Anda di halaman 1dari 31

BAB 11: Memahami Penempatan Selang Yang Tepat Beserta

Risiko Komplikasi-Komplikasinya: Radiologi Perawatan Kritis

Para pasien di unit perawatan kritis atau intensif (ICU) dimonitor secara berkala dengan
radiografi dada portabel, baik untuk memeriksa posisi berbagai alat bantu mereka dan juga
untuk meng-assessment status kardiopulmoner (jantung paru) mereka. Penyakit-penyakit
yang umum dialami oleh para pasien yang sakit kritis dibahas pada beberapa bab lain
(Tabel 11-1). Pada bab ini, anda akan mendapatkan saran praktis untuk mengevaluasi
tingkat keberhasilan (atau ketidakberhasilan) insersi dan posisi berbagai selang, kateter,
dan peralatan pendukung yang digunakan di ICU.
Merupakan sebuah kebiasaan untuk melakukan pemeriksaan radiografi konvensional
setelah dilakukannya insersi salah satu dari beberapa peralatan ini, dengan tujuan untuk
memeriksa posisinya, dan juga untuk memastikan tidak terjadinya komplikasi yang tidak
diinginkan.
Dengan demikian, untuk masing-masing selang atau alat, anda akan mempelajari:
 Kenapa alat tersebut digunakan?
 Di mana seharusnya alat tersebut berada/ berposisi?
 Di area mana suatu alat dapat dianggap mengalami kesalahan posisi? Dan
komplikasi-komplikasi apa yang dapat terjadi akibat kesalahan posisi suatu alat?

Tabel 11-1. Penyakit-Penyakit Umum Pada Para Pasien Yang Sakit Kritis
Temuan, Kondisi, atau Penyakit Dibahas pada:
Sindrom gawat pernafasan akut Bab 13
Aspirasi Bab 9
Atelektasis Bab 7
Gagal jantung kongestif (edema paru) Bab 13
Efusi pleura Bab 8
Pneumomediastinum Bab 10
Pneumonia Bab 9
Pneumotoraks Bab 10
Penyakit embolik paru Bab 12

SELANG ENDOTRAKEAL DAN TRAKEOSTOMI

Selang Endotrakeal
 Kenapa selang endotrakeal (ETT) digunakan
 Untuk membantu ventilasi
 Untuk mengisolasi trakea sehingga dapat memungkinkan dilakukannya
pengendalian saluran pernafasan
 Untuk mencegah distensi lambung
 Untuk menyediakan rute langsung penyedotan
 Untuk memberikan obat-obatan

 Penempatan/ pemasangan ETT yang benar/ tepat (Kotak 11-1)


 Selang endotrakeal adalah selang yang berukuran diameter cukup lebar (sekitar 1
cm) dengan garis penanda radiopak dan tidak memiliki lubang samping. Ujung
selang biasanya berbentuk diagonal.
 Dengan kepala pasien yang berposisi posisi netral (yaitu: dasar mandibula setingkat
level C5 hingga C6), ujung ETT harus sekitar 3 sampai 5 cm dari karina. Jarak ini
adalah sekitar setengah jarak antara ujung medial klavikula dengan karina (Gambar
11-1).

KOTAK 11-1. SELANG ENDOTRAKEAL


Ujung selang harus berjarak sekitar 3 sampai 5 cm di atas carina.
Manset yang diinflasi tidak boleh mendistensi lumen trakea.
Selang ini merupakan alat yang paling umum mengalami kesalahan posisi di lobus
bronkus utama kanan atau lobus bronkus bawah kanan.
Jika ujung selang diposisikan di leher, maka hal ini berpotensi merusak pita suara.

 Idealnya, diameter selang endotrakeal haruslah satu setengah hingga dua pertiga lebar
trakea. Manset yang terinflasi (balon), jika ada, akanlah mengisi – namun tidak boleh
mendistensi – lumen trakea (Gambar 11-2).

Gambar 11-1. Selang endotrakea berada pada posisi


yang tepat. Selang endotrakea (ETTs/ endotracheal tubes)
merupakan selang yang berukuran lebar (sekitar 1 cm)
dengan garis penanda radiopak (anak panah putih utuh) dan
tidak memiliki lubang samping. Ujung nya biasanya menyudut secara diagonal (anak
panah hitam putus-putus). Dengan kepala pasien yang diposisikan netral, ujung ETT harus
berjarak 3 sampai 5 cm dari karina (anak panah hitam utuh), yaitu sekitar setengah jarak
antara ujung medial klavikula (anak panah putih putus-putus) dan karina.

GAMBAR 11-2. Selang endotrakeal dengan manset


yang terlalu terinflasi (mengumbung). Idealnya,
diameter selang endotrakeal (anak panah hitam) haruslah
sepertiga sampai setengah dari lebar trakea. Manset yang
diinflasi (balon), jika ada, dapatlah mengisi — tetapi
tidak boleh mendistensi — lumen trakea. Di sini balon
yang diinflasi/ digembungkan (anak panah putih) lebih
lebar dari diameter trakea, yang kemudian dikempiskan/
dideflasi. Terlalu lamanya kompresi pada dinding trakea
oleh manset yang terlalu terinflasi dapatlah menyebabkan
stenosis dan nekrosis dinding trakea.

Bagaimana cara untuk menemukan karina pada radiograf dada bagian depan?
 Ikuti bronkus utama kanan atau kiri ke arah belakang sampai bertemu dengan
bronkus utama di sisi yang berlawanan. Pada 95% dari seluruh individu, karina
memproyeksi badan vertebral T5, T6, atau T7.

 Gerakan ujung dengan fleksi dan ekstensi


 Fleksi atau penekukan leher dapat menyebabkan turunnya ujung selang sejauh 2 cm.
Hal inilah yang menjadi alasan kenapa ujung selang harus berjarak 3 sampai 5 cm
dari carina.
 Fleksi atau pengedangan leher dari posisi netral dapat menyebabkan naiknya ujung
selang sejauh 2 cm.

 Penempatan selang endotrakeal yang salah beserta komplikasi-komplikasinya


 Malposisi atau kesalahan posisi selang yang paling umum: karena sudut yang lebih
dangkal dan diameter yang terlalu lebar pada bronkus utama kanan atau bronkus
intermedius, yang dimana ujung ETT akan cenderung meluncur atau mengarah ke
pohon bronkial sisi kanan dan kiri (seringnya ke pohon bronkial sisi kiri).
 Kesalahan posisi ini dapatlah menyebabkan atelektasis (terutama lobus kanan
atas dan paru-paru kiri tak teraerasi) (lihat Gambar 7-13).
 Intubasi bronkus utama kanan juga dapat menyebabkan pneumotoraks tekanan
sisi kanan.
 Intubasi esofagus yang tidak disengaja dapatlah menyebabkan dilasi lambung.
 Ujung selang tidak boleh diposisikan di laring atau faring — ujungnya harus
minimal berjarak distal 3 cm dari tingkat pita suara untuk mencegah terjadinya
aspirasi dan kerusakan pita suara (Gambar. 11-3) .

GAMBAR 11-3. Selang endotrakeal yang terlalu tinggi.


