Anda di halaman 1dari 17

Kejang Epilepsi

Dedeh Anggreyani
102010192
C5
24 Desember 2012
Ddh_anggreyani@yahoo.co.id
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
021-56942061
Pendahuluan
Tubuh kita memiliki suatu system yang sangat penting yaitu system saraf dan tubuh kita
mempunyai orgn yang sangat penting yaitu otak. Jika otak dan system saraf mengalami gangguan
otomatis tubuh akan mengalami gangguan juga yang sangat menggangu dalam kehidupan sehari-
hari. Seperti kita ketahui otak merupakan system pengatur seluruh tubuh kita. Otak merupakan
pusat dari berbagai mekanisme tubuh kita. Jika otak kita atau system saraf kita mengalami
gangguan tubuh kita otomatis akan terganggu. Seperti pada epilepsy dimana system saraf
terganggu. Epilepsy dapat menyerang siapa saja. Dan sering mulai dari anak-anak. Di dalam
makalah ini saya akan membahas tentang epilepsy dan berbagai macam epilepsy selain itu saya
juga akan membahas beberapa penyakit-penyakit yang dapat mengakibatkan kejang seperti
epilepsy.

Pembahasan
 Anamnesis
Pada skenario seperti kita ketahui laki-laki berusia 23 tahun mengalai kejang. Anamnesis yang
dapat kita tanyakan antara lain :
Riwayat penyakit sekarang
 Kapan pasien mengalami serangan kejang yang pertama kali selama ini? Usia serangan dapat
memberi gambaran klasifikasi dan penyebab kejang. Serangan kejang yang dimulai pada neonatus
biasanya penyebab sekunder gangguan pada masa perinatal, kelainan metabolik dan malformasi
kongenital. Serangan kejang umum cenderung muncul pada usia anak-anak dan remaja. Pada usia
sekitar 70 tahunan muncul serangan kejang biasanya ada kemungkinan mempunyai kelainan
patologis di otak seperti stroke atau tumor otak.1
 Apakah pasien mengalami semacam peringatan atau perasaan tidak enak pada waktu serangan atau
sebelum serangan kejang terjadi? Gejala peringatan yang dirasakan pasien menjelang serangan
kejang muncul disebut dengan “aura” dimana suatu “aura” itu bila muncul sebelum serangan
kejang parsial sederhana berarti ada fokus di otak. Sebagian “ aura” dapat membantu dimana letak
lokasi serangan kejang di otak. Pasien dengan epilepsi lobus temporalis dilaporkan adanya “déjà
vu” dan atau ada sensasi yang tidak enak di lambung, gringgingen yang mungkin merupakan
epilepsi lobus parietalis. Dan gangguan penglihatan sementara mungkin dialami oleh pasien
dengan epilepsi lobus oksipitalis. Pada serangan kejang umum bisa tidak didahului dengan “aura”
hal ini disebabkan terdapat gangguan pada kedua hemisfer , tetapi jika “aura” dilaporkan oleh
pasien sebelum serangan kejang umum, sebaiknya dicari sumber fokus yang patologis.
 Apa yang terjadi selama serangan kejang berlangsung? Bila pasien bukan dengan serangan kejang
sederhana yang kesadaran masih baik tentu pasien tidak dapat menjawab pertanyaan ini, oleh
karena itu wawancara dilakukan dengan saksi mata yang mengetahui serangan kejang
berlangsung. Apakah ada deviasi mata dan kepala kesatu sisi? Apakah pada awal serangan kejang
terdapat gejala aktivitas motorik yang dimulai dari satu sisi tubuh? Apakah pasien dapat berbicara
selama serangan kejang berlangsung? Apakah mata berkedip berlebihan pada serangan kejang
terjadi? Apakah ada gerakan “automatism” pada satu sisi ? Apakah ada sikap tertentu pada
anggota gerak tubuh? Apakah lidah tergigit? Apakah pasien mengompol ? Serangan kejang yang
berasal dari lobus frontalis mungkin dapat menyebabkan kepala dan mata deviasi kearah
kontralateral lesi. Serangan kejang yang berasal dari lobus temporalis sering tampak gerakan
mengecapkan bibir dan atau gerakan mengunyah. Pada serangan kejang dari lobus oksipitalis dapat
menimbulkan gerakan mata berkedip yang berlebihan dan gangguan penglihatan. Lidah tergigit
dan inkontinens urin kebanyakan dijumpai dengan serangan kejang umum meskipun dapat
dijumpai pada serangan kejang parsial kompleks.1
 Apakah yang terjadi segera sesudah serangan kejang berlangsung? Periode sesudah serangan kejang
berlangsung adalah dikenal dengan istilah “post ictal period ” Sesudah mengalami serangan
kejang umum tonik klonik pasien lalu tertidur. Periode disorientasi dan kesadaran yang menurun
terhadap sekelilingnya biasanya sesudah mengalami serangan kejang parsial kompleks.
Hemiparese atau hemiplegi sesudah serangan kejang disebut “Todd’s Paralysis“ yang
menggambarkan adanya fokus patologis di otak. Afasia dengan tidak disertai gangguan kesadaran
menggambarkan gangguan berbahasa di hemisfer dominan. Pada “Absens“ khas tidak ada
gangguan disorientasi setelah serangan kejang.
 Kapan kejang berlangsung selama siklus 24 jam sehari? Serangan kejang tonik klonik dan
mioklonik banyak dijumpai biasanya pada waktu terjaga dan pagi hari. Serangan kejang lobus
temporalis dapat terjadi setiap waktu, sedangkan serangan kejang lobus frontalis biasanya muncul
pada waktu malam hari.
 Apakah ada faktor pencetus ? Serangan kejang dapat dicetuskan oleh karena kurang tidur, cahaya
yang berkedip,menstruasi, faktor makan dan minum yang tidak teratur, konsumsi alkohol,
ketidakpatuhan minum obat, stress emosional, panas, kelelahan fisik dan mental, suara suara
tertentu, “drug abuse”, “ reading & eating epilepsy”. Dengan mengetahui faktor pencetus ini dalam
konseling dengan pasien maupun keluarganya dapat membantu dalam mencegah serangan kejang.
 Bagaimana frekwensi serangan kejang ? Informasi ini dapat membantu untuk mengetahui
bagaimana respon pengobatan bila sudah mendapat obat obat anti kejang
 Apakah ada periode bebas kejang sejak awal serangan kejang ? Pertanyaan ini mencoba untuk
mencari apakah sebelumnya pasien sudah mendapat obat anti kejang atau belum dan dapat
menentukan apakah obat tersebut yang sedang digunakan spesifik bermanfaat ?
 Apakah ada jenis serangan kejang lebih dari satu macam? Dengan menanyakan tentang berbagai
jenis serangan kejang dan menggambarkan setiap jenis serangan kejang secara lengkap.1
 Apakah pasien mengalami luka ditubuh sehubungan dengan serangan kejang? Pertanyaan ini
penting mengingat pasien yang mengalami luka ditubuh akibat serangan kejang ada yang diawali
dengan “aura“ tetapi tidak ada cukup waktu untuk mencegah supaya tidak menimbulkan luka
ditubuh akibat serangan kejang atau mungkin ada “aura“ , sehingga dalam hal ini informasi
tersebut dapat dipersiapkan upaya upaya untuk mengurangi bahaya terjadinya luka.
 Apakah sebelumnya pasien pernah datang ke unit gawat darurat? Dengan mengetahui gambaran
pasien yang pernah datang ke unit gawat darurat dapat mengidentifikasi derajat beratnya serangan
kejang itu terjadi yang mungkin disebabkan oleh karena kurangnya perawatan pasien,
ketidakpatuhan minum obat, ada perubahan minum obat dan penyakit lain yang menyertai.1
Riwayat penyakit dahulu.
 Apakah pasien lahir normal dengan kehamilan genap bulan maupun proses persalinannya?
 Apakah pasien setelah lahir mengalami asfiksia atau “respiratory distress”?
 Apakah tumbuh kembangnya normal sesuai usia?
 Apakah ada riwayat kejang demam? Risiko terjadinya epilepsi sesudah serangan kejang demam
