Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN
Femur merupakan tulang yang terpanjang pada badan dimana fraktur dapat
terjadi mulai dari proksimal sampai distal tulang. Fraktur diafisis femur dapat
terjadi pada setiap umur, biasanya karenatrauma hebat misalnya kecelakaan lalu
lintas atau trauma lain misalnya jatuh dari ketinggian. Femur diliputi oleh otot
yang kuat dan merupakan proteksi untuk tulang femur, tetapi juga dapat berakibat
jelek karena dapat menarik fragmen fraktur sehingga bergeser. Femur dapat pula
mengalami fraktur patologis akibat metastasis tumor ganas. Fraktur femur sering
disertai dengan perdarahan masif yang harus selalu dipikirkan sebagai penyebab
syok.6
Insiden patah tulang dilaporkan 1 – 1,33 patah tulang per 10.000 penduduk
pertahun, yakni pada individu yang lebih muda dengan kisaran umur 25 tahun dan
mereka yang lebih tua dengan kisaran umur 65 tahun. Tingkat patah tulang
femoralis adalah 3/10.000 penduduk pertahun. Cedera ini paling umum pada pria
yang lebih muda dengan umur 30 tahun, penyebabnya yaitu kecelakaan kendaraan
atau luka tembak. 80 % pasien dengan umur 35 tahun atau lebih dengan fraktur
femur akibat trauma moderat terbukti sebelum terjadinya osteopenia umum atau
kondisi yang memungkinkan terjadinya osteopenia lokal.7
Pada patah tulang diafisis femur biasanya perdarahan dalam cukup luas dan
besar sehingga dapat menimbulkan syok, secara klinis penderita tidak dapat
bangun, bukan saja karena nyeri, tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur.
Biasanya seluruh tungkai bawah terotasi keluar, terlihat lebih pendek, dan
bengkak pada bagian proksimal sebagai akibat perdarahan ke dalam jaringan
lunak. Pertautan biasanya diperoleh dengan penangganan secara tertutup, dan
normalnya memerlukan waktu 20 minggu atau lebih.8

Page 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Anatomi Os Femur11
Femur merupakan tulang terpanjang dan terkeras yang ada pada tubuh dan
dikelompokkan ke dalam ekstremitas bagian bawah. Di sebelah atas,
femur bersendi dengan acetabulum untuk membentuk articulatio coxae dan
di bawah dengan tibia dan patella untuk membentuk articulatio genu.
Ujung atas femur memiliki caput, collum, trochanter major, dan trochanter
minor.

Gambar 4. Anatomi Os Femur11


Caput membentuk dua pertiga dari bulatan dan bersendi dengan
acetabulum os coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut
fovea capitis, yang berguna sebagao tempat melekatnya, ligamentum
capitis femoris. Sebagai suplai darah untuk caput femoris dari arteri
obturatoria dihantarkan melalui ligamentum ini dan memasuki tulang
melalui fovea capitis.
Collum yang menghubungkan caput dengan corpus berjalan ke bawah, ke
belakang, dan lateral serta membentuk sudut 1250 dan lebih kecil pada

Page 2
perempuan dengan sumbu panjang korpus femoris. Besarnya sudut ini
dapat berubah karena adanya penyakit.
Trochanter mayor dan minor merupakan tonjolan yang besar pada taut
antara collum dan corpus. Linea intertrocanterica menghubungkan kedua
trochanter ini di bagian anterior, tempat melekatnya ligamentum
iliofemorale dan di bagian posterior oleh crista intertrochanterica yang
menonjol, pada crista ini terdapat tuberculum quadratum.
Corpus femoris permukaan anteriornya lebih licin dan bulat, sedangkan
permukaan posterior mempunyai rigi yang disebut linea aspera. Pada linea
ini melekat otot-otot dan septa intermuskularis. Garis tepi linear melebar
ke atas dan ke bawah. Tepi medial berlanjut ke distal sebagai crista
supracondylaris medialis yang menuju ke tuberculum adductorum pada
condylus medial. Tepi lateral melanjutkan diri ke distal sebagai crista
supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior corpus, tepatnya di
bawah trochanter major terdapat tuberositas glutea sebagai tempat
melekatnya muskulus gluteus maximus. Corpus melebar ke arah ujung
distalnya dan membentuk daerah sepertiga datar pada permukaan
posteriornya yang disebut facies politea.
Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis yang bagian
posteriornya dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior
condylus ikut serta dalam pembentukan articulatio genu. Diatas condylus
terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberkulum adductorum
dilanjutkan oleh epicondylus medialis.
Ruang fascia anterior tungkai atas diisi oleh muskulus sartorius, muskulus
iliacus, muskulus psoas, muskulus pectineus dan musculus quadriceps
femoris. Dipersarafi oleh nervus femoralis ruang anterior fascia tungkai
atas dialiri pembuluh darah arteri femoralis. Ruang fascia medial tungkai
atas diisi oleh musculus gracilis, musculus adductor longus, musculus
adductor magnus, musculus obturatorius externus dipersarafi oleh nervus
obturatorius ruang fascial medial diperdarahi oleh arteri profunda femoris
dan arteri obturatoria. Ruang fascia posterior tungkai atas diisi oleh
muskulus biseps femoris, muskulus semitendinosus, muskulus

Page 3
semimembranosus, dan sebagian kecil muskulus adductor magnus (otot-
otot hamstring)/ dipersarafi oleh ischiadicus ruang fascia posterior tungkai
atas diperdarahi oleh cabang-cabang arteri profunda femoris.

2.1 Fraktur
2.1.1 Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya yang biasanya disebabkan
oleh rudapaksa atau tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap oleh tulang.12
Fraktur femur adalah terputus kontinuitas jaringan tulang femur. Penyebab
tersering adalah akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa.
Femur merupakan tulang terkeras dan terpanjang pada tubuh, oleh karena
itu butuh kekuatan benturan yang besar untuk menyebabkan fraktur pada
femur.13

2.1.2 Etiologi
Penyebab fraktur secara umum dapat dibagi menjadi tiga yaitu:14,15
a. Cedera traumatik
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba
dan berlebihan, ya ng dapat berupa benturan, pemukulan,
penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi miring,
pemuntiran, atau penarikan.
Cedera traumatik pada tulang dapat dibedakan dalam hal berikut,
yakni:
1. Cedera langsung, berarti pukulan langsung terhadap
tulang sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan
biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan
pada kulit diatasnya.
2. Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada
jauh dari lokasi benturan.

Page 4
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini, kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit
akibat berbagai keadaan berikut, yakni:
1. Tumor tulang (jinak atau ganas), dimana berupa
pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan
progresif.
2. Infeksi, misalnya osteomielitis, yang dapat terjadi
sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai
salah satu proses yang progresif,
3. Rakhitis, merupakan suatu penyakit tulang yang
disebabkan oleh defisiensi vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet, biasanya
disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang
dapat disebabkan kegagalan absorbsi vitamin D atau
oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan, dimana disebabkan oleh stress atau tegangan atau
tekanan pada tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit
polio dan orang yang bertugas di bidang kemiliteran.

2.1.3 Klasifikasi dan Gejala Klinis16


Klasifikasi etiologi
 Fraktur traumatik
Karena trauma yang yang terjadi secara tiba-tiba.
 Fraktur patologis
Karena kelemahan tulang akibat keadaan patologis tulang.
 Fraktur stress
Karena trauma yang terus memenerus pada suatu tempat tertentu.
Klasifikasi klinis
 Fraktur tertutup
Fraktur yang tidak ada hubungan dengan dunia luar.
 Fraktur terbuka

Page 5
Fraktur yang mempunyai hubungan dunia luar melalui luka pada
kulit dan jaringan lunak. Bisa dari dalam (from within) atau dari
luar (from without).
 Fraktur dengan komplikasi
Fraktur dengan komplikasi misal infeksi tulang, malunion, delayed
union dan nonunion.
Klasifikasi radiologis
Lokasi:
 Diafisis
 Metafisis
 Intra articular
 Fraktur dengan dislokasi

Gambar 5. Jenis Fraktur Berdasarkan Lokasinya17

Konfigurasi16

 Transversal : garis patah tulang melintang sumbu tulang.


 Oblik : garis patah tulang membentuk sudut pada sumbu tulang.
 Spiral : garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih.

Page 6
 Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
 Komminutifa : fraktur lebih dari 2 fragmen fraktur dimana garis
patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
 Avulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot yang insersinya pada tulang.
 Depresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang kearah permukaan lain.
 Impaksi : satu fragmen masuk ke fragmen yang lain.
 Fraktur epifisis

Gambar 6. Jenis Fraktur Berdasarkan Konfigurasinya18

Ekstensi16

 Total/ komplit
 Tidak total (crack)/ parsial
 Torus
 Garis rambut
 Green stick

Page 7
Gambar 7. Macam-macam fracture11

Hubungan antar fragmen16

 Undisplaced (tidak bergeser)


 Displaced (bergeser)
 Shifted Sideways – menggeser ke samping tapi dekat
 Angulated – membentuk sudut tertentu
 Rotated – memutar
 Distracted – saling menjauh karena ada interposisi
 Overriding – garis fraktur tumpang tindih
 Impacted – satu fragmen masuk ke fragmen yang lain

Page 8
Gambar 8. Fraktur menurut hubungan antar fragmen11

2.1.4 Diagnosis Fraktur


1. Anamnesa16
Anamnesa: biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatic
fraktur), baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan
ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus
dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di
daerah trauma dan mungkin terjadi pada daerah lain. Trauma dapat
terjadi karena kecelakaan lalu lintas, penganiyaan, tertimpa benda
berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena trauma
olahraga. Penderita biasanya datang karena adanya nyeri,
pembengkakan, ganguan fungsi anggota gerak, deformitas dan
kelainan gerak.
2. Pemeriksaan Fisik16
Pemeriksaan fisik
Look : bandingkan dengan bagian yang sehat, perhatikan adanya
deformitas berupa angulasi, rotasi, pemendekan. Perhatikan adanya

Page 9
edema, hematoma, warna kulit bagian distal. Perhatikan adanya luka
terbuka pada kulit dan jaringan lunak untuk bedakan fracture terbuka
atau tertutup.
Feel : pada palpasi akan ditemukan adanya nyeri tekan, temperatur
setempat yang meningkat, krepitasi, pemerikasaan AVN distal.
Pemeriksaan arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior dan pengisian
kapiler. Pengukuran panjang tungkai untuk mengetahui adanya
perbedaan panjang. Cara pemeriksaan: pasien dalam posisi supinasi
dengan posisi Anterior Superior Illiac Spine (SIAS) horizontal
kemudian ukur panjang kaki yang sebenarnya (true leg length): diukur
dari SIAS ke malleolus medialis dan ukur panjang kaki yang terlihat
(apparent leg lenght): diukur dari Xiphisternum ke malleolus medialis.

Move : ketidakmampuan penderita untuk menggerakkan secara aktif


dan pasif dari sendi distal dan proksimal daerah yang mengalami
fraktur, terdapat pergerakan yang tidak sesuai dengan sendinya dan
keterbatasan pergerakan karena nyeri.

2.1.5 Prinsip Pengobatan Fraktur16


1. Recognition : diagnosis dan penilaian fraktur:
 Lokalisasi fraktur

Page
10
 Bentuk fraktur
 Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
 Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah
pengobatan.
2. Reduction : reduksi fraktur apabila perlu
Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi
yang dapat diterima.Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi
anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan
mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas serta perubahan
osteoarthritis. Posisi yang baik adalah : Alignment yang sempurna
dan aposisi yang sempurna. Fraktur seperti fraktur clavikula, iga
dan fraktur impaksi dari humerus tidak memerlukan reduksi.
Angulasi < 5o pada tulang panjang anggota gerak bawah dan
lengan atas dan angulasi sampai 10o pada humerus dapat diterima.
Terdapat kontak sekurang-kurangnya 50%, dan over-riding tidak
melebihi 0,5 inchi pada fraktur femur. Adanya rotasi tidak dapat
diterima dimanapun lokasi frakturnya. Ada 3 cara reduksi yaitu:
Close reduksi, traksi mekanis dan operasi terbuka

Page
11
Gambar 9. Close reduksi11

3. Retention : imobilisasi fraktur untuk mencegah pergeseran,


menurunkan nyeri dan memperantarai penyembuhan. Caranya
berupa : Traksi, Cast splintage, Fungsional bracing dan Internal
fiksasi : fragmen tulang difiksasi menggunakkan sekrup, pin, plate,
intramedullary nail, pita yang melingkar dan kombinasi teknik
tersebut. Keuntungannya mampu menahan fragmen dengan baik
dan tidak menimbulkan kekakuan sendi dan edema. Kerugian dapat
menimbulkan infeksi. Indiksasi fiksasi interna : (1) fraktur yang
tidak bisa di reduksi tanpa operasi (2) fraktur yang tidak sabil dan
kemungkinan akan bergeser setelah reduksi (3) fraktur collum
femoris (4) fraktur patologis (5) fracture multiple.