Ujung selang (anak panah putih) tidaklah boleh diposisikan
pada laring atau faring. Ujung selang trakea harus berposisi
distal minimal 3 cm dari tingkat pita suara sehingga aspirasi
dan kerusakan pita suara tidaklah terjadi. Ujung medial
klavikula ditandai dengan anak panah hitam.

Selang Trakeostomi
 Kapan selang trakeostomi digunakan
 Pada para pasien yang mengalami obstruksi saluran pernafasan atau obstruksi di
bagian atas laring
 Pada kasus gagal pernafasan yang membutuhkan intubasi jangka panjang (> 21 hari)
 Untuk kasus obstruksi saluran pernafasan selama apnea tidur
 Ketika terjadinya kelumpuhan otot-otot yang mempengaruhi fungsi menelan atau
respirasi
 Penempatan selang trakeostomi yang benar/ tepat
 Ujung selang endotrakeal haruslah berada di tengah antara stoma (dimana selang
trakeostomi diinsersikan) dengan karina, biasanya disetingkat level T3 (Gbr. 11-4).
 Tidak seperti ETT, penempatan ujung selang trakeostomi tidaklah dipengaruhi oleh
fleksi/ penekukan dan ekstensi/ pengedangan kepala.
 Lebar selang trakeostomi haruslah sekitar dua pertiga dari lebar trakea.
GAMBAR 11-4. Selang trakeostomi pada posisi yang
benar. Ujung selang (anak panah hitam utuh) haruslah
diposisikan di separuh jalan antara stoma (dimana selang
trakeostomi diinsersikan) (anak panah putih putus-putus)
dan carina (anak panah putih utuh), atau biasanya kira-kira
setingkat T3. Berbeda dengan ujung selang endotrakeal,
penempatan ujung selang trakeostomi tidaklah
dipengaruhi oleh fleksi/ tekukan dan ekstensi/
pengedangan leher.

 Penempatan selang trakeostomi yang salah dan komplikasinya (Kotak 11-2)


 Sesaat setelah pemasangan, kita harus memeriksa ada tidaknya tanda-tanda perforasi
yang tidak disengaja pada trakea, seperti contohnya pneumomediastinum,
pneumotoraks, dan emfisema subkutan.
 Jika selang trakeostomi dilengkapi dengan manset, maka manset umumnya terinflasi
mencapai diameter yang dapat mengisi ruang kosong sesuai dengan kontur trakea
normal (tidak boleh mendistensi.
 Komplikasi jangka panjang dari trakeostomi:
 Stenosis trakea merupakan komplikasi yang umum yang dapat terjadi setelah
beberapa waktu akibat pemasangan selang trakeostomi pada pintu masuk stoma,
di lokasi setingkat manset, atau di ujung selang, namun yang paling umum adalah
pada stoma.

KOTAK 11-2. SELANG TRAKEOSTOMI


Ujung selang harus berada di pertengahan jalan antara stoma masuk dan karina.
Jika dilengkapi, manset umumnya tidaklah dipompa untuk mencapai ukuran yang lebih
besar dari lumen trakea.
Komplikasi jangka pendek dari pemasangan selang trakeostomi diantaranya mencakup
perforasi trakea.
Stenosis trakea merupakan komplikasi jangka panjang yang paling umum dari insersi
selang trakeostomi, yang umumnya terjadi pada lokasi stroma masuk.

CATETER INTRAVASKULER

Kateter Vena Sentral (Tekanan)


 Mengapa kateter ini digunakan
 Untuk akses vena untuk memasukan obat kemoterapeutik dan hiperosmolar, dan
penggunaan kateter ini tidaklah cocok untuk pemberian obat melalui vena perifer
 Pengukuran tekanan vena sentral
 Untuk mempertahankan dan memantau volume darah intravascular

 Penempatan kateter vena sentral (CVC) yang tepat (Kotak 11-3)


 Kateter vena sentral adalah kateter yang berukuran kecil (3 mm) dan tampak opak
secara seragam, tanpa garis penanda.
 Kateter ini biasanya dimasukkan baik melalui rute jugularis (pembuluh balik)
subklavia ataupun jugularis internal. Vena jugularis internal bergabung dengan vena
subklavia untuk membentuk vena brakiosefal (inominata), yang kemudian mengalir
ke vena cava superior. Persimpangan vena subklavia dan brakiosefal umumnya
terjadi pada posisi posterior terhadap ujung medial klavikula.
 Kateter vena sentral harus mencapai ujung medial klavikula sebelum menurun, dan
ujung nya harus terletak secara medial terhadap ujung depan tulang rusuk pertama.
 Kateter harus menurun secara lateral ke sisi kanan tulang belakang, dan ujungnya
harus terletak di vena cava superior (Gambar. 11-5). Anda harus dapat mengenali
indentasi kontur jantung yang menandai persimpangan antara vena cava superior
dan atrium kanan (lihat Gambar 3-1).
 Semua lengkungan pada kateter harus halus (tidak menajam, terlipat atau terbelit).

KOTAK 11-3. KATETER VENA SENTRAL/ PUSAT


Ujung kateter harus terletak pada vena cava superior.
Semua lengkungan pada kateter melengkung mulus, tidak boleh terlalu tajam atau
terlipat, atau juga tidak boleh terbelit.
Malposisi atau kesalahan posisi kateter yang paling umum adalah pada atrium kanan
dan vena jugularis internal (untuk kateter subklavian yang diinsersikan).
Selalu melakukan pemeriksaan terjadi tidaknya pneumotoraks setelah melakukan
insersi kateter, baik yang berhasil atau yang tidak berhasil.

GAMBAR 11-5. Kateter vena sentral subklavia


pada posisi yang benar/ tepat. Kateter vena sentral
memiliki diameter yang kecil (3 mm) dan secara
seragam tampak opak/ legap tanpa garis penanda (anak
panah putih utuh). Vena subklavia bergabung dengan
vena brakiosefal di belakang ujung medial klavikula.
Kateter vena sentral harus mencapai ujung medial
klavikula (anak panah hitam putus-putus) sebelum
menurun. Kateter harus menurun ke bagian kanan
tulang belakang toraks, dan ujungnya harus berada di
vena cava superior (anak panah hitam utuh).

 Penempatan kateter vena sentral yang salah/keliru dan komplikasi-komplikasinya


 Kateter vena sentral (seringkali diposisi pada rute subklavian) dapat mengalami
malposisi/ kesalahan posisi.
 Kateter ini seringkali secara salah diposisikan dimana ujungnya berada pada atrium
kanan atau vena jugularis internal (jika dimasukkan/ diinsersikan melalui vena
subklavia) (Gbr. 11-6). Pada atrium kanan, kateter ini dapat menyebabkan aritmia
jantung. Ketika kateter vena diposisikan secara salah, maka akanlah menyebabkan
kesalahan atau ketidakakuratan pengukuran tekanan vena pusat.
GAMBAR 11-
6. Kateter
vena sentral
yang salah
diposisikan
pada vena
jugular internal. Kateter vena sentral, terutama
yang diposisikan melalui rute subklavia (anak panah
putih putus-putus), seringkali mengalami malposisi.
Kateter ini paling sering diposisikan dengan
ujungnya yang berada di atrium kanan atau vena
jugularis interna (anak panah putih utuh). Ketika
kateter vena sentral mengalami malposisi, maka
akanlah menyebabkan ketidakakuratan pengukuran
tekanan vena sentral.

