Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

Semakin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan,
kendaraan, pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan jalan serta
kecepatan kendaraan maka mayoritas penyebab terjadinya fraktur adalah
kecelakaan lalu lintas. Selain itu, trauma lain yang dapat mengakibatkan fraktur
adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, dan cedera olah raga.
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan
atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan. Rekonstruksi
terjadinya kecelakaan penting untuk menduga fraktur yang terjadi. Setiap trauma
yang dapat mengakibatkan fraktur juga dapat merusak jaringan lunak di sekitar
fraktur mulai dari otot, fascia, kulit, tulang, sampai struktur neurovaskuler atau
organ-organ penting lainnya.
Fraktur pelvis merupakan 3% kasus dari semua kasus fraktur tulang. Lebih
dari separuh dari semua kasus fraktur pelvis terjadi akibat dari trauma minimal-
sampai sedang. Disisi lain, fraktur pelvis yang berat dapat menyebabkan
komplikasi yang signifikan. Sebuah analisis baru-baru ini lebih dari 63.000
pasien trauma menunjukkan bahwa fraktur pelvis berkaitan dengan tingginya
angka mortality yang disebabkan oleh karena perdarahan, baik panggul atau
extrapelvic, atau terkait cedera kepala parah.
Femur merupakan tulang terkeras dan terpanjang pada tubuh, oleh karena
itu butuh kekuatan benturan yang besar untuk menyebabkan fraktur pada femur.
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi
akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan
biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Insiden fraktur femur
sebesar 1-2 kejadian pada per 10.000 jiwa penduduk setiap tahunnya. Kebanyakan
penderita berusia produktif antara 25 – 65 tahun, laki-laki lebih banyak menderita
terutama pada usia 30 tahun. Penyebab fraktur sangat bervariasi, baik akibat
kecelakaan ketika mengendarai mobil, sepeda motor, dan kecelakaan ketika
rekreasi.

1
BABII
TELAAH PUSTAKA

2.1 Fraktur
2.1.1 Definisi fraktur
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, baik yang
bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma.
Terjadinya suatu fraktur lengkap atau tidak lengkap ditentukan oleh
kekuatan, sudut dan tenaga, keadaan tulang, serta jaringan lunak di sekitar
tulang.
2.1.2 Etiologi
Penyebab fraktur femur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana
trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas
fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari
ketinggian, kecelakaan kerja, cidera olah raga. Trauma bisa terjadi secara
langsung dan tidak langsung. Dikatakan langsung apabila terjadi benturan
pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, dan secara tidak
langsung apabila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
2.1.3 Klasifikasi dan gejala klinis
Secara umum, keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan
sebagai fraktur terbuka, fraktur tertutup dan fraktur dengan komplikasi.
Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen
tulang, sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan/dunia luar.
Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia
luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat terbentuk dari dalam
maupun luar. Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan
komplikasi seperti malunion, delayed union, nounion dan infeksi tulang.
Klasifikasi fraktur dapat sangat bervariasi, beberapa dibagi menjadi
beberapa kelompok, yaitu:

2
A. Klasifikasi etiologi
a. Fraktur traumatik
Karena trauma yang yang terjadi secara tiba-tiba.
b. Fraktur patologis
Karena kelemahan tulang akibat keadaan patologis tulang.
c. Fraktur stress
Karena trauma yang terus memenerus pada suatu tempat tertentu.
B. Klasifikasi klinis
a. Fraktur tertutup
Fraktur yang tidak ada hubungan dengan dunia luar.
Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup
ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak
sekitar trauma, yaitu:
 Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera
jaringan lunak sekitarnya.
 Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
 Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan
lunak bagian dalam dan pembengkakan.
 Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur terbuka
Fraktur yang mempunyai hubungan dunia luar melalui luka pada
kulit dan jaringan lunak. Bisa dari dalam (from within) atau dari
luar (from without). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila
terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar karena adanya perlukaan kulit. Fraktur terbuka terbagi
atas 3 derajat (menurut R.Gustilo), yaitu:

3
Tipe Batasan
Periosteum masih membungkus fragmen fraktur dengan
IIIA
kerusakan jaringan lunak yang luas
Kehilangan jaringan lunak yang luas, kontaminasi berat,
IIIB
periosteal striping atau terjadi bone expose
Disertai kerusakan arteri yang memerlukan repair tanpa
IIIC
melihat tingkat kerusakan jaringan lunak.
K
Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III (Gustillo dan Anderson,
1976) oleh Gustillo, Mendoza dan Williams (1984):

Tipe Batasan
I Luka bersih dengan panjang luka < 1 cm
Panjang luka > 1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang
II
berat
Kerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur
segmental terbuka, trauma amputasi, luka tembak dengan
III kecepatan tinggi, fraktur terbuka di pertanian, fraktur yang
perlu repair vaskuler dan fraktur yang lebih dari 8 jam setelah
kejadian.

Fraktur tertutup Fraktur terbuka

Gambar 1. Fraktur tertutup dan fraktur terbuka

4
Gambar 2. Klasifikasi fraktur terbuka

c. Fraktur dengan komplikasi


Fraktur dengan komplikasi misal infeksi tulang, malunion, delayed
union dan nonunion.

C. Klasifikasi radiologis
a. Lokasi:
 Diafisis
 Metafisis
 Intra articular
 Fraktur dengan dislokasi

5
Gambar 3. Jenis Fraktur Berdasarkan Lokasinya

b. Konfigurasi
 Transversal : garis patah tulang melintang sumbu tulang.
 Oblik : garis patah tulang membentuk sudut pada sumbu tulang.
 Spiral : garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih.
 Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
 Komminutifa : fraktur lebih dari 2 fragmen fraktur dimana garis
patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
 Avulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot yang insersinya pada tulang.
 Depresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang kearah permukaan lain.
 Impaksi : satu fragmen masuk ke fragmen yang lain.
 Fraktur epifisis

6
Gambar 4. Jenis Fraktur Berdasarkan Konfigurasinya

D. Ekstensi
a. Total/ komplit
b. Tidak total (crack)/ parsial
c. Torus
d. Garis rambut
e. Green stick

Gambar 5. Macam-macam fracture

7
E. Hubungan antar fragmen
a. Undisplaced (tidak bergeser)
b. Displaced (bergeser)
c. Shifted Sideways – menggeser ke samping tapi dekat
d. Angulated – membentuk sudut tertentu
e. Rotated – memutar
f. Distracted – saling menjauh karena ada interposisi
g. Overriding – garis fraktur tumpang tindih
h. Impacted – satu fragmen masuk ke fragmen yang lain

Gambar 6. Fraktur menurut hubungan antar fragmen

2.1.4 Diagnosis Fraktur


A. Anamnesis
Biasanya pasien datang dengan suatu trauma baik hebat maupun
ringan, diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota
gerak. Anamnesis dilakukan dengan cermat, arena fraktur tidak
selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada
daerah lain. Trauma dapat terjadi arena kecelakaan lalulintas, jatuh dari
ketinggian, jatuh dari kamar mandi pada orang tua, penganiayaan,

8
tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau
karena trauma olahraga.
Beberapa gejala / keluhan yang membuat penderita datang untuk
diperiksa adalah:
1. Trauma
 Waktu terjadinya trauma
 Cara terjadinya trauma
 Lokalisasi trauma
2. Nyeri
Nyeri merupakan gala yang tersering ditemukan dan perlu diketahui
secara lengkap tentang sifat-sifat nyeri. Rasa nyeri berbeda tiap
individu karena ambang nyeri dan toleransi terhadap nyeri dari
masing-masing individu berbeda.
Sifat-sifat nyeri yang perlu diketahui:
 Lokasi nyeri: hams ditunjuk tepat oleh penderita
 Karakter nyeri: apakah sifatnya tumpul atau tajam
 Gradasi nyeri
 Intensitas nyeri: apakah nyeri berkurang apabila beristirahat
3. Kekakuan pada sendi
Bisa bersifat umum seperti pada rematoid artritis, ankilosing
spondilitis, atau bersifat lokal pada sendi-sendi tertentu. Locking
merupakan suatu kekakuan sendi yang terjadi secara tibatiba akibat
blok secara mekanis pada sendi oleh tulang rawan atau meniskus.
4. Pembengkakan
Pembengkakan dapat terjadi pada jaringan lunak, sendi, atau tulang.
Riwayat pembengkakan perlu diketahui apakah terjadi sebelum atau
sesudah trauma, terjadi perlahan atau progresif. Pembengkakan dapat
disebabkan oleh infeksi, tumor jinak, atau ganas
5. Deformitas
Deformitas dapat terjadi pada sendi, anggota gerak, atau tempat lain.
Deformitas dapat pada satu atau lebih dari satu sendi. Pada suatu