Gambar 10. Metode Traksi11

4. Rehabilitation16
Lebih tepatnya memulihkan fungsi, bukan saja pada bagian yang
mengalami cedera tetapi juga pada pasien secara keseluruhan.
Tujuannya adalah mengurangi edema, mempertahankan gerakan

Page
12
sendi, memulihkan kekuatan otot, dan memandu pasien kembali ke
aktifitas normal.

Gambar 12. Rehabilitasi Setelah Trauma Knee dan Post Operasi10

2.1.6 Komplikasi
Komplikasi Dini
 Cedera saraf.
Cedera saraf jarang disebabkan oleh fraktur, tetapi mungkin
disebabkan oleh dokter bedah itu sendiri.
 Cedera Vaskular
Fraktur radius ulna jarang menyebabkan masalah pada arteri radius
ulna karena sirkulasi yang baik.
 Kompartemen Sindrom
Tulang lengan bawah selalu menyebabkan pembengkakan dari
jaringan lunak, sangat mengancam dan sulit untuk mendiagnosis
jika lengan bawah terbungkus oleh perban/gips. Sebuah pulsasi
distal tidak mengecualikan sindrom kompartemen. Jika ada tanda-
tanda kegagalan sirkulasi pengobatan harus cepat dilakukan tanpa
kompromi.

Page
13
 Infeksi
System pertahan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,
Tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat.

Komplikasi lanjut

 Delayed Union
Sebagian besar fraktur radius dan ulna sembuh dalam waktu 8-12
minggu; namun energi tinggi yang menyebabkan fraktur dan open
fraktur cenderung sulit untuk terjadi penyembuhan. Tidak jarang
delayed union terjadi pada os radius atau os ulna (biasanya ulna);
imobilisasi mungkin harus terus dilakukan dari waktu yang
seharusnya.
 Non Union
Non union artinya tidak menyatu atau tidak ada penyatuan, non
union merupakan kasus lanjutan dari delayed union. Jadi, bila patah
tulang tidak menyatu dalam waktu 6-8 bulan dinamakan non union.
 Malunion
Dengan reduksi tertutup selalu ada risiko akan terjadinya malunion,
sehingga terjadi angulasi atau deformitas rotasi dari lengan bawah,
cross-union dari fragmen, atau pemendekan salah satu tulang dan
gangguan dari distal sendi radio-ulnaris.
Jika pronasi atau supinasi sangat terbatas, dan tidak ada cross
union, mobilitas dapat ditingkatkan dengan perbaikan osteotomy.
Namun, itu bisa sangat sulit untuk mengkoreksi deformitas.

Page
14
2.1.7 Penatalaksanaan 4,8,18,19,20
1. Terapi konservatif :
 Proteksi
 Immobilisasi saja tanpa reposisi
 Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
 Traksi
Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang yang
patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin.
Metode Pemasangan traksi:
1. Traksi Manual
Tujuan : Perbaikan dislokasi, Mengurangi fraktur, Pada
keadaan Emergency. Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.
2. Traksi Mekanik
Ada dua macam, yaitu:
 Traksi Kulit
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang
lain, misalnya: otot. Traksi kulit terbatas untuk 4
minggu dan beban < 5 kg. Untuk anak-anak waktu
beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai fraksi
definitif, bila tidak diteruskan dengan pemasangan gips.
 Traksi Skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang
merupakan balanced traction. Dilakukan untuk
menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal atau
penjepit melalui tulang/jaringan metal.
Kegunaan pemasangan traksi.
Traksi yang dipasang pada leher, di tungkai, lengan atau
panggul, kegunaannya:
 Mengurangi nyeri akibat spasme otot
 Memperbaiki dan mencegah deformitas
 Immobilisasi

Page
15
 Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang
sendi).
 Mengencangkan pada perlekatannya.

2. Terapi operatif
a. ORIF (Open Reduction internal fixation)
Indikasi ORIF:
 Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis
tinggi.
 Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup.
 Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan.
 Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang
lebih baik dengan operasi.

b. OREF (Open Reduction External Fixation)


Indikasi OREF :
 Fraktur terbuka grade II dan III
 Fraktur terbuka yang disertai hilangnya jaringan atau patah
tulang yang parah
 Fraktur yang sangat kominutif (remuk) dan tidak stabil
 Fraktr yang disertai dengan kerusakan pembuluh darah dan saraf
 Fraktur pelvis yang tidak bisa diatasi dengan cara lain
 non union yang memerlukan kompresi dan perpanjangan

Page
16
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. P.W
No. DM : 42 67 84
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Kristen Protestan
Asal Suku : Jayapura, Papua
Alamat : Genyem, Papua
Tanggal MRS : 11-07-2017
Tanggal Pemeriksaan : 12-07-2017

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama (Autoanamnesis)
Nyeri pada tungkai atas kiri
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan rujukan PKM Genyem dengan keluhan nyeri pada
tungkai atas kiri ± 7 jam SMRS setelah post KLL. Menurut pasien, ia
di bonceng saudaranya dengan menggunakan motor dengan kecepatan
tinggi, pada saat berada diturunan jalan rem motor blong dan saudara
pasien tidak dapat mengontrol motor yang dikendarainya hingga
akhirnya terjatuh. Pasien kemudian terjatuh dengan posisi tungkai atas
kiri menyentuh permukaan sebagai tumpuan dan jatuh terguling-
guling. Pasien tidak menggunakan helm, benturan kepala (+), pusing
(+), nyeri kepala (-), pingsan (-), muntah (-), luka lecet pada paha kiri
(+), nyeri (+) dan bengkak (+).
c. Riwayat Penyakit Dahulu

Page
17
 Pasien tidak memiliki riwayat sakit, alergi dan gangguan yang
lain.
 Pasien tidak ada riwayat operasi.

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Vital Sign
Keadaan Umum: Tampak Sakit Sedang
Kesadaran: Compos Mentis ; GCS: E4V5M6 = 15
TTV : TD: 110/80 mmHg, N : 111 kali/menit, RR: 23 kali/menit, SB:
36,5 oC
b. Status Interna
Kepala/leher: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pembesaran KGB (-), Oral Candidiasis (-/-)
Thorax
 Paru-paru
Inspeksi: Simetris, dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi
dinding dada (-), jejas (-)
Palpasi : vokal fremitus kanan dan kiri simetris
Perkusi : Sonor pada paru kanan dan kiri
Auskultasi : Suara nafas dasar : vesikuler; suara tambahan:
wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
 Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga ke V, 2 cm kelateral
linea mid clavicularis sinistra, tidak kuat angkat, tidak melebar.
Perkusi:
 Batas atas : ICS II linea parasternalis kiri
 Pinggang :ICS III linea parasternalis kiri
 Batas kiri :ICS VI 2 cm ke lateral linea midclavicularis
kiri.
 Batas kanan : ICS VI linea sternalis kanan

Page
18
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-),
bising Jantung (-)
 Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung , caput medusa (-)
Auskultasi : Peristaltic (+) normal 2x / menit
Perkusi : timpani, shifting dullnes (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-) , turgor normal, massa (-); Hepar
: tidak teraba membesar; Lien : tidak teraba membesar

 Ekstremitas
Superior : akral teraba hangat, sianosis (-/-), edema (-/-)
Inferior : akral hangat (+), sianosis (-/-), edema (-/-)
c. Status Lokalis
Lokasi :
 Regio femur sinistra:
Look : Tampak edema, vulnus eksoriatum R. femur lateralis
sinistra, shortening (+).
Feel : nyeri tekan (+), hangat pada perabaan, NVD : pulsasi a.
Dorsalis pedis teraba, fungsi sensoris baik, fungsi motorik
terganggu, CRT < 2”. True leg length: dextra: 84 cm, sinistra:
78 cm sedangkan Apparent leg lenght: dextra: 84 cm, sinistra:
80 cm.
Movement : gerakan aktif dan pasif terbatas karena nyeri.

IV. DIAGNOSIS SEMENTARA


Suspek Close fraktur femur (S)

V. TERAPI SAAT MRS


 IVFD RL 20 tpm
 Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr vial (iv)
 Inj. Ranitidin 2 x 1 amp (iv)
 Inj. Antrain 3 x 1 amp (iv)

Page
19
 Cek DL, CT/BT, GDS
 Foto toraks PA
 Foto femur AP/Lat
 Pasang skin traksi beban 3 kg
 MRS Pro Ori

VI. FOTO KLINIS

Page
20
VII. FOTO RONTGEN
Rontgen Femur sinistra pre ORIF

Page
21
Rontgen femur sinistra post ORIF

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan laboratorium Tanggal 11 Juli 2017 (saat pasien tiba di IGD
RS Dok II Jayapura)
 Hemoglobin : 8,5 g/dl
 Eritrosit : 4,05 x 106/uL
 Leukosit : 8300 /uL
 Trombosit : 282000/Ul
 Hematokrit : 38,2 %
 CT : 8’30”
 BT : 2’00”

Page
22
IX. FOLLOW UP
Tgl Catatan Tindakan Keterangan
11/7/2017 S : nyeri (+) IVFD RL 20 tpm
(IGD) Kesadaran: Compos Inj. Antibiotik 2 x 1
mentis ; TTV: TD: gr vial (iv)
110/80 mmHg, N: 111 Inj. Ranitidin 2 x 1
x/m, R: 23 x/m, SB : amp (iv)
36,5 C Inj. Antrain 3 x 1
Kepala : CA (-/-), SI (-/- amp (iv)
), P>KGB (-); Thoraks : Cek DL, CT/BT,
I : Simetris, P : V/F D = GDS
S, Per : Sonor, A : Rho Foto toraks PA
-/-, Whe -/- Foto femur AP/Lat
Cor : I : Ictus Cordis (-), Pasang skin traksi
P : Thrill (-). P : Pekak, beban 3 kg
A : BJ I-II regular MRS Pro Orif
Abdomen : I : datar, A :
BU : (+), P : NT (-) P :
timpani.
Ekstremitas :
Akral hangat, edema
(+/-)
Status lokalis:
Regio femur sinistra:
Look : Tampak edema,
vulnus eksoriatum R.
femur lateralis sinistra,
shortening (+), Feel :
nyeri tekan (+), hangat
pada perabaan, NVD:
pulsasi a. Dorsalis pedis

Page
23
teraba, fungsi sensoris
baik, fungsi motorik
terganggu, CRT < 2”,
True leg length: dextra:
84 cm, sinistra: 78 cm
sedangkan Apparent leg
lenght: dextra: 84 cm,
sinistra: 80 cm.
Movement : gerakan
aktif dan pasif terbatas
karena nyeri.
A : Close fraktur 1/3
tengah femur (S) +
anemia
12/7/2017 S : nyeri (+) IVFD RL 20 tpm
Kesadaran: Compos Inj. Antibiotik 2 x 1
mentis ; TTV: TD: gr vial (iv)
110/70 mmHg, N: 80 Inj. Ranitidin 2 x 1
x/m, R: 22 x/m, SB : amp (iv)
36,6 C Inj. Antrain 3 x 1
Kepala : CA (-/-), SI (-/- amp (iv)
), P>KGB (-); Thoraks : Terpasang skin
I : Simetris, P : V/F D = traksi beban 3 kg
S, Per : Sonor, A : Rho Pro Orif
-/-, Whe -/- menunggu implant
Cor : I : Ictus Cordis (-),
P : Thrill (-). P : Pekak,
A : BJ I-II regular
Abdomen : I : datar, A :
BU : (+), P : NT (-) P :
timpani.
Ekstremitas :

Page
24
Akral hangat, edema
(+/-)
Status lokalis:
Regio femur sinistra:
Look : Tampak edema,
vulnus eksoriatum R.
femur lateralis sinistra,
shortening (+), Feel :
nyeri tekan (+), hangat
pada perabaan, NVD:
pulsasi a. Dorsalis pedis
teraba, fungsi sensoris
baik, fungsi motorik
terganggu, CRT < 2”.
Movement : gerakan
aktif dan pasif terbatas
karena nyeri.
A : Close fraktur 1/3
tengah femur (S) +
anemia
13/7/2017 S : nyeri (+) IVFD RL 20 tpm Konsul
Kesadaran: Compos Inj. Antibiotik 2 x 1 anestesi untuk
mentis ; TTV: TD: gr vial (iv) pro Orif
110/70 mmHg, N: 80 Inj. Ranitidin 2 x 1 Instruksi:
x/m, R: 22 x/m, SB : amp (iv) Informed
36,6 C Inj. Antrain 3 x 1 consent
Kepala : CA (-/-), SI (-/- amp (iv) IV line
), P>KGB (-); Thoraks : Terpasang skin Puasa 6 – 8
I : Simetris, P : V/F D = traksi beban 3 kg jam pre op
S, Per : Sonor, A : Rho Pro Orif Transfusi PRC
-/-, Whe -/- menunggu implant 2 bag
Cor : I : Ictus Cordis (-), Lab tgl 11/7/2017 Sedia darah 2

Page
25
P : Thrill (-). P : Pekak, Hb 8,5 g/dl – 3 bag WB
A : BJ I-II regular transfusi PRC 2 bag pre op
Abdomen : I : datar, A :
BU : (+), P : NT (-) P :
timpani.
Ekstremitas :
Akral hangat, edema
(+/-)
Status lokalis:
Regio femur sinistra:
Look : Tampak edema,
vulnus eksoriatum R.
femur lateralis sinistra,
shortening (+), Feel :
nyeri tekan (+), hangat
pada perabaan, NVD:
pulsasi a. Dorsalis pedis
teraba, fungsi sensoris
baik, fungsi motorik
terganggu, CRT < 2”.
Movement : gerakan
aktif dan pasif terbatas
karena nyeri.
A : Close fraktur 1/3
tengah femur (S) +
anemia
14/7/2017 – S : nyeri (+) IVFD RL 20 tpm Tgl
19/07/2017 Kesadaran: Compos Inj. Antibiotik 2 x 1 14/7/2017
mentis ; TTV: TD: 100- gr vial (iv) Cek Hb post
110/70-80 mmHg, N: Inj. Ranitidin 2 x 1 transfusi Hb
75-80 x/m, R: 20-22 amp (iv) 8,0 g/dl
x/m, SB : 36,5-36,7C Inj. Antrain 3 x 1 transfusi PRC

Page
26
Kepala : CA (-/-), SI (-/- amp (iv) 2 bag
), P>KGB (-); Thoraks : Terpasang skin
I : Simetris, P : V/F D = traksi beban 3 kg
S, Per : Sonor, A : Rho Pro Orif
-/-, Whe -/- menunggu implant
Cor : I : Ictus Cordis (-),
P : Thrill (-). P : Pekak,
A : BJ I-II regular
Abdomen : I : datar, A :
BU : (+), P : NT (-) P :
timpani.
Ekstremitas :
Akral hangat, edema
(+/-)
Status lokalis:
Regio femur sinistra:
Look : Tampak edema,
vulnus eksoriatum R.
femur lateralis sinistra,
shortening (+), Feel :
nyeri tekan (+), hangat
pada perabaan, NVD:
pulsasi a. Dorsalis pedis
teraba, fungsi sensoris
baik, fungsi motorik
terganggu, CRT < 2”.
Movement : gerakan
aktif dan pasif terbatas
karena nyeri.
A : Close fraktur 1/3
tengah femur (S) +
anemia

Page
27
20/07/2017 - Kesadaran: Compos IVFD RL 20 tpm Hasil lab tgl
26/07/2017 mentis ; TTV: TD: 100- Inj. Antibiotik 2 x 1 20/07/2017
110/70-80 mmHg, N: gr vial (iv) 10,5 g/dl
75-80 x/m, R: 20-22 Inj. Ranitidin 2 x 1
x/m, SB : 36,5-36,7C amp (iv)
Kepala : CA (-/-), SI (-/- Inj. Antrain 3 x 1
), P>KGB (-); Thoraks : amp (iv)
I : Simetris, P : V/F D = Terpasang skin
S, Per : Sonor, A : Rho traksi beban 3 kg
-/-, Whe -/- Pro Orif
Cor : I : Ictus Cordis (-), menunggu implant
P : Thrill (-). P : Pekak, Tgl 23/07/2017
A : BJ I-II regular venover 1 x 1 tab
Abdomen : I : datar, A : (po)
BU : (+), P : NT (-) P :
timpani.
Ekstremitas :
Akral hangat, edema
(+/-)
Status lokalis:
Regio femur sinistra:
Look : Tampak edema,
vulnus eksoriatum R.
femur lateralis sinistra,
shortening (+), Feel :
nyeri tekan (+), hangat
pada perabaan, NVD:
pulsasi a. Dorsalis pedis
teraba, fungsi sensoris
baik, fungsi motorik
terganggu, CRT < 2”.
Movement : gerakan

Page
28
aktif dan pasif terbatas
karena nyeri.
A : Close fraktur 1/3
tengah femur (S) +
anemia
27/07/2017 Kesadaran: Compos IVFD RL 20 tpm
mentis ; TTV: TD: 100- Inj. Antibiotik 2 x 1
110/70-80 mmHg, N: gr vial (iv)
75-80 x/m, R: 20-22 Inj. Ranitidin 2 x 1
x/m, SB : 36,5-36,7C amp (iv)
Kepala : CA (-/-), SI (-/- Inj. Antrain 3 x 1
), P>KGB (-); Thoraks : amp (iv)
I : Simetris, P : V/F D = Inj.Venofer 1 x 1
S, Per : Sonor, A : Rho amp (iv)
-/-, Whe -/- Aff skin traksi
Cor : I : Ictus Cordis (-), Pro Orif
P : Thrill (-). P : Pekak, menunggu implant
A : BJ I-II regular
Abdomen : I : datar, A :
BU : (+), P : NT (-) P :
timpani.
Ekstremitas :
Akral hangat, edema
(+/-)
Status lokalis:
Regio femur sinistra:
Look : Tampak edema,
vulnus eksoriatum R.
femur lateralis sinistra,
shortening (+), Feel :
nyeri tekan (+), hangat
pada perabaan, NVD:

Page
29
pulsasi a. Dorsalis pedis
teraba, fungsi sensoris
baik, fungsi motorik
terganggu, CRT < 2”.
Movement : gerakan
aktif dan pasif terbatas
karena nyeri.
A : Close fraktur 1/3
tengah femur (S) +
anemia
28/07/2017 Kesadaran: Compos IVFD RL 20 tpm Instruksi Post
mentis ; TTV: TD: Inj. Antibiotik 2 x 1 Op:
100/70 mmHg, N: 78 gr vial (iv) Inj. Antibiotik
x/m, R: 20 x/m, SB : Inj. Ranitidin 2 x 1 2 x 1 gr vial
36,70C amp (iv) (iv)
Kepala : CA (-/-), SI (-/- Inj. Antrain 3 x 1 Inj. Hypobach
), P>KGB (-); Thoraks : amp (iv) 2 x 300 mg
I : Simetris, P : V/F D = Inj.Venofer 1 x 1 vial (iv)
S, Per : Sonor, A : Rho amp (iv) Inj. Ranitidin 2
-/-, Whe -/- Orif hari ini x 1 amp (iv)
Cor : I : Ictus Cordis (-), Inj. Antrain 3 x
P : Thrill (-). P : Pekak, 1 amp (iv)
A : BJ I-II regular X-Ray kontrol
Abdomen : I : datar, A : femur (S)
BU : (+), P : NT (-) P : AP/Lat
timpani.
Ekstremitas :
Akral hangat, edema
(+/-)
Status lokalis:
Regio femur sinistra:
Look : Tampak edema,

Page
30
vulnus eksoriatum R.
femur lateralis sinistra,
shortening (+), Feel :
nyeri tekan (+), hangat
pada perabaan, NVD:
pulsasi a. Dorsalis pedis
teraba, fungsi sensoris
baik, fungsi motorik
terganggu, CRT < 2”.
Movement : gerakan
aktif dan pasif terbatas
karena nyeri.
A : Close fraktur 1/3
tengah femur (S) +
anemia
29/07/2017 – Kesadaran: Compos IVFD RL 20 tpm Tgl
01/08/2017 mentis ; TTV: TD: 100- Inj. Antibiotik 2 x 1 31/07/2017
110/70-80 mmHg, N: gr vial (iv) GV, aff drain
75-80 x/m, R: 20-22 Inj. Hypobach 2 x
x/m, SB : 36,5-36,7C 300 mg vial (iv)
Kepala : CA (-/-), SI (-/- Inj. Ranitidin 2 x 1
), P>KGB (-); Thoraks : amp (iv)
I : Simetris, P : V/F D = Inj. Antrain 3 x 1
S, Per : Sonor, A : Rho amp (iv)
-/-, Whe -/- Tahan produksi
Cor : I : Ictus Cordis (-), drain
P : Thrill (-). P : Pekak,
A : BJ I-II regular
Abdomen : I : datar, A :
BU : (+), P : NT (-) P :
timpani.
Ekstremitas :

Page
31
Akral hangat, edema
(+/-)
Status lokalis:
Regio femur sinistra:
Look : Tampak terbalut
elastis perban, Feel :
nyeri (+), NVD: pulsasi
a. Dorsalis pedis teraba,
fungsi sensoris baik,
fungsi motorik
terganggu, CRT < 2”.
Movement : gerakan
aktif dan pasif terbatas
karena nyeri.
A : POD “1, 2, 3, 4”
Orif femur + anemia
02/08/2017 Kesadaran: Compos Pasien boleh pulang
mentis ; TTV: TD: 100- Obat pulang:
110/70-80 mmHg, N: Antibiotik 2 x 500
75-80 x/m, R: 20-22 mg tab (po)
x/m, SB : 36,5-36,7C Meloxicam 2 x 7,5
Kepala : CA (-/-), SI (-/- mg tab (po)
), P>KGB (-); Thoraks : Vit C 1 x 1 tab (po)
I : Simetris, P : V/F D =
S, Per : Sonor, A : Rho
-/-, Whe -/-
Cor : I : Ictus Cordis (-),
P : Thrill (-). P : Pekak,
A : BJ I-II regular
Abdomen : I : datar, A :
BU : (+), P : NT (-) P :
timpani.

Page
32
Ekstremitas :
Akral hangat, edema
(+/-)
Status lokalis:
Regio femur sinistra:
Look : Tampak terbalut
elastis perban, Feel :
nyeri (+), NVD: pulsasi
a. Dorsalis pedis teraba,
fungsi sensoris baik,
fungsi motorik
terganggu, CRT < 2”.
Movement : gerakan
aktif dan pasif terbatas
karena nyeri.
A : POD “5” Orif
femur + anemia

X. DIAGNOSIS TERAKHIR
 Closed frakture 1/3 middle left femur

XI. RESUME
Seorang perempuan usia 16 tahun rujukan PKM Genyem, pasien dirujuk
ke IGD RSUD Jayapura dengan keluhan nyeri pada tungkai atas kiri ± 7
jam SMRS setelah post KLL. Menurut pasien, ia di bonceng saudaranya
dengan menggunakan motor dengan kecepatan tinggi, pada saat berada
diturunan jalan rem motor blong dan saudara pasien tidak dapat
mengontrol motor yang dikendarainya hingga akhirnya terjatuh. Pasien
kemudian terjatuh dengan posisi tungkai atas kiri menyentuh permukaan
sebagai tumpuan dan jatuh terguling-guling. Pasien tidak menggunakan
helm, benturan kepala (+), pusing (+), nyeri kepala (-), pingsan (-), muntah

Page
33
(-), luka lecet pada paha kiri (+), nyeri (+) dan bengkak (+). Pada
pemeriksaan fisik: status generalis dalam batas normal, status lokalis
didapatkan look: tampak edema, vulnus eksoriatum R. femur lateralis
sinistra, shortening (+), Feel : nyeri tekan (+), hangat pada perabaan, NVD
: pulsasi a. Dorsalis pedis teraba, fungsi sensoris baik, fungsi motorik
terganggu, CRT < 2”, True leg length: dextra: 84 cm, sinistra: 78 cm
sedangkan Apparent leg lenght: dextra: 84 cm, sinistra: 80 cm, Movement:
gerakan aktif dan pasif terbatas karena nyeri.
Dilakukan pemeriksaan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah
rutin dan didapatkan HB: 8,5 g/dl, WBC: 8.300, trombosit 282.000.
Pemeriksaan lain berupa X-Ray femur (S) posisi AP juga dilakukan
dengan hasil gambaran fraktur 1/3 tengah femur sinistra.

XII. PEMBAHASAN
Pada laporan kasus ini akan dibahas tentang seorang wanita usia 16
dengan diagnosis close fraktur 1/3 tengah femur sinistra yang ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis didapatkan keluhan utama nyeri pada tungkai atas kiri
yang terjadi setelah post KLL ± 7 jam SMRS. Menurut pasien, ia di
bonceng saudaranya dengan menggunakan motor dengan kecepatan tinggi,
pada saat berada diturunan jalan rem motor blong dan saudara pasien tidak
dapat mengontrol motor yang dikendarainya hingga akhirnya terjatuh.
Pasien kemudian terjatuh dengan posisi tungkai atas kiri menyentuh
permukaan sebagai tumpuan.
Berdasarkan teori mengenai fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas
tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung,
kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi
tulang/osteoporosis. Batang femur dapat mengalami fraktur akibat trauma
langsung, puntiran atau pukulan pada bagian depan yang berada dalam
posisi fleksi ketika kecelakaan lalu lintas. Pada patah tulang diafisis femur
biasanya perdarahan dalam cukup luas dan besar sehingga dapat

Page
34
menimbulkan syok, secara klinis penderita tidak dapat bangun, bukan saja
karena nyeri, tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur.6
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik dan tanda-tanda
vital dalam batas normal, status generalis dan lain-lain dalam batas normal.
Status lokalis dievaluasi melalui look, feel dan movement, pada pada regio
femur sinistra tampak edema , vulnus eksoriatum R. femur lateralis
sinistra, shortening (+), nyeri tekan, dan gerakan aktif dan pasif terbatas
nyeri. Berdasarkan temuan pada anamnesis dan pemeriksaan fisis,
diagnosis kerja yang dapat ditegakkan adalah Close Fraktur Femur
Sinistra. Untuk menegakkan diagnosis pasti pada kasus ini diperlukan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang pada kasus ini berupa
pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan x-ray femur sinistra posisi
antero posterior (AP) dan lateral (Lat). Rencana pemeriksaan radiologis
pada kasus ini sudah sesuai dengan teori yang mengatakan standar untuk
menegakkan diagnosis pada fraktur distal femur yaitu dengan posisi
standar anteroposterior (AP) dan lateral rafiografi sudah cukup untuk
menentukan jenis fraktur dan derajat displacement-nya.9 Berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat ditegakkan diagnosis
pasti yaitu close fraktur 1/3 tengah femur sinistra.
Berdasarkan gambaran radiologis pada kasus ini berdasarkan klasifikasi
frakturnya termasuk dalam frakturr dengan konfigurasi fraktur obliq pada
bagian corpus femur. Biasanya jenis fraktur ini terjadi akibat adanya beban
atau gaya yang besar, fraktur komplit terjadi karena adanya gangguan pada
kedua volar dan korteks dorsal, fragmen distal terletak proximal dan dorsal
dari fragmen proximal sehingga membentuk bayonet aposisi, sepeti yang
terjadi pada kasus ini.9
Tujuan penatalaksanaan kasus fraktur di femur adalah untuk mencapai
tulang yang union dan dapat diterima berdasarkan parameter radiologis
untuk optimalisasi fungsi jangka panjang dan mencegah komplikasi yang
lebih lanjut.9 Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan terapi
konservatif dan terapi operatif. Pada terapi konservatif, pasien diberikan
terapi medikamentosa dimana yang pertama dengan memberikan

Page
35
antibiotik dan analgesik serta pemasangan traksi kulit. Terapi yang kedua
yaitu terapi operatif. Pada pasien digunakan metode ORIF dan dilakukan
pemasangan traksi kulit dengan beban 3 kg.
Prognosis pada kasus ini adalah ad bonam untuk ad vitam, dubia ad bonam
untuk ad fungtionam tergantung pembatasan mobilisasi, dan untuk ad
sanationam adalah dubia ad bonam tergantung penyembuhan fraktur.

Page
36
BAB IV
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pasien dengan inisal Nn.PW, umur 16 tahun seorang pelajar
masuk ke RS dengan keluhan nyeri pada tungkai atas kiri. Pasien
merupakan rujukkan PKM Genyem dengan keluhan nyeri pada tungkai
atas ± 7 jam SMRS setelah post KLL. Menurut pasien , ia di bonceng
saudaranya dengan menggunakan sepeda motor dengan kecepatan tinggi,
pada saat berada duturunan jalan rem motor blong dan saudaranya pasien
tidak dapat mengontrol motor yang dikendarainya hingga akhirnya terjatuh
dan pasien tidak menggunakan helm, motor benturan kepala (+), pusing
(+), nyeri kepala (-), pingsan (-), muntah (-), luka lecet pada paha kiri (+),
nyeri (+), dan bengkak (+). Hindari trauma, makan makan yang tinggi protein
dan tinggi kalsium, jaga luka agar tetap steril, kontrol poliklinik orthopedic.

5.2 Saran
1. Instansi terkait sebaiknya lebih memperhatikan penyediaan sarana
khususnya yang bersifat instrumental untuk kebutuhan operasi agar
mempermudah penanganan terutama untuk kasus fraktur.
2. Tenaga kesehatan perlu dibekali kemampuan penanganan
konservatif terhadap fraktur.
3. Diperlukan sosialisasi bagi masyarakat terkait penanganan awal
pasien fraktur agar tidak terjadi salah penanganan yang
memperburuk kondisi fraktur sebelum ditangani petugas kesehatan.

Page
37
DAFTAR PUSTAKA

1. Apley AG, Solomon L. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem apley edisi
ketujuh. Jakarta: Widya Medika. 1995; hal.239, 260,374
2. Salomon L, Warwick D, Nayagam S. Apley’s system of orthopaedics and
fracture 9th edition. London: Hodder Arnold an Hachette UK company.
2010; p.857-859
3. Ismiarto YD. Special features of fracture in children. Orthopaedi dan
Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung.
2013. hal 1
4. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah edisi
keenam. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. 2000; hal.643
5. Sjamsuhidajat, R.Wim De Jong. 2000. Buku Ajar Ilmu Bedah: patah
tulang dan dislokasi. Jakarta: EGC. hal 840-874.
6. Jergensen F. H.,Ortopedi. Dalam Ilmu Bedah (Handbook of Surgery),
Editor: Theodore R.
7. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik, Edisi II, Editor: Iwan Ekayuda.
8. Sjamsuhidajat, R. Wim De Jong, 2000. Buku Ajar Ilmu Bedah: patah
tulang dan dislokasi. Jakarta : EGSC, hlm 840–874.
9. Rockwood and Green’s. Fracture in adults 8th edition. Philadelphia:
Wolters Kluwer Health. 2015; p.1-3, 349-, 2131-2138
10. Anatomi klinik Snell
11. Thompson JC. Netter’s concise orthopaedic anatomy. 2nd Edition.
Philadelphia. Elsevier Saunders. 2010. p. 2-3,141
12. Jong W, 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: ECG.
13. Aukerman, Douglas F. 2016, 6 Sept. Femur Injuries and Fractures. Citet
from http://emedicine.medscape.com/article/90779-overview#showall
14. Vaccaro. A.R. Orthopaedic Knowledge Update 8. 2003. American
Academy of Orthopaedic Surgeon. USA.
15. N.A. Teuku. SUDUT ANTEVERSI LEHER FEMUR PADA ORANG
INDONESIA. Fakultas Kedokteran. Universitas Hasanuddin.

Page
38
16. Rasjad, C. Trauma Pada Tulang dalam : Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi.
Edisi Ketiga. Penerbit Yarsif Watampone. Jakarta. 2007. P. 326-359
17. Mansjoer Arief. Kapita Selekta kedokteran. Media Aesculapius.
Jakarta.2000. p.241-242
18. R. Chairuddin. PENGANTAR ILMU BEDAH ORTOPEDI. 2009. PT.
Yarsif Watampone. Jakarta.
19. Subagjo. S.A.W. Mochamad. Dkk. ANATOMI BAGIAN 1. Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga.
20. Devas, M.B. Hastings. Functional Anatomy of the Hip Joint Chapter 7.
1964.England

Page
39
Page
40

Anda mungkin juga menyukai

  • Refleksi Kasus Retensio Plasenta
    Refleksi Kasus Retensio Plasenta
    Dokumen11 halaman
    Refleksi Kasus Retensio Plasenta
    Nurholis Majid
    Belum ada peringkat
  • Refleksi Kasus Retensio Plasenta
    Refleksi Kasus Retensio Plasenta
    Dokumen11 halaman
    Refleksi Kasus Retensio Plasenta
    Nurholis Majid
    Belum ada peringkat
  • Refleksi Kasus Retensio Plasenta
    Refleksi Kasus Retensio Plasenta
    Dokumen11 halaman
    Refleksi Kasus Retensio Plasenta
    Nurholis Majid
    Belum ada peringkat
  • Rest Plasenta
    Rest Plasenta
    Dokumen8 halaman
    Rest Plasenta
    Roni Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • Keterampilan Klinik Kegawat-Daruratan Ob
    Keterampilan Klinik Kegawat-Daruratan Ob
    Dokumen9 halaman
    Keterampilan Klinik Kegawat-Daruratan Ob
    ririn andriani ibrahim
    Belum ada peringkat
  • Rest Plasenta
    Rest Plasenta
    Dokumen8 halaman
    Rest Plasenta
    Roni Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • Kedudukan Janin Intrauterin
    Kedudukan Janin Intrauterin
    Dokumen10 halaman
    Kedudukan Janin Intrauterin
    Elyzabeth Kvn
    Belum ada peringkat
  • Keterampilan Klinik Kegawat-Daruratan Ob
    Keterampilan Klinik Kegawat-Daruratan Ob
    Dokumen9 halaman
    Keterampilan Klinik Kegawat-Daruratan Ob
    ririn andriani ibrahim
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Panggul
    Anatomi Panggul
    Dokumen15 halaman
    Anatomi Panggul
    rosida suhaimi
    Belum ada peringkat
  • Rest Plasenta
    Rest Plasenta
    Dokumen8 halaman
    Rest Plasenta
    Roni Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • Retensio Plasenta
    Retensio Plasenta
    Dokumen19 halaman
    Retensio Plasenta
    Wulan Ervinna Simanjuntak
    Belum ada peringkat
  • Kedudukan Janin Intrauterin
    Kedudukan Janin Intrauterin
    Dokumen10 halaman
    Kedudukan Janin Intrauterin
    Elyzabeth Kvn
    Belum ada peringkat
  • Rest Plasenta
    Rest Plasenta
    Dokumen8 halaman
    Rest Plasenta
    Roni Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • IUGR
    IUGR
    Dokumen19 halaman
    IUGR
    ririn andriani ibrahim
    Belum ada peringkat
  • Print Lapkas Cover
    Print Lapkas Cover
    Dokumen6 halaman
    Print Lapkas Cover
    ririn andriani ibrahim
    Belum ada peringkat
  • ABORTUS
    ABORTUS
    Dokumen31 halaman
    ABORTUS
    Tri Rizky Nugraha
    Belum ada peringkat
  • ABORTUS
    ABORTUS
    Dokumen31 halaman
    ABORTUS
    Tri Rizky Nugraha
    Belum ada peringkat
  • IUGR
    IUGR
    Dokumen19 halaman
    IUGR
    ririn andriani ibrahim
    Belum ada peringkat
  • IUGR
    IUGR
    Dokumen3 halaman
    IUGR
    ririn andriani ibrahim
    Belum ada peringkat
  • IUGR
    IUGR
    Dokumen19 halaman
    IUGR
    ririn andriani ibrahim
    Belum ada peringkat
  • Lembar Pengesahan
    Lembar Pengesahan
    Dokumen2 halaman
    Lembar Pengesahan
    ririn andriani ibrahim
    Belum ada peringkat
  • Print Lakas Ririn
    Print Lakas Ririn
    Dokumen1 halaman
    Print Lakas Ririn
    ririn andriani ibrahim
    Belum ada peringkat
  • ABORTUS
    ABORTUS
    Dokumen31 halaman
    ABORTUS
    Tri Rizky Nugraha
    Belum ada peringkat
  • IUGR
    IUGR
    Dokumen19 halaman
    IUGR
    ririn andriani ibrahim
    Belum ada peringkat
  • Print Lakas Ririn
    Print Lakas Ririn
    Dokumen1 halaman
    Print Lakas Ririn
    ririn andriani ibrahim
    Belum ada peringkat
  • Dosimetri PPR
    Dosimetri PPR
    Dokumen62 halaman
    Dosimetri PPR
    M Fadli Nur
    Belum ada peringkat
  • Bone Healing
    Bone Healing
    Dokumen8 halaman
    Bone Healing
    nursafira marwa
    Belum ada peringkat
  • Lembar Pengesahan
    Lembar Pengesahan
    Dokumen2 halaman
    Lembar Pengesahan
    ririn andriani ibrahim
    Belum ada peringkat
  • Print Lakas Ririn
    Print Lakas Ririn
    Dokumen51 halaman
    Print Lakas Ririn
    ririn andriani ibrahim
    Belum ada peringkat