dari 100 miliar rupiah.
Optimalisasi Penyelesaian Piutang Negara merupakan upaya
penyelesaian Piutang Negara pada PDAM melalui restrukturisasi
Piutang Negara yang didasarkan pada hasil evaluasi kinerja Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
PDAM dan hasil evaluasi Rencana Perbaikan Kinerja Perusahaan No.294/PRT/M/2005
(RPKP) PDAM dalam rangka penyehatan PDAM dengan memini- tentang Badan Pendukung Pengembangan Sistem
malisasi berkurangnya penerimaan Negara. Penyediaan Air Minum (BPPSPAM)
PDAM menyampaikan permohonan restrukturisasi Piutang
Negara kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan tembus- Peraturan Menteri ini ditetapkan untuk melaksanakan ketentu-
an kepada Kepala Daerah dan DPRD. PDAM wajib menyampai- an Pasal 43, Pasal 47, dan Pasal 54 ayat (5) Peraturan Pe-
kan laporan pelaksanaan RPKP disertai laporan rekonsiliasi saldo merintah No.16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Pe-
kas dan laporan keuangan kepada Direktur Jenderal paling lam- nyediaan Air Minum.
bat tanggal 1 bulan Februari dan Agustus selama jangka waktu BPP SPAM merupakan badan non struktural yang berada di
restrukturisasi Piutang Negara. bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri serta dibentuk de-
Direktur Jenderal melakukan evaluasi dan pemantauan atas ngan maksud untuk membantu Pemerintah dalam mencapai tu-
pelaksanaan restrukturisasi Piutang Negara pada PDAM secara juan pengembangan SPAM. BPP SPAM bertugas mendukung dan
periodik selama jangka waktu restrukturisasi dari berbagai aspek memberikan bantuan dalam rangka mencapai tujuan pengaturan
untuk mengambil langkah-langkah dalam rangka meminimalisasi pengembangan SPAM guna memberikan manfaat yang maksimal
penyimpangan pelaksanaan RPKP-PDAM. Terhadap PDAM yang bagi negara dan sebesar-besar kemakmuran rakyat.
tidak melakukan pembayaran sekurang-kurangnya 2 (dua) kali Untuk membantu pelaksanaan tugas dan fungsi BPP SPAM di-
jatuh tempo secara berturut-turut, penyelesaian pembayaran bentuk Sekretariat BPP SPAM yang berada di lingkungan Menteri.

88 89
Sekretariat BPP SPAM mempunyai tugas memberikan pelayanan Nomor 005/M.PPN/06/2006 tentang Tata Cara Perencanaan dan
teknis dan administratif kepada BPP SPAM. Pengajuan Usulan serta Penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari
Anggaran untuk pembiayaan pelaksanaan tugas BPP SPAM Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri.
dibebankan pada APBN Departemen Pekerjaan Umum. Untuk Pemerintah dapat menerima Pinjaman dan/atau Hibah Luar
perubahan organisasi dan tata kerja Sekretariat BPP SPAM, dite- Negeri yang bersumber dari negara asing, lembaga multilateral,
tapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum setelah mendapat persetu- lembaga keuangan dan lembaga non-keuangan asing serta lem-
juan tertulis dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang baga keuangan non asing yang berdomisili dan melakukan
pendayagunaan aparatur negara. kegiatan usaha di luar wilayah negara Republik Indonesia.
Dalam rangka perencanaan kegiatan yang dibiayai dari
Daftar Isi Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, Menteri Perencanaan
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Pembentukan dan Status; Bab Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas menyusun perenca-
III Tugas dan Fungsi BPP SPAM; Bab IV Organisasi dan Tata naan kegiatan pembangunan. Menteri menyampaikan rencana
Kerja Sekretariat BPP SPAM; Bab V Tata Kerja; Bab VI penyusunan DRPHLN-JM kepada Menteri pada Kementerian
Pembiayaan dan Anggaran; Bab VII Pembinaan dan Negara/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Direksi BUMN. Per-
Pengawasan; Bab VIII Ketentuan Penutup. syaratan umum usulan kegiatan yang dibiayai melalui Pinjaman
Proyek dan Hibah mencakup Daftar Isian Pengusulan Kegiatan,
Kerangka Acuan Kerja dan Dokumen Studi Kelayakan Kegiatan.
57. Peraturan Menteri Negara Menteri pada Kementerian Negara/Pimpinan Lembaga dapat
Perencanaan Pembangunan Nasional/ mengajukan usulan kegiatan yang dibiayai dari Hibah Luar Negeri
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan yang bersifat khusus kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas.
Nasional Republik Indonesia Berdasarkan DRPHLN, Menteri PPN/Kepala Bappenas
Nomor Per.005/M.PPN/06/200 melakukan koordinasi dengan calon PPLN/PHLN untuk menda-
tentang Tata Cara Perencanaan dan Pengajuan patkan indikasi komitmen pendanaan.
Usulan serta Penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari Dalam rangka perencanaan usulan kegiatan yang dibiayai dari
Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri Pinjaman/Hibah Luar Negeri untuk Departemen Pertahanan dan
Kepolisian RI yang bersifat khusus, Menteri PPN/Kepala
Untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang tercantum Bappenas dapat mencantumkan usulan kegiatan dalam dokumen
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata perencanaan kegiatan yang terpisah.
Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta
Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri maka ditetap- Daftar Isi
kan Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Bab I Ketentuan Umum; Bab II Sumber, Bentuk dan Jenis
Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Pinjaman/Hibah Luar Negeri; Bab III Penyusunan Dokumen

90 91
Perencanaan; Bab IV Pengajuan Usulan Pinjaman Program, keterjangkauan dan keadilan, mutu pelayanan, pemulihan biaya,
Pinjaman Proyek, dan Hibah; Bab V Persyaratan Pengusulan efisiensi pemakaian air, transparansi dan akuntabilitas serta per-
Kegiatan; Bab VI Penilaian Usulan Kegiatan; Bab VII Peningkatan lindungan air baku.
Kesiapan Rencana Pelaksanaan Kegiatan; Bab VIII Penilaian PDAM dapat menentukan kebijakan jenis-jenis pelanggan pada
Kesiapan Kegiatan; Bab IX Fasilitas Kredit Ekspor (FKE) dan/atau masing-masing kelompok berdasarkan kondisi obyektif dan karak-
Pinjaman Komersial; Bab X Hibah Luar Negeri yang Bersifat teristik pelanggan di daerah masing-masing sepanjang tidak
Khusus; Bab XI Penyusunan Daftar Kegiatan; Bab XII Rencana mengubah jumlah kelompok pelanggan. PDAM menetapkan
Pelaksanaan Kegiatan; Bab XIII Pemantauan Perencanaan serta struktur tarif berdasarkan ketentuan blok konsumsi, kelompok
Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan; Bab XIV pelanggan, dan jenis tarif.
Evaluasi Hasil Pelaksanaan Kegiatan; Bab XV Ketentuan Untuk mekanisme penetapan tarif didasarkan asas propor-
Tambahan; Bab XVI Ketentuan Peralihan; Bab XVII Ketentuan sionalitas kepentingan masyarakat pelanggan, PDAM selaku
Penutup. badan usaha dan penyelenggara serta Pemerintah Daerah selaku
pemilik PDAM. Sedangkan tarif ditetapkan oleh Kepala Daerah
berdasarkan usulan Direksi setelah disetujui oleh Dewan
Pengawas.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Dalam hal pembinaan atas penetapan tarif dilakukan oleh
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Menteri Dalam Negeri dengan dibantu oleh Gubernur untuk
tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara melakukan pengawasan atas pelaksanaan pedoman penetapan
Pengaturan Tarif Air Minum Pada Perusahaan tarif.
Daerah Air Minum
Daftar Isi
Peraturan ini dibuat untuk menggantikan Peraturan Menteri Bab I Ketentuan Umum; Bab II Dasar Kebijakan Penetapan
Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1998 tentang Pedoman Penetapan Tarif; Bab III Blok Konsumsi dan Kelompok Pelanggan; Bab IV
Tarif Air Minum Pada Perusahaan Daerah Air Minum. Perhitungan dan Proyeksi Biaya Usaha dan Biaya Dasar; Bab V
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2006 Pendapatan dan Tarif; Bab VI Mekanisme dan Prosedur
tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Penetapan Tarif; Bab VII Pembinaan dan Pengawasan.
Minum Pada PDAM, Tarif ditetapkan dengan mempertimbangkan
keseimbangan dengan tingkat mutu pelayanan yang diterima oleh
pelanggan. Untuk pengembangan pelayanan air minum Tarif
Rata-rata direncanakan harus menutup biaya dasar ditambah
keuntungan yang wajar. Penetapan tarif didasarkan pada prinsip :

92 93
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Ruang lingkup penggunaan DAK Bidang Infrastruktur Tahun
Nomor 39/PRT/M/2006 2007 meliputi subbidang jalan, subbidang irigasi, dan subbidang
tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana air bersih dan sanitasi. Sedangkan kriteria teknis kegiatan bidang
Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur Tahun 2007 infrastruktur meliputi kriteria teknis untuk prasarana jalan, kriteria
teknis untuk prasarana irigasi, dan kriteria teknis untuk prasarana
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 39/PRT/M/2006 air bersih dan sanitasi.
tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Dalam hal koordinasi penyelenggaraan, Menteri membentuk
Bidang Infrastruktur Tahun 2007 adalah sebagai wujud pelak- Tim Koordinasi Penyelenggaraan DAK Bidang Infrastruktur tingkat
sanaan ketentuan Pasal 59 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor Departemen, yang terdiri dari unsur Sekretaris Jenderal,
55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Inspektorat Jenderal, dan unit kerja Eselon 1 terkait. Untuk biaya
Peraturan ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi Depar- operasional Tim Koordinasi dibebankan pada Satuan Kerja
temen, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota Pembinaan Manajemen Perencanaan dan Pemrograman Bidang
dalam pemanfaatan, pelaksanaan, pemantauan, dan pembinaan Pekerjaan Umum, Biro Perencanaan dan KLN, dan unit kerja
dari segi teknis terhadap kegiatan yang dibiayai melalui DAK terkait.
Bidang Infrastruktur Tahun 2007. Bupati/Walikota membentuk Tim Koordinasi Penyelenggaraan
Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Menteri ini meliputi DAK Bidang Infrastruktur tingkat Kabupaten/Kota dan dinas teknis
perencanaan dan pemrograman, koordinasi penyelenggaraan, terkait. Satuan Kerja Perangkat Daerah Dana Alokasi Khusus
pelaksanaan dan cakupan kegiatan, tugas dan tanggung jawab (selanjutnya disingkat SKPD DAK) masing-masing subbidang
pelaksanaan kegiatan, pemantauan dan evaluasi, pelaporan infrastruktur bertugas melaksanakan kegiatan yang dananya
kegiatan/fisik dan keuangan, mekanisme pelaporan keuangan bersumber dari DAK bidang infrastruktur sebagaimana telah dite-
DAK dengan aplikasi Sistem Akuntansi Keuangan (SAK), serta tapkan oleh Menteri Keuangan. Sedangkan Kepala SKPD DAK
penilaian kinerja. bertanggung jawab secara fisik dan keuangan terhadap pelak-
Departemen melalui unit Eselon I dan/atau unit Eselon 2 terkait sanaan kegiatan yang dibiayai dari DAK bidang infrastruktur.
untuk masing-masing subbidang membantu proses perencanaan Untuk mekanisme pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
kegiatan yang dibiayai DAK dalam hal merumuskan kriteria teknis kegiatan SKPD DAK dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri
pemanfaatan DAK bidang infrastruktur; memberikan rekomendasi ini. Pelaporan pelaksanaan DAK bidang infrastruktur dilakukan
alokasi dana masing-masing subbidang dan pada masing-masing secara berjenjang, mulai dari Kepala SKPD DAK, Kepala Daerah
Kabupaten/Kota; pembinaan teknis dalam proses penyusunan dan Menteri.
Rencana Definitif dalam bentuk pendampingan dan pelatihan; Ketentuan lain dari peraturan ini adalah dalam hal terjadi ben-
serta melakukan evaluasi dan sinkronisasi atas usulan Rencana cana alam, daerah dapat mengubah penggunaan DAK untuk
Definitif dan perubahannya, terkait kesesuaiannya dengan priori- kegiatan diluar yang telah diatur dalam Peraturan Menteri
tas nasional. Keuangan dan Petunjuk Teknis ini, setelah sebelumnya menga-

94 95
jukan usulan perubahan dan mendapat persetujuan tertulis dari Dalam hal Daerah menerima Hibah yang sumbernya selain dari
Menteri Keuangan dan Menteri. Pemerintah, maka pemberi Hibah dan Daerah menuangkan
penerimaan Hibah dalam perjanjian yang ditandatangani oleh
Daftar Isi kedua belah pihak. Penerimaan Hibah oleh Daerah dikelola dan
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Perencanaan dan dilaksanakan secara transparan dan akuntabel. Jika Hibah tidak
Pemrograman; Bab III Kriteria Teknis; Bab IV Koordinasi termasuk dalam perencanaan Hibah pada tahun anggaran ber-
Penyelenggaraan; Bab V Pelaksanaan dan Cakupan Kegiatan; jalan, maka Hibah harus dilaporkan dalam Laporan Pertanggung-
Bab VI Tugas dan Tanggung Jawab Pelaksanaan Kegiatan; Bab jawaban Keuangan.
VII Pemantauan dan Evaluasi; Bab VIII Pelaporan; Bab IX Dalam rangka monitoring dan evaluasi, daerah penerima Hibah
Penilaian Kinerja; Bab X Ketentuan Lain-lain; Bab XI Ketentuan wajib menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan
Penutup. kegiatan yang didanai dari Hibah setiap triwulan kepada Dirjen
Anggaran dan Perimbangan Keuangan, Kementerian Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Kemente-
rian Lembaga Terkait.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Dalam hal Daerah melakukan pengelolaan Hibah menyimpang
Nomor 52/PMK.010/2006 dari ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam NPHD (Naskah
tentang Tata Cara Pemberian Hibah Kepada Daerah Perjanjian Hibah Daerah) atau NPPH (Naskah Perjanjian Pe-
nerusan Hibah), maka seluruh kegiatan penyaluran Hibah dapat
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.010/2006 ini dihentikan.
merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 6 Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku, maka
PP Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 35/KMK.07/2003 tentang
Pasal 22 ayat (4) PP No.2 Tahun 2006 tentang Tatacara Perencanaan, Pelaksanaan/Penatausahaan, dan Pemantauan
Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman Luar Negeri Pemerintah Kepada Daerah
Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan
Hibah kepada Daerah bersifat bantuan untuk menunjang pro- Nomor 357/KMK.07/2003 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
gram pembangunan sesuai dengan prioritas dan kebijakan
Pemerintah serta merupakan urusan daerah. Hibah kepada Daftar Isi
Daerah bersumber dari pendapatan dalam negeri, pinjaman luar Bab I Ketentuan Umum; Bab II Sumber dan Bentuk Hibah; Bab
negeri dan/atau hibah luar negeri. III Prinsip Pemberian Hibah; Bab IV Kriteria Pemberian Hibah; Bab
Menteri Keuangan menetapkan persetujuan atau penolakan V Pengusulan dan Penilaian Pemberian Hibah Yang Bersumber
atas usulan Hibah serta kelayakan suatu Daerah untuk menerima Dari Pendapatan Dalam Negeri; Bab VI Pengusulan dan Penilaian
Hibah didasarkan hasil penelitian dan penilaian. Pemberian Hibah Yang Bersumber Dari Pinjaman Luar Negeri;

96 97
Bab VII Pengusulan dan Penilaian Pemberian Hibah Yang
kemampuan keuangan daerah kepada Kepala Bappenas sebagai
Bersumber dari Hibah Luar Negeri; Bab VIII Persetujuan dan
bahan penyusunan DRPPHLN yang dilakukan oleh Kepala
Perjanjian Hibah; Bab IX Hibah yang Bersumber Selain Dari
Bappenas. Kemudian Kepala Bappenas menyusun Daftar
Pemerintah; Bab X Penarikan dan Penyaluran Hibah; Bab XI
Kegiatan yang dapat dibiayai dengan pinjaman luar negeri.
Pengelolaan Hibah oleh Daerah; Bab XII Pemantauan; Bab XIII
Dirjen Perbendaharaan menetapkan waktu pelaksanaan
Ketentuan Peralihan; Bab XIV Ketentuan Penutup.
perundingan dengan calon Pemberi Pinjaman Luar Negeri (PPLN)
setelah diterbitkannya Daftar Rencana Pinjaman Daerah (DRPD)
dan Pemda memenuhi kriteria kesiapan kegiatan. Persyaratan
pinjaman dalam Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
(NPPLN) menjadi acuan dalam menetapkan persyaratan pinjam-
Nomor 53/PMK.010/2006
an dalam Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman (NPPP).
tentang Tata Cara Pemberian Pinjaman Daerah
Selanjutnya Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa
dari Pemerintah yang Dananya Bersumber dari
oleh Menteri Keuangan menandatangani NPPP dengan Pemda
Pinjaman Luar Negeri
penerima pinjaman. Berdasarkan NPPP, Pemda penerima pinjam-
an mengajukan permintaan persetujuan penetapan Satuan
Dalam rangka melaksanakan ketentuan-ketentuan Peraturan
Anggaran Per Satuan Kerja (SA-PSK) pinjaman kepada Dirjen
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah dan
Anggaran dan Perimbangan Keuangan. Atas dasar penetapan
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara
SA-PSK, Pemda menerbitkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Serta Pe-
(DIPA). Setelah disahkan Dirjen Perbendaharaan maka DIPA di-
nerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri maka Peraturan
gunakan sebagai dasar pencairan dan/atau penyaluran pinjaman.
Menteri ini dibuat. Keputusan Menteri Keuangan Nomor
Berdasarkan NPPP, Dirjen Perbendaharaan atau Bank
35/KMK.03/2003 tentang Perencanaan, Pelaksanaan/Pe-
Penatausaha menyampaikan surat tagihan pembayaran kembali
natausahaan, dan Pemantauan Penerusan Pinjaman Luar Negeri
pinjaman kepada Pemda. Dalam hal Pemda tidak melaksanakan
Pemerintah Kepada Daerah sebagaimana telah diubah dengan
kewajiban pembayaran kembali pinjaman, Dirjen Perbendaharaan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 357/KMK.07/2003 dicabut
setelah berkoordinasi dengan Mendagri dan Dirjen Anggaran dan
dan dinyatakan tidak berlaku.
Perimbangan Keuangan akan melakukan pemotongan terhadap
Pemda mengajukan usulan kegiatan yang akan dibiayai de-
DAU dan/atau DBH dari penerimaan negara yang menjadi hak
ngan Pinjaman kepada Menteri Bappenas untuk dimasukkan
daerah bersangkutan.
dalam Daftar Rencana Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri
Departemen Keuangan, Kementerian Bappenas dan Ke-
Jangka Menengah (DRPHLN JM). Menteri Keuangan c.q. Dirjen
menterian Negara/Lembaga teknis terkait melakukan pemantauan
Perbendaharaan menyampaikan informasi mengenai indikasi

98 99
atas kinerja pelaksanaan kegiatan dan pinjaman dalam penca-
paian target dan sasaran yang telah ditetapkan dalam NPPP.

Daftar Isi
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Pengajuan dan Penilaian
Rencana Pinjaman; Bab III Perundingan dan Penandatanganan
NPPLN; Bab IV Naskah Perjanjian Pinjaman Kepada Daerah; Bab
V Penarikan dan Penyaluran Pinjaman; Bab VI Pembayaran
Kembali Pinjaman; Bab VII Pemantauan dan Pelaporan Pinjaman;
Bab VIII Ketentuan Peralihan; Bab IX Ketentuan Penutup.

