PENDAHULUAN
BAB II. TINJAUAN TEORI
HIV merupakan suatu virus yang apabila masuk dalam tubuh manusia dapat
melemahkan bahkan dapat mematika sel darah putih, dimana sel darah putih berfungsi
sebagai pertahan tubuh manusia dalam melawan virus dan bakteri yang dapat
menyebabkan penyakit.Selain itu, virus HIV dapat memperbanyak diri yang lama-
lama dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh manusia. Apabila tubuh manusia
terinfeksi HIV dalam kurun waktu 5-10 tahun dan tidak mengkonsumsi ARV maka
kemungkinan akan mengalami gejala infeksi oportunistik yang disebut dengan AIDS
(Kemenkes RI, 2018).
2.2 ODHA
ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) didefinisikan sebagai seseorang yang telah
terinfeksi oleh virus HIV atau yang telah mulai menampakkan satu atau lebih gejala
AIDS. Rentang waktu dari seseorang terinfeksi sampai muncul gejala klinis bisa
sangat bervariasi antara 8 sampai 10 tahun, yang disebut sebagai masa inkubasi, yang
dalam terminologi penyakit HIV/AIDS biasa disebut juga sebagai window period
(Klatt, 2006).
Waktu munculnya gejala bisa saja terjadi lebih cepat (kurang dari 2 tahun)
atau lebih lama (lebih dari 10 tahun). Klatt (2006) mengatakan bahwa sekitar 10%
orang yang terinfeksi virus HIV akan berkembang menjadi AIDS dalam waktu 2
sampai 3 tahun, dan sekitar 10% pengidap HIV tidak akan berkembang menjadi AIDS
bahkan setelah 10 tahun.
Untuk membuktikan bahwa seseorang telah terinfeksi HIV, harus dilakukan
pemeriksaan atau tes HIV, yang biasa dilakukan menggunakan metode pengujian
Western Bolt yang bisa mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan mulut,
darah kering, maupun urine pasien. Sebelum dan setelah melakukan tes HIV,
seseorang harus mendapatkan penyuluhan (konseling).Tes HIV tidak boleh dilakukan
tanpa adanya persetujuan dan berdasarkan informasi lengkap (informed consent) dari
yang bersangkutan (Klatt, 2006).
1. Tingkat individu: meningkatkan kesadaran akan stigma dan diskriminasi pada tingkat
individu khususnya pada petugas kesehatan melalui peningkatan pengetahuan yang
komprehensif.
2. Tingkat lingkungan: pelaksanaan program perlu memastikan bahwa petugas
kesehatan memiliki informasi yang mudah diakses, kelengkapan peralatan yang
dibutuhkan untuk pencegahan umum (universal precaution/UP) dan pencegahan
penularan HIV melalui kerja.
3. Tingkat kebijakan: perlu dikembangkan kebijakan yang melindungi keselamatan dan
kesehatan pasien, serta petugas kesehatan sendiri untuk menghindari terjadinya
diskriminasi terhadap ODHA.
4.1 Kesimpulan
Stigma merupakan bentuk prasangka yang mendiskreditkan atau menolak
seseorang atau kelompok karen amereka dianggap berbeda dengan diri kita atau
kebanyakan orang. Stigma dan diskriminasi HIV/AIDS pada fasilitas kesehatan
menjadi hambatan dalam kemajuan upaya pencegahan epidemi HIV dan bahkan dapat
menurunkan intervensi untuk mereduksi penyebaran infeksi HIV. Karena stigma pada
ODHA akan menyebabkan ODHA enggan untuk berkonsultasi, menolak
mendapatkan pelayanan kesehatan serta takut untuk membuka status. Stigma dan
diskriminasi yang dilakukan oleh petugas kesehatan pada dasarnya disebabkan karena
masih rendahnya pengetahuan komprehensif tentang HIV dan AIDS dan masih
tingginya anggapan di masyarakat bahwa HIV berkaitan dengan perilaku yang amoral
atau tidak patut. Oleh karena itu, pengukuran stigma terkait HIV di antara petugas
kesehatan menjadi hal yang sangat penting, sehingga pemegang kebijakan dan
pimpinan fasilitas kesehatan dapat membuat pertimbangan khusus dalam perumusan
strategi untuk mengatasi sikap petugas kesehatan.
4.2 Saran
Stigma dan diskriminasi oleh petugas kesehatan pada ODHA dapat
memunculkan dampak yang negatif pada kualitas hidup mereka, setiap pelayanan
kesehatan perlu merumuskan strategi pelatihan seperti apa yang efektif untuk
merubah stigma tinggi yang terjadi pada ODHA di kalangan petugas kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Infodantin.2016. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI Situasi Penyakit HIV
AIDS di
Indonesia.www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/Infodatin%20AI
DS.pdf. [Diakses pada tanggal 10 April 2019]
Kemenkes RI. 2018. Hari AIDS sedunia, Momen STOP Penularan HIV : Saya Berani, Saya
Sehat. http://www.depkes.go.id/article/view/18120300001/hari-aids-sedunia-momen-
stop-penularan-hiv-saya-berani-saya-sehat-.html. [Diakses pada tanggal 10 April 2019].
Ardhiyanti, yulrina., Lusiana, Novita., Megasari, Kiki. 2015. Bahan Ajar AIDS Pada Asuhan
Kebidanan. Yogyakarta. CV. Budi Utama
Eka, dkk .2012. Stigma dan Diskriminasi Terhadap ODHA di Kota Bandung. Bandung :
UNPAD
Berger, B. E., Ferrans, C. E., & Lashley, F. R. (2014).Measuring stigma in people with HIV:
psychometric assessment of the HIV stigma scale.Research in nursing & health, 24(6),
518-529.
Hoffart, S., Ibrahim, G. M., Lam, R. A., Minty, E. P., Theam, M., & Schaefer, J. P. (2015).
Medical students’ attitudes towards treating patients with HIV: a 12-year follow-up
study. Medical teacher, 34(3), 254-254.
Van Dyk, A. C. (2008). HIVAIDS Care & Counselling, 4th edition: Pearson Education South
Africa.
De Villiers, L., & Ndou, N. (2008).South African professional nurses' experiences of caring
for HIV/AIDS patients.Africa Journal of Nursing and Midwifery, 10(1), 5-21.
Mahendra VS, et al. 2006. Reducing stigma and discriminationin hospital : positive findings
from India. Horizons Research Summary.
Li Li PD, Zunyou Wu, Ph.D., Sheng Wu, M.S., Yu Zhaoc, Ph.D., Manhong Jia, M.D.,, and
Zhihua Yan MS. 2007. HIV-Related Stigma in Health Care Settings: A Survey of
Service Providers in China. NIH Public Access Author Manuscript. 21(10): 753– 762.
doi:10.1089.
Kristi L,dkk. HIV-Related Stigma among Healthcare Providers in the Deep South.
doi:10.1007/s10461-015-1256-y.
Stringer, K.L., Bulent, T., Lisa, M.C., Modupeoluwa, D., Laura, N., Mirjam, C.K.,
Bronwen, L., Janet, M.T. 2016.HIV-Related Stigma among Healthcare
Providers in the Deep South.AIDS Behavioural. 20 (1): 115-125
Wilandika A. 2019. Penilaian Stigma Petugas Kesehatan Pada Orang Dengan HIV/AIDS
(ODHA) Pada Salah Satu Puskesmas Di Bandung. Volume 10 (1)
Perwira, I. 2016. Bagaimana Menciptakan Layanan Kesehatan Yang Bebas Stigma Dan
Diskriminasi. http://www.kebijakanaidsindonesia.net/id/artikel/artikel-tematik/1473-
bagaimana-menciptakan-layanan-kesehatan-yang-bebas-stigma-dan-diskriminasi
[Diakses pada 9 April 2019]