sederhana sekitar 2 % dan serangan kejang demam kompleks 13 %.
 Apakah ada riwayat infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis? atau penyakit infeksi
lainnya seperti sepsis, pneumonia yang disertai serangan kejang. Dibeberapa negara ada yang
diketahui didapat adanya cysticercosis.
 Apakah ada riwayat trauma kepala seperti fraktur depresi kepala, perdarahan intra serebral,
kesadaran menurun dan amnesia yang lama?
 Apakah ada riwayat tumor otak?
 Apakah ada riwayat stroke?. 1
Riwayat sosial.
 Apa latar belakang pendidikan pasien? Tingkat pendidikan pasien epilepsi mungkin dapat
menggambarkan bagaimana sebaiknya pasien tersebut dikelola dengan baik. Dan juga dapat
membantu mengetahui tingkat dukungan masyarakat terhadap pasien dan bagaimana potensi
pendidikan kepada pasien tentang cara menghadapi penyakit yang dialaminya itu.
 Apakah pasien bekerja? Dan apa jenis pekerjaannya? Pasien epilepsi yang seragan kejangnya
terkendali dengan baik dapat hidup secara normal dan produktif. Kebanyakan pasien dapat bekerja
paruh waktu atau penuh waktu. Tetapi bila serangan kejangnya tidak terkendali dengan baik untuk
memperoleh dan menjalankan pekerjaan adalah merupakan suatu tantangan tersendiri. Pasien
sebaiknya dianjurkan memilih bekerja dikantoran, sebagai kasir atau tugas - tugas yang tidak
begitu berisiko, tetapi bagi pasien yang bekerja di bagian konstruksi, mekanik dan pekerjaan yang
mengandung risiko tinggi diperlukan penyuluhan yang jelas untuk memodifikasikan pekerjaan itu
agar supaya tidak membahayakan dirinya.
 Apakah pasien mengemudikan kendaraan bermotor? Pasien dengan epilepsi yang serangan
kejangnya tidak terkontrol serta ada gangguan kesadaran sebaiknya tidak mengemudikan
kendaraan bermotor. Hal ini bisa membahayakan dirinya maupun masyarakat lainnya. Dibeberapa
negara mempunyai peraturan sendiri tentang pasien epilepsi yang mengemudikan kendaraan
bermotor.1,2
 Apakah pasien menggunakan kontrasepsi oral? Apakah pasien merencanakan kehamilan pada
waktu yang akan datang? Pasien epilepsi wanita sebaiknya diberi penyuluhan terlebih dahulu
tentang efek teratogenik obat-obat anti epilepsi, demikian juga beberapa obat anti epilepsi dapat
menurun efeknya bila pasien juga menggunakan kontrasepsi oral seperti fenitoin, karbamasepin
dan fenobarbital. Dan bagi pasien yang sedang hamil diperlukan obat tambahan seperti asam folat
untuk mengurangi risiko terjadinya “ neural tube defects“ pada bayinya.
 Apakah pasien peminum alkohol? Alkohol merupakan faktor risiko terjadinya serangan kejang
umum, sebaiknya tidak dianjurkan minum-minuman alkohol. Selain berinteraksi dengan obat-obat
anti epilepsi tetapi dapat juga menimbulkan ekstraserbasi serangan kejang khususnya sesudah
minum alkohol .1,2
 Riwayat keluarga.
Mengetahui riwayat keluarga adalah penting untuk menentukan apakah ada sindrom epilepsi yang
spesifik atau kelainan neurologi yang ada kaitannya dengan faktor genetik dimana manifestasinya
adalah serangan kejang. Sebagai contoh “Juvenile myoclonic epilepsy (JME)“,“ familial neonatal
convulsion“,“ benign rolandic epilepsy“ dan sindrom serangan kejang umum tonik klonik disertai
kejang demam plus.
 Riwayat allergi
Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan seperti antiepilepsi, perlu dibedakan apakah ini
suatu efek samping dari gastrointestinal atau efek reaksi hipersensitif. Bila terdapat semacam
”rash“ perlu dibedakan apakah ini terbatas karena efek fotosensitif yang disebabkan eksposur dari
sinar matahari atau karena efek hipersensitif yang sifatnya lebih luas?
 Riwayat pengobatan.
Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan antiepilepsi, perlu ditanyakan
bagaimana kemanjuran obat tersebut, berapa kali diminum sehari dan berapa lama sudah diminum
selama ini, berapa dosisnya, ada atau tidak efek sampingnya.1,2
 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Umum:
Pemeriksaan fisik umum pada dasarnya adalah mengamati adanya tanda-tanda dari gangguan yang
berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan
kongenital, kecanduan alkohol, atau obat terlarang, kelainan pada kulit (neurofakomatosis),
kanker, dan defisit neurologik fokal atau difus.
Pemeriksaan Neurologik :
Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan neurologik sangat bergantung pada interval antara saat
dilakukanya pemeriksaan dengan bangkitan terakhir.
* Jika dilakukan pada beberapa menit atau jam setelah bangkitan maka akan tampak tanda pasca-
iktal terutama tanda fokal seperti Todd’s paresis, transient aphasic symptoms, yang tidak jarang
dapat menjadi petunjuk lokalisasi.
* Jika dilakukan pada beberapa waktu setelah bangkitan terakhir berlalu, sasaran utama adalah
untuk menentukan apakah ada tanda-tanda disfungsi sistem saraf permanen (epilepsi simptomatik)
dan walaupun jarang apakah ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.1
 Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Electro-encephalography (EEG).
Rekaman EEG merupakan pemeriksan yang paling berguna pada dugaan suatu bangkitan.
Pemeriksaan EEG akan membantu menunjang diagnosis dan membantu penentuan jenis bangkitan
maupun sindrom epilepsi. Pada keadaan tertentu dapat membantu menentukan prognosis dan
penentuan perlu/tidaknya pengobatan dengan AED.
 Pemeriksaan pencitraan Otak (brain imaging)
Pemeriksaan CT Scan dan MRI meningkatkan kemampuan kita dalam mendeteksi lesi
epileptogenik di otak. Dengan MRI beresolusi tinggi berbagai macam lesi patologik dapat
terdiagnosis secara non-invasif, misalnya mesial temporal sclerosis, glioma, ganglioma,
malformasi kavernosus, DNET (dysembryoplastic neuroepihelial tumor). Ditemukannya lesi-lesi
ini menambah pilihan terapi pada epilepsi yang refrakter terhadap OAE. Funtional brain imaging
seperti Positron Emission Tomography (PET), Single Photon Emission Comuted Tomography
(SPECT) dan Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) bermanfaat dalam menyediakan
informasi tambahan mengenai dampak perubahan metabolik dan perubahan aliran darah regional
di otak berkaitan dengan bangkitan.3
 Pemeriksaan Laboratorium.
Pemeriksaan hematologik
Pemeriksaan ini mencakup hemoglobin, lekosit, hematokrit, trombosit, apusan darah tepi,
elektrolit (natrium, kalium, kalsium, magnesium). kadar gula, fungsi hati, ureum, kreatinin).
Pemeriksaan ini dilakukan pada awal pengobatan, beberapa bulan kemudian, diulang bila timbul
gejala klinik, dan rutin setiap tahun sekali.
 Pemeriksaan kadar OAE
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat target level setelah tercapai steady state, pada saat
kebangkitan terkontrol baik, tanpa gejala toksik. Pemeriksaan ini diulang setiap tahun, untuk
memonitor kepatuhan pasien. Pemeriksaan ini dilakukan pula bila bangkitan timbul kembali, atau
bila terdapat gejala toksisitas, bila akan dikombinasi dengan obat lain, atau saat melepas kombinasi
dengan obat lain, bila terdapat perubahan fisiologi pada tubuh penyandang (kehamilan, luka bakar,
gangguan fungsi ginjal).2,3