 Pneumotoraks dapatlah terjadi sampai 5% dari seluruh insersi CVC, yang dimana
kesalahan ini lebih sering terjadi pada pendekatan subklavian dibandingkan dengan
 melalui rute jugularis internal.
 Terkadang, CVCs dapatlah memperforasi (melubangi) vena, dan dapat berposisi
diluar pembuluh darah. Jika terdapat lengkungan yang tajam pada kateter, maka hal
ini dapatlah meningkatkan risiko terjadinya perforasi.
 Terkadang, kateter ini secara tidak sengaja masuk ke arteri subklavia, bukan ke vena
subklavia. Kita harus menduga bahwa kateter terinsersi ke arteri jika alirannya
berdenyut dan laju kateter akan searah dengan lengkung aortik atau gagal menurun
ke bagian kanan tulang belakang (Gambar. 11-7).

GAMBAR 11-7. Kateter vena sentral yang


ditempatkan pada arteri. Terkadang, selang sentral
dapat secara tidak sengaja (dimasukan) di arteri
subklavia, bukan pada vena subklavia. Kateter ini
tidak mencapai ujung medial klavikula (anak panah
putih putus-putus) sebelum menurun, dan ujung nya
(tanda lingkaran hitam) diorientasikan pada tulang
belakang yang diarahkan menjauhi bayangan vena
cava superior (anak panah putih utuh). Kita dapat
menduga bahwa kateter diposisikan pada arteri jika
aliran balik berdenyut.
Dua upaya atau lebih ketika memasukkan CVC:
 Radiografi dada frontal dapat diperoleh setelah penempatan CVC.
 Jika penempatan awal gagal, maka kita harus melakukan pemeriksaan radiografi dada
sebelum kembali mencoba melakukan insersi di sisi lain, hal ini ditujukan untuk
menghindari risiko terjadinya pneumotoraks bilateral.

Kateter Sentral Yang Dimasukkan Secara Perifer (PICC)


 Mengapa kateter ini digunakan
 Untuk akses vena jangka panjang (dalam periode hitungan bulan)
 Untuk memberikan obat-obatan, seperti contohnya kemoterapi atau antibiotik
 Untuk pengambilan sampel darah secara rutin. Karena ukurannya yang kecil,
kateter ini dapat dimasukkan ke dalam vena antekubital.

 Penempatan yang tepat untuk kateter sentral yang diinsersikan secara periferi (PICCs)
(Kotak 11-4)
 Ujung kateter ini harus berposisi di dalam vena cava superior, namun juga dapat
diposisikan di vena aksila. Karena selangnya berukuran sangat kecil, mungkin akan
sulit untuk divisualisasikan (Gambar. 11-8).

KOTAK 11-4. Kateter Sentral Yang Diinsersikan Secara Periferi


Ujung kateter harus berposisi pada vena cava superior atau vena aksila.
Kateter ini mungkin dapat sulit untuk divisualisasikan karena ukurannya yang kecil.
Trombosis selang dapatlah terjadi seiring dengan berjalannya waktu.

GAMBAR 11-8. Kateter sentral yang dimasukkan


secara periferi (PICC) di atrium kanan. PICC (anak
panah hitam) dapat digunakan untuk akses vena jangka
panjang. Karena selangnya sangat kecil, maka tidaklah
mudah untuk divisualisasi. Ujung kateter harus berada di
dalam vena cava superior, namun dapatlah ditempatkan
pada vena aksila. Pada kasus ini, ujung kateter
memanjang ke wilayah atrium kanan (lingkaran hitam).
 Malposisi PICC dan komplikasi-komplikasinya
 Ujung kateter ini mungkin dapat mengalami malposisi seiring dengan berjalannya
waktu.
 Trombosis selang dapatlah terjadi karena ukuran lumennya yang kecil.

Kateter Arteri Paru — Kateter Swan-Ganz


 Tujuan penggunaan kateter arteri paru
 Memonitor status hemodinamik pasien yang sakit kritis
 Membantu membedakan antara edema jantung dengan edema non-jantung
(nonkardiak)

 Pemposisian kateter Swan-Ganz secara tepat (yang juga dikenal sebagai kateter tekanan
baji kapiler paru)
 Kateter Swan-Ganz memiliki tampilan yang sama dengan kateter vena sentral,
namun kateter Swan Ganz berukuran lebih panjang.
 Diinsersikan melalui vena subklavian atau vena jugularis internal, dan ujung-
ujungnya melayang masuk ke arteri kanan proksimal atau kiri proksimal paru-paru
kiri (Gambar. 11-9).
 Balon kateter dapat secara sementara diinflasi hanya ketika pengukuran tekanan
sudah dilakukan, yang kemudian harus dikempiskan

GAMBAR 11-9. Kateter Swan-Ganz pada


posisi yang benar/ tepat. Kateter Swan-Ganz
memiliki tampilan yang sama dengan selang
vena sentral tetapi lebih panjang (anak panah
hitam). Kateter ini dapat diinsersikan melalui
vena subklavian atau vena jugularis internal,
dan ujungnya (lingkaran hitam) mengambang
kedalam sisi kanan atau kiri proksimal arteri
paru. Ujung kateter ini tidak boleh berjarak
lebih dari 2 cm dari bayangan hilar.
 Kesalahan pemposisian kateter Swan-Ganz beserta komplikasinya (Kotak 11-5)
 Komplikasi yang serius karena penggunaan kateter ini jaranglah terjadi
 Komplikasi yang signifikan dan paling umum adalah infarksi paru akibat oklusi
arteri paru oleh kateter, atau juga karena emboli yang muncul dari kateter
 Kateter yang ditempatkan atau diposisikan secara periferi dapatlah menyebabkan
perforasi yang terlokalisasi, yang dapat dikenali melalui konsolidasi atau massa
yang terbentuk di lokasi ujung kateter pada pasien kritis yang dirawat yang juga
menderita hemoptisis.
 Pastikan ujung kateter tidak terletak di cabang distal arteri pulmonalis, hal ini karena
dapat meningkatkan tingkat risiko akan kemunculan komplikasi (Gambar. 11-10).

KOTAK 11-5. KATETER ARTERI PARU (KATETER SWAN-GANZ)


Ujung kateter tidak boleh lebih dari 2 cm dari hilum baik pada arteri paru kanan atau kiri.
Balon harus diinflasikan/ digembungkan hanya ketika pengukuran tekanan sudah
dilakukan.
Ujung kateter seharusnya tidak terletak di dalam arteri paru tepi/ perifer.

GAMBAR 11-10. Kateter Swan-Ganz

dengan ujung yang terlalu menepi. Kateter


Swan-Ganz ini diarahkan ke arah arteri
pulmonalis kanan (anak panah hitam). Ujung
kateter Swan-Ganz harus berposisi pada jarak 2
cm dari bayangan hilar (anak panah putih).
Ujung kateter ini (ditandai lingkaran hitam)
terletak pada cabang tepi arteri pulomalis (paru)
desenden kanan. Kondisi pada gambar diatas
dapatlah meningkatkan risiko beberapa
komplikasi seperti infark paru-paru atau
pembentukan pseudoaneurisma.

Kateter Lumen Ganda – Kateter Quinton Catheters, Kateter


Hemodialisis
 Kenapa jenis kateter ini digunakan (Kotak 11-6)
 Hemodialisis
 Port simultan untuk pemberian obat-obatan dan pengambilan sampel darah

KOTAK 11-6. KATETER LUMEN GANDA


Ujung kateter ini harus berada di dalam vena cava superior atau atrium kanan: terdapat
beberapa kateter yang dirancang dengan lumen terpisah, sehingga satu ujung
berada di vena cava superior dan satu ujung lainnya berada di atrium kanan.
Vena jugularis interna kanan memiliki tingkat insidens terendah akan pembekuan
darah, sehingga lokasi ini sering dipilih sebagai rute akses.
Beberapa komplikasi dari pemasangan kateter lumen ganda diantaranya adalah
pneumotoraks, trombosis, dan infeksi.

 Penempatan kateter lumen ganda yang tepat untuk hemodialisis


 Kateter lumen ganda merupakan kateter ukuran besar yang biasanya ditandai dengan
garis sentral.
 Terdapat banyak ragam rancangan pada berbagai merek, namun semuanya biasanya
memiliki minimal dua lumen yang disusun secara koaksial di dalam kateter tunggal
dengan tujuan untuk meminimalisir jumlah resirkulasi yang terjadi di antara kedua
port.
 Port arterial dimana darah dapat diambil dari pasien adalah berposisi proksimal
terhadap port vena, dimana darah dikembalikan ke pasien untuk meminimalisir
risiko resirkulasi darah. Terdapat beberapa kateter yang dirancang sebagai dua
kateter lumen tunggal, dimana satu ujung kateter diposisikan pada vena cava
superior dan ujung kateter yang lainnya diposisikan pada atrium kanan (Gambar.
11-11).
 Rute jugularis internal kanan merupakan rute yang paling umum digunakan sebagai
akses.
 Kateter-kateter yang digunakan secara sementara (2 sampai 3 minggu) biasanya
memiliki ujung yang ditempatkan pada vena cava superior, sedangkan ujung kateter
yang bersifat lebih permanen bisa diposisikan di atrium kanan.
GAMBAR 11-11. Kateter lumen ganda dalam posisi
yang benar. Kateter dengan lubang besar ini biasanya
ditandai dengan garis tengah (panah hitam bertitik).
Semua memiliki setidaknya dua lumen, dengan ujung
dari mana darah ditarik dari pasien (panah putih solid)
lebih proksimal daripada ujung di mana darah
dikembalikan ke pasien (panah hitam padat) untuk
meminimalkan resirkulasi. Beberapa kateter, seperti
yang ini, dirancang sebagai dua, kateter lumen tunggal
yang terpisah dengan satu ujung di vena cava superior
dan yang lainnya di atrium kanan.

 Kesalahan pemposisian kateter lumen ganda dan komplikasi-komplikasinya


 Beberapa komplikasi dini diantaranya adalah penumotoraks, malposisi, atau
perforasi ujung.
 Beberapa komplikasi jangka panjang diantaranya adalah infeksi dan trombosis pada
vena dimana kateter diposisikan di dalamnya, atau oklusi pada kateter itu sendiri.

Selang Drainase/ Penyaliran Pleural (Chest Tube, Selang Torakotomi)


 Kenapa selang torakotomi digunakan
 Untuk menghilangkan udara dan/ atau menyalirkan kumpulan cairan abnormal dari
ruang pleura

KOTAK 11-7. SELANG PENYALIRAN PLEURA (CHEST TUBE)


Secara umum, selang dada dapat berfungsi dengan baik dalam posisi apapun, namun
demikian, kondisi malposisi dapatlah menyebabkan proses penyaliran dapat
terganggu (tidak optimal). Untuk efusi pleura, selang ini dapat berfungsi lebih baik
jika ujungnya ditempatkan secara posterior dan inferior.
Untuk kasus pneumotoraks, selang ini dapat lebih berfungsi dengan baik jika ujungnya
ditempatkan secara anterior dan superior.
Penyaliran cepat efusi pleura atau pneumotoraks yang berukuran besar dapatlah
menyebabkan edema paru pada paru-paru yang terganggu.
 Penempatan selang drainase pleura yang tepat (Kotak 11-7)
 Chest tube adalah selang berukuran lubang yang lebar dengan garis radiopak yang
digunakan sebagai penanda. Garis tampak "putus" di lokasi lubang samping.
 Posisi yang ideal adalah anterosuperior untuk evakuasi pneumotoraks dan
posteroinferior untuk penyaliran efusi, namun demikian, selang dada biasanya dapat
bekerja dengan baik dengan berbagai posisi (Gambar. 11-12).
 Tidak boleh terdapat lubang samping yang terletak di luar dinding toraks (Gambar.
11-13).

GAMBAR 11-12. Selang dada yang diposisikan


dengan tepat/ benar. Selang dada adalah selang dengan
ukuran lubang yang lebar dengan garis radiopak yang
digunakan sebagai penanda. Garis tampak putus di lokasi
lubang samping (anak panah hitam). Posisi yang ideal
adalah anterosuperior (anak panah putih), seperti halnya
pada pasien ini, yang ditujukan untuk mengevakuasi
pneumotoraks, dan posisi yang ideal untuk penyaliran
efusi adalah posisi posteroinferior. Selang dada biasanya
dapat tetap berfungsi dengan baik dengan posisi apapun.

GAMBAR 11-13. Lubang samping selang dada


memanjang di luar toraks. Selang dada biasanya
memiliki satu (atau lebih) lubang samping yang
ditandai dengan terputusnya garis penanda. Tidak
boleh ada lubang samping (anak panah putih utuh)
yang berlokasi di luar rongga toraks (anak panah
hitam putus-putus), sebagaimana yang terlihat pada
pasien ini. Kebocoran udara dapat terjadi dan
semakin parah, dan akan memperburuk masalah
(pada kasus ini adalah kasus efusi pleura). Selang ini
juga berbelit ketika memasuki dada (anak panah
hitam utuh), yang selanjutnya dapat mengurangi
tingkat efisiensinya.
 Kesalahan penempatan selang penyaliran pleura dan komplikasi- komplikasinya.
 Sebagian besar dari seluruh kasus malposisi dapatlah mengganggu proses
penyaliran, walaupun memang hal ini tidaklah akan memunculkan komplikasi
yang serius. Hal ini mencakup malposisi dimana selang secara tidak sengaja
ditempatkan pada fisura mayor (Gbr. 11-14).
 Jika lubang samping memanjang keluar dinding dada, maka hal ini akan dapat
menyebabkan kebocoran udara, yang dimana hal ini akan mengganggu proses
penyaliran dan juga dapat menyebabkan emfisema subkutan.
 Komplikasi serius jaranglah terjadi:
 Pendarahan akibat laserasi arteri interkostal
 Laserasi liver atau limpa pada saat insersi
 Re-ekspansi yang cepat untuk paru-paru yang kolaps (baik akibat
pneumotoraks yang besar ataupun efusi pleura) dapatlah menyebabkan
edema paru reekspansi unilateral (lihat Gambar 13-12).
GAMBAR 11-14. Selang dada pada fisura. Sepertinya selang dada
dimasukan ke salah satu fisura antar lobus ketika selang diorientasikan
disepanjang fisura. Selang ini berada di dalam fisura mayor kanan (anak panah
putih pada tampilan depan [A] dan anak panah hitam pada tampilan lateral
[B]). Malposisi yang seperti ini dapatlah mengganggu proses penyaliran, dan
jarang memunculkan kondisi komplikasi yang serius.

PERANGKAT/ PERALATAN JANTUNG — ALAT PACU JANTUNG,


AICD, IABP

Alat Pacu Jantung (Pacemakers)


 Mengapa alat pacu jantung digunakan
 Untuk penanganan berbagai kelainan konduksi jantung
 Kondisi-kondisi tertentu yang sulit ditangani dengan penanganan medis (Contohnya:
Gagal jantung kongestif)

 Penempatan alat pacu jantung yang benar (Kotak 11-8)


 Semua alat pacu jantung terdiri dari generator denyut yang biasanya ditanam secara
subkutan di dinding dada anterior kiri dan minimal satu lead (elektroda) diinsersikan
secara perkutan, yang umumnya kedalam vena subklavia.

KOTAK 11-8. ALAT PACU JANTUNG


Alat pacu jantung biasanya diposisikan di dinding dada anterior kiri, yang setidaknya satu
lead (sadapan) nya harus berada di puncak ventrikular kanan.
Perlu diingat bahwa ventrikel kanan harus memproyeksi/ menjulur ke bagian kiri tulang
belakang pada tampilan frontal dan berorientasi secara anterior pada tampilan lateral
dada.
Kasus komplikasi jaranglah terjadi, namun demikian hal ini dapat mencakup fraktur pada
kawat pemandu dan pneumotoraks.
Lead-lead yang ditempatkan secara ektopik dapatlah menyebabkan kegagalan fungsi alat
pacu jantung.
 Beberapa alat pacu jantung memiliki dua lead (biasanya ujungnya ada di atrium
kanan dan ventrikel kanan), sedangkan beberapa alat pacu jantung yang lain
mungkin memiliki tiga lead (yang ujungnya berposisi pada di atrium kanan,
ventrikel kanan, dan sinus koroner).
 Semua lead/ sadapan harus memiliki kurva atau lengkung yang lembut, dan tidak
boleh terjadi belitan atau lekukan tajam pada elektroda.
Ujung satu lead umumnya berlokasi pada puncak ventrikel kanan. Perlu diingat bahwa
pada proyeksi frontal, apeks/ puncak ventrikel kanan terletak di sebelah kiri tulang
belakang, dan pada film lateral apeks ventrikel kanan, apeks puncak ventrikel berposisi di
bagian depan (Gambar. 11-15).

GAMBAR 11-15. Alat pacu jantung lead ganda (dua sadapan) pada posisi
yang tepat. Alat pacu jantung terdiri dari generator denyut (anak panah putih
solid) yang biasanya diimplankan pada dinding dada kiri, dan satu (atau lebih) lead
diposisikan pada vena subklavia. Pasien ini memiliki alat pacu jantung lead-ganda.
Salah satu lead nya diposisikan pada apeks ventrikel kanan (anak panah hitam utuh
[A] dan [B]) serta lead-lead lainnya diposisikan pada atrium kanan (anak panah
hitam hitam putus-putus di gambar [A] dan [B]). Perlu diingat bahwa lead
ventrikular kanan (anak panah hitam utuh) berproyeksi (menjulur) ke bagian kiri
garis tengah (A) dan secara anterior (B), lead atrial kanan umumnya melengkung
ke arah atas (A) dan (B).

 Penempatan atau pemposisian alat pacu jantung yang salah, beserta komplikasi-
komplikasinya.
 Pneumotoraks merupakan komplikasi dari insersi alat pacu jantung atau AICD, yang
memang jarang terjadi.
 Fraktur pada lead dapatlah terjadi di salah satu dari tiga tempat: alat pacu itu sendiri,
ujung lead, atau pada lokasi akses vena. Kerusakan pada lead dapatlah dikenali
melalui tampilan diskontinuitas pada lead wire itu sendiri (Gambar. 11-16).
 Lead dapat memperforasi jantung, yang dimana kondisi ini dapat menyebabkan
tamponad jantung. Periksalah untuk mengetahui ada tidaknya lengkungan yang
terlalu tajam pada lead akibat perforasi pembuluh darah.
 Lead dapat tertarik dari kontak normal dengan dinding ventrikular akibat pasien
“memelintir” atau “memutar-mutar” generator alat pacu jantung di bawah kulit,
yang tanpa sadar melilitkan lead di sekitar alat pacu, yang dimana hal ini dapat
menyebabkan tertariknya ujung (sindrom twiddler) (Gambar. 11- 17) atau dari
migrasi/ pergerakan alat pacu subkutan.
 Lead dapat secara ektopik ditempatkan, sebagai contohnya, pada vena hepatik.

GAMBAR 11-16. Lead alat pacu jantung yang


mengalami
fraktur.
Fraktur pada
alat pacu
jantung atau
implan
jantung otomatis (AICD) dapatlah terjadi di salah
satu dari tiga tempat/ lokasi: generatornya itu
sendiri, ujung lead, atau lokasi akses vena. Fraktur
pada lead dapat dikenali dari diskontinuitas (putus)
pada lead wire nya (anak panah putih utuh), yang
pada pasien di atas terjadi pada lokasi akses vena ke
vena subklavia. Lead yang mengalami fraktur telah
terdeteksi sebelumnya, dan yang kedua, yaitu lead
utuh sudah berada di tempatnya (anak panah putih
putus-putus).
GAMBAR 11-17. Sindrom Twiddler. Terdapat beberapa
pasien secara tidak sengaja “memutar-mutar” generator denyut
subkutan, dan jika jaringan subkutannya memungkinkan, maka
hal ini dapat memutar atau merotasi generator berkali-kali pada
porosnya sendiri, dan melengkungkan/melekukan lead disekitar
alat (anak panah hitam). Kondisi ini dapat menarik ujung
elektroda dari dinding dalam ventrikel kanan, dan membuat alat
pacu jantung menjadi tidak berfungsi. Lead ini telah tertarik/
teretraksi ke vena cava superior (anak panah putih).
Implan Defibrilator Jantung Otomatis (AICD)
 Kenapa defibrilator ini digunakan
 Untuk mencegah kasus kematian mendadak, yang biasanya diakibatkan oleh
takiaritmia, seperti contohnya fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel

 Penempatan defibrilator jantung otomatis yang dapat diimplankan (AICDs) secara


benar (Kotak 11-9)
 AICD biasanya dapat dibedakan dari alat pacu jantung dari segmen salah satu
elektroda nya yang lebih lebar dan lebih opak (Gambar. 11-18). Satu elektroda
biasanya ditempatkan pada vena cava superior atau vena brakiosefalik. Jika ada,
ujung elektroda lainnya ditempatkan pada apeks ventrikel kanan.
 Semua lengkungan pada lead harus melengkung dengan mulus, tidak boleh terlipat
atau melengkung secara tajam.

KOTAK 11-9. IMPLAN DEFIBRILLATOR JANTUNG OTOMATIS (AICD)


AICD berbeda dari dari alat pacu jantung dari elektroda, karena elektroda pada defibrilator
jantung lebih tebal pada setidaknya satu lead nya.
AICD dapat memiliki satu (ventrikel kanan), dua (atrium kanan dan ventrikel kanan), atau
tiga lead (atrium kanan, ventrikel kanan, dan sinus koroner).
Tekukan pada ujungnya harus mulus, tidak boleh menekuk tajam.
Komplikasi-komplikasi yang tampak dapat mencakup kerusakan pada lead atau lead yang
copot.
GAMBAR 11-18. Defibrilator jantung otomatis
yang-dapat-diimplankan (AICD). Berbeda dengan
alat pacu jantung, AICD biasanya memiliki ruas
yang lebih lebar dan lebih opak (legap) pada
setidaknya satu dari beberapa elektroda nya (anak
panah putih dan hitam solid). Satu elektroda biasanya
ditempatkan di vena cava superior (anak panah putih
solid) atau vena brakiosefalik dengan ujungnya yang
berada di atrium kanan (ditandai dengan lingkaran
hitam), dan ujung elektroda yang lainnya yang
ditempatkan di puncak/ apeks ventrikel kanan (anak panah hitam solid). AICD ini
memiliki lead ketiga yang memasuki sinus koroner dan terletak di vena koroner (anak
panah hitam putus-putus).

 Kesalahan penempatan defibrilator jantung otomatis yang diimplankan beserta


komplikasi-komplikasinya.
 Lead dapat bermigrasi/ bergerak dan menjadi dan menjadi copot.
 Lead dapat mengalami fraktur.

Pompa Balon Kaunterpulsasi Intraaortik


 Mengapa pompa balon kaunterpulsasi intraaortik digunakan
 Digunakan untuk meningkatkan curah jantung dan meredakan perfusi arteri koroner
setelah operasi, atau untuk pasien yang mengalami renjat kardiogenik atau
kegagalan ventrikel yang sulit ditangani. Pada poma balon yang ditempatkan pada
aorta toraks proksimal desendens, balon pun akan terinflasi/ mengembung pada saat
diastolik, yang meningkatkan aliran darah ke arteri-arteri koroner, dan terdeflasi/
mengempis pada saat sistolik, yang dimana hal ini dapat mengurangi beban hilir
jantung.

 Penempatan pompa balon intraaortik (IACB atau IABP) yang tepat (Kotak 11-10)
 Ujungnya dapat teridentifikasi melalui penanda metalik linear (Gambar. 11-19).
 Ujungnya harus terletak jauh dari asal arteri subklavia kiri, hal ini supaya tidak
terjadi sumbatan.
 Penanda metalik mungkin sedikit mengarah ke kanan di wilayah arka aorta.
 Ketika terinflasi, balon yang berbentuk seperti sosis akanlah tervisualisasi sebagai
struktur yang mengandung udara pada aorta toraks desenden.

 Kesalahan penempatan pompa balon kaunterpulsasi intraaortik


 Jika kateter terlalu berposisi proksimal, maka balon yang terinflasi dapat
menyumbat pembuluh darah besar, yang dimana hal ini dapat menyebabkan stroke.
 Jika balonnya terlalu jauh, maka alat akan mengalami penurunan efektivitas.
 Diseksi aorta dan perforasi arteri dapatlah terjadi, namun demikian kasus ini
jaranglah terjadi.

KOTAK 11-10. POMPA BALON INTRAAORTIK


Ujungnya memilki penanda metalik, yang harus terletak jauh dari asal arteri
subklavia kiri.
Ketika dipompa/ diinflasi, balon akan terlihat seperti sosis yang didalamnya terisi
oleh udara pada aorta toraks.
Kateter yang ditempatkan terlalu proksimal dapatlah berisiko menyumbat pembuluh
darah besar.
Kateter yang ditempatkan terlalu jauh/ distal mungkin tidak akan efektif.

GAMBAR 11-19. Pompa balon kaunterpulsasi


intraaortik (IABP). Ujung alat bantu ini dapat
diidentifikasi dengan penanda metalik linear yang
berukuran kecil di wilayah aorta toraks desenden
(anak panah hitam). Ujung harus terletak jauh dari
asal arteri subklavia kiri, hal ini ditujukan untuk
mencegah terjadinya sumbatan. Posisi ujung
biasanya berjarak 2 cm dari bagian atas
lengkungan/ arka aorta (anak panah putih).
SELANG GASTROINTESTINAL — SELANG NASOGASTRIK,
SELANG MAKAN

Selang Nasogastrik (NGT)


 Kenapa selang ini digunakan
 Untuk pemberian makanan jangka pendek
 Untuk pengambilan sampel lambung dan dekompresi melalui penyedotan
 Pemberian obat
 Penempatan selang nasogastrik (NGT) yang benar (Kotak 11-11)
 Selang nasogastrik adalah selang yang berukuran lebar (sekitar 1 cm) yang ditandai
dengan strip radiopak yang “tampak terputus” pada lubang samping, biasanya
sekitar 10 cm dari ujung.
 Ujung dan semua lubang samping selang harus memanjang sampai sekitar 10 cm ke
dalam lambung diatas esofagogastrik (EG), hal ini ditujukan untuk mencegah
terjadinya aspirasi ke kerongkongan pada saat pemberian makanan (Gambar. 11-20).
Jika selang nasogastrik hanya digunakan untuk pengisapan/ penyedotan, posisi
lubang samping kurang tidaklah terlalu penting.

KOTAK 11-11. SELANG NASOGASTRIK (SELANG LEVIN)


Ujung selang nasogastrik harus memanjang kedalam lambung sekitar 10 cm
melewati persimpangan EG.
Selang nasogastrik merupakan selang yang paling umum mengalami malposisi;
dengan demikian selalulah periksa posisinya melalui pemeriksaan radiograf.
Ketika mengalami malposisi, selang ini seringkali melilit di kerongkongan.
Jika dimasukkan/ diinsersikan ke dalam trakea, selang ini dapat memanjang kedalam
bronkus ke pinggiran paru-paru, yang umumnya mengarah ke sisi kanan.

GAMBAR 11-20. Selang nasogastrik pada


perut/
lambung.
Selang
nasogastrik adalah selang yang memiliki ukuran
lubang yang lebar yang ditandai dengan strip/ garis
radiopak (legap) yang “tampak terputus” pada
posisi lubang samping, biasanya berjarak sekitar 10
cm dari ujung (anak panah putih). Ujung selang dan
semua lubang samping tabung harus memanjang
sekitar 10 cm ke dalam perut melampaui
persimpangan esofagogastrik (EG) untuk mencegah
terjadinya aspirasi akibat pemberian makan
kedalam esofagus/ kerongkongan. Selang ini
tergulung dengan sendirinya, dan ujungnya
(ditandai lingkaran putih) berposisi terlalu dekat
dengan persimpangan EG.
Cara mengenali lokasi persimpangan EG
 Persimpangan EG biasanya terletak di persimpangan hemidiafragma kiri dan sisi
kiri tulang belakang toraks (yang dikenal dengan istilah sudut kardiofrenia kiri).

 Kesalahan pemposisian selang nasogastrik dan komplikasi-komplikasinya.