9
trauma yang terjadi fraktur, tulang bergeser dari tempatnya sehingga
terjadi deformitas (kelainan bentuk)
6. Instabilitas sendi
Mengetahui penyebabnya, apakah karena kelemahan otot atau
kelemahan / robekan pada ligamen dan selaput sendi
7. Kelemahan otot
Kelemahan otot dapat bersifat umum atau bersifat lokal oleh karena
gangguan neurologis pada otot. Yang perlu diperhatikan:
 Waktu dan sifatnya: apa terjadi bertahap atau tiba-tiba
 Batas bagian tubuh yang mengalami kelemahan otot
 Bersifat regresi atau spontan
 Apakah disertai dengan kelainan sensoris
 Apakah kontrol sfingter terganggu
 Apakah menimbulkan kecacatan
 Riwayat pengobatan sebelumnya
8. Gangguan sensibilitas
Terjadi bila kerusalan saraf pada UMN / LMN baik bersifat lokal
maupun umum. Gangguan sensibilitas dapat pula terjadi bila ada
trauma atau penekanan pada saraf. Perlu diketahui apakah gangguan
ini bertambah berat atau berulang
9. Gangguan atau hilangnya fungsi
Gangguan atau hilangnya fungsi baik sendi maupun anggota gerak
dapat disebabkan oleh berbagai sebab seperti nyeri setelah trauma,
kekakuan sendi, atau kelemahan otot
B. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
1. Syok, anemia, atau perdarahan
2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang
belakang, atau organ-organ dalam rongga thoraks, panggul, dan
abdomen
3. Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis

10
Status Lokalis
a. Inspeksi (Look)
 Membandingkan dengan bagian yang sehat
 Memperhatikan posisi anggota gerak
 Melihat keadaan umum penderita secara keseluruhan
 Melihat ekspresi wajah karena nyeri
 Lidah kering atau basah
 Melihat adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
 Melihat adanya luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutup atau terbuka
 Melihat ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam
sampai beberapa hari
 Memperhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi, dan
kependekan
 Melakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada
organ lain
 Memperhatikan kondisi mental penderita
 Melihat keadaan vaskularisasi
b. Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
 Temperatur setempat yang meningkat
 Nyeri tekan: nyeri yang bersifat superfisial biasanya
disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat
fraktur pada tulang
 Krepitasi: dapat diketahui dengan perabaan dan harus
dilakukan secara hati-hati
 Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa
palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis
posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena
 Refilling arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal
daerah trauma, temperatur kulit.

11
 Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk
mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai.
Cara pemeriksaan: pasien dalam posisi supinasi dengan posisi
Anterior Superior Illiac Spine (SIAS) horizontal kemudian
ukur panjang kaki yang sebenarnya (true leg length): diukur
dari SIAS ke malleolus medialis dan ukur panjang kaki yang
terlihat (apparent leg lenght): diukur dari Xiphisternum ke
malleolus medialis.

Gambar 6. Pengukuran True leg length dan apparent leg length

c. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan
secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang
mengalami trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan
akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak
boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh
darah dan saraf.
Pada pergerakan dapat diperoleh informasi mengenai:
 Evaluasi gerakan sendi secara aktif dan pasif

12
- Apakah gerakan menimbulkan rasa sakit
- Apakah gerakan disertai krepitasi
 Stabilitas sendi
Ditentukan oleh integritas kedua permukaan sendi dan
keadaan ligamen yang mempertahankan sendi. Pemeriksaan
stabilitas sendi dapat dilakukan dengan memberikan tekanan
pada ligamen dan gerakan sendi diamati
 Pemeriksaan ROM (Range Of Joint Movement)
Pemeriksaan batas gerakan sendi harus dicatat pada setiap
pemeriksaan ortopedi yang meliputi batas gerakan aktif dan
batas gerakan pasif. Setiap sendi mempunyai nilai batas
gerakan normal yang merupakan patokan untuk gerakan
abnormal dari sendi. Gerakan sendi sebaiknya dibandingkan
dengan mencatat gerakan sendi normal dan abnormal secara
aktf dan pasif.
d. Pemeriksaan neurologis
Merupakan pemeriksaan secara sensoris dan motoris serta
gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis,
atau neurotmesis. Kelainan sarfa yang didapatkan merupakan
patokan untuk pengobatan selanjutnya.
 Fungsi motoris
Pemeriksaan tonus dan kekuatan otot dengan menggerakkan
sendi-sendi. Didapatkan adanya spastisitas atau kelemahan
otot.
 Fungsi sensoris
Pemeriksaan sensibilitas dilakukan dengan melihat apakah ada
kelainan dalam sensibilitas pada daerah tertentu misalnya
hiperestesia, hipestesia, atau anestesia. Pada pemeriksaan
sensibilitas perlu dibuat gambar kelainan dan daerah yang
mengalami perubahan sensibilitas
 Pemeriksaan refleks
e. Pemeriksaan penunjang

13
 Pemeriksaan radiologis
 Foto Polos
Tujuan dari pemeriksaan radiologis adalah:
- Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
- Untuk konfirmasi adanya fraktur
- Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi
fragmen serta pergerakannya
- Untuk menentukan teknik pengobatan
- Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
- Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau
ekstra-artikuler
- Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
- Untuk melihat adanya benda asing
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan prinsip dua:
- Dua posisi proyeksi: dilakukan sekurang-kurangnya pada
antero-posterior dan lateral
- Dua sendi: diatas dan dibawah sendi yang mengalami
fraktur
- Dua anggota gerak: pada anak-anak sebaiknya dilakukan
foto pada kedua anggota gerak terutama pada fraktur
epifisis
- Dua trauma: pada trauma hebat sering menyebabkan fraktur
pada dua daerah tulang
- Dua kali dilakukan foto: pada fraktur tertentu misalnya
fraktur tulang skafoid foto pertama biasanya tidak jelas
sehingga diperlukan foto berikutnya 10-14 hari kemudian
2.1.5 Penatalaksanaan
A. Prinsip pengobatan fraktur
1. Recognition: diagnosis dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur
dengan anamnesis, pemeriksaan klinik, dan radiologis. Pada awal
pengobatan perlu diperhatikan:

14
a. Lokalisasi fraktur
b. Bentuk fraktur
c. Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
d. Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan
2. Reduction: reduksi fraktur apabila perlu
Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi
yang dapat diterima. Pada fraktur inter-artikuler diperlukan reduksi
anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan
mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas, serta perubahan
osteoartritis di kemudian hari. Posisi yang baik adalah:
a. Alignment yang sempurna
b. Aposisi yang sempurna
Fraktur seperti fraktur klavikula, iga, dan fraktur impaksi dari
humerus tidak memerlukan reduksi. Angulasi < 5° pada tulang
panjang anggota gerak bawah dan lengan atas, dan angulasi sampai
10° pada humerus dapat diterima. Terdapat kontak sekurang-
kurangnya 50%, dan over-riding tidak melebihi 0,5 inci pada fraktur
femur. Adanya rotasi tidak dapat diterima dimanapun lokalisasi
fraktur.
3. Retention: imobilisasi fraktur
Tujuannya adalah untuk mempertahankan posisi fragmen post
reposisi sampai Union. Indikasi dilakukannya fiksasi yaitu pada
pemendekan (shortening), fraktur unstabel serta kerusakan hebat
pada kulit dan jaringan sekitar.
Jenis Fiksasi :
a. Ekternal / OREF (Open Reduction External Fixation)
 Gips ( plester cast)
 Traksi
Jenis traksi :
- Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur humerus
- Skin traksi
Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga

15
fragmen akan kembali ke posisi semula. Beban maksimal 4-5
kg karena bila kelebihan kulit akan lepas
- Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.
Traksi ini dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi
koksea, femur, lutut), pada tibia atau kalkaneus (fraktur
kruris). Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada
pemasangan traksi yaitu gangguan sirkulasi darah pada
beban > 12 kg, trauma saraf peroneus (kruris) , sindroma
kompartemen, infeksi tempat masuknya pin.