 Kalsifikasi Epilepsi
 Serangan parsial (fokal, local), kesadaran tidak berubah, berasal dari daerah tertentu dalam otak.
 Kejang parsial sederhana. Ditandai dengan kesadaran tetap baik dan dapat berupa :
(a) motorik fokal yang menjalar atau tanpa menjalar (tipe Jackson)
(b) gerakan versify dengan kepala dan leher menengokm ke salah satu sisi (c) dapat pula sebagai
gejala sensorik berupa halusinasi dan kadang berupa kelumpuhan extremitas (paralysis todd).
 Kejang parsial kompleks. Didapat adanya gangguan kesadaran dan gejala psikis atau ganggguan
fungsi luhur.
 Serangan umum (generalisata), sejak awal seluruh otak terlibat secara bersamaan.
 Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal). Dimulai dengan kehilangan kesadaran disusul dengan
gejala motorik secara bilateral, dapat berupa ekstensi tonik beberapa menit disusul gerakan klonik
yang sinkron dari otot-otot tersebut. Segera sesudah kejang berhnti pasien tertidur.
 Kejang mioklonik. Ditandai oleh kontraksi otot-otot tubuh secara cepat, sinkron, dan bilateral atau
kadang hanya mengenai kelompok otot tertentu
 Kejang lena (petit mal). Ditandai kehilangan kesadaran yang berlangsung sangat singkat.
Beberapa episode dapat disertai dengan mata yang menatap kosong atau gerakan mioklonik dari
kelompok otot mata atau wajah, otomatisme, kehilangan tonus otot. Kejang berlangsung beberapa
detik sampai setengah menit.3
 Kejang atonik ditandai dengan kehilangan tonus otot.
 Diagnosa Kerja
Epilepsi grand mal adalah epilepsi yang terjadi secara mendadak, di mana penderitanya hilang
kesadaran lalu kejang-kejang dengan napas berbunyi ngorok dan mengeluarkan buih/busa dari
mulut. Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik yang berlebihan dari
neuron diseluruh area otak-di korteks, dibagian dalam serebrum dan bahkan di batang otak dan
thalamus, kejang grand mal berlangsung selama 3 atau 4 menit.3,4