 Selang nasogastrik merupakan selang yang paling umum mengalami malposisi.
 Tergulungnya NGT di kerongkongan adalah bentuk malposisi yang paling umum.
 Selang ini dapatlah terinsersi secara tidak sengaja kedalam trakea dan memasuki
bronkus (Gambar. 11-21).
 Perforasi yang disebabkan oleh selang NG jaranglah terjadi, namun ketika terjadi,
biasanya terjadi di esofagus leher.
 Selang NG menetap/ permanen dalam jangka waktu panjang dapatlah
menyebabkan refluks gastroesofageal, yang
kemudian dapat menyebabkan esofagitis
dan striktur.
 Selalu lakukan pemeriksaan radiografi sebelum
memberi makan pasien atau sebelum
memberikan obat melalui selang.
GAMBAR 11-21. Selang nasogastrik pada bronkus lobus kanan bawah. Selang
nasogastrik adalah selang yang paling umum/ sering
mengalami malposisi dibandingkan dengan selang-
selang lainnya. Tergulungnya selang NG/
nasogastrik pada kerongkongan adalah bentuk
malposisi yang paling umum. Pada pasien ini, selang
nasogastrik (anak panah hitam) memasuki trakea
(bukan memasuki kerongkongan), dan ujungnya
memanjang ke lobus bawah kanan (ditandai
lingkaran putih). Sangatlah penting untuk melakukan
pemeriksaan radiograf untuk mengkonfirmasi
pemposisian selang nasogastrik sebelum
menggunakannya untuk pemberian makan. Bagian
selang NG yang terletak di luar pasien ditumpangkan
di dada (anak panah putih), seperti juga beberapa
lead monitor jantung.
Selang Makan (Dobbhoff Tubes)
 Kenapa selang ini digunakan
 Untuk tujuan pemberian nutrisi

 Penempatan/ pemposisian selang makan yang benar (Kotak 11-12)


 Posisi ujung selang makan yang ideal adalah pada duodenum atau jejunum, hal ini
ditujukan untuk mengurangi tingkat risiko aspirasi pasca pemberian makan
(Gambar. 11-22). Namun, pemposisian di dalam lambung sangatlah umum.
 Ujung selang Dobbhoff (DHT) dapat dikenali dari densitas linear metaliknya.
 Apakah anda tahu bahwa selang Dobbhoff tidak berasal dari nama seorang
penemunya, namun berasal dari gabungan nama kedua penemunya, yaitu Drs.
Dobbie dan Hoffmeister.

KOTAK 11-12. SELANG MAKAN (SELANG DOBBHOFF)


Posisi ujung selang yang ideal adalah pada duodenum, namun demikian, sebagian
besar dari petugas medis menempatkannya di dalam lambung.
Ujung selang dikenali oleh penanda metaliknya.
Jika secara tidak sengaja dimasukan kedalam trakea, maka ujung nya akan masuk
ke paru-paru.
Selalu lakukan pemeriksaan radiograf sebelum menggunakan selang untuk
pemberian makan.

GAMBAR 11-22. Selang Dobbhoff di dalam


duodenum. Jika diposisikan dengan benar,
ujung selang Dobbhoff haruslah berada di
duodenum untuk mengurangi tingkat risiko
aspirasi setelah proses pemberian makan. Ujung
selang dikenali dari ujung metaliknya (anak
panah putih solid). Selang Dobbhoff ini
memasuki lambung (anak panah hitam utuh),
berputar di sekitar sapuan duodenum (anak
panah hitam putus-putus), dan berakhir di
persimpangan antara bagian keempat duodenum
dan jejunum (anak panah putih utuh). Penempatan di lambung (bukan pada duodenum)
merupakan praktik yang umum terjadi. Perhatikan bahwa persimpangan EG biasanya
terletak di persimpangan hemidiafragma kiri dan sisi kiri tulang belakang toraks (sudut
kardiofrenia kiri) (anak panah hitam utuh).

 Kesalahan pemposisian selang makan dan komplikasi-komplikasinya


 Penempatan di trakea (bukan di kerongkongan) dapatlah memungkinkan ujung
selang untuk masuk ke paru-paru. Selalu lakukan pemeriksaan radiografi untuk
memastikan posisi yang benar sebelum memberikan makanan kepada pasien
(Gambar. 11-23).
 Perforasi esofagus oleh kawat pemandu merupakan satu komplikasi yang jarang
terjadi.
 Setelah kawat pemandu diangkat, kawat
pemandu tidak akan dimasukan kembali

GAMBAR 11-23. Selang Dobbhoff di bronkus lobus


bawah kiri dan kanan. Pada kasus ini, selang
Dobbhoff secara tidak sengaja memasuki trakea (anak panah hitam putus-putus),
memasuki bronkus lobus kiri bawah (anak panah putih putus-putus), dan kemudian
menggulung dengan sendirinya (anak panah hitam utuh) untuk melintasi garis tengah dan
berakhir di kanan bawah lobus bronkus (anak panah putih utuh). Sangatlah penting untuk
melakukan pemeriksaan konfirmasi dengan modalitas radiograf sebelum menggunakan
selang untuk memberikan makan.
POIN-POIN PENTING UNTUK DIPELAJARI DI RUMAH
Memahami Penempatan Selang Yang Tepat Beserta Risiko
Komplikasi-Komplikasinya: Radiologi Perawatan Kritis

Selang Posisi yang benar


Selang endotrakeal (ETT) Ujungnya berjarak 3-5 cm dari karina; setengah
jalan adalah antara klavikula media dan karina
Ujung selang trakeostomi Setengah jalan antara stoma dan carina
Kateter vena sentral (CVC) Ujung pada vena cava superior/ atas
Kateter sentral yang dimasukkan Ujung pada vena cava superior/ atas
secara periferi (PICC)
Kateter Swan-Ganz Ujungnya pada arteri paru kanan atau kiri
proksimal, dalam 2 cm hilum
Kateter lumen ganda (Quinton) Ujungnya baik pada vena cava superior atau
atrium kanan (atau keduanya), tergantung pada
tipe kateter
Selang penyaliran pleura (Chest Tube) Anterosuperior untuk pneumotoraks;
posteroinferior untuk efusi pleura
Alat pacu jantung Ujung pada apeks ventrikula kanan; lainnya pada
atrium kanan dan/ atau sinus koroner
Implan Defribilator jantung otomatis Satu lead ada pada vena cava superior; yang
(AICD) lainnya pada ventrikula kanan/ atau sinus
koroner
Pompa balon intraortik (IABP) Ujungnya berjarak sekitar 2 cm dari atas arka
aortik pada aorta toraks desenden
Selang nasogastrik (Levin) (NGT) Ujungnya pada lambung, berjarak 10 cm dari
persimpangan esofagogastrik
Selang makan (Dobbhoff) (DHT) Idealnya, ujungnya berada pada duodenum,
namun pada kenyataannya, banyak yang
ditempatkan di dalam lambung

eGambar 11-1 Penggantian katup


aorta. A, Terdapat satu katup
prostetik yang menutupi tulang
belakang dan berorientasi secara
oblik/ miring ke arah katup aorta (diandai dengan lingkaran hitam). B, Selang yang ditarik
diantara karina dan sulkus kardiofrenikus anterior (garis warna merah) dapat membantu
dalam pengidentifikasian lokasi katup prostetik; katup aorta (A) (lingkaran putih) berada
di atas selang dan area katup katup mitral (M) di bawah selang.

eGAMBAR 11-2. Penggantian


katup mitral dan trikuspid. Katup
trikuspid berorientasi hampir vertikal
pada tampilan depan (anak panah
putih di Gambar A) dan berorientasi
anterior pada tampilan lateral (anak
panah hitam di Gambar B). Katup
mitral biasanya ditemukan di sebelah
kiri tulang belakang pada tampilan depan (anak panah hitam di Gambar A) dan berposisi
posterior pada tampilan lateral (anak panah putih di Gambar B). Anda dapat melihat
adanya pelebaran atrium kiri yang membesar (garis hitam putus-putus) pada pasien ini
yang mengalami stenosis mitral parah. Terdapat satu lead alat pacu jantung epikardial
yang terlihat pada gambar, yang teridentifikasi oleh bentuk yang seperti pembuka tutup
botol (lingkaran hitam).

eGAMBAR 11-3. Penggantian


katup paru. Katup paru (lingkaran
hitam pada tampilan depan di
Gambar [A] dan lingkaran putih
pada tampilan lateral di Gambar [B])
tidaklah dapat diganti sesering
penggantian katup aorta atau mitral.
Indikasi yang paling umum untuk
penggantian katup paru bedah adalah kondisi regurgitasi paru (dengan atau tanpa
stenosis), dilatasi ventrikel kanan, dan aritmia. Sekarang ini, beberapa katup dapat diganti
melalui pelepasan berbasis kateter tanpa melakukan pembedahan.
eGAMBAR 11-4. Alat bantu ventrikular kiri
(LVAD). Alat bantu sirkulasi mekanis yang
diimplankan-melalui-penanganan-bedah pada pasien
yang menderita gagal jantung parah (yang sulit
ditangani melalui penggunaan obat-obatan) saat ini
sudah dapat digunakan sebagai alternatif permanen
pengganti transplantasi jantung. Alat yang
ditampilkan di sini adalah HeartMate. Pompa
diimplankan pada rongga praperitoneal atau rongga
peritoneum di bawah jantung (anak panah putus-
putus). Alat ini merupakan pompa alir kontinyu tanpa adanya aksi denyut; dengan
demikian, pasien yang mendapatkan implan alat tersebut tidaklah akan memiliki denyut
nadi yang dapat diraba. Kanula aliran-ke-dalam dianastomosiskan ke ujung ventrikel kiri
(anak panah utuh). Kanula aliran-ke-luar terpasang pada aorta asenden (anak panah putus-
putus). Unit ini dapat berjalan dengan baterai atau daya eksternal.

EFIGURE 11-5. Pompa Impella. Modalitas ini


adalah satu pompa bantuan ventrikel kiri yang
dimasukkan dengan kateter. Pompa dapat
dimasukkan melalui arteri femoralis, ke aorta
desenden (anak panah hitam), melintasi katup aorta
(anak panah putih), dan ke ventrikel kiri. Pompa ini
menarik darah pada katup aortik. Seperti halnya
pompa balon kaunterpulsasi intra-aortik (IABP),
pompa ini biasanya digunakan untuk dukungan
sirkulasi sementara pada para pasien yang
mengalami renjat kardiogenik pasca penanganan bedah jantung dan yang tidak dapat
merespon terapi dengan medikasi standar.

eGAMBAR 11-6. Klip oklusi


atrium kiri (sisi frontal [A] dan
lateral [B]). Klip (lingkaran putih
di gambar [A] dan anak panah putih di gambar [B]) dapat digunakan pada pasien yang
mengalami fibrilasi atrium, hal ini karena sumber dari 90% trombus adalah disebabkan
oleh aritmia. Klip (lingkaran dan panah) diaplikasikan selama pembedahan ke permukaan
luar apendase atrium kiri dan ditujukan untuk secara permanen mengoklusi bukaan ke
apendase pada pangkalnya, sehingga dapat mencegah darah untuk memasuki kantong
yang ditrabekulasi.

eGAMBAR 11-7. Perekam loop implan (tanda


lingkaran). Alat ini merupakan pemonitor
elektrokardiografik subkutan yang menyimpan data
EKG secara otomatis sebagai respons terhadap kelainan
ritme jantung spesifik atau sebagai respons terhadap
pasien yang mengaktifkannya. Alat ini utamanya
digunakan untuk diagnosis para pasien yang sering
mengalami pingsan atau palpitasi tanpa diketahui
penyebabnya; untuk pemonitoran pasien jangka panjang
yang menderita (atau yang diduga menderita) fibrilasi
atrial; dan untuk pengidentifikasian risiko pada para pasien yang pernah mengalami
infarksi miokardium.

eGAMBAR 11-8. Stent arteri


koroner. Terdapat satu stent di
arteri koroner desenden anterior kiri
(anak panah putih dan hitam). Tidak
semua stent akan terlihat pada foto
toraks, dan banyak dari stent
bioabsorbable (yang dapat diserap
oleh jaringan tubuh) yang tidak akan dapat terlihat pada pemeriksaan radiografi.
Kebanyakan dari stent arteri koroner yang lebih baru dapat terlihat melalui pemeriksaan
MRI, namun pemeriksaan MRI biasanya dilakukan setelah tidak dapat diperiksa melalui
penggunaan radiograf konvensional.
eGAMBAR 11-9. Expander/ pembesar
jaringan. Pasca mastektomi, pembesar jaringan
sementara yang berisi salin dimasukkan di
bawah kulit dan otot payudara (port ditunjukkan
oleh anak panah) dan secara perlahan
diinflasikan dengan salin tambahan. Setelah
beberapa bulan, pembesar pun diangkat, dan
pasien pun dapat mendapatkan penanganan
rekonstruksi jaringan atau insersi implan
payudara permanen. Pembesar jaringan ini akan memungkinkan kesesuaian dan tekstur
kulit dengan payudara di sampingnya tanpa meninggalkan bekas luka yang signifikan.

eGAMBAR 11-10. PEG


(gastrostomi endoskopik
perkutan) (intraluminal
dan ekstraluminal). Selang
PEG digunakan untuk
pemberian nutrisi enteral
pasien jangka panjang,
bukan untuk gastrostomi.
Untuk menentukan apakah selang PEG berposisi secara tepat (atau tidak) di lokasi
intraluminal, sedikit kontras (yang dapat larut dengan air) pun diinjeksikan, yang
terkadang dibantu dengan panduan fluoroskopi. A, Balon retensi selang PEG (anak panah
hitam utuh) terinflasi/ menggembung pada lambung (S). Semua kontras yang digunakan
adalah bersifat intraluminal (berada di dalam lumen) dan keluar dari lambung ke
duodenum. B, Injeksi kontras ke dalam selang PEG lain dapat menunjukkan bahwa semua
kontras adalah ekstraluminal (berada di luar lumen) pada rongga peritoneal (anak panah
putih). Kontras dapat menunjukkan permukaan eksternal usus kecil yang terisi udara (anak
panah hitam putus-putus).

Anda mungkin juga menyukai