Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Nyeri kepala merupakan keluhan yang paling sering ditemukan. Salah satu
keluhan tersebut adalah “nyeri kepala sebelah” atau yang dikenal sebagai migren.
Migrain merupakan penyakit yang sering terjadi di masyarakat baik mulai dari anak-
anak sampai dewasa, akan tetapi jarang setelah umur 40 tahun. Diperkirakan 9% dari
laki-laki, 16% dari wanita, dan 3-4% dari anak-anak menderita migren. Dua
perseratus dari kunjungan baru di unit rawat jalan penyakit saraf menderita nyeri
kepala migrain.

Migrain merupakan nyeri kepala primer. Nyeri kepala biasanya terasa


berdenyut di satu sisi kepala (unilateral) dengan intensitas sedang sampai berat dan
bertambah dengan aktivitas. Dapat disertai mual dan atau muntah atau fonofobia dan
fotofobia Banyaknya dan frekuensi serangan sangat beraneka-ragam, dari tiap hari
sampai satu serangan per minggu atau bulan.

Meski belum diketahui pasti penyebabnya, migrain diperkirakan terjadi akibat


adanya hiperaktivitas impuls listrik otak yang meningkatkan aliran darah di otak dan
mengakibatkan terjadinya pelebaran pembuluh darah otak serta proses inflamasi
(peradangan). Pelebaran dan inflamasi ini menyebabkan timbulnya nyeri dan gejala
lain, seperti mual. Semakin berat inflamasi yang terjadi, semakin berat pula migrain
yang diderita. Faktor genetik umumnya sangat berperan pada timbulnya migrain.

1|Migren
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Menurut International Headache Society, 2004, migren adalah nyeri kepala
dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya
berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat dan diperberat oleh aktivitas, dan
dapat disertai mual, muntah, fotofobia dan fonofobia.

Konsep klasik mengatakan migren adalah gangguan fungsional otak dengan


manifestasi nyeri kepala unilateral yang sifatnya mendenyut atau mendentum yang
terjadi mendadak disertai mual atau muntah. Konsep tersebut telah diperluas oleh The
Research Group On Migraine and Headache of The World Federation Of Neurology.
Migren merupakan gangguan bersifat familial dengan karakteristik serangan nyeri
kepala yang berulang-ulang yang intensitas, frekuensi dan lamanya bervariasi. Nyeri
kepala umumnya unilateral, disertai anoreksia, mual, dan muntah.Dalam beberapa
kasus migren ini didahului oleh gangguan neurologik dan gangguan perasaan hati.

Definisi migren yang lain yang ditetapkan oleh panitia ad hoc mengenai nyeri
kepala (Ad Hoc Comittee on Classification of Headache) adalah serangan nyeri
kepala unilateral berulang-ulang dengan frekuensi lama dan hebatnya rasa nyeri yang
beraneka ragam dan biasanya berhubungan dengan tidak suka makan dan terkadang
dengan mual dan muntah. Terkadang didahului oleh gangguan sensorik, motorik, dan
kejiwaan.Sering dengan faktor keturunan.

Blau (2003) mengusulkan definisi migren sebagai nyeri kepala berulang-ulang


berlangsung antara 2-72 jam dan bebas nyeri antara serangan nyeri kepala, harus
berhubungan dengan gangguan visual atau gastrointerstinal atau keduanya. Gejala
visual timbul sebagai aura dan/atau fotofobia selama nyeri kepala. Bila tidak ada
gangguan visual hanya berupa gangguan gastrointestinal, maka muntah harus sebagai
gejala pada beberapa serangan (Harsono, 2005, Kapita Selekta Neurologi Edisi
Kedua).

2|Migren
2.2 ETIOLOGI DAN FAKTOR PENCETUS
Menurut Harsono (2005), Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua, sampai saat
ini belum diketahui dengan pasti faktor penyebab migren, diduga sebagai gangguan
neurobiologis, perubahan sensitivitas sistem saraf dan aktivasi sistem trigeminal
vaskular, sehingga migren termasuk dalam nyeri kepala primer. Diketahui ada
beberapa faktor pencetus timbulnya serangan migren yaitu :

1. Perubahan hormonal

Beberapa wanita yang menderita migren merasakan frekuensi serangan akan


meningkat saat menstruasi. Bahkan ada diantaranya yang hanya merasakan serangan
migren saat menstruasi.Istilah ‘menstrual migraine’ sering digunakan untuk menyebut
migren yang terjadi pada wanita saat dua hari sebelum menstruasi dan sehari
setelahnya. Ini terjadi disebabkan penurunan kadar estrogen.