 Diagnosa Banding
A. Epilepsi Umum
Epilepsi Petit Mal
Epilepsi petit mal adalah epilepsi yang menyebabkan gangguan kesadaran secara tiba-tiba, di mana
seseorang menjadi seperti bengong tidak sadar tanpa reaksi apa-apa, dan setelah beberapa saat bisa
kembali normal melakukan aktivitas semula. Serangan singkat sekali antara beberapa detik sampai
setengah menit dengan penurunan kesadaran ringan tanpa kejang-kejang. Keadaan termangu-
mangu (pikiran kososng, kehilangan kesadaran dan respons sasaat), muka pucat, pembicaraan
terpotong-potong atau mendadak berhenti bergerak terutama anak - anak. Setelah serangan anak
kemudian melanjutkan aktivitasnya seolah - olah tidak terjadi apa – apa. Serangan petit mal pada
anak dapat berkembang menjadi gran mal pada usia pubertas.4
Epilepsi Myoklonik Juvenil
Epilepsi myoklonik Juvenil adalah epilepsi yang mengakibatkan terjadinya kontraksi singkat pada
satu atau beberapa otot mulai dari yang ringan tidak terlihat sampai yang menyentak hebat seperti
jatuh tiba-tiba, melemparkan benda yang dipegang tiba-tiba, dan lain sebagainya.
B. Epilepsi Parsial (Sebagian)
1. Epilepsi Parsial Sederhana
 Epilepsi parsial sederhana adalah epilepsi yang tidak disertai hilang kesadaran dengan gejala
kejang-kejang, rasa kesemutan atau rasa kebal di suatu tempat yang berlangsung dalam hitungan
menit atau jam.4,5
2. Epilepsi Parsial Kompleks
 Epilepsi parsial komplek adalah epilepsi yang disertai gangguan kesadaran yang dimulai dengan
gejala parsialis sederhana namun ditambah dengan halusinasi, terganggunya daya ingat, seperti
bermimpi, kosong pikiran, dan lain sebagainya. Epilepsi jenis ini bisa menyebabkan penderita
melamun, lari tanpa tujuan, berkata-kata sesuatu yang diulang-ulang. Penderita memperlihatkan
kelakuan otomatis tertentu seperti gerakan mengunyam dan / menelan dan berjalan dalam
lingkaran.4,5
Penyebab lain kejang
 Sinkope ialah keadaan kehilangan kesadaran sepintas akibat kekurangan alirandarah ke dalam otak
dan anoksia. Sebabnya adalah tensi darah yang menurun mendadak,biasanya ketika penderita
sedang berdiri. Pada fase permulaan, penderita menjadigelisah, tampak pucat, berkeringat, merasa
pusing, pandangan mengelam. Kesadaranmenurun secara berangsur, nadi melemah, tekanan darah
rendah. Dengan dibaringkanhorizontal penderita segera membaik.
 Gangguan jantungGangguan fungsi dan irama jantung dapat timbul dalam serangan-serangan
yangmungkin timbul dalam serangan-serangan yang mungkin pula mengakibatkan
pingsan.Keadaan ini biasanya terjadi pada penderita-penderita jantung.
 Gangguan sepintas peredaran darah otak Gangguan sepintas peredaran darah dalam batang otak
dengan macam-macamsebab dapat mengakibatkan timbulnya serangan pingsan. Pada keadaan ini
dijumpaikelainan-kelainan neurologis seperti diplopia, disartria, ataksia dan lain-lain.
 Hipoglikemia didahului rasa lapar, berkeringat, palpitasi, tremor, mulut kering.Kesadaran dapat
menurun perlahan-lahan.
 KeracunanKeracunan alcohol, obat tidur, penenang, menyebabkan kesadaran menurun.Pada
keadaan ini penurunan kesadaran berlangsung lama yang mungkin pula didapatipada epilepsi.
 Serangan hetang dan sianotik (Breath holding spells)Serangan hetang atau somoron ada dua bentuk
yaitu bentuk sianotik dan bentuk palida.Bentuk sianotik disebabkan oleh henti sementara
pernafasan dan bentuk palida oleh hentijantung sementara.
 Histeria. Kejang fungsional atau psikologis sering terdapat pada wanita 7-15 tahun.
Seranganbiasanya terjadi di hadapan orang-orang yang hadir karena ingin menarik
perhatian.Jarang terjadi luka-luka akibat jatuh, mengompol, atau perubahan pasca serangan
sepertiterdapat pada epilepsy. Gerakan-gerakan yang terjadi tidak menyerupai kejang tonik klonik,
tetapi bias menyerupai sindroma hiperventilasi. Timbulnya serangan sering berhubungan dengan
stress.3
 Narkolepsi. Pada narkolepsi terjadi serangan-serangan perasaan mengantuk yang tidak dapat
dikendalikan.
 Pavor nokturnus, lindur, kekauPavor noktornus merupakan gangguan tidur yang paroksismal, yang
terjadi bilaterbangun pada tidur tingkat empat. Anak marah-marah, menangis, ketakutan,
dankadang-kadang disertai halusinasi visual atau auditoris yang berlangsung cepat disertai
meningkatnya frekeuensi jantung dan pernafasan. Setelah itu ia tidur lagi dan keesokan harinya ia
tidak ingat sama sekali apa yang terjadi semalam.. EEG biasanya normal.
 Paralisis tidur. Biasanya terjadi menjelang tiduratau bangun dan sering didahului halusinasi visual
danauditoris. Serangan ini sering menakutkan penderita karena ia dapat bernafas,menggerakan
mata, namun tidak dapat bergerak. Sentuhan ringan atau rangsanganauditoris dapat mengakhiri
paralisi tersebut yang biasanya berlangsung hanya beberapa detik.
 Migren. Pada migren gejala-gejala juga timbul mendadak dalam serangan-serangan. Pada
fasevasokontriksi dapat timbul nausea, muntah, mulas, gangguan penglihatan, atau gejala-gejala
neurologis sesisi. Biasanya gejala-gejala ini reversible, tetapi pada anak pulihnyaagak lambat

 Gejala Klinik
Grand mal atau serangan tonis klonis ‘generalized’
Ciri-cirinya :
 Kejang kaku bersamaan dengan kejutan – kejutan ritmis dari anggota badan.
 Hilangnya untuk sementara kesadaran dan tonus. Pada umunya serangan diawali suat perasaan
khusus (aura). Hilangnya tonus menyebabkan penderita terjatuh, kejang hebat dan ototnya menjadi
kaku. Fase tonis berlangsung kira-kira 1 menit disusul oleh fase klonis dengan kejang-kejang dari
kaki tangan, rahang dan muka.
 Penderita kadang mengigit lidahnya sendiri dan juga dapat terjadi inkontinensia urin atau feces.
 Gerakan ritmis dari kaki tanga secara tak sadar, sering kali dengan jeritan, mulut berbusa, mata
membelalak.
 Lamanya serangan berkisar antara 1 dan 2 menit disusul dengan keadaan pingsan selama beberapa
menit dan sadar kembali dengan perasaan kacau serta depresi.
 Serangan myoclonis yaitu kontraksi otot-otot simetris dan sinkron yang tak ritmis dari bahu dan
tangan (tidak dari muka), berlangsung berurutan dengan jangka waktu singkat kurang dari 1 detik.
 Status epileptikus serangan yang bertahan lebih dari 30 menit berlangsung beruntun dengan cepat
tanpa diselingi keadaan sadar. Situasi ini bisa fatal karena kesulitan pernafasan dan kekurangna
oksigen di otak. Umunya disebabkan ketidakpatuhan penderita minum obat, menghentikan
pengobatan secara tiba-tiba atau timbulnya demam.3,5

 Komplikasi
Komplikasi pada masa kehamilan. Bangkitan epilepsi selama masa kehamilan dapat
membahayakan ibu dan anak. Beberapa jenis obat epilepsi juga meningkatan resiko cacat pada
janin. Umumnya wanita dapat hamil dan melahirkan bayi yang sehat. Perlu berhati-hati dalam
memonitor keadaan selama masa kehamilan dan mengatur pengobatan. Perencanaan yang benar
dengan dokter anda mutlak diperlukan.Kondisi-kondisi lain yang dapat membahayakan jiwa
jarang terjadi, tetapi tetap mungkin terjadi.6

 Etiologi
 Idiopatik
 Factor herediter, ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan kejang
seperti sklerosis tuberose, neurofibromatosis, angiomatosis ensefalotrigeminal, fenilketonuria,
hipoparatiroidisme, hipoglikemia.
 Factor genetik; pada kejang demem dan breath holding spells
 Kelainan congenital otak; atropi, porensefali, agenesis korpus kalosum
 Gangguan metabolik; hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia
 Infeksi; radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak danselaputnya,toxoplasmosis
 Trauma; kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural
 Neoplasma otak dan selaputnya
 Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen
 Keracunan; timbale (Pb), kapur barus, fenotiazin,air
 Lain-lain; penyakit darah,gangguan keseimbangan hormone, degenerasi serebral,dan lain-lain.6
Faktor Pencetus
 kurang tidur
 stress emosionalc.
 Infeksi
 obat-obat tertentu
 alcohol
 perubahan hormonal
 terlalu lelahh
 fotosensitif. 6

 Patofisiologi
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi padasinaps. Tiap
sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai kegiatan listrik yangdisebabkan oleh adanya
potensial membrane sel. Potensial membrane neuron bergantung pada permeabilitas selektif
membrane neuron, yakni membrane sel mudah dilalui oleh ion K dariruang ekstraseluler ke
intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalamsel terdapat kosentrasi
tinggi ion K dan kosentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl, sedangkan keadaansebaliknya terdapat
diruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion-ion inilah yangmenimbulkan potensial
membran.Ujung terminal neuron-neuron berhubungan dengan dendrite-dendrit dan badan-badan
neuron yang lain, membentuk sinaps dan merubah polarisasi membran neuron berikutnya. Ada
dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi
ataulepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga
selneuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Diantara neurotransmitter-
neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate,aspartat dan asetilkolin sedangkan
neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika
hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Halini
misalnya terjadi dalam keadaan fisiologik apabila potensial aksi tiba di neuron. Dalam keadaan
istirahat, membrane neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan
polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membrane neuron dan seluruhsel akan
melepas muatan listrik.Oleh berbagai factor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau
mengganggu fungsi membaran neuron sehingga membrane mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na
dari ruanganekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membrane
dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian
oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsy. Suatu sifat
khas serangan epilepsy ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses
inhibisi.Di duga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu
juga system-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-
menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu
serangan epilepsy terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting
untuk fungsi otak. 3,6

 Penatalaksanaan
Pertolongan Pada Penderita Epilepsi :
1. Segera amankan penderita dengan mengamankan dari benda-benda berbahaya, mengamankan
dari benturan (terutama bagian kepala), dan lain sebagainya.
2. Rebahkan dengan kepala miring ke samping agar lidah penderita tidak menutupi jalan
pernapasan dan longgarkan baju yang terlalu ketat agar penderita mudah bergerak dan bernapas.
3. Biarkan penderita bergerak semaunya dan jangan meletekkan apa-apa pada mulut penderita.
Gigi penderita epilepsi bisa patah jika pada mulut penderita dimasukkan benda-benda keras serta
bisa menutupi jalan pernapasannya.
4. Biarkan penderita istirahat karena setelah kejadian penderita akan bingung dan lelah. Laporkan
kepada orang-orang di sekitar atau yang berwenang agar dilanjutkan dengan menghubungi
keluarga/kerabat atau dokter. Jika penderita cidera atau terjadi serangan susulan terus menerus
segera bawa ke dokter, puskesmas, klinik atau rumah sakit terdekat.4,5
Penanganan umum
- Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan darah setiap minggu atau setiap bulan karena efek
samping dari karbamazepin dapat terjadi gangguan darah, hepatitis dan lupus erythematodes.
- Menekankan pada keluarga khususnya orang tua pasien bahwa obat harus diminum secara teratur
setiap hari, sebaiknya pada saat yang sama, misalnya pada waktu makan atau sesudahnya.
- Memberikan penjelasan mengenai sifat penyakit ini dapat membantu untuk bisa lebih baik
menerima penderita anak ini dirumah maupun di masyarakat. Untuk menciptakan suasana di mana
anak dapat menjalani hidupnya senormal mungkin dan dapat mengembangkan potensinya
semaksimal mungkin. Dalam hal ini diperlukan pedoman untuk menjamin keselamatan anak,
misalnya menghindari berenang sendiri.
- Mengawasi area bermain anak, jangan sampai mendekati air atau api. Dikhawatirkan akan
membahayakan keselamatan anak apabila tiba-tiba penyakitnya kambuh.
- Jangan menghentikan pengobatan tanpa sepengetahuan dokter, sebaiknya dokter menurunkan
dosisnya secara bertahap sebelum dihentikan sama sekali.
- Jika ada dosis yang terlewat diminum, segera minum obat yang terlupa itu. Namun jika sudah
mendekati waktu minum dosis berikutnya, cukup meminum 1 dosis obat tersebut sesuai jadwal
minum obat yang seharusnya. Jangan digandakan (minum 2 dosis sekaligus). Tetap jika terlewat
lebih dari satu dosis sehari, segera beri tahu dokter.
- Jangan meminum obat lebih dari dosis yang ditentukan, jangan meminum lebih sering dari
frekuensi minum obat yang telah ditetapkan, dan jangan diminum untuk jangka waktu yang lebih
lama dari yang disarankan oleh dokter.3,4,5

Terapi serangan
Kebanyakan lamanya serangan kurang dari 5 menit dan berhenti dengan sendirinya tanpa
pengobatan. Bila berlangsung lebih lama, barulah harus diberikan obat sebagai berikut :
1. Diazepam rektal
Jika belum menghasilkan efek sesudah 5-10 menit, pemberian dapat diulang atau diberi
midazolam/klonazepam secara oromucosal.
2. Diazepam intravena
Umumnya serangan berhenti dalam 5-15 menit. Dosis tidak boleh terlalu tinggi karena resiko
depresi pernapasan. Bila penanganan belum berhasil dan terjadi status epilepticus, maka terapi
segera dilanjutka di rumah sakit.
3. Benzodiazepin /fenitoin
Pasien biasanya diberi diazepam 10 mg i.v, disusul dengan infus i.v dari 200 mg per liter selama
24 jam.5

Terapi Pemeliharaan

1. Epilepsi luas ‘generalized’


 Pilihan pertama pada grand mal adalah valproat
 Pada grand mal dengan serangan myoclonis dapat digunakan kombinasi dengan klonazepam
 Kombinasi klonazepam – klobazam, karbamazepin – valproat dan lamotigrin – valproat juga sering
kali efektif.
 Pada bentuk tonis klonis karbamazepin, valproat atau fenitoin memberikan efek baik.