Gambar 7. Metode OREF

Indikasi OREF :
 Fraktur terbuka derajat III
 Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
 fraktur dengan gangguan neurovaskuler
 Fraktur Kominutif
 Fraktur Pelvis
 Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF
 Non Union

16
 Trauma multiple

b. Internal / ORIF (Open Reduction Internal Fixation)


ORIF ini dapat menggunakan K-wire, plating, screw, k-nail.
Keuntungan cara ini adalah reposisi anatomis dan mobilisasi dini
tanpa fiksasi luar.
Indikasi ORIF :
 Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis
tinggi, misalnya fraktur talus dan fraktur collum femur.
 Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur
avulse dan fraktur dislokasi.
 Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan.
Misalnya fraktur Monteggia, fraktur Galeazzi, fraktur
antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.
 Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang
lebih baik dengan operasi, misalnya : fraktur femur.

Gambar 8. Metode ORIF


4. Rehabilitation: mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal
mungkin
2.1.6 Komplikasi
A. Komplikasi Dini
1. Cedera saraf.

17
Cedera saraf jarang disebabkan oleh fraktur, tetapi mungkin
disebabkan oleh dokter bedah itu sendiri.
2. Cedera Vaskular
Fraktur radius ulna jarang menyebabkan masalah pada arteri radius
ulna karena sirkulasi yang baik.
3. Kompartemen Sindrom
Tulang lengan bawah selalu menyebabkan pembengkakan dari
jaringan lunak, sangat mengancam dan sulit untuk mendiagnosis jika
lengan bawah terbungkus oleh perban/gips. Sebuah pulsasi distal
tidak mengecualikan sindrom kompartemen. Jika ada tanda-tanda
kegagalan sirkulasi pengobatan harus cepat dilakukan tanpa
kompromi.
4. Infeksi
System pertahan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa
juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin
dan plat.
B. Komplikasi lanjut
1. Delayed Union
Sebagian besar fraktur radius dan ulna sembuh dalam waktu 8-12
minggu; namun energi tinggi yang menyebabkan fraktur dan open
fraktur cenderung sulit untuk terjadi penyembuhan. Tidak jarang
delayed union terjadi pada os radius atau os ulna (biasanya ulna);
imobilisasi mungkin harus terus dilakukan dari waktu yang
seharusnya.
2. Non Union
Non union artinya tidak menyatu atau tidak ada penyatuan, non
union merupakan kasus lanjutan dari delayed union. Jadi, bila patah
tulang tidak menyatu dalam waktu 6-8 bulan dinamakan non union.
3. Malunion

18
Dengan reduksi tertutup selalu ada risiko akan terjadinya
malunion, sehingga terjadi angulasi atau deformitas rotasi dari
lengan bawah, cross-union dari fragmen, atau pemendekan salah satu
tulang dan gangguan dari distal sendi radio-ulnaris.
Jika pronasi atau supinasi sangat terbatas, dan tidak ada cross
union, mobilitas dapat ditingkatkan dengan perbaikan osteotomy.
Namun, itu bisa sangat sulit untuk mengkoreksi deformitas.
2.1.7 Penyembuhan Fraktur
A. Fase Hematoma
Pembuluh darah di sekitar tulang yang mengalami fraktur robek,
akibatnya, tulang disekitar fraktur akan kekurangan nutrisi dan akhirnya
mati sekitar 1-2 mm.

Gambar 9. Fase Hematoma

B. Fase Proliferasi Sel


Pada 8 jam pertama fraktur merupakan masa reaksi inflamasi akut
dengan proliferasi sel di bawah periosteum dan masuk ke dalam kanalis
medulla. Bekuan hematom diserap secara perlahan dan kapiler baru
mulai terbentuk.

Gambar 10. Fase Proliferasi Sel

19
C. Fase Pembentukan Kalus
Sel yang berproliferasi bersifat kondrogenik dan osteogenik. Sel-sel
ini akan membentuk tulang dan juga kartilago. Selain itu sel yang
berproliferasi tersebut juga membentuk osteoklas yang memakan
tulang-tulang yang mati. Massa seluler yang tebal tersebut dan garam-
garam mineralnya terutam kalsium membentuk suatu tulang imatur
yang disebut woven bone. Woven bone ini merupakan tanda pada
radiologik bahwa telah terjadi proses penyembuhan fraktur.

Gambar 11. Fase Pembentukan Kalus

D. Fase Konsolidasi
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-
lahan akan membentuk jaringan tulang yang lebih kuat oleh aktivitas
osteoblas.

Gambar 12. Fase Konsolidasi

E. Fase Remodeling
Jika proses penyatuan tulang sudah lengkap, maka tulang yang baru
akan membentuk bagian yang menyerupai dengan bulbus yang meliputi

20
tulang tanpa kanalis medularis. Pada fase ini resorbsi secara
osteoklastik tetap terjadi dan tetap terjadi osteoblastik pada tulang.

Gambar 13. Fase Remodeling

Gambar 14. Penyembuhan Fraktur

21
2.2 Fraktur Pelvis
2.2.1 Anatomi pelvis
Pelvis adalah daerah batang tubuh yang berada disebelah dorsokaudal
terhadap abdomen dan merupakan daerah peralihan dari batang tubuh ke
ekstremitas inferior. Pelvis bersendi dengan vertebra lumbalis ke-5 di bagian
atas dengan caput femoris kanan dan kiri pada acetabulum yang sesuai.
Pelvis dibatasi oleh dinding yang dibentuk oleh tulang, ligamentum, dan
otot. Cavitas pelvis yang berbentuk seperti corong, member tempat kepada
vesika urinaria, alat kelamin pelvic, rectum, pembuluh darah dan limfe, dan
saraf. Kerangka pelvis terdiri dari :
 Dua os coxae yang masing-masing dibentuk oleh tiga tulang : os ilii, os
ischii, dan os pubis
 Os sacrum
 Os coccyges

Gambar 15. Anatomi Pelvis

A. Os sacrum
Os sacrum terdiri dari lima rudimenter yang bersatu membentuk
tulang berbentuk baji yang cekung kearah anterior. Pinggir atas atau

22
basis ossis sacri bersendi dengan vertebra lumbalis V. pinggir inferior
yang sempit bersendi dengan os coccygis. Dilateral, os sacrum bersendi
dengan kedua os coxae membentuk articulation sacroiliaca. Pinggir
anterior dan atas vertebra sacralis pertama menonjol kedepan sebagai
batas posterior aperture pelvis superior, disebut promontorium os sacrum
yang merupakan bagian penting bagi ahli kandungan untuk menentukan
ukuran pelvis. Foramina vertebralia bersama-sama membentuk kanalis
sakralis. Kanalis sakralis berisi radiks anterior dan posterior nervi
lumbales, sacrales, dan coccygeus vilum terminale dan lemak fibrosa.
B. Os coccyges
Os coccyges berartikulasi dengan sacrum di superior tulang ini
terdiri dari empat vertebra rudimenter yang bersatu membentuk tulang
segitiga kecil yang basisnya bersendi dengan ujung bawah sacrum.
Vertebra coccygea hanya terdiri atas corpus, namum vertebra pertama
mempunyai prosecus tranversus rudimenter dan kornu coccygeum.
Kornu adalah sisa pediculus dan procesus articularis superior yang
menonjol ke atas untuk bersendi dengan kornu scrale.
C. Os inominatum tulang panggul
Tulang ini terdiri dari tiga bagian komponen, yaitu : ilium, iscium,
dan pubis. Saat dewasa tulang-tulang ini telah menyatu seluruhnya pada
acetabulum.
Ilium, batas atas tulang ini adalah krista iliaca. Krista iliaca berjalan
ke belakang dari spina iliaka anterior superior menuju spina iliaka
posterior superior. Di bawah tonjolan tulang ini terdapat spina
inferiornya. Permukaan aurikularis ilium disebut permukaan glutealis
karena disitulah perlekatan m. gluteus. Linea glutealis inferior, anterior,
dan posterior membatasi perlekatan glutei ke tulang. Permukaan dalam
ilium halus dan berongga membentuk fossa iliaka. Fossa ilika
merupakan tempat melekatnya m. iliakus. Permukaan aurikularis ilium
berartikulasi dengan sacrum pada sendi sacroiliaca (sendi synovial).
Ligamentum sacroiliaca posterior, interoseus, dan anterior memperkuat

