Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

GANGGUAN CEMAS MENYELURUH

Oleh :
Muhammad Dony Hermawan, S.Ked J510185089

Dyah Fitriyana Sari, S.Ked J510185109

Moch Iqbal Maulana, S.Ked J510185110

Nur Aida Oktasari, S.Ked J510185111

Fairuz Majid, S.Ked J510185115

Pembimbing :
dr. Wahyu Nur Ambarwati, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK UMUM ILMU KEDOKTERAN JIWA

RSJD DR. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2018

1
REFERAT
GANGGUAN CEMAS MENYELURUH

Yang diajukan oleh :

Muhammad Dony Hermawan, S.Ked J510185089

Dyah Fitriyana Sari, S.Ked J510185109

Moch Iqbal Maulana, S.Ked J510185110

Nur Aida Oktasari, S.Ked J510185111

Fairuz Majid, S.Ked J510185115

Telah diajukan dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta,
pada hari.......................,tanggal ........... Oktober 2018.

Pembimbing

dr. Wahyu Nur Ambarwati, Sp.KJ (............................)

Dipresentasikan dihadapan

dr. Wahyu Nur Ambarwati, Sp.KJ (............................)

KEPANITERAAN KLINIK UMUM ILMU KEDOKTERAN JIWA

RSJD DR. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2018

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pendahuluan
Tiap manusia pasti mempunyai rasa cemas, rasa cemas ini terjadi pada
saat adanya kejadian atau peristiwa tertentu, maupun dalam menghadapi suatu
hal. Misalkan, orang merasa cemas, ketika tampil dihadapan banyak orang atau
ketika sebelum ujian berlangsung. Kecemasan yang dimiliki seseorng yang
seperti di atas adalah normal, dan bahkan kecemasan ini perlu dimiliki manusia.
Akan tetapi kecemasan berubah menjadi abnormal ketika kecemasan yang ada
di dalam diri individu menjadi berlebihan atau melebihi dari kapasitas
umumnya.
Individu yang mengalami gangguan seperti ini bisa dikatakan mengalami
anxiety disorder (gangguan kecemasan) yaitu ketakutan yang berlebihan dan
sifatnya tidak rasional. Seseorang dikatakan menderita gangguan kecemasan
apabila kecemasan ini mengganggu aktivitas dalam kehidupan dari diri individu
tersebut, salah satunya yakni gangguan fungsi sosial. Misalnya kecemasan yang
berlebihan ini menghambat diri seseorang untuk menjalin hubungan akrab antar
individu atau kelompoknya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Menurut Capernito (2001) kecemasan adalah keadaan individu atau
kelompok mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivitas
sistem saraf autonom dalam berespons terhadap ancaman yang tidak jelas,
nonspesifik. Kecemasan merupakan unsur kejiwaan yang menggambarkan
perasaan, keadaan emosional yang dimiliki seseorang pada saat menghadapi
kenyataan atau kejadian dalam hidupnya. (Rivai, 2000).
Kecemasan adalah perasaan individu dan pengalaman subjektif yang tidak
diamati secara langsung dan perasaan tanpa objek yang spesifik dipacu oleh
ketidaktahuan dan didahului oleh pengalaman yang baru (Stuart dkk, 1998).
Berdasarkan definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kecemasan
adalah perasaan yang tidak menyenangkan, tidak enak, khawatir dan gelisah.
Keadaan emosi ini tanpa objek yang spesifik, dialami secara subjektif dipacu
oleh ketidaktahuan yang didahului oleh pengalaman baru, dan dikomunikasikan
dalam hubungan interpersonal.
Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder)
merupakan salah satu jenis gangguan kecemasan dengan karakteristik
kekhawatiran yang tidak dapat dikuasai dan menetap, biasanya terhadap hal-hal
yang sepele/tidak utama. Individu dengan gangguan cemas menyeluruh akan
terus menerus merasa khawatir tentang hal-ha yang kecil/sepele.

