Anda di halaman 1dari 17

PENCEGAHAN TRANSMISI HIV : ARV DAN SIRKUMSISI

KEPERAWATAN HIV AIDS

oleh
Kelompok 8
Kelas B 2016

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


PROGRAM SRUDI SARJANA KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
PENCEGAHAN TRANSMISI HIV : ARV DAN SIRKUMSISI

KEPERAWATAN HIV AIDS


Disusun untuk melengkapi tugas Mata Kuliah Keperawatan HIV AIDS dengan
Dosen Pengampu Ns. Ahmad Rifai, S.Kep, M.S

oleh
Nova Febriani N. NIM 162310101066
Audrei Jody T. NIM 162310101076
Tania Lestari NIM 162310101090
Wulan Dinni K. NIM 162310101097

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


PROGRAM SRUDI SARJANA KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah Keperawatan HIV AIDS
dengan judul “Pencegahan Transmisi HIV : ARV dan Sirkumsisil”. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan HIV AIDS pada
Fakultas Keperawatan Universitas Jember.

Dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada pihak
yang telah membantu menyelesaikan tugas ini diantarnya:

1 Ns. Ahmad Rifai, S.Kep, M.S, selaku penanggung jawab mata kuliah
Keperawatan HIV AIDS.
2 Ucapan terimakasih penulis kepada teman-teman yang telah mendukung.

Penulis juga menerima kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak,
khususnya bagi penulis dan pembacanya.

Jember, Maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................... 2
1.3 Tujuan .............................................................................. 2
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................. 2
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................ 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 4
2.1 Menjelaskan Masing-Masing Strategi Pencegahan
Penularan HIV Pada Level Nasional dan Global ........ 4
2.2 Menjelaskan Keefektifan dan Keberhasilan
Program ........................................................................... 5
2.2.1 ARV ........................................................................... 5
2.2.2 Sirkumsisi................................................................... 7
2.3 Menganalisis Kelemahan Program Yang Telah
Dijalankan........................................................................ 8
2.3.1 ARV ............................................................... 8
2.3.2 Sirkumsisi ...................................................... 9
2.4 Menjelaskan Kontribusi Perawat Pada Masing-
Masing Strategi/Program dan Inovasi Yang Bisa
Dilakukan ........................................................................ 9
BAB 3. PENUTUP ................................................................................. 11
3.1 Kesimpulan ...................................................................... 11
3.2 Saran ................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 13

iii
1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

HIV (Human Immunodeficiecy Virus) adalah retnovirus golongan RNA yang


menyerang sistem immune/kekebalan tubuh manusia. Penurunan sistem
kekebalan tubuh menyebabkan timbulnya AIDS. AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala tanda klinis pada
pengidap HIV akibat infeksi tumpangan (oportunistik) karena penurunan sistem
imun (Kemenkes, 2015).
Penyakit HIV/AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan
menjadi masalah global yang melanda dunia. Menurut data WHO (World Health
Organization) tahun 2012, penemuan kasus HIV (Human Immunodeficiency
Virus) di dunia pada tahun 2012 mencapai 2,3 juta kasus, dimana sebanyak 1,6
juta penderita meninggal karena AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
dan 210.000 penderita berusia di bawah 15 tahun (WHO, 2012).
Berdasarkan data Ditjen P2PL (Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan), statistik kasus HIV/AIDS yang dilaporkan dari tahun 2011-2012
mengalami peningkatan, yaitu pada tahun 2011 kasus baru HIV sebesar 21.031
kasus, kemudian meningkat menjadi 21.511 kasus pada tahun 2012. Begitu juga
dengan AIDS dari tahun 2011 sebanyak 37.201 kasus, meningkat menjadi 42.887
kasus pada tahun 2012. Proporsi faktor risiko penderita HIV/AIDS melalui
hubungan heteroseksual merupakan cara penularan dengan persentase tertinggi
sebesar 77,75%, diikuti oleh penasun atau injecting drug user (IDU) sebesar
9,16% dan dari ibu ke anak sebesar 3,76% (Kemenkes RI, 2012).
Jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun ke tahun di seluruh bagian dunia terus
meningkat meskipun berbagai upaya preventif terus dilaksanakan. Dari beberapa
cara penularan tersebut, masing-masing penularan memiliki risiko penularan
cukup besar. Oleh karena itu, penularan HIV harus diberi pengobatan agar
penyebaran mengalami perlambatan.
2