2. Epilepsi Parsial
 Pilihan pertama karbamazepin, valproat dan fenitoin.
 Obat lain yang juga efektif adalah benzodiazepam, lamotrigin, topiramat dan vigabatrin.
3. Kortikosteroid
Terutama digunakan bila penyakit menjadi parah, misalnya pada penderita lansia dapat diatasi
dengan dosis rendah prednison (10 mg) yang sepanjang tahun dapat dikurangi sampai dosis
pemeliharaan. Pada pasien yang lebih muda diperlukan dosis yang jauh lebih tinggi untuk waktu
yang lama dengan resiko efek samping besar.5

Obat – obat epilepsi

Antiepileptika adalah obat yang dapat menanggulangi serangan epilepsi berkat khasiat
antikonvulsinya, yakni meredakan konvulsi (kejang klonus hebat)
1. Obat generasi pertama
 Barbital
Fenobarbital dan mefobarbital memiliki sifat antikonvulsif khusus yang terlepas dari sifat
hipnotiknya.
 Fenitoin
Senyawa hidantoin ini terutama digunakan pada grand mal.
 Suksinimida
Etosuksimida dan mesuksimida, terutama digunakan pada petit mal.
 Lainnya
Asam valproat, diazepam dan klonazepam, karbamazepin dan okskarbazepin.
2. Obat generasi ke-2
Vigabatrin, lamotigrin dan gabapentin, felvamat, topiramat dan pregabalin. Obat ini umumnya
tidak diberikantunggal sebagai monoterapi, melainkan sebagai tambahan dalam kombinasi dengan
obat-obat klasik (generasi ke-1). 5

 Prognosis
Pada sekitar 70 % kasus epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat anti epilepsi,sedangkan pada
30-50 % pada suatu saat pengobatan dapat dihentikan. Namun prognosetergantung dari jenis
serangan, usia waktu serangan pertama terjadi, saat dimulai pengobatan,ada tidaknya kelainan
neurologik atau mental dan faktor etiologik. Prognosis terbaik adalah untuk serangan umum primer
seperti kejang tonik klonik dan serangan petit mal, sedangkan serangan parsial dengan
simtomatologi kompleks kurang baik prognosenya. Juga serangan epilepsi yang mulai pada waktu
bayidan usia dibawah tiga tahun prognosenya relatih buruk. 4,5

 Pencegahan
 Upaya sosial luas yang mengembangkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk pencegahan
epilepsi. Epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan aktikonvulsi yang digunakan
sepanjang kehamilan, ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi harus dipantau ketat selama hamil
karena lesi pada otak atau cidera akhirnya menyebabkan kejang yang terjadi pada janin selama
kehamilan dan persalinan.
 Infeksi pada masa kanak-kanak harus dikontrol dengan vaksinasi yang benar, orang tua dengan
anak yang pernah mengalami kejang demam harus diinstruksikan pada metode untuk mengkontrol
demam (kompres dingin, obat anti peuretik).
 Cidera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat dicegah, tindakan pencegahan
yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan pencegahan epilepsi
akibat cidera kepala.
 Untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, pencegahan kejang dilakukan dengan
penggunaan obat-obat anti konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi daya hidup merupakan
bagian dari rencana pencegahan ini. 4

 Epidemiologi
Agak sulit mengestimasi jumlah kasus epilepsy  pada kondisi tanpa serangan, pasien terlihat
normal dan semua data lab juga normal, selain itu ada stigma tertentu pada penderita epilepsy 
malu/enggan mengakui . Insiden paling tinggi pada umur 20 tahun pertama, menurun sampai umur
50 th, dan meningkat lagi setelahnya terkait dg kemungkinan terjadinya penyakit cerebrovaskular.
Pada 75% pasien, epilepsy terjadi sebelum umur 18 tahun.3,5

 Simpulan
Dari anamnesis,pemeriksaan fisik dan gejala yang timbul laki-laki berusia 23 tahun mengalami
kejang kurang lebih 30 detik,tidak sadarkan diri,dan mata mendelik keatas menderita epilepsi
grand mal atau generalisata.
 Daftar Pustaka
1. Dewanto B,Suwono J,Riyanto B,Turana Y. Panduan praktis diagnosis dan tatalaksana penyakit
saraf. 2007. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2. Hartono A. Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan Bates. Terjemahan. Lynn SB. Bates’
guide to physical examination & history taking. 2009. Edisi ke-8. Jakarta: EGC
3. Levitt LP,Weiner HL. Buku saku neurologi. 2001. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4. Bradley J,Wayne D,Rubenstein D. Kedokteran klinis. Edisi Keenam. 2008. Jakarta : Penerbit
Erlangga.
5. Fakultas kedokteran Indonesia. Kapita selekta kedokteran jilid I.2005. Edisi VII. Jakarta : Media
Aesculapics.
6. Price SA,Wilson L.M. Patofisiologi. Edisi Keenam. 2006. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Anda mungkin juga menyukai