B. Etiologi
1. Teori biologi

Area otak yang diduga terlibat pada timbulnya GWD adalah lobus
oksipitalis yang mempunyai reseptor benzodiazepine tertinggi di otak.
Basal ganglia, sistem limbic dan korteks frontal juga dihipotesiskan terlibat
pada etiologi timbulnya GWD. Pada pasien GWD juga ditemukan sistem
serotonergic yang abnormal.Neurotransmitter yang berkaitan dengan GWD
adalah GABA, serotonin, norepinefrin, glutamate, dan kolesistokinin.

4
Pemeriksaan PET ( positron Emission Tomography ) pada pasien GWD
ditemukan penurunan metabolisme di ganglia basal dan massa putih otak.

2. Teori genetik

Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan genetic


pasien GWD dan gangguan depresi mayor pada pasien wanita. Sekitar 25%
dari keluarga tingkat pertama GWD juga menderita gangguan yang sama.
Sedangkan penelitian pada pasangan kembar didapatkan angka 50% pada
kembar monozigotik dan 15% pada kembar dizigotik.

3. Teori psikoanalitik

Teori psikoanalitik menghipotesiskan bahwa anxietas adalah gejala


dari konflik bawah sadar yang tidak terselesaikan.Pada tingkat yang paling
primitive, anxietas dihubungkan dengan perpisahan dengan objek cinta.
Pada tingkat yang lebih matang lagi anxietas dihubungkan dengan
kehilangan cinta dari objek yang penting. Anxietas kastrasi berhubungan
dengan fase oedipal sedangkan anxietas superego merupakan ketakutan
seseorang untuk mengecewakan nilai dan pandangannya sendiri
(merupakan anxietas paling matang). Peran amigdala yang meningkatkan
respons takut tanpa rujukan apapun mengenai system memori, tujuan terapi
pada pasien anxietas bukan lah untuk menghilangkan semua ansietas tetapi
meningkatkan toleransi terhadap ansietas yaitu, kemampuan mengalami
ansietas dan menggunakannya sebagai sinyal untuk menyelidiki konflik
dasar yang telah menciptakannya. Ansietas muncul sebagai respons
terhadap berbagai situasi selama siklus kehidupan, dan upaya
menghilangkanya dengan cara psikofarmakologis mungkin tidak berfungsi
apapun dalam menyelesaikan situasi yang mencetuskan keadaan ansietas.

4. Teori kognitif-perilaku

Penderita GWD bersepons secara salah dan tidak tepat terhadap


ancaman, disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal negative
pada lingkungan, adanya distorsi pada pemrosesan informasi dan
pandangan yang sangat negative terhadap kemampuan diri untuk
menghadapi ancaman. Teori perilaku atau pembelajaran ansietas telah
menghasilkan beberapa terapi yang paling efektif untuk gangguan ansietas.
Menurut teori ini, ansietas adalah respons yang dipelajari terhadap stimulus
lingkungan spesifik.