2. Kafein

Kafein terkandung dalam banyak produk makanan seperti minuman ringan,


teh, cokelat, dan kopi. Kafein dalam jumlah yang sedikit akan meningkatkan
kewaspadaan dan tenaga, namun bila diminum dalam dosis yang tinggi akan
menyebabkan gangguan tidur, lekas marah, cemas dan sakit kepala.

3. Puasa dan terlambat makan

Puasa dapat mencetuskan terjadinya migren oleh karena saat puasa terjadi
pelepasan hormone yang berhubungan dengan stres dan penurunan kadar gula darah.

4. Ketegangan jiwa (stres) baik emosional maupun fisik atau setelah istirahat
dari ketegangan.

5. Cahaya kilat atau berkelip

Cahaya yang terlalu terang dan intensitas perangsangan visual yang terlalu
tinggi akan menyebabkan sakit kepala pada manusia normal. Mekanisme ini juga
berlaku untuk penderita migren yang memiliki kepekaan cahaya yang lebih tinggi
daripada manusia normal.

3|Migren
6. Makanan

Penyedap makanan atau MSG dilaporkan dapat menyebabkan sakit kepala,


kemerahan pada wajah, berkeringat dan berdebar-debar jika dikonsumsi dalam jumlah
yang besar pada saat perut kosong. Fenomena ini disebut ‘Chinese Restaurant
Syndrome’.Aspartam atau pemanis buatan pada minuman diet dan makanan ringan,
dapat menjadi pencetus migren bila dimakan dalam jumlah besar dan jangka waktu
yang lama.

7. Banyak tidur atau kurang tidur

Gangguan mekanisme tidur seperti tidur terlalu lama, kurang tidur, sering
terjaga tengah malam, sangat erat hubungannya dengan migren dan sakit kepala
tegang, sehingga perbaikan dari mekanisme tidur ini akan membantu mengurangi
frekuensi timbulnya migren.

8. Faktor herediter

9. Faktor kepribadian

Gambar 2.1. Frequency of individual triggers occurring at least occasionally (by


percentage)

2.3 KLASIFIKASI
Menurut The International Headache Society, klasifikasi migren adalah
sebagai berikut :

1. Migren tanpa aura

4|Migren
2. Migren dengan aura

a. Migren dengan aura yang khas

b. Migren dengan aura yang diperpanjang

c. Migren dengan lumpuh separuh badan (familial hemiflegic migraine)

d. Migren dengan basilaris

e. Migren aura tanpa nyeri kepala

f. Migren dengan awitan aura akut

3. Migren oftalmoplegik

4. Migren retinal

5. Migren yang berhubungan dengan gangguan intrakranial

6. Migren dengan komplikasi

a. Status migren (serangan migren dengan sakit kepala lebih dari 72 jam)

• Tanpa lebihan penggunaan obat

• Kelebihan penggunaaan obat untuk migren

b. Infark migren

7. Gangguan seperti migren yang tidak terklasifikasikan

2.4 MANIFESTASI KLINIS


Secara keseluruhan, manifestasi klinis penderita migren bervariasi pada setiap
individu.Terdapat 4 fase umum yang terjadi pada penderita migren, tetapi semuanya
tidak harus dialami oleh setiap individu. Fase-fase tersebut antara lain (Aminoff, MJ
et al, 2005) :

1. Fase Prodromal. Fase ini dialami 40-60% penderita migren. Gejalanya berupa
perubahan mood, irritable, depresi, atau euphoria, perasaan lemah, letih, lesu, tidur
berlebihan, menginginkan jenis makanan tertentu (seperti cokelat) dan gejala lainnya.
Gejala ini muncul beberapa jam atau hari sebelum fase nyeri kepala. Fase ini memberi
petanda kepada penderita atau keluarga bahwa akan terjadi serangan migren.

5|Migren
2. Fase Aura. Aura adalah gejala neurologis fokal kompleks yang mendahului atau
menyertai serangan migren. Fase ini muncul bertahap selama 5-20 menit. Aura ini
dapat berupa sensasi visual, sensorik, motorik, atau kombinasi dari aura-aura tersebut.
Aura visual muncul pada 64% pasien dan merupakan gejala neurologis yang paling
umum terjadi. Yang khas untuk migren adalah scintillating scotoma (tampak bintik-
bintik kecil yang banyak) , gangguan visual homonym, gangguan salah satu sisi
lapang pandang, persepsi adanya cahaya berbagai warna yang bergerak pelan
(fenomena positif). Kelainan visual lainnya adalah adanya scotoma (fenomena
negatif) yang timbul pada salah satu mata atau kedua mata. Kedua fenomena ini dapat
muncul bersamaan dan berbentuk zig-zag. Aura pada migren biasanya hilang dalam
beberapa menit dan kemudian diikuti dengan periode laten sebelum timbul nyeri
kepala, walaupun ada yang melaporkan tanpa periode laten.