KEPUTUSAN
MENTERI

100
Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan prasarana pengairan, serta biaya pemeliharaan dan pelestarian
Menteri Pertambangan dan Energi sumber air. Terhadap penggunaan air permukaan dan/atau sum-
Nomor 04 Tahun 1991 dan Nomor 76 Tahun 1991 ber air di atas permukaan tanah, termasuk air laut yang digunakan
tentang Penggunaan Air dan/atau Sumber Air di darat untuk kegiatan usaha pertambangan maka Menteri
Untuk Kegiatan Usaha Pertambangan Termasuk Pekerjaan Umum dapat membebaskan pembayaran iuran jasa
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan pemanfaatan air.
Pengusahaan Sumberdaya Panas Bumi Pengawasan terhadap penggunaan air dan/atau sumber air
yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan dilakukan
Sebagai pelaksanaan lebih lanjut Pasal 22 Peraturan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Pertambangan dan
Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air, Energi sesuai bidang tugas dan wewenangnya masing-masing.
maka dianggap perlu menetapkan landasan kebijaksanaan peng-
aturan mengenai segi teknis dan segi administratif penggunaan Daftar Isi
air dan/atau sumber air untuk kegiatan usaha pertambangan Bab I Ketentuan Umum; Bab II Ruang Lingkup Penggunaan Air
minyak dan gas bumi dan pengusaha sumber daya panas bumi dan/atau Sumber Air; Bab III Izin Penggunaan Air Permukaan
dalam Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri dan/atau Sumber Air di Atas Permukaan Tanah; Bab IV Izin
Pertambangan dan Energi. Penggunaan Air dan/atau Sumber Air Bawah Tanah; Bab V
Pelaksanaan penggunaan air dan/atau sumber air untuk Persyaratan Teknis Penggunaan Air dan/atau Sumber Air Untuk
kegiatan usaha pertambangan harus tetap memperhatikan urutan Kegiatan Usaha Pertambangan; Bab VI Iuran Jasa Pemanfaatan
prioritas penggunaan air dan/atau sumber air sesuai keperluan Air; Bab VII Pengawasan; Bab VIII Ketentuan Penutup.
masyarakat pada setiap tempat dan keadaan.
Izin penggunaan air permukaan dan/atau sumber air diatas
permukaan tanah untuk kegiatan usaha pertambangan diberikan
oleh Menteri Pekerjaan Umum. Sedangkan izin penggunaan air Keputusan Menteri Dalam Negeri
permukaan dan/atau sumber air bawah tanah untuk kegiatan Nomor 690.31 - 285
usaha pertambangan diberikan oleh Menteri Pertambangan dan tentang Pengesahan Peraturan Daerah Khusus
Energi. Ibukota Jakarta Nomor 13 Tahun 1992
Penggunaan air permukaan dan/atau sumber air diatas per- tentang Perusahaan Daerah Air Minum Daerah
mukaan tanah untuk kegiatan usaha pertambangan dikenakan Khusus Ibukota Jakarta (PAM JAYA)
iuran jasa pemanfaatan air yang besarannya dihitung atas dasar
pembebanan 4 (empat) unsur pokok yaitu biaya pemanfaatan air, Mengesahkan Perda DKI Jakarta Nomor 13 Tahun 1992 ten-
biaya pengembalian investasi, biaya eksploitasi dan pemeliharaan tang PDAM DKI Jakarta (PAM JAYA) dengan perubahan :

101 102
Nomor urut 1 diubah menjadi 8 baru dan nomor 2 lama diubah Keputusan Menteri Dalam Negeri
menjadi nomor 1 baru. Nomor 690 - 229
Ditambahkan nomor 7, 8 dan 13 baru. tentang Pengesahan Peraturan Daerah Khusus
Nomor urut 7, 8, 9, dan 10 diubah menjadi nomor 9, 10, 11, Ibukota Jakarta Nomor 11 Tahun 1993
dan 12 baru. tentang Pelayanan Air Minum di Wilayah Daerah
Pasal 6 diubah menjadi : Khusus Ibukota Jakarta
"Tugas pokok PAM JAYA adalah melakukan segala usaha
yang berhubungan langsung dengan penyediaan dan pendis- Mengesahkan Perda DKI Jakarta Nomor 11 Tahun 1993 ten-
tribusian air minum yang memenuhi syarat-syarat kesehatan tang Pelayanan Air Minum di Wilayah DKI Jakarta, dengan
serta pelayanan yang baik bagi masyarakat dengan berpedo- perubahan sebagai berikut :
man pada prinsip-prinsip ekonomi perusahaan." 1. Pasal 16 diubah menjadi :
Setelah Pasal 33 ditambahkan BAB X dan Pasal 34 baru Pasal 16
sebagai berikut : (1)Besarnya tarip air minum ditetapkan dengan Keputusan Gu-
Bab X Jenis dan Tarif : Pasal 34 Penetapan jenis, tarif dan bernur Kepala DKI Jakarta.
perhitungan tarif air minum PAM JAYA ditetapkan dengan (2)Tarip air minum diberlakukan kepada pelanggan setelah Ke-
berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang putusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku. mendapat pengesahan dari Mendagri.
Setelah Pasal 40 ditambahkan BAB XIV dan Pasal 41 baru (3)Tarip air minum diberlakukan melalui pengumuman Direksi
sebagai berikut : PAM Jaya.
Bab XIV Pengelolaan Barang : Pasal 41 Pelaksanaan penge-
2. Pasal 18 ditambahkan ayat (3) sebagai berikut :
lolaan barang PAM JAYA berpedoman pada peraturan perun-
(3)Meter air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) di atas
dang-undangan yang berlaku.
secara berkala sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dilakukan peneraan.

3. Pasal 22 diubah menjadi :


Pasal 22
(1) Pengendalian atas pemakaian air dilakukan oleh PAM Jaya
dengan memasang meter air untuk mendeteksi kubikasi air
yang didistribusikan.
(2) Meter air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini
dipasang pada awal jaringan distribusi dan sektor distribusi.

103 104
Keputusan Menteri Negara (c) Apabila belum ditemukan pedoman teknis, maka UKL dan
Lingkungan Hidup Republik Indonesia UPL dibuat dengan berpedoman pada Pedoman Umum seba-
Nomor : Kep-12/MENLH/3/1994 gaimana dimaksud dalam ayat (1).
tentang Pedoman Umum Upaya Pengelolaan 4. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan

Pedoman Umum Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya


Pemantauan Lingkungan ini merupakan peraturan pelaksana dari Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Nomor 35 Tahun 1995
Mengenai Dampak Lingkungan. Dalam penjelasan Pasal 2 ayat tentang Program Kali Bersih
(2) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan disebutkan bahwa dalam menun- Pelaksanaan Prokasih berasaskan pelestarian fungsi ling-
jang pembangunan yang berwawasan lingkungan, bagi rencana kungan perairan sungai untuk menunjang pembangunan yang
usaha atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi dengan AMDAL berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan manusia.
tetap diharuskan melakukan Upaya Pengelolaan Lingkungan Pelaksanaan Prokasih bertujuan untuk tercapainya kualitas air
(UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL). sungai yang baik, terciptanya sistem kelembagaan yang mampu
Dalam Keputusan Menteri ini ada beberapa hal yang ditetap- melaksanakan pengendalian pencemaran air secara efektif dan
kan, yaitu : efisien serta terwujudnya kesadaran dan tanggung jawab
1. Rencana usaha atau kegiatan yang tidak ada dampak pen- masyarakat dalam pengendalian pencemaran air.
tingnya, dan/atau secara teknologi sudah dapat dikelola Sungai dan ruas sungai Prokasih ditetapkan oleh Gubernur
dampak pentingnya diharuskan melakukan UKL dan UPL berdasarkan pedoman pemilihan sungai dan ruas sungai Prokasih
sesuai dengan yang ditetapkan didalam syarat-syarat per- yang ditetapkan Bapedal dengan mempertimbangkan fungsi su-
izinannya menurut peraturan yang berlaku. ngai bagi masyarakat dan pembangunan serta memperhitungkan
2. UKL dan UPL sebagaimana dimaksud dalam diktum pertama tingkat kemampuan lembaga pelaksana di daerah yang
perlu diatur melalui suatu pedoman umum. bersangkutan.
3. (a) Pedoman Umum UKL dan UPL adalah sebagaimana Menteri bertanggung jawab dalam koordinasi kebijaksanaan
dimaksud dalam Lampiran Keputusan Menteri ini. Prokasih secara nasional. Sedangkan Kepala Bapedal bertang-
(b) Pedoman Teknis UKL dan UPL ditetapkan oleh Menteri gung jawab dalam koordinasi pelaksanaan pengendalian kegiatan
atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen Prokasih secara nasional.
dengan menggunakan Pedoman Umum sebagaimana Gubernur menyampaikan laporan Prokasih secara berkala
dimaksud dalam ayat (1) sebagai rujukan. kepada Menteri, Menteri Dalam Negeri dan Kepala Bapedal.

105 106
Menteri juga memberikan penghargaan kepada Pemerintah (Amdal) Kabupaten/Kota berkedudukan di Badan Pengendalian
Daerah yang melaksanakan Prokasih dan perusahaan/kegiatan Dampak Lingkungan Daerah Kabupaten/Kota atau di instansi lain
usaha yang melaksanakan pengendalian pencemaran dengan yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan hidup di tingkat
kinerja yang sangat baik. Kabupaten/Kota.
Segala biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan Prokasih di Susunan keanggotaan terdiri dari Ketua merangkap sebagai
tingkat Pusat dibebankan kepada APBN dan/atau sumber dana anggota, Sekretaris merangkap sebagai anggota, dan anggota-
lainnya. Sedangkan di tingkat Daerah dibebankan kepada APBD anggota lainnya. Tim Teknis terdiri atas para ahli dari instansi tek-
dan/atau sumber dana lainnya. nis yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkut-
an dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah
Daftar Isi Kabupaten/Kota atau instansi lain yang ditugasi mengendalikan
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Azas, Tujuan dan Sasaran dampak lingkungan hidup di tingkat Kabupaten/Kota, serta ahli
Prokasih; Bab III Pelaksanaan Prokasih; Bab IV Organisasi lain dengan bidang ilmu yang terkait.
Pelaksanaan Prokasih; Bab V Pelaporan; Bab VI Pemberian Komisi Penilai Amdal Kabupaten/Kota bertugas menilai kerang-
Penghargaan; Bab VII Pembiayaan; Bab VIII Penutup. ka acuan, Amdal, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan ren-
cana pemantauan lingkungan hidup. Dalam melaksanakan tugas-
nya, Komisi Penilai dibantu oleh Tim teknis Komisi Penilai dan
Sekretariat Komisi Penilai.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Biaya atas pelaksanaan kegiatan Komisi Penilai, Tim Teknis,
Nomor 41 Tahun 2000 dan Sekretariat Komisi Amdal dibebankan pada anggaran Badan
tentang Pedoman Pembentukan Komisi Penilai Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kabupaten/Kota atau
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup pada anggaran instansi yang ditugasi menangani pengendalian
Kabupaten/Kota dampak lingkungan hidup di tingkat Kabupaten/Kota yang
bersumber dari APBD Kabupaten/Kota.
Sebagai pelaksanaan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 25
Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Daftar Isi
Propinsi sebagai Daerah Otonom, maka ditetapkan Pedoman Bab I Pembentukan Komisi Penilai; Bab II Susunan
Pembentukan Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Ling- Keanggotaan; Bab III Tugas dan Fungsi; Bab IV Pembiayaan; Bab
kungan Hidup Kabupaten/Kota. Di dalam Peraturan Pemerintah V Penutup.
Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup juga belum diatur mengenai Komisi Penilai
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota.
Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

107 108
Keputusan Menteri Dalam Negeri usaha-usaha lain yang sah menurut hukum, bantuan Pemerintah
Nomor 50 Tahun 2001 dan Pemerintah Daerah serta bantuan dari yayasan/lembaga luar
tentang Pedoman Pemberdayaan Perkumpulan negeri. Biaya pemberdayaan P3A, GP3A, dan IP3A dapat
Petani Pemakai Air (P3A) bersumber dari APBN, APBD, dan sumber dana lain yang sah.
Sedangkan kegiatan yang dilakukan oleh P3A, GP3A, dan IP3A
Yang mendasari ditetapkannya Keputusan ini adalah Undang- pada prinsipnya dibiayai sendiri oleh P3A, GP3A, dan IP3A.
Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Mengenai lembaga tradisional kepengurusan air yang sudah
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan ada dan P3A yang sudah dibentuk pada saat berlakunya
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Peraturan Keputusan Menteri ini tetap diakui keberadaannya dan diarahkan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan untuk senantiasa mendapat dukungan anggota secara
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, demokratis.
Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001 tentang Irigasi, serta
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2001 tentang Daftar Isi
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam Negeri. Bab I Ketentuan Umum; Bab II Asas dan Sifat; Bab III
Wadah Perkumpulan Petani Pemakai Air merupakan himpunan Pembentukan; Bab IV Tata Cara Pembentukan; Bab V Susunan
bagi petani pemakai air yang bersifat sosial-ekonomi, budaya, dan Organisasi; Bab VI Wewenang, Hak, dan Kewajiban; Bab VII
berwawasan lingkungan. P3A dibentuk dari, oleh, dan untuk Pemberdayaan; Bab VIII Wilayah Kerja; Bab IX Hubungan Kerja;
petani pemakai air secara demokratis, yang pengurus dan Bab X Sumber dana; Bab XI Ketentuan Peralihan; Bab XII
anggotanya terdiri dari unsur petani pemakai air. P3A dalam satu Ketentuan Penutup.
daerah pelayanan sekunder tertentu dapat bergabung sampai ter-
bentuk Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A).
GP3A dalam satu daerah irigasi tertentu dapat bergabung sampai
terbentuk Induk Perkumpulan Petani Pemakai Air (IP3A). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Pemberdayaan P3A, GP3A, dan IP3A dilaksanakan melalui Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002
kegiatan motivasi, pelatihan, penyerahan kewenangan, fasilitasi, tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas
bimbingan teknis, pendampingan, kerjasama pengelolaan dan Air Minum
audit pengelolaan irigasi. Hubungan kerja antara P3A, GP3A, dan
IP3A bersifat kerjasama, koordinatif, dan konsultatif yang selanjut- Peraturan ini merupakan revisi dari Peraturan Menteri
nya diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 tentang Syarat-syarat Dan
masing-masing menurut wilayah kerjanya. Pengawasan Kualitas Air. Dengan ditetapkannya Keputusan ini,
Dana P3A, GP3A, dan IP3A dapat bersumber dari iuran pen- maka Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/Men-
gelolaan irigasi, sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat, kes/Per/IX/1990 dinyatakan tidak berlaku lagi.

109 110
Persyaratan kualitas air minum meliputi persyaratan bakterio- Keputusan Menteri Permukiman dan
logis, kimiawi, radioaktif dan fisik. Menteri Kesehatan melakukan Prasarana Wilayah
pembinaan teknis terhadap segala kegiatan yang berhubungan Nomor 409/KPTS/2002
dengan penyelenggaraan persyaratan kualitas air minum. tentang Pedoman Kerjasama Pemerintah dan
Dalam pelaksanaan pengawasan kualitas air minum, Dinas Badan Usaha Swasta dalam Penyelenggaraan
Kesehatan Kabupaten/Kota dapat menentukan parameter kualitas dan/atau Pengelolaan Air Minum dan Sanitasi
air yang akan diperiksa sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
daerah tangkapan air, instalasi pengolahan air dan jaringan perpi- Merujuk pada Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1998 ten-
paan. Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melakukan peng- tang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta dalam
awasan dapat mengikutsertakan instansi terkait, asosiasi pen- Pembangunan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur dan Pasal 13
gelolaan air minum, lembaga swadaya masyarakat dan organisasi Keputusan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
profesi yang terkait. Nasional/Kepala Bappenas Nomor KEP.319/PET/10/1998 tentang
Pembiayaan pemeriksanaan sampel air minum dibebankan Pelaksanaan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur, maka dipandang
kepada pihak pengelola air minum, pemerintah maupun swasta perlu untuk menerbitkan Pedoman Pelaksanaan Kerjasama
dan masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan Pemerintah dan Badan Usaha Swasta dalam Penyelenggaraan
yang berlaku. dan/atau Pengelolaan Air Minum dan/atau Sanitasi.
Setiap pengelola penyediaan air minum yang melakukan per- Pedoman Kerjasama Pemerintah dan Swasta (selanjutnya di-
buatan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang singkat KPS) dalam penyelenggaraan dan/atau pengelolaan air
dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat dan minum dan/atau sanitasi dimaksudkan sebagai acuan dalam
merugikan kepentingan umum dapat dikenakan sanksi adminis- mewujudkan penyelenggaraan fasilitas air minum atau sanitasi
tratif dan/atau sanksi pidana berdasarkan peraturan yang berlaku. melalui KPS. Penanggung jawab kegiatan investasi KPS adalah
Bupati/Walikota/Gubernur untuk kerjasama yang berada atau
Daftar Isi merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota/Propinsi
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Ruang Lingkup Dan dan Pimpinan BUMN/BUMD atau badan lain yang telah menda-
Persyaratan; Bab III Pembinaan Dan Pengawasan; Bab IV patkan pelimpahan wewenang dari Menteri/Pimpinan Lembaga
Pembiayaan; Bab V Sanksi; Bab VI Ketentuan Peralihan; Bab VII Pemerintah Non Departemen, Gubernur, Walikota/Bupati.
Ketentuan Penutup. Kerjasama pemerintah dan swasta dalam penyelenggaraan dan/-
atau pengelolaan air minum dan/atau sanitasi meliputi tahapan persiap-
an, pengadaan, pengikatan, monitoring dan pengakhiran investasi.
Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah bertanggungjawab atas
pembinaan teknis dalam rangka pelaksanaan pedoman KPS dalam
penyelenggaraan dan/atau pengelolaan air minum dan/atau sanitasi.

111 112
Daftar Isi kebisingan, getaran, radiasi, vektor penyakit, persyaratan kese-
hatan lokasi, ruang dan bangunan, toilet dan instalasi. Kepala
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Penyelenggaraan KPS; Bab III
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan
Pembinaan Teknis; Bab IV Ketentuan Lain; Bab V Ketentuan
pengawasan terhadap pelaksanaan Keputusan ini.
Penutup.
Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 261/Menkes/SK/II/1998 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja dinyatakan tidak berlaku.
Didalam lampiran Keputusan ini juga disebutkan bahwa pim-
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
pinan satuan kerja/unit perkantoran bertanggungjawab terhadap
Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002
penyelenggaraan penyehatan lingkungan kerja perkantoran.
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Untuk melaksanakan tugas tersebut Pimpinan perkantoran dapat
Perkantoran dan Industri
menunjuk seorang petugas atau membentuk satuan kerja/unit
organisasi yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang
Keputusan ini dibuat berdasarkan pada beberapa peraturan
kesehatan lingkungan kerja.
perundangan lainnya, diantaranya Undang-Undang Nomor 23
Pimpinan satuan kerja/unit perkantoran dapat memanfaatkan
Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 23
pihak ketiga untuk melaksanakan kegiatan kesehatan lingkungan
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-
kerja. Pihak ketiga harus berbentuk Badan Hukum Usaha penye-
Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,
hatan lingkungan kerja perkantoran yang diakui. Adapun untuk
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang
biaya penyelenggaraan penyehatan lingkungan kerja perkantoran
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Peraturan
menjadi tanggung jawab perkantoran.
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom,
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah,
Nomor 29 Tahun 2003
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
tentang Pedoman Syarat dan Tata Cara Perizinan
Pengelolaan Kualitas Air dan Pencemaran Air, Keputusan Menteri
Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Sawit
Kesehatan Nomor 1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang Organisasi
pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit
dan Tata Kerja Departemen Kesehatan, serta Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat
Keputusan ini merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari keten-
dan Pengawasan Kualitas Air Minum.
tuan Pasal 35 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun
Persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pence-
industri meliputi : persyaratan air, udara, limbah, pencahayaan,
maran Air.