Neurotransmiter

5
Tiga neurotransmitter utama yang terkait dengan ansietas berdasarkan
studi hewan dan respons terhadap terapi obat adalah norepinefrin, serotonin dan
gamma-aminobutyric acid. System saraf otonom pada sejumlah pasien dengan
gangguan ansietas, terutama mereka dengan gangguan panik menunjukan
peningkatan tonus simpatik, beradaptasi lambat terhadap stimulus berulang dan
berespons berlebihan pada stimulus sedang. Sel noradrenergic ini terletak pada
locus ceruleus di pins pars rostralis dan aksonya kearah korteks serebri, system
limbic, batang otak serta medulla spinalis. Eksperimen pada primate
menunjukan bahwa stimulasi pada locus ceruleus menghasilkan respon rasa
takut pada hewan, sedangkan ablasi pada area yang sama menghilangkan
kemampuan hewan membentuk respons takut. Serotonin terdapat banyak nya
reseptor serotonin dan diawali aktivitas antidepresan serotonergik memiliki efek
terapeutik pada sejumlah gangguan ansietas mengesankan bahwa kemungkinan
hubungan serotonin dengan ansietas. Badan sel sebagian besar neuron
serotonergic terletak di raphe nuclei di batang otak pars rostralis dan
menyalurkan impulsnya ke korteks serebri, system limbic (amigdala dan
hipokampus), serta hipotalamus.
Gamma-aminobutyric acid atau GABA
Dalam gangguan cemas paling kuat di dukung oleh efektivitas
benzodiazepine yang tidak meragukan, yang meningkatkan aktivitas GABA di
reseptor GABAA, di dalam terapi beberapa jenis gangguan ansietas. Walaupun
bebzodiazepin potensi rendah paling efektif untuk gejala gangguan cemas
menyeluruh, benzodiazepine potensi tinggi seperti alprazolam efektif dalam
terapi gangguan panik. Pada studi menemukan bahwa gejala system saraf
otonom pada gangguan ansietas dicetuskan ketiga agonis kebalikan
benzodiazepine beta-karbolin 3 asam karboksilat (BCCE) diberikan. Antagonis
benzodiazepine, flumazenil menyebabkan serangan panik berat yang sering pada
pasien dengan gangguan panik
C. Gambaran Klinis
Gambaran klinis bervariasi, diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh
ditegakkan apabila dijumpai gejala-gejala antara lain keluhan cemas,

6
khawatir, was-was, ragu untuk bertindak, perasaan takut yang berlebihan,
gelisah pada hal-hal yang sepele dan tidak utama yang mana perasaan
tersebut mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya, sehingga
pertimbangan akal sehat, perasaan dan perilaku terpengaruh. Selain itu
spesifik untuk Gangguan Kecemasan Menyeluruh adalah kecemasanya
terjadi kronis secara terus-menerus mencakup situasi hidup (cemas akan
terjadi kecelakaan, kesulitan finansial), cemas akan terjadinya bahaya, cemas
kehilangan kontrol, cemas akan`mendapatkan serangan jantung. Sering
penderita tidak sabar, mudah marah, sulit tidur.
Tabel 1. Gejala-gejala Gangguan Cemas Menyeluruh :
Ketegangan Motorik 1. Kedutan otot/ rasa gemetar
2. Otot tegang/kaku/pegal
3. Tidak bisa diam
4. Mudah menjadi lelah
Hiperaktivitas Otonomik 5. Nafas pendek/terasa berat
6. Jantung berdebar-debar
7. Telapak tangan basah/dingin
8. Mulut kering
9. Kepala pusing/rasa melayang
10. Mual, mencret, perut tak enak
11. Muka panas/ badan menggigil
12. Buang air kecil lebih sering
Kewaspadaan berlebihan dan 13. Perasaan jadi peka/mudah ngilu
Penangkapan berkurang 14. Mudah terkejut/kaget
15. Sulit konsentrasi pikiran
16. Sukar tidur
17. Mudah tersinggung

7
D. Diagnosis
1. Pedoman Diagnostik Menurut PPDGJ III.
 Penderita harus menunjukkan kecemasan sebagai gejala primer yang
berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa
bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi
khusus tertentu saja (“free floating” atau “mengambang”.
 Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :
a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung
tanduk, sulit konsentrasi)
b) Ketegangan motoric (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat
santai)
c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat).
Overaktivitas otonomik (berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak
nafas, keluhan kembung, pusing kepala, mulut kering, tung berdebar-
debar, sesak nafas, keluhan kembung, pusing kepala, mulut kering, dsb).
 Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk
ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatic berulang yang
menonjol.
 Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (beberapa hari),
khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama. Gangguan
anxietas menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria
lengkap dari episode depresi (F32), gangguan anxietas fobik (F40),
gangguan panic (F41.0), gangguan obsesif kompulsif (F42.)
2. Kriteria diagnostik gangguan cemas menyeluruh menurut DSMIV-TR
 Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir
setiap hari, sepanjang hari, terjadi sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah
aktivitas atau kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah).
 Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya.
 Kecemasan dan kekhawatiran disertai tiga atau lebih enam gejala berikut
ini (dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi

8
dibandingkan tidak terjadi selama 6 bulan terakhir). Catatan:hanya 1
nomor yang diperlukan anak :
1. Kegelisahan
2. Merasa mudah lelah
3. Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong
4. Iritabilitas
5. Ketegangan otot
6. Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan
tidak memuaskan)

 Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan aksis


I, misalnya kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang menderita
suatu serangan panik (seperti pada gangguan panik), merasa malu pada
situasi umum (seperti pada fobia sosial), terkontaminasi (seperti pada
gangguan obesif kompulsif), merasa jauh dari rumah atau sanak saudara
dekat (seperti gangguan cemas perpisahan), penambahan berat badan
(seperti anoreksia nervosa), menderita keluhan fisik berganda (seperti
pada gangguan somatisasi), atau menderita penyakit serius (seperti pada
hipokondriasis) serta cemas dan kekhawatiran tidak terjadi semata mata
selama gangguan stress pascatrauma.
 Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan
yang bermakna secara klinis, atau gangguan pada fungsi
social,pekerjaan, atau fungsi penting lain.
 Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari
suatu zat (misalnya penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medis
umum (misalnya hipertiroidisme), dan tidak terjadi semata-mata selama
suatu gangguan mood, gangguan psikotik, atau gangguan perkembangan
pervasif.
3. Kriteria diagnostik gangguan cemas menyeluruh menurut DSM V.
Ansietas dan kekhawatiran berlebihan (perkiraan yang menakutkan), terjadi
hampir setiap hari selama setidaknya 3 bulan (atau lebih), mengenai dua

9
(atau lebih) kejadian atau aktivitas (Keluarga, kesehatan, finansial, bekerja
atau bersekolah).
a. Ansietas dan kekhawatiran dikaitkan dengan satu (atau lebih) dari gejala
berikut:
 Gelisah atau merasa terperangkap atau terpojok.
 Otot tegang.
b. Ansietas dan kekhawatiran menyebabkan kecenderungan perubahan
kepribadian ditunjukkan dengaan satu (atau lebih) dari:
 Ditandai dengan menghindar dari kejadian atau aktivitas yang
berpotensi negative
 Ditandai dengan waktu dan usaha mempersiapkan kemungkinan hasil
negatif dari suatu kejadian atau aktivitas
 Ditandai dengan penundaan dalam perilaku atau membuat keputusan
karena kekhawatiran
 Berulang kali mencari kepastian karena kekhawatiran

E. Diagnosis Banding
1. Penyakit organik → anxietas Penyalahgunaan obat tertentu (amphetamin,
caffein).
Gangguan cemas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat kondisi
medis umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan zat.
Diperlukan pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah, elektrokardiofgrafi,
dan tes fungsi tiroid.
2. Penghentian obat (withdrawal) : alkohol, obat sedatif hipnotik dan anxiolitika.
Klinis harus menyingkirkan adanya intoksikasi kafein, penyalahgunaan
stimulansia, kondisi putus zat atau obat seperti alcohol, hipnotik-sedatif, dan
anxiolitik.
3. Ggn panik, ggn fobik, atau ggn obsesif kompulsif, & ggn depresif berat
Gangguan psikiatrik lain yang merupakan diagnosis banding Gangguan
Cemas Menyeluruh adalah gangguan panik, fobia, gangguan obsesif
kompulsif, hipokondriasis, gangguan somatisasi, gangguan penyesuaian

10
dengan kecemasan, dan gangguan kepribadian. Membedakan Gangguan
Cemas Menyeluruh dengan gangguan depresi dan distimik tidak mudah, dan
gangguan-gangguan ini seringkali bersama-sama dengan Gangguan Cemas
Menyeluruh.