HIV tidak dapat disembuhkan karena tidak ada obat yang dapat sepenuhnya
menyembuhkan HIV/AIDS. Perkembangan penyakit dapat diperlambat namun
tidak dapat dihentikan sepenuhnya. Kombinasi yang tepat antara berbagai obat-
obatan antiretroviral dapat memperlambat kerusakan yang diakibatkan oleh HIV
pada sistem kekebalan tubuh dan menunda awal terjadinya AIDS.
Menurut World Health Organization (WHO) antiretroviral sudah digunakan
pada 46% pasien HIV di berbagai negara. Penggunaan ARV tersebut telah
berhasil menurunkan angka kematian terkait HIV/AIDS dari 1,5 juta pada tahun
2010 menjadi 1,1 juta pada tahun 2015. Antiretroviral selain sebagai antivirus
juga berguna untuk mencegah penularan HIV kepada pasangan seksual, maupun
penularan HIV dari ibu ke anaknya. Hingga pada akhirnya diharapkan
mengurangi jumlah kasus orang terinfeksi HIV baru di berbagai negara.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis menetapkan beberapa rumusan
masalah, diantaranya sebagai berikut :
1. Menjelaskan masing-masing strategi pencegahan penularan HIV pada
level nasional dan global ?
2. Menjelaskan keefektifan dan keberhasilan program ?
3. Menganalisis kelemahan program yang telah dijalankan ?
4. Menjelaskan kontribusi perawat pada masing-masing strategi/ program
dan inovasi yang bisa dilakukan ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami tentang strategi pencegahan
penularan HIV, dan mengetahui sejauh mana keefektifan,
keberhasilan, dan kekurangan pengobatan ARV pada pasien dengan
HIV/AIDS.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan masing-masing strategi pencegahan penularan HIV
pada level nasional dan global
2. Menjelaskan keefektifan dan keberhasilan program
3

3. Menganalisis kelemahan program yang telah dijalankan


4. Menjelaskan kontribusi perawat pada masing-masing strategi/
program dan inovasi yang bisa dilakukan
4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Menjelaskan Masing-Masing Strategi Pencegahan Penularan HIV Pada


Level Nasional dan Global
Di seluruh dunia terdapat 34 juta orang terinfeksi HIV dan sebanyak 50% di
antaranya adalah perempuan serta 2,1 juta adalah anak berusia kurang dari 15
tahun. Di Asia Tenggara, terdapat kurang lebih 4 juta orang dengan HIV. Menurut
laporan perkembangan HIV-AIDS WHO-SEARO 2011 sekitar 1,3 juta orang
(37%) perempuan terinfeksi HIV. Pada ibu hamil, HIV bukan hanya merupakan
ancaman bagi keselamatan jiwa ibu, tetapi juga merupakan ancaman bagi anak
yang dikandungnya karena penularan yang terjadi dari ibu ke bayinya. Lebih dari
90% kasus anak HIV, mendapatkan infeksi dengan cara penularan dari ibu ke
anak (mother to-child transmission). Penularan HIV dari ibu ke anak dapat
dicegah dengan menggunakan program pencegahan penularan HIV dari ibu ke
anak (PPIA), yang telah terbukti sebagai intervensi yang sangat efektif untuk
mencegah penularan HIV dari ibu ke anak. Pemerintah pusat melalui Peraturan
Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 51 tahun 2013 telah mengatur mengenai
pedoman pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak, dimana pedoman tersebut
merupakan acuan bagi tenaga kesehatan, pengelola program di Dinas Kesehatan,
kelompok profesi dan pemangku kepentingan yang terkait dengan pencegahan
penularan HIV dari ibu ke anak.
Penjabaran teknis lebih lanjut dari Permenkes No. 51 tahun 2013 yaitu dengan
dikeluarkannya surat edaran nomor G/Menkes/01/1/2013 yang menghimbau
kepada seluruh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dan direktur seluruh rumah
sakit indonesia melakukan upaya deteksi dini dan pencegahan penularan
HIV/AIDS dari ibu ke nak secara komprehensif dan berkesinambungan.
Kementrian Kesehatan dalam pelaksanaan rencana aksi yang dituliskan pada
Strategi dan Rencana Aksi Nasional (SRAN) pencegahan penularan HIV/AIDS
2010-2014 diperlukan kepemimpinan yang kuat baik di tingkat nasional maupun
5