113 114
Bupati/Walikota menetapkan syarat dan tata cara perizinan yang bersangkutan atau tahun sebelumnya. Dalam menetapkan
pemanfaatan air limbah industri minyak sawit pada tanah di perke- daya tampung beban pencemaran air pada sumber air digunakan
bunan kelapa sawit di Kabupaten/Kota. Pengajuan permohonan metode perhitungan yang telah teruji secara ilmiah, yaitu Metoda
izin pemanfaatan air limbah industri minyak sawit pada tanah di Neraca Massa dan Metoda Streeter-Phelps.
perkebunan kelapa sawit diajukan berdasarkan hasil kajian Apabila timbul kebutuhan untuk menggunakan metoda lain
pemanfaatan air limbah industri minyak sawit yang dilakukan yang juga berdasarkan kaidah ilmu pengetahuan dan teknologi
sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No- untuk menyesuaikan dengan situasi dan kondisi serta kapasitas
mor 28 Tahun 2003 tentang Pedoman Teknis Pengajuan daerah, maka dapat digunakan metode diluar metoda tersebut
Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Sawit Pada Tanah di diatas.
Perkebunan Kelapa Sawit.
Bupati/Walikota menerbitkan surat keputusan izin pemanfaatan
air limbah industri minyak sawit selambat-lambatnya 90 (sembilan
puluh) hari kerja sejak permohonan ijin diajukan oleh pemrakarsa. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Izin pemanfaatan limbah industri minyak sawit pada tanah di Nomor 111 Tahun 2003
perkebunan kelapa sawit akan dicabut apabila ditemukan adanya tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara
pelanggaran terhadap persyaratan perizinan pemanfaatan selam- Perizinan serta Pedoman Kajian Pembuangan
bat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah evaluasi Air Limbah ke Air atau Sumber Air
dilakukan.
Peraturan ini merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 41
ayat (7) dan ayat (8) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Air.
Nomor 110 Tahun 2003 Setiap usaha dan/atau kegiatan dilarang membuang air limbah
tentang Buku Pedoman Penetapan Daya Tampung yang mengandung radioaktif ke air atau sumber air. Bupa-
Beban Pencemaran Air Pada Sumber Air ti/Walikota dilarang menerbitkan izin pembuangan air limbah ke air
atau sumber air yang melanggar baku mutu air dan menimbulkan
Peraturan ini merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 23 pencemaran air.
ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Setiap usaha dan/atau kegiatan yang akan membuang air lim-
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. bah ke air atau sumber air wajib mendapat izin tertulis dari
Bupati/Walikota menetapkan daya tampung beban pence- Bupati/Walikota. Permohonan izin membuang air limbah ke air
maran air pada sumber air. Daya tampung beban pencemaran air atau sumber air wajib dilengkapi data dan informasi dengan meng-
pada sumber air ditetapkan berdasarkan debit minimal pada tahun gunakan formulir.

115 116
Bupati/Walikota wajib mencantumkan dalam izin pembuangan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
air limbah ke air atau sumber air seluruh kewajiban dan larangan Nomor 113 Tahun 2003
bagi usaha dan/atau kegiatan sebagaimana tercantum dalam Per- tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha
aturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan dan/atau Kesiapan Pertambangan Batu Bara
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Peraturan ini merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 21
ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pertam-
Nomor 112 Tahun 2003 bangan batu bara ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi
tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik dengan ketentuan sama atau lebih dari ketentuan sebagaimana
tersebut dalam lampiran Keputusan ini. Apabila hasil kajian
Peraturan ini merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 21 AMDAL atau hasil kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan (UPL)
ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dari usaha dan/atau
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. kegiatan pertambangan batu bara mensyaratkan baku mutu air
Baku mutu air limbah domestik berlaku bagi usaha dan/atau limbah lebih ketat, maka diberlakukan baku mutu air limbah seba-
kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restauran), gaimana yang dipersyaratkan oleh AMDL atau UKL dan UPL.
perkantoran, perniagaan dan apartemen. Baku mutu air limbah Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pertam-
domestik daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi. bangan wajib melakukan pengolahan air limbah yang berasal dari
Pengolahan air limbah domestik dapat dilakukan secara kolektif kegiatan penambangan dan air limbah yang berasal dari kegiatan
melalui pengolahan limbah domestik terpadu. pengolahan/pencucian, sehingga mutu air limbah yang dibuang ke
Bupati/Walikota wajib mencantumkan persyaratan dalam hal lingkungan tidak melampaui baku mutu air limbah yang telah dite-
izin pembuangan air limbah domestik bagi usaha dan/atau tapkan.
kegiatan permukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan, Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pertam-
apartemen dan asrama. Sedangkan Menteri meninjau kembali bangan batu bara wajib mengelola air yang terkena dampak dari
baku mutu air limbah domestik secara berkala sekurang- kegiatan penambangan melalui kolam pengendapan (pond).
kurangnya sekali dalam 5 (lima) tahun. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pertambangan batu
bara wajib melakukan kajian lokasi titik penataan (point of compli-
ance) air limbah dari kegiatan pertambangan.
Dalam hal terjadi perubahan lokasi usaha dan/atau kegiatan
pertambangan dan/atau karena pertimbangan kondisi lingkungan
tertentu, maka penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib

117 118
melakukan pengkajian ulang dan mengajukan permohonan kem- belas) tahun mendatang dan menyusun saran pendayagunaan air
bali kepada Bupati/Walikota untuk memperoleh persetujuan lokasi dan penentuan kelas air, yakni melalui saran masukan yang dim-
titik penataan (point of compliance) yang baru. intakan dari masyarakat melalui dengar pendapat.
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pertam- Apabila mutu air lebih baik atau sama jika dibandingkan den-
bangan wajib mentaati ketentuan sebagaimana dimaksud dalam gan kelas air, maka Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan
Pasal 38 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Pemerintah Kabupaten/Kota wajib menyusun program pengelo-
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran laan air. Sedangkan jika mutu air lebih buruk atau dalam kondisi
Air. cemar, maka Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Bupati/Walikota wajib mencantumkan persyaratan dalam izin Kabupaten/Kota mengumumkan sumber air tersebut tercemar dan
pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pertam- menyusun program pemulihan pencemaran air.
bangan yang diterbitkan. Dalam jangka waktu selambat-lambat-
nya 1 (satu) tahun sejak ditetapkan Keputusan ini, baku mutu air
limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pertambangan yang telah
ditetapkan sebelumnya yang lebih longgar, wajib disesuaikan de- Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
ngan ketentuan dalam Keputusan ini. Nomor 115 Tahun 2003
tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Peraturan ini merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 14 ayat
Nomor 114 Tahun 2003 (2) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
tentang Pedoman Pengkajian untuk Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Menetapkan Kelas Air Penentuan status mutu air dapat menggunakan Metode
STORET (metoda ini merupakan salah satu metoda untuk menen-
Peraturan ini merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 9 ayat tukan status mutu air yang umum digunakan) atau Metoda Indeks
(4) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pencemaran. Dengan metoda STORET dapat diketahui parame-
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. ter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu
Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabu- air. Secara prinsip metoda STORET adalah membandingkan
paten/Kota melakukan pengkajian mutu air saat ini untuk menen- antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan
tukan status air sebagai masukan bagi penyusunan program pen- dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air.
gelolaan air atau program pemulihan pencemaran air. Sedangkan Metode Indeks Pencemaran digunakan untuk menen-
Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah tukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air
Kabupaten/Kota dalam melakukan pengkajian mutu air, perlu yang diizinkan.
mendapatkan informasi tentang kebutuhan air untuk 15 (lima Apabila timbul kebutuhan untuk menggunakan metoda lain

119 120
yang juga berdasarkan kaidah ilmu pengetahuan dan teknologi instansi yang bertanggungjawab di bidang lingkungan hidup
untuk menyesuaikan dengan situasi dan kondisi serta kapasitas Propinsi, Kabupaten/Kota atau instansi lain yang terkait minimum
daerah, maka dapat digunakan metoda di luar metoda tersebut 6 (enam) bulan sekali.
diatas.

Keputusan Menteri Kesehatan


Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Nomor 128 Tahun 2003 Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003
tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis tentang Standar Pelayanan Minimal
Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota
Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Secara Biologis
Peraturan ini dibuat sehubungan dengan Keputusan Menteri
Peraturan ini mengacu kepada Keputusan Kepala Bapedal Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Nomor 1747/Menkes
Nomor Kep-03/Bapedal/09/1995 tentang Persyaratan Teknis Kesos/SK/12/2000 tentang Pedoman Penetapan Standar
Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, serta Pelayanan Minimal Dalam Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota
Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perubahan tidak sesuai lagi. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (4) butir
Atas Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 2001 tentang b Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Pemerintah mem-
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, punyai kewenangan untuk menetapkan pedoman standar
dan Tata Kerja Menteri Negara. pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota.
Setiap usaha dan/atau kegiatan minyak dan gas bumi serta ke- Kabupaten/Kota menyelenggarakan pelayanan kesehatan
giatan lain yang menghasilkan limbah minyak bumi wajib mela- sesuai Standar Pelayanan Minimal yang berkaitan dengan
kukan pengolahan limbahnya. Ketentuan perizinan pengelolaan pelayanan kesehatan yang meliputi jenis pelayanan beserta
limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi indikator kinerja dan target tahun 2010 Standar Pelayanan
secara biologis mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Minimal Bidang Kesehatan Kab/Kota..
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Bupati/Walikota bertanggungjawab dalam penyelenggaraan
Beracun dan format permohonan izin untuk pengolahan secara pelayanan kesehatan sesuai Standar Pelayanan Minimal yang
biologi. dilaksanakan oleh Perangkat Daerah Kab/Kota dan masyarakat.
Hasil analisis terhadap proses pengolahan biologis dan Penyelenggaraan tersebut secara operasional dikoordinasikan
pemantauan terhadap bahan hasil pengolahan dilaporkan kepada oleh Dinas Kesehatan Kab/Kota. Sumber pembiayaan pelak-
Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan tembusan kepada sanaan pelayanan kesehatan seluruhnya dibebankan pada APBD.

121 122
Pemerintah dan Pemerintah Propinsi memfasilitasi penyeleng- dan/atau pihak yang diadukan terhadap kasus pencemaran
garaan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar Pelayanan dan/atau perusakan lingkungan hidup. Pejabat yang memberikan
Minimal dan mekanisme kerjasama antar Daerah Kab/Kota. tugas verifikasi dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
setelah diterimanya, wajib segera mengambil keputusan diterima
Daftar Isi atau ditolaknya usulan rekomendasi.
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Standar Pelayanan Minimal Bi- Hasil verifikasi pengaduan kasus pencemaran dan/atau
dang Kesehatan; Bab III Pengorganisasian; Bab IV Pelaksanaan; perusakan lingkungan hidup dapat bersifat terbuka sepanjang
Bab V Pembinaan; Bab VI Pengawasan; Bab VII Ketentuan Pe- menurut sifat dan tujuannya memang terbuka untuk diketahui oleh
nutup. masyarakat.
Biaya untuk melakukan kegiatan pengelolaan pengaduan
kasus pencemaran dan/atau perusakan lingkungan dalam
Keputusan ini yang dilakukan oleh Bupati/Walikota atau Gubernur
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup dibebankan pada APBD, sedangkan Menteri Negara Lingkungan
Nomor 19 Tahun 2004 Hidup dibebankan pada APBN dan/atau sumber dana lain yang
tentang Pedoman Pengelolaan Pengaduan Kasus tidak mengikat.
Pencemaran dan/atau Perusakan
Lingkungan Hidup

Setiap orang yang mengetahui, menduga dan/atau menderita Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
kerugian akibat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan Nomor 75 Tahun 2004
lingkungan hidup dapat menyampaikan pengaduannya secara tentang Organisasi dan Tata Laksana Pusat
tertulis atau lisan yang disampaikan kepada Kepala Desa, Lurah Produksi Bersih Nasional
atau Camat setempat, Bupati/Walikota atau Kepala Instansi
Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan Produksi Bersih adalah suatu strategi pengelolaan lingkungan
lingkungan hidup Kabupaten/Kota, Gubernur atau Kepala Instansi yang bersifat preventif dan terpadu yang perlu diterapkan secara
Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan terus menerus pada proses produksi dan daur hidup produk de-
lingkungan hidup Provinsi, serta Menteri Lingkungan Hidup bagi ngan tujuan untuk mengurangi resiko terhadap kesehatan dan
pengaduan kasus pencemaran dan/atau perusakan lingkungan keselamatan manusia dan lingkungan.
hidup yang lokasi dan/atau dampaknya lintas batas Provinsi Kementerian Lingkungan Hidup berperan sebagai fasilitator
dan/atau lintas batas Negara. bagi terbentuknya PPBN (Pusat Produksi Bersih Nasional) yang
Dalam melakukan verifikasi, Tim Verifikasi dapat meminta mandiri. Susunan organisasi PPBN terdiri dari Komite Pengarah,
keterangan atau keterlibatan di lapangan dari pihak pengadu Direktur Eksekutif, Sekretaris, Manajer Hubungan Masyarakat,

123 124
dan Manajer Teknik.
Jenis jasa pelayanan yang diberikan oleh PPBN meliputi: me-
nyediakan data dan informasi tentang teknologi, tenaga ahli dan
informasi lain yang berkaitan dengan kegiatan Produksi Bersih;
menyelenggarakan pelatihan untuk pelatih; memfasilitasi pelatih-
an; mengembangkan dan menyediakan materi pelatihan; mem-
fasilitasi konsultasi dan bantuan teknis; menyusun dan/atau mem-
fasilitasi penyusunan Panduan Teknis Produksi Bersih untuk sek-
tor spesifik; menyediakan fasilitas perpustakaan, mini plant model
teknologi bersih, website dan mailing list; memberikan masukan
bagi kebijakan pengembangan dan penerapan Produksi Bersih;
dan memberikan jasa penghubung bagi pihak-pihak yang memer-
lukan bantuan dalam menerapkan Produksi Bersih dengan instan-

P E R AT U R A N
si pemerintah, swasta, LSM dan Perguruan Tinggi.
Biaya pelaksanaan kegiatan PPBN untuk kurun waktu 4
(empat) tahun sejak ditetapkannya Keputusan ini bersumber dari

DAERAH
Pemerintah Republik Indonesia melalui alokasi APBN dan ProLH
- GTZ berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
Atas rekomendasi Ketua Komite Pengarah dan setelah menda-
patkan persetujuan dari Menteri Negara Lingkungan Hidup,
Direktur Eksekutif PPBN dapat memberikan usulan untuk meng-
ubah dan/atau mengembangkan susunan organisasi PPBN yang
berada dalam kewenangan pengelolaannya atas dasar musya-
warah untuk mufakat.

Daftar Isi
Bagian Pertama : Ketentuan Umum; Bagian Kedua : Susunan
Organisasi dan Pengurus; Bagian Ketiga : Tugas Komite
Pengarah, Direktur Eksekutif dan Manajer PPBN; Bagian
Keempat : Jenis Pelayanan PPBN; Bagian Kelima : Pembiayaan;
Bagian Keenam : Ketentuan Penutup.

125
Peraturan Daerah Kota Bogor Daftar Isi
Nomor 5 Tahun 2006 Bab I Ketentuan Umum; Bab II Asas, Tujuan dan Ruang
tentang Pelayanan Air Minum Lingkup; Bab III Penyelenggaraan Pelayanan Air Minum; Bab IV
PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor Rekening Air Minum; Bab V Hak dan Kewajiban Pelanggan; Bab
VI Pengendalian; Bab VII Peran Serta Masyarakat; Bab VIII
Perda ini merupakan penyesuaian dari Peraturan Daerah Sanksi Administrasi; Bab IX Ketentuan Pidana; Bab X Penyidikan;
Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor Nomor 10 Tahun 1996 ten- Bab XI Ketentuan Penutup.
tang Pelayanan Air Minum Di Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat
II Bogor.
PDAM merupakan BUMD yang diberi wewenang untuk menye-
lenggarakan pelayanan air minum yang dimanfaatkan untuk Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
masyarakat umum. Dalam melaksanakan penyelenggaraan Nomor 6 Tahun 2005
pelayanan air minum dan pelaksanaan tugasnya PDAM dapat tentang Perlindungan Air
mengadakan kerjasama dengan pihak ketiga berdasarkan per- Provinsi Sulawesi Tenggara
aturan perundang-undangan.
Setiap orang atau badan yang menggunakan jasa pelayanan Ruang lingkup pengaturan perlindungan air di dalam Perda ini
air minum dikenakan tarif air minum yang dihitung berdasarkan meliputi upaya inventarisasi dan identifikasi sumber air, serta sum-
formulasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PDAM ber pencemaran. Masyarakat berhak berperan serta dalam mela-
dapat melaksanakan penyesuaian tarif air minum secara berkala kukan perlindungan air. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan
yang tata cara dan penghitungannya ditetapkan dengan kuantitas dan kualitas sumber air. Masyarakat maupun kelemba-
Peraturan Walikota. gaan dapat juga terlibat aktif melakukan pengaduan, advokasi dan
Pengawasan terhadap pelayanan air minum dilaksanakan oleh tuntutan hukum apabila terjadi penyalahgunaan wewenang dalam
Pemerintah Daerah bersama-sama dengan pelanggan dan perlindungan air atau yang menimbulkan dampak negatif.
masyarakat umum. Setiap pelanggaran terhadap ketentuan Perda Pemerintah Provinsi mempunyai hak mengatur perlindungan
ini, baik yang dilakukan oleh orang atau badan dikenakan sanksi air sesuai dengan kewenangannya. Pemerintah Provinsi
administrasi yang terdiri atas sanksi denda dan sanksi polisional. (Gubernur) dapat melimpahkan kewenangannya kepada pejabat
Penyidikan terhadap pelanggaran Perda ini dilaksanakan oleh yang membidangi tugas pengendalian dampak lingkungan.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Setiap orang atau korporasi dilarang membuang benda/bahan
Daerah. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai Penyidik, PPNS padat atau cair ke dalam atau sekitar sumber air yang dapat me-
berada di bawah koordinasi Penyidik POLRI sesuai dengan nimbulkan pencemaran air. Kegiatan tersebut hanya dapat dila-
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun kukan atas izin Gubernur atau Pejabat yang bertanggungjawab di-
1981 tentang Hukum Acara Pidana.