F. Tatalaksana
1. Terapi
Terapi yang paling efektif untuk gangguan ansietas menyeluruh adalah
terapi yang menggabungkan pendekatan psikoterapeutik dan
farmakoterapeutik. Terapi ini dapat memakan waktu yang cukup lama bagi
klinisi yang terlibat, baik bila klinisi tersebut adalah seorang psikiater, dokter
keluarga atau spesialis lain.

2. Farmakoterapi:
a. Benzodiazepine
Benzodiazepin secara luas digunakan untuk managemen ansietas
dan mengontrol panic attacks. Bisa juga digunakan dalam terapi jangka
panjang untuk generalize anxiety disorder (GAD). Gejala ansietas dapat
dikurangi dengan pemberian benzodiazepine.
Benzodiazepin dapat menyebabkan gangguan kognitif teruatama
pada penggunaan jangka panjang. Pemberian dosis benzodiazepin dimulai
dari dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respon terapi. Lama
pengobatan rata-rata adalah 2-6 minggu, dilanjutkan dengan masa
tapering off selama 1-2 minggu sebab penghentian benzodiazepine secara
tiba-tiba dapat menimbulkan gejala putus zat.
b. Buspiron
Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih
efektif dalam memperbaiki gejala kognitif dibanding gejala somatic pada
GAD. Tidak menyebabkan withdrawal. Kekurangannya adalah efek
klinisnya baru terasa 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita GAD

11
yang sudah menggunakan benzodiazepine tidak akan memberikan respon
yang baikdengan buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara
benzodiazepine dengan buspirone kemudian dilakukan tapering
benzodiazepine setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi buspirone sudah
mencapai maksimal.
c. SSRI (Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor)
SSRI menjadi lini pertama dalam pengobatan farmakoterapi pada
gangguan mood dan ansietas. Terapi awal SSRI dapat memberikan efek
seperti meningkatnya ansietas, rasa gelisah, gementar dan agitasi. Oleh
karena itu pemberian initial dose harus diberikan dalam dosis kecil,
kemudian meningkat secara perlahan. Terapi dosis inisial rendah
diberikan selama 3 hingga 7 hari, kemudian peningkatan dosis dilakukan
perlahan tergantung dari toleransi tiap individu hingga mencapai standar
dosis terapi rumatan. Obat diberikan selama 3 sampai 6 bulan atau lebih,
tergantung kondisi individu agar kadarnya stabil dalam darah sehingga
mencegah kekambuhan.
Efek samping yang paling sering ditimbulkan SSRI antara lain
adalah sakit kepala, irritable, mual serta gangguan gastrointestinal
lainnya, insomnia, disfungsi seksual, meningkatnya ansietas, rasa kantuk
dan tremor. Dilihat dari efek sampingnya, SSRI lebih aman dibandingkan
antidepresan jenis lain seperti TCA (Tricyclic Antidepressan) dan MAO
(Monoamine Oxidase Inhibitor ).
Dosis pemberian obat SSRI sebaiknya diturunnkan secara perlahan
(tapering) apabila pengobatan akan dihentikan, minimal 7 hingga 10 hari
sebelum menghentikan pengobatan. Terapi SSRI yang dihentikan secara
tiba-tiba dapat menyebabkan discontinuation syndrome pada sistem
neurosensorik (parestesia, shock-like reaction, mialgia), gastrointestinal
(mual, diare), neurophsyciatric (cemas, irritable), vasomotor (berkeringat)
dan berbagai manifestasi lainnya seperti insomnia, pusing, sakit kepala
serta rasa lelah. Apabila terjadi gejala diskontinuitas tersebut, maka terapi