didaerah. Kuatnya kepemimpinan ditandai dengan adanya komitmen politik untuk


menanggulangi masalah HIV dan AIDS di wilayahnya.
2.2 Menjelaskan Keefektifan dan Keberhasilan Program
2.2.1 ARV
Keberhasilan pengobatan Antiretroviral (ARV). Pengobatan
antiretroviral (ARV) merupakan terapi terbaik bagi pasien terinfeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) hingga saat ini. Tujuan utama
pemberian ARV adalah untuk menekan jumlah virus (viral load),
sehingga akan meningkatkan status imun pasien HIV dan mengurangi
kematian akibat infeksi oportunistik. Pada tahun 2015, menururt WHO
pengobatan dengan ARV sudah digunakan pada 46% pasien HIV di
berbagai negara. Penggunaan ARV tersebut telah berhasil menurunkan
angkakematian terkait HIV/AIDS dari 1,5 juta pada tahun 2010
menjadi 1,1 juta pada tahun 2015. Antiretroviral selain sebagai
antivirus juga berguna untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke
anaknya. Hingga pada akhirnya diharapkan mengurangi jumlah kasus
orang terinfeksi HIV baru di berbagai negara.
Obat ARV sudah disediakan secara gratis melalui program
pemerintah indonesia sejak tahun 2014 dan kini sudah tersedia di lebih
dari 400 layanan kesehatan seluruh indonesia. Saat ini ARV itu sendiri
terbagi dalam dua lini. Lini ke-1 atau lini pertama terdiri dari paduan
nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI) yang meliputi
zidovudin (AZT) atau tenofovir (TDF) dengan lamivudin (3TC) atau
emtricitabin (FTC) serta non-nucleoside reverse transcriptase
inhibitors (NNRTI) meliputi nevirapin (NVP) atau efavirenz (EFV).
Sementara itu, paduan lini ke-2 terdiri dari NRTI, serta ritonavir-
boosted protease inhibitor (PI) yaitu lopinavir/ritonavir. Lini ke-1 itu
sendiri terdiri dari kombinasi 2 NRTI dan 1 NNRTI, sedangkan lini 2
terdiri dari kombinasi 2 NRTI dan 1 PI.
Untuk mencapai berbagai tujuan pengobatan ARV, dibutuhkan
pengobatan ARV yang berhasil. Keberhasilan pengobatan pada pasien
6

HIV dinilai dari tiga hal, yaitu keberhasilan klinis, keberhasilan,


imunologis, dan keberhasilan virologis. Keberhasilan klinis adalah
terjadinya perubahan klinis pasien HIV seperti peningkatan berat
badan atau perbaikan infeksi oportunistik setelah pemberian ARV.
Keberhasilan imunologis adalah terjadinya perubahan jumlah limfosit
CD4 menuju perbaikan, yaitu naik lebih tinggi dibandingkan awal
pengobatan setelah pemberian ARV. Sementara itu, keberhasilan
virologis adalah menurunnya jumlah virus dalam darah setelah
pemberian ARV. Target yang ingin dicapai dalam keberhasilan
virologis adalah tercapainya jumlah virus serendah mungkin atau
dibawah batas deteksi yang dikenal sebagai jumlah virus tak terdeteksi
(undetectable viral load).
Kepatuhan minum obat merupakan faktor utama dalam mencapai
keberhasilan pengobatan infeksi virus HIV. Kepatuhan adalah minum
obat sesuai dosis, tidak pernah lupa, tepat waktu, dan tidak pernah
putus. Kepatuhan dalam meminum ARV merupakan faktor terpenting
dalam menekan jumlah virus HIV dalam tubuh manusia. Penekanan
jumlah virus yang lama dan stabil bertujuan agar sistem imun tubuh
tetap terjaga tinggi. Dengan demikian, orang yang terinfeksi virus HIV
akan mendapatkan kualitas hidup yang baik dan juga mencegah
terjadinya kesakitan dan kematian.
Perawatan ibu hamil sebelum melahirkan meliputi perawatan
tambahan yang dibutuhkan oleh seorang perempuan hamil sebagai
persiapan untuk kelahiran bayinya. Perawatan tersebut tidak sekedar
pengobatan dan pemeriksaan laboratorium. Perawatan ini termasuk
konseling dan penyediaan informasi kesehatan. Setiap perempuan yang
sedang hamil dengan kasus HIV sebaiknya secara sungguh-sungguh
mempertimbangkan memakai pengobatan ARV pada waktu hamil.
Pengobatan yang diberikan pada perempuan HIV positif yang sedang
hamil adalah sama seperti pengobatan pada perempuan dewasa yang
tidak hamil.
7

2.2.2 Sirkumsisi
Sirkumsisi berpengaruh baik terhadap IMS ataupun non IMS.
Sirkumsisi dapat mencegah terjadinya infeksi saluran kencing pada
laki-laki. Umumnya sirkumsisi menjadi tindakan medis untuk
mengatasi masalah atau kelainan bawaan pada alat kelamin laki-laki
seperti phimosis, paraphimosis dan halanitis. Pada laki-laki yang tidak
dikhitan akan berdampak pada kondisi atau kelembaban di area bawah
prepusium akan menjadi tempat yang cocok untuk proses replikasi
virus. Saat melakukan aktivitas seksual, daerah ini menjadi rawan utuk
terjadinya mikroabrasi dan menyebabkan peradangan, diskontuinas
mukosa, serta memberikan jalan masuk bagi organisme patogen.
Daerah prepusium mengandung banyak sel langerhans yang
merupakan sel target dari HIV itu sendiri (Fitria, 2014)
Professor Robert C. Bailey dari Universitas Iilionis megungkapkan
bahwa vaksin AIDS tidak pernah satu kali suntikan, harus diulang,
efektivitasnya dalam menekan penularan HIV belum mencapai 50%.
Sedangkan sirkumsisi hanya dilakukan satu kali seumur hidup dan
berlaku seterusnya dengan efektifitas penekanan transmisi sebesar
60%. Di Indonesia, premi untuk sirkumsisi tergolong murah. Prosedur
sirkumsisi dengan smart clamp berkisar dua ratus ribu rupiah dengan
luka yang langsung dapat mengering. Prosudur manual pun hanya
berkisar seratus ribu, hanya saja dengan luka yang tidak langsung
mengering. Harga tersebut tidak menjadi soal menhingat banyak yang
bisa didapat dari sunat. Sirkumsisi pada laki-laki termasuk strategi
prevalensi HIV yang paling efisien secara ekonomi di Afrika
subsahara. Sirkumsisi menghemat biaya dan menyelamatkan DALYs
(Disability Adjusted Life Years) dalam jumlah yang besar. Pada
daerah dengan angka infeksi HIV 25%, program sirkumsisi untuk
seluruh laki laki yang memenuhi syarat, tiap seribu sirkumsisi akan
mencegah 308 infeksi HIV dalam 20 tahun. Biaya setiap kasus yang
8

dapat dicegah sebesar US 181 dan dapat menghemat biaya kesehatan


US 2,4 juta secara keseluruhan menyelamatkan 4600 DALYs.
2.3 Menganalisis Kelemahan Program Yang Telah Dijalankan
2.3.1 ARV
Ketidakberhasilan mencapai target disebut sebagai kegagalan.
Kegagalan virologis merupakan pertanda awal dari kegagalan
pengobatan satu kombinasi obat ARV. Setelah terjadi kegagalan
virologis, dengan berjalannya waktu akan diikuti oleh kegagalan
imunologis dan akhirnya akan timbul kegagalan klinis. Pada keadaan
gagal klinis biasanya ditandai oleh timbulnya kembali infeksi
oportunistik. Hal ini disebabkan oleh rendahnya jumlah limfosit CD4
akibat terjadinya resistensi virus terhadap ARV yang sedang
digunakan. Kegagalan virologs muncul lebih dini dari pada kegagalan
imunologis dan klinis. Karena itu, pemeriksaan viral load akan
mendeteksi lebih dini dan akurat kegagalan pengobatan dibandingkan
dengan pemantauan menggunakan kriteria imunologis maupun klinis,
sehingga mencegah meningkatnya mordibitas dan mortalitas pasien
HIV.
Pemeriksaan viral load juga digunaan untuk menduga risiko
transmisi kepada orang lain. Terutama pada ibu hamil dan pada tingkat
populasi. Pasien HIV yang dinyatakan gagal pada pengobatan lini
pertama harus menggunakan pengobatan ARV lini kedua supaya dapat
mencapai tujuan pengobatan ARV. Hal ini mengakibatkan terjadinya
perubahan biaya pengobatan karena harga obat ARV lini kedua lebih
mahal dari obat ARV lini pertama. Bagi pasien yang mengalami
ketidakpatuhan dalam minum obat terutama lini pertama harus
dilakukan evaluasi kepatuhan. Apabila terdapat ketidakpatuhan, wajib
dilakukan konseling ulang mengenai ketidakpatuhan. Setelah
dilakukan konseling kepatuhan, selanjutnya akan dilakukan evaluasi
selama tiga bulan dengan tetap memakai ARV lini pertama.
9

Bila wanita dengan positif HIV sedang hamil dan sudah


menggunakan ARV sebelumnya maka sebaiknya diteruskan untuk
pengobatannya. Namun , bila kombinasi ARV mengandung efavirenz,
obat ini sebaiknya segera di ganti dengan nevirapine, karena efavirenz
dapat menyebabkan kecacatan pada janin. Masalah ini lebih sering
terjadi pada trimester pertama kehamilan.
2.3.2 Sirkumsisi
Sirkumsisi pada perempuan tidak ada bukti atau teori yang kuat
yang menjelaskan manfaat secara pasti dapat mengurangi transmisi
HIV. Sirkumsisi yang dilakukan pada perempuan awalnya hanya untuk
meningkatkan rangsangan seksual pada perempuan. Tetapi, jika teknik
yang dilakukan adalah degan pemotongan klitoris akan berpengaruh
terhadap orgasme perempuan, akibatnya sulit mendapatkan keturunan
karena penurunan keinginan seksual. Sirkumsisi yang dilakukan tidak
oleh tenaga kesehatan yang berkompeten dan profesional akan
meningkatkan kejadian infeksi akibat kesalahan prosedur dan alat-alat
yang digunakan tidak streril (Fitria, 2014).

2.4 Menjelaskan Kontribusi Perawat Pada Masing-Masing Strategi/Program


dan Inovasi Bang Bisa Bilakukan
1. Peran perawat sangat dibutuhkan oleh pasien karena dengan adanya
dukungan dan pengarahan dari perawat akan memberikan semangat bagi
pasien HIV/AIDS untuk menjalani terapi dan pengobatan dengan ARV.
2. Perawat sebagai edukator harus memberikan pengetahuan, informasi, dan
pelatihan keterampilan kepada pasien, keluarga pasien maupun angota
masyarakat dalam upaya pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan.
Perawat harus mampu mempengaruhi pasien agar dapat berperilaku atau
memiliki pengetahuan dan pemahaman sehingga pasien dapat mempunyai
semangat yang tinggi untuk menjalani terapi/ pengobatan menggunakan
ARV.
10

3. Adanya pemberian pendidikan yang aktif dari perawat seperti penggunaan


buku-buku, leaflet, dan lembar balik akan mampu meningkatkan
kepatuhan pasien. Faktor yang paling berhubungan dengan kepatuhan
adalah faktor sikap keadaan, sakit yang dirasakan, faktor lingkungan, dan
faktor psikis.
4. Kemampuan berkomunikasi perawat merupakan aspek mendasar dalam
keperawatan. Perawat harus berinteraksi dengan pasien sesering mungkin.
Interaksi merupakan bagian dari komunikasi. Perawat dapat memberikan
informasi/penjelasan kepada pasien, membujuk dan menghibur pasien.
5. Perawat harus mampu memahami psikologis pasien agar dapat
mempengaruhi orang lain. Perawat harus meningkatkan sensitivitas dan
kepeduliannya terhadap pasien dan keluarga pasien.
11

BAB 3. PENUTUP

1. Kesimpulan
HIV (Human Immunodeficiecy Virus) adalah retnovirus golongan
RNA yang menyerang sistem immune/kekebalan tubuh manusia.
Penurunan sistem kekebalan tubuh menyebabkan timbulnya AIDS. HIV
tidak dapat disembuhkan karena tidak ada obat yang dapat sepenuhnya
menyembuhkan HIV/AIDS. Perkembangan penyakit dapat diperlambat
namun tidak dapat dihentikan sepenuhnya. Kombinasi yang tepat antara
berbagai obat-obatan antiretroviral dapat memperlambat kerusakan yang
diakibatkan oleh HIV pada sistem kekebalan tubuh dan menunda awal
terjadinya AIDS. Pengobatan antiretroviral (ARV) merupakan terapi
terbaik bagi pasien terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
hingga saat ini. Tujuan utama pemberian ARV adalah untuk menekan
jumlah virus (viral load), sehingga akan meningkatkan status imun pasien
dengan HIV dan mengurangi kematian akibat infeksi oportunistik.
Ketidakberhasilan mencapai target disebut sebagai kegagalan. Kegagalan
virologis merupakan pertanda awal dari kegagalan pengobatan satu
kombinasi obat ARV.
Sirkumsisi berpengaruh baik terhadap IMS ataupun non IMS.
Sirkumsisi dapat mencegah terjadinya infeksi saluran kencing pada laki-
laki. Sirkumsisi pada perempuan tidak ada bukti atau teori yang kuat yang
menjelaskan manfaat secara pasti dapat mengurangi transmisi HIV
12

2. Saran
Banyak hal yang harus dilakukan seseorang ketika mengalami HIV
jika ingin segera disembuhkan dan ditangani secara cepat dan tepat, tetapi
pada dasarnya penyakit ini hanya bisa diperlambat dan tidak bisa
sepenuhnya dihentikan. Maka dari itu untuk menunda awal terjadinya
HIV/AIDS seseorang yang mengalami HIV harus segera melakukan
pengobatan dan mengkonsumsi obat ARV secara tepat dan teratur.
Masyarakat masih sangat membutuhkan edukasi dan perhatian lebih
mengenai HIV dan pengobatannya serta bagaimana cara mencegah
penularan penyakit HIV/AIDS. Orang dengan HIV/AIDS sangat
membutuhkan dukungan dan perhatian lebih terutama dari keluarga dan
pemerintah.
13

DAFTAR PUSTAKA

Astuti Danik dan Mulyaningsing. 2016. Peran Perawat Sebagai Edukator


Mempengaruhi Kepatuhan Konsumsi Obat Antiretroviral (ARV) Bagi
Pasien HIV/AIDS Di Klinik VCT RSUD Dr.Moewardi. Jurnal Ners dan
Kebidanan. Vol. 3, No. 3, hlm 183-188.

Fitria. 204. Peran Sirkumsisi dalam infeksi menular seksual. Kedokteran Syiah
Kuala, 14, pp, 43-49

Green W. Chris. 2005. HIV Kehamilan dan Kesehatan Perempuan. Yayasan


Spiritia

Karyadi H. Teguh. 2017. Keberhasilan Pengobatan Antiretrovial (ARV). Jurnal


Penyakit Dalam Indonesia. Vol. 4, No. 1. Jakarta : Divisi Alergi-imunologi
Klinik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia/Rs dr. Cipto Mangunkusumo.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Pedoman Nasional


Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak. Jakarta

Sugiharti dan Lestary Heny. 2016. Bagaimana Kebijakan Pemerintah Daerah di


Provinsi Jawa Barat Dalam Implementasi Layanan Pencegahan Penularan
HIV-AIDS dari Ibu ke Anak (PPIA). Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 44,
No. 4. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengenbangan Upaya Kesehatan
Masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai