PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindrom Koroner Akut (SKA) sampai saat ini merupakan penyebab kematian
utama di seluruh dunia. Berdasarkan data yang dicatat oleh WHO, 80% kematian
global akibat jantung terjadi pada masyarakat miskin dan menengah. Dinegara
berkembang dari tahun 1990 sampai 2030 angka kematian SKA akan meningkat
sebanyak 137% pada laki-laki, dan 120% pada perempuan. Di tahun 2030 diperkirakan
Berdasarkan data yang diolah oleh Riskesdas tahun 2013 didapatkan prevalensi
SKA di Indonesia sebesar 1,5 % atau diperkirakan sekitar 2.650.340 orang. Penderita
SKA banyak ditemukan pada kelompok umur 45-54 tahun, 55-64 tahun dan 65-74
SKA adalah penyakit yang disebabkan penumpukan plak pada arteri koroner
yang menyebabkan aliran darah ke miokardium terbatas. Penyebab SKA yang paling
1
perdarahan dan trombosis. Keadaan ini dapat mengacaukan keseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen sehingga mencetuskan iskemia atau infark miokard.2
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya SKA. Faktor risiko SKA
terbagi menjadi dua, yaitu yang bersifat nonmodifiable seperti usia, jenis kelamin, dan
merokok, diabetes melitus, obesitas, dan inaktifitas fisik. Insidensi SKA pada penderita
sistolik ≥140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥90 mmHg. Hipertensi meningkatkan
resistensi ventrikel kiri sehingga beban kerja jantung bertambah. Perjalanan penyakit
hipertensi sangat perlahan, kondisi yang kronis dapat mengakibatkan kematian karena
payah jantung dan SKA. Deteksi dini dan perawatan hipertensi yang efektif dapat
menurunkan angka kecacatan dan kematian. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
31,7% dari total penduduk dewasa, tetapi hanya 23,9% saja dari populasi ini yang
mengenai prevalensi pasien Sindrome Koroner Akut (SKA) dengan hipertensi dan non-
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskan
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penelitian
3
ii. Mengetahui prevalensi kejadian Sindrome Koroner Akut dengan
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sindrome Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang
yang meliputi angina pectoris tidak stabil /APTS (unstable angina/UA), infark miokard
non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial
infarction/ NSTEMI) , dan infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan
tahun 2013 sebesar 0,5% atau diperkirakan sekitar 883.447 orang, sedangkan
orang. Berdasarkan diagnosis dokter, estimasi jumlah penderita Sindrom Koroner Akut
terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak 160.812 orang (0,5%), sedangkan
Provinsi Maluku Utara memiliki jumlah penderita paling sedikit, yaitu sebanyak 1.436
Koroner Akut terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Timur sebanyak 375.127 orang
(1,3%), sedangkan jumlah penderita paling sedikit ditemukan di Provinsi Papua Barat,
5
yaitu sebanyak 6.690 orang (1,2%). Info datin
Angina pektoris tak stabil adalah suatu spektrum dari sindrome iskemik
miokard akut yang berada di antara angina pektoris stabil dan infark miokard akut
(makalah USU). Yang dimasukkan ke dalam angina tak stabil yaitu : 1. Pasien dengan
angina yang masih baru dalam 2 bulan, di mana angina cukup berat dan frekuensi
cukup sering, lebih dari 3 kali per hari. 2. Pasien dengan angina yang makin bertambah
berat, sebelumnya angina stabil, lalu serangan angina timbul lebih sering, dan lebih
berat sakit dadanya, sedangkan faktor presipitasinya makin ringan. 3. pasien dengan
klinik.
1. Beratnya angina :
6
c. Kelas III. Adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadinya
secara akut baik sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terkhir.
2. Keadaan klinis :
b. Kelas B. Angina tak stabil yang primer, tak ada faktor ekstra
kardiak.
3. Intensitas pengobatan :
antagonis kalsium.
Non-ST Elevasi Miokardial Infark (NSTEMI) adalah oklusi sebagian dari arteri
koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi
segmen ST pada EKG. NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan
7
atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner.
sindrome koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA tanpa
elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. STEMI umumnya terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik
Faktor-faktor risiko penyakit jantung koroner dibagi dua yaitu faktor risiko
yang dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi.
1. Hipertensi
2. Diabetes
3. Hiperkolesterolemia
4. Merokok
5. Kurang latihan
7. Obesitas
8. Stres
8
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain :
(SKA) adalah oleh karena adanya penutupan yang tiba tiba dari aliran darah coroner
dan akibatnya terjadi jaringan iskemi sampai jaringan nekrosis. Pada saat itu di
perkirakan semakin besar atheroma yang ada di pembuluh darah semakin mudah
menyebabkan SKA, akan tetapi ternyata pada penelitian dibuktikan bahwa justru pada
stenosis yang ringan dan sedang lebih banyak terjadi SKA dan hal ini diduga oleh
1. Ruptur Plak
Ruptur plak, ditemukan pada 56% - 95% SKA, Forrester yang memeriksa
plak. Tidak semua plak yang terjadi pada proses aterogenesis menjadi plak yang tidak
9
stabil, hal tersebut tergantung dari terbentuknya kap dan lipid core yan ada dan proses
yang mendasarinya. Menurut AHA, tipe plak dihubungkan dengan tampilan klinis
Tipe 1 : penebalan tunika intima, makrofag, isolated foam cell, pada fase ini
Tipe 2 : Fatty Streak, terdapat akumulasi lipid intrasel dan infiltrasi makrofag
Tipe 3 : masih seperti diatas tetapi disertai pula dengan adanya lipid ekstrasel
Tipe 4 : Ateroma terdapat gumpalan lipid pada tunika intima, sel inflamasi
biasanya tampilan klinis pada fase ini asimtomatik, namun bisa juga
angina stabil
Tipe 5.a : seperti tipe 4 disertai dengan lapisan jaringan fibrous, tampilan klinis
Tipe 5.b : Ateroma dengan kalsifikasi berat didalam lipidcore atau di lesinya,
stabil
Tipe 6 : Complicated Lesion, terjadi rupture plak tipe 4 dan 5 dengan hemoragi
10
intramural dan mulai nya proses trombogenesis insitu. Tampilan
klinis dari fase ini adalah suatu keadaan yang disebut sebagai
2. Trombosis Plak
plak mengalami rupture. Bila plak yang tidak stabil mendapat pencetus (trigger), maka
kap yang tipis tersebut akan koyak dan kemudian berlangsunglah proses selanjutnya
berupa pembentukan thrombus yang dimulai dari fisura atau robekan kap tadi. Mula
mula terjadi akumulasi platelet di tempat koyakan, kemudian ditambah dengan adanya
fibrin, membentuk gumpalan dini yang disebut white clot yang secara langsung
berusaha menutupi semua permukaan yang robek atau koyak tadi. Kemudian datanglah
eritrosit untuk menutupi seluruh white clot tadi sehingga membentuk red clot diseluruh
permukaan white clot. Didalam komponen plak, lipid core memiliki efek
trombogenisitas yang paling kuat, hal ini disebabkan oleh karena pengaruh adanya
factor jaringan, dimana factor jaringan ini mengaktifkan factor 9 dan 10 bersama
membentuk thrombin.
11
terjadi proses trombogenesis tersebut.
secara bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan dikatakan juga sejak usia anak-
anak sudah terbentuk bercak-bercak garis lemak (fatty streaks) pada permukaan lapis
dalam pembuluh darah, dan lambat laun pada usia tua dapat berkembang menjadi
bercak sklerosis (plak atau kerak pada pembuluh darah) sehingga terjadinya
penyempitan dan/atau penyumbatan pembuluh darah. Kalau plak tadi pecah, robek atau
sebagian atau keseluruhan suatu pembuluh coroner. Pada saat inilah muncul berbagai
presentasi klinik seperti angina atau infark miokard. Proses aterosklerosis ini dapat
stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau progresif. Konsekuensi yang dapat dilihat
coroner tidak berarti apa-apa selama plak tersebut dalam keadaan stabil. Dengan kata
lain, risiko terjadinya rupture pada plak aterosklerosis bukan ditentukan oleh besarnya
12
Erosi, fisur, atau rupture plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam dinding
arteri koronaria) mengeluarkan zat vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag dan tissue
factor) kedalam aliran darah, merangsang agregasi dan adhesi trombosit serta
Patogenesis pada SKA dapat dibagi juga berdasarkan manifestasi yang terjadi.
Manifestasi Klinik
No Patogenesis
SKA
13
spontan, resolusi vasokonstriksi dan kolateral
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan
angina tak bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat
dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang
minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual sampai muntah dan
dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul,
rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada
14
NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukan bahwa mereka memiliki
gejala dengan onset baru angina berat / terakselerasi memiliki prognosis lebih baik
dibandingkan dengan memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa
tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak
khas seperti dispneu, mual, diaphoresis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu
atas atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien- pasien
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali
ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit
dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark
1. Riwayat Anamnesis
Diagnosis adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat dan tepat dan
didasarkan pada tiga kriteria, yaitu : gejala klinis nyeri dada spesifik, gambaran EKG
Nyeri dada tipikal merupakan gejala cardinal pasien SKA. Nyeri dada atau rasa
15
tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari sebagian besar pasien dengan SKA.
Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan
dengan nyeri dada lainnya karena gejala ini merupakan petanda awal dalam
Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin dan sesudah
makan.
NSTEMI dan STEMI. Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda – tanda gagal
ventrikel kiri akut. Gejala yang tidak tipikal seperti rasa lelah yang tidak jelas, nafas
pendek, rasa tidak nyaman di epigastrium atau mual dan muntah dapat terjadi, terutama
pada wanita, penderita diabetes dan pasien lanjut usia. Kecurigaan harus lebih besar
16
pada pasien dengan faktor risiko kardiovaskular multiple dengan tujuan agar tidak
2. Pemeriksaan Fisik
dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari APTS/NSTEMI. Hipertensi tak terkontrol,
anemia, tirotoksikasi, stenosis aorta berat, kardiomiopati hipertropik dan kondisi lain,
Keadaan disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronkhi dan gallop S3) menunjukkan
prognosis yang buruk. Adanya bruit di karotis atau penyakit vaskuler perifer
17
menunjukkan bahwa pasien memiliki kemungkinan juga penderita penyakit jantung
coroner (SKA)
3. Elektrokardiografi
EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosi. Rekaman yang dilakukan
saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat. Gambaran diagnosis dari EKG adalah:
Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia
jantung, terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan adanya
perubahan segmen ST. Namun EKG yang normal pun tidak menyingkirkan diagnosis
APTS / NSTEMI.
yang terjadi dan ini dilakukan secara serial untuk evaluasi lebih lanjut, dengan berbagai
18
4. Petanda Biokimia Jantung
nilai prognostik yang lebih baik dari pada CKMB. Troponin C, Tnl dan TnT berkaitan
dengan kontraksi dari sel miokard. Susunan asam amino dari Troponin C sama dengan
sel otot jantung dan rangka, sedangkan pada Tnl dan TnT berbeda. Nilai prognostik
dari Tnl dan TnT untuk memprediksi risiko kematian, infark miokard dan kebutuhan
revaskularisasi dalam 30 hari, adalah sama. Kemampuan dan nilai dari masing –
penting dari nekrosis miokard. Keterbatasan utama dari kedua petanda tersebut adalah
relative rendahnya spesifikasi dan sensitivitas saat awal (< 6 jam) setelah onset
serangan. Risiko yang lebih buruk pada pasien tanpa segement ST elevasi lebih besar
Klinik
Troponin Modalitas yang kuat Kurang sensitif pada awal Tes yang bermanfaat
19
spesifikasi yang lebih penilaian ulang pada 6 – 12 dimana klinis harus
troponin)
20
deteksi awal infark dan penyakit otot rangka satunya petanda
miokard jam)
yang tinggi. Dapat terdeteksi secara dini 2 jam setelah onset nyeri. Tes negatif dari
miokard. Meskipun demikian mioglobin tak dapat digunakan sebagai satu – satunya
dengan SKA tanpa elevasi segmen ST, dan naiknya risiko dimulai dengan
meningkatnya kadar CKMB diatas normal. Meskipun demikian nilai normal CKMB
tidak menyingkirkan adanya kerusakan ringan miokard dan adanya risiko terjadinya
perburukan penderita.
Sudah diketahui bahwa kadar troponin negatif saat < 6 jam harus diulang saat 6 – 12
jam setelah onset nyeri dada. Pemeriksaan troponin jantng dapat dilakukan di
21
laboratorium kimia atau dengan peralatan sederhana / bediside. Jika dilakukan di
nitrat
opium normal
22
H. Definisi Hipertensi
140mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran
dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang).7 Hipertensi
of High Blood Pressure sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140 / 90 mmHg. 6
faktor risiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi dibedakan menjadi
yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis kelamin, dan umur. Faktor
yang dapat dikontrol seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok, pola
penyakit jantung koroner (PJK), gangguan ginjal dan lain-lain yang berakibat pada
kelemahan fungsi dari organ vital seperti otak, ginjal dan jantung yang dapat berakibat
kecacatan bahkan kematian. Hipertensi atau yang disebut the silent killer yang
merupakan salah satu faktor risiko paling berpengaruh penyebab penyakit jantung
(cardiovascular). 14,15
I. Klasifikasi Hipertensi
23
hypertension) merupakan peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan
tekanan diastolik dan umumnya ditemukan pada usia lanjut. Tekanan sistolik berkaitan
dengan tingginya tekanan pada arteri apabila jantung berkontraksi (denyut jantung).
Tekanan sistolik merupakan tekanan maksimum dalam arteri dan tercermin pada hasil
pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar.
diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya ditemukan pada anakanak
dan dewasa muda. Hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah kecil
menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah
berkaitan dengan tekanan arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi di antara
dua denyutan. Hipertensi campuran merupakan peningkatan pada tekanan sistolik dan
diastolik.16
24
Penyebab spesifiknya diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VIII), klasifikasi
hipertensi pada orang dewasa dapat dibagi menjadi kelompok normal, prehipertensi,
25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
data diambil dari data sekunder berupa rekam medis pasien. Hasil penelitian dan
B. Lokasi Penelitian
C. Waktu Penelitian
1. Populasi
Seluruh pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada ke RSU UKI.
2. Sampel
Seluruh pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada ke RSU UKI yang
26
3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
ii. Penderita dengan riwayat hipertensi atau Diabetes Melitus atau riwayat
b) Umur pasien
e) Faktor Resiko
f) Diagnosis akhir
i. Pasien dengan keluhan nyeri dada yang datang ke RSU UKI yang
E. Variabel Penelitian
dimiliki pasien
27
ii. Variabel Independent pada penelitian ini adalah usia, jenis
F. Definisi Operasional
penyakit
G. Pengambilan Data
Data diambil secara retrospektif melalui rekam medis pasien dengan keluhan
nyeri dada atau dengan diagnosa akhir Sindrom Koroner Akut di RSU UKI dalam
28
H. Bahan dan Cara Kerja
1. Bahan
Rekam medik pasien Poliklinik Jantung RSU UKI terhitung tanggal 1 Agustus
2. Cara kerja
a. Pengumpulan data
b) Pencatatan
kelamin dan berat badan), riwayat penyakit dahulu, dan diagnosis akhir.
c) Pengolahan data
univariat.