12
SSRI diberikan kembali sesuai dosis terakhir diberikan selama beberapa
hari diikuti penurunan dosis secara perlahan.
Pada kasus gangguan cemas menyeluruh, SSRI jenis sertraline dan
paroxetine merupakan pilihan yang lebih baik daripada
fluoksetin.Pemberian fluoksetin dapat meningkatkan anxietas sesaat.
SSRI selektif terutama pada pasien GAD dengan riwayat depresi:
I. Paroksetin
Paroksetin memiliki efek sedative dan membuat pasien lebih tenang.
Pemberian dimulai pada dosis kecil dan dititrasi meningkat secara
perlahan. Pemberian awal 5 sampai 10 mg per hari selama 1 sampai 2
minggu pertama kemudian dosisnya ditiingkatkan 10 mg setiap 1
sampai 2 minggu hingga dosis maksimum 60 mg. Apabila sedasi tidak
dapat ditoleransi, dosis diturunkan kembali hingga 10 mg per hari dan
diganti fluoxetine 10 mg per hari dan dititrasi meningkat.
II. Sertralin
Sertralin merupakan penghambat ambilan (reuptake) serotonin 5-HT
yang poten dan spesifik pada Central Nervous System (CNS) neuronal
sehingga meningkatkan konsentrasi serotonin 5-HT pada synaptic
cleft. Dosis rumatan 100-200 mg/hari.

3. Terapi Nonfarmakologis (Psikoterapi)


Psikoterapi merupakan terapi atau pengobatan yang menggunakan cara-
cara psikologis, yang dilakukan oleh seseorang yang terlatih khusus yang
menjalin hubungan kerjasama secara professional dengan seseorang pasien
dengan tujuan untuk menghilangkan, mengubah, atau menghambat gejala-
gejala dan penderitaan akibat penyakit. Psikoterapi dilakukan dengan
wawancara atau interview. Hal yang terpenting dalam wawancara adalah
tujuan teraupetik dan penegakan diagnosis yang diperoleh dengan menjalin
hubungan interpersonal yang baik dari waktu ke waktu setiap kali wawancara
dilakukan.
i. Terapi kognitif perilaku

13
Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali
distorisi kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatic
secara langsung. Teknik utama yang digunakan pada pendekatan
behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.
ii. Terapi suportif
Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi yang ada
dan belum nampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal
dalam fungsi social dan pekerjaannya.
iii. Psikoterapi berorientasi tilikan
Terapi ini mengajak pasien untuk mencapai penyingkapan konflik bawah
sadar, memiliki egostrength, relaksasi objek, serta keutuhan diri pasien.
Dari pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapi
dapat memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah untuk menjadi
lebih matur, bila tidak tercapai, minimal kita memfasilitasi agar pasien
dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.

G. Prognosis
 Berjalan kronis, gejala dapat berkurang saat pasien bertambah tua
 Seiring waktu, depresi sekunder bisa terjadi jika kondisinya tidak ditangani
 Dengan pengobatan, prognosisnya bagus. Lebih dari 70% pasien membaik
dengan terapi farmakologi, paling baik bila dikombinasikan dengan
psikoterapi

14
DAFTAR PUSTAKA

Adiwena, Nuklear. 2007. Anxietas. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas


Islam Indonesia.

Eldido. Anxiety Disorder; Tipe-tipe dan Penanganannya. 20 Oktober 2008Fauci,


A. S, Dennis, L. K, dkk. Heart Failure and Cor Pulmonale. Dalam
Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th ed. United States of
America. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008; 217-244

Kaplan, H., Sadock, Benjamin. 1997. Gangguan Kecemasan dalam Sinopsis


Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi ke-7 Jilid 2.
Jakarta: Bina Rupa Aksara. Hal. 1-15

Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III.


Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika
Atmajaya. Hal. 72-75

Maslim, Rusdi. 2007. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya. Hal. 12

Tomb, D. A. 2000. Buku Saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal. 96-110Rich S
et al. Pulmonary Hypertension. Dalam Braunwald E, Heart Disease: A Text
Book of Cardiovascular Medicine 7th ed. Philadelphia. Elsevier Saunders.
2005; 1807-42

Yates, W. R. 2008. Anxiety Disorders. Update August 13, 2008.


www.emedicine.com.

15

Anda mungkin juga menyukai