3. Fase nyeri kepala. Nyeri kepala migren biasanya berdenyut, unilateral, dan awalnya
berlangsung didaerah frontotemporalis dan okular, kemudian setelah 1-2 jam
menyebar secara difus kearah posterior. Serangan berlangsung selama 4-72 jam pada
orang dewasa, sedangkan pada anak-anak berlangsung selama 1-48 jam. Intensitas
nyeri bervariasi, dari sedang sampai berat, dan kadang-kadang sangat mengganggu
pasien dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

4. Fase Postdromal. Pasien mungkin merasa lelah, irritable, konsentrasi menurun, dan
terjadi perubahan mood. Akan tetapi beberapa orang merasa “segar” atau euphoria
setelah terjadi serangan, sedangkan yang lainnya merasa deperesi dan lemas.

Gejala diatas tersebut terjadi pada penderita migren dengan aura, sementara pada
penderita migren tanpa aura, hanya ada 3 fase saja, yaitu fase prodromal, fase nyeri
kepala, dan fase postdromal.

6|Migren
Gambar 2.2. Fase Prodromal

2.5 KRITERIA DIAGNOSTIK


1. Kriteria Diagnosis Migren Tanpa Aura

A. Sekurang-kurangnya 10 kali serangan termasuk B-D

B. Serangan nyeri kepala berlangsung antara 4-72 jam (tidak diobati atau
pengobatan yang tidak adekuat) dan diantara serangan tidak ada nyeri kepala.

C. Nyeri kepala yang terjadi sekurang-kurangnya dua karakteristik sebagai berikut:

1. Lokasi unilateral

2. Sifatnya berdenyut

3. Intensitas sedang sampai berat

4. Diperberat dengan kegiatan fisik

D. Selama serangan sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut di bawah ini:

1. Mual atau dengan muntah

2. Fotofobia atau dengan fonofobia

E. Sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut dibawah ini:

1. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan adanya


kelainan organik.

7|Migren
2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan organik
tetapi pemeriksaan neroimaging dan pemeriksaan tambahan lainnya tidak
menunjukkan kelaianan.

2 Kriteria Diagnosis dengan Aura

A. Sekurang-kurangnya 2 serangan seperti tersebut dalam B

B. Sekurang-kurangnya terdapat 3 dari karakteristik tersebut dibawah ini:

1. Satu atau lebih gejala aura yang reversible yang menunjukkan disfungsi
hemisfer dan/atau batang otak

2. Sekurang-kurangnya satu gejala aura berkembang lebih dari 4 menit, atau 2


atau gejala aura terjadi bersama-sama

3. Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit; bila lebih dari
satu gejala aura terjadi, durasinya lebih lama. Nyeri kepala mengikuti gejala
aura dengan interval bebas nyeri kurang dari 60 menit, tetapi kadang kadang
dapat terjadi sebelum aura.

C. Sekurang-kurangnya terdapat satu dari yang tersebut dibawah ini:

1. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan adanya


kelainan organik.

2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan organik,


tetapi pemeriksaan neuroimaging dan pemeriksaan tambahan lainnya tidak
menunjukkan kelainan.

3. Kriteria Diagnosis Migren Retinal

Sekurang-kurangnya terdiri dari 2 serangan sebagaimana tersebut dibawah ini:

A. Scotoma monocular yang bersifat reversibel atau buta tidak lebih dari 60 menit,
dan dibuktikan dengan pemeriksaan selama serangan atau penderita
menggambarkan gangguan lapangan penglihatan monokular selama serangan
tersebut.

8|Migren
B. Nyeri kepala yang mengikuti gangguan visual dengan interval bebas nyeri tidak
lebih dari 60 menit, tetapi kadang-kadang lebih dari 60 menit. Nyeri kepala bisa
tidak muncul apabila penderita mempunyai jenis migren lain atau mempunyai 2
atau lebih keluarga terdekat yang mengalami migren.

C. Pemeriksaan oftalmologik normal di luar serangan. Adanya emboli dapat


disingkirkan dengan pemeriksaan angiografi, CT scan, pemeriksaan jantung dan
darah.

4. Kriteria Diagnosis Migren Dengan Gangguan Intrakranial

A. Sekurang-kurangnya terdapat satu jenis migren

B.Gangguan intrakranial dibuktikan dengan pemeriksaan klinik dan neuro imaging

C. Terdapat satu atau keduanya dari :

1. Awitan migren sesuai dengan awitan gangguan intrakranial

2. Lokasi aura dan nyeri sesuai dengan lokasi gangguan intrakranial

D. Bila pengobatan gangguan intrakranial berhasil maka migren akan hilang


dengan sendirinya.

2.6 DIAGNOSIS
Diagnosis migren ditegakkan berdasarkan anamnesis, karena nyeri kepala
merupakan keluhan yang sangat subjektif, jarang sekali didapatkan kelainan
neurologis dan bila ada biasanya terjadi saat serangan.

1. Anamnesis

Dalam anamnesis perlu digali lokasi, penjalaran, intensitas, kualitas, gejala


premonitory, aura, gejala penyerta, faktor pencetus, faktor peringan/perberat dan
riwayat keluarga.Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti ketepatan
diagnosis migren mencapai 95%. Apabila didapatkan kelainan neurologis saat
serangan migren, untuk membedakan dengan kelainan neurologis lain perlu dilakukan
pemeriksaan ulang saat bebas serangan, sebelum dilakukan pemeriksaan penunjang
lebih lanjut (Jenie MN, Kumpulan Makalah Utama Temu Regional Neurologi, 2002).

9|Migren
2. Pemeriksaan Fisik dan Neurologis

Disamping pemeriksaan fisik secara umum, dilakukan pemeriksaan neurologis


yang meliputi:

Nervus kranialis, pupil, lapangan pandang, gerakan bola mata, funduskopi


untuk evaluasi keadaan n. II, retina dan pembuluh darah retina, kekuatan otot, tonus
dan koordinasi,reflex fisiologis dan patologis, sensorik terutama sensorik kortikal
(stereognosis), gait, bising orbita, palpasi arteri superfisialis temporalis.

3. Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk membantu menegakkan


diagnosis.Pemeriksaan penunjang diperlukan bila dicurigai adanya kelainan struktural
yang mempunyai gejala seperti migren.

a. EEG. Gambaran abnormal yang sering dijumpai adalah perlambatan aktifitas


listrik, peningkatan gelombang teta dan delta di daerah kepala belakang, pada
sisi nyeri kepala kadang-kadang didapatkan gelombang tajam yang tidak
spesifik (Notowardojo, Tinjauan Neuropsikiatrik, 2005).

b. MRI (Magnetic Resonance Imaging). (Igarashi, 1998), melakukan


pemeriksaan MRI pada 91 penderita migren dan 98 kontrol, didapatkan lesi
kecil di substansia alba pada 15 dari 51 penderita (29,4%), sedangkan pada
kontrol 11 dari 98 orang (11,2%) dan ini mempunyai perbedaan bermakna.

c. PET (Positron Emission Tomography). Sachs membangkitkan serangan


migren pada 5 penderita dengan injeksi reserpin subkutan, kemudian
dilakukan pemeriksaan PET 1,5 jam setelah pemberian, terjadi penurunan
yang bermakna pada metabolisme glukosa pada penderita migren (Lance JW,
2003, Mechanism and Management of Headache, 5th edision).

2.7 PENATALAKSANAAN
1. Mencegah atau menghindari faktor pencetus.

10 | M i g r e n
2. Pengobatan non-medik.

Karena faktor pencetus tidak selalu bisa dihindari, maka dianjurkan


pengobatan non- medik, oleh karena hal ini dapat mengurangi banyaknya obat migren
sehingga efek samping dari obat-obatan dapat dikurangi.Termasuk dalam pengobatan
non-medik adalah latihan relaksasi otot (Harsono. Kapita Selekta Neurologi Edisi
Kedua, 2003).

3. Pengobatan simptomatik

Willinson (1988), menganjurkan pada waktu serangan migren sebagai berikut


(Harsono, 2003) :

a. Mencegah pemberian obat-obat yang mengganggu tidur.

b. Obat-obat anti mual seperti metoklopramid. Obat anti mual dapat memicu
aktivitas normal pencernaan (gastrointestinal) yang terganggu saat serangan
migren.

c.Analgetika sederhana. Misalnya aspirin atau parasetamol dapat menghilangkan


nyeri kepala bila sebelumnya diberi yang memicu aktivitas gastrointestinal.

d. Ergotamin tartrat. Cara kerja obat ini bifasik, bergantung pada tahanan darah
yang telah ada sebelumnya.

4. Pengobatan abortif

Harus diberikan sedini mungkin, tetapi sebaiknya saat timbul nyeri kepala.
Obat yang dapat digunakan:

a. Ergotamin tartrat dapat diberikan tersendiri atau dicampur dengan obat


antiemetik, analgesik, atau sedatif.

b. Dihidroergotamin (DHE) merupakan agonis reseptor serotonin yang aman


dan efektif untuk menghilangkan serangan migren dengan efek samping
mual yang kurang dan lebih bersifat vasokonstriktor.

c. Sumatriptan suksinat merupakan agonis selektif reseptor 5- Hidroksi triptamin


(5-HT1D) yang efektif dan cepat menghilangkan serangan nyeri.

11 | M i g r e n
5. Pengobatan pencegahan

Pengobatan pencegahan diberikan bila terdapat lebig dari 2 kali serangan


dalam sebulan. Obat pencegah migren adalah (Harsono, 2003):

a. Beta-blocker

b. Antagonis Ca

c. Antiserotonin dan antihistamin

d. Antidepresan trisiklik

e. NSAID

2.8 KOMPLIKASI
A. Status Migrenosus

Serangan migren dengan fase nyeri kepala lebih dari 72 jam, mendapat
pengobatan atau tidak, dengan interval bebas nyeri kurang 4 jam (tidak termasuk
tidur). (Headache Classification Comittee of International Headache
Society,2003).

B. Infark Migrenosus

Dahulu disebut migren komplikata.Adalah keadaan satu atau lebih gejala aura
yang tidak sepenuhnya hilang dalam waktu 7 hari dan atau didapatkan infark
iskemik pada konfirmasi pemeriksaan neuroimaging (Headache Classification
Comittee of IHS).Insidensi sangat rendah, biasanya jenis migren ini terjadi setelah
lama menderita migren dengan aura.Patogenesis belum diketahui, tetapi faktor
hiperaglutinasi dan hiperviskositas mempunyai peran penting. Broderick dan
Swanson (1987) , selama 4 tahun diantara 5000 pasien migren, didapatkan 20
pasien terkena stroke, 2 pasien stroke ulang setelah 7 tahun kemudian, 14 pasien
penyembuhan dengan gejala sisa, dan 4 pasien sembuh sempurna.

12 | M i g r e n
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Migren merupakan nyeri kepala primer dengan serangan nyeri kepala


berulang, dengan karakteristik lokasi unilateral, berdenyut dan frekuensi, lama serta
hebatnya rasa nyeri yang beraneka ragam dan diperberat dengan aktifitas. Ada
beberapa klasifikasi migrain menurut International Headache Society (HIS), yaitu
migrain tanpa aura (common migraine), migrain dengan aura (classic migraine),
migraine with prolonged aura, basilar migraine (menggantikan basilar artery
migraine), migraine aura without headache (menggantikan migraine equivalent atau
achepalic migraine), nenign paroxysmal vertigo of childhood, migrainous infraction
(menggantikan complicated migraine), migren hemiplegic familial, migren
oftalmoplegik, migren retinal, dan migren yang berhubungan dengan gangguan
intrakranial.
Penatalaksaan migrain secara garis besar dibagi atas mengurangi faktor resiko,
terapi farmaka dengan memakai obat, terapi nonfarmaka. Terapi farmaka dibagi atas
dua kelompok yaitu terapi abortif (terapi akut) dan terapi preventif (terapi
pencegahan). Walaupun terapi farmaka merupakan terapi utama migren, terapi
nonfarmaka tidak bisa dilupakan. Bahkan pada kehamilan terapi nonfarmaka
diutamakan.

13 | M i g r e n
DAFTAR PUSTAKA

Sadeli H. A. 2006. Penatalaksanaan Terkini Nyeri Kepala Migrain. Dalam Kumpulan


Makalah Pertemuan Ilmiah Nasional II Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia. Airlangga University Press. Surabaya.

Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajahmada University Press.
Yogyakarta.

Purnomo H. 2006. Migrainous Vertigo. Dalam Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah


Nasional II Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Airlangga
University Press. Surabaya.

Zuraini, Yuneldi anwar, Hasan Sjahrir. 2005. Karakteristik Nyeri Kepala Migren dan
Tension Type Headeche Di Kotamadya Medan, Neurona, Vol 22 No. 2

Wibowo S., Gofir A. 2001. Farmakologi dalam Neurologi. Salemba Medika. Jakarta

14 | M i g r e n

Anda mungkin juga menyukai