I. Etika Penelitian
Pihak RSU UKI diberi penjelasan secara lisan mengenai tujuan dan cara
penelitian serta diberi jaminan kerahasiaan atas semua data responden. Penelitian
dilakukan setelah mendapat persetujuan secara sukarela dari Pihak RSU UKI
29
J. Kerangka Teori
30
K. Kerangka Konsep
Pasien hipertensi
Pasien non-hipertensi
Persangkaan SKA
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
Diagnosa SKA
31
BAB IV
A. Karakteristik Pasien
Pasien yang telah diteliti adalah penderita nyeri dada yang terdiagnosis SKA
yang menjalani pengobatan di Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia dari
Agustus 2017 sampai dengan Desember 2017 dan memenuhi kriteria inklusi.
Bagan 4.1 Karakteristik Pasien SKA di RSU UKI Selama Agustus 2017 –
Desember 2017
15 Pasien SKA
Dari bagan 4.1 menunjukan jumlah seluruh pasien SKA yang berkunjung
(menjalani rawat jalan / rawat inap) di RSU UKI sebanyak 15 orang dengan
32
Tabel 4.1 Karakteristik Pasien Dengan Keluhan Nyeri Dada di RSU UKI
Jenis Kelamin
Laki – laki 6 40
Perempuan 9 60
Kelompok Umur
35 – 44 3 20
45 – 54 2 13,3
55 – 64 3 20
65 – 74 3 20
> 75 4 26,7
Tabel 4.1 menunjukkan jumlah pasien laki-laki sebanyak 40% dan pasien
memiliki risiko lebih besar terkena SKA setelah menopause atau umur diatas 50 tahun.
Wanita usia muda, yang sebagian besar masih dalam efek proteksi estrogen umumnya
plak. Pada laki-laki kejadiannya lebih awal daripada wanita. Hasil yang sama
33
didapatkan dari data Kementrian Kesehatan RI melalui RISKESDAS tahun 2013
melaporkan bahwa prevalensi SKA lebih tinggi pada perempuan 0.5% dan laki – laki
0.4%.
Jumlah pasien terbanyak adalah pada rentang usia diatas 75 tahun dengan
Berdasarkan Faktor Risiko di RSU UKI Selama Agustus 2017 – Desember 2017
Hipertensi 13 30,9
Merokok 5 11,9
Dyslipidemia 8 19,0
Obesitas 4 9,5
Overweight 1 2,3
34
Dari hasil penelitian tabel 4.2 pasien dengan keluhan nyeri dada yang memiliki
yang memiliki riwayat diabetes mellitus berjumlah 8 orang (19,0%), yang mengalami
obesitas berjumlah 4 orang (9,5%), yang mengalami pra obesitas berjumlah 3 orang
keluhan nyeri dada di RSU UKI. Hal ini dikarenakan peningkatan tekanan darah
sistemik dapat meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri,
ventrikel, hal ini mengakibat peningkatan beban kerja jantung yang pada akhirnya
menyebabkan angina dan infark miokardium. Insidensi SKA pada penderita hipertensi
adalah lebih dari lima kali daripada yang normotensi Hasil ini membuktikan bahwa
prevalensi hipertensi di Indonesia khususnya di RSU UKI masih terbilang tinggi dan
Risiko terjadinya SKA pada pasien dengan Diabetes Melitus di RSU UKI
adalah paling banyak ke dua setelah hipertensi. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu
penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin,
kerja insulin, atau keduanya. Pasien dengan diabetes mellitus berisiko lebih besar
(200%) untuk terjadinya SKA dari pada individu yang tidak diabet. Penelitian lain juga
35
menunjukkan laki-laki yang menderita DM risiko SKA (50%) lebih tinggi daripada
orang normal, sedangkan pada perempuan risikonya menjadi 2x lipat (Anwar 2004).
Pada penelitian ini dibuktikan bahwa pasien yang mempunyai riwayat Diabetes
mellitus kebanyakan adalah perempuan yang mayoritas disertai dengan status gizi
Dislipidemia diyakini sebagai salah satu faktor risiko mayor yang dapat
dimodifikasi untuk perkembangan dan perubahan secara progresif atas terjadinya SKA.
Pada penelitian ini Dislipidemia menjadi faktor tertinggi ketiga penyebab SKA di RSU
UKI. Pada laki-laki usia pertengahan (45 s.d 65 tahun) dengan tingkat serum kolesterol
yang tinggi (kolesterol : > 240 mg/dL dan LDL kolesterol : > 160 mg/dL) memiliki
Merokok juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung dan
memiliki hubungan kuat untuk terjadinya SKA. Merokok menaikkan risiko serangan
jantung sebanyak 2 sampai 3 kali. Sekitar (24%) kematian akibat SKA pada laki-laki
dan (11%) pada perempuan disebabkan kebiasaan merokok.9 Risiko terjadinya SKA
akibat merokok berkaitan dengan dosis dimana orang yang merokok 20 batang rokok
atau lebih dalam sehari memiliki resiko sebesar dua hingga tiga kali lebih tinggi
daripada populasi umum untuk mengalami kejadian SKA.10 Dalam penelitian ini
dibuktikan bahwa prevalensi pasien SKA dengan riwayat merokok lebih tinggi pada
laki-laki dan hanya 1 orang perempuan yang didapati mempunyai riwayat merokok,
36
Pada penelitian ini, obesitas didapatkan bersama-sama dengan hipertensi dan
DM. Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak dalam tubuh lebih dari (19%) pada laki-
laki dan lebih dari (21%) pada perempuan. Obesitas dapat menurunkan kadar HDL
kolesterol. Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol total dan LDL
kolesterol. Risiko SKA akan jelas meningkat bila BB mulai melebihi (20%) dari BB
37
BAB V
A. KESIMPULAN
Sindrom Koroner Akut (SKA) sampai saat ini merupakan penyebab kematian
utama di seluruh dunia. Penderita SKA banyak ditemukan pada kelompok umur 45-54
tahun, 55-64 tahun, 65-74 tahun, hingga diatas 75 tahun. Prevalensi terjadinya SKA
berdasarkan umur meningkat seiring bertambahnya usia seseorang. Dari penelitian ini
dapat diketahui bahwa dalam rentang waktu Agustus 2017 sampai dengan Desember
2017, pasien yang terdiagnosis Sindrom Koroner Akut lebih banyak didapatkan pada
kelompok umur diatas 75 tahun, dan secara keseluruhan lebih dominan pada pasien
Kejadian SKA terjadi karena adanya faktor risiko yang antara lain adalah
tekanan darah tinggi (hipertensi), tingginya kolesterol, gaya hidup yang kurang
aktivitas fisik (olahraga), diabetes, merokok, konsumsi alkohol dan faktor sosial
ekonomi lainnya. Hipertensi tetap menjadi faktor risiko utama terjadinya Sindrom
Koroner Akut di RSU UKI dengan prevalensi kejadian sebanyak 30,9% dari total
keseluruhan pasien SKA di RSU UKI. Pada faktor risiko lainnya didapatkan 19%
Diabetes Melitus, 19% Dislipidemia, 11,9% dengan riwayat merokok, 9,5% dengan
38
B. SARAN
Sindrom Koroner Akut dapat dicegah dengan melakukan pola hidup sehat dan
menghindari faktor-faktor risiko, seperti pola makan yang sehat dan berserat,
berlebih, kontrol tekanan darah secara rutin, melakukan aktivitas fisik dan olahraga
darah arteri.
39