23
sendi sakroiliaka. Linea iliopectinealis berjalan disebelah anterior
permukaan dalam ilium dari permukaan aurikularis menuju pubis.
Iscium, terdiri dari spina dibagian posterior yang membatasi incisura
isciadica mayor (atas) dan minor (bawah). Tuberositas iscia adalah
penebalan bagian bawah korpus iscium yang menyangga berat badan
saat duduk. Ramus iscium menonjol ke depan dari tuberositas ini dan
bertemu serta menyatu dengan ramus pubis inferior.
Pubis, terdiri dari korpus serta rami pubis superior dan inferior.
Tulang ini berartikulasi dengan tulang pubis ditiap sisi simfisis pubis.
Permukaan superior dari korpus memiliki Krista pubicum dan
tuberkulum pubicum. Foramen obturatorium merupakan lubang besar
yang dibatasi oleh rami pubis dan iscium.
D. Pelvis major (panggul besar, pelvis spurium)
Terletak cranial terhadap aperture pelvis superior (aditus pelvis).
Terbuka dan melebar pada ujung atasnya dan harus dipikirkan sebagai
bagian cavitas abdominalis. Melindungi isi abdomen dan setelah
kehamilan bulan ke tiga, membantu menyokong uterus gravidarum. Ke
arah ventral dibatasi dinding abdomen, ke arah lateral oleh fossa iliaca
dextra, dan fossa iliaca sinistra, dan ke arah dorsal oleh vertebra L. S dan
vertebra S1.
E. Pelvis minor (panggul kecil, pelvis verum)
Berada antara aperture pelvis superior dan aperture pelvis inferior
(exitus pelvis). Merupakan lokasi fisera pelvis (misalnya vesika
urinaria). Dibatasi oleh permukaan dalam os coxae, os sacrum dan os
coccygis. Ke bawah dibatasi oleh diafragma pelvis. Pelvis minor
mempunyai pintu masuk, pintu keluar, dan sebuah cavitas. Pelvis minor
merupakan saluran tulang yang harus dilalui oleh janin pada proses
persalinan.
Ada 4 sendi pelvis, yaitu :
a. Dua articulation sacroiliaca
b. Symphisis pubis
c. Articulation sacrococcygea

24
Gambar 16. Sisi Lateral Tulang Innominatum

Klasifikasi jenis pelvis normal yang dipakai adalah klasifikasi dari


CALD WELL dan MOLLOY. Ada 4 kelompok utama :
d. Ginekoid
Pelvis ginekoid adalah nama lain dari pelvis wanita normal.
Mempunyai pintu masuk berbentuk bulat dan pintu keluarnya
mempunyai spina isciadica yang tumpul (bulat), dan tidak tajam dan
tidak menonjol. Arcus pubis memiliki sudut yang membulat. Pelvis
jenis ini memiliki efek yang menguntungkan pada saat persalinan,
karena pelvis bulat didepan, maka fetus akan memberikan presentasi
kepala sehingga jalannya persalinan akan lebih mudah.
e. Android
Pelvis android mempunyai pintu masuk yang berbentuk jantung,
menyebabkan pelvis bagian depan sangat sempit. Mempunyai
kurvatura yang buruk. Pintu keluar membentuk angulus subpubicus
yang lebih tajam dan mempersempit ruangan. Spina isciadica tajam
dan membelok. Pelvis jenis ini membuat persalinan cenderung lebih
lama tetapi berlangsung normal.
f. Platipeloid
Pelvis jenis ini dapat disebabkan oleh factor perkembangan, rakhitis
atau factor herediter. Pintu masuknya berbentuk ginjal. Pintu
keluarnya cukup luas karena arcus pubisnya sangat besar. Pada

25
pelvis platipeloid proses persalinannya cukup sulit karena kepala
fetus mengalami kesulitan dalam memasuki pintu masuk pelvis.
g. Anthropoid
Pintu masuknya berbentuk oval, mempunyai diameter
anteroposterior yang panjang, tetapi diameter transversa yang lebih
pendek. Cavitas pelvisnya cukup memadai pada semua diameternya
tetapi agak dalam. Pintu keluarnya juga cukup memadai pada semua
diameternya, dengan arcus pubis yang agak lebar. Pelvis ini
mempunyai pintu masuk yang paling mudah dilalui kepala fetus.
Lebih sering occiput terletak pada cekung sacrum dan bukannya
mengarah ke anterior. Kemudian fetus melewati pelvis dengan posisi
yang sama, dan lahir dengan posisi occipitoposterior yang tidak
mengalami reduksi dan bukannya muka yang menghadap perineum.

Gambar 17. Jenis Pelvis


2.2.2 Definisi Fraktur pelvis
Patah tulang panggul adalah gangguan struktur tulang panggul. Pada
orang tua, penyebab paling umum adalah jatuh dari posisi berdiri. Namun,
fraktur yang berhubungan dengan morbiditas dan kematian terbesar
melibatkan masalah yang signifikan misalnya karena kecelakaan kendaraan
bermotor atau jatuh dari ketinggian sebuah..
Tulang panggul terdiri dari ilium, ischium, dan pubis, yang merupakan
cincin anatomi dengan sakrum. Gangguan dari cincin ini membutuhkan

26
energi yang signifikan. Patah tulang panggul sering melibatkan cedera pada
organ-organ yang terdapat dalam tulang panggul. Patah tulang panggul
sering dikaitkan dengan pendarahan parah karena pasokan darah yang luas
ke wilayah tersebut.
2.2.3 Klasifikasi Fraktur Pelvis
A. Tile classification of pelvic injury
Kombinasi antara mekanisme injury dan stabilitas
a. Tipe A : stable pelvic fracture
 Tipe A1 : pelvis intak.
 Tipe A2 : nondisplaced pelvic fracture
 Tipe A3 : fraktur jenis transverse pada sacrum dan coccygeus.
Pelvis intak.

Gambar 18. Stable pelvi fracture

b. Tipe B : rotationally unstable, vertically stable fractures


 Tipe B1 : anterior-posterior kompresi injury. Pada tipe B1
merupaan jenis fraktur “open-book” fraktur pelvis, yang terbagi
dalam tiga bagian :
- Stage 1 : diastasis simfisis pubis <2,5cm. Tidak ada hubungan
dengan pelvis bagian posterior
- Stage 2: diastasis simfisis pubis >2,5cm. Unilateral injury
pelvis bagian posterior
- Stage 3 : diastasis simfisis pubis >2,5cm. Bilateral injury pelvis
bagian posterior

27
Gambar 19. Rotationally unstable, vertically stable fractures tipe B1

 Tipe B2 : lateral kompresi injury (ipsilateral). Terjadi fraktur rami


anterior. Bagian posterior hancur.
 Tipe B3 : kompresi lateral (kontralateral). Pada anterior lesi
mayor biasanya berada pada sisi yang berlawanan dari sisi
posterior lesi, tetapi dapat terjadi fraktur di keempat rami. Efek
yang terjadi berupa hemipelvis pada rotasi anterior dan superior.
Injury tipe ini biasanya disebabkan oleh pukulan secara lamgsung
pada puncak iliac.

Gambar 20. Rotationally unstable, vertically stable fractures tipe B1

c. Tipe C : rotationally and vertically unstable fractures


 Tipe C1 : ipsilateral anterior dan posterior injury
 Tipe C2 : bilateral hemipelvic disruption
 Tipe C3 : jenis fraktur pelvis mana saja yang berhubungan dengan
fraktur acetabula

28
Gambar 20. Rotationally unstable, vertically stable fractures tipe C

B. Young and burgess classification


a. Mekanisme injury
b. Kompresi anteroposterior
c. Kompresi lateral
d. Vertical shear
e. Mekanisme gabungan / kombinasi
C. Bucholz classification
Bucholz classification ditentukan berdasarkan keparahan dari injury
pelvis posterior.
a. Tipe 1, melibatkan injury pada bagian anterior dengan injury pelvs
posterior stabil atau intak.
b. Tipe 2, melibatkan injury pelvis anterior yang berhubungan dengan
bagian yang berpindah dari sendi SacroIliaca; ligament SacroIliaca
posterior tetap intak.
c. Tipe 3, melibatkan perpindahan lengkap dari sendi SacroIliaca
dengan dislokasi hemipelvis.
2.2.4 Mekanisme Trauma
Trauma biasanya terjadi secara langsung pada panggul karena tekanan
yang besar atau karena jatuh dari ketinggian. Pada orang tua dengan
osteoporosis atau osteomalasia dapat terjadi fraktur stress pada ramus pubis.
Oleh karena rigiditas panggul maka keretakan pada salah satu bagian cincin
akan disertai robekan pada titik lain, kecuali pada trauma langsung. Sering

29
titik kedua tidak terlihat dengan jelas atau mungkin terjadi robekan sebagian
atau terjadi reduksi spontan pada sendi sakro-iliaka.
Mekanisme trauma pada cincin panggul terdiri atas :
A. Kompresi Anteroposterior
Hal ini biasanya terjadi akibat tabrakan antara pejalan kaki dengan
kendaraan. Ramus pubis mengalami fraktur, tulang inominata terbelah
dan mengalami rotasi eksterna disertai robekan simphisis. Keadaan ini
disebut sebagai open book injury. Bagian posterior ligament sacro-iliaka
mengalami robekan partial atau dapat disertai fraktur bagian belakang
ilium

Gambar 21 : gambaran radiologi fraktur kompresi anteriorposterior


(APC) yang melibatkan diastasis simfisis atau rami fraktur longitudinal
B. Kompresi Lateral
Kompresi dari samping akan menyebabkan cincin mengalami
keretakan. Hal ini terjadi apabila ada trauma samping karena kecelakaan
lalu lintas atau jatuh dari ketinggian. Pada keadaan ini ramus pubis
bagian depan pada kedua sisinya mengalami fraktur dan bagian belakang
terdapat strain dari sendi sakro-iliaka atau fraktur ilium atau dapat pula
fraktur ramus pubis pada sisi yang sama.
C. Trauma Vertical
Tulang inominata pada satu sisi mengalami pergerakan secara
vertical disertai fraktur ramus pubis dan disrupsi sendi sakro-iliaka pada
sisi yang sama. Hal ini terjadi apabila seseorang jatuh dari ketinggian
pada satu tungkai.

30
Gambar 22. gambaran radiologi fraktur vertical.

D. Trauma Kombinasi
Pada trauma yang lebih hebat dapat terjadi kombinasi kelainan
diatas.
2.2.5 Gambaran Klinis Fraktur Pelvis
Fraktur panggul merupakan salah satu trauma multiple yang dapat
mengenai organ-organ lain dalam panggul. Keluhan yang dapat terjadi pada
fraktur panggul antara lain :
1. Nyeri
2. Pembengkakan
3. Deformitas
4. Perdarahan subkutan sekitar panggul
5. Hematuria
6. Perdarahan yang berasal dari vagina, urethra, dan rectal
7. Syok
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan serial hemoglobin dan hematokrit, tujuannya untuk
memonitor kehilangan darah yang sedang berlangsung.
b. Pemeriksaan urin, untuk menilai adanya gross hematuria dan atau
mikroskopik.
c. Kehamilan tes ditunjukkan pada wanita usia subur untuk mendeteksi
kehamilan serta pendarahan sumber potensial (misalnya, keguguran,
abrupsio plasenta).

31
B. Pemeriksaan Imaging
a. Radiografi
Radiograf anteroposterior pelvis merupakan skrining test dasar
dan mampu menggambarkan 90% cedera pelvis. Namun, pada
pasien dengan trauma berat dengan kondisi hemodynamic tidak
stabil seringkali secara rutin menjalani pemeriksaan CT scan
abdomen dan pelvis, serta foto polos pelvis yang tujuannya untuk
memungkinkan diagnosis cepat fraktur pelvis dan pemberian
intervensi dini.
b. CT-Scan
CT scan merupakan imaging terbaik untuk evaluasi anatomi
panggul dan derajat perdarahan pelvis, retroperitoneal, dan
intraperitoneal. CT scan juga dapat menegaskan adanya dislokasi hip
yang terkait dengan fraktur acetabular.
c. MRI
MRI dapat mengidentifikasi lebih jelas adanya fraktur pelvis bila
dibandingkan dengan radiografi polos (foto polos pelvis). Dalam satu
penelitian retrospektif, sejumlah besar positif palsu dan negatif palsu
itu dicatat ketika membandingkan antara foto polos pelvis dengan
MRI.
d. Ultrasonografi
Sebagai bagian dari the Focused Assessment with Sonography
for Trauma (FAST), pemeriksaan pelvis seharusnya divisualisasikan
untuk menilai adanya pendarahan/cairan intrapelvic. Namun, studi
terbaru menyatakan ultrasonografi memiliki sensitivitas yang lebih
rendah untuk mengidentifikasi hemoperitoneum pada pasien dengan
fraktur pelvis. Oleh karena itu, perlu diingat bahwa, meskipun nilai
prediksi positif mencatat hemoperitoneum sebagai bagian dari
pemeriksaan FAST yang baik, keputusan terapeutik menggunakan
FAST sebagai pemeriksaan skrining mungkin terbatas.

32
e. Cystography
Pemeriksaan ini dilakukkan pada pasien dengan hematuria dan
urethra utuh.
2.2.7 Penatalaksanaan
Pengobatan harus dilakukkan sesegera mungkin berdasarkan prioritas
penanggulangan trauma yang terjadi (A, B, C). yaitu :
A. Resusitasi awal
a. Perhatiakan saluran/jalan nafas dan pernafasannya
b. Kontrol perdarahan dengan pemberian cairan ringer dan transfusi
B. Anamnesis
a. Keadaan dan waktu trauma (mekanisme trauma)
b. Miksi terakhir
c. Waktu dan jumlah (makan dan minum) yang terakhir
d. Bila penderita seorang wanita, apakah sedang hamil atau menstruasi
e. Trauma lainnya seperti trauma pada kepala
C. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
 Catat secara teratur denyut nadi, tekanan darah, dan respirasi
 Secara cepat lakukan survey tentang kemungkinan trauma
lainnya
b. Lokal
 Inspeksi perineum untuk mengetahui adanya perdarahan,
pembengkakan, dan deformitas.
 Tentukan derajat ketidakstabilan cincin panggul dengan palpasi
pada ramus dan simfisis pubis.
 Adakan pemeriksaan colok dubur.
D. Pemeriksaan tambahan
a. Foto polos panggul, toraks serta daerah lain yang dicurigai
mengalami trauma.
b. Foto polos panggul dalam keadaan rotasi interna dan eksterna serta
pemeriksaan foto panggul lainnya.
c. Pemeriksaan urologis dan lainnya :

33
 Kateterisasi
 Ureterogram
 Sistogram retrograde dan postvoiding
 Pielogram intravena
 Aspirasi diagnostic dengan lavase peritoneal

2.3 Fraktur Femur


2.3.1 Anatomi Femur
Femur merupakan tulang terpanjang dan terkeras yang ada pada tubuh
dan dikelompokkan ke dalam ekstremitas bagian bawah. Di sebelah atas,
femur bersendi dengan acetabulum untuk membentuk articulatio coxae dan
di bawah dengan tibia dan patella untuk membentuk articulatio genu. Ujung
atas femur memiliki caput, collum, trochanter major, dan trochanter minor.

Gambar 23. Anatomi Os Femur

Caput membentuk dua pertiga dari bulatan dan bersendi dengan


acetabulum os coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut
fovea capitis, yang berguna sebagao tempat melekatnya, ligamentum capitis
femoris. Sebagai suplai darah untuk caput femoris dari arteri obturatoria

34
dihantarkan melalui ligamentum ini dan memasuki tulang melalui fovea
capitis.
Collum yang menghubungkan caput dengan corpus berjalan ke bawah,
ke belakang, dan lateral serta membentuk sudut 1250 dan lebih kecil pada
perempuan dengan sumbu panjang korpus femoris. Besarnya sudut ini dapat
berubah karena adanya penyakit.
Trochanter mayor dan minor merupakan tonjolan yang besar pada taut
antara collum dan corpus. Linea intertrocanterica menghubungkan kedua
trochanter ini di bagian anterior, tempat melekatnya ligamentum
iliofemorale dan di bagian posterior oleh crista intertrochanterica yang
menonjol, pada crista ini terdapat tuberculum quadratum.
Corpus femoris permukaan anteriornya lebih licin dan bulat, sedangkan
permukaan posterior mempunyai rigi yang disebut linea aspera. Pada linea
ini melekat otot-otot dan septa intermuskularis. Garis tepi linear melebar ke
atas dan ke bawah. Tepi medial berlanjut ke distal sebagai crista
supracondylaris medialis yang menuju ke tuberculum adductorum pada
condylus medial. Tepi lateral melanjutkan diri ke distal sebagai crista
supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior corpus, tepatnya di
bawah trochanter major terdapat tuberositas glutea sebagai tempat
melekatnya muskulus gluteus maximus. Corpus melebar ke arah ujung
distalnya dan membentuk daerah sepertiga datar pada permukaan
posteriornya yang disebut facies politea.
Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis yang
bagian posteriornya dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan
anterior condylus ikut serta dalam pembentukan articulatio genu. Diatas
condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberkulum
adductorum dilanjutkan oleh epicondylus medialis.
Ruang fascia anterior tungkai atas diisi oleh muskulus sartorius,
muskulus iliacus, muskulus psoas, muskulus pectineus dan musculus
quadriceps femoris. Dipersarafi oleh nervus femoralis ruang anterior fascia
tungkai atas dialiri pembuluh darah arteri femoralis. Ruang fascia medial
tungkai atas diisi oleh musculus gracilis, musculus adductor longus,

35
musculus adductor magnus, musculus obturatorius externus dipersarafi oleh
nervus obturatorius ruang fascial medial diperdarahi oleh arteri profunda
femoris dan arteri obturatoria. Ruang fascia posterior tungkai atas diisi oleh
muskulus biseps femoris, muskulus semitendinosus, muskulus
semimembranosus, dan sebagian kecil muskulus adductor magnus (otot-otot
hamstring)/ dipersarafi oleh ischiadicus ruang fascia posterior tungkai atas
diperdarahi oleh cabang-cabang arteri profunda femoris.
2.3.2 Definisi Fraktur Femur
Fraktur femur adalah diskontinuitas dari femoral shaft yang bisa terjadi
akibat trauma secara langsung (kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari
ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami laki laki dewasa. Fraktur
femur dapat menyebabkan komplikasi, morbiditas yang lama dan juga
kecacatan apabila tidak mendapatkan penanganan yang baik. Komplikasi
yang timbul akibat fraktur femur antara lain perdarahan, cedera organ,
infeksi luka, emboli lemak, sindroma pernafasan.
2.3.3 Manifestasi Klinik Fraktur Femur
Manifestasi klinis fraktur femur secara umum adalah sebagai berikut :
 Nyeri
 Ketidak mampuan untuk menggerakkan kaki
 Deformitas
 Bengkak
Dampak dari fraktur femur menyebabkan adanya gangguan pada
aktivitas individu dimana rata-rata individu tidak bekerja atau tidak sekolah
selama 30 hari, dan mengalami keterbatasan aktivitas selama 107 hari.
2.3.4 Klasifiksi Fraktur Femur
Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam :
A. Fraktur collum femur
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu
misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter
mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun
disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi
yang mendadak dari tungkai bawah.

36
Klasifikasi fraktur leher femur berdasarkan Garden :
a. Stadium I adalah fraktur yang tak sepenuhnya terimpaksi.
b. Stadium II adalah fraktur lengkap tetapi tidak bergeser.
c. Stadium III adalah fraktur lengkap dengan pergeseran sedang.
d. Stadium IV adalah fraktur yang bergeser secara hebat.

Gambar 24. Klasifikasi fraktur leher femur menurut Garden.

Fraktur leher femur harus ditatalaksana dengan cepat dan tepat


sekalipun merupakan fraktur leher femur stadium I. Jika tidak, maka
akan berkembang dengan cepat menjadi fraktur leher femur stadium IV.
Selain Garden, Pauwel juga membuat klasifikasi berdasarkan atas sudut
inklinasi leher femur seperti yang tertera pada gambar 4.2, yaitu sebagai
berikut:
a. Tipe I, yaitu fraktur dengan garis fraktur 30.
b. Tipe II, yaitu fraktur dengan garis fraktur 50.
c. Tipe III, yaitu fraktur dengan garis fraktur 70.

A B C
Gambar 25. Klasifikasi fraktur leher femur menurut Pauwel

37
B. Fraktur trochanter femur
Semua fraktur yang terjadi antara trokanter minor dan trokanter
mayor. Fraktur ini bersifat ekstra artikuler dan sering terjadi pada orang
tua diatas umur 60 tahun. Terbagi atas:
a. Fr. Stabil
b. Fr. Tidak stabil
Diklasifikasikan atas empat tipe :
 Tipe 1 : Fraktur melewati trokanter mayor dan trokanter minor
tanpa pergeseran
 Tipe 2 : Fraktur melewati trokanter mayor dan disetai pergeseran
trokanter minor
 Tipe 3 : Fraktur disertai fraktur komunitif
 Tipe 4 : Fraktur yang disertai dengan fraktur spiral femur.
C. Fraktur subtrochanter femur
Fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter
minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana
dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :
a. Tipe 1 : Garis fraktur satu level dengan trochanter minor
b. Tipe 2 : Garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas
trochanter minor
c. Tipe 3 : Garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas
trochanterminor
D. Fraktur batang femur (dewasa)
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung
akibat kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari
ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang
cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu
klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang
berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi menjadi :
a. Frakture Tertutup
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

38
 Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
 Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
 Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan
lunak bagian dalam dan pembengkakan.
 Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartement.

Fraktur femur kanan 1/3 distal Fraktur femur kanan 1/3 proksimal

Spiraldisplaced Tertutup Kominutif Displaced Tertutup

b. Frakture Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat


hubungan antara tulang patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga
derajat, yaitu :
 Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka
kecil, biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam
menembus keluar.
 Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan
karena benturan dari luar.

39
 Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor,
jaringan lunak banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh
darah)
E. Fraktur supracondyler femur
Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi
dislokasi ke posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya
tarikan dari otot – otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler
ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga
terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.
F. Fraktur intercondyler femur
Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular,
sehingga umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.
G. Fraktur condyler femur
Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan
adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

40
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. P.Y
No. DM : 456592
Umur : 15 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Asal Suku : Jawa
Alamat : Timika
Tanggal MRS : 27/2/2019

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama (Autoanamnesis)
Nyeri pada kaki kanan dan tidak bisa digerakkan
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Jayapura dengan keluhan kaki sebelah
kanan tidak dapat digerakkan. Pasien dengan riwayat kecelakaan lalu
lintas. Kecelakaan terjadi pada hari Jumat tanggal 22 Februari 2019 (4
hari sebelum MRS), pasien mengaku sedang dibonceng temannya dengan
motor pada malam hari kemudian sebuah mobil menabrak dari arah
depan. Pasien kemudian jatuh terguling di daerah berumput namun
pasien tidak ingat jelas kronologis kejadian, dan hanya merasakan
panggul dan kaki kanannya terasa nyeri dan tidak dapat digerakkan saat
hendak mengangkat kaki. Riwayat pingsan (+), mual (-), muntah (-),
nyeri kepala (-), kejang(-).

c. Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien tidak memiliki riwayat sakit, alergi dan gangguan yang lain.
 Pasien tidak ada riwayat operasi.

41
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Vital Sign
- Keadaan Umum: Tampak Sakit Sedang
- Kesadaran : Compos Mentis ; GCS: E4V5M6 = 15
- TTV : TD:160/80 mmHg, N : 77 kali/menit, RR: 24 kali/menit, SB:
36.8 oC, SpO2: 98 %
b. Status Interna
Kepala/leher: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pembesaran
KGB (-), Oral Candidiasis (-/-)
Thorax
 Paru-paru
- Inspeksi : Simetris, dalam keadaan statis dan dinamis,
retraksi dinding dada (-), jejas (-)
- Palpasi : vokal fremitus kanan dan kiri simetris
- Perkusi : Sonor pada paru kanan dan kiri
- Auskultasi : Suara nafas dasar : vesikuler; suara tambahan:
wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
 Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
- Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga ke V, 2 cm kelateral
linea mid clavicularis sinistra, tidak kuat angkat, tidak melebar.
- Perkusi :
o Batas atas : ICS II linea parasternalis kiri
o Pinggang : ICS III linea parasternalis kiri
o Batas kiri : ICS VI 2 cm ke lateral linea midclavicularis kiri.
o Batas kanan : ICS VI linea sternalis kanan
- Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-),
bising Jantung (-)
 Abdomen
- Inspeksi : Tampak datar
- Auskultasi : Peristaltic (+)

42
- Perkusi : Timpani
- Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) , Hepar : tidak teraba membesar;
Lien : tidak teraba membesar
Ekstremitas
 Superior : akral teraba hangat, sianosis (-/-), edema (-/-)
 Inferior : akral hangat (+), sianosis (-/-), edema (+/-)
Genitalia
 Terpasang kateter
 Skrotum tampak membengkak, nyeri tekan (+)

c. Status Lokalis
 Lokasi :
Regio femur dekstra :
- Look : Tampak edema, shortening (+), luka (-), deformitas (+),
hematom (-), terpasang spalk.
- Feel : nyeri tekan (+), hangat pada perabaan, NVD : pulsasi A.
Femoralis reguler dan kuat angkat, CRT < 2”. True leg length:
dextra: 83 cm, sinistra: 87 cm sedangkan Apparent leg lenght:
dextra: 91 cm, sinistra: 94 cm.
- Movement : gerak aktif nyeri (+), gerak pasif nyeri (+), ROM
terbatas karena nyeri.
Regio pelvic :
- Look : terpasang pelvic bandage.
- Feel : nyeri tekan (+), hangat pada perabaan, NVD : pulsasi A.
Femoralis reguler dan kuat angkat, CRT < 2”. True leg length:
dextra: 83 cm, sinistra: 87 cm sedangkan Apparent leg lenght:
dextra: 91 cm, sinistra: 94 cm.
- Movement : gerak aktif nyeri (+), gerak pasif nyeri (+)

43
IV. DIAGNOSIS SEMENTARA
 Closed fracture complete 1/3 middle right femur
 Fractur os pelvic (unstable) open book grade V

V. TERAPI DAN TINDAKAN SAAT MRS


 Ivfd RL 500cc/8jam
 Inj ketorolac 30mg/8jam
 Inj ranitidine 50mg/12jam
 Inj Ceftriaxone 1gr/12jm
 Inj kalnex 500mg/8jam
 Inj metylprednisolone 125mg/8jm
 Xray ulang pelvis
 Cek lab persiapan operasi
 Pro ORIF

VI. FOTO KLINIS

44
VII. FOTO RONTGEN
 Rontgen Pelvis pre ORIF

 Rontgen pelvis post ORIF

45
 Rontgen femur dekstra pre ORIF

 Rontgen femur dekstra post ORIF

46
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium Tanggal 27 Februari 2019 (saat pasien tiba di
IGD RS Dok II Jayapura)

Pemeriksaan Hasil
Hb 10,5
Hematokrit 29,4
Leukosit 13,30
Trombosit 277
Eritrosit 3,63
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0,2
Eosinofil 0,0
Neutrofil 81,7
Limfosit 11,1
Monosit 7
PT 10,9
APTT 26,3
Kimia Darah
GDS 133
SGOT 35,1
SGPT 34,3
Bun 13,6
Creatinin 0,48
Kalium Darah 3,66

IX. DIAGNOSA AKHIR


 Closed fracture complate 1/3 middle right femur
 Fractur os pelvic (unstable) open book grade V

47
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini akan dibahas tentang seorang anak remaja laki-laki
usia 15 tahun datang ke IGD RSUD Jayapura dengan keluhan kaki sebelah kanan
tidak dapat digerakkan. Pasien dengan riwayat kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan
terjadi pada hari Jumat tanggal 22 Februari 2019 (4 hari sebelum MRS), pasien
mengaku sedang dibonceng temannya dengan motor pada malam hari kemudian
sebuah mobil menabrak dari arah depan. Pasien kemudian jatuh terguling di
daerah berumput namun pasien tidak ingat jelas kronologis kejadian, dan hanya
merasakan panggul dan kaki kanannya terasa nyeri dan tidak dapat digerakkan
saat hendak mengangkat kaki. Riwayat pingsan (+), mual (-), muntah (-), nyeri
kepala (-), kejang(-).
Berdasarkan teori mengenai fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas
tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot,
kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Batang femur
dapat mengalami fraktur akibat trauma langsung, puntiran atau pukulan pada
bagian depan yang berada dalam posisi fleksi ketika kecelakaan lalu lintas. Pada
patah tulang diafisis femur biasanya perdarahan dalam cukup luas dan besar
sehingga dapat menimbulkan syok, secara klinis penderita tidak dapat bangun,
bukan saja karena nyeri, tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur.
Patah tulang panggul adalah gangguan struktur tulang dari pelvis. Fraktur
yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas terbesar melibatkan pasukan
yang signifikan misalnya dari kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh dari
ketinggian. Dengan makin meningkatnya kecelakaan lalu lintas mengakibatkan
dislokasi sendi panggul sering ditemukan. Dislokasi panggul merupakan suatu
trauma hebat. Patah tulang pelvis harus dicurigai apabila ada riwayat trauma yang
menekan tubuh bagian bawah atau apabila terdapat luka serut, memar, atau
hematom di daerah pinggang, sacrum, pubis atau perineum.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik dan tanda-tanda
vital dalam batas normal, status generalis dan lain-lain dalam batas normal. Status
lokalis dievaluasi melalui look, feel dan movement, pada pada regio femur dekstra

48
tampak edema, shortening (+), nyeri tekan, dan gerakan aktif dan pasif terbatas
nyeri. Berdasarkan temuan pada anamnesis dan pemeriksaan fisis, diagnosis kerja
yang dapat ditegakkan adalah closed fracture complete 1/3 middle right femur dan
fractur os pelvic (unstable) open book grade V.
Untuk menegakkan diagnosis pasti pada kasus ini diperlukan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan penunjang pada kasus ini berupa pemeriksaan darah rutin
dan pemeriksaan x-ray femur dektra posisi antero posterior (AP) dan lateral (Lat)
dan pemeriksaan x-ray pelvis. Rencana pemeriksaan radiologis pada kasus ini
sudah sesuai dengan teori yang mengatakan standar untuk menegakkan diagnosis
pada fraktur 1/3 middle femur yaitu dengan posisi standar anteroposterior (AP)
dan lateral radiografi sudah cukup untuk menentukan jenis fraktur dan derajat
displacement-nya. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang dapat ditegakkan diagnosis pasti yaitu close fraktur 1/3 middle fraktur
fractur os pelvic (unstable) open book grade V.
Tujuan penatalaksanaan kasus fraktur di femur dan pelvis adalah untuk
mencapai tulang yang union dan dapat diterima berdasarkan parameter radiologis
untuk optimalisasi fungsi jangka panjang dan mencegah komplikasi yang lebih
lanjut. Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan terapi konservatif dan
terapi operatif. Pada terapi konservatif, pasien diberikan terapi medikamentosa
dimana yang pertama dengan memberikan antibiotik dan analgesik. Terapi yang
kedua yaitu terapi operatif dengan metode ORIF (Open Reduction Internal
Fixation) dengan tujuan untuk reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi
luar.
Setelah dilakukan terapi operatif dengan metode ORIF, 13 hari post ORIF
pasien datang untuk kontrol ke poli bedah ortopedi dan dilakukan pengukuran
apparent leg length dan true leg length. Hasil yang didapatkan adalah true leg
length 87 cm sama antara dekstra dan sinistra, sedangkan untuk apparent leg
length 94 cm sama antara dekstra dan sinistra. Salah satu prinsip pengobatan pada
fraktur adalah retension (imobilisasi fraktur) tujuannya adalah untuk
mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai Union. Indikasi
dilakukannya fiksasi yaitu pada pemendekan (shortening), fraktur unstabel serta
kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar.

49
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Pasien Tn. PY usia 15 tahun datang ke IGD RSUD Jayapura dengan
keluhan kaki sebelah kanan tidak dapat digerakkan. Pasien dengan riwayat
kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan terjadi pada hari Jumat tanggal 22 Februari
2019 (4 hari sebelum MRS), pasien mengaku sedang dibonceng temannya
dengan motor pada malam hari kemudian sebuah mobil menabrak dari arah
depan. Pasien kemudian jatuh terguling di daerah berumput namun pasien
tidak ingat jelas kronologis kejadian, dan hanya merasakan panggul dan kaki
kanannya terasa nyeri dan tidak dapat digerakkan saat hendak mengangkat
kaki. Riwayat pingsan (+), mual (-), muntah (-), nyeri kepala (-), kejang(-).
Berdasarkan kasus di atas, diagnosis ditegakkan dari gejala yang dialami
pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, serta pemeriksaan
radiologi hasilnya menunjukkan bahwa pasien mengalami closed fracture
complate 1/3 middle right femur dan fractur os pelvic (unstable) open book
grade V. Pasien atas nama Tn. YP di terapi dengan tindakan operatif serta
medikamentosa dan tidak ada komplikasi post pembedahan. Pasien membaik
tanpa keluhan pernyerta dan dipulangkan dalam keadaan hidup.

5.2 Saran
1. Instansi terkait sebaiknya lebih memperhatikan penyediaan sarana
khususnya yang bersifat instrumental untuk kebutuhan operasi agar
mempermudah penanganan terutama untuk kasus fraktur.
2. Tenaga kesehatan perlu dibekali kemampuan penanganan konservatif
terhadap fraktur.
3. Diperlukan sosialisasi bagi masyarakat terkait penanganan awal pasien
fraktur agar tidak terjadi salah penanganan yang memperburuk kondisi
fraktur sebelum ditangani petugas kesehatan.

50
DAFTAR PUSTAKA

1. Function of the bones. 2015, 14 nov. Cited from http://www.med-


health.net/Functions-Of-Bones.html.
2. Jergensen F. H., Ortopedi. Dalam Ilmu Bedah (Handbook of Surgery),
Editor: Theodore R.
3. Thompson JC. Netter’s concise orthopaedic anatomy. 2nd Edition.
Philadelphia. Elsevier Saunders. 2010. p. 2-3,141
4. Aukerman, Douglas F. 2015, 14 Nov. Femur Injuries and Fractures. Citet
from http://emedicine.medscape.com/article/90779-overview#showall
5. Asriza, R. A. Closed Fracture 1/3 Middle Femur Dextra. Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung; Medula Unila. 2014;2(3):94-100.
6. Sagaran V.C. Distribusi Fraktur Femur Yang Dirawat Di Rumah Sakit
Dr.M.Djamil Padang 2010-2012. Padang: Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas. http://jurnal.fk.unand.ac.id
7. Aukerman, Douglas F. 2016, 6 Sept. Femur Injuries and Fractures. Citet
from http://emedicine.medscape.com/article/90779-overview#showall
8. Fraktur. Diunduh dari http://bedahugm.net/Bedah-
Orthopedi/Fracture.html.
9. Anatomy The pelvis. Diunduh dari
http://www.victorchiropractic.com/si.html
10. Fraktur pelvis. Diunduh dari http://bedahugm.net/Bedah-
Orthopedi/Fracture pelvic.html.
11. Fracture of the Pelvis. Di unduh dari http:// www. American Academy of
Orthopaedic Surgeons/fracture pelvic.html.
12. Sjamsuhidajat, R.Wim De Jong. 2000. Buku Ajar Ilmu Bedah: patah
tulang dan dislokasi. Jakarta: EGC. hal 840-874.
13. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi ke-3. Jakarta: Yarsif
Watampone; 2007.

51

Anda mungkin juga menyukai

  • Rest Plasenta
    Rest Plasenta
    Dokumen8 halaman
    Rest Plasenta
    Roni Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • Rest Plasenta
    Rest Plasenta
    Dokumen8 halaman
    Rest Plasenta
    Roni Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • Keterampilan Klinik Kegawat-Daruratan Ob
    Keterampilan Klinik Kegawat-Daruratan Ob
    Dokumen9 halaman
    Keterampilan Klinik Kegawat-Daruratan Ob
    ririn andriani ibrahim
    Belum ada peringkat
  • Keterampilan Klinik Kegawat-Daruratan Ob
    Keterampilan Klinik Kegawat-Daruratan Ob
    Dokumen9 halaman
    Keterampilan Klinik Kegawat-Daruratan Ob
    ririn andriani ibrahim
    Belum ada peringkat
  • Retensio Plasenta
    Retensio Plasenta
    Dokumen19 halaman
    Retensio Plasenta
    Wulan Ervinna Simanjuntak
    Belum ada peringkat
  • Rest Plasenta
    Rest Plasenta
    Dokumen8 halaman
    Rest Plasenta
    Roni Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • Kedudukan Janin Intrauterin
    Kedudukan Janin Intrauterin
    Dokumen10 halaman
    Kedudukan Janin Intrauterin
    Elyzabeth Kvn
    Belum ada peringkat
  • Refleksi Kasus Retensio Plasenta
    Refleksi Kasus Retensio Plasenta
    Dokumen11 halaman
    Refleksi Kasus Retensio Plasenta
    Nurholis Majid
    Belum ada peringkat
  • Rest Plasenta
    Rest Plasenta
    Dokumen8 halaman
    Rest Plasenta
    Roni Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • ABORTUS
    ABORTUS
    Dokumen31 halaman
    ABORTUS
    Tri Rizky Nugraha
    Belum ada peringkat
  • ABORTUS
    ABORTUS
    Dokumen31 halaman
    ABORTUS
    Tri Rizky Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Kedudukan Janin Intrauterin
    Kedudukan Janin Intrauterin
    Dokumen10 halaman
    Kedudukan Janin Intrauterin
    Elyzabeth Kvn
    Belum ada peringkat
  • ABORTUS
    ABORTUS
    Dokumen31 halaman
    ABORTUS
    Tri Rizky Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Panggul
    Anatomi Panggul
    Dokumen15 halaman
    Anatomi Panggul
    rosida suhaimi
    Belum ada peringkat
  • Refleksi Kasus Retensio Plasenta
    Refleksi Kasus Retensio Plasenta
    Dokumen11 halaman
    Refleksi Kasus Retensio Plasenta
    Nurholis Majid
    Belum ada peringkat
  • Refleksi Kasus Retensio Plasenta
    Refleksi Kasus Retensio Plasenta
    Dokumen11 halaman
    Refleksi Kasus Retensio Plasenta
    Nurholis Majid
    Belum ada peringkat
  • IUGR
    IUGR
    Dokumen19 halaman
    IUGR
    ririn andriani ibrahim
    Belum ada peringkat
  • Print Lapkas Cover
    Print Lapkas Cover
    Dokumen6 halaman
    Print Lapkas Cover
    ririn andriani ibrahim
    Belum ada peringkat
  • IUGR
    IUGR
    Dokumen3 halaman
    IUGR
    ririn andriani ibrahim
    Belum ada peringkat
  • IUGR
    IUGR
    Dokumen19 halaman
    IUGR
    ririn andriani ibrahim
    Belum ada peringkat
  • IUGR
    IUGR
    Dokumen19 halaman
    IUGR
    ririn andriani ibrahim
    Belum ada peringkat
  • Lembar Pengesahan
    Lembar Pengesahan
    Dokumen2 halaman
    Lembar Pengesahan
    ririn andriani ibrahim
    Belum ada peringkat
  • IUGR
    IUGR
    Dokumen19 halaman
    IUGR
    ririn andriani ibrahim
    Belum ada peringkat
  • Dosimetri PPR
    Dosimetri PPR
    Dokumen62 halaman
    Dosimetri PPR
    M Fadli Nur
    Belum ada peringkat
  • Print Lakas Ririn
    Print Lakas Ririn
    Dokumen1 halaman
    Print Lakas Ririn
    ririn andriani ibrahim
    Belum ada peringkat
  • Print Lakas Ririn
    Print Lakas Ririn
    Dokumen1 halaman
    Print Lakas Ririn
    ririn andriani ibrahim
    Belum ada peringkat
  • Bone Healing
    Bone Healing
    Dokumen8 halaman
    Bone Healing
    nursafira marwa
    Belum ada peringkat
  • Print Lakas Ririn
    Print Lakas Ririn
    Dokumen51 halaman
    Print Lakas Ririn
    ririn andriani ibrahim
    Belum ada peringkat
  • LAPKAS
    LAPKAS
    Dokumen40 halaman
    LAPKAS
    ririn andriani ibrahim
    Belum ada peringkat
  • Lembar Pengesahan
    Lembar Pengesahan
    Dokumen2 halaman
    Lembar Pengesahan
    ririn andriani ibrahim
    Belum ada peringkat