126 127
bidang lingkungan hidup setelah melalukan penelitian/pengujian. Peraturan Daerah Kota Bandung
Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk melakukan pengawasan Nomor 8 Tahun 2002
terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas per- tentang Pengelolaan Air Bawah Tanah
syaratan perizinan yang harus dipenuhi sebagaimana ditetapkan
dalam Perda ini. Gubernur dapat mengenakan sanksi administrasi Sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun
atas pelanggaran terhadap ketentuan perizinan yang ditetapkan. 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah
Dan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan pidana yang menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Peme-
berlaku. rintahan daerah yang kemudian direvisi menjadi Peraturan
Dalam hal pembiayaan kegiatan seperti uji laboratorium ling- Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 ten-
kungan hidup dan menentukan baku mutu limbah cair tang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ten-
dibebankan pada APBD dan sumber pendapatan lainnya yang tang Pemerintahan Daerah dan telah ditetapkan dengan Undang-
tidak mengikat. Untuk pembiayaan pengendalian kerusakan atau Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Perpu Nomor 3
pencemaran air yang diakibatkan usaha dan/atau kegiatan Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32
dibebankan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-
tersebut. Undang dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom, maka tugas-tu-
Daftar Isi gas pengelolaan air bawah tanah menjadi Kewenangan Bu-
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Maksud, Tujuan Dan Ruang pati/Walikota.
Lingkup; Bab III Hak Dan Kewajiban; Bab IV Peran Serta Tujuan pengelolaan air bawah tanah adalah untuk mewujudkan
Masyarakat; Bab V Hak Dan Wewenang Perlindungan; Bab VI pemanfataan sumber daya air yang berkelanjutan dengan
Perlindungan Air; Bab VII Perizinan; Bab VIII Pengawasan; Bab IX berwawasan lingkungan. Pemanfaatan air bawah tanah meru-
Sanksi Administrasi; Bab X Pembiayaan; Bab XI Ketentuan pakan alternatif apabila sumber air lainnya tidak memungkinkan
Pidana; Bab XII Ketentuan Penyidikan; Bab XIII Ketentuan untuk diambil.
Peralihan; Bab IV Ketentuan Penutup. Setiap orang atau Badan Hukum yang melakukan kegiatan
eksplorasi dan pengeboran termasuk penggalian, penurapan dan
pengambilan air bawah tanah untuk berbagai keperluan hanya
dapat dilaksanakan setelah mendapat ijin dari Walikota. Jenis Ijin
Pengelolaan Air Bawah Tanah terdiri dari Ijin Usaha Perusahaan
Pengeboran Air Bawah Tanah, Ijin Juru Bor, Ijin Pengeboran Air
Bawah Tanah, Ijin Pengambilan Air Bawah Tanah, dan Ijin Eksplo-
rasi Air Bawah Tanah.

128 129
Walikota melakukan pembinaan, pengawasan dan pengen- dalam menyelenggarakan pengelolaan kebersihan atas sampah
dalian pengambilan air bawah tanah. Dalam melakukan hal terse- kota melalui kebijakan pengurangan sampah sejak dari sum-
but Walikota atau Pejabat yang ditunjuk melakukan pemeriksaan bernya, pemanfaatan atau penggunaan kembali, daur ulang dan
dan pengumpulan keterangan yang diperlukan. pengomposan sampah secara maksimal.
Setiap pemegang ijin yang melakukan pelanggaran terhadap Setiap pemilik atau pemakai persil dengan tidak terbatas fungsi
Peraturan Daerah ini dapat dikenakan sanksi administrasi berupa persil, bertanggungjawab atas kebersihan bangunan, halaman, salu-
pencabutan ijin usaha perusahaan pengeboran air bawah tanah, ran, trotoar dan jalan di lingkungan persilnya dan tempat sekitarnya.
penyegelan alat dan titik pengambilan air, pencabutan ijin Penyelenggaraan pengelolaan kebersihan dibiayai oleh pengguna
pengambilan air bawah tanah, dan penutupan sumur bor atau jasa pelayanan atau yang menikmati manfaat pengelolaan kebersi-
bangunan penurapan mata air. Dan barangsiapa melanggar salah han. Pemerintah Daerah membiayai penyelenggaraan pengelolaan
satu ketentuan yang dimaksud dalam Perda ini dapat diancam kebersihan pelayanan umum. Pemerintah Daerah melakukan pengat-
dengan pidana. Pejabat PNS tertentu di lingkungan Pemda diberi uran dan penetapan besaran tarif jasa pelayanan kebersihan melalui
wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan Keputusan Walikota dengan terlebih dahulu berkonsultasi dengan
tindak pidana dibidang Pengelolaan Air Bawah Tanah. DPRD. Besarnya tarif jasa pelayanan kebersihan yang dikenakan
kepada setiap wajib bayar dihitung berdasarkan kebutuhan biaya
Daftar Isi penyediaan jasa pelayanan yang diberikan menurut kaidah manaje-
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Azas, Maksud dan Tujuan; Bab men usaha dan mempertimbangkan kemampuan secara ekonomi
III Peruntukan Pemanfaatan Air; Bab IV Perijinan; Bab V dan aspek keadilan.
Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian; Bab VI Larangan Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah
Pemegang Ijin; Bab VII Ketentuan Sanksi; Bab VIII Penyidikan; Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung Nomor 33/PD/1977 tentang
Bab IX Ketentuan Peralihan; Bab X Ketentuan Penutup. tarif Retribusi, Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan dan
Kesehatan Umum berikut perubahannya tidak berlaku lagi.

Daftar Isi
Peraturan Daerah Kota Bandung Bab I Ketentuan Umum; Bab II Obyek dan Subyek Pajak; Bab
Nomor 27 Tahun 2001 III Pengelolaan; Bab IV Pembiayaan; Bab V Ketentuan Pidana;
tentang Pengelolaan Kebersihan Kota Bandung Bab VI Ketentuan Penyidikan; Bab VII Ketentuan Penutup.

Di daerah diselenggarakan pengelolaan kebersihan yang


berwawasan kelestarian lingkungan dan berkelanjutan. Pe-
ngelolaan kebersihan menjadi tanggung jawab Pemerintah
Daerah dan masyarakat secara keseluruhan. Pemerintah Daerah

130 131
Peraturan Daerah Kota Malang Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur
Nomor 10 Tahun 2001 Nomor 5 Tahun 2000
tentang Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) tentang Pengendalian Pencemaran Air
di Kota Malang di Propinsi Jawa Timur

Di wilayah Kota Malang masalah pembuangan air kotor atau Bahwa kesadaran dan kehidupan masyarakat dalam kaitan
tinja dirasa cukup kompleks dalam pengelolaannya maupun dengan pengendalian pencemaran air telah berkembang
dalam pembiayaannya. Pemeliharaan pembuangan air kotor atau sedemikian rupa, sehingga materi muatan dalam Peraturan
tinja yang dibangun sejak beberapa tahun yang lalu, penambahan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 8 Tahun
jaringan serta penanganan masalah lingkungan hidup pada 1989 tentang Pengendalian Pencemaran Air perlu disempurnakan
umumnya cukup rumit dan memerlukan dana tidak sedikit. untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Dalam Perda ini dijelaskan bahwa Wajib Retribusi yang akan Pengendalian pencemaran air bertujuan untuk mewujudkan
memanfaatkan IPLT wajib terlebih dahulu membayar retribusi. kelestarian fungsi air, agar air yang ada pada sumber-sumber air
Besarnya retribusi ditetapkan sebesar Rp.6.000,- m³ (enam ribu dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai dengan perun-
rupiah per meter kubik). Selanjutnya tata cara penggunaan IPLT tukannya. Penanganan pengendalian pencemaran air dilak-
adalah air kotor dan lumpur tinja yang akan diproses di IPLT sanakan dengan melibatkan Dinas Teknis, Dinas/Instansi terkait.
diangkut dari tempat penampungan dengan menggunakan truk Setiap kegiatan usaha yang melakukan pembuangan limbah
tangki khusus yang memenuhi persyaratan, baik dikelola oleh cair ke sumber-sumber air harus mendapatkan izin dari Gubernur
Pemerintah Kota Malang maupun oleh pihak swasta. sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan. Gubernur
Setiap orang atau Badan Hukum yang melakukan usaha yang melakukan pengawasan terhadap penataan penanggung jawab
berhubungan dengan air kotor dan lumpur tinja dilarang membuang usaha dan/atau kegiatan atas persyaratan perizinan yang telah
air kotor lumpur tinja selain pada IPLT yang disediakan oleh ditentukan. Untuk melakukan pengawasan tersebut, Gubernur
Pemerintah Daerah. Pengawasan mengenai pelaksanaan Perda ini dapat menunjuk Kepala Bapedalda.
ditugaskan kepada Kantor Polisi Pamong Praja, Dinas Kebersihan Untuk mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran serta
dan Bapedalda sesuai dengan bidang dan tugas masing-masing. menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh pelanggaran,
melakukan tindakan penyelamatan, penanggulangan dan/atau
Daftar Isi pemulihan atas beban biaya dari penanggung jawab usaha
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Tata Cara Penggunaan Instalasi Pe- dan/atau kegiatan, Gubernur berwenang melakukan paksaan
ngolahan Lumpur Tinja (IPLT); Bab III Retribusi; Bab IV Ketentuan pemerintahan terhadap penanggung jawab usaha dan/atau
Pidana; Bab V Sanksi; Bab VI Pengawasan; Bab VII Penutup. kegiatan kecuali ditentukan lain berdasarkan peraturan perun-
dang-undangan yang berlaku.

132 133
Pembiayaan semua kegiatan yang dilakukan dibebankan pada Daerah sesuai waktu yang telah ditentukan dalam Surat
APBD. Dalam hal Pemerintah Propinsi menyediakan tempat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Surat Ketetapan Pajak
dan/atau sarana pembuangan dan pengolahan limbah cair Daerah (SKPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar
Pemerintah Propinsi dapat memungut retribusi yang ditetapkan (SKPDKB), dan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD).
dengan Perda. Surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang seje-
nis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak, dikelu-
Daftar Isi arkan 7 (tujuh) hari setelah saat jatuh tempo pembayaran. Kepala
Bab I Ketentuan Umum; Bab II Maksud dan Tujuan; Bab III Daerah berdasarkan permohonan wajib pajak dapat memberikan
Hak, Kewajiban dan Peran Serta Masyarakat; Bab IV Wewenang; pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak. Hak untuk
Bab V Perlindungan; Bab VI Perizinan; Bab VII Pengawasan; Bab melakukan penagihan pajak, kadaluwarsa setelah melampau
VIII Sanksi Administrasi; Bab IX Pembiayaan; Bab X Ketentuan jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya
Pidana; Bab XI Ketentuan Penyidikan; Bab XII Ketentuan pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan tindak pidana
Peralihan; Bab XIII Ketentuan Penutup. dibidang perpajakan daerah.

Daftar Isi
Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Utara Bab I Ketentuan Umum; Bab II Nama, Obyek dan Subyek
Nomor 7 Tahun 1999 Pajak; Bab III Dasar Pengenaan dan Tarif Pajak; Bab IV Wilayah
tentang Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah Pemungutan dan Cara Penghitungan Pajak; Bab V Masa Pajak,
dan Air Permukaan Saat Pajak Terutang dan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah; Bab
VI Tata Cara Penghitungan dan Penetapan Pajak; Bab VII Tata
Sehubungan dengan telah diberlakukannya Undang-Undang Cara Pembayaran; Bab VIII Tata Cara Penagihan Pajak; Bab IX
Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Pengurangan, Keringanan dan Pembebasan Pajak; Bab X Tata
Daerah, maka Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Cara Pembetulan, Pembatalan Pengurangan Ketetapan dan
Permukaan merupakan Jenis Pajak Daerah Tingkat II. Penghapusan atau Pengurangan Sanksi Administrasi; Bab XI
Dengan nama Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Ketetapan dan Banding; Bab XII Pengembalian Kelebihan
Permukaan di pungut pajak atas setiap pemanfaatan air bawah Pembayaran Pajak; Bab XIII Kadaluwarsa; Bab XIV Pengawasan;
tanah dan air permukaan. Dasar pengenaan pajak adalah nilai Bab XV Ketentuan Pidana; Bab XVI Penyidikan; Bab XVII
perolehan air. Tarif pajak ditetapkan sebesar 10% (sepuluh Ketentuan Penutup.
persen). Setiap wajib pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan
Pajak Daerah (SPTPD). Pembayaran pajak harus dilakukan di
Kas Daerah atau tempat lain yang telah ditunjuk oleh Kepala

134 135
Peraturan Daerah Kabupaten Maluku Tenggara Nomor 20 Tahun 1992 tentang Perubahan
Daerah Tingkat II Maluku Tenggara Pertama Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Maluku
Nomor 1 Tahun 1999 Tenggara Nomor 6 Tahun 1983 tentang pungutan Retribusi
tentang Retribusi Pelayanan Sampah Dalam Daerah Tingkat II Maluku Tenggara dinyatakan
Persampahan/Kebersihan tidak berlaku lagi.

Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan dipungut atas Daftar Isi


setiap pelayanan persampahan/kebersihan yang diberikan oleh Bab I Ketentuan Umum; Bab II Nama, Objek, Dan Subjek
Pemerintah Daerah. Prinsip dan sasaran dalam penetapan struk- Retribusi; Bab III Golongan Retribusi; Bab IV Cara Mengukur
tur dan besarnya tarif retribusi dimaksudkan untuk menutup biaya Tingkat Penggunaan Jasa; Bab V Prinsip Dan Sasaran Dalam
penyelenggaraan pelayanan antara lain biaya pengumpulan, Penetapan Struktur Dan Besarnya Tarif; Bab VI Struktur Dan
pengangkutan dan pengelolaan sampah dan/atau pemusnahan Besarnya Tarif; Bab VII Wilayah Pemungutan; Bab VIII Masa
sampah termasuk sewa lokasi TPA. Retribusi Dan Saat Retribusi Terutang; Bab IX Tata Cara
Struktur tarif digolongkan berdasarkan pelayanan yang Pemungutan; Bab X Sanksi Administrasi; Bab XI Tata Cara
diberikan, jenis/volume sampah yang dihasilkan dan kemampuan Pembayaran; Bab XII Tata Cara Penagihan; Bab XIII
masyarakat. Retribusi yang terutang dipungut diwilayah daerah Pengurangan, Keringanan Dan Pembebasan Retribusi; Bab XIV
tempat pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah. Masa Kadaluarsa Penagihan; Bab XV Ketentuan Pidana; Bab XVI
retribusi adalah jangka waktu 1 (satu) bulan. Penyidikan; Bab XVII Ketentuan Penutup.
Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan. Dalam hal
Wajib Retribusi tidak dapat membayar tepat pada waktunya atau
kurang membayar dikenakan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) per bulan. Kepala Daerah dapat mem-
berikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi de-
ngan memperhatikan kemampuan Wajib Retribusi. Wajib
Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga
menyebabkan kerugian Keuangan Daerah diancam pidana sesuai
dengan ketentuan pidana yang berlaku.
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan
Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Maluku Tenggara Nomor 6
Tahun 1983 tentang pungutan Retribusi Sampah Dalam Daerah
Tingkat II jo.Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II

136 137
91. Milestones 1972 - 2003.
Stockholm to Kyoto
Dates Events Outcomes Quotations Dates Events Outcomes Quotations
1972 UN ' A point has been reached in history when 1981- International Drinking Water and "Despite the failure Goal: "Provide every per-
Declaration of the UN 1990 Sanitation Decade to meet the quantita- son with access to water
Conference we must shape our actions throughout the
Conference on the tive goals, much was of safe quality and ade-
on the world with a more prudent care for their
Human Environment learnt from the expe- quate quantity, along with
Human environmental consequences.' (6.
Environment, Declaration of the UN Conference on the rience of the water basic sanitary facilities,
Stockholm. Human Environment). and sanitation by 1990."
Preservation decade... There was The quantitative goals
and further realisation of were not achieved.
enhancement the importance of
comprehensive and Realization:
1977 UN Conference Mar del Plata Action '...relatively little First international gather- balance country-spe- - Comprehensive and
on Water, Mar Plan (MPAP) importance has ing to have major impact cific approaches to balance country-specific
del Plata. been attached to on both global thinking the water and sani- approaches are needed
Assessment of water resources and UN programming. tation problem. Most - Achievement of these
water resources systematic meas- Water is defined as a importantly, perhaps, goals will take far more
water use and urement. The pro- common good. was the realisation time and cost than origi-
efficiency cessing and compi- Basic principle: Whatever that the achievement nally thought.
lation of data have the development stage of this goal that was
also been seriously and the socio-economic set at the beginning
neglected.' A : situation, people have of the decade would
Assessment of the right to have access take far more time
water resources, to drinking water whose and cost far more
Mar del Plata quantity and quality are money than was
Action Plan) equal to their basic originally thought."
needs. (CHOGUILL C.,
Action Plan, recommen- FRANCEYS R.,
dation A: A systemic COTTON A.,
assessment of water Planning for water
resources should be and sanitation,
implemented. 1993)

138 139
Dates Events Outcomes Quotations Dates Events Outcomes Quotations

1990 Global New Delhi Statement : 'Safe water and The New Delhi 1992 UN Rio Declaration on 'establishing a new Action plan : Agenda
Consultation "Some for all rather proper means of Statement is an appeal to Conference Environment and and equitable global 21 Chapter 18 is ded-
on Safe than more for some" waste disposal ... all nations for concerted on environ- Development partnership through icated to water.
Water and must be at the cen- action to enable people ment and the creation of new Are encouraged:
Sanitation for ter of integrated to obtain two of the most Development Agenda 21 levels of coopera- - the global manage-
the 1990's, water resources basic human needs - (UNCED tion among States, ment of freshwater
New Delhi management' safe drinking water and Earth key sector societies - the integration of
Safe drinking (Environment and environmental sanitation. Summit), Rio and people.' sectoral water plans
water, envi- health, New Delhi de Janeiro (Rio Declaration) and programmes
ronmental Statement) Cooperation within the framework
sanitation issue, water 'The holistic man- of national economic
economics, agement of freshwa- and social policy
participation, ter ... and the inte- For the first time,
World Declaration on the 'We will promote the provision of clean water
drinking gration of sectoral development and
Summit for Survival, Protection in all communities for all their children, as well
water and water plans and pro- environment are seen
Children, and Development of as universal access to sanitation.'
sanitation, grammes within the as strongly associat-
New York Children (20. World Declaration on the Survival,
human settle- framework of nation- ed. However, water is
Health, food Protection and Development of Children)
ments, sus- al economic and not yet a great priori-
supply tainable social policy, are of ty.
Beginning of the International Decade for Natural Disaster Reduction (1990 - 2000) development, paramount impor-
food produc- tance for action in Creation of the
1992 International Dublin Statement on Water Principle 1 : 'Fresh water is a finite and vulnerable resource, tion, climate the 1990s and Commission on
Conference on Wa- and Sustainable Development essential to sustain life, development and the environment' change beyond.'
Principle 2 : 'Water development and management should be Sustainable
ter and the (Agenda 21, Section
Environment, Dublin based on a participatory approach, involving users, planners Development, to
and policy-makers at all levels' 2, Chapter 18) assess the followings
Economic value of
Principle 3 : 'Women play a central part in the provision, man- of the Conference.
water, women,
agement and safeguarding of water'
poverty, resolving Principle 4 : 'Water has an economic value in all its competing
conflicts, natural dis- uses and should be recognized as an economic good'
asters, awareness (Guiding principles. The Dublin Statement on Water and sus-
tainable Development)
-

140 141
Dates Events Outcomes Quotations
Dates Events Outcomes Quotations
1994 1995 World Copenhagen 'To focus our efforts and policies to address
Ministerial Action Programme 'To assign high prior- Action programme :
Summit for Declaration on the the root causes of poverty and to provide
Conference ity to programmes "To assign high prior-
Social Social Development for the basic needs of all. These efforts
on Drinking designed to provide ity to programmes
Development should include the provision of ... safe
Water basic sanitation and designed to provide
, drinking water and sanitation.'
Supply and excreta disposal sys- basic sanitation and
Copenhagen (Chapter I - Resolutions adopted by the
Environment tems to urban and excreta disposal sys-
Poverty, Summit, Commitment 2, b. Copenhagen
al rural areas.' tems to urban and
water supply Declaration)
Sanitation, (Action Programme) rural areas."
and sanita-
Noordwijk
tion
Drinking
water supply
and sanita- UN Fourth Beijing Declaration 'Ensure the availability of and universal
tion World and Platform for Action access to safe drinking water and sanitation
Conference and put in place effective public distribution
UN Programme of Action 'To ensure that popu- Population, environ- on Women, systems as soon as possible.'
International lation, environmental mental and poverty Beijing (106 x ,Beijing Declaration)
Conference and poverty eradica- eradication factors Gender
on tion factors are inte- should be integrated issues, water
Population grated in sustainable in sustainable devel- supply and
and development policies, opment policies. sanitation
Developmen plans and pro-
t grammes.' 1996 UN Conference The Habitat Agenda 'We shall also promote healthy living envi-
(Chapter III - Interrela- on Human Set- ronments, especially through the provision
tionships between tlements (Ha- of adequate quantities of safe water and
population, sustained bitat II), Istan- effective management of waste.'
economic growth and bul Sustainable (10. The Habitat Agenda, Istanbul
sustainable develop- human settle- Declaration on Human Settlements)
ment, C- Population ments develop-
and Environment, ment in an ur-
Programme of Action) banizing world

142 143
Dates Events Outcomes Quotations Dates Events Outcomes Quotations

1996 World Food Rome Declaration on 'To combat environmental threats to food 2000 2nd World World Water Vision : '- Involve all stake- For the first time, it is
Summit, World Food Security security, in particular, drought and desertifi- Water Forum, Making Water holders in integrated recognized that a better
Rome governance and an inte-
cation … restore and rehabilitate the natu- the Hague Everybody's Business management; grated water resources
Food, health, ral resource base, including water and Water for - Move to full-cost management is needed.
water and watersheds, in depleted and overexploited people, water pricing of water serv- Water should become
sanitation everybody's business.
areas to achieve greater production.' for food, ices; Water security becomes
(Plan of Action, Objective 3.2, Rome water and - Increase public as crucial as hunger and
Declaration) nature, water funding for research environment protection in
the world. Water is
in rivers, sov- and innovation; defined as an absolutely
ereignty, - Increase coopera- necessary element to the
1997 1st World Marrakech Declaration '... to recognize the Water run the risk of interbasin tion in international life and health of both
Water Forum, basic human needs being considered as a humans and ecosystems,
water educa- water basins; and a fondamental condi-
Marrakech to have access to marketable and expen- tion - Massively increase tion to countries' devel-
Water and clean water and san- sive good. We should investments in water' opment.
sanitation, itation, to establish then pay attention that (Vision Statement Presentation of the World
management an effective mecha- water would not be the and Key Messages, Water Vision, coordinat-
of shared nism for manage- object of a war, like World Water Vision) ed by the WWC.
waters, pre- ment of shared petrol. Key-messages :
- Involve all stakeholders
serving waters, to support in integrated water
and preserve Priorities : resources management
ecosystems, to - water and sanitation - Move towards full-cost
pricing of water services
encourage the effi- - shared water man- for all human uses
cient use of water...' agement - Increase public funding
(Marrakech - ecosystem conserva- for research and innova-
tion in the public interest
Declaration) tion - Recognise the need for
- gender equality co-operation to improve
- efficient use of water integrated water
resources management
in international basins
- Massively increase the
investments in water

144 145
Dates Events Outcomes Quotations Dates Events Outcomes Quotations

2000 7 challenges: Ministerial Conference End of the International Decade for Natural Disaster Reduction (1990 - 2000)
'We will continue to The Ministerial
Meeting on Water Security in support the UN sys- Declaration identified 2001 International Ministerial Declaration 'Combating poverty Water is recognised
basic needs, the 21st Century tem to re-assess meeting basic water Conference is the main challenge as a key to sustainable
Securing the periodically the state needs, securing food on Fresh- for achieving equi- development.
food supply, of freshwater supply, protecting water, Bonn table and sustainable
Protecting resources and relat- ecosystems, sharing Water - key development, and Bonn keys:
ecosystems, ed ecosystems, to water resources, man- to sustain- water plays a vital - The first key is to
Sharing assist countries, aging risks, valuing able develop- role in relation to meet the water securi-
water where appropriate, to water and governing mentGoverna human health, liveli- ty needs of the poor.
resources, develop systems to water wisely as the nce, mobilis- hood, economic - Decentralisation is a
Managing measure progress key challenges for our ing financial growth as well as key. The local level is
risks, Valuing towards the realisa- direct future. Full-cost resources, sustaining ecosys- where national policy
water, tion of targets and to pricing of water is con- capacity tems.' meets community
Governing report in the biennial tested, hence not building, (Ministerial needs.
water wisely World Water present in the declara- sharing Declaration) - The key to better
Development Report tion. knowledge water outreach is new
as part of the overall partnerships.
monitoring of Agenda - The key to long-term
21.' Recommendations for 'The conference recom- harmony with nature
(Ministerial action mends priority actions and neighbour is coop-
Declaration, 7.B) under the following erative arrangements
three headings: at the water basin
United Nations 'We resolve ... to halve, Definition of the - Governance level, including across
Millenium Declaration by the year 2015 ... the Millennium Development - Mobilising financial waters that touch
proportion of people Goals : resources many shores.
who are unable to reach "Halve, by 2015, the pro- - Capacity building and - The essential key is
or to afford safe drinking portion of people who are sharing knowledge' stronger, better per-
water.' unable to reach or to (Bonn forming governance
(UN Millenium afford safe drinking water." Recommendations for arrangements.
Declaration, 19.) Action)

146 147
Dates Events Outcomes Quotations Dates Events Outcomes Quotations

2002 World Plan of 'We agree to halve, by New affirmation of the 2003 International Ministerial Declaration Extracts from the Publication of the report World
Summit on Implementation the year 2015 (...) the Millennium Development Year of Governance, integrat- general policy: Water Actions, coordinated by
proportion of people Goals. Sanitation issue is the WWC. The 3000 actions
Sustainable Freshwater ed water resources 'We recognize that studied prove that significant
who do not have added.
development, management, gender, good governance, progress has been made since
access to basic sanita- Goal 7 : Ensure environmen-
Rio+10, tal sustainability 3rd World pro-poor policies, capacity building and the 2nd World Water Forum,
tion, which would
Johannesbur include actions at all Target 10 : " Halve, by 2015, Water Forum, financing, cooperation, financing are of the showing that it is both possible
g Kyoto - capacity-building, utmost importance to to meet the water challenges
levels to: the proportion of people with-
water use efficiency, and that the effort should con-
Poverty erad- - Develop and imple- out sustainable access to Japan succeed in our
tinue.
ication, sani- ment efficient house- safe drinking water and sani- water pollution preven- efforts.'
tation, ener- hold sanitation sys- tation." tion, disaster mitiga- (Ministerial Priorities :
gy, financing, tems; Plan of implementation: tion Declaration) Governance, integrated water
integrated - Improve sanitation in - Develop and implement effi- resources, gender, pro-poor
public institutions, cient household sanitation policies, financing, cooperation,
water 1st edition of the
especially schools; systems capacity-building, water use
resources - Improve sanitation in public World Water
- Promote safe hygiene efficiency, water pollution pre-
management, practices; institutions, especially schools Development Report vention, disaster mitigation.
Africa - Promote education - Promote safe hygiene prac-
and outreach focused tices A Panel of financial experts,
on children, as agents - Promote education and out- formed in 2002 and chaired by
of behavioural change; reach focused on children, as Michel Camdessus, presented
- Promote affordable agents of behavioural its solutions to the global finan-
change; cial needs of the water sector,
and socially and cultur-
- Promote affordable and estimated at $US180 billion.
ally acceptable tech-
These conclusions were con-
nologies and practices; socially and culturally accept-
tested, but still integrated into
- Develop innovative able technologies and prac-
the Water Plan of the G8 Evian
financing and partner- tices;
Summit in 2003.
ship mechanisms; - Develop innovative financ-
- Integrate sanitation ing and partnership mecha- During the Ministerial
into water resources nisms; Declaration, a Portfolio of
management strate- - Integrate sanitation into Water Actions was presented,
gies.'(Plan of water resources management gathering all political commit-
Implementation) strategies.' ments already engaged.

148 149
Dates Events Outcomes Quotations

2006 4th World "Local Actions for a Global Challenge"


Water Forum, A novel local focus has been developed as a means to confront global
Mexico water problems. An important space will be designed for the participation
of local actors, so they may contribute with experiences and knowledge.

2005- International Goals:


2015 Decade for - Focus more on water-related issues at all levels and on the implemen-
Action "Water tation of water-related programmes and projects
for Life" - Ensure the participation and involvement of women in water-related
(launched by development efforts
the UN) - Deepen the cooperation at all levels

PEDOMAN
Priorities: scarcity, sanitation access, disaster prevention, pollution,
trans-boundary water issues, water, sanitation and gender, capacity-
building, financing, valuation, integrated water resources management,

TEKNIS
Africa as a region for priority action.

150
Pedoman Teknis Pedoman Teknis
Penyehatan Perumahan Penyuluhan Sanitasi Perdesaan

Masalah perumahan merupakan multidimensi baik fisik, sosial, Keadaan sanitasi perdesaan saat ini masih jauh dari yang
ekonomi maupun budaya. Oleh karena itu pendekatan untuk diharapkan. Hal ini antara lain karena perilaku masyarakat yang
pemecahan masalah perlu mempertimbangkan dimensi-dimensi belum baik, atau belum membudayanya pola hidup bersih dan
tersebut. sehat di masyarakat. Faktor resiko utama kejadian penyakit diare
Terhadap perumahan yang belum terencana seperti peruma- adalah masih rendahnya cakupan air bersih, cakupan jamban
han kumuh di perkotaan maupun di perdesaan termasuk perkam- keluarga, rendahnya praktek perilaku hidup bersih dan sehat dari
pungan nelayan, pendekatan yang ditempuh adalah dengan sebagian besar masyarakat serta sanitasi makanan yang belum
melalui penyuluhan, pemberian contoh dan stimulan, serta bantu- memadai.
an pembangunan sarana dan prasarana kesehatan lingkungan. Selain pembuangan kotoran, air bersih juga merupakan sum-
Pedoman ini merupakan pedoman yang diperuntukkan bagi ber atau media perkembangbiakan dan penularan penyakit seper-
petugas kesehatan lingkungan pada Dinas Kesehatan ti tifus, hepatitis dan diare, sehingga dengan sanitasi air bersih
Kabupaten/Kota atau petugas lain yang bertanggung jawab dalam yang baik diharapkan akan dapat mencegah atau memutuskan
penyehatan perumahan khususnya pada "perumahan komersial". mata rantai penularan penyakit menular.
Buku Pedoman Teknis ini bertujuan agar para petugas terkait Buku Pedoman Teknis Penyuluhan Sanitasi Perdesaan bertu-
dapat memahami secara jelas Keputusan Menteri Kesehatan R.I juan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku
No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan masyarakat untuk dapat hidup bersih dan sehat serta dapat
Perumahan tanpa ragu-ragu sehingga dapat melakukan tugas memenuhi kebutuhan akan sanitasi dasar, agar terhindar dari
pembinaan, penyuluhan, pengawasan, pengendalian dan penila- penyakit yang diakibatkan karena faktor lingkungan seperti diare
ian pembangunan perumahan secara efektif dan efisien. dan cacingan.

Daftar Isi Daftar Isi


I. Pendahuluan, II. Tujuan, III. Sasaran, IV. Kebijaksanaan, V. I. Pendahuluan, II. Tujuan dan Sasaran, III. Metode Teknik dan
Kegiatan, VI. Pengorganisasian, VII. Ketenagaan, VIII. Sarana, Media, IV. Pesan dan Perilaku Yang Diharapkan, V. Langkah-
IX. Pendanaan. langkah, VI. Penutup.

151 152
Petunjuk Teknis 1. Ruang Lingkup, 2. Acuan, 3. Istilah dan Definisi, 4.
Spesifikasi Kompos Rumah Tangga, Tata Cara Mekanisme Pemberdayaan Masyarakat, 5. Ketentuan-ketentuan,
Pengelolaan Sampah dengan Sistem Daur Ulang 6. Manajemen Daur Ulang Sampah dan Pengomposan, 7.
pada Lingkungan, Spesifikasi Area Penimbunan Pemasaran Kompos, 8. Pendanaan Usaha Pengomposan.
Sampah dengan Sistem Lahan Urug Terkendali
di TPA Sampah Spesifikasi Area Penimbunan Sampah dengan Sistem
Lahan Urug Terkendali di TPA Sampah :
Sejalan dengan konsep pengelolaan persampahan saat ini dimana Spesifikasi ini mencakup persyaratan teknis mengenai bentuk,
proses daur ulang sampah perlu dilakukan dan semaksimal mungkin ukuran, bahan/elemen/komponen, fungsi dan kekuatan dari area
dilaksanakan sejak dari sumbernya, dan masyarakat memegang per- penimbunan sampah dengan sistem lahan urug terkendali, mini-
anan dalam pengelolaan persampahan di lingkungannya. Dengan mal pelayanan 5 tahun.
dikembangkannya pemberdayaan masyarakat dalam pengomposan Bab I Deskripsi, Bab II Persyaratan Teknis.
sampah skala lingkungan dapat pula meminimasi jumlah sampah
yang harus diangkut dan dikelola di TPA Sampah.
Buku petunjuk teknis ini memberikan gambaran tentang
bagaimana cara yang tepat dalam pengelolaan sampah serta tata Petunjuk Teknis
cara daur ulang sampah, dan menentukan tempat penimbunan Pembuatan Sumur Resapan
sampah, terutama sampah yang dihasilkan pada setiap rumah.
Sumur resapan adalah salah satu rekayasa teknis konservasi
Daftar Isi air berupa bangunan yang dibuat sedemikian menyerupai bentuk
Spesifikasi Kompos Rumah Tangga : sumur gali dengan kedalaman tertentu, diisi dengan bahan -
Spesifikasi ini mencakup pengertian teknis mengenai bentuk, bahan resapan (pasir, batu, dan ijuk) secara berlapis sampai rata
ukuran, bahan, fungsi dan kinerja dari komposter rumah tangga dengan permukaan tanah yang berfungsi sebagai tempat penam-
untuk melayani maksimum 5 orang. pungan dan sekaligus peresapan air ke dalam tanah.
Bab I. Deskripsi, Bab II. Persyaratan Teknis. Pembuatan sumur resapan merupakan upaya memberikan
imbuhan air secara buatan dengan cara menginjeksi air hujan
Tata Cara Pengelolaan Sampah dengan Sistem Daur sebagai media infiltrasi ke dalam tanah yang dapat diterapkan di
Ulang pada Lingkungan : kawasan permukiman, pertokoan, industri, sarana dan prasarana
Ruang lingkup petunjuk teknis pengomposan sampah organik olah raga serta fasilitas umum lainnya.
skala lingkungan meliputi aspek pemberdayaan masyarakat, Adapun tujuan pembangunan sumur resapan untuk menguran-
ketentuan-ketentuan teknis pengomposan, pemasaran kompos, gi erosi, menyimpan dan menaikan permukaan air tanah dalam
kelembagaan, dan pendanaan usaha pengomposan. rangka penyelamatan sumberdaya air.

153 154
Daftar Isi Petunjuk Teknis
I. Pendahuluan, II. Sasaran Lokasi Pembuatan Sumur Resapan, III. Tata Cara Perencanaan Tempat Pembuangan Akhir
Bentuk, Jenis dan Cara Pembuatan Sumur Resapan, IV. Pelaksanaan Sampah (TPA) di Daerah Pasang Surut
Pembuatan Sumur Resapan Di Sekitar Rumah.
Petunjuk Teknis Tata Cara Perencanaan Tempat Pembuangan
Akhir Sampah (TPA) di Daerah Pasang Surut, dimaksudkan seba-
gai pegangan atau acuan bagi perencana dan pelaksana dalam
Petunjuk Teknis upaya pembangunan TPA sampah yang dikhususkan untuk daer-
Tata Cara Pengoperasian dan Pemeliharaan ah pasang surut. Tata cara ini bertujuan untuk memberikan
Instalasi Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga masukan dalam prosedur pelaksanaan pembangunan, sehingga
Non Kakus dapat membantu upaya pelestarian lingkungan.
Tata cara ini memuat istilah dan definisi, persyaratan umum
Petunjuk Teknis Tata Cara Pengoperasian dan Pemeliharaan dan teknis mengenai tata cara pengerjaan dalam merencanakan
Instalasi Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga Non Kakus ini dan menentukan lokasi TPA sampah di daerah pasang surut.
disusun sebagai acuan/pedoman dalam pengoperasian dan
pemeliharaan instalasi pengolahan air limbah rumah tangga non Daftar Isi
kakus. 1. Ruang Lingkup, 2. Acuan, 3. Istilah dan Definisi, 4.
Petunjuk Teknis ini dimaksudkan sebagai pedoman pelak- Persyaratan-persyaratan, 5. Perencanaan TPA Sampah.
sanaan operasional dan pemeliharaan instalasi. Tata cara ini
bertujuan untuk memberikan persyaratan dan ketentuan teknis
dalam pengoperasian dan pemeliharaan instalasi pengolahan air
limbah rumah tangga non kakus sehingga effluen yang dihasilkan Pedoman Teknis
sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Tata Cara Pengoperasian dan Pemeliharaan Mobil
Tata cara ini memuat persyaratan umum dan persyaratan tek- Unit Untuk Air Minum
nis mengenai tata cara pengoperasian dan pemeliharaan instalasi
pengolahan air limbah non kakus model hybrid yang berkapasitas Teknis Tata Cara Pengoperasian dan Pemeliharaan Mobil Unit
2 m³/hari atau cakupan pelayanan 4 Kepala Keluarga (16-20 jiwa). Untuk Air Minum ini dimaksudkan untuk dijadikan acuan dan
pegangan dalam pengoperasian dan pemeliharaan mobil tangki di
Daftar Isi lapangan. Tujuan dari tata cara ini adalah untuk memperoleh cara
1. Ruang Lingkup, 2. Acuan, 3. Istilah dan Definisi, 4. Persyaratan- pengoperasian dan pemeliharaan mobil tangki air sesuai dengan
persyaratan. perencanaan, bagi pengelola.

155 171 172 156


Tata cara ini memuat ketentuan-ketentuan teknisi, peralatan, Petunjuk Teknis
bahan dan suku cadang serta cara pengoperasian dan pemeli- Penerapan Pompa Hidran
haraan. dalam Penyediaan Air Bersih

Daftar Isi Pompa hidran merupakan alat yang digunakan untuk


Bab I Deskripsi : 1.1. Maksud dan Tujuan, 1.2. Ruang Lingkup, menaikkan air dari tempat rendah ke tempat yang lebih tinggi
1.3. Pengertian; Bab II Ketentuan-ketentuan : 2.1. Umum, 2.2. secara automatik dengan energi yang berasal dari air itu sendiri.
Teknis; Bab III Cara Pengerjaan : 3.1. Pengoperasian dan Petunjuk teknis ini disusun dalam rangka mengembangkan
Penyadapan, 3.2. Pengoperasian dengan Pemompaan, teknologi sederhana bidang permukiman. Petunjuk teknis pene-
3.3. Pemeliharaan. rapan pompa hidran penyediaan air bersih ini, dapat digunakan
sebagai acuan bagi perencana, pelaksana dan masyarakat dalam
mengatasi masalah penyediaan air di daerah-daerah yang
lokasinya lebih tinggi dari lokasi sumber air yang ada.
Pedoman Teknis Diharapkan petunjuk teknis penerapan pompa hidran dalam
Tata Cara Sistem Penyediaan Air Bersih Komersil penyediaan air bersih ini, dapat memberikan kemudahan dan per-
Untuk Permukiman hatian masyarakat khususnya di pedesaan, sehingga suatu ben-
tuk teknologi hidran dapat bermanfaat secara optimal.
Petunjuk Teknis ini dimaksudkan sebagai pegangan atau Petunjuk teknis ini meliputi istilah dan definisi, pemilihan lokasi
acuan dalam penerapan penyediaan air bersih komunal di dan pemasangan, pengoperasian dan pemeliharaan dengan sis-
lingkungan permukiman. Buku ini bertujuan untuk pemerataan tem tunggal.
pelayanan air bersih di suatu kawasan permukiman dan dengan
maksud untuk menghindari pencemaran sumber air di lingkungan Daftar Isi
permukiman sehingga kesehatan masyarakat meningkat. 1. Ruang Lingkup, 2. Acuan, 3. Istilah dan Definisi, 4. Pemilihan
Ruang lingkup petunjuk teknis ini mencakup ketentuan-keten- Lokasi, 5. Perencanaan Pompa Hidran, 6. Pemasangan Pompa
tuan umum dan teknis dalam penerapan sistem penyediaan air Hidran, 7. Pengoperasian dan Pemeliharaan Pompa Hidran.
bersih komunal di lingkungan permukiman dengan maksimal
3.000 orang (± 600 KK).

Daftar Isi
1. Ruang Lingkup, 2. Acuan, 3. Istilah dan Definisi, 4.
Ketentuan-ketentuan, 5. Operasi dan Pemeliharaan.

157 173 174 158


Petunjuk Teknis Petunjuk Teknis
Pengomposan Sampah Organik Spesifikasi Instalasi Pengolahan Air Sistem
Skala Lingkungan Berpindah-pindah (Mobile) Kapasitas 0,5 Liter/Detik

Petunjuk Teknis ini disusun dalam rangka membantu dalam Spesifikasi teknis ini dimaksudkan sebagai acuan bagi peren-
perencanaan pengelola persampahan. cana dan pelaksana untuk pembuatan instalasi pengolahan air
Sejalan dengan konsep pengelolaan persampahan sampah sistem berpindah-pindah (IPA Sistem Berpindah-pindah), yang
rumah tangga dimana proses daur ulang sampah perlu dilakukan bertujuan untuk memberikan kemudahan-kemudahan dalam
dan semaksimal mungkin dilaksanakan sejak dari sumbernya, pelaksanaannya.
dan masyarakat memegang peranan dalam pengelolaan persam- IPA Sistem Berpindah-pindah dibuat untuk melayani penyedi-
pahan di lingkungannya. aan air minum pada daerah terpencil/pelosok yang tidak ter-
Pemberdayaan masyarakat dalam usaha daur ulang sampah jangkau oleh PDAM/BPAM, untuk kebutuhan darurat maupun
dengan proses pengomposan merupakan upaya untuk meli- pada daerah kritis air atau bencana alam, yang dapat diop-
batkan masyarakat secara aktif dalam pengelolaan sampah dan erasikan berpindah-pindah.
sekaligus membuka peluang usaha. Dengan dikembangkannya Spesifikasi ini mencakup istilah dan definisi, persyaratan teknis
pemberdayaan masyarakat dalam pengomposan sampah skala tentang bentuk, ukuran, bahan, dan fungsi.
lingkungan dapat pula meminimasi jumlah sampah yang harus
diangkut dan dikelola di TPA Sampah. Daftar Isi
Ruang lingkup petunjuk teknis pengomposan sampah organik 1. Ruang Lingkup, 2. Acuan, 3. Istilah dan Definisi, 4. Bentuk
skala lingkungan meliputi : aspek pemberdayaan masyarakat, Instalasi Pengolahan Air, 5. Persyaratan Teknis IPA Sistem
ketentuan-ketentuan teknis pengomposan, pemasaran kompos, Berpindah.
kelembagaan, dan pendanaan usaha pengomposan.

Daftar Isi Panduan dan Petunjuk Praktis


1. Ruang Lingkup, 2. Acuan, 3. Istilah dan Definisi, 4. Pengelolaan Drainase Perkotaan
Mekanisme Pemberdayaan Masyarakat, 5. Ketentuan-ketentuan,
6. Manajemen Daur Ulang Sampah dan Pengomposan, 7. Buku Panduan dan Petunjuk Praktis Pengelolaan Drainase
Pemasaran Kompos, 8. Pendanaan Usaha Pengomposan. Perkotaan ini disusun sebagai panduan bagi para pengelola
prasarana drainase perkotaan agar dapat memahami, menangani
atau melaksanakan masalah drainase perkotaan dengan ketentu-
an - ketentuan yang berlaku.
Buku panduan ini diharapkan mampu untuk menunjang priori-

159 175 176 160


tas tujuan program drainase kota yaitu mengurangi kerusakan dan
kerugian akibat genangan atau banjir yang terjadi di dalam kota
atau daerah urban. Sehingga untuk pembangunan sistem
drainase, yang diutamakan adalah mengoptimalkan saluran yang
telah ada, melalui program rehabilitasi. Buku ini dapat mem-
berikan konstribusi positip bagi pengelolaan drainase perkotaan.

Daftar Isi
Bagian I Sistem Drainase, Bagian II Rencana Induk, Bagian III
Studi Kelayakan, Bagian IV Konstruksi dan Kelengkapannya,
Bagian V Pompa dan Waduk, Bagian VI Bangunan Resapan Air,

PEDOMAN
Bagian VII Pemeliharaan Prasarana Drainase, Bagian VIII
Kelembagaan, Bagian IX Peran Serta Masyarakat, Bagian X
Contoh Disain.

UMUM

161 177 178


Pedoman Pendidikan Kesehatan Lingkungan Pedoman Umum
Dengan Metoda Partisipatori Pembuatan Kompos Untuk Skala Kecil, Menengah,
Bagi Guru SD Kelas 4, 5 dan 6 dan Besar

Kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, Pengkomposan adalah salah satu alternatif upaya pengelolaan
perilaku manusia, pelayanan kesehatan, dan keturunan, yang sal- sampah perkotaan yang dapat diandalkan karena manfaatnya
ing terkait. Lingkungan dan perilaku mempunyai pengaruh yang yang besar, teknologinya mudah diaplikasikan dan sesuai dengan
paling besar terhadap kesehatan masyarakat lingkungan dan per- kondisi Indonesia.
ilaku yang buruk dapat menimbulkan terjadinya penyakit. Dengan upaya pengkomposan maka sebagian besar bahkan
Masyarakat sekolah (guru, siswa, orang tua siswa, dan seluruh sampah organik dapat diproses menjadi barang yang
pegawai sekolah) dapat berperan untuk memperbaiki lingkungan aman dan bermanfaat bagi lingkungan hidup dan manusia.
dan perilaku masyarakat dengan menggunakan metode partisi- Secara lebih khusus, kegiatan pengkomposan menjadi alternatif
pasi. Metoda partisipatori sudah banyak dipergunakan dalam paling realistis untuk mengurangi permasalahan sampah terutama
pemberdayaan masyarakat karena hasilnya sangat baik dan pros- di daerah perkotaan yang pada umumnya didominasi oleh sam-
esnya menyenangkan. Metoda ini cocok untuk diterapkan di pah organik. Pada gilirannya pengkomposan akan dapat memper-
Sekolah Dasar karena metode ini identik dengan metode cara panjang umur TPA Sampah, pengendalian lindi (leacheat) serta
belajar siswa aktif (CBSA) yang sekarang dikenal dengan kuriku- pengurangan produksi gas rumah kaca (GRK).
lum berbasis kompetensi (KBK). Dengan Pedoman ini diharapkan seluruh persyaratan proses
Metode partisipatori mendorong meningkatkan peran serta produksi dan prasarana-sarana pendukung dapat dipenuhi den-
individu di dalam proses kelompok. Metode partisipatori gan baik sehingga menghasilkan kompos yang memenuhi standar
meningkatkan rasa percaya diri dan rasa tanggungjawab. Metode kualitas yang dipersyaratkan.
ini membuat proses pengambilan keputusan menjadi mudah dan
menyenangkan. Peserta belajar dari yang lain dan menghargai Daftar Isi
pengetahuan dan ketrampilan orang lain. Bab I Program Subsidi Kompos, Bab II Pengetahuan Dasar
Proses Pengkomposan, Bab III Pemilihan Lokasi dan
Daftar Isi Perencanaan Pengkomposan, Bab IV Tata Cara Pengkomposan,
I. Pendahuluan, II. Bagaimana Menggunakan Pedoman Ini, III. Bab V Model Pengkomposan Skala Kecil dan Menengah, Bab VI
Hal-hal Yang Penting Dipahami Oleh Guru, IV. Alur Penularan Model Pengkomposan Skala Besar, Bab VII Pengendalian Mutu
Penyakit, V. Penyajian Pokok Bahasan Dengan Langkah-langkah dan Standar Kompos.
Partisipatori, VI. Contoh Gambar Opsi Teknis Berbagai Jenis
Sarana.

162 179 180 163


Pedoman Pengelolaan Pedoman Pengelolaan
Air Limbah Perkotaan Persampahan Perkotaan Bagi Eksekutif atau
Legislatif Pemerintah Kota atau Kabupaten
Pengelolaan air limbah domestik tidak hanya berkaitan dengan
derajat kesehatan masyarakat tetapi juga dengan kelestarian Pengambilan keputusan oleh Bupati/Walikota, dan Dewan
lingkungan air kita, untuk melindungi sumber air baku air minum. Perwakilan Rakyat Daerah untuk selanjutnya disebut
Penelitian terhadap sungai - sungai utama di Indonesia telah Eksekutif/Legislatif pemerintah kabupaten/kota sebagai stakehold-
banyak dilakukan dengan hasil yang cukup mengejutkan karena ers utama dalam sektor sistem pengelolaan sampah kota akan
sejumlah besar sungai-sungai tersebut tercemar air limbah sangat menentukan keberhasilan dalam peningkatan dan per-
domestik. baikan sistem. Oleh karena itu buku pedoman ini disusun dan
Pedoman Pengelolaan Air Limbah Perkotaan, berisi pedoman- berisi tentang kriteria penetapan kebijakan untuk menjadi referen-
pedoman bagaimana merencanakan sistem pengelolaan air lim- si bagi para eksekutif/legeslatif pemerintah kabupaten/kota.
bah domestik perkotaan dari membuat rancangan induk, Buku pedoman sistem pengelolaan sampah kota ini secara
melakukan studi kelayakan, memilih, membangun, mengop- khusus diperuntukan bagi para eksekutif dan legeslatif, sehingga
erasikan dan memelihara prasarana dan sarana yang dilengkapi sajiannya meliputi informasi dan kriteria utnuk menetapkan kepu-
dengan gambar-gambar ilustrasi serta contoh perhitungan. tusan yang bersifat strategis.
Pedoman ini dilengkapi petunjuk-petunjuk praktis yang diharap-
kan dapat membantu pelaksana di lapangan. Daftar Isi
Pendahuluan, Pedoman Sub Sistem Teknik Operasional,
Daftar Isi Pedoman Sub Sistem Kelembagaan, Pedoman Sub Sistem
Bab 1. Apa Yang Dimaksud Dengan Air Limbah Domestik, Bab Pembiayaan, Pedoman Sub Sistem Peraturan Hukum, Aspek
2. Mengapa Air Limbah Domestik Harus Diolah, Bab 3. Air Limbah Peran Serta Masyarakat, Acuan SNI
Domestik, Tanggung Jawab Siapa, Bab 4. Siapa Pengelola
Sistem Pengolahan Air Limbah, Bab 5. Bagaimana Merencanakan
Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik. Daftar Standar
Bidang Konstruksi dan Bangunan Sipil

Daftar Standar Bidang Pekerjaan Umum (PU) atau


Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) ini merupakan
akumulasi kegiatan standarisasi yang berkaitan dengan Standar
Nasional Indonesia (SNI) oleh Badan Litbang Pekerjaan Umum,

164 181 182 165


Badan Pembinaan Jasa Konstruksi dan Investasi (Bapekin), pengukuran ketinggian, pengukuran kapasitas sumber air serta
Direktorat Jenderal di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum peta lokasi dan pengambilan sample air, membuat gambaran
dan pihak-pihak terkait, yang isinya meliputi nomor dan ruang sketsa dan gambar teknis sarana yang akan dibagun dan men-
lingkup standar - standar, pedoman/petunjuk teknis yang sudah gukur profil melintang dan memanjang lokasi bangunan.
disahkan oleh yang berwenang, yaitu Badan Standardisasi Ruang lingkup buku pedoman ini memuat tentang pengertian,
Nasional (BSN) dan/atau Menteri Pekerjaan Umum.. persyaratan dan perencanaan sistem penyediaan air minum di
Buku ini memberikan kemudahan bagi para pengguna dalam perdesaan.
mengakses informasi standar, daftar standar ini disiapkan dalam
tiga kelompok, yaitu SNI, Pedoman teknis, dan Petunjuk teknis. Daftar Isi
Kumpulan ruang lingkup ini terdiri atas 764 SNI, 515 Bab I Uraian I; Bab II Persyaratan; Bab III Tahapan
Pedoman/Petunjuk Teknis/Manual, dan 93 rancangan standar dan Perencanaan; Bab IV Referensi.
pedoman teknis yang masih dalam proses kodifikasi. Dalam daf-
tar ini telah dikoreksi beberapa posisi SNI yang tidak tepat pen-
gelompokkannya, termasuk pula sekitar 10 SNI baru dan satu
revisi SNI yang disahkan serta satu SNI yang ditarik oleh BSN. Pedoman Teknis
Pembangunan Sarana Air Bersih dan Sanitasi
Daftar Isi Proyek WSLIC-2 (Buku 2 Survey)
1. Standar Nasional Indonesia (SNI); 2. Pedoman Teknis; 3.
Petunjuk Teknis Pedoman Teknis Pembangunan Sarana Air Bersih Dan Sanitasi
Proyek WSLIC-2, buku 2: Survey, diharapkan mendapatkan peren-
canaan yang baik, dalam arti secara teknis dan ekonomis dapat diper-
tanggungjawabkan dari seluruh siklus proyek.
Pedoman Teknis Adapun buku pedoman ini bertujuan untuk mendapatkan gam-
Pembangunan Sarana Air Bersih dan baran secara lengkap mengenai kondisi lokasi proyek antara lain:
Sanitasi Proyek WSLIC-2 pengukuran jarak sumber air ke daerah pelayanan; mengukur ket-
(Buku 1 Perencanaan Air Bersih Perdesaan) inggian; mengukur kapasitas sumber air serta peta lokasi proyek
serta pengambilan sampel air; membuat sketsa dan gambar tek-
Pedoman ini dimaksudkan untuk mendapatkan perencanaan nis sarana yang akan dibangun; mengukur profil melintang dan
yang baik, dalam arti secara teknis dan ekonomis dapat dipertang- memanjang lokasi bangunan.
gungjawabkan dari seluruh proyek.
Tujuannya untuk mendapatkan gambaran secara lengkap Daftar Isi
mengenai kondisi lokasi proyek dalam pengukuran jarak sumber, Bab I Deskripsi ; Bab II Umum

166 183 184 167


Pedoman Teknis Pedoman Teknis
Pembangunan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Pembangunan Sarana Air Bersih dan Sanitasi
Proyek WSLIC-2 Proyek WSLIC-2
(Buku 3 Perhitungan Perpipaan dan Pompa) (Buku 4 Persyaratan Konstruksi Air Minum)

Pengetahuan mengenai dimensi perpipaan dimaksud agar Buku pedoman ini menjelaskan uraian dan syarat mengenai pen-
dalam pelaksanaannya air yang akan ditransmisikan dan didis- gadaan bahan dan pemasangan/pelaksanaan pekerjaan secara
tribusikan dapat sesuai dengan yang diharapkan, artinya sistem lengkap dan sempurna mengenai perpipaan dan perlengkapannya.
berjalan dan berfungsi mentransmisikan dan mendistribusikan air Pekerjaan perpipaan transmisi air yang berfungsi untuk membawa air
sehingga konsumen di titik terjauhpun mendapatkan suplai air. baku/air bersih dari bangunan reservoir sampai ke titik awal jaringan
Sebelum ditentukan diameter pipa yang dibutuhkan dan bera- distribusi. Pekerjaan perpipaan distribusi adalah suatu jaringan perpi-
pa panjangnya terlebih dahulu harus diketahui hal-hal sehubung- paan yang berfungsi mengalirkan air bersih dari unit akhir transmisi
an dengan kehilangan tenaga, friction loss, hydraulic gradient dan (pengolah/reservoir) menuju daerah pelayanan. Sistim jaringan dis-
sebagian lainnya yang merupakan bagian pengetahuan dari salu- tribusi untuk daerah perdesaan mempergunakan sistim cabang untuk
ran tertutup (closed conduit). memudahkan didalam perhitungan dan pengoperasian.
Pengetahuan mengenai hidrolika, khususnya hidrolika yang
berhubungan dengan aliran air didalam pipa. Dengan memahami Daftar Isi
hidrolika ini, diharapkan akan lebih mudah untuk menyelesaikan dan Bab I Spesifikasi Teknis Bagian Pekerjaan Pipa Transmisi dan
memahami persoalan yang mungkin timbul pada aliran dalam pipa. Distribusi; Bab II Spesifikasi Bagian Pekerjaan Sipil dan
Bangunan; Bab III Bagian Pekerjaan Penyelesaian (Finishing).
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan; Bab II Hidrolika; Bab III Penentuan
Dimensi Pipa; Bab IV Pengadaan; Bab V Standar Pipa; Bab VI Pedoman Teknis
Perhitungan Pompa. Pembangunan Sarana Air Bersih dan Sanitasi
Proyek WSLIC-2 (Buku 5 Spesifikasi Sumur Gali)

Maksud dari buku pedoman ini untuk dijadikan pegangan bagi


penyelenggara pembangunan sumur gali dalam rangka
memenuhi kebutuhan air baku untuk air bersih rumah tangga. Dan
tujuan spesifikasi dari pedoman ini untuk memberikan persyaratan
teknis sumur gali sebagai sumber air baku untuk air yang terlin-
dung dari pencemaran.

168 185 186 169


Spesifikasi ini mencakup pengertian dan ketentuan-ketentuan Pedoman Teknis
mengenai bentuk, ukuran, persyaratan kualitas, tipe konstruksi Pembangunan Sarana Air Bersih dan Sanitasi
dan kekuatan, penempatan sumur gali. Proyek WSLIC-2
(Buku 7 Pembuatan Sumur Dangkal)
Daftar Isi
Bab I Deskripsi ; Bab II Spesifikasi. Sumur merupakan sarana untuk memanfaatkan air dibawah
permukaan tanah, sumber air tanah ini berasal dari air permukaan
misalnya air hujan, air sungai dan lain sebagainya yang meresap
ke dalam tanah. Lapisan tanah yang mengandung air disebut
Pedoman Teknis lapisan aquifer, untuk mendapatkan debit air yang stabil pembu-
Pembangunan Sarana Air Bersih dan Sanitasi atan sumur harus mencapai lapisan ini.
Proyek WSLIC-2 Jika lapisan aquifer ini terletak dekat permukaan tanah, pada
(Buku 6 Spesifikasi Teknik Sumur Pompa Tangan) lokasi rencana pembuatan sumur, maka sumur yang dibuat akan
dangkal. Sebaliknya apabila letak aquifer jauh/dalam dari per-
Buku pedoman ini diharapkan dapat dijadikan buku pegangan mukaan tanah pada lokasi rencana pembuatan sumur, maka
bagi perencana pembuatan sumur pompa tangan dalam rangka sumur yang dibuat akan menjadi dalam.
memenuhi kebutuhan air bersih rumah tangga. Tujuan spesifikasi
teknik buku ini adalah untuk memberikan persyaratan teknis Daftar Isi
sumur pompa tangan sebagai sumber baku untuk kebutuhan air Bab I Pendahuluan ; Bab II Tujuan; Bab III Langkah Pembuatan
bersih rumah tangga yang terlindung dari pencemaran. Sumur Dangkal.
Adapun ruang lingkup spesifikasi teknis ini mencakup pengert-
ian, ketentuan-ketentuan mengenai bentuk dan ukuran, per-
syaratan kualitas, tipe konstruksi, kekuatan, penempatan.
Pengertian sumur pompa tangan adalah sarana penyedia air Pedoman Teknis
bersih berupa sumur yang dibuat dengan membor tanah pada Pembangunan Sarana Air Bersih dan
kedalaman tertentu sehingga diperoleh air sesuai dengan yang Sanitasi Proyek WSLIC-2
diinginkan. Pengambilan air baku dilakukan dengan menghisap (Buku 8 Sumur Dalam)
atau menekan air ke permukaan tanah dengan menggunakan
pompa tangan. Sumur dalam termasuk ke dalam tipe IV, yaitu sarana yang
sumbernya berasal dari air bawah tanah dan hasilnya bisa diman-
Daftar Isi faatkan tidak hanya oleh satu dua rumah tangga namun bisa juga
Bab I Deskripsi ; Bab II Spesifikasi. dimanfaatkan secara komunal.

170 187 188 171


Dalam manual ini dipaparkan pengetahuan dan ketrampilan Pedoman Teknis
yang berhubungan dengan pembuatan sumur dalam, seperti Pembangunan Sarana Air Bersih dan
bagaimana caranya untuk melakukan pengeboran dan apa saja Sanitasi Proyek WSLIC-2
macam-macam caranya. (Buku 10 Penampung Air Hujan)
Pedoman ini bertujuan agar personel yang terlibat tahu per-
syaratan pembuatan sumur dalam; tata cara pengeboran; metode Penyediaan sarana air bersih dibutuhkan sumber air yang
teknologi pengeboran; mampu melakukan pengeboran dengan memenuhi syarat. Air hujan merupakan sumber air bersih yang
berbagai metode; membuat konstruksi sumur dalam; mampu sangat penting disuatu daerah jika sumber-sumber air yang lain
melakukan instalasi sumur dalam dan tercapainya proses pen- seperti air tanah, air permukan, atau pelayanan PDAM didaerah
ingkatan kapasitas. tersebut tidak ada. Untuk memanfaatkan air hujan sebagai sum-
ber air bersih dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai
Daftar Isi berikut: memanfaatkan atap sebagai bidang tangkapan kemudian
Bab I Pendahuluan; Bab II Tujuan; Bab III Langkah Kerja. mengumpulkannya pada tangki/bak penampungan, membuat
bidang penangkapan secara khusus pada permukaan tanah
kemudian mengumpulkannya pada sumur pengumpul.
Buku pedoman ini bertujuan agar pada daerah yang sulit men-
Pedoman Teknis dapatkan sumber air permukaan maupun air tanah maka air hujan
Pembangunan Sarana Air Bersih dan satu-satunya sumber air yang dapat dimanfaatkan. Kondisi daer-
Sanitasi Proyek WSLIC-2 ah yang mengandalkan air hujan sebagai sumber air bersih san-
(Buku 9 Konstruksi Bangunan Air Minum) gat bervariasi. Kondisi tersebut menyebabkan pilihan kontruksi
penampungan air hujan yang berbeda antara satu tempat dengan
Buku pedoman ini mempunyai tujuan agar para pelaksana tempat lain. Faktor penyebab kondisi yang beragam antara lain
mengetahui konstruksi bangunan penyediaan air minum, mampu karena: topografi, penyebaran penduduk, curah hujan dan
membangun konstruksi sistim perpipaan terutama untuk sarana ketersediaan material lokal yang dapat dimanfaatkan pada waktu
air minum dan tersedianya sarana air minum perdesaan. pembuatan.
Manual ini bertujuan agar pelaksana dapat memilih konstruksi
Daftar Isi penampungan air hujan yang sesuai dengan keadaan lokasi,
Bab I Pendahuluan; Bab II Tujuan; Bab III Langkah Kerja. ketersediaan material lokal, dan kebutuhan penduduk.

Daftar Isi
Bab I Pendahuluan; Bab II Tujuan; Bab III Langkah Pemilihan
Penampungan Air Hujan.

172 189 190 173


Pedoman Teknis Daftar Isi
Pembangunan Sarana Air Bersih dan Bab I Uraian I; Bab II Persyaratan; Bab III Cara Pengerjaan;
Sanitasi Proyek WSLIC-2 Bab IV Cara Pengoperasian dan Pemeliharaan; Bab V Referensi.
(Buku 11 Instalasi Pengolahan Air Sederhana)

Pedoman teknis ini membantu para pelaksana mengetahui


instalasi pembangunan pengolahan air sederhana, mampu mem- Pedoman Teknis
bangun instalasi untuk sarana air minum dan tersedianya sarana Pembangunan Sarana Air Bersih dan
air minum perdesaan yang sederhana. Sanitasi Proyek WSLIC-2
(Buku 13 Pompa Hidran)
Daftar Isi
Bab I Deskripsi; Bab II Persyaratan; Bab III Cara Pengerjaan; Petunjuk praktis ini mencakup pengertian, ketentuan umum
Bab IV Cara Pengoperasian dan Pemeliharaan SKNT-SPL; Bab V dan ketentuan teknis mengenai bahan, peralatan serta cara pem-
Referensi. buatan pompa hidraulic ram (pompa hidran). Pengertian pompa
hidraulic ram adalah pompa air yang menggunakan tenaga aliran
balik air dalam pipa, bila ada penutupan yang mendesak.

Pedoman Teknis Daftar Isi


Pembangunan Sarana Air Bersih dan Bab I Uraian I; Bab II Persyaratan Umum; Bab III Pemasangan
Sanitasi Proyek WSLIC-2 Pompa Hidran.
(Buku 12 Saringan Rumah Tangga/SARUT)

Petunjuk praktis ini mencakup pengertian, ketentuan umum


dan ketentuan teknis mengenai bahan, peralatan serta cara pem- Pedoman Teknis
buatan saringan rumah tangga dengan kapasitas 200 liter. Yang Pembangunan Sarana Air Bersih dan
dimaksud dengan saringan rumah tangga (SARUT) adalah Sanitasi Proyek WSLIC-2
sebuah sarana pengolahan air baku menjadi air bersih dengan (Buku 14 Jamban Sekolah)
menggunakan teknologi sederhana.
Teknologi sederhana adalah teknologi yang mudah dalam Pedoman teknis ini dimaksudkan untuk dijadikan pegangan
pembuatan, murah dalam pembangunan, serta mudah dan murah bagi penyelenggara pembangunan Jamban Sekolah dalam rang-
dalam pengoperasian serta pemeliharaannya. ka memenuhi kebutuhan sarana sanitasi perdesaan, dengan

174 191 192 175


tujuan untuk memberikan persyaratan teknis jamban sekolah Pedoman Teknis
yang memenuhi unsur kelayakan dan kesehatan. Pembangunan Sarana Air Bersih dan Sanitasi
Tata cara ini mencakup pengertian dan ketentuan-ketentuan Proyek WSLIC-2
mengenai bentuk, ukuran persyaratan kualitas, tipe konstruksi (Buku 16 Pembuatan Tangki Septik)
dan kekuatan serta penempatan bangunan Jamban Sekolah.
Petunjuk praktis pembangunan tangki septik ini sebagai acuan
Daftar Isi dan pegangan bagi pelaksana dan masyarakat dalam meren-
Bab I Deskripsi; Bab II Persyaratan Teknis; Bab III Cara canakan struktur bangunan tangki septik. Serta memberikan uku-
Pengerjaan. ran batasan perencanaan untuk menentukan kebutuhan minimum
fasilitas tangki septik di kawasan permukiman.
Petunjuk praktis pembangunan septik ini meliputi pengertian,
persyaratan teknis tangki septik yang berlaku bagi pembuangan
Pedoman Teknis air limbah rumah tangga untuk daerah air tanah rendah dan
Pembangunan Sarana Air Bersih dan pemakai tidak lebih dari 25 orang.
Sanitasi Proyek WSLIC-2
(Buku 15 Pembuatan Cubluk) Daftar Isi
Bab I Uraian; Bab II Persyaratan; Bab III Cara Pengerjaan; Bab
Pedoman teknis ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegan- IV Cara Pengoperasian dan Pemeliharaan.
gan dalam merencanakan struktur bangunan cubluk, dalam
menunjang perlindungan kesehatan masyarakat, serta mem-
berikan ukuran dan batasan dalam rangka memudahkan peren-
canaan bangunan cubluk guna mensukseskan program penye- Pedoman Teknis
hatan lingkungan permukiman. Pembangunan Sarana Air Bersih dan
Tata cara ini meliputi pengertian, persyaratan yang harus Sanitasi Proyek WSLIC-2
dipenuhi dan ketentuan-ketentuan membuat bagian cubluk yang (Buku 17 Jamban Keluarga)
meliputi tutup, galian, dinding, saluran penghubung dan bak kon-
trol cubluk. Pedoman teknis ini dimaksudkan untuk dijadikan pegangan
bagi penyelenggara pembangunan Jamban Keluarga dalam rang-
Daftar Isi ka memenuhi kebutuhan sarana sanitasi perdesaan serta mem-
Bab I Deskripsi; Bab II Persyaratan Teknis; Bab III Cara berikan persyaratan teknis Jamban Keluarga yang memenuhi
Pengerjaan; Bab IV Volume Pekerjaan. unsur kelayakan dan kesehatan.
Tata cara ini mencakup pengertian dan ketentuan-ketentuan

176 193 194 177


mengenai bentuk, ukuran persyaratan kualitas, tipe konstruksi Pedoman Teknis
dan kekuatan serta penempatan bangunan Jamban Keluarga. Pembangunan Sarana Air Bersih dan
Sanitasi Proyek WSLIC-2
Daftar Isi (Buku 19 Pembuatan Sarana Pembuangan
Bab I Deskripsi; Bab II Persyaratan Teknis; Bab III Cara Air Limbah)
Pengerjaan.
Pedoman teknis ini dimaksudkan untuk dijadikan pegangan
bagi perencanaan dan penyelenggara pembangunan Sarana
Pembuangan Air Limbah (SPAL) untuk perlindungan kesehatan
Pedoman Teknis masyarakat, serta untuk memberikan persyaratan teknis SPAL
Pembangunan Sarana Air Bersih dan sebagai sarana pengumpulan air buangan agar tidak mengotori
Sanitasi Proyek WSLIC-2 lingkungan permukiman.
(Buku 18 Bangunan Atas Jamban) Tata cara ini mencakup pengertian dan ketentuan mengenai
bentuk, ukuran, persyaratan kualitas, tipe konstruksi, kekuatan,
Pedoman teknis ini dimaksudkan sebagai pegangan bagi penempatan SPAL, cara pembuatan dan gambar-gambar.
penyelenggara pembangunan jamban dalam rangka memenuhi
kebutuhan sarana sanitasi perdesaan, serta untuk memperoleh Daftar Isi
hasil pembangunan Bangunan Atas dan Bangunan Tengah Bab I Deskripsi; Bab II Cara Pembuatan.
Jamban yang maksimal dan dapat dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan teknik perencanaan dengan mempertim-
bangkan faktor-faktor yang berpengaruh.
Tata cara ini mencakup Bangunan Atas Jamban : tidak terma- Pedoman Teknis
suk Bangunan Bawah Jamban. Pembangunan Sarana Air Bersih dan
Sanitasi Proyek WSLIC-2
Daftar Isi (Buku 20 Pengelolaan Sampah Perdesaan)
Bab I Deskripsi; Bab II Persyaratan Teknis; Bab III Tata Cara
Pembuatan Bangunan Atas Jamban. Pedoman teknis ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan
bagi masyarakat dan aparat desa dalam menentukan pengelolaan
sampah di perdesaan.
Tata cara ini memuat pengertian, persyaratan-persyaratan dan
cara penanganan sampah di perdesaan.

178 195 196 179


Daftar Isi Pedoman Teknis
Bab I Uraian; Bab II Persyaratan; Bab III Cara Penanganan Pembangunan Sarana Air Bersih dan
Sampah. Sanitasi Proyek WSLIC-2
(Buku 22 Kompos Skala Rumah Tangga)

Pedoman teknis ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan


Pedoman Teknis bagi masyarakat perdesaan dalam perencanaan struktur bangu-
Pembangunan Sarana Air Bersih dan nan komposter. Serta memberikan ukuran dan batasan pada ban-
Sanitasi Proyek WSLIC-2 gunan komposter sehingga mengoperasikan/membuat sampah
(Buku 21 Kompos Skala Kelompok) organik menjadi kompos. Spesifikasi ini mencakup pengertian tek-
nis mengenai bentuk, ukuran, bahan, fungsi dan kinerja dari kom-
Pedoman teknis ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegan- poster rumah tangga untuk melayani mekanisme 5 (lima) orang.
gan bagi masyarakat dan aparat desa dalam proses pembuatan
sampah organik menjadi kompos. Serta untuk memperoleh/men- Daftar Isi
dapatkan kompos yang memenuhi persyaratan. Bab I Uraian; Bab II Persyaratan; Bab III Pembuatan Kompos.
Ruang lingkup pengaturan dalam petunjuk teknis pembuatan
kompos ini mencakup ketentuan umum dan ketentuan teknis
pembuatan kompos termasuk cara pengerjaannya, antara lain
meliputi : persyaratan bahan baku sampah, bangunan termasuk Pedoman Teknis
peralatan, kapasitas pengomposan, tahapan proses pengom- Pembangunan Sarana Air Bersih dan
posan, dan kualitas kompos. Sanitasi Proyek WSLIC-2
(Buku 23 Gambar Skema Sistem Air Bersih)
Daftar Isi
Bab I Uraian; Bab II Persyaratan; Bab III Cara Pembuatan; Bab Pedoman teknis ini hanya berisikan gambar-gambar skema
IV Pemeliharaan. dari sistem air bersih, diantaranya :
- Sistem Perpipaan Gravitasi (Mata Air - Kran Umum);
- Sistem Perpipaan Gravitasi (Air Permukaan);
- Sistem Perpipaan Gravitasi Dengan Pemompaan Ke Atas
(Mata Air - Kran Umum);
- Sistem Perpipaan Gravitasi (Sumur Bor - Tanah Dalam);
- Sumur Gali Dengan Pompa Listrik;
- Sistem Penampungan Air Hujan (SPAH).

180 197 198 181


Pedoman Teknis menjadi tanggung jawab pemerintah di daerah tingkat II (Kota
Pembangunan Sarana Air Bersih dan maupun Kabupaten). Untuk menjamin penyelenggaraan penyedi-
Sanitasi Proyek WSLIC-2 aan air minum yang memenuhi syarat kwalitas, kuantitas dan kon-
(Buku 24 Operasi dan Pemeliharaan) tinuitas, maka diperlukan suatu standard pelayanan yang dapat
digunakan sebagai patokan oleh Pemerintah Pusat dan
Pedoman teknis ini bertujuan untuk memberikan acuan dan Pemerintah Daerah pada pelaksanaan tugasnya dibidang air
pegangan dalam pengoperasian dan pemeliharaan sistim penye- minum.
diaan air bersih dan sanitasi di lapangan sehingga sarana yang Komponen materi standard pelayanan bidang air minum men-
terbangun dapat terpelihara. cakup 3 bagian utama, yaitu yang berhubungan dengan bidang
Tata cara yang dipilih sedapat mungkin dapat diterapkan oleh pemrograman, pelaksanaan oleh operator, dan pemanfaatan oleh
masyarakat setempat namun memenuhi persyaratan teknis, kese- masyarakat. Ketiga bidang tersebut pada dasarnya mempunyai
hatan dan dampak lingkungan, layak ditinjau dari aspek sosial, kaitan yang erat satu sama lain. Dalam pembahasan ketiga materi
ekonomi, budaya, serta mempertimbangkan kemudahan dalam standard ini dibagi dalam empat klasifikasi tipikal perkotaan, yaitu
pengembangan teknologi pelaksanaannya. kota kecil, sedang, besar dan kota metropolitan.

Daftar Isi Daftar Isi


Bab I Pendahuluan; Bab II Tujuan; Bab III Rencana - Standard Pelayanan Bidang Air Minum;
Pengoperasian dan Pemeliharaan; Bab IV Operasi dan - Asumsi-asumsi Yang Dipergunakan;
Pemeliharaan Sistim Sarana Air Bersih; Bab V Pemeriksaan Atas - Penjelasan Materi Standard.
Mesin-mesin; Bab VI Operasi dan Pemeliharaan Sistim Sarana
Sanitasi.

Pedoman Penyusunan
Rencana Induk Bidang Drainase (Buku-1)
Konsep Pedoman Penyusunan
Standard Pelayanan Sasaran dari adanya pedoman ini yaitu agar setiap
Bidang Air Minum Kabupaten/Kota memiliki Rencana Induk Sarana dan Prasarana
bidang Drainase yang Sistematis, Terarah, Terpadu dan Tanggap
Di Indonesia, dengan berlakunya UU No. 22 dan 25 Tahun terhadap kebutuhan sesuai karakteristik lingkungan dan sosial
1999 tentang Otonomi Daerah, maka penyelenggaraan ekonomi daerah, serta tanggap terhadap kebutuhan stakeholder
pelayanan prasarana dan sarana permukiman, termasuk proyek (Pemerintah, Investor dan masyarakat).
diantaranya sarana dan prasarana penyediaan air minum telah Sedangkan tujuannya adalah tersedianya materi yang dapat

182 199 200 183


dijadikan "Pedoman Penyusunan Rencana Induk Bidang Drainase Persampahan yang terdapat dalam suatu rencana induk.
yang akan memudahkan perencana baik di Pusat maupun Daerah". Sasaran dari adanya pedoman ini adalah agar sarana dan
Sehingga setiap Kabupaten memiliki Rencana Induk Drainase yang prasarana Persampahan yang direncanakan layak secara ekono-
memiliki kualitas perencanaan yang memenuhi standard nasional. mi, keuangan, lingkungan dan kelembagaan sehingga dapat
berfungsi secara berkelanjutan dan bermanfaat optimal.
Daftar Isi
Bab I. Pendahuluan, Bab II. Maksud, Tujuan, dan Sasaran, Bab Daftar Isi
III. Acuan Normatif, Bab IV. Ketentuan Rencana Induk. Bab I. Pendahuluan; Bab II. Maksud, Tujuan dan Sasaran; Bab
III. Acuan Normatif; Bab IV. Ketentuan Perencanaan Studi
Kelayakan Ekonomi dan Finansial.

Pedoman Penyusunan Rencana Induk


Bidang Persampahan (Buku-1)
Pedoman Penyusunan Rencana Induk
Maksud dari buku pedoman ini adalah memberi pedoman bagi Bidang Air Limbah (Buku-1)
Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menyusun Rencana Induk
Sarana dan Prasarana Bidang Persampahan, agar proses dan Rencana Induk atau Master Plan Bidang Air Limbah meru-
produk perencanaan yang dihasilkan menjadi: efektif, efisien, ter- pakan suatu dokumen perencanaan dasar yang menyeluruh
padu dan berwawasan lingkungan. mengenai pengembangan sarana dan prasarana Air Limbah untuk
periode 20 (dua puluh) tahun. Dengan demikian gambaran arah
Daftar Isi pengembangan, strategi pengembangan dan prioritas-prioritas
Bab I. Pendahuluan; Bab II. Maksud, Tujuan dan Sasaran; Bab pengembangan sarana dan prasarana air limbah 20 tahun ke
III. Acuan Normatif; Bab IV. Ketentuan Rencana Induk. depan masing-masing Kabupaten/Kota terformulasikan melalui
perencanaan tersebut. Buku ini dimaksudkan untuk memberi
pedoman bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menyusun
Rencana Induk Sarana dan Prasarana Bidang Air Limbah, agar
Pedoman Penyusunan Rencana Induk proses dan produk perencanaan yang dihasilkan menjadi: efektif,
Bidang Persampahan (Buku-2) efisien, terpadu dan berwawasan lingkungan.

Dokumen studi kelayakan bidang Persampahan, merupakan Daftar Isi


suatu dokumen kelayakan ekonomi, keuangan dan lingkungan Bab I. Pendahuluan; Bab II. Maksud, Tujuan dan Sasaran; Bab
dan program-program pengembangan sarana dan prasarana III. Acuan Normatif; Bab IV. Ketentuan Rencana Induk.

184 201 202 185


Pedoman Penyusunan Rencana Induk Bidang Air Program ini ditujukan bagi masyarakat miskin di daerah kumuh
Limbah (Buku-2) perkotaan yang belum terlayani oleh PDAM dan menempati dae-
Buku pedoman ini dimaksudkan untuk memberi pedoman rah yang rawan air bersih.
bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menyusun studi
kelayakan bidang pengembangan sarana dan prasarana Air Daftar Isi
Llimbah, agar keputusan investasi dan operasi didasari pada Bab I. Umum; Bab II. Pendekatan, Prinsip dan Pola
dokumen kelayakan yang akurat. Pengelolaan; Bab III. Mekanisme Pengelolaan Program; Bab IV.
Tujuan pedoman penyusunan studi kelayakan Air Limbah Pendanaan; Bab V. Sistem Informasi, Pelaporan dan Pengaduan;
adalah agar setiap Kabupaten/Kota memiliki dokumen studi Bab VI. Penutup.
kelayakan proyek yang lengkap dan memadai sebagai acuan
standar dalam pengambilan keputusan investasi dan operasi
pengembangan sarana dan prasarana Air Limbah.
SNI-Tata Cara Teknik Operasional
Daftar Isi Pengelolaan Sampah Perkotaan
Bab I. Pendahuluan; Bab II. Maksud, Tujuan dan Sasaran; Bab
III. Acuan Normatif; Bab IV. Ketentuan Perencanaan Studi Tata cara ini dimaksudkan sebagai pegangan bagi perencana
Kelayakan Ekonomi dan Finansial; Bab V. Ketentuan dan pelaksana yang bergerak di dalam pengelolaan sampah
Perencanaan Studi Kelayakan Lingkungan. perkotaan.
Standar ini merupakan kaji ulang serta revisi dari SNI 19-2454-
1991 mengenai tata cara pengelolaan teknik sampah perkotaan
mulai dari pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangku-
Pedoman Umum tan, pengolahan persampahan disertai dengan kegiatan pemila-
Program Penanggulangan Dampak han pendekatan konsep 3M sejak dari sumbernya, di peminda-
Pengurangan Subsidi Energi han, sampai di buangan akhir sampah.
untuk Penyediaan Prasarana Air Bersih Tata cara ini bertujuan untuk memberikan dasar-dasar dalam
Tahun Anggaran 2002 perencanaan pengelolaan teknik operasional sampah perkotaan.

Dalam rangka mengurangi beban masyarakat berpenghasilan Daftar Isi


rendah akibat kenaikan harga BBM, Pemerintah telah menga- I. Ruang Lingkup; II. Acuan; III. Istilah dan Definisi; IV.
lokasikan sejumlah dana kompensasi dalam bentuk Program Persyaratan Teknis Pengelolaan Sampah Kota; V. Teknik
Penanggulangan Dampak Pengurangan Subsidi Energi untuk Operasional.
Penyediaan Prasaran Air Bersih (Program SE-AB)

186 203 204 187


SNI-Tata Cara Pemilihan Lokasi minum, karena rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah masyarakat.
Oleh karena itu pedoman ini bertujuan untuk menyatukan
Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) persepsi yang sama terhadap peran dan tanggung jawab para
Sampah ini dimaksudkan untuk dijadikan pegangan dan acuan petugas pelaksana kegiatan yang terkait dalam pelaksanaan
bagi perencana dalam memilih lokasi tempat pembuangan akhir survei air minum di rumah tangga, memperoleh informasi dan
sampah di suatu wilayah. memetakan daerah-daerah rawan air minum, serta menghasilkan
Tujuan tata cara ini adalah untuk menentukan lokasi tempat indikator MDG's pada tingkat Kabupaten/Kota terpilih.
pembuangan akhir sampah.
Tata cara ini memuat persyaratan, ketentuan teknis dan cara Daftar Isi
pengerjaan di dalam memilih dan menentukan lokasi tempat pem- I. Pendahuluan; II. Metodologi; III. Organisasi Pengumpulan
buangan akhir sampah. Data Survei Rumah Tangga

Daftar Isi
I. Deskripsi; II. Persyaratan; III. Ketentuan-ketentuan; IV. Cara
Pengerjaan. Petunjuk Pelaksanaan Manajemen Proyek
(CWSH Project NAD-NIAS/SUMUT)

Buku petunjuk Pelaksanaan Manajemen Proyek ini diharapkan


Petunjuk Teknis dapat menjadi acuan yang memberi arahan bagi seluruh pelak-
Pedoman Pelaksanaan Survei Rumah Tangga sana proyek di semua tingkatan dan berbagai pihak terkait agar
Penyediaan Air Minum bertindak secara sistematis dalam mencapai tujuan dan sasaran
proyek dengan tepat, efektif dan efisien.
Ketersediaan air minum merupakan dambaan utama di setiap Proyek CWSH-NAD-Nias bertujuan untuk meningkatkan de-
rumah tangga. Harapan dan keinginan utama tersebut belum rajat kesehatan dan kualitas hidup masyarakat berpenghasilan
tentu dapat dinikmati oleh semua rumah tangga, hal in bisa dise- rendah di perdesaan dan pinggiran perkotaan dengan pendekatan
babkan karena masalah geografis yang tidak mendukung sehing- berbasis masyarakat, melalui: penyediaan air minum yang lebih
ga kemudahan memperoleh air minum menjadi sulit. Hal lain dise- berkualitas, penyediaan sarana sanitasi yang lebih memadai, per-
babkan karena tidak tersedianya fasilitas untuk memperoleh air baikan perilaku hidup bersih dan sehat, serta pencegahan
minum atau sumber daya buatan yang belum dieksplorasi karena penyakit yang menular melalui air dan berkaitan dengan air.
minimnya SDM yang ada. Selain itu, pada golongan masyarakat
ekonomi lemah memang kurang perhatian terhadap konsumsi air

188 205 206 189


Daftar Isi Pedoman Penyusunan Rencana Induk
Bab I. Pendahuluan; Bab II. Tujuan, Komponen Proyek dan Bidang Drainase (Buku-2)
Lokasi Proyek; Bab III. Struktur Organisasi, Tugas dan Fungsi; Dokumen studi kelayakan bidang Drainase, merupakan suatu
Bab IV. Perencanaan Proyek; Bab V. Pendanaan; Bab VI. dokumen kelayakan ekonomi dan lingkungan dari program-pro-
Pelaksanaan; Bab VII. Monitoring dan Evaluasi; Bab VIII. gram pengembangan sarana dan prasarana Drainase yang terda-
Pengendalian. pat dalam suatu rencana induk.
Tujuan pedoman penyusunan studi kelayakan Drainase adalah
agar setiap Kabupaten/Kota memiliki dokumen studi kelayakan
proyek yang lengkap dan memadai sebagai acuan standar dalam
Petunjuk Teknis Operasional Tingkat Desa pengambilan keputusan investasi dan operasi pengembangan
(CWSH Project NAD-NIAS/SUMUT) sarana dan prasarana Drainase.

Proyek CWSH NAD-Nias/Sumut bertujuan untuk mening- Daftar Isi


katkan derajat kesehatan dan kualitas hidup masyarakat berpeng- Bab I. Pendahuluan; Bab II. Maksud, Tujuan dan Sasaran; Bab
hasilan rendah di perdesaan dan pinggiran perkotaan dengan III. Acuan Normatis; Bab IV. Ketentuan Perencanaan Studi
pendekatan berbasis masyarakat melalui penyediaan air minum Kelayakan Lingkungan.
yang lebih berkualitas, penyediaan sarana sanitasi yang lebih
memadai dan perbaikan hidup bersih dan sehat.
Sebagai bagian dari prasyarat pelaksanaan proyek, maka disusun-
lah Buku Petunjuk Operasional Tingkat Desa Proyek CWSH NAD- Pedoman Tugas dan Tanggung Jawab
Nias. Buku petunjuk ini diharapkan dapat menjadi acuan yang mem- Tim Teknis Propinsi dan Kabupaten
beri arahan bagi seluruh pelaksana proyek di tingkat desa dan berba- Proyek WSLIC-2
gai pihak terkait agar bertindak secara sistematis dalam mencapai
tujuan dan sasaran proyek dengan tepat, efektif dan efisien. Pedoman teknis ini terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu:
Pedoman Tugas dan Tanggung Jawab Tim Teknis
Daftar Isi Propinsi dan Kabupaten Proyek WSLIC-2 bagi Petugas
Bab I. Pendahuluan; Bab II. Proses Pemilihan Desa; Bab III. Puskesmas:
Struktur Organisasi dan Tim Kerja Masyarakat; Bab IV. Pilihan Pedoman ini menjelaskan susunan Tim Teknis Propinsi dan
Komponen Kegiatan; Bab V. Rencana Kerja Masyarakat; Bab VI. Tim Teknis Kabupaten berikut Tugas/Tanggung Jawabnya.
Pelaksanaan Tingkat Desa; Bab VII. Operasional dan
Pemeliharaan; Bab VIII. Monitoring dan Evaluasi.

190 191
Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Program Kesehatan Petunjuk Teknis
Masyarakat pada Daerah Pasca Konstruksi Proyek Penyusunan Analisis Mengenai Dampak
WSLIC-2: Lingkungan Proyek Air Bersih (Keputusan Menteri
Maksud dari pedoman ini adalah untuk pegangan dan acuan Pekerjaan Umum No. 41/KPTS/1997)
bagi petugas Puskesmas dalam meningkatkan derajat kese-
hatan masyarakat di daerah pasca konstruksi Proyek WSLIC- Petunjuk Teknis Penyusunan Analisis Mengenai Dampak
2 melalui pendekatan KLINIK SANITASI yang merupakan Lingkungan (AMDAL) Proyek Air Bersih ini merupakan penjabaran
upaya keterpaduan kegiatan lintas program dan sektor dalam dari Pedoman Umum Penyusunan AMDAL yang ditetapkan oleh
program pemberantasan penyakit menular dan penyehatan Menteri Negara Lingkungan Hidup, dan merupakan bagian dari
lingkungan. Pedoman Teknis AMDAL Proyek Bidang Pekerjaan Umum.
Maksud dan tujuan Petunjuk Teknis Penyusunan AMDAL
Daftar Isi Proyek Air Bersih ini adalah untuk memberikan petunjuk yang
Bab I. Pendahuluan; Bab II. Kegiatan; Bab III. Unit Pelak- lebih rinci dalam penyusunan dokumen AMDAL serta untuk mem-
sanaan; Bab IV. Pendanaan; Bab V. Jadwal Kegiatan; Bab VI. berikan arahan kepada pemrakarsa, konsultan dan penilai AMDAL
Penutup. dalam menyusun dan menilai dokumen AMDAL Proyek Air Bersih
agar lebih efektif sesuai dengan sasaran.
Pedoman Indeks Lingkungan dan Perilaku Sehat
Pedoman ini sebagai panduan penerapan Indeks LPS di desa Daftar Isi
pasca konstruksi Proyek Penyediaan Air Minum dan I. Pendahuluan; II. Pemerian Rencana Kegiatan Proyek dan
Penyehatan Lingkungan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rona Lingkungan; III. Dampak Kegiatan Proyek Terhadap
Rendah 2/PAMPL-MPR 2 (Water and Sanitation for Low Lingkungan dan Upaya Penanganannya; IV. Penyusunan
Income Communities 2/WSLIC 2). Indeks LPS merupakan Dokumen AMDAL; V. Penutup.
angka yang menggambarkan tingkat perilaku dan tingkat
keadaan lingkungan keluarga.

Petunjuk Teknis
Penggunaan Dana Alokasi Khusus
Bidang Infrastruktur Tahun 2007
(Petunjuk Teknis Sub Bidang Irigasi)

Petunjuk Teknis Sub Bidang Irigasi Bantuan Dana Alokasi


Khusu sebagai lampiran Peraturan Menteri PU tentang Petunjuk

192 193
Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur Penggunaan Dana Alokasi Khusus, serta Permenkeu No.
Tahun 2007, dikeluarkan dalam rangka pelaksanaan PP No. 55 128/PMK.07/2006 tentang Penetapan Alokasi dan Pedoman
Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, pada Pasal 59 ayat (1) Umum Pengelolaan DAK Tahun Anggaran 2007.
menyatakan bahwa Menteri Teknis Menyusun Petunjuk Teknis Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan serta PP
Penggunaan Dana Alokasi Khusus, serta Permenkeu No. No. 34 Tahun 2006 tentan Jalan, digunakan sebagai acuan dari
128/PMK.07/2006 tentang Penetapan Alokasi dan Pedoman aspek hukum dalam kaitan pembagian wewenang antara
Umum Pengelolaan DAK Tahun Anggaran 2007. Pemerintah (Pusat) dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam
Peraturan Menteri PU beserta lampirannya tersebut dapat hal Penyelenggaraan Jalan.
digunakan untuk menunjang pelaksanaan kegiatan monitoring
dan evaluasi terhadap pemanfaatan dan teknis pelaksanaan DAK. Daftar Isi
Agar pelaksanaan penangan infrastruktur bidang irigasi dapat I. Pendahuluan; II. Perencanaan dan Pemrograman; III.
menghasilkan kualitas sesuai umur rencana yang diharapkan Perencanaan Teknik dan Pelaksanaan Konstruksi; IV. Pelaporan,
perlu ditindaklanjuti dengan penyusunan petunjuk teknis sesuai Evaluasi dan Penilaian Kinerja.
bidang masing-masing, untuk itu maka petunjuk teknis bidang
Irigasi ini disusun.
Petunjuk Teknis
Daftar Isi Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang
I. Pendahuluan; II. Petunjuk Teknis Pemeliharaan Jaringan Infrastruktur Tahun 2007
Irigasi; III. Petunjuk Teknis Rehabilitasi Jaringan Irigasi. (Petunjuk Teknis Sub Bidang Air Bersih)

Petunjuk teknis ini dimaksudkan untuk memberikan acuan kepada


Petunjuk Teknis para pelaksana dan pihak terkait lainnya dalam penyelenggaraan
Penggunaan Dana Alokasi Khusus perencanaan prasarana air bersih sederhana. Petunjuk teknis ini juga
Bidang Infrastruktur Tahun 2007 bertujuan untuk menjamin kesesuaian, ketertiban dan ketetapan
(Petunjuk Teknis Sub Bidang Jalan) dalam pembangunan prasarana air minum sederhana sehingga
prasarana yang dibangun dapat dimanfaatkan secara andal dan
Petunjuk Teknis Sub Bidang Jalan Bantuan Dana Alokasi berkelanjutan. Dalam melakukan pemilihan kegiatan DAK sub bidang
Khusus sebagai lampiran Peraturan Menteri PU tentang Petunjuk air minum, terlebih dahulu melakukan review atau kajian terhadap sis-
Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur tem eksisting atau sistem yang sudah ada. Petunjuk teknis ini menje-
Tahun 2007, dikeluarkan dalam rangka pelaksanaan PP No. 55 laskan kriteria, perhitungan, data dan tahapan yang diperlukan dalam
Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, pada Pasal 59 ayat (1) perencanaan prasarana air minum sederhana, meliputi pembangunan
menyatakan bahwa Menteri Teknis Menyusun Petunjuk Teknis baru, rehabilitasi dan optimalisasi. Pembangunan infrastruktur baru

194 195
meliputi perencanaan bangunan pengambilan air baku, unit pengola- man nelayan yang dapat dikelola oleh masyarakat itu sendiri.
han, perpipaan, perpompaan dan unit pemanfaatan sesuai lingkup
program. Daftar Isi
I. Pendahuluan; II. Perencanaan dan Pemrograman; III.
Daftar Isi Perencanaan Teknik dan Pelaksanaan Konstruksi; IV. Pelaporan
I. Pendahuluan; II. Perencanaan dan Pemrograman; III. dan Evaluasi.
Perencanaan Teknik dan Pelaksanaan Konstruksi; IV. Pelaporan,
Evaluasi dan Penilaian Kinerja.

Petujuk Teknis
Pembangunan Perumahan Di Atas Air
Petunjuk Teknis
Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Buku ini merupakan bagian dari ketentuan mengenai peren-
Infrastruktur Tahun 2007 canaan perumahan di atas air yang akan dibakukan oleh
(Petunjuk Teknis Sub Bidang Sanitasi) Departemen Pekerjaan Umum. Buku ini disusun dengan maksud
terciptanya lingkungan perumahan dan permukiman di atas air
Petunjuk Teknis Sub Bidang Sanitasi sebagai lampiran yang memenuhi kesehatan, kenyamanan, ketertiban dan
Peraturan Menteri PU tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana berwawasan lingkungan.
Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur Tahun 2007, dikeluarkan Buku ini disusun dengan ruang lingkup sebagai berikut:
dalam rangka pelaksanaan PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Maksud, tujuan, manfaat dan sasaran baik untuk pemakai
Perimbangan, pada Pasal 59 ayat (1) menyatakan bahwa Menteri maupun untuk wilayah dimana standar-standar dalam buku ini
Teknis Menyusun Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi akan atau harus diterapkan.
Khusus, serta Permenkeu No. 128/PMK.07/2006 tentang Penjelasan beberapa istilah dan pengertian baik yang lang-
Penetapan Alokasi dan Pedoman Umum Pengelolaan DAK Tahun sung maupun tidak langsung digunakan dalam buku ini tetapi
Anggaran 2007. berkaitan dengan perencanaan perumahan di atas air.
Maksud dari penyusunan Petunjuk Teknis ini adalah sebagai Dalam buku ini juga tercantum besaran-besaran standar
acuan dan pegangan bagi masyarakat dalam menyelenggarakan perencanaan prasarana permukiman, yaitu jalan, air bersih,
prasarana-prasarana sanitasi sederhana yang dialokasikan air limbah, persampahan dan listrik.
melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) mulai dari tahap peren-
canaan, pelaksanaan konstruksi, hingga tahap pengelolaan Daftar Isi
(operasi dan pemeliharaan), dalam rangka meningkatkan kondisi Bab I. Pendahuluan; Bab II. Ketentuan Umum; Bab III.
sanitasi lingkungan permukiman kumuh perkotaan dan permuki- Persyaratan Teknis.

196 197
Standar Minimal Catatan
Penanggulangan Masalah Kesehatan
Akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi

Pedoman ini merupakan salah satu upaya Pemerintah dalam


bidang kesehatan untuk menstandarisasi pelayanan kesehatan
dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana dan
penanganan pengungsi yang meliputi pelayanan kesehatan,
pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, gizi dan pa-
ngan, lingkungan serta hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan
dasar kesehatan.
Dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana
dan penanganan pengungsi diperlukan standar-standar yang
dapat dipakai sebagai pegangan atau patokan ukuran untuk
merencanakan, memberi bantuan dan untuk mengevaluasi.
Dibuatnya standar minimal ini untuk pegangan dalam setiap
kegiatan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi
baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun oleh LSM serta
swasta lainnya.
Ruang lingkup buku ini yaitu membahas tentang standar mini-
mal yang meliputi pelayanan kesehatan, pencegahan dan pem-
berantasan penyakit menular, gizi dan pangan, lingkungan serta
papan dan sandang.

Daftar Isi
Bab I. Pendahuluan; Bab II. Tujuan dan Sasaran; Bab III.
Kebijakan; Bab IV. Standar Minimal; Bab V. Pemantauan dan
Evaluasi; Bab VI. Penutup.

198 199

Anda mungkin